412 910 2 PB
412 910 2 PB
ABSTRAK
Brine Discharge Desalination merupakan hasil samping pengolahan desalinasi air laut dengan
menggunakan peralatan Multi Effect Distillation. Proses dari pengolahan desalinasi menghasilkan air
limbah brine sebesar 60%. Untuk itu diperlukannya pengolahan limbah brine untuk memnuhi standar
baku mutu air limbah industri berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.8 Tahun 2009
tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal, maka
digunakan metode elektroflokulasi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh dan hasil
perlakuan terbaik terhadap karakteristik air kandungan salinitas, pH, TSS, dan Kekeruhan limbah
brine. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap-Faktorial (RAL-F) yang
tersusun atas 2 faktor yaitu besaran arus (1A, 3A, 5A) dan jumlah elektroda (4 lembar, 6 lembar, 8
lembar) dengan 3 kali pengulangan. Hasil penelitian pengaruh interaksi besaran arus dan jumlah
elektroda memberikan pengaruh yang nyata terhadap nilai seluruh parameter Salinitas
(sig=0,04<0,05), pH (sig=0,04<0,05), TSS (sig=0< 0,05), dan Kekeruhan (sig = 0< 0,05). Dan
besaran arus 1 A dan jumlah elektroda 8 lembar, merupakan perlakuan terbaik dengan penurunan
nilai salinitas sebesar 37,5%, kenaikan besar-kecil nilai TSS sebesar 4,6% dan kenaikan nilai
kekeruhan besar-kecilnya nilai kekeruhan sebesar 45%, dan nilai pH optimum 7,1 dan suhu 36,5oC.
Kata kunci: Desalinasi, Brine Discharge Desalination, Multi Effect Distillation, Elektroflokulasi,
Standar Baku Mutu Lingkungan
PENDAHULUAN
Ketersediaan air bersih sendiri merupakan salah satu komponen terpenting, yang juga
digunakan untuk aktifitas pembangkitan listrik tenaga uap di seluruh dunia. Dimana air bersih
harus dalam tersedia dalam jumlah yang sangat banyak, terutama pada sektor produksi dan
operasional di industri pembangkit listrik Akan tetapi jumlah sumber air tawar sendiri
jumlahnya dalam keseluruhan air hanya mencangkup 30%, sisanya 70% berupa air laut. Saat ini
terdapat banyak konsep teknologi yang mengubah air laut menjadi air bersih yaitu Evaporasi,
Distilasi, Elektrodialisis, Filter Membran, maupun Desalinasi. Umumnya teknologi yang sering
digunakan untuk penyaringan air laut menjadi air tawar adalah teknologi desalinasi. Desalinasi
adalah proses pemisahan yang digunakan untuk mengurangi kandungan garam terlarut dari air
garam hingga level tertentu sehingga air dapat digunakan (Dessouky, 2002).
Pada sektor industri pembangkit listrik Indonesia, pada umumnya menggunakan teknologi
desalinasi termal dengan menggunakan peralatan-peralatan seperti Multi Effect Distillation,
Thermal Desalination Plant, Reverse Osmosis, dan Mix-bed Demineralizer Plant untuk
menghasilkan air tawar yang berasal dari air laut. Sistem pengolahan air yang sering digunakan
berupa peralatan Multi Effect Distillation Plant. Multi Effect Distillation Plant sendiri adalah
sistem peralatan yang digunakan untuk memurnikan air laut didalam suatu ruangan tertutup dan
vakum dengan menggunakan metode Distilasi dan Kondensasi yang beroperasi dengan suhu
rendah (Park et.al., 2005). Teknologi peralatan Multi Effect Distillation memproses air distilat
menjadi air tawar dengan cara dikondensasi. Dalam proses mengkonversi air laut menjadi air
tawar sendiri hanya sekitar 30%-40%, sisanya sekitar 60% akan menjadi limbah air garam yang
kandungannya sangat tinggi hampir rata-rata diatas +25% yang disebut juga sebagai brine water
atau brine discharge.
