Anda di halaman 1dari 23

Masalah-masalah Gawat Darurat Obstetri dan Ginekologi yang sering menurut

(Taber, Ben-zion 1994) antara lain adalah :


1. Abortus
2. Abrupsio Plasenta
3. Dismenore
4. Eklampsia
5. Emboli Paru
6. Infeksi Payudara
7. Infeksi Pelvis (PID)
8. Kehamilan Ektopik
9. Kelainan pada Ovarium
10. Ketuban Pecah Dini
11. Nyeri Abdomen
12. Penganiayaan Seksual – Tuduhan Perkosaan
13. Perdarahan Per Vaginam
14. Perdarahan Postpartum
15. Persalinan dengan kelainan
16. Pielonefritis
17. Plasenta Previa
18. Pre Eklampsia
19. Presentasi bokong
20. Prolaps Tali Pusat
21. Syok
22. Trauma selama Kehamilan
23. Trauma Vulva dan Vagina
24. Vulvovaginitis

1
PREEKLAMPSI

Preeklampsi merupakan penyulit dalam proses kehamilan yang


kejadiannya senantiasa tetap tinggi. Di mana faktor ketidaktahuan tentang gejala
awal oleh masyarakat merupakan penyebab keterlambatan mengambil tindakan
yang dapat berakibat buruk bagi ibu maupun janin.
Dari kasus kehamilan yang dirawat di rumah sakit 3-5 % merupakan kasus
preeklampsi atau eklampsi (Manuaba, 1998). Dari kasus tersebut 6 % terjadi pada
semua kehamilan, 12 % terjadi pada primigravida (Muthar, 1997). Masih
tingginya angka kejadian dapat dijadikan sebagai gambaran umum tingkat
kesehatan ibu hamil dan tingkat kesehatan masyarakat pada umumnya.
Dengan besarnya pengaruh atau komplikasi dari preeklampsi terhadap
tingginya tingkat kematian bumil dan janin, sudah selayaknya dilakukan suatu
upaya untuk mencegah dan menangani kasus preeklampsi. Keperawatan bumil
dengan preeklampsi merupakan salah satu usaha nyata yang dapat dilakukan
untuk mencegah timbulnya komplikasi sebagai akibat lanjut dari preeklampsi
tersebut.

I. Pengertian
Preeklampsi adalah penyakit yang diderita oleh bumil yang ditandai
dengan adanya hipertensi, oedema, dan proteinuri. Tetapi bumil tidak menunjukan
tanda-tanda kelainan hipertensi sebelum hamil (Rustam Mucthar, 1998). Di mana
gejala preeklampsi biasanya muncul setelah kehamilan berumur 28 minggu atau
lebih.

II. Etiologi
Secara pasti penyebab timbulnya gejala tersebut belum diketahui secara
pasti, teori yang digunakan oleh ilmuwan belum dapat menjawab beberapa hal
berikut :
1. Frekuensi bertambah banyak pada primigravida, kehamilan ganda,
hidramion, dan mola hidatidosa.
2. Sebab bertambahnya frekuensi dengan makin tuanya kehamilan.
3. Sebab jarang terjadinya preeklampsi pada kehamilan-kehamilan
berikutnya.
4. Sebab timbulnya hipertensi, oedema, dan proteinuri.

2
Dari semua gejala tersebut, gejala awal yang muncul adalah hipertensi, di
mana untuk menegakkan diagnosa tersebut adalah yaitu kenaikan tekanan sistole
paling tidak naik hingga 30 mmHg atau lebih dibandingkan dengan tekanan darah
sebelumnya. Kenaikan diastolik 15 mmHg atau menjadi 90 mmHg atau lebih.
Untuk memastikan diagnosa tersebut harus dilakukan pemeriksaan tekanan darah
minimal dua kali dengan jarak waktu 6 jam pada saat istirahat.
Oedema adalah penimbunan cairan secara umum dan berlebihan dalam
jaringan tubuh dan biasanya dapat diketahui dengan kenaikan BB yang berlebihan
serta pembengkakan kaki, jari tangan dan muka. Bila kenaikan BB lebih dari 1 Kg
setiap minggunya selama beberapa kali, maka perlu adanya kewaspadaan akan
timbulnya preeklampsi.
Proteinuri berarti konsentrasi protein dalam urin > 0, 3 gr/liter urin 24 jam
atau pemeriksaan kuantitatif menunjukkan + 1 atau + 2 atau 1 gr/liter atau lebih
dalam urine midstream yang diambil minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam.
Proteinuri timbul lebih lambat dari dua gejala sebelumnya, sehingga perlu
kewaspadaan jika muncul gejala tersebut.

