Anda di halaman 1dari 22

A.

LAPORAN PENDAHULUAN
LAPORAN PENDAHULUAN
Neonatal respiratory distress syndrom (NRDS)

NAMA: NURASIAH
NIM: 202001114

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

TAHUN AJARAN 2022/2023


B. ISI LAPORAN PENDAHULUAN
1. Definisi
Respiratory Distress of the Newborn (RDN) atau biasa juga
disebutRespiratory Distress Syndrome (RDS) biasa juga
disebut  Hyaline Membrane Disease (HMD) Adalah gangguan
pernafasan yang sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda
takipnue (>60 x/mnt), retraksi dada, sianosis pada udara kamar yang
menetap atau memburuk pada 48-96 jam kehidupan dengan x-ray
thorak yang spesifik, sekitar 60% bayi yang lahir sebelum gestasi 29
minggu mengalami RDS.
Sindrom Distres Pernapasan adalah perkembangan yang imatur
pada sistem pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam
paru. RDS dikatakan sebagai hyalin membrane diseaser (Suriadi dan
Yulianni, 2006).
Jadi Respiratory Distress Of The Nerwborn (RDN) atau
Respiratory Distress Syndrome (RDS) gangguan pernapasan yang
sering terjadi pada neonatus yang disebabkan oleh perkembangan yang
imatur pada system pernapasan atau tidak adekuatnya jumlah
surfaktan.
2. Etiologi
Menurut Suriadi dan Yulianni (2006) etiologi dari RDS yaitu:
a. Ketidakmampuan paru untuk mengembang dan alveoli terbuka.
b. Alveoli masih kecil sehingga mengalami  kesulitan berkembang
dan pengembangan kurang sempurna. Fungsi surfaktan untuk
menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum
berkembang menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi
akan mengalami sesak nafas.
c.  Membran hialin berisi debris dari sel yang nekrosis yang
tertangkap dalam proteinaceous filtrat serum (saringan serum
protein), di fagosit oleh makrofag.
d.  Berat badan bayi lahir kurang dari 2500 gram.
e. Adanya kelainan di dalam dan di luar paru.
Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini adalah
pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin
(PMH).
f.  Bayi prematur atau kurang bulan
Diakibatkan oleh kurangnya produksi surfaktan. Produksi
surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, semakin
muda usia kehamilan, maka semakin besar pula kemungkinan
terjadi RDS.
3. Patofisiologi
Pada RDS terjadi atelektasis yang sangat progresif, yang
disebabkan kurangnya zat yang disebut surfaktan.Surfaktan adalah zat
aktif yang diproduksi sel epitel saluran nafas disebut sel pnemosit tipe
II. Zat ini mulai dibentuk pada kehamilan 22-24 minggu dan mencapai
max pada minggu ke 35. Zat ini terdiri dari fosfolipid (75%) dan
protein (10%).Peranan surfaktan ialah merendahkan tegangan
permukaan alveolus sehingga tidak terjadi kolaps dan mampu menahan
sisa udara fungsional pada sisa akhir expirasi. Kolaps paru ini akan
menyebabkan terganggunya ventilasi sehingga terjadi hipoksia, retensi
CO2 dan asidosis. Hipoksia akan menyebabkan terjadinya :Oksigenasi
jaringan menurun>metabolisme anerobik dengan penimbunan asam
laktat asam organic>asidosis metabolic.
Kerusakan endotel kapiler dan epitel duktus alveolaris>transudasi
kedalam alveoli>terbentuk fibrin>fibrin dan jaringan epitel yang
nekrotik>lapisan membrane hialin.
Asidosis dan atelektasis akan menyebabkan terganggunya jantung,
penurunan aliran darah ke paru mengakibatkan hambatan pembentukan
surfaktan, yang menyebabkan terjadinya atelektasis. Sel tipe II ini
sangat sensitive dan berkurang pada bayi dengan asfiksia pada periode
perinatal, dan kematangannya dipacu dengan adanya stress intrauterine
seperti hipertensi, IUGR dan kehamilan kembar.