Brine water adalah limbah yang memiliki kandungan logam alkali tanah dalam konsentrasi
yang tinggi apabila dibuang begitu saja (Heraldy, 2010). Kandungan logam alkali tanah limbah
brine discharge desalination yang paling tinggi pada umumnya meliputi Natrium (Na+), Klorida
(Cl-), Magnesium (Mg2+), Kalsium (Ca2+), Sulfat (SO42-), dan Kalium (K+). Dalam proses
desalinasi air laut menjadi air tawar, pada umumnya komposisi kimia air laut (sebelum
desalinasi) dan komposisi brine water (sesudah desalinasi) adalah sama, perbedaannya hanya
pada konsentrasi yang semakin meningkat akibat proses desalinasi dari proses penguapan Multi
Effect Distillation.
Metode elektroflokulasi merupakan teknik alternatif yang tersedia untuk mengurangi bahan
pencemar pada limbah. Proses yang terjadi merupakan aplikasi dari arus listrik yang dialirkan
pada elektroda (anoda dan katoda), sehingga ion-ion elektroda larut dalam air dan mengikat
pencemar yang terkandung dalam larutan limbah. Tujuan penelitian ini melakukan Pengolahan
Air Limbah untuk melihat pengaruh dan hasil perlakuan terbaik karakteristik limbah brine water
dengan menggunakan metode elektoflokulasi.
Metode
Metode penelitian yang digunakan pada proses elektroflokulasi ini adalah menggunakan
analisis pengaruh arus besaran listrik yang diterapkan dan jumlah antar elektroda terhadap
perubahan pH, kadar salinitas, tingkat kekeruhan dan TSS yang dihasilkan dengan
menggunakan metode elektroflokulasi.
Pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan acak lengkap -faktorial
(RAL-F) yang disusun dengan dua faktor. Faktor I merupakan besaran arus listrik yang
diterapkan dan terdiri dari 3 level yaitu A1 : 1 Ampere, A2 : 3 Ampere, dan A3 : 5 Ampere.
Faktor II merupakan jumlah elektroda yang terdiri dari 3 level yaitu E1 : 4 lembar, E2 : 6 lembar,
dan E3 : 8 lembar dengan jarak antar elektroda sebesar 1,5-2 cm. Berdasarkan kombinasi faktor-
faktor sehingga diperoleh 9 perlakuan dan dilakukan 3 kali pengulangan sehingga didapatkan 27
perlakuan kombinasi dari pengaruh besaran arus dan jumlah elektroda dalam proses
elektroflokulasi yang dilakukan dengan lama waktu perlakuan 120 menit. Kemudian dilanjutkan
analisa data yang dilakukan dengan menggunakan metode ANOVA, dan diuji lanjut dengan
menggunakan uji Duncan untuk mendapatkan perlakuan terbaik.
Pembahasan Umum
Elektroda
Reaktor
Kran
Gambar 1. Skema unit elektroflokulasi
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian pengolahan limbah air brine water yang berasal
dari sistem pengolahan air Multi Effect Distillation dengan membentuk flok-flok pencemar
(busa) dan endapan yang memanfaatkan metode elektroflokulasi. Metode elektroflokulasi
diterapkan dengan menggunakan metode besaran arus dan variasi jumlah elektroda yang
dilakukan selama 2 jam dengan elektroda Al-Al berjumlah 4-8 lembar. Perbedaan variasi arus
dan jumlah elektroda yang digunakan bertujuan untuk melihat pengaruh variabel tersebut
terhadap degradasi pencemar dari limbah brine, seperti nilai salinitas, pH, kekeruhan, dan
tingkat TSS yang dihasilkan dari hasil proses elektroflokulasi.