III. Patofisiologi.
Pada preeklampsi terdapat penurunan plasma dalam sirkulasi dan terjadi
peningkatan hematokrit, di mana perubahan pokok pada preeklampsi yaitu
mengalami spasme pembuluh darah perlu adanya kompensasi hipertensi (suatu
usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifir agar oksigenasi jaringan
tercukupi). Dengan adanya spasme pembuluh darah menyebabkan perubahan –
perubahan ke organ ntara lain :
a. Otak.
Mengalami resistensi pembuluh darah ke otak meningkat akan terjadi
oedema yang menyebabkan kelainan cerebal bisa menimbulkan pusing
dan CVA, serta kelainan visus pada mata.
b. Ginjal.
Terjadi spasme arteriole glomerulus yang menyebabkan aliran darah ke
ginjal berkurang maka terjadi filtrasi glomerolus negatif, di mana filtrasi
natirum lewat glomelurus mengalami penurunan sampai dengan 50 % ari
normal yang mengakibatkan retensi garam dan air, sehingga terjadi oliguri
dan oedema.
c. URI
Di mana aliran darah plasenta menurun yang menyebabkan gangguan
plasenta maka akan terjadi IUGR, oksigenisasi berkurang sehingga akan

3
terjadi gangguan pertumbuhan janin, gawat janin, serta kematian janin
dalam kandungan.
d. Rahim
Tonus otot rahim peka rangsang terjadi peningkatan yang akan
menyebabkan partus prematur.
e. Paru
Dekompensi cordis yang akan menyebabkan oedema paru sehingga
oksigenasi terganggu dan cyanosis maka akan terjadi gangguan pola nafas.
Juga mengalami aspirasi paru / abses paru yang bisa menyebabkan
kematian.
f. Hepar
Penurunan perfusi ke hati dapat mengakibatkan oedema hati, dan
perdarahan subskapular sehingga sering menyebabkan nyeri epigastrium,
serta ikterus.

IV.Klasifikasi Preeklampsi :
a. Preeklampsi ringan ditandai :
- Tekanan darah sistol 140 atau kenaikan 30 mmHg dengan intrerval 6
jam pemeriksaan.
- Tekanan darah diastol 90 atau kenaikan 15 mmHg.
- BB naik lebih dari 1 Kg/minggu.
- Proteinuri 0, 3 gr atau lebih dengan tingkat kualitatif 1 – 2 pada setiap
urine kateter atau midstearh.
b. Preeklampsi berat ditandai :
- Tensi 160/110 mmHg atau lebih.
- Oliguri, urine, 400 cc/24 jam.
- Proteinuri > dari 3 gr/l.
- Keluhan subyektif : nyeri epigastrium, nyeri kepala, gangguan
penglihatan, gangguan kesadaran, oedema paru dan sianosis.

V. Predisposisi preeklampsi meningkat pada kehamilan :


- Penyakit Trophoblastic
Terjadi pada 70 % dari wanita dengan mola hidatidosa terutama pada usia
kehamilan 24 minggu.
- Multigravida

4
Walaupun kejadian preeklampsi lebih besar pada primigravida,
insidennya meningkat juga pada multipara kejadiannya hampir mendekati
30 %.
- Penyakit Hipertensi kronik.
- Penyakit Ginjal kronik.
- Hidramnion, gemmeli.
- Usia ibu lebih dari 35 tahun.
- Cenderung Genetik.
- Memiliki riwayat Preeklampsi.
- DM, insiden 50 %.
- Obesitas.

VI.Penanganannya.
a. Preeklampsi Ringan :
Jika kehamilan kurang 37 minggu dilakukan pemeriksaan 2 kali seminggu
secara rawat jalan :
 Pantau tensi, proteinuri, reflek patela, dan kondisi janin.
 Lebih banyak istirahat.
 Diet biasa.
 Tidak perlu obat-obatan.
b. Preeklampsi Berat :
Penangananya sama, kecuali persalinan harus berlangsung dalam 12 jam
setelah kejang.

VII. Pengkajian
a. Anamnese :
- Nama, umur, agama, pendidikan, pekerjaan, status perkwinan, berapa
kali nikah, dan berapa lama.
- Riwayat kehamilan sekarang : kehamilan yang ke berapa, sudah
pernah melakukan ANC, terjadi peningkatan tensi, oedema, pusing,
nyeri epigastrium, mual muntah, dan penglihatan kabur.
- Riwayat kesehatan ibu sebelumnya : penyakit jantung, ginjal, HT,
paru.
- Riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu : adakah hipertensi atau
preeklampsi.
- Riwayat kesehatan keluarga : adakah keluarga yang menderita
penyakit jantung, ginjal, HT, dan gemmeli.

5
- Pola pemenuhan nutrisi.
- Pola istirahat.
- Psiko-sosial- spiritual :emosi yang tidak stabil dapat menyebabkan
kecemasan.
b. Pemeriksaan fisik :
- Inspeksi : oedema, yang tidak hilang dalam kurun waktu 24 jam.
- Palpasi : untuk mengetahui TFU, letak janin, lokasi oedema dengan
menekan bagian tertentu dari tubuh.
- Auskultasi : mendengarkan DJJ untuk mengetahui adanya fetal
distress, kelainan jantung, dan paru pada ibu.
- Perkusi : untuk mengetahui reflek patela sebagai syarat pemberian Mg
SO4.
- Pemeriksaan penunjang :
 Tanda vital yang diukur 2 kali dengan interval 6 jam.
 Laboratorium : proteinuri dengan kateter atau midstream (biasanya
meningkat hingga 0, 3 gr/lt atau + 1 sampai + 2 pada skala
kualitatif), kadar hematokrit menurun, berat jenis urine meningkat,
serum kreatinin meningkat, uric acid > 7 mg/100 ml.
 USG : untuk medeteksi keadaan kehamilan, dan plasenta.
 NST : untuk menilai kesejahteraan janin.