Secara singkat patofisiologinya dapat digambarkan sbb :
Atelektasis → hipoksemia →asidosis → transudasi →
penurunan aliran darah paru → hambatan pembentukan zat
surfaktan → atelekstasis.Hal ini berlangsung terus sampai terjadi
penyembuhan atau kematian.
RDS merupakan penyebab utama kematian dan kesakitan pada bayi
prematur, biasanya setelah 3 – 5 hari. Prognosanya buruk jika support
ventilasi lama diperlukan, kematian bisa terjadi setelah 3 hari
penanganan.
4. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik yang biasa ditemukan pada RDN yaitu gangguan
pernafasan berupa :
a. Dispnue/hipernue
b. Sianosis
c. Retraksi suprasternal / epigastrik / intercostals
d. Grunting expirasi
Didapatkan gejala lain seperti :
a. Bradikardi
b. Hipotensi
c. Kardiomegali
d. Edema terutama didaerah dorsal tangan atau kaki
e. Hipotermi
f. Tonus otot yang menurun
g. Gambaran radiology :terdapat bercak-bercak difus berupa infiltrate
retikulogranular disertai dengan air bronkogram.

Penilaian Tingkat Kegawatan Napas Beradasarkan Downe Score


Skor
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensi napas 60x/menit 60-80x/menit >80x/menit
Tidak ada
Retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
retraksi
Sianosis menetap
Tidak ada Sianosis hilang
Sianosis walaupun
sianosis dengan O2
diberikan O2
Penurunan
Tidak ada udara
Air entry Udara masuk ringan udara
masuk
masuk
Dapat didengar
Tidak Dapat didengar
Merintih dengan
merintih tanpa bantuan
stetoskop

 Evaluasi:
1-3    sesak napas ringan
4-5    sesak napas sedang
≥6     sesak napas berat
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan fisik
1) Temuan fisik yang didapatkan Bayi baru lahir dengan TTN
meliputi takipnea dengan grunting, flaring, and retraksi.
2) Bayi sering digambarkan sebagai memiliki ”quiet” tachypnea “
3) Kasus yang ekstrim dapat memperlihatkan sianosis.
4) Sebuah studi yang menyelidiki faktor risiko untuk durasi
takipnea pada pasien dengan takipnea transient yang baru lahir
melaporkan bahwa tingkat pernapasan puncak lebih dari 90
napas per menit selama 36 jam pertama kehidupan dikaitkan
dengan takipnea berkepanjangan yang berlangsung lebih dari 72
jam.
b. Pemeriksaan laboratorium
1) Analisa Gas Darah (AGD)
a) Penilaian AGD penting untuk memastikan tingkat
pertukaran gas dan keseimbangan asam-basa.
b) Pertimbangkan kateter intraarterial, seperti kateter arteri
umbilikalis, jika fraksi terinspirasi bayi oksigen melebihi
40%.
c) Hipoventilasi sangat jarang, dan ketegangan karbon
dioksida
parsial biasanya normal karena takipnea tersebut. Namun,
meningkatnya karbon dioksida ketegangan pada bayi
dengan
takipnea mungkin tanda kegagalan pernapasan dan
kelelahan yang akan datang atau komplikasi seperti
pneumotoraks.
2) Pemeriksaan thorax photo
Radiografi thorak pada bayi dengan RDS menunjukkan retikular
granular atau gambaranground-glassbilateral, difus,air
bronchograms, dan ekspansi paru yang jelek. Gambaran air
bronchograms yang mencolok menunjukkan bronkioli yangterisi
udara didepan alveoli yang kolap.Bayangan jantung bisa normal
atau membesar. Kardiomegali mungkindihasilkan oleh asfiksi
prenatal, diabetes maternal , patent ductus arteriosus
(PDA),kemungkinan kelainan jantung bawaan. Temuan ini
mungkin berubah dengan terapisurfaktan dini dan ventilasi
mekanik yang adekuat.
6. Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2006) tindakan untuk mengatasi
masalah kegawatan pernafasan meliputi :
a. Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b. Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c. Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d. Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e. Mencegah hipotermia.
f. Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.
Penatalaksanaan secara umum :
a. Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
infus dektrosa 5 %.
b. Pantau selalu tanda vital.
c.  Jaga patensi jalan nafas
d. Berikan Oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
e. Jika bayi mengalami apneu
a. Lakukan tindakan resusitasi sesuai tahap yang diperlukan
b. Lakukan penilaian lanjut
f. Bila terjadi kejang potong kejang segera periksa kadar gula darah
g. Pemberian nutrisi adekuat
Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut
sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan
nafas. Menajemen spesifik atau menajemen lanjut:
Gangguan nafas ringan
Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas
ringan pada waktu lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient
Tacypnea of the Newborn” (TTN). Terutama terjadi setelah bedah
sesar. Biasanya kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri
tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus.
Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
Gangguan nafas sedang
a.  Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila
masih sesak dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup
b. Bayi jangan diberi minukm
c. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan
gentamisin) untuk terapi kemungkinan besar sepsis.
a. Suhu aksiler <> 39˚C
b. Air ketuban bercampur mekonium
c. Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (> 18 jam)
d. Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam
e. Bila suhu masih belum stabil atau gangguan nafas belum ada
perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi kemungkinan besar
seposis
f.  Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal ulangi tahapan tersebut diatas.
g. Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah
2 jam
h.  Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda
perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis
i. Bila bayi mulai menunjukan tanda-tanda perbaikan kurangai terapi
o2secara bertahap . Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap
2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
memakai salah satu cara pemberian minum
j.  Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan.
Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3
hari, minumbaik dan tak ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah
Sakit bayi dapat dipulangkan
Gangguan nafas ringan
a.  Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
b. Bila dalam pengamatan ganguan nafas memburuk atau timbul
gejala sepsis lainnya. Terapi untuk kemungkinan kesar sepsis
dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk di
rumah sakit rujukan.
c. Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minuman.
d. Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas
antara 30-60 kali/menit.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS
adalah:
a.  Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
b. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan
menurunkan caiaran paru
c. Fenobarbital
d. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
e. Metilksantin (teofilin dan kafein ) untuk mengobati apnea dan
untuk pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
f. Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan
dalam pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen
( derifat dari sumber alami misalnya manusia, didapat dari
cairan amnion atau paru sapi, tetapi bisa juga berbentuk
surfaktan buatan ).
7. Komplikasi
Komplikasi yang timbul dapat berupa komplikasi jangka pendek
dan komplikasi jangka panjang. Komplikasi jangka pendek (Akut)
seperti :
a. Ruptur alveoli : Bila dicurigai terjadi kebocoran udara
( pneumothorak, pneumomediastinum, pneumopericardium,
emfisema intersisiel ), pada bayi dengan RDS  yang tiba-
tiba memburuk dengan gejala klinis hipotensi, apnea, atau
bradikardi atau adanya asidosis yang menetap.
b. Dapat timbul infeksi yang terjadi karena keadaan penderita yang
memburuk dan adanya perubahan jumlah leukosit dan
thrombositopeni. Infeksi dapat timbul karena tindakan invasiv
seperti pemasangan jarum vena, kateter, dan alat-alat respirasi.
c. Perdarahan intrakranial dan leukomalacia periventrikular :
perdarahan intraventrikuler terjadi pada 20-40% bayi prematur
dengan frekuensi terbanyak pada bayi RDS  dengan ventilasi
mekanik.
d.  PDA dengan peningkatan shunting dari kiri ke kanan merupakan
komplikasi bayi dengan RDS  terutama pada bayi yang dihentikan
terapi surfaktannya.