Tabel 1. Hasil analisa air laut dan air limbah brine MED
Berdasarkan gambar 4 tersebut hasil terbaik nilai pH mendekati nilai pH normal yaitu 7,
dimana terjadi pada perlakuan besaran arus 3 A dan jumlah elektroda 4 lembar dengan nilai pH
6,97 dengan efisiensi penurunan sebesar 18%. Menurut Thomas et. al. (2010) penurunan pH
terjadi di sekitar kutup anoda 3AL(s) yang mengendap disekitar kutup anoda dan dengan
dikombinasikan suhu tinggi disekitar kutup anoda menyebabkan percepatan transfer massa
larutan garam dan mineral menuju kutup anoda dengan divisualkan elektroda terakumulasi
endapan berwarna putih seperti yang terlihat pada (gambar 14). Akan tetapi reaksi berbeda
terjadi pada kutup katoda, dimana rekasi pembentukan OH- mempengaruhi nilai pH yang
umumnya akan meningkatkan. Akan tetapi menurut Thakur et al. 2009) larutan yang berada
pada area katoda akan lebih bersifat basa, sedangkan pada area anoda akan lebih besifat netral
(6-7). Dengan demikian pada proses elektroflokulasi yang terjadi, semakin tinggi arus dan
jumlah elektroda yang diakumulasikan dengan waktu proses elektroflokulasi, maka akan
semakin banyak akumulasi endapan yang mengendap di sekitar anoda sehingga endapan yang
terakumulasi di sekitar anoda akan menurunkan secara keseluruhan nilai pH.
Pengaruh Perlakuan Terhadap Suhu
Hasil berbeda ditunjukkan pada interaksi besaran arus dan jumlah elektroda, berdasarkan
data hasil analisa sidik ragam (ANOVA) nilai suhu terhadap interaksi antara jumlah elektroda
dan besaran arus dengan tingkat probabilitas besaran arus dan jumlah elektroda (sig=0,973<0,05)
adalah tidak berpengaruh nyata terhadap kenaikan nilai suhu (tabel 19). Hal ini disebabkan
akibat dari peningkatan suhu yang terjadi dapat disebabkan karena kontak listrik yang
seharusnya diterima oleh anoda ataupun katoda terbatasi oleh volume brine water yang
dimasukkan pada reaktor (reaktor volume elektroflokulasi 4,5 L) yang semakin besar, sehingga
semakin besar hambatan yang diterima maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk
mengalami kenaikan suhu yang didapatkan. Hal ini juga disampaikan oleh Ghosh, (2008) dalam
Brahmi et. al. (2015), bahwa ketika jumlah elektroda yang diterapkan bertambah, maka terjadi
ohmic loss pada saat terjadi kontak antara katoda dan anoda selama tegangan dan resistensi
terhadap transfer massa akan menjadi lebih besar, hal ini membutuhkan waktu agar terjadinya
transfer dari ion-ion larutan garam dan mineral yang mengendap di anoda semakin besar dan
pada katoda terjadi penggerusan endapan menjadi massa flok-flok akan lebih banyak pula.
terjadi ion hidroksil sehingga lebih mudah terlarut dan menangkap polutan lebih efektif di
sekitar area anoda. Selain itu pada saat suhu tinggi di sekitar area katoda juga akan
mempercepat produksi gelembung hidrogen yang lebih besar, sehingga akan mempercepat
pembentukan partikel flok.
Pengaruh Perlakuan Terhadap TSS
Hasil analisa sidik ragam (ANOVA) interaksi kombinasi besaran arus dan jumlah dengan
tingkat probabilitas pada variasi besaran arus dan jumlah elektroda (sig=0<0,05) juga
berpengaruh nyata terhadap kenaikan nilai TSS (tabel 22). Akan tetapi pola nilai kenaikan nilai
TSS yang tidak berbanding lurus dengan semakin banyak perlakuan arus dan jumlah elektroda
yang diterapkan (gambar 16) dikarenakan faktor proses pengambilan air saat pengadukan,
kemudian disedimentasikan dalam wadah dan pemindahan air kedalam botol 50 ml agar tidak
banyak flok-flok yang terambil sepenuhnya, akan tetapi flok-flok yang masih melayang dalam
air inilah yang sangat berperan meningkatkan nilai TSS. Hal ini menunjukkan bahwa bila
jumlah perlakuan elektroda yang diterapkan memungkinkan semakin banyak mengakibatkan
kenaikan nilai TSS akibat sejumlah flok-flok yang terbentuk dari elektroda akibat hasil proses
elektroflokulasi.