VIII. Analisis Data


Setelah pengumpulan data langka berikutnya adalah menganalisis data dengan
mengelompokan data subyektif dan obyektif, etiologi, dan kemudian masalah
keperawatannya.

IX.Diagnosa keperawatan yang muncul :


Diagnosa PEB
 Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit sehubungan dengan retensi
air dan garam.
 Gangguan perfusi jaringan ginjal sehubungan dengan vasokntriksi,
spasme, dan oedema glomelurus.
 Resiko tinggi injury ibu sehubungan dengan penurunan fungsi organ
(vasospasme dan peningkatan tensi.
 Resiko tinggi janin sehubungan dengan perubahan perfusi pada plesenta.

6
Diagnosa PER
 Cemas sehubungan dengan Ketidaktahuan tentang penyakit dan
penanganannya.
 Resiko tinggi terjadinya PEB.

7
KETUBAN PECAH DINI

Ketuban Pecah Dini adalah pecahnya ketuban sebelum inpartu, yaitu bila
pembukaan pada premi < 3 cm dan pada multi para < 5 cm (Rustan M, 1998).
Biasanya terjadi + 7-12% dari kehamilan (Taber, Ben-zion 1994).
Apabila Ketuban pecah pada atau mendekati saat persalinan, persalinan
terjadi secara spontan dalam beberapa jam. Bila ketuban pecah dini dihubungkan
dengan kehamilan preterm. Ada resiko peningkatan morbiditas dan mortalitas
perinatal akibat imaturitas janin. Bila kelahiran tidak terjadi dalam 24 jam, juga
terjadi resiko peningkatan infeksi intrauterin (Taber, Ben-zion 1994). Disamping
itu ketuban pecah dini disertai kelainan letak akan mempersulit pertolongan
persalinan.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung karena
selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat berkurangnya jaringan ikat dan
vaskularisasi dan juga bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban
sangat lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.
Anjuran mengenai penatalaksanaan dari kehamilan dengan komplikasi
ketuban pecah prematur tergantung pada umur kehamilan janin, tanda infeksi
intra uterin dan populasi kx, pada umumnya KT dengan ketuban pecah dan usia
kehamilan > 36 minggu sebelum 24 jam dari pecahnya ketuban maka
memperkecil resiko infeksi intra uterin. Dan persalinan diinduksi dengan
oksitosin selama presentasi janin adalah bagian kepala. Induksi gagal dilakukan
sectio cesaria.

8
HAEMORRHAGE POST PARTUM (HPP)

A. Pengertian
Post partum / puerperium adalah masa di mana tubuh menyesuaikan, baik fisik
maupun psikososial terhadap proses melahirkan. Dimulai segera setelah bersalin
sampai tubuh menyesuaikan secara sempurna dan kembali mendekati keadaan
sebelum hamil (6 minggu). Masa post partum dibagi dalam tiga tahap : Immediate
post partum dalam 24 jam pertama, Early post partum period (minggu pertama) dan
Late post partum period (minggu kedua sampai minggu ke enam). Potensial bahaya
yang sering terjadi adalah pada immediate dan early post partum period sedangkan
perubahan secara bertahap kebanyakan terjadi pada late post partum period. Bahaya
yang paling sering terjadi itu adalah perdarahan paska persalinan atau HPP. Menurut
Willams & Wilkins (1988) perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang
terjadi pada masa post partum yang lebih dari 500 cc segera setelah bayi lahir. Tetapi
menentukan jumlah perdarahan pada saat persalinan sulit karena bercampurnya darah
dengan air ketuban serta rembesan dikain pada alas tidur. POGI, tahun 2000
mendefinisikan perdarahan paska persalinan adalah perdarahan yang terjadi pada
masa post partum yang menyebabkan perubahan tanda vital seperti klien mengeluh
lemah, limbung, berkeringat dingin, dalam pemeriksaan fisik hiperpnea, sistolik < 90
mmHg, nadi > 100 x/menit dan kadar HB < 8 gr %.

B. Klasifikasi perdarahan.
 Perdarahan paska persalinan dini/ early HPP/ primary HPP adalah
perdarahan berlebihan (600 ml atau lebih) dari saluran genitalia yang
terjadi dalam 12 - 24 jam pertama setelah melahirkan.
 Perdarahan paska persalinan lambat / late HPP/ secondary HPP adalah
perdarahan yang terjadi antara hari kedua sampai enam minggu paska
persalinan.