Komplikasi jangka panjang dapat disebabkan oleh toksisitas
oksigen, tekanan yang tinggi dalam paru, memberatnya penyakit dan
kurangnya oksigen yang menuju ke otak dan organ lain. Komplikasi
jangka panjang yang sering terjadi :
1) Bronchopulmonary Dysplasia (BPD): merupakan penyakit paru
kronik yang disebabkan pemakaian oksigen pada bayi dengan
masa gestasi 36 minggu. BPD berhubungan dengan tingginya
volume dan tekanan yang digunakan  pada waktu menggunakan
ventilasi mekanik, adanya infeksi, inflamasi, dan defisiensi
vitamin A. Insiden BPD meningkat dengan menurunnya masa
gestasi.
2) Retinopathy prematur
 Kegagalan fungsi neurologi, terjadi sekitar 10-70% bayi yang
berhubungan dengan masa gestasi, adanya hipoxia, komplikasi
intrakranial, dan adanya infeksi.
KONSEP Konsep dasar kepeawatan
1. Pengkajian
a. Riwayat maternal
1) Menderita penyakit seperti diabetes mellitus
2) Kondisi seperti perdarahan placenta
3) Tipe dan lamanya persalinan
4) Stress fetal atau intrapartus
b. Status infant saat lahir
1) Prematur, umur kehamilan
2) Apgar score, apakah terjadi aspiksia
3) Bayi prematur yang lahir melalui operasi caesar
c. Cardiovaskular
1) Bradikardi (dibawah 100 x per menit) dengan hipoksemia berat
2) Murmur sistolik
3) Denyut jantung dalam batas normal
d. Integumen
1) Pallor yang disebabkan oleh vasokontriksi peripheral
2) Pitting edema pada tangan dan kaki
3) Mottling
e. Neurologis
1) Immobilitas, kelemahan, flaciditas
2) Penurunan suhu tubuh
f. Pulmonary
Takipnea (pernafasan lebih dari 60 x per menit, mungkin 80 – 100 x
b. Nafas grunting
3) Nasal flaring
4) Retraksi intercostal, suprasternal, atau substernal
5) Cyanosis (sentral kemudian diikuti sirkumoral) berhubungan
dengan persentase desaturasi hemoglobin
6) Penurunan suara nafas, crakles, episode apnea
g. Status Behavorial : Lethargy
h. Hasil Diagnostik
1) Seri rontqen dada, untuk melihat densitas atelektasis dan elevasi
diaphragma dengan overdistensi duktus alveolar
2) Bronchogram udara, untuk menentukan ventilasi jalan nafas.
3) Data laboratorium
a) Profil paru, untuk menentukan maturitas paru, dengan bahan
cairan amnion (untuk janin yang mempunyai predisposisi
RDS)
b) Lecitin/Sphingomielin (L/S) ratio 2 : 1 atau lebih
mengindikasikan maturitas paru
c) Phospatidyglicerol : meningkat saat usia gestasi 35 minggu
d) Tingkat phosphatydylinositol
e) Analisa Gas Darah, PaO2 kurang dari 50 mmHg, PaCO2
kurang dari 60 mmHg, saturasi oksigen 92% – 94%, pH 7,31 –
7,45
f) Level pottasium, meningkat sebagai hasil dari release
potassium dari sel alveolar yang rusak
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dari RDS yang muncul menurut Suriadi dan
Yulianni (2006) yaitu:
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan
dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
b.  Tidak efektif bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi
atau pemasangan intubasi trakea yang kurang tepat dan adanya
secret pada jalan napas.
c. Tidak efektif pola napas berhubungan dengan ketidaksamaan
nafas bayi dan ventilator, dan posisi bantuan bentilator yang
kurang tepat.
d.  Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan yang tanpa disadari (IWL).