Jika melihat hasil proses elektroflokulasi pada reaktor secara keseluruhan dimana
banyaknya flok yang dihasilkan setiap perlakuan besaran arus dan jumlah elektroda yang
ditingkatkan maka nilai TSS cenderung mengalami kenaikan yang signifikan. Dari data yang
didapat, hasil perlakuan terbaik terjadi pada besaran arus 3 dan jumlah elektroda 6 lembar
(gambar 6) yang memberikan nilai pengaruh paling tinggi terhadap perlakuan. Akan tetapi nilai
perlakuan terbaik ini tidak sesuai dengan batas aman baku mutu Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup No.08 Tahun 2009 tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Pembangkit
Listrik Tenaga Termal. Maka dari itu solusi untuk menurunkan nilai TSS dengan cara
menggunakan filter atau penyaringan endapan dan air yang dihasilkan setelah proses
elektroflokulasi selesai agar nilai TSS tidak terlalu besar.
arus dan jumlah elektroda berperan besar memberikan pengaruh besar pada kenaikan nilai
kekeruhan seluruh perlakuan.
Hasil ini didapatkan rata-rata pola kenaikan nilai kekeruhan 3%-19% (gambar 7).
Berdasarkan grafik tersebut kenaikan nilai kekeruhan paling besar terjadi pada perlakuan
besaran arus 5 A yang dikombinasikan oleh jumlah elektroda (4 lembar, 6 lembar, 8 lembar).
Sedangkan pada kombinasi besaran arus 1 A dan jumlah elektroda (4 lembar, 6 lembar, 8
lembar) terjadi penurunan nilai kekeruhan. Berdasarkan keseluruhan nilai kekeruhan, hasil
perlakuan terbaik terjadi pada besaran arus 1 A dan jumlah elektroda 8 lembar. Hasil tiap
kombinasi yang berbeda-beda dimana jumlah elektroda mempengaruhi besarnya penurunan
dengan kombinasi besaran arus kecil (1 A). Hal ini tidak lepas dari banyaknya endapan yang
dihasilkan pada elektroda yang diterapkan, sehingga semakin banyak elektroda mempengaruhi
jumlah endapan yang dihasilkan sehingga mempengaruhi pola kenaikan berbeda tiap nilai
kekeruhan. Maka dari itu solusi setelah elektroflokulasi berlangsung adalah penggunaan filtrasi
lanjutan agar endapan dan air hasil proses elektroflokulasi bisa dipisahkan secara menyeluruh.
SIMPULAN
Interaksi besaran arus dan jumlah elektroda yang diterapkan juga memberikan pengaruh
yang nyata terhadap nilai seluruh parameter Salinitas (sig=0,04<0,05), pH (sig=0,04<0,05), TSS
(sig=0<0,05), dan Kekeruhan (sig=0<0,05). Dengan perlakuan terbaik diperoleh pada perlakuan
besaran arus 1 A dan jumlah elektroda 8 lembar.
Teknologi elektroflokulasi sendiri dapat menurunkan parameter nilai salinitas dan pH, akan
tetapi nilai TSS dan kekeruhan cenderung mengalami kenaikan diakibatkan hasil samping yang
terbentuk. Dari hasil analisa perlakuan terbaik tersebut dengan membandingkan karakteristik
baku mutu air berdasarkan pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No.08 Tahun 2009
tentang Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal
memiliki kualitas buruk dan masih belum memenuhi kriteria air bersih, dimana nilai salinitas
9,1 mg/L (>5 mg/L) kualitas air masih dalam kondisi brine, tingginya nilai TSS 60,9 mg/L (<20
mg/L) dan nilai kekeruhan 36,3 NTU (<25 NTU) akibat masih tercampurnya air dan endapan,
dan hanya nilai pH 7,1 yang masuk katagori baik. Akan tetapi jika mengacu pada penggunaan
air kembali hasil elektroflokulasi dapat digunakan dalam penggunaan proses pengolahan MED
kembali dengan persyaratan nilai TSS dan kekeruhan harus diturunkan (<20).