C. Etiologi
Penyebab perdarahan dibagi dua sesuai dengan jenis perdarahan yaitu :
1. Penyebab perdarahan paska persalinan dini :
a. Perlukaan jalan lahir : ruptur uteri, robekan serviks, vagina dan perineum, luka
episiotomi.
b. Perdarahan pada tempat menempelnya plasenta karena : atonia uteri, retensi
plasenta, inversio uteri.
c. Gangguan mekanisme pembekuan darah.

9
d. Penyebab perdarahan paska persalinan terlambat biasanya disebabkan oleh
sisa plasenta atau bekuan darah, infeksi akibat retensi produk pembuangan
dalam uterus sehingga terjadi sub involusi uterus.

D. Faktor predisposisi
Beberapa kondisi selama hamil dan bersalin dapat merupakan faktor predisposisi
terjadinya perdarahan paska persalinan, keadaan tersebut ditambah lagi dengan tidak
maksimalnya kondisi kesehatannya dan nutrisi ibu selama hamil. Oleh karena itu
faktor-faktor haruslah diketahui sejak awal dan diantisipasi pada waktu persalinan :
1. Trauma persalinan
Setiap tindakan yang akan dilakukan selama proses persalianan harus diikuti
dengan pemeriksaan jalan lahir agar diketahui adanya robekan pada jalan lahir
dan segera dilakukan penjahitan dengan benar.
2. Atonia Uterus
Pada kasus yang diduga berisiko tinggi terjadinya atonia uteri harus diantisipasi
dengan pemasangan infus. Demikian juga harus disiapkan obat uterotonika serta
pertolongan persalinan kala III dengan baik dan benar.
3. Jumlah darah sedikit
Keadaan ini perlu dipertimbangkan pada kasus keadaan itu jelek, hipertensi saat
hamil, pre eklampsia dan eklamsi.
4. Kelainan pembekuan darah
Meskipun jarang tetapi bila terjadi sering berakibat fatal, sehingga perlu
diantisipasi dengan hati-hati dan seksama.

E. Patofisiologi
Pada dasarnya perdarahan terjadi karena pembuluh darah didalam uterus masih
terbuka. Pelepasan plasenta memutuskan pembuluh darah dalam stratum
spongiosum sehingga sinus-sinus maternalis ditempat insersinya plasenta terbuka.
Pada waktu uterus berkontraksi, pembuluh darah yang terbuka tersebut akan
menutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah sehingga
perdarahan akan terhenti. Adanya gangguan retraksi dan kontraksi otot uterus,
akan menghambat penutupan pembuluh darah dan menyebabkan perdarahan yang
banyak. Keadaan demikian menjadi faktor utama penyebab perdarahan paska
persalinan. Perlukaan yang luas akan menambah perdarahan seperti robekan
servix, vagina dan perinium.

10
F. Gambaran klinik
Untuk memperkirakan kemungkinan penyebab perdarahan paska persalinan
sehingga pengelolaannya tepat, perlu dibenahi gejala dan tanda sebagai berikut :
Gejala dan tanda Penyulit Diagnosa penyebab
 Uterus tidak  Syok  Atonia uteri
berkontraksi dan  Bekuan darah pada
lembek serviks atau pada
 Perdarahan segera posisi terlentang
setelah bayi lahir akan menghambat
aliran darah keluar
 Darah segar mengalir  Pucat  Robekan
segera setelah anak  Lemah jalan lahir
lahir  Mengigil
 Uterus berkontraksi
dan keras
 Plasenta lengkap
 Plasenta belum lahir  Tali pusat putus  Retensio
setelah 30 menit  Inversio uteri plasenta
 Perdarahan segera,  Perdarahan lanjutan
uterus berkontraksi
dan keras
 Plasenta atau sebagian  Uterus berkontraksi  Tertinggalnya
selaput tidak lengkap tetapi tinggi fundus sebagian
 Perdarahan segera uteri tidak plasenta
berkurang
 Uterus tidak teraba  Neurogenik syok,  Inversio uteri
 Lumen vagina terisi pucat dan limbung
massa
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan umum
a. Ketahui secara pasti kondisi ibu bersalin sejak awal
b. Pimpin persalinan dengan mengacu pada persalinan bersih dan aman
c. Selalu siapkan keperluan tindakan gawat darurat
d. Segera lakukan penilaian klinik dan upaya pertolongan apabila dihadapkan
dengan masalah dan komplikasi
e. Atasi syok jika terjadi syok