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan ketidakmampuan menelan, motilitas gastrik menurun, dan
penyerapan.
f. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan
bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis
g. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum
terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
3. Intervensi Keperawatan
a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan imatur paru dan
dinding dada atau kurangnya jumlah cairan surfaktan.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan pola nafas efektif.
Kriteria hasil:
1) Jalan nafas bersih
2)  Frekuensi jantung 100-140 x/menit
3) Pernapasan 40-60 x/menit
4) Takipneu atau apneu tidak ada
5)  Sianosis tidak ada
Intervensi:
a) Posisikan untuk pertukaran udara yang optimal; tempatkan pada
posisi telentang dengan leher sedikit ekstensi dan hidung
menghadap keatap dalam posisi ’mengendus’.
Rasional: untuk mencegah adanya penyempitan jalan nafas.
b)  Hindari hiperekstensi leher.
Rasional: karena akan mengurangi diameter trakea.
c) Observasi adanya penyimpangan dari fungsi yang tidak diinginkan,
kenali tanda-tanda distres misalnya: mengorok, pernafasan cuping
hidung, apnea.
Rasional: memastikan posisi sesuai dengan yang diinginkan dan
mencegah terjadinya distres pernafasan.
d) Lakukan penghisapan mukus.
Rasional: menghilangkan mukus yang terakumulasi dari
nasofaring, trakea, dan selang endotrakeal.
e) Penghisapan selang endotrakeal sebelum pemberian surfaktan.
Rasional: memastikan bahwa jalan napas bersih.
f)  Hindari penghisapan sedikitnya 1 jam setelah pemberian
surfaktan.
Rasional: meningkatkan absorpsi ke dalam alvelolar.
g) Observasi peningkatan pengembangan dada setelah pemberian
surfaktan.
Rasional: menilai fungsi pemberian surfaktan.
h) Turunkan pengaturan, ventilator, khususnya tekanan inspirasi
puncak dan oksigen.
Rasional: mencegah hipoksemia dan distensi paru yang
berlebihan.
b. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan hilangnya
fungsi jalan nafas, peningkatan sekret pulmonal, peningkatan resistensi
jalan nafas ditandai dengan: dispneu, perubahan pola nafas,
penggunaan otot pernafasan, batuk dengan atau tanpa sputum,
cyanosis.
Tujuan: Pasien dapat mempertahankan jalan nafas dengan bunyi nafas
yang jernih dan ronchi (-).
Kriteria hasil:
1) Pasien bebas dari dispneu
2)  Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan
3)  Memperlihatkan tingkah laku dan mempertahankan jalan nafas.
Intervensi:
a) Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya.
Rasional: Penggunaan otot-otot interkostal/abdominal/leher dapat
meningkatkan usaha dalam bernafas.
b) Observasi dari penurunan pengembangan dada dan peningkatan
fremitu.
Rasional: Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi
cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus.
c) Catat karakteristik dari suara nafas.
d) Rasional: Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati
batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus
atau sumbatan lain dari saluran nafas.
e)  Catat karakteristik dari batuk
Rasional: Karakteristik batuk dapat merubah ketergantungan pada
penyebab dan etiologi dari jalan nafas. Adanya sputum dapat
dalam jumlah yang banyak, tebal dan purulent.
f)  Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas
tambahan bila perlu.
Rasional: Pemeliharaan jalan nafas bagian nafas dengan paten.
g)  Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan
lakukan suction bila ada indikasi.
Rasional: Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan
predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru.
h) Peningkatan oral intake jika memungkinkan.
Rasional: Peningkatan cairan per oral dapat mengencerkan sputum
Kolaboratif.
i) Berikan oksigen, cairan IV; tempatkan di kamar humidifier sesuai
indikasi.
Rasional: Mengeluarkan sekret dan meningkatkan transport
oksigen.
j) Berikan therapi aerosol, ultrasonik nabulasasi.
Rasional: Dapat berfungsi sebagai bronchodilatasi dan
mengeluarkan sekret.
k) Berikan fisiotherapi dada misalnya: postural drainase, perkusi
dada/ vibrasi jika ada indikasi.
