Anda di halaman 1dari 52

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Konsep dasar keperawatan lansia


1. Pengertian lansia

Menurut WHO, lansia menurut seseorang yang telah memasuki usia 60


tahun keatas. Lansia adalah kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Kelompok yangyang
dikategorian lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut aging process atau
proses penuaan.

Seseorang dikatakan tua apabila berusia 60 tahun lebih, karena factor


tertentu tidak dapat memenuhi kebutuhan dasarnya baik secara jasman, rohani
maupun sosial (Nugroho, 2012).

2. Batasan umur lansia


Lanjut usia dibagi oleh sejumlah pihak dalam berbagi klasifkasi dan
Batasan.
a. Menurut WHO tahun 2018 batasan lanjut usia meliputi :
1) Middle Age : 45-59 tahun
2) Eldely : 60-70 tahun
3) Old : 75-90 tahun
4) Very Old : diatas 90 tahun
b. Menurut Dep. Kes RI tahun 2018, antara lain :
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-55 tahun)
2) Kelompok usia lanjut (55-64 tahun)
3) Kelompok-kelompok usia lanjut (>65 tahun) / masa senimun.
c. Menurut kementrian Kesehatan RI (2015)
Lanjut usia dikelompokan menjadi usia lanjut (60-69 tahun) dan usia
lanjut dengan resiko tinggi (lebih dari 70 tahun atau lebih dengan
masalah Kesehatan).
3. Ciri-ciri lansia

Menurut darmajo 2004 dalam (Ratnawati, 2017) lanjut usia diartikan


sebagai fase menurunnya kemampuan aka dan fisik, yang dimulai dengan
adanya beberapa perubahan dalam hidup. Hal ini sejalan dengan pendapat
soejono 2000 dalam (Ratnawati, 2017) yang mengatakan bahwa pada tahap
lansia, individu mengalami banyak perubahan baik secara fisik maupun mental,
khususnya kemunduran dalam berbagai fungsi dan kemampuan yang pernah
dimilikinya.

Perubahan fisik yang dimaksud antara lain rambut yang mulai memutih,
muncul kerutan di wajah, ketajaman pancaindra menuru, serta terjadi
kemunduran daya tahan tubuh. Selain itu dimasa ini lansia juga harus
berhadapan dengan kehilangan-kehilangan oeran diri, kedudukan sosial, serta
perisahan dengan orang-orang yang dicintai. Maka dari itu, dibutuhkan
kemampuan beradaptasi yang cukup besar untuk dapat menyikapi perubahan
di usia lanjut secara bijak.

Menurut Hurlock 1980 dalam (Ratnawati, 2017) terdapat beberapa ciri-ciri


orang lanjut usia, yaitu:

a. Usia lanjut merupakan periode kemunduran


Sebagai pemicu terjadinya kemunduran pada lansia adalah factor fisik
dan factor psikologis. Dampak dari kondisi ini dapat mempengaruhi
psikologis lansia. Sehingga, setiap lansia membutuhkan adanya
motivasi. Motivasi berperan penting dalam kemunduran pada lansia.
Mereka akan mengalami kemunduran semakin cepat apabila memiliki
motivasi yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat
maka kemunduran itu akan lama terjadi.
b. Orang lanjut usia memiliki status sekelompok minoritas
Pandangan-pandangan negative akan lansia dalam masyarakat sosial
secara tidak langsung berdampak paa terbentuknya status kelompok
minoritas pada mereka.
c. Menua membutuhkan perubahan peran
Kemunduran yang terjadi pada lansia berdampak pada perubahan peran
mereka dalam masyarakat sosial ataupun keluarga. Namun demikian,
perubahan oeran ini sebaiknya dilakukan atas dasar keinginan sendiri
bukan atas dasar tekanan dari lingkungan.
d. Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perilaku buruk lansia tebentuk karena perlakuan buruk yang mereka
terima. Perlakuan buruk tersebut secara tidak langsung membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk.
4. Tipe Lansia
Maryam. Dkk. 2008 dalam (Ratnawati, 2017) mengelompokkan tipe lansia
dalam beberapa point, antara lain:
a. Tipe arif bijaksana
Tipe ini didasarkan pada orang lanjut usia yang memiliki banyak
pengalaman, kaya dengan hikmah, dapat menyesuaikan diri dengan
zaman, mempunyai kesibukan, ramah, memiliki kerendahan hati,
sederhana, dermawan, dan dapat menjadi panutan.
b. Tipe mandiri
Tipe lansia mandiri, yaitu mereka yang dapat menyesuaikan perubahan
pada dirinya. Mereka mengganti kegiatan yang yang hilang dengan yang
baru, selektif dalam mencari pekerjaan, dan dapat bergaul dengan
teman.
c. Tipe tidak puas
Tipe lansia tidak puas adalah lansia yang selalu mengalami konflik lahir
batin. Mereka cenderung menentang proses penuaan sehingga menjadi
pemarah, tidak sabar, mudah trsinggung, sulit dilayani, pegkritik dan
banyak menuntut.
d. Tipe pasrah
Lansia tipe ini memiliki kecenderungan menerima dan menunggu nasib
baik, rajin mengikuti kegiatan agama, dan mau melakukan pekerjaan
apa saja dengan ringan tangan.
e. Tipe bingung
Lansia tipe ini terbentuk akibat mereka mengalami syok akan perubahan
status dan peran. Mereka mengalami keterkejutan, yang membuat lansia
mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
Berdasarkan pengalaman hidup, karakter, lingkungan, kondisi fisik, mental,
sosial dan ekonominya, orang lanjut usia oleh Nugroho 2006 dalam
(Ratnawati, 2017) dibagi dalam beberapa tipe, yaitu:
a. Tipe optimis
Lansia tipe ini mempunyai pembawaan santai dan periang. Mereka
cukup baik dalam melakukan penyesuaian. Masa lansia bagi mereka
adalah bentuk bebas dari tanggung jawab dan dipandang sebagai
kesempatan untuk menuruti kebutuhan positifnya. Maka tipe ini sering
disebut juga dengan lansia tipe kursi goyang (the rocking chairman).
b. Tipe kontruksi
Lansia tipe ini umumnya mempunyai integritas baik. Mereka dapat
menikmati hidup dengan toleransi yang tinggi, humoristic, fleksibel, dan
tahu diri. Sifat ini bisa jadi biasanya terbentuk sejak usia muda. Maka
Ketika tua, mereka bisa menghadapi proses penuaan dan masa akhir
dengan tenang.
c. Tipe ketergantungan
Lansia tipe ini biasanya pasif, tidak punya inisiatif dan ambisi. Mereka
kerap mengambil tindakan yang tidak praktis. Namun demikian, mereka
masih dapat diterima di tengah masyarakat Biasanya lansia
ketergantungan ini senang pensiun, tidak suka bekerja, dan dan masih
tahu diri. senang berlibur, banyak makan dan minum.
d. Tipe defensif
Lansia tipe ini biasanya mempunyai riwayat pekerjaan / jabatan yang
tidak stabil di masa muda. Mereka selalu menolak bantuan, memiliki
emosi yang tidak terkendali, teguh dengan kebiasaan, dan bersifat
kompulsif aktif. Namun, anehnya lansia tipe defensif ini takut
menghadapi "masa tua" dan menyenangi masa pensiun.
e. Tipe militan dan serius
Lansia tipe ini umumnya memiliki motivasi besar dalam bertahan hidup,
mereka tidak mudah menyerah, serius, senang berjuang, dan bisa
menjadi panutan.
f. Tipe pemarah frustasi
Lansia tipe ini cenderung negatif. Mereka merupakan orang- orang
pemarah, mudah tersinggung dengan hal-hal kecil, tidak sabar, dan
memiliki kebiasaan menyalahkan orang lain. Lansia tipe pemarah
frustasi biasanya menunjukkan penyesuaian yang buruk dan sering
mengekspresikan kepahitan hidupnya.
g. Tipe bermusuhan
Lansia tipe ini lebih negatif dari poin sebelumnya. Mereka selalu
mengganggap bahwa orang lainlah yang menyebabkan kegagalan pada
dirinya. Maka dari itu mereka selalu mengeluh, bersifat agresif, dan
curiga. Karena rasa takut akan kematian, masa tua bagi mereka bukanlah
hal baik. Untuk itu, kerap timbul dalam hati mereka rasa iri pada yang
muda.
h. Tipe putus asa, membenci, dan menyalahkan diri sendiri
Lansia tipe ini kerap menyalahkan diri sendiri. Meski memiliki sifat
kritis, mereka tida mempunyai ambisi, tidak dapat menyesuaikan diri,
dan mengalami penurunan sosio ekonomi. Maka yang muncul dalam
proses ini tidak hanya kemarahan, tetapi juga depresi, di mana mereka
memandang lansia sebagai tahapan hidup manusia yang tidak berguna
dan tidak menarik. Hasilnya, mereka kerap merasa menjadi korban
keadaan, membenci diri sendiri, tidak bahagia dalam perkawinan, dan
ingin cepat mati.
5. Karakteristik Lansia
Menurut Pusat Data dan Informasi, Kementrian Kesehatan RI (2016)
karakteristik lansia dapat dilihat berdasarkan kelompok berikut ini:
a. Jenis kelamin
Dari data Kemenkes RI (2015), lansia lebih didominasi oleh jenis
kelamin perempuan. Artinya, ini menunjukan bahwa harapan hidup
yang paling tinggi adalah perempuan.
b. Status perkawinan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI, SUPAS 2015, penduduk lansia
ditilik dari status perkawinannya sebagian besar berstatus kawin (60
persen) dan cerai mati (37 persen). Adapun perinciannya yaitu lansia
perempuan yang berstatus cerai mati sekitar 56,04 persen dari
keseluruhan yang cerai mati, dan lansia laki-laki bertatus kawin ada
82,84 persen. Hal ini disebabkan usia harapan hidup perempuan lebih
tinggi dibandingkan dengan usia harapan hidup laki-laki, sehingga
persentase lansia perempuan yang berstatus cerai mati lebih banyak
dibandingkan dengan lansia laki-laki. Sebaliknya, lansia laki-laki yang
bercerai umumnya segera kawin lagi.
c. Living arrangement
Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menunjukkan
perbandingan banyaknnya orang tidak produktif (umur> 65 tahun)
dengan orang berusia produktif (umur 15-64 tahun). Angka tersebut
menjadi cermin besarnya beban ekonomi yang harus ditanggung
penduduk usia produktif untuk membiayai penduduk usia non
produktif. Menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016),
Angka Beban Tanggungan Indonesia adalah 48,63 persen, yang
artinya setiap 100 orang penduduk yang masih produktif akan
menanggung 48 orang tidak produktif di Indonesia. Angka Beban
Tanggungan menurut provinsi tertinggi ada di Nusa Tenggara Timur
(66,74 persen) dan terendah ada di Yogyakarta (45,05 persen).
d. Kondisi kesehatan
Angka kesakitan, menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI
(2016) merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
mengukur derajat kesehatan penduduk. Angka kesakitan bisa menjadi
indikator kesehatan negatif. Artinya, semakin rendah angka kesakitan
menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik.
Masih menurut Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI (2016), angka
kesehatan penduduk lansia tahun 2014 sebesar 25,05 persen, artinya
bahwa setiap 100 orang lansia terdapat 25 orang di antaranya
mengalami sakit. Sementara itu, Badan Pusat Statistik melalui
Susesnas 2012-2014 dan SUPAS 2015 menyatakan secara umum
derajat kesehatan penduduk lansia mengalami peningkatan dari tahun
2012-2014.
e. Keadaan ekonomi
Mengacu pada konsep active ageing WHO, lanjut usia sehat
berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial,
dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap
berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai
anggota masyarákat. Berdasarkan data SUPAS 2015 (Pusat Data dan
Informasi Kemenskes RI 2016) sumber dana untuk lansia sebagian
besar pekerjaan / usaha (8,9 persen), anak / menantu (32,1 persen),
suami / istri (8,9 persen) dan pensiun (8,5 persen), selebihnya 3,8
persen adalah tabungan / deposito, saudara / famili lain, orang lain,
jaminan sosial.
6. Perubahan Fisiologi Pada Lansia
Perubahan fisiologi yang terjadi pada lansia menurut (Hidayatus, 2018)
yaitu:
a. Sel
1) Lebih sedikit jumlahnya.
2) Lebih besar ukurannya.
3) Berkurangnya jumlah cairan tubuh dan berkurangnya cairan
intramuskular
4) Menurunnya proporsi protein di otak, otot, ginjal, darah dan hati.
5) Jumlah sel otak menurun.
6) Tergantungnya mekanisme perbaikan sel.
7) Otak menjadi atrofi beratnya berkurang 5-20%
b. Sistem kardiovaskuler
Perubahan yang terjadi pada sistem kardiovaskuler antara lain :
1) Elastisitas dinding aorta menurun.
2) Katup jantung menebal dan menjadi kaku.
3) Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahun
sesudah berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya
kontraksi dan volumenya.
4) Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektivitas
pembuluh darah perifer utnuk oksigenasi, perubahan posisi dari
tidur ke duduk atau duduk ke berdiri bisa menyebabkan tekanan
darah menurun yaitu menjadi 65 mmHg yang dapat mengakibatkan
pusing mendadak.
5) Tekanan darah meninggi diakibatkan oleh meningkatnya resistensi
dari pembuluh darah perifer: sistolis normal 170 mmHg, diatolis
normal 90 mmHg.
c. Sistem pernafasan
Perubahan yang terjadi pada sistem pernafasan ini antara lain yaitu:
1) Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan menjadi kaku.
2) Menurunnya aktivitas dari silia.
3) Paru-paru kehilangan elastisitas: kapasitas residu meningkat,
menarik nafas lebih berat, kapasitas pernafasan maksimum
menurun dan kedalaman bernafas menurun.
4) Alveoli ukurannya melebar dari biasanya dan jumlahnya berkurang.
5) O2 pada arteri menurun menjadi 75 mmHg.
6) CO2 pada arteri tidak berganti.
7) Kemampuan untuk batuk berkurang.
8) Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan
akan menurun seiring dengan pertambahan usia.
d. Sistem persarafan
Perubahan yang terjadi pada sistem persarafan antara lain:
1) Berat otak menurun 10-20% (setiap orang berkurang sel saraf
otaknya dalam setiap harinya).
2) Cepatnya menurun hubungan persarafan.
3) Lambat dalam merespon dan waktu untuk bereaksi, khususnya
dengan stress.
4) Mengecilnya saraf panca indra: berkurangnya penglihatan,
hilangnya pendegaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa,
lebih sensitif terhadap perubahan suhu degan rendahnya
ketahanan terhadap dingin.
5) Kurang sensitif terhadap sentuhan.
e. Sistem gastrointestinal
Perubahan yang terjadi pada sistem gastrointestinal yaitu:
1) Kehilangan gigi: penyebab utama adanya Periodantal Disease yang
biasa terjadi setelah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi
kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
2) Indra pengecap menurun: adanya iritasi yang kronis dan selaput
lendir, atropi indra pengecap (80%), hilangnya sensivitas dari indra
pengecap di lidah terutama rasa manis dan asin, hilangnya
sensivitas dari saraf pengecap tentang rasa asin, asam dan pahit.
3) Esofagur melebar.
4) Lambung: rasa lapar menurun (sensivitas lapar menurun), lambung
menurun, waktu asam mengosongkan menurun.
5) Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
6) Fungsi absorbpsi melemah (daya absorpsi terganggu).
7) Liver (hati): makin mengecil dan menurunnya tempat
penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
f. Sistem genitourinaria
Perubahan yang terjadi pada sistem genitourinaria antara lain yaitu:
1) Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan sisa metabolisme tubuh
melalui urin darah yang masuk ke dalam ke ginjal, disaring oleh
satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut nefron (tepatnya di
glomerolus). Kemudian mengecil dan nefron menjadi atrofi, aliran
darah ke ginjal menurun sampai 50% fungsi tubulus berkurang
akibatnya kurangnya kemampuan mengkonsentrasi urin, berat jenis
urin menurun proteinuria (biasanya +1) BUN (Blood Urea
Nitrogen) meningkat sampai 21 mg%, nilai ambang ginjal terhadap
glukosa meningkat.
2) Vesika urinaria (kandung kemih)
Otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau
menyebabkan frekuensi buang air seni meningkat, vesika urinaria
susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan
meningkatnya retensi urin.
3) Pembesaran prostat 75% dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
g. Sistem endokrin
1) Produksi dari hampir semua hormon menurun.
2) Fungsi parathiroid dan sekresinya tidak berubah.
3) Pituitari : pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya
didalam pembuluh darah, berkurangnya produksi dari ACTH
(Adreno Cortiko Tropic Hormone), TSH (Thyroid Stimulating
Hormone), FSH (Folikel Stimulating Hormone) dan LH (
Leutinezing Hormone).
4) Menurunnya aktivitas tiroid, menurunnya BMR (Basar Metabolic
Rate), dan menurunnya daya pertukaran zat.
5) Menurunnya produksi aldosteron.
6) Menurunnya sekresi hormon kelamin, misalnya : progesteron,
estrogen, dan testosteron.
h. Sistem indera : pendengaran, penglihatan, peraba dll.
Organ sensori pendengaran, penglihatan, pengecap, peraba dan
penghirup memungkinkan kita berkomunikasi dengan lingkungan.
Pesan diterima dari sekitar kita membuat tetap dan pertentangan.
mempunyai orientasi, ketertarikan Kehilangan sensorik akibat penuaan
merupakan saat dimana lansia menjadi kurang kinerja fisiknya dan lebih
banyak duduk:
1) Sistem pendengaran
a) Presbiakuisis (gangguan pendengaran). Hilangnya kemampuan /
daya pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
mengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas umur 65 tahun.
b) Membran timpani menjadi atropi menyebabkan atosklerosis.
c) Terjadinya pengumpulan cerumen dapat mengeras karena
meningkatnya keratin.
d) Pendengaran menurun pada usia lanjut yang mengalami
ketegangan jiwa atau stress.
2) Sistem penglihatan
a) Spingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap
sinar.
b) Karena lebih berbentuk sfesis (bola).
c) Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas
menyebabkan gangguan penglihatan.
d) Meningkatkan ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi
terhadap kegelapan, lebih lambat dan susah melihat dalam
cahaya gelap.
e) Hilangnya daya akomodasi.
f) Menurunnya lapang pandang berkurangnya luas pandangan.
g) Menurunnya daya membedakan warna biru / hijau pada skala.
3) Rabaan
Indera peraba memberikan pesan yang paling intim dan yang paling
mudah untuk menterjemahkan. Bila indera lain hilang, rabaan dapat
mengurangi perasaan sejahtera. Meskipun reseptor lain akan
menumpuk dengan bertambahnya usia, namun tidak pernah
menghilang.
4) Pengecap dan penghidu
Empat rasa dasar yaitu manis, asam, asin dan pahit. Diantara
semuanya, rasa manis yang paling tumpul pada lansia. Maka jelas
bagi kita mengapa mereka senang menumbuhkan gula secara
berlebihan. Rasa yang tumpul menyebabkan kesukaan terhadap
makanan yang asin dan banyak berbumbu. Harus dianjurkan
penggunaan rempah, bawang, bawang putih, dan lemon untuk
mengurangi garam dalam menyedapkan masakan.
i. Sistem integument
Fungsi kulit proteksi, perubahan suhu, sensasi, dan ekskresi. Dengan
bertambahnya usia, terjadilah perubahan intrinsik dan ekstrinsik yang
mempengaruhi penampilan kulit.
1) Kulit mengkerut atau keriput akibat hilangnya jaringan lemak.
2) Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses
keratintisasi serta perubahan ukuran dan bentuk- bentuk sel
epidermis).
3) Menurunnya respon terhadap trauma.
4) Mekanisme proteksi kulit menurun :
a) Produksi serum menurun.
b) Penurunan serum menurun.
c) Gangguan pigmentasi kulit.
5) Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
6) Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
7) Berkurangnya elastisitas akibat menurunnya cairan dan
vaskularisasi.
8) Pertumbuhan kuku lebih lambat.
9) Kuku jari menjadi lebih keras dan rapuh.
10) Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
11) Kelenjar keringat berkurangnya jumlah dan fungsinya.
12) Kuku menjadi pudar, kurang bercahaya.
j. Sistem musculoskeletal
Penurunan progresif dan gradual masa tulang terjadi sebelum usia 40
tahun :
1) Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh dan
osteoporosis.
2) Kifosis.
3) Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
4) Persendian membesar dan menjadi kaku.
5) Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
6) Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil) : serabut- serabut
otot mengecil sehingga seseorang bergerak menjadi lamban, otot-
otot kram dan menjadi tremor.
7) Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.
k. Sistem reproduksi dan seksualitas
1) Vagina
Orang-orang yang makin menua sexual intercourse masih juga
membutuhkan, tidak ada batasan umur tertentu. Fungsi seksual
seseorang berhenti, frekuensi sexual intercourse cenderung
menurun secara bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk
melakukan dan menikmati berjalan terus sampai tua. Selaput lendir
vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi
berkurang, reaksi sifatnya menjadi alkali dan terjadi perubahan
warna.
2) Menciutnya ovari dan uterus.
3) Atrofi payudara
4) Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,
meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.
5) Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun (asal
kondisi kesehatan baik)
6) Kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia.
7) Hubungan seksual secara teratur membantu mempertahankan
kemampuan seksual.
8) Tidak terlalu cemas karena merupakan perubahan alami.
9) Produksi estrogen dan progesteron oleh ovarium menurun saat
menopause.
10) Penipisan dinding vagina dengan pengecilan, ukuran dan hilangnya
elastisitas.
11) Penurunan sekresi vagina.
12) Mengakibatkan kekeringan.
13) Gatal.
14) Menurunnya keasaman vagina, involusi (atrofi) uterus dan ovarium.
15) Penurunan tonus pubokoksigius, mengakibatkan lemasnya vagina
dan perinium.