DAFTAR PUSTAKA
Ali E., Zahira Y. 2012. Electrocoagulation for Treatment of Industrial Effluent and Hydrogen
Production-Chapter 11. INTECH Publishers. Spain
Anbari R. H. Al., Jabar A., Suuad M. A., Thikra A. Al-Hamdani. 2008. Removal of Heavy
Metals From Industrial Water Using Electri-Coagulation Tehnique. Twelfth
International Water Technology Conference, IWTC12. Alexandria. Egypt
Anderson, K. 2003. Seawater Composition. Marine Scienes Publishers. USA
Brahmi K., Wided B., Bechir H., Elimame E., Mouna L., Zied T. 2015. Investigation of
Electrocoagulatio Reactor Design Parameters Effect on the Removal of Cadmium
From Synthetic and Phosphate Industrial Wastewater. Arabian Journal of Chemistry.
Article in press
Darma S. M. 2001. Teori dan Perencanaan Instalasi Pengolahan Air. Penerbit Yayasan
Suryono. Bandung
Dabbagh T., Sadler P., Al-Saqabi and A-l Sadeqi. 1994. Assessing the effect of Multi Effect
Distillation for water fresh on human resource managers. International Journal of
Manpower, 15: 60-67
Danang W., Sutanto. 2013. Model Alat Penawar Air Tanah Terintruksi Air Laut (Air
Payau) Dengan Proses Elektrokoagulasi. Jurnal Jurusan Teknik Elektro-Politeknik
Negeri Jakarta. Vol. 8 pp. 171-180
Daneshvar N., A. Oladegaragoze, N. Djafarzaadeh. 2006. Decolorization of Basic Dye Solution
by Electrocoagulation : An investigation of the Effect of Operational Parameters.
Journal of Hazardous Material. Vol.129. pp. 116-122
Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas Atmajaya. Yogyakarta.
Hal : 66-68
David C., Arivazhagan M., Fazaludeen T. 2015. Decolorization of Distillery Spent Wash
Effluent by Electro Oxidation (EC and EF) and Fenton Processes: A Comparative
Study. Journal of Ecoloxixology and Evironmental Safety Vol.121. pp.142-148
Davis, S.N. dan Wiest, R.J.M. 1996. Hydrogeology. Jhon Willey & Sons, Inc. New York
De Garmo, E.P., Sullivan W.G. and Canada J.R.. 1984. Engineering Economy Sevent Edition.
Macmillan Publishers. New York
Dessouky H.T. and Ettouney H.T. 2002. Fundamental of Salt Water Desalination. Elsevier
Publishers. Netherlands
Effendi H. 2007 . Teknologi Penyediaan Air Bersih Edisi Keenam. Penerbit Rhineka Cipta.
Jakarta
Gaimessa M.W., Suprihatin, Nastiti S.I. 2012. Pengolahan Tersier Limbah Cair Industri
Pangan Dengan Teknik Elektrokoagulasi Menggunakan Stainless Steel. E-Journal
IPB Agroindustri Indonesia. Vol.1 No.1, pp 31-37
Gilang R. P. 2016. Pengolahan Effluent Biodigester Vinase (Hasil Samping Produksi
Bioetanol) Dengan Menggunakan Metode Eletroflokulasi. Skripsi Fakultas
Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang
Hanif T., Adin A. 2011. Size and structure evolution of kaloin-Al(OH)3 flocs in the
electrofloccullation process: A study using static light scattering. Journal Water
Research Vol. 45: 6195-6206
Heraldy, E., Pranoto, Wijanarko D.M., Nugrohoningtyas K.D., Dinala B.B. dan Sujarwo I. 2006.
Studi pengaruh perbedaan rasio mol antara Mg/Al dalam sintesis Mg/Al
hydrotalcitelike. Jurnal Al-Chemy, 5(1):54-59.
Heitmann, Gunter H. 1990 . Saline water Processing: Desalination and Treatment of Seawater.
Brackish Water and Industrial Waste Water. VCH Publishers. New York.