Rasional: Meningkatkan drainase sekret paru, peningkatan
efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan.
l) Berikan bronchodilator misalnya: aminofilin, albuteal dan
mukolitik.
Rasional: Diberikan untuk mengurangi bronchospasme,
menurunkan viskositas sekret dan meningkatkan ventilasi.
c. Tidak efektifnya pola nafas yang berhubungan dengan ketidaksamaan
nafas bayi dan ventilator, tidak berfungsinya ventilator dan posisi
bantuan ventilator yang kurang tepat.
Tujuan: Pola nafas efektif
Kriteria Hasil: Mempertahankan pola pematasan efektif.
1) Irama nafas, kedalaman nafas normal.
2) Oksigenasi adekuat.
Intervensi:
a) Analisa Monitor serial gas darah sesuai program.
Rasional: Mempertahankan gas darah optimal dan mengetahui
perjalanan penyakit.
b)  Gunakan alat bantu nafas sesuai intruksi.
Rasional: Memudahkan memelihara jalan nafas atas.
c) Pantau ventilator setiap jam
Rasional: Mencegah turunnya konsentrasi mekanik dan
kemungkinan terjadinya komplikasi.
d) Berikan lingkungan yang kondusif
Rasional: Supaya bayi dapat tidur dan memberikan rasa nyaman.
e) Auskultasi irama jantung, suara nafas dan lapor adanya
penyimpangan.
Rasional: Mendeteksi dan mencegah adanya komplikasi.
d. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan hilangnya
cairan yang tanpa disadari.
Tujuan: mempertahankan cairan dan elektrolit
Kriteria Hasil: Keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
dipertahankan
Intervensi:
a. Pertahankan cairan infus 60- 10 ml /kg/hari atau sesuai protokol
yang ada.
Rasional: Penggantian cairan secara adekuat untuk mencegah
ketidakseimbangan.
b.  Tingkatkan cairan infus 10 ml/ kg, tergantung dari urin output,
penggunaan pemanas dan jumlah fendings.
Rasional: mempertahankan asupan cairan sesuai kebutuhan pasien,
penggunaan pemanas tubuh akan meningkatkan kebutuhan cairan.
c. Pertahankan tetesan infus secara stabil, gunakan infusion pump
Untuk mencegah kelebihan atau kekurangan cairan.
Rasional : Kelebihan cairan dapat menjadi keadaan fatal.
d. Monitor intake cairan dan output dengan cara :
- Timbang berat badan bayi setiap 8 jam
- Timbang popok bayi untuk menentukan urine output
-  Tentukan jumlah BAB
-  Monitor jumlah asupan cairan infus setiap hari
Rasional : Catatan intake dan output cairan penting untuk
menentukan ketidak seimbangan cairan sebagai dasar untuk
penggantian cairan
e. Lakukan pemeriksaan sodium dan potassium setiap 12 atau 24 jam
Rasional :Peningkatan tingkat sodium dan potassium
mengindikasikan terjadinya dehidrasi dan potensial
ketidakseimbangan elektrolit
e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan menelan, motilitas gerak menurun dan penyarapan.
Tujuan: Kebutuhan nutrisi adekuat.
Kriteria hasil:
1) Mencapai status nutrisi normal dengan berat hadan yang sesuai.
2) Mencapai kadar gula darah normal.
3)  Mencapai keseimbangan intake dan output.
4)  Bebas dari adanya komplikasi Gl.
5) Lingkar perut stabil.
6) Pola eliminasi nonnal
Intervensi:
a) Timbang helat badan tiap hari.
Rasional: Mendeteksi adanya penurunan atau peningkatan
berat  badan.
b)  Berikan glukosa 5-10% banyaknya sesuai umur dan berat badan.