Perubahan tersebut berakibat perdarahan vagina dan nyeri saat


bersenggama. Pada lansia pria penis dan testis menurun ukurannya dan
kadar androgen berkurang.

7. Perubahan Psikososial Lansia


Perubahan psikososial lansia menurut (Ratnawati, 2017) yaitu:
a. Pensiun
Nilai seseorang sering diukur oleh produktivitasnya dan identitas
dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaannya. Bila seseorang
pensiun, ia akan mengalami kehilangan- kehilangan antara lain:
1) Kehilangan finansial (income berkurang)
2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan posisi yang cukup
tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya)
3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi.
4) Kehilangan pekerjaan / kegiatan.
b. Merasakan atau sadar akan kematian.
c. Perubahan dalam cara hidup, yaitu memasuki rumah perawatan,
bergerak lebih sempit.
d. Ekonomi, akibat pemberhentian dari jabatan, meningkatnya biaya
hidup, bertambahnya biaya pengobatan.
e. Penyakit kronis dan ketidakmampuan.
f. Kesepian akibat pengasingan dari lingkungan sosial.
g. Gangguan saraf pancaindera, timbul kebutaan dan ketulian.
h. Rangkaian kehilangan, yaitu hubungan dengan teman-teman dan
keluarga.
i. Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik: perubahan terhadap
gambaran diri, perubahan konsep diri.
8. Perubahan Mental Pada Lansia
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental menurut
(DEWI,2014) yaitu:
a. Perubahan fisik terutama organ-organ perasa.
b. Kesehatan umum.
c. Tingkat pendidikan.
d. Keturunan.
e. Lingkungan.
Perubahan kepribadian yag drastis, jarang terjadi. Lebih sering berupa
ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin karena
faktor-faktor lain seperti penyakit.
9. Pendekatan Pada Lansia
Menurut (DEWI, 2014) pendekatan pada lansia yaitu berupa:
a. Pendekatan fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik
melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadian yang
dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ
tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan,
dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan
fisik umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu
sebagai berikut:
1) Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang
masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam
kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
2) Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan
fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat harus
mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini, terutama tentang
hal yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk
mempertahankan kesehatannya.
b. Pendekatan psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan
edukatif pada klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai
pendukung dan interpreter terhadap segala sesuatu yang asing,
penampungan rahasia pribadi dan sahabat yang akrab. Perawat
hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi
kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai
bentuk keluhan agar klien lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip tripe S yaitu sabar, simpatik dan service. Bila ingin
mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan,
perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat
harus mendukung mental mereka ke arah kepuasan pribadi sehingga
seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila
perlu, usahakan agar mereka puas dan bahagia di masa Ianjut usianya.
c. Pendekatan sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu
upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi
kesempatan untuk berkumpul bersama sesama klien lanjut usia berarti
menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan
pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah
makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya,
perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antara lanjut usia
maupun lanjut usia dengan perawat. Perawat memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada klien lanjut usia untuk mengadakan
komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia perlu dirangsang untuk
membaca surat kabar dan majalah. Dengan demikian, perawat tetap
mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama mereka
maupun petugas yang secara langsung berkaitan dengan pelayanan
kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan
lansia dipanti sosial tresna werda.
10. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut (DEWI, 2014) mengatakan bahwa Tahap akhir kehidupan
seseorang sebagaimana dikemukakan oleh Eriskon (1963) adalah krisis
psikologis, yaitu krisis integritas versus keputusasaan. Pencapaian
integritas oleh lanjut usia mencerminkan arti dari kehidupannya, dalam hal
ini individu secara bijaksana dapat mengerti kehidupan dirinya, menyadari
tentang kemunduran potensi dan penampilan, serta siap menghadapi
kematian tanpa rasa takut. Dengan kata lain, lanjut usia yang telah
mencapai integritas, menerima semua peristiwa yang sudah terjadi
kepadanya tanpa berusaha untuk menyangkal beberapa fakta yang tidak
mengenakkan. Jika lanjut usia gagal atau tidak mencapai integritas, maka
keputusasaan akan mewarnai kehidupan masa tua yakni penolakan
terhadap kehidupan masa lalu, ketakutan pada kematian karena mereka
merasa tidak cukup waktu untuk memperbaiki kesalahan di masa lalu.
Setiap tahun perkembangan manusia memiliki tugas perkembangan
sendiri-sendiri, termasuk lansia yang memiliki tugas perkembangan
sebagai berikut:
a. Menyesuaikan diri terhadap perubahan fisik
b. Menyesuaikan diri dengan masa pensiun dan berkurangnya
penghasilan keluarga
c. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan hidup
d. Menjalin hubungan dengan orang-orang disekitarnya
e. Membentuk pengaturan kehidupan fisik yang memuaskan
f. Menyesuaikan diri dengan peran sosial luwes dan harmonis
A. Konsep Penyakit
1. Definisi Gastritis

Gastritis adalah peradangan mukosa lambung yang bersifat kut, kronik,


difusi atau local. menurut penelitian Sebagian besar gastritis disebabkan oleh
infeksi bacterial mukosa lambung yang kronis. selain itu, beberapa bahan yang
sering dimakan dapat menyebabkan rusaknya mukosa pelindung lambun
(Wijaya & Putri, 2013).

Gastritis adalah peradangan lokal atau penyebaran pada mukosa lambung


dan berkembang dipenuhi bakteri (Hidayatus, 2018).

Gastritis adalah peradangan mukosa lokal atau menyebat pada mukosa


lambung, yang berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan
bakteri atau bahan iritan lain (Reeves, 2001 dalam (Ida, 2018).

Jadi gastritis pada lansia adalah suatu peradangan mukosa lambung yang
dapat bersifat kronis, difus atau lokal yang sering terjadi pada lansia, dua jenis
gastritis yang paling sering tetjadi yaitu gastritis superfisial akut dan gastritis
atropik kronik.