11
f. Pastikan kontraksi berlangsung baik (keluarkan bekuan darah, lakukan pijatan
uterus, beri uterotonika 10 IV dilanjutkan infus 20 ml dalam 500 cc NS/RL
dengan tetesan 40 tetes/menit).
g. Pastikan plasenta telah lahir lengkap dan eksplorasi kemungkinan robekan
jalan lahir
h. Bila perdarahan tidak berlangsung, lakukan uji bekuan darah.
i. Pasang kateter tetap dan pantau cairan keluar masuk
j. Lakukan observasi ketat pada 2 jam pertama paska persalinan dan lanjutkan
pemantauan terjadwal hingga 4 jam berikutnya.
2. Penatalaksanaan khusus
a. Atonia uteri
 Kenali dan tegakan kerja atonia uteri
 Sambil melakukan pemasangan infus dan pemberian
uterotonika, lakukan pengurutan uterus
 Pastikan plasenta lahir lengkap dan tidak ada laserasi
jalan lahir
 Lakukan tindakan spesifik yang diperlukan :
 Kompresi bimanual eksternal yaitu menekan uterus
melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua
belah telapak tangan yang melingkupi uteus. Bila perdarahan
berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat
kembali berkontraksi atau dibawa ke fasilitas kesehata rujukan.
 Kompresi bimanual internal yaitu uterus ditekan di
antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam
vagina untuk menjempit pembuluh darah didalam miometrium.
 Kompresi aorta abdominalis yaitu raba arteri femoralis
dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut genggam
tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus
dengan sumbu badan, hingga mencapai kolumna vertebralis,
penekanan yang tepat akan menghetikan atau mengurangi, denyut
arteri femoralis.
b. Retensio plasenta dengan separasi parsial
 Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan
tindakan yang akan diambil.
 Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk mengejan, bila
ekspulsi tidak terjadi cobakan traksi terkontrol tali pusat.
 Pasang infus oksitosin 20 unit/500 cc NS atau RL dengan tetesan

12
40/menit, bila perlu kombinasikan dengan misoprostol 400mg per
rektal.
 Bila traksi terkontrol gagal melahirkan plasenta, lakukan manual
plasenta secara hati-hati dan halus.
 Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.
 Lakukan transfusi darah bila diperlukan.
 Berikan antibiotik profilaksis (ampicilin 2 gr IV/oral +
metronidazole 1 g supp/oral)
c. Plasenta inkaserata
 Tentukan diagnosis kerja
 Siapkan peralatan dan bahan untuk menghilangkan kontriksi
serviks yang kuat, tetapi siapkan infus fluothane atau eter untuk
menghilangkan kontriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infus
oksitosin 20 Untuk500 NS atau RL untuk mengantisipasi
gangguan kontraksi uterus yang mungkin timbul.
 Bila bahan anestesi tidak tersedia, lakukan manuver sekrup untuk
melahirkan plasenta.
 Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta
tampak jelas.
 Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan
spekulum
 Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta
tampak jelas.
 Tarik tali pusat ke lateral sehingga menampakkan plasenta disisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin, minta asisten
untuk memegang klem tersebut.
 Lakukan hal yang sama pada plasenta kontra lateral
 Satukan kedua klem tersebut, kemudian sambil diputar searah
jarum jam tarik plasenta keluar perlahan-lahan.
d. Ruptur uteri
 Berikan segera cairan isotonik (RL/NS) 500 cc dalam 15-20 menit
dan siapkan laparatomi
 Lakukan laparatomi untuk melahirkan anak dan plasenta, fasilitas
pelayanan kesehatan dasar harus merujuk pasien ke rumah sakit
rujukan
 Bila konservasi uterus masih diperlukan dan kondisi jaringan
memungkinkan, lakukan operasi uterus

13
 Bila luka mengalami nekrosis yang luas dan kondisi pasien
mengkwatirkan lakukan histerektomi
 Lakukan bilasan peritonial dan pasang drain dari cavum abdomen
 Antibiotik dan serum anti tetanus, bila ada tanda-tanda infeksi
e. Sisa plasenta
 Penemuan secara dini, dengan memeriksa kelengkapan plasenta
setelah dilahirkan
 Berika antibiotika karena kemungkinan ada endometriosis
 Lakukan eksplorasi digital/bila serviks terbuka dan mengeluarkan
bekuan darah atau jaringan, bila serviks hanya dapat dilalui oleh
instrument, lakukan evakuasi sisa plasenta dengan dilatasi dan
kuret.
 Hb 8 gr% berikan transfusi atau berikan sulfat ferosus 600mg/hari
selama 10 hari.
f. Ruptur peritonium dan robekan dinding vagina
 Lakukan eksplorasi untuk mengidentifikasi lokasi laserasi dan
sumber perdarahan
 Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
 Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
 Lakukan penjahitan luka dari bagian yang paling distal
 Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis
demi lapis dengan bantuan busi pada rektum, sebagai berikut :
 Setelah prosedur aseptik- antiseptik, pasang busi rektum hingga
ujung robekan
 Mulai penjahitan dari ujung robekan dengan jahitan dan simpul
sub mukosa, menggunakan benang polyglikolik No 2/0
(deton/vierge) hingga ke sfinter ani, jepit kedua sfinter ani dengan
klem dan jahit dengan benang no 2/0.
 Lanjutkan penjahitan ke lapisan otot perineum dan sub mukosa
dengan benang yang sama (atau kromik 2/0) secara jelujur.
 Mukosa vagina dan kulit perineum dijahit secara sub mukosa dan
sub kutikuler
 Berikan antibiotik profilaksis. Jika luka kotor berikan antibiotika
untuk terapi.
g. Robekan serviks
 Sering terjadi pada sisi lateral, karena serviks yang terjulur akan