Rasional: Diperlukan keseimbangan cairan dan kehutuhan kalori
secara parsiasif.
c) Pasang selang nasogastrik atau orogastrik untuk dapat
memasukkan makanan jika diindikasikan atau untuk mengevaluasi
isi lambung
Rasional : Pilihan ini dilakukan jika masukan sudah tidak
mungkin dilakukan.
d) Cek lokasi selang OGT dengan cara : Aspirasi isi lambung,
Injeksikan sejumlah udara dan auskultasi masuknya udara pada
lambung, Letakkan ujung selang di air, bila masuk lambung, selang
tidak akan memproduksi gelembung
Rasional : Untuk mencegah masuknya makanan ke saluran
pernafasan
e) Berikan makanan sesuai dengan prosedur berikut : Elevasikan
kepala bayi, Berikan ASI atau susu formula dengan prinsip
gravitasi dengan ketinggian 6– 8 inchi dari kepala bayi, Berikan
makanan dengan suhu ruangan, Tengkurapkan bayi setelah makan
sekitar 1 jam
Rasional : Memberikan makanan tanpa menurunkan tingkat
energi bayi
f) Berikan TPN jika diindikasikan
Rasional : TPN merupakan metode alternatif untuk
mempertahankan nutrisi jika bowel sounds tidak ada dan infants
berada pada stadium akut.
f. Koping keluarga inefektif berhubungan dengan ansietas, perasaan
bersalah, dan perpisahan dengan bayi sebagai akibat situasi krisis
Tujuan : Meminimalkan kecemasan dan rasa bersalah, dan
mendukung bounding antara orangtua dan infant
Intervensi
1) Kaji respon verbal dan non verbal orangtua terhadap kecemasan
dan penggunaan koping mekanisme
Rasional :Hal ini akan membantu mengidentifikasi dan
membangun strategi koping yang efektif
2) Bantu orangtua mengungkapkan perasaannya secara verbal tentang
kondisi sakit anaknya, perawatan yang lama pada unit intensive,
prosedur dan pengobatan infant.
Rasional : Membuat orangtua bebas mengekpresikan perasaannya
sehingga membantu menjalin rasa saling percaya, serta mengurangi
tingkat kecemasan
3) Berikan informasi yang akurat dan konsisten tentang kondisi
perkembangan infant
Rasional : Informasi dapat mengurangi kecemasan
4) Bila mungkin, anjurkan orangtua untuk mengunjungi dan ikut
terlibat dalam perawatan anaknya
Rasional : Memfasilitasi proses bounding
5) Rujuk pasien pada perawat keluarga atau komunitas
Rasional : Rujukan untuk mempertahankan informasi yang
adekuat, serta membantu orangtua menghadapi keadaan sakit
kronis pada anaknya.
g. Resiko tinggi gangguan termoregulasi : hipotermi b.d belum
terbentuknya lapisan lemak pada kulit.
Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan suhu tubuh tetap normal.
Kriteria hasil : Suhu 36,5- 37, 5°C dan Bayi tidak kedinginan
Intervensi
1) Tempatkan bayi pada tempat yang hangat
Rasional : Mencegah terjadinya hipotermi
2) Atur suhu incubator
Rasional : Menjaga kestabilan suhu tubuh
3) Pantau suhu tubuh setiap 2 jam
Rasional : Memonitor perkembangan suhu tubuh bayi
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, Marilynn, dkk. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi 8 .Jakarta :
EGC
Kosim. M.S., 2010. Deteksi Dini Dan anajemen Gangguan Napas Pada Neonatus
Sebagai Aplikasi P O N E K (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency
Komprehensif). Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUP Dr. Kariadi/ FK
UNDIP Semarang
Nur .A ., dkk. 2010. Pemberian Surfaktan Pada Bayi Prematur Dengan
Respiratory Distress Syndrome. Lab/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK.
Unair/RSUD Dr. Soetomo
Suriadi dan Yuliani, R. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak, edisi 1 Jakarta :
CV Sagung Seto

Anda mungkin juga menyukai