2. Klasifikasi Gastritis

Menurut Ardiansyah (2012), klasifikasi gastritis dibedakan menjadi dua


yaitu gastritis akut dan gastritis kronis:

a. Gastritis akut
Gastritis akut merupakan peradangan pada mukosa lambung yang
menyebabkan erosif dan perdarahan pada mukosa lambung setelah terpapar
oleh zat iritan. Gastritis disebut erosif apabila kerusakan yang terjadi tidak
lebih dalam daripada mukosa muskularis. Erosinya juga tidak mengenai
lapisan otot lambung.
b. Gastritis kronis
Gastritis kronis merupakan suatu peradangan bagian permukaan mukosa
lambung yang sifatnya menahun dan berulang. Peradangan tersebut terjadi
dibagian permukaan muka lambung dan berkepanjangan, yang bisa
disebabkan karena bakteri Helicobacter pylori. Gastritis ini dapat pula
terkait dengan atropi mukosa gastrik, sehingga produksi HCI menurun dan
menimbulkan tukak pada saluran pencernaan.
3. Etiologi
a. Gastritis akut
Penyebab gastritis akut adalah mengosumsi makanan dan alkohol yang
mengiritasi dalam waktu yang lama. Obat - obatan, seperti aspirin dan
obat anti inflamasi nonsteroid lain (dalam dosis tinggi), agens sitotosik,
kafein, kortikosteroid, anti metabolit, fenilbutazon, dan indometasin.
Menelan racun, khususnya dikloro-difenil trikloroetana (DDT),
ammnonia, merkuri, karbon tetraklrorida, atau zat korosif. Endotoksik
dilepaskan oleh bakteri yang menginfeksi, seperti stafilokokus,
Escherichia coli, salmonela dan komplikasi penyakit akut (Kluwer
,2011, hal 293).
b. Gastritis kronik
Gastritis kronik disebabkan oleh pemajanan berulang terhadap zat iritan,
seperti obat-obatan, alkohol, rokok, dan agens lingkungan. Anemia
pernisiosa, penyakit ginjal, atau diabetes militus dan infeksi helicobacter
pylori (penyebab gastritis nonerosif paling sering) (Kluwer 2011, hal.
293).
Dan ada beberapa penyebab lainnya yang dapat mengakibatkan
seseorang menderita gastritis antara lain mengkonsumsi obat- obatan
kimia seperti asetaminafen, aspirin, dan steroid kortikosteroid menurut
Suratum dalam (Ida, 2018).
Asetaminafen dan kortikosteroid dapat mengakibatkan iritasi mukosa
lambung, sedangkan NSAIDS (Nonsteroid Anti Inflammation Drugs)
dan kortikosteroid menghambat sintensis prostaglandin sehingga sekresi
HCL meningkat dan menyebabkan suasana lambung menjadi asam.
Kondisi asam ini menimbulkan iritasi mukosa lambung, Gastritis
seringkali akibat dari stress.
a. Endotoksin bakteri (masuk setelah menelan makanan yang
terkontaminasi), kafien, alkohol, dan aspirin merupakan agen-agen
penyebab yang sering.
b. Penyebab lain adalah obat-obatan seperti: sulfanomida, streoid.
c. Beberapa makanan berbumbu termasuk lada, cuka dapat
menyebabkan gejala yang mengarah pada gastritis.
d. Gastritis kronik umumnya disebabkan akibat minum alkohol
berlebihan, teh panas, merokok, merupakan predisposisi timbulnya
gastritis atropik
4. Patofisiologi

Patofisiologi terjadinya gastritis dan tukak peptik ialah bila terdapat


ketidakseimbangan faktor penyerang (ofensif) dan faktor pertahanan (defensif)
pada mukosa gastroduodenal, yakni peningkatan faktor ofensif dan atau
penurunan kapasitas defensif mukosa. Faktor ofensif tersebut meliputi asam
lambung, pepsin, asam empedu, enzim pankreas, infeksi Helicobacter pylori
yang bersifat gram - negatif, OAINS, alkohol dan radikal bebas. Sedangkan
sistem pertahanan atau faktor defensif mukosa gastroduodenal terdiri dari tiga
lapis yakni elemen preepitelial, epitelial, dan subepitelial (Pangestu, 2013).

Elemen preepitelial sebagai lapis pertahanan pertama adalah berupa lapisan


mucus bicarbonate yang merupakan penghalang fisikokimiawi terhadap
berbagai bahan kimia termasuk ion hidrogen. Lapis pertahanan kedua adalah sel
epitel itu sendiri. Aktifitas pertahanannya meliputi produksi mukus, bikarbonat,
transportasi ion untuk mempertahankan pH, dan membuat ikatan antar sel.
Lapisan pertahanan ketiga adalah aliran darah dan lekosit. Komponen terpenting
lapis pertahanan ini ialah mikrosirkulasi subepitelial yang adekuat (Pangestu,
2013).

Endotoksin bakteri setelah menelan makanan terkontaminasi, kafein, alkohol


dan aspirin merupakan agen pencetus yang lazim. Infeksi H.pylori lebih sering
dianggap sebagai penyebab gastritis akut. Organisme tersebut melekat pada
epitel lambung dan menghancurkan lapisan mukosa pelindung. meninggalkan
daerah epitel yang gundul. Obat lain juga terlibat, misalnya OAINS
(indomestasin, ibuprofen, naproksen), sulfonamid. steroid, dan digitalis. Asam
empedu, enzim pankreas, dan etanol juga diketahui mengganggu sawar mukosa
lambung. Apabila alkohol diminum bersama dengan aspirin, efeknya akan lebih
merusak dibandingkan dengan efek masing - masing agen tersebut bila diminum
secara terpisah (Price dan Wilson, 2015).

5. Pathway

Obat obatan, stress,


alcohol, bakteri, pola
makan, autoimun

Mengganggu lapisan
mukosa

Mengurangi
prostagladin

Merusak pertahanan
mukosa lambung

Iritasi lambung

GASTRITIS

Sekresi mukosa
(peningkatan) berupa HCO2

HCO2+NaCl HCl+NaCO2 Mukus yang


dihasilkan Hamostatis
melindungi mukosa
Asam lambung meningkat lambung
Menyembuhkan
Mual dan muntah Perlindungan mukus gagal

Erosi mukosa lambung


MK: MK:
Kekurangan Ketidakseimbangan
Volume Nutrisi Erosi lapisan pembuluh Perdarahan
Cairan darah

MK:
Atrofi kelenjar Nyeri
MK: Intoleransi Aktivitas epitel

Hilangnya sel
parietal dan sel chief

MK: Kurang
Gastritis Fungsi intrinsik
pengetahuan,
Kronis
Ansietas

6. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari gastritis akut dapat bervariasi dari keluhan abdomen
yang tidak jelas, seperti anoreksia atau mual, sampai gejala lebih berat seperti
nyeri epigastrium, muntah, perdarahan dan hematemesis. Pada pemeriksaan fisis
biasanya tidak ditemukan kelainan, kecuali mereka yang mengalami perdarahan
yang hebat sehingga menimbulkan tanda dan gejala ganguuan hemodinamik
yang nyata seperti hipotensi, pucat, keringat dingin, sampai gangguan kesadaran.
Klien juga mengeluh kembung, rasa asam di mulut. Sedangkan manifestasi
klinis dari gastritis kronik, gejala defisiensi B12, sakit uluh hati setelah makan,
bersendawa rasa pahit dalam mulut, mual dan muntah.

Manifestasi klinis pada pasien dengan gastritis menurut (Robbins, 2019)


dalam buku (Ida, 2018) yaitu sebagai berikut:
a. Gastritis akut, gambaran klinis gastritis akut berkisar dari keadaan
asimtomatik, nyeri abdomen yang ringan hingga nyeri abdomen akut
dengan hematemesis.
b. Gastritis kronis, biasanya asimtomatik, kendati gejala nausea, vomitus atau
keluhan tidak nyaman pada abdomen atas dapat terjadi. Kadang-kadang
terjadi anemia pernisiosa. Hasil laboratorium meliputi hipoklorhidria
lambung dan hipergastrinemia serum. Resiko terjadinya kanker untuk
jangka panjang adalah 2-4%.
7. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan gastritis meliputi gastroskopi,


untuk mengetahui kemungkinan perdarahan (hemoragi) pada lambung, erosi
atau ulser gaster, perforasi lambung. Selain itu pemeriksaan mungkin meliputi
Ketidak seimbangan elektrolit, pre-syok atau syok menurut Priyanto dalam
(Ida, 2018).

a. Pemeriksaan gastroduodeneskopi
Pada pemeriksaan akan tampak mukosa yang sembab, merah, mudah
berdarah atau terdapat perdarahan spontan, erosi mukosa yang bervariasi
dari yang menyembuh sampai tertutup oleh bekuan darah kadang ulserasi.
b. Pemeriksaan endoskopi dan histopatologi
Untuk pemeriksaan histopatologi sebaiknya biopsi pada semua segmen
lambung.
c. Pemeriksaan kultur
Untuk membuktikan adanya infeksi helicobacter pylori apalagi jika
ditemukan ulkus baik pada lambung ataupun duodenum, mengingat
angka kejadian yang cukup tinggi yaitu hampir mencapai 100%. Kriteria
minimal untuk menegakkan diagnosis helicobacter Pylori jika hasil PA
positif.