14
mengalami robekan pada posisi spina ishiadika tertekan oleh
kepala bayi.
 Bila kontraksi uterus baik, plasenta lahir lengkap, tetapi terjadi
perdarahan banyak maka segera lihat bagian lateral bawah kiri dan
kanan porsio
 Jepitan klem ovum pada kedua sisi porsio yang robek sehingga
perdarahan dapat segera di hentikan, jika setelah eksploitasi
lanjutkan tidak dijumpai robekan lain, lakukan penjahitan, jahitan
dimulai dari ujung atas robekan kemudian kearah luar sehingga
semua robekan dapat dijahit
 Setelah tindakan periksa tanda vital, kontraksi uterus, tinggi fundus
uteri dan perdarahan paska tindakan
 Berikan antibiotika profilaksis, kecuali bila jelas ditemui tanda-
tanda infeksi
 Bila terjadi defisit cairan lakukan restorasi dan bila kadar Hb di
bawah 8 gr% berikan transfusi darah.

H. Pengkajian
1. Identitas : Sering terjadi pada ibu usia di bawah 20 tahun dan di atas 35 tahun
2. Keluhan utama : Perdarahan dari jalan lahir, badan lemah, limbung, keluar
keringat dingin, kesulitan nafas, pusing, pandangan berkunang-kunang.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat hipertensi dalam kehamilan,
preeklamsi / eklamsia, bayi besar, gamelli, hidroamnion, grandmulti gravida,
primimuda, anemia, perdarahan saat hamil. Persalinan dengan tindakan, robekan
jalan lahir, partus precipitatus, partus lama/kasep, chorioamnionitis, induksi
persalinan, manipulasi kala II dan III.
4. Riwayat kesehatan : Kelainan darah dan hipertensi
5. Pengkajian fisik :
 Tanda vital :
Tekanan darah : Normal/turun (kurang dari 90-100 mmHg)
Nadi : Normal/meningkat (100-120 x/menit)
Pernafasan : Normal/ meningkat (28-34x/menit)
Suhu : Normal/ meningkat
Kesadaran : Normal / turun
 Fundus uteri/abdomen : lembek/keras, subinvolusi
 Kulit : Dingin, berkeringat, kering, hangat, pucat, capilary refil
memanjang

15
 Pervaginam : Keluar darah, robekan, lochea (jumlah dan jenis)
 Kandung kemih : distensi, produksi urin menurun/berkurang.
I. Diagnosa Keperawatan
1. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan perdarahan pervaginam
2. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan perdarahan pervaginam
3. Cemas/ketakutan sehubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman kematian
4. Potensial infeksi sehubungan dengan perdarahan
5. Potensial shock hipovolemik sehubungan dengan perdarahan.

J. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Kekurangan volume cairan sehubungan dengan perdarahan pervaginam
Goal : Mencegah disfungsional bleeding dan memperbaiki volume cairan
Rencana tindakan :
1. Tidurkan pasien dengan posisi kaki lebih tinggi sedangkan badannya tetap
terlentang
R/ Dengan kaki lebih tinggi akan meningkatkan venous return dan
memungkinkan darah keotak dan organ lain.
2. Monitor tanda vital
R/ Perubahan tanda vital terjadi bila perdarahan semakin hebat
3. Monitor intake dan output setiap 5-10 menit
R/ Perubahan output merupakan tanda adanya gangguan fungsi ginjal
4. Evaluasi kandung kencing
R/ Kandung kencing yang penuh menghalangi kontraksi uterus
5. Lakukan masage uterus dengan satu tangan serta tangan lainnya diletakan di
atas simpisis.
R/ Massage uterus merangsang kontraksi uterus dan membantu pelepasan
placenta, satu tangan di atas simpisis mencegah terjadinya inversio uteri
6. Batasi pemeriksaan vagina dan rektum
R/ Trauma yang terjadi pada daerah vagina serta rektum meningkatkan
terjadinya perdarahan yang lebih hebat, bila terjadi laserasi pada serviks /
perineum atau terdapat hematom
Bila tekanan darah semakin turun, denyut nadi makin lemah, kecil dan
cepat, pasien merasa mengantuk, perdarahan semakin hebat, segera
kolaborasi.
7. Berikan infus atau cairan intravena
R/ Cairan intravena mencegah terjadinya shock
8. Berikan uterotonika (bila perdarahan karena atonia uteri)

16
R/ Uterotonika merangsang kontraksi uterus dan mengontrol perdarahan
9. Berikan antibiotik
R/ Antibiotik mencegah infeksi yang mungkin terjadi karena perdarahan pada
subinvolusio
10. Berikan transfusi whole blood (bila perlu)
R/ Whole blood membantu menormalkan volume cairan tubuh.

2. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan perdarahan pervaginam


Goal : Tanda vital dan gas darah dalam batas normal
Rencana keperawatan :
1. Monitor tanda vital tiap 5-10 menit
R/ Perubahan perfusi jaringan menimbulkan perubahan pada tanda vital
2. Catat perubahan warna kuku, mukosa bibir, gusi dan lidah, suhu kulit
R/ Dengan vasokontriksi dan hubungan keorgan vital, sirkulasi di jaingan
perifer berkurang sehingga menimbulkan cyanosis dan suhu kulit yang dingin
3. Kaji ada / tidak adanya produksi ASI
R/ Perfusi yang jelek menghambat produksi prolaktin di mana diperlukan
dalam produksi ASI
4. Tindakan kolaborasi :
 Monitor kadar gas darah dan PH (perubahan kadar gas darah
dan PH merupakan tanda hipoksia jaringan)
 Berikan terapi oksigen (Oksigen diperlukan untuk
memaksimalkan transportasi sirkulasi jaringan).

3. Cemas/ketakutan berhubungan dengan perubahan keadaan atau ancaman


kematian
Goal : Klien dapat mengungkapkan secara verbal rasa cemasnya dan mengatakan
perasaan cemas berkurang atau hilang.
Rencana tindakan :
1. Kaji respon psikologis klien terhadap perdarahan paska persalinan
R/ Persepsi klien mempengaruhi intensitas cemasnya
2. Kaji respon fisiologis klien (tachycardia, takipnea, gemetar)
R/ Perubahan tanda vital menimbulkan perubahan pada respon fisiologis
3. Perlakukan pasien secara kalem, empati, serta sikap mendukung
R/ Memberikan dukungan emosi
4. Berikan informasi tentang perawatan dan pengobatan

17
R/ Informasi yang akurat dapat mengurangi cemas dan takut yang tidak
diketahui
5. Bantu klien mengidentifikasi rasa cemasnya
R/ Ungkapan perasaan dapat mengurangi cemas
6. Kaji mekanisme koping yang digunakan klien
R/ Cemas yang berkepanjangan dapat dicegah dengan mekanisme koping yang
tepat.

4. Potensial infeksi sehubungan dengan perdarahan


Goal : Tidak terjadi infeksi (lokea tidak berbau dan TV dalam batas normal)
Rencana tindakan :
1. Catat perubahan tanda vital
R/ Perubahan tanda vital (suhu) merupakan indikasi terjadinya infeksi
2. Catat adanya tanda lemas, kedinginan, anoreksia, kontraksi uterus yang
lembek, dan nyeri panggul
R/ Tanda-tanda tersebut merupakan indikasi terjadinya bakterimia, shock yang
tidak terdeteksi
3. Monitor involusi uterus dan pengeluaran lochea
R/ Infeksi uterus menghambat involusi dan terjadi pengeluaran lokea yang
berkepanjangan
4. Perhatikan kemungkinan infeksi di tempat lain, misalnya infeksi saluran nafas,
mastitis dan saluran kencing
R/ Infeksi di tempat lain memperburuk keadaan
5. Tindakan kolaborasi
 Berikan zat besi (Anemi memperberat keadaan)
 Beri antibiotika (Pemberian antibiotika yang tepat
diperlukan untuk keadaan infeksi).

K. Intervensi Keperawatan
1. Resiko tinggi terjadinya trauma ibu sehubungan dengan penurunan perfusi organ
atau jaringan
Tujuan : Tidak terjadi trauma pada ibu

Intervensi :
Kaji tanda-tanda perubahan fungsi otak
R : Oedema selebral dan vasokontriksi dapat dievaluasi dari tanda subyektif, tingkah
laku dan gangguan retina

18
Kaji tingkat kesadaran klien
R : Penurunan kesadaran sebagai indikasi penurunan sirkulasi otak

Kaji adanya tanda eklamsi (hiperaktif, reflek patella dalam, penurunan nadi dan
respirasi, nyeri epigastrium dan oliguri)
R : Oedema keseluruhan dan vasokontriksi merupakan manivestasi dan perubahan
pada SSP /otak, ginjal, jantung dan paru-paru yang mendahului status kejang

Pertahankan perhatian terhadap timbulnya kejang


R : Mempersiapkan pertolongan jika timbul gangguan/masalah pada klien etrutama
keselamatan/keamanan

Tutup kamar/ruangan, Batasi pengunjunh/perawat tingkatkan waktu istirahat


R : mengurangi rangsangan lingkungan yang dapat menstimulasi otak dan dapat
menimbulkan kejang

Lakukan palpasi rahim untuk mengetahui danya ketegangan, cek perdarahan


pervaginam dan catat adanya riwayat medis
R : Mengetahui adanya solusio plasenta terlebih jika dikaitkan dengan adanya riwayat
hipertensi, DM, penyakit ginjal, jantung yang disebabkan oleh hipertensi

Monitor tanda-tanda adanya persalinan atau adanya kontraksi uterus


R : Kejang dapat meningkatkan kepekaan uterus yang akan memungkinkan terjadinya
persalinan

Lakukan pemeriksaan funduskopi


R : Untuk mengetahuia danya perdarahan yang dapat dilihat dari retina.