Holisaturrahmah, Suprapto. 2013. Pengurangan Turbiditas pada Air Laut Menggunakan
Metode Elektrokoagulasi. Jurnal Sains dan Seni POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-
3520
Ibrahim, S. 1982. Water Pollution Control. Pengawasan Kualitas dan Pencemaran Air. Paket
Ilmu Jurusan Farmasi, FMIPA, ITB, BPC, I.S.F.I, Jawa Barat, hal : 12-19
Isnaini L. 2010. Ekstraksi Pewarna Cair Alami Berantioksidan dari Kelopak Bunga
Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dan Aplikasinya Pada Produk Pangan. Jurnal
Teknologi Pertanian. Vol. 11 (1): 18-26
Kadarkarai G., Mohan R., Michael N. 2015. Comparison and understanding of fluoride
removal mechanism in Ca2+, Mg2+ and Al3+ ion assisted electrocoagulation process
using Fe and Al electrodes. Journal of Envirometal Chemical Engineering Vol. 3
(2015) 1784-1793.
Khandegar V. and Anil K. S. 2014. Treatment of Distillery Sea Water Reverse Osmosis by
Electrocoagulation. Journal of Clean Energy Technologies. Vol. 2, No. 3
Kherfan S., Alnaif N., Alloush F. 2011. Removal of turbidity and suspended solid by electro-
coagulation to improve feed water quality of reverse osmosis plant. Journal of
Desalination Vol. 268 (2011) 204-207.
Kirk D.W. dan Ledas A.E. Pricipitate Formation During Sea Water Electrolysis. Journal
Hydrogen Energy Vol 7 (1982) 925-932
Kristian L. D., Milena F., Madjid M. 2013. Metal type and natural organic matter source for
direct filtration electrocoagulation of drinking water. Journal of Hazardous Materials
Vol. 244-245 (2013) 135-141
Kristianto, P. 2002. Ekologi Industri. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Kumar M., F. Infant A. P., Jodha R.M., Vimal C., Srivastavam I.D.M. 2009. Treatment of Bio-
digester Effluent by Electrocoagulation Using Iron Electrodes. Journal of Hazardous
Material. Vol. 166 (2009) 324-352
Long Y., Yufei W., Jian L. 2014. Comparative study of different electrochemical methods for
petroleum refinery wastewater treatment. Journal of Desalination Vol 341 (2014) 87-
93
Mahida, U.N. 1986. Pencemaran dan Pemanfaatan Limbah Industri. Penerbit Rajawali
Press, Jakarta
Mestati. 2007. Telaah Kualitas Air Edisi Kelima. Penerbit Kanisius. Jakarta
Mollah M.Y.A., Paul M., Jewl A.G.G., Mehmet K., Jose P., David L.C. 2004. Fundamental
Present and Future Prespectives of Electrocoagulation. Journal of Hazaradous
Materials Vol. 144. Pp. 199-210
Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Djambatan, Jakarta
Park I.S., Park S.M., Ha J.S. 2005 . Application of thermal vapor for multi effect distillation
plant. Journal of Desalination 182:199–208
Robinson V. 2008. Electroflocculation in the Treatment of Polluted Water. Wadonga
Publishers. Victoria Australia
Sadrzadeh M. and Mohammadi T. 2009. “Treatment of sea water using electrodialysis:
Current efficiency evaluation”. Journal of Desalination. Vol. 249 (2009) 279–285.
Shan Z., Gouhe H., Guanhui C., Yafei W., Haiyan F. 2014. Hardness, COD and turbidity
removals from produced water by electrocoagulation pretreatment prior to Reverse
Osmosis membranes. Journal of Desalination 344: 454-462
Setiaji, B. 1995. Baku Mutu Limbah Cair untuk Parameter Fisika. Lokakarya Kajian Ilmiah
tentang Komponen, Parameter, Baku Mutu Lingkungan dalam Kegiatan Migas dan
Panas Bumi. PPLH UGM. Yogyakarta
Singh G. 2012. Electroflocculation On Textile Dye Wastewater. Thesis. Thapar University.
Patiala-147004 (PUNJAB)
Sutrisno, Totok. 1987. Teknologi Penyediaan Air Bersih. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta
Suripin. 2001. Pelestarian Sumber Daya Tanah dan Air. Penerbit Andi. Yogyakarta
Thakur C, Vimal C.S, I.D.M. 2009. Electrochemical Treatment of Destillery Wastewate:
Parametric and Residue Disposal Study. Journal Chemical Engineering Vol.148.
pp.496-505