Bila pasien terkena gatritis, biasnya dilanjutkan dengan pemeriksaan


penunjang untuk mengetahui secara jelas penyebabnya. Pemeriksaan ini
meliputi (Ratnawati, 2017):
a. Pemeriksaan darah
Tes ini digunakan untuk meriksa adanya antibodi Helicobacter Pylora
dalam darah. Hasil tes yang menunjukan positif bahwa pasien pernah
kontak dengan bakteri pada suatu waktu dalam hidupnya, tapi itu tidak
menunjukan bahwa pasien tersebut terkena infeksi. Tes darah dapat juga
dilakukan untuk memeriksa anemia, yang terjadi akibat pendarahan
lambung akibat gastritis.
b. Pemeriksaan pernapasan
Tes ini dapat menentukan apakah klien terinfeksi oleh bakteri
Helicobacter Pylori atau tidak.
c. Pemeriksaan feses
Tes ini untuk memeriksa apakah terdapat Helicobacter Pylori atau tidak.
Tes ini yang posisitf mengindikasikan terjadinya infeksi. Dengan hasil
pemeriksaan seperti berikut: warna feses merah kehitan-hitaman, bau
sedikit amis, konsistensinya lembek tetapi ada juga yang agak keras,
terdapat lendir. Pemeriksaan juga dilakukan terhadap adanya darah
dalam feses. Hal ini menunjukkan adanya perdarahan pada lambung.
d. Endoskopi saluran cerna bagian atas
Dengan tes ini dapat terlihat adanya ketidaknormalan pada saluran cerna
bagian atas yang mungkin tidak terlihat oleh sinar X. Tes ini dilakukan
dengan cara memasukkan sebuah selang kecil yang fleksibel atau
melalui mulut dan masuk ke dalam esofagus, lambung, dan bagian atas
usus kecil. Tenggorokan akan lebih dahulu diamati sebelum endoskopi
dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman dalam
melakukan tes ini. Jika ada jaringan dalam saluran cerna yang terlihat
mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit sampel dari jaringan
tersebut. Kemudian sampel tersebut akan dibawa ke laboratorium untuk
diperiksa.
e. Rontgen saluran cerna
Tes ini akan melihat adanya tanda-tanda gastritis atau penyakit
pencernaan lainnya. Biasanya pasien akan diminta menelan cairan
barium terlebih dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan
melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
8. Pelaksanaan Terapi
Terapi gastritis sangat bergantung pada penyebabnya. Berikut ini beberapa
pelaksanaannya (Ratnawati, 2017):
a. Jika penyebabnya adalah infeksi olch Helicobacter Pyori, maka
diberikan bismuth, antibiotik (misalnya amoxcilin dan clarithomycin)
dan obat anti tukak.
b. Penderita gastritis karena stress akut banyak mengalami perubahan
(penyakit berat, cedera, atau perdarahan) berhasil diatasi. Akan tetapi,
sekitar 2% penderita gastritis karena stress akut mengalami perdarahan
yang sering berakibat fatal. Karena itu dilakukan pencegahan dengan
memberikan antacid (untuk menetralkan asam lambung) dan obat anti
ulkus yang kuat (untuk mengurangi atau menghentikan pembentukan
asam lambung).
c. Penderita gastritis erosif kronis bisa diobati dengan antacid. Penderita
sebaiknya dihindarkan dari obat tertentu (misalnya aspirin atau obat anti
peradangan non steroid lainnya) dan makanan yang menyebabkan iritasi
lambung.
d. Untuk meringankan penyumbatan di saluran keluar lambung pada
gastritis esinoflik, bisa diberikan kortikosteroid atau dilakukan
pembedahan.
e. Gastritis arofik tidak dapat disembuhkan, sebagian penderita harus
mendapatkan suntikan tambahan vitamin B12.
f. Penderita meyner bisa disembuhkan dengan mengangkat sebagian atau
seluruh lambung.
g. Gastritis sel plasma bisa diobati dengan obat antikulkus yang
menghalangi pelepasan asam lambung.
h. Pengaturan diet, yaitu pemberian makanan lunak dengan jumlah sedikit
tapi sering.
i. Makanan yang perlu dihindari adalah yang merangsang dan berlemak
seperti sambal, makanan banyak bumbu, atau goreng-gorengan.
j. Kedisplinan dalam pemenuhan jam-jam makan juga sangat membantu
pasien dengan gastritis.
9. Penatalaksanaan
Menurut Baughman dalam buku (Ida, 2018) penatalaksanaan medis pada
pasien gastritis, baik gastritis akut maupun gastritis kronis ialah sebagi
berikut:
a. Gastritis akut
1) Pantang minum alkohol dan makan sampai gejala-gejala
menghilang, ubah menjadi diit yang tidak mengiritasi.
2) Jika gejala-gejala menetap, mungkin di perlukan cairan IV
3) Jika terdapat perdarahan, penatalaksanaannya serupa dengan
hemoragi yang terjadi pada saluran gastrointestinal bagian atas.
4) Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan
dan netralkan asam dengan antasida umum, misalnya: aluminium
hidroksida.
5) Jikas gastriris terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah
jeruk yang encer atau cuka di encerkan.
6) Jika korosi parah, hindari muntah dan bilas lambung untuk
menghindari bahaya perforasi.
b. Gastritis kronis
1) Modifikasi diit, istirahat.
2) Helicobacter pylori mungkin diatasi dengan antibiotik (misalnya
tetrasiklin atau amoksilin) dan garam bismuth (Pepto Bsimol).
10. Komplikasi
Menurut (Hidayatus, 2018) komplikasi gastritis yaitu sebagai berikut:
a. Gastritis akut
Terdapat perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa
hematemesis dan malena, dapat berakhir sebagai syok hemoragik,
khusus untuk perdarahan SCBA perlu dibedakan dengan tukan peptik.
Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir sama, namun pada tukak
peptik penyebab utamanya adalah infeksi. Helicobacter pylori sebesar
100% pada tukak lambung. Diagnosis pasti dapat ditegakkan dengan
endoskopi.
b. Gatritis kronik
Perdarahan saluran cerna bagian atas, ulkus, periforasi, dan anemia
karena gangguan absorbsi vitamin B12.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gerontik dengan Gastritis


Keperawatan adalah bentuk pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang
didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-
sosio-kultural dan spiritual yang berdasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar
manusia. Dalam hal ini, asuhan pelayanan keperawatan yang diberikan kepada
klien bersifat komprehensif, yang di tujukan kepada individu, kelompok,
keluarga dan masyarakat, baik dalam keadaan sehat maupun sakit, yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia (Wahjudi, 2012). Asuhan
keperawatan gerontik diberikan berupa bantuan kepada klien lanjut usia karena
adanya: Kelemahan fisik, Keterbatasan pengetahuan, Kurangnya kemampuan
dan kemuan dalam melaksanakan aktivitas hidup sehari-hari secara mandiri
(Wahjudi, 2012).
1. Pengkajian

Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat profesioanl harus


menggunakan proses keperawatan. Proses keperawatan ini adalah proses
pemecahan masalah yang mengarahkan perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan (Wahjudi, 2012)

Pengkajian adalah langkah pertama pada proses keperawatan, meliputi


pengumpulan data, analisis data, dan menghasilakn diagnosa keperawatan.
Pengkajian meliputi aspek:

a. Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah suatu proses pengkajian dengan mengumpulkan
informasi tentang status kesehatan secara sistematis dan terus menerus
(Mahyar, 2013).
Pengkajian dimulai sejak klien masuk ke rumah sakit dan diteruskan
sampai klien pulang. Pengkajian pada saat klien masuk merupakan data
dasar untuk mengidentifikasi masalah klien, sedangkan pengkajian
selanjutnya merupakan monitor dari status kesehatan klien yang berfungsi
untuk mengidentifikasi masalah dan komplikasi yang timbul dalam
pengumpulan data yang perlu dikaji adalah:
1) Data umum
a) Nama
Untuk mengenal siapakah yang akan kita kaji dalam kesehatannya
mengenai penyakit Gastritis.
b) Umur
Gastritis biasanya berkembang pada usia 35 -50 tahun, dan biasanya
lansia mengalami penyakit ini dalam pencernaannya.
c) Alamat
Klien ataupun keluarga klien yang tinggal di pemukiman yang
padat dan kotor memudahkan terjangkitnya penyakit.
d) Pendidikan
Untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan klien tentang cara
menyelesaikan masalah kesehatan dengan gastritis.
e) Tanggal masuk panti
Untuk mengetahui berapa lama klien tinggal di panti, dan sudah
berapa lama klien mempunyai penyakit gastritis, Apakah sebelum
masuk panti atau sesudah masuk panti.
f) Jenis kelamin
Mengetahui jenis kelaminnya.
g) Suku
Mengkaji asal suku bangsa klien untuk mengindetifikasi budaya
suku klien yang terkait dengan kesehatan, dan juga
mengidentifikasi bahasa yang digunakan sehari-hari oleh klien.
Biasanya pada suku jawa lebih rentang makan makanan yang
manis, adapula yang gemar makan santai maupun makanan yang
pedas yang bisa menyebabkan penyakit gastritis muncul.
h) Agama
Mengidentifikasi agama atau kepercayaan klien yang dianut yang
dapat memperngaruhi klien.
i) Status perkawinan
Untuk mengetahui apakah klien sudah menikah atau belum.
j) Tanggal pengkajian
Penting untuk mengetahui perkembangan klien dari awal mengkaji
sama akhir.
2) Status kesehatan saat ini
a) Keluhan utama
Mengkaji keluhan yang paling utama atau paling sering di rasakan
klien, sejauh mana penyakit ini di rasakan klien.
b) Gejala yang dirasakan
Mengkaji gejala yang dirasaan klien saat sedang sakit sedang
timbul.
c) Faktor pencetus
Mengkaji apa yang menjadi faktor pencetus dari penyakit yang
diderita klien.
d) Timbul keluhan
Bagaimana timbulnya keluhan tersebut apakah sering, bertahap atau
hilang timbul.
e) Upaya mengatasi
Apa yang dilakukan klien pada saat keluhan tersebut muncul dan
bagaimana klien mengatasinya.
3) Status kesehatan masa lalu
a) Riwayat penyakit yang pernah diderita
Mengkaji apakah klien mempunyai riwayat penyakit selama ini,
apakah klien pernah di rawat atau menjalani terapi khusus yang
berkaitan dengan penyakit Gastritis yang diderita klien saat ini.
b) Riwayat alergi (obat, debu, makanan, dll)
Mengkaji apakah klien memiliki riwayat alergi seperti obat, debu
makanan yang berhubungan dengan penyakit Gastritis yang
dirasakan klien saat ini.
c) Riwayat kecelakaan
Mengkaji apakah klien pernah mengalami kecelakaan serius atau
tidak.
d) Riwayat di rawat di RS
Mengkaji apakah klien pernah di rawat di rumah sakit atau tidak
terkait dengan penyakit Gastritis yang saat ini diderita klien.
e) Riwayat pemakaian obat
Mengkaji obat apa saja yang sering diminum klien pada saat
merasakan penyakit gastritis ini. Apakah klien meminum obat
khusus saat sedang merasakan nyeri atau mual.
4) Riwayat kesehatan keluarga
a) Riwayat penyakit keluarga
Mengkaji apakah keluarga klien memiliki riwayat penyakit seperti
Hipertensi, DM, Jantung, terutama Gastritis.
b) Genogram
Menggambar genogram keluarga klien.
5) Pengkajian persistem (jelaskan kondisi klien lanjut usia sesuai sistem
dibawah meliputi pernyataan, hasil pemeriksaan fisik, dan penunjang
lainnya)
a) Keadaan umum (tingkat ringan dan beratnya penyakit, kesadaran
dan ttv)
a. Kesadaran (biasanya pada pasien gastritis tingkat kesadaran
masih mencapai composmentis)
b. GCS (pada pasien gastritis)
c. TTV (TD, N, RR, S)
d. Penampilan umum (apakah klien dengan gastritis mengalami
malas untuk mengurus penampilannya karena ia merasa tidak
peduli akan penampilannya, dan hanya penyakitnya yang ia
perdulikan. Dan apakah klien tersebut tetap rapih dan
memperhatikan penampilannya)
e. Klien tampak seperti apa? (sehat, sakit, sakit berat)
b) Kepala
1. Bentuk seperti apa? (apakah bulat, atau apakah ada kelainan)
2. Rambut berwarna apa? (apakah hitam, putih, atau klien
memiliki warna rambut lain)
3. Dahi (apakah terdapat finger print atau tidak)
c) Mata
1. Palpebra (apakah ada edema?)
2. Pupil (simetris, isokor, berapa diameter pupil?)
3. Konjungtiva (apakah anemis atau tidak)
4. Sklera (berwarna apa?)
5. Reflex cahaya (- atau +)
d) Hidung
(bentuk, apakah ada polip, apakah ada sekret, fungsi penghidu
normal atau tidak)
e) Telinga
(fungsi pendengaran bagaimana, bentuk, apakah ada. sekret di
dalamnya)
f) Mulut
1. Kebersihan mulut (bersih atau tidak?)
2. Keadaan gigi (apakah gigi klien masih utuh, dan apakah
terdapat caries gigi)
3. Kesulitan menelan (apakah klien mengalami kesulitan dalam
menelan?)
g) Tenggorokan
(apakah klien mempunyai keluhan di tenggorakan?)
h) Leher
(apakah ada benjolan dan pembesaran vena jugularis)
i) Thorax
j) Sistem pernafasan
(terjadi masalah atau tidak)
k) Sistem kardiovaskular
(apakah ada kelainan bunyi jantung)
l) Sistem gastrointestinal (abdomen)
1. Inspeksi
2. Palpasi
3. Perkusi
4. Auskultasi
m) Sistem perkemihan
(apakah klien memiliki masalah di sistem pekemihan)
n) Sistem reproduksi
(apakah klien memiliki masalah?)
o) Sistem muskuloskeletal
1. Kesulitan dalam menggerakan tangan dan kaki?
2. Sakit pada tulang dan sendi?
3. Apakah ada fraktur?
4. Apakah ada kelainan bentuk tulang dan sendi?
p) Sistem persarafan
1. Tingkat kesadaran (berapakah pada klien dengan penyakit
Gastritis)
2. GCS
3. Peningkatan tekanan intrakranial (apakah ada peningkatan
tekanan intrakranial pada klien dengan penyakit Gastritis)
q) Sistem endokrin
1. Nafas berbau kotor
2. Ganggrene
3. Pembesaran kelenjar tiroid
r) Sistem hemopeotik
1. Perdarahan/memar (apakah klien mengalami
perdarahan/memar terkait dengan penyakit Gastritis yang ia
derita?)
2. Pembekakan kelenjar limfe
3. Anemia
s) Sistem integument
(terkait dengan warna kulit klien, turgor kulit)
6) Pola aktivitas sehari - hari
a) Nutrisi
Makanan yang disukai klien
b) Eliminasi
Pada penderita gastritis biasanya sering mengalami BAB.
c) Personal hygine
Kebersihan diri klien pada awal penyakit biasanya normal,
namun pada tahap lanjut usia dapat berkurang aktivitas.
d) Pola tidur
Pada penderita gastitis biasanya mengalami susah tidur.
e) Pola aktivitas
Pada penderita gastritis biasanya mengalami keterbatasan dalam
aktivitas.
7) Pengkajian psikososial
a) Psikosisial
Mengkaji ekspresi wajah klien.
b) Identifikasi masalah sosial
Mengkaji apakah klien megalami sulit tidur, merasa gelisah atau
klien sering murung dan sedih.
c) Spiritual
Mengkaji kepercayaan klien.
d) Konsep diri
Mengkaji konsep diri yang dimiliki klien.
8) Pengkajian status fungsional klien
a) KATZ indeks
Termasuk kategori yang manakah klien:
1. Mandiri dalam hal makan, kontinen dalam BAB/BAK
menggunakan pakaian, pergi ke toilet, berpindah dan mandi
2. Mandiri semuanya kecuali salah satu dari fungsi di atas
3. Mandiri, kecuali mandi, dan satu lagi fungsi yang lain
4. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi yang lain
5. Mandiri, kecuali mandi, berpakian, ke toilet dan satu fungsi
yang lain
6. Mandiri, kecuali mandi, berpakaian ke toilet, berpindah dan
satu fungsi yang lain
7. Ketergantungan untuk semua fungsi di atas
9) Modifikasi dari barthel indeks
a) Makan
Apakah klien makan dengan bantuan atau secara mandiri.
b) Minum
Apakah klien minum dengan bantuan atau secara mandiri.
c) Berpindah dari kursi roda ke tempat tidur, sebaliknya Apakah
klien membutuhkan bantuan atau klien bisa secara mandiri.
d) Personal toilet (cuci muka, menyisir rambut, gosok gigi)
Apakah klien membutuhkan bantuan atau klien bisa secara
mandiri.
e) Keluar masuk toilet (mencuci pakaian, menyeka tubuh dan
menyiram)
Apakah klien membutuhkan bantuan atau klien bisa secara
mandiri.
f) Mandi
Apakah saat mandi klien membutuhkan bantuan atau klien bisa
mandi secara mandiri.
g) Jalan di permukaan datar
Apakah saat jalan klien membutuhkan bantuan atau bisa dengan
mandiri.
h) Naik turun tangga
Apakah saat naik turun tangga klien membutuhkan bantuan atau
klien bisa secara mandiri.
i) Mengenakan pakaian
Apakah saat klien ingin mengenakan pakaian klien membutuhkan
bantuan atau klien bisa secara mandiri.
j) Kontrol bowel (BAB)
Apakah klien membutuhkan bantuan atau klien bisa dengan secara
mandiri.
k) Kontrol bladder (BAK)
Apakah klien membutuhkan bantuan atau klien bisa dengan secara
mandiri.
l) Olahraga / Latihan
Apakah klien membutuhkan bantuan atau klien bisa dengan secara
mandiri.
m) Rekreasi / pemanfaatan waktu luang
Bagaimana klien ingin memanfaatkan waktu luang apakah klien
membutuhkan seorang teman / bantuan teman atau apakah klien
bisa dengan mandiri memanfaatkan waktu yang luang.
10) Pengkajian status mental gerontik
a) Mengidentifikasi tingkat kerusakan intelektual dengan
menggunakan Short Pertable Mental Status Questioner (SPMSQ)
dengan mengajukan beberapa pertanyaan.

Table SPMSQ
Benar Salah No Pertanyaan Jawaban
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang ini?
3 Apa nama tempat ini?
4 Dimana alamat ada?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
(minimal tahun lahir)
7 Siapa presiden Indonesia
sekarang?
8 Siapa presiden Indonesia
sebelumnya?
9 Siapa nama ibu anda
10 Kurangi 3 dari 20 dan
pengurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara
menurun

b) Identifikasi aspek kognitif dari fungsi mentaldengan


menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam): orientasi,
registrasi, perhatian, kalkulasi, mengingat kmbali, Bahasa.