2. Gangguan Perfusi pada jaringan ginjal sehubungan dengan vasokontriksi, spasme,


edema glomerulus.
Tujuan :
Perfusi jaringan ginjal lancar

Intervensi :
Lakukan tes albuminuria pada setiap kunjungan atau setiap hari bila klien masuk
rumah sakit, perhatikan jika kadar albumin urine 2+ atau lebih

19
R : Nilai proteinuria ++ atau lebih sebagai indikasi adanya oedema glomerulus, atau
spasme yang dapat meningkatkan permeabilitas glomerulus

20
Anjurkan klien bedrest dengan posisi miring
R : Bedrest dapat meningkatkan cardiac output dan urine output, dan menurunkan
aktivitas kelenjar adrenal

Observasi intake dan output serta BJ Urine


R : Oliguri sebagai indikasi adanya hipovolemia sedang dan ginjal terganggu

Cek kadar kreatinin, asam urat dan BUN


R : Peningkatan kadar tersebut sebagai indikasi penurunan kondisi klien

3. Resiko tinggi terjadi trauma pada janin sehubungan dengan perubahan perfusi
plasenta
Tujuan : Tidak terjadi distress pada janin

Intevensi
Jelaskan tanda-tanda solusio plasenta (nyeri perut, perdarahan, rahim tegang, aktivitas
janin turun)
R : Klien tahu tanda dan gejala pre eklampsia dan tahu akibat hipoksia bagi janin

Health edukasi tentang perlunya monitoring janin


R : Adanya penurunan aktiitas sebagai indikasi adanya gangguan pada janin

Kaji pertumbuhan janin setiap periksa


R : Reaksi terapi dapat menurunkan pernafasan janin dan fungsi jantung serta
aktivitas janin

Monitor Denyut Jantung Janin sesuai dengan indikasi


R : Peningkatan Denyut jantung janin sebagai indikasi terjadinya hipoksia premature,
solusio plsenta

Kolaborasi melakukan USG


R : Penurunan fungsi plasenta dari ukuran janin dihubungkan dengan hipertensi dan
kondisi janin merupkan faktor terjadinya premature

Kolaborasi untuk pemberian kortikosteroid


R : Kortilosteroid merangsang kematangan surfactaan paru janin sehingga bila lahir
premature bayi lebih siap.

21
4. Gangguan Keseimbangan Cairan dan Elektrolit sehubungan dengan retensi air dan
garam
Tujuan : Keseimbangan cairan terjaga

Intervensi :
Timbang BB secara rutin
R : Peningkatan BB > 1 kb/minggu sebagai indikasi adanya retensi cairan abnormal
pada klien

Monitor adanya oedema


R : Edema sebagai tanda gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

Catat intake protein dan kalori


R : Nutrisi yang adekuat dapat menurunkan insiden hipovolemik, hipoperfusi pada
bayi pada masa prenatal

Catat kadar Hb dan Hematokrit


R : Identifikasi adanya hemokonsentrasi. HCT 3 X Hb merupakan indikasi adanya
hemokonsentrasi.

Monitor : Output urine, bunyi paru, tanda vital


R : Indikator kerja ginjal, indikator adanya oedema paru, adanya peningkatan TD

L. Evaluasi
Semua tindakan yang dilakukan diharapkan memberikan hasil :
 Tanda vital dalam batas normal :
a. Tekanan darah : 110/70-120/80 mmHg
b. Denyut nadi : 70-80 x/menit
c. Pernafasan : 20 – 24 x/menit
d. Suhu : 36 – 37 oc
 Kadar Hb : Lebih atau sama dengan 10 g/dl
 Gas darah dalam batas normal
 Klien dan keluarganya mengekspresikan bahwa dia mengerti tentang
komplikasi dan pengobatan yang dilakukan
 Klien dan keluarganya menunjukkan kemampuannya dalam
mengungkapkan perasaan psikologis dan emosinya
 Klien dapat melakukan aktivitasnya sehari-hari

22
 Klien tidak merasa nyeri
 Klien dapat mengungkapkan secara verbal perasaan cemasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Hasil seminar kegawatan bumil dan neonatus dengan preeklampsi dan eklampsi,
2001. RSUD Dr Soetomo. Surabaya.

JNPKKR - POGI, 2000. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta.


Yayasan Bina Pustaka.

Manuaba, Ida Bagus Gede, 1998. Ilmu Kebidanan Penyakit kandungan dan KB.
Jakarta : EGC.

Myles MF, Text Book For Midwive, Churchillivine Stone, London, 1998.

Prawirohardjo, Sarwono, 1997. Ilmu Kebidanan. Jakarta YBP. SP.

Rustam Mocthar, 1992. Sinopsis Obstetri. Jakarta. EGC.

Taber, Ben-zion, 1994. Kapita Selekta : Kedaruratan Obstetri Dan Ginekologi.


Alih Bahasa : dr Teddy Supriyadi – dr Johanes Gunawan. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta.

Yasmin Asih, 1995. Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas EGC, Jakarta.

23

Anda mungkin juga menyukai