Table MMSE
No Aspek Nilai Nilai Kriteria
kognitif maksimal klien
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan
benar :
- tahun
- musim
- tanggal
- hari
- bulan
Orientasi 5 Dimana sekarang kita
berada:
- negara
- provinsi
- kota
- PSTW/RS
- wisma/kamar
2 Registrasi 3 Sebutkan nama 5 obyek
(oleh pemeriksaan)
identic untuk mengatakan
masing masing obyek.
kemudian tanyakan
kepada klien ketiga dari
(untuk disebutkan)
- coklat
- mawar
- tetes mata
3 Perhatian 5 Minta klien untuk
dan memulai dari angka 100
kalkulasi kemudian dikurangi 7
sampai 5 kali/tingkat
- 93
- 96
- 79
- 72
- 65
4 Mengingat 3 Minta klien untuk
mengulangi ketiga obyek
pada no (registrasi) tadi
bila benar, point untuk
masing masing obyek
5 Bahasa 9 Tunjukan pada klien
suatu benda dan tanyakan
Namanya pada klien
- (misalnya jam tangan)
- (misalnya pulpen)
Minta klien mengikuti
perintah berikut yang
terdiri dari 3 langkah :
“ambil kertas ditangan
kanan anda, lipat dua dan
taruh dilantai”
- ambil kertas ditangan
kanan anda
- lipat dua
- taruh dilantai
Perintahkan pada klien
untuk hal berikut (bila
aktifitas sesuai perintah 1
point)
- tutup mata
Perintahkan pada klien
untuk menulis satu
kalimat dan menyalin
gambar
- tulis satu kalimat
- menyalin gambar

c) Status nutrisi
Mengidentifikasi form full the mini nutritional assasment
(formular pengkajian nutrisi mini): dengan berbagai pertanyaan,
keterangan dan skor nilai yang akan dikaji.
Table Status Nutrisi

No Pertanyaan Keterangan screening Skor


nilai
1 Apakah anda 0: mengalami penurunan
mengalami asupan makanan yang parah
penurunan asupan 1: mengalami penurunan
makanan selama asupan makanan sedang
iga bulan terakhir 2: tidak mengalami
dikarenakan penurunan asupan makanan
hilangnya selera
makan, masalah
pencernaan,
kesulitan
mengunyah atau
menelan?
2 Apakah anda 0: kehilangan berat badan
kehilangan berat lebih dari 3 kg
badan selama 3 1: tidak tahu
bulan terakhir 2: kehilangan berat badan
antara 1 sampai 3kg
3: tidak kehilangan berat
badan
3 Bagaimana 0: hanya ditempat tidur atau
mobilisasi atau kursi roda
pergerakan anda? 1: dapat turun dari tempat
tidur namun tidak dapat
jalan-jalan
2: dapat pergi keluar jalan-
jalan
4 Apakah anda 0: ya
mengalami stress 2: tidak
psikologis atau
penyakit akut
selama 3 bulan
terakhir
5 Apakah anda 0: demensia atau depresi
memiliki masalah 1: demensia ringan
neuropsikologi? 2: tidak mengalami masalah
neuropsikologi
6 Bagaimana hasil 0: BMI kurang dari 19
BMI (body mass 1: BMI antara 19-21
indeks) anda? 2: BMI antara 21-23
(berat badan 3: BMI lebi dari 23
(kg)/tinggi badan
(m2))
Nilai skrining >12: normal atau tidak
(total maksimal beresiko, tidak
14) membutuhkan
pengkajian lebih
Pengkajian
7 Apakah anda 0: tidak
hidup secara 1: iya
mandiri? (tidak
dirumah
perawtan, panti
atau rumah sakit)
8 Apakah anda 0: ya
diberi obat lebih 1: tidak
dari 3 jenis obat
perhari?
9 Apakah anda 0: ya
memiliki luka 1: tidak
tekan atau ulserasi
kulit?
10 Berapa kali anda 0: 1 kali dalam sehari
makan dalam 1: 2 kali dalam sehari
sehari? 2: 3 kali dalam sehari
11 Pilih salah satu 0: jika tidak ada atau hanya
jenis asupan 1 jawaban diatas
protein yang bisa 0,5: jika terdapat 2 jawaban
anda konsumsi? ya
a. Setidaknya 1: jika semua jawaban ya
salah satu
jenis produk
dari susu
(susu, keju,
yoghurt
perhari)
b. Dua porsi atau
lebih kacang-
kacangan/telur
perminggu
c. Daging, ikan
atau ungags
setiap hari
12 Apakah anda 0: ya
sering 1: tidak
mengkonsumsi
sayur atau buah 2
porsi atau lebih
setiap hari?
13 Seberapa banya 0: kurang dari 3 gelas
asupan cairan 0,5: 3-5 gelas
yang anda minum 1: lebih dari 5 gelas
perhari (air putih,
jus, kopi, the, susu
dsb)
14 Bagaimana cara 0: jika tidak dapat makan
anda makan? tanpa dibantu
1: dapat makan sendiri
namun mengalami
kesulitan
2: jika dapat makan sendiri
tanpa ada masalah
15 Bagaimana 0: ada masalah gizi pada
persepsi anda dirinya
tentang status gizi 1: ragu/tidak tahu terhadap
anda? masalah gizi dirinya
2: melihat tidak ada
masalah terhadap status gizi
dirinya
16 Jika dibandingkan 0: tidak lebih baik dari
dengan orang lain, orang lain
bagaimana 0,5: tidak tahu
pandangan anda 1: sama baiknya dengan
tentang status orang lain
Kesehatan anda? 2: lebih baikdari orang lain
17 Bagaimana hasil 0: LLA kurang dari 21 cm
lingkar lengan 0,5: LLA antara 21-22
atas (LLA) anda 1: LLA lebih dari 22 cm
(cm)
18 Bagaimana hasil 0: jika LB kurang dari 31
lingkar betis (LB) cm
anda (cm) 1: jika LB lebih dari 31 cm
Nilai pengkajian:
(nilai maksimal
16)
Nilai skrining
(nilai maksimal
14)
Total nilai Indikasi untuk nilai
skrining dan malnutrisi
pengkajian > 24: nutrisi baik
(nilai maksimal 17-23,5: dalam risiko
30) malnutrisi
>17: malnutrisi

b. Analisa data
Analisa data yang mengkaitkan data dan menghubungkan dengan konsep
teori dan prinsip yaitu relevan untuk membuat kesimpulan dalam
menentukan kesehatan dan keperawatan. Data dasar adalah semua
informasi tentang riwayat kesehatan klien, pemeriksaan fisik mulai dari
kepala sampai ke kaki, pengkajian keperawatan, pemeriksaan penunjang
seperti pemeriksaan darah dan foto rontgen, serta pemeriksaan penunjang
lainnya saat pertama kali klien masuk ke rumah sakit. Informasi yang di
dapat klien dirumah sakit dikategorikan dalam dua kategori, yaitu data
subjektif dan data objektif (Mahyar, 2013).
1) Data subjektif
Adalah data yang didapatkan melalui wawancara. Seperti: keluhan,
riwayat penyakit dan masalah psikososial klien. Data yang bisa didapat
melalui wawancara meliputi:
a) Identitas diri klien.
b) Riwayat perawatan dan kesehatan.
c) Kondisi kesehatan yang memerlukan pengobatan.
d) Respon terhadap penyakit.
e) Faktor sosial, dukungan sosial, dan budaya.
f) Praktik dan kepercayaan tentang kesehatan.
g) Pola koping.
h) Aktifitas sehari-hari.
i) Bagaimana klien mengatasi keluhan, termasuk efek samping dari
pengobatan.
j) Persepsi klien terhadap penyakit.

Contoh data subjektif:

(a) Saya sakit perut.


(b) Saya merasa pusing.
(c) Saya merasa baal pada tubuh sebelah kanan.
2) Data objektif
Adalah data yang diperoleh melalui hasil observasi atau pemeriksaan.
Dapat dilihat, dirasa, didengar, atau dicium. Disebut juga dengan tanda
atau gejala, data didapatkan melalui pemeriksaan fisik dan observasi
perilaku klien.
Contoh data objektif
(a) Tekanan darah 120/70 mmHg.
(b) Kemerahan pada tangan kiri.
(c) Klien tampak meringgis kesakitan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis terhadap pengalaman
atau respon individu, keluarga, atau komunitas pada masalah kesehatan, pada
resiko masalah kesehatan atau pada proses kehidupan. Diagnosis
keperawatan merupakan bagian vital dalam menentukan asuhan
keperawatan yang sesuai untuk membantu klien mencapai kesehatan yang
optimal. Mengingat pentingnya diagnosis keperawatan dalam pemberian
asuhan keperawatan, maka dibutuhkan standar diagnosis keperawatan yang
dapat diterapkan secara nasional di Indonesia dengan mengacu pada standar
diagnosis internasional yang telah dibakukan sebelumnya (PPNI, 2017).
Penegakan diagnosis keperawatan sebagai salah satu komponen Standar
Asuhan Keperawatan perlu dijalankan baik sebagaimana diamanatkan dalam
Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan pada Pasal 30
bahwa menjalankan tugas sebagai pemberi asuhan keperawatan, perawat
berwenang menetapkan diagnosis keperawatan. Hal ini menegaskan
wewenang perawat sebagai Penegak Diagnosis' yang harus memiliki
kemampuan diagnostik yang baik sebagai dasar mengembangkan rencana
intervensi keperawatan dalam rangka mencapai peningkatan, pencegahan
dan penyembuhan serta pemulihan kesehatan klien (PPNI, 2017).
Rumusan diagnosa keperawatan dapat berbentuk diagnosa aktual dan resiko.
Diagnosa keperawatan adalah suatu bentuk pernyataan dari perawat yang
bertujuan untuk mengidentifikasi respon klien terhadap masalah yang
dialami, respon tersebut dapat berbentuk negatif maupun positif. Diagnosa
ditegakkan berdasarkan rumus yang telah ditentukan dan atas hasil
pengkajian data yang diperoleh dari lingkungan. Peraturan dalam menulis
diagnosa yaitu:
a. Merumuskan diagnosa keperawatan
Fakos pada komponen diagnosa yang meliputi (problem), penyebab
(etiologi), tanda.
b. Prioritas diagnosa keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul dengan masalah Gastritis menurut
(SDKI 2017) sebagai berikut:
1) Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung
2) Defisit nutrisi b/d faktor psikologis
3) Intoleransi aktifitas b/d kelemahan fisik
4) Defisit pengetahuan b/d kurangnya pengetahuan (proses penyakit)
3. Perencanaan
Intervensi keperawatan adalah panduan untuk perilaku spesifik yang
diharapkan dari klien atau tindakan yang harus dilakukan perawat. Intervensi
dilakukan untuk membantu klien mencapai hasil yang diharapkan. Intervensi
keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas. Pengelompokkan
seperti bagaimana, kapan, dimana, frekuensi, dan besarnya, menunjukan isi
dari aktivitas yang direncanakan. Intervensi keperawatan dapat dibagi
menjadi dua, yaitu : mandiri (dilakukan oleh perawat) dan kolaboratif (yang
dilakukan bersama dengan pemberi perawatan lainnya). Tahap perencanaan
berfokus pada memprioritaskan masalah, merumuskan tujuan dan kriteria
hasil,membuat instruksi keperawatan, dan mendokumentasikan rencana
asuhan keperawatan (Mahyar, 2013).
Rencana keperawatan dapat (Wahjudi, 2012)
a. Melibatkan klien dan keluarganya dala perencanaan.
b. Bekerja sama dengan profesi kesehatan lainnya.
c. Menentukan prioritas
1) Klien mungkin puas dengan situasi demikian.
2) Bangkitkan perubahan, tetapi jangan memaksakan.
3) Keamanan atau rasa aman adalah kebutuhan yang utama.
4) Cegah timbulnya masalah.
d. Sediakan cukup waktu bagi klien untuk mendapatkan masukan.
e. Tulis semua rencana dan jadwal Rencana asuhan keperawatan gerontik
pada penyakit Gastritis yaitu sebagai berikut (PPNI T. P. 2018).
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung
Tujuan dan kriteria
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam. diharapkan klien
dapat:
1) Mengontrol nyeri dengan kriteria hasil:
a) Klien dapat mengetahui penyebab nyeri, onset nyeri,
mampu menggunakan teknik non farmakologi untuk
mengurangi nyeri, dan tindakan pencegahan nyeri.
b) Klien mampu mengenal tanda-tanda pencetus nyeri untuk
mencari pertolongan.
c) Melaporkan bahwa nyeri berkurang dengan menggunakan
manajemen nyeri.
2) Menunjukan tingkat nyeri
a) Klien melaporkan nyeri dan pengaruhnya pada tubuh.
b) Klien mampu mengenal skala, intensitas, frekuensi dan
lamanya eposide nyeri.
c) Klien mengataka nyaman setelah nyeri rasa berkurang.
d) Tanda-tanda vital dalam batas normal.
e) Ekspresi wajah tenang.

Intervensi Manajemen Nyeri

Observasi:

a) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi nyeri.


b) Identifikasi skala nyeri
c) Identifikasi respons nyeri non verbal faktor memperberat
dan yang
d) Identifikasi memperingan nyeri

Terapeutik:

a) Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa


nyeri (misalnya relaksasi nafas dalam, terapi musik, terapi
pijat, kompres air hangat/dingin, terapi bermain)
b) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya
suhu atur ruangan, percahayaan, kebisingan)
c) Fasilitasi istirahat dan tidur.

Edukasi:
a) Jelaskan strategi meredakan nyeri
b) Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
c) Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
d) Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
nyeri

Kolaborasi:

a) Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu


b. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
Tujuan dan kriteria waktu:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam, diharapkan
kebutuhan nutrisi edekuat (status nutrisi: asupan makanan, cairan dan
zat gizi) adekuat dengan kriteria:
1) Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan.
2) Tidak terjadi penurunan berat badan.
3) Klien mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi.
4) Intake nutrisi dan cairan adekuat.
5) Klien melaporkan keadekuatan tingkat energi.

Intervensi Manajemen Nutrisi

Observasi:

1) Identifikasi status nutrisi


2) Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
3) Identifikasi makanan yang disukai
4) Monitor asupan makanan
5) Monitor berat badan

Terapeutik:

1) Fasilitasi menentukan pedoman diet (misalnya diet nutrisi


pengganti)
2) Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
3) Berikan makanan tinggi serat, kalori, dan tinggi protein
4) Berikan suplemen makanan, jika perlu
5) Hentikan pemberian makan melalui selang nasogatrik jika
asupan oral dapat ditoleransi

Edukasi:

1) Anjurkan posisi duduk, jika mampu


2) Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi:

1) Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (misalnya


pereda nyeri, antiemetik) jika perlu
2) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
jenis nutrien yang dibutuhkan, jika perlu
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan (proses penyakit)
Tujuan dan kriteria:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat :
1) Dapat menyebutkan tentang pengertian Gastritis, klasifikasi,
etiologi, dan komplikasi.
2) Klien paham dan mengerti.

Intervensi

Observasi:

1) Identifikasi pemahaman klien tentang kondisi kesehatan saat


ini
2) Identifikasi kesiapan menerima informasi

Terapeutik:

1) Berikan pendidikan kesehatan tentang gastritis

Edukasi:
1) Berikan informasi yang menarik dan sesuai dengan pemahaman
klien untuk memudahkan klien mendapatkan infromasi
4. Pelaksanaan
Dalam situasi klinik, terkadang anda tidak terlibat langsung dalam
perencanaan asuhan keperawatan, anda cenderung lebih sering terjun
langsung pada tahap implementasi berdasarkan perencanaan yang telah
dibuat oleh rekan anda. Bahkan terkadang, implementasi sudah dilakukan,
sehingga anda hanya mendapatkan laporan dari apa yang telah anda lakukan
(Mahyar, 2013).
Pelaksanaan atau implementasi adalah pengelolaan dan perwujudkan dari
rencana asuhan keperawatan yang telah disusun tahap perencanaan. Prinsip
tindakan spesifik yaitu:
a. Nyeri (akut) berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung
1) Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi nyeri.
2) Mengidentifikasi skala nyeri
3) Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
4) Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri
5) Memberikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
(misalnya relaksasi nafas dalam, terapi musik, terapi pijat, kompres
air hangat/dingin, terapi bermain)
6) Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (misalnya atur
suhu ruangan, percahayaan, kebisingan)
7) Menganjurkan klien untuk memonitor nyeri secara mandiri
8) Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
1) Mengidentifikasi status nutrisi
2) Mengidentifikasi makanan yang disukai klien
3) Mengidentifikasi alergi dan intoleransi makanan
4) Memonitor asupan makanan
5) Memonitor berat badan klien
6) Memberikan makanan tinggi serat, kalori, dan protein
7) Menyajikan makanan secara menarik dan suhu yang sesuai
8) Memberikan suplemen makan jika perlu
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
(proses penyakit)
1) Mengidentifikasi pemahaman klien tentang kondisi kesehatan saat
ini
2) Memberikan pendidikan kesehatan tentang gastritis
3) Memberikan informasi yang menarik dan sesuai dengan pemahaman
klien untuk memudahkan klien mendapatkan informasi
5. Evaluasi
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Evaluasi mengacu
kepada penilaian, tahapan, dan pernaikan. Pada tahap ini, perawat
menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil
atau gagal (Mahyar, 2013).
Evaluasi berfokus pada klien, baik itu individu ataupun kelompok. Proses
evaluasi memerlukan beberapa keterampilan, antara lain: kemampuan
menetapkan rencana asuhan keperawatan, pengetahuan menganai standar
asuhan keperawatan, respon klien yang normal terhadap tindakan
keperawatan, dan pengetahuan tentang konsep keperawatan.
Evaluasi penting dilakukan untuk menilai status kesehatan klien setelah
tindakan keperawatan. Selain itu juga untuk menilai pencapaian tujuan, baik
tujuan jangka panjang maupun jangka pendek, dan mendapatkan infromasi
yang tepat dan jelas untuk meneruskan memodifikasi, atau menghentikan
asuhan keperawatan yang diberikan.
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil dengan
kriteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilannya:
a. Nyeri (akut) beruhubungan dengan inflamasi lambung mukosa
1) Klien menunjukan kemampuan menggunakan teknik non
farmakologi untuk mengurangi nyeri, dan tindakan pencegahan
nyeri.
2) Klien mampu mengenal tanda-tanda pencetus nyeri unyuk mencari
pertolongan.
3) Klien melaporkan nyeri berkurang.
4) Klien mengungkapkan kenyamanan setelah nyeri berkurang.
5) Klien menunjukkan ekspresi wajah tenang.
b. Defisit nutrisi berhubungan dengan faktor psikologis
1) Nafsu makan klien bertambah
2) Klien mampu menghabiskan 1 porsi makan yang telah diberikan
3) Klien mengatakan mual, muntah hilang
4) Tidak terjadi penurunan berat badan
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
(proses penyakit)
1) Klien mengatakan memahami tentang penyakitnya
2) Klien dapat menyebutkan kembali pengertian, klasifikasi, etiologi
dan komplikasi gastritis.

Anda mungkin juga menyukai