Anda di halaman 1dari 26

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang paling banyak
terjadi. Menurut National Ambulatory Medical Care Survey dan National Hospital
Ambulatory Medical Care Survey tahun 1997, di Amerika Serikat infeksi saluran kemih
sedikitnya terjadi pada 7 juta kunjungan pasien ke rumah sakit dan 1 juta kunjungan pasien
di instalasi gawat darurat, serta 100.000 pasien yang dirawat inap di rumah sakit. Infeksi
saluran kemih merupakan salah satu jenis infeksi nosokomial yang angka kejadiannya
paling tinggi di Indonesia yaitu sekitar 39%-60% menurut hasil penelitian yang
dilakukan di dua kota besar di Indonesia. Data dari survey yang dilakukan oleh kelompok
peneliti AMRIN (Anti Microbal Resistance In Indonesia ), di RSUP Dr. Kariadi Semarang
tahun 2002, angka kejadian ISK merupakan yang paling tinggi yaitu 11%. Infeksi saluran
kemih bisa terjadi pada semua usia. Wanita lebih rentan terkena ISK daripada pria. Separuh
dari semua wanita dapat mengalami 1 kali infeksi saluran kemih selama hidupnya. Uretra
wanita yang pendek mengakibatkan kandung kemih mudah dicapai oleh kuman-kuman
dari dubur. Bila ISK tidak segera diatasi dengan tepat, bisa semakin parah dan terjadi
kerusakan ginjal yang tidak pulih. (1)
Pengobatan infeksi saluran kemih sebagian besar lebih dititikberatkan pada
penggunaan antibiotik. Antibiotik yang dipakai untuk ISK pada azasnya harus
memenuhi beberapa syarat selain aktif terhadap bakteri penyebab, yaitu harus mempunyai
kadar dalam kemih yang tinggi dan kadar dalam darah yang rendah, serta tidak boleh
mengganggu resistensi kolonisasi dari usus besar.(1)

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Definisi
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan salah satu penyakit infeksi yang sering
ditemukan di praktik umum, walaupun bermacam-macam antibiotika sudah tersedia luas
di pasaran. Data penelitian epidemiologi klinik melaporkan hampir 25-35% semua
perempuan dewasa pernah mengalami ISK selama hidupnya. Infeksi saluran kemih (ISK)
tipe sederhana (uncomplicated type) jarang dilaporkan menyebabkan insufisiensi ginjal
kronik (IGK) walaupun sering mengalami ISK berulang. Sebaliknya ISK berkornplikasi
(complicated type) terutama terkait refluks vesikoureter sejak lahir sering menyebabkan
insufisiensi ginjal kronik (IGK) yang berakhir dengan gagal ginjal terminal (GGT).
Penggunaan prosedur pencitraan ginjal seperti ultrasonografi (USG) yang tersebar luas
di masyarakat termasuk praktik dokter' umum harus berdasarkan indikasi medis yang
kuat dan benar.(2)
2. Klasifikasi ISK
Infeksi Saluran Kemih (ISK)
ISK adalah istilah umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme
(MO) dalam urin.Bakteriuria bermakna (significant bacteriuria): Bakteriuria bermakna

menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme (MO) mumi lebih dari 105 colony forming
units (cfu/ml) pada biakan urin. Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai
presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria asimtomatik (covert bacteriuria).
Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis ISK dinamakan
bakteriuria bermakna simtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan
presentasi klinis ISK tanpa bakteriuria bermakna. Banyak faktor yang menyebabkan
negatif palsu pada pasien dengan presentasi klinis ISK. (2)

a. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah


Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender:
1. Perempuan
Sistitis. Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai
bakteriuria bermakna Sindrom uretra akut (SUA). Sindrom uretra akut
adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan mikroorganisme (steril),

2
sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini SUA disebabkan
MO anaerobik.
2. Laki-Iaki
Presentasi klinis ISK bawah pada laki-laki mungkin sistitis, prostatitis,
epidimidis dan uretritis. (2)
b. . Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas

1. Pielonefritis akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim


ginjal yang disebabkan infeksi bakteri
2. Pielonefritis kronis (PNK). Pielonefritis kronis mungkin akibat lanjut dari
infeksi bakteri berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi
saluran kemih dan refluks vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik
sering diikuti pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal yang ditandai
pielonefritis kronik yang spesifik. Bakteriuria asimtomatik kronik pada orang
dewasa tanpa faktor predisposisi tidak pernah menyebabkan pembentukan
jaringan ikat parenkim ginjal. Data epidemiologi klinik tidak pernah melaporkan
hubungan antara bakteriuria asimptomatik dengan pielonefritis kronik. (2)
3. Epidemiologi
Infeksi saluran kemih (ISK) tergantung banyak faktor; seperti usia, gender,
prevalensi bakteriuria, dan faktor predisposisi yang menyebabkan perubahan struktur
saluran kemih terrnasuk ginjal. Selama periode usia beberapa bulan dan lebib dari 65
tahun perempuan cenderung menderita lSK dibandingkan laki-laki. ISK berulang pada
laki-laki jarang dilaporkan, kecuali disertai faktor predisposisi (pencetus).
Prevalensi bakteriuri asimtomatik lebih sering ditemukan pada perempuan. Prevalensi
selama periode sekolah (school girls) 1% meningkat menjadi 5% selama periode aktif
secara seksual. Prevalensi infeksi asimtomatik meningkat mencapai 30%, baik laki-laki
maupun perempuan bila disertai faktor predisposisi seperti terlihat dibawah ini(2) :
• Litiasis
• Obstruksi saluran kemih
• Penyakit ginjal palikistik
• Nekrosis papilar
• Diabetes mellitus pasca transplantasi ginjal
• Nefropati analgesik

3
• Penyakit Sikle·cell
• Senggama
• Kehamilan dan peserta KB dengan tablet progesteron
• Kateterisasi
4. Mikroorganisme Saluran Kemih
Pada umumnya ISK disebabkan mikroorganisme (MO) tunggal: Escherichia coli
merupakan MO yang paling sering diisolasi dari pasien dengan infeksi simtomatik
maupun asimtomatik Mikroorganisme lainnya yang sering ditemukan seperti Proteus spp
(33% ISK anak laki-laki berusia 5 tahun), Klebsiella spp, dan Stafilokokus dengan
koagulase negati Infeksi yang disebabkan Pseudomonas spp dan MO lainnya seperti
Stafilokokus jarang dijumpai, kecuali pasca kateterisasi. (2)
5. Patogenesis dan Patofisiologi ISK
a. Patogenesis Urinary Pathogens
Patogenesis bakteriuri asimtomatik menjadi bakteriuri simtomatik dengan
presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas bakteri dan status pasien sendiri
(host).
1. Peranan Patogenisitas Bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk
Escherichia coli diduga terkait dengan etiologi ISK. Penelitian melaporkan
lebih dari 170 serotipe o (antigen) E.coli yang patogen. Patogenisitas E. Coli
terkait dengan bagian permukaan sel polisakarida dari lipopolisakarin (LPS).
Hanya I0 serotipe dari 170 serotipe E.coli yang berhasil diisolasi rutin dari pasien
ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai patogenisitas khusus. Penelitian
intensif berhasil menentukan faktor virulensi E.coli dikenal sebagai virulence
tergantung dari organ pili atau fimbriae maupun non-fimbriae. Pada saat ini
dikenal beberapa adhesion sepertifimbriae (tipe L, P dan S). non fembrial
adhesions (DR haemaglutinin atau DFA component of DR blood group),
fimbrial adhesions (AFA-l dan AFA-III), M-adhesions, G-adhesions
dan curli adhesions
2. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan toksin. Dikenal beberapa
toksin seperti rx-haemolisin, cytotoxic necrotizing factor-Y (CNF-l), dan
iron uptake system (aeroboctin dan enterobactin). Hampir 95% n-hemolisin
terikat pada kromosom dan berhubungan dengan pathogenicity islands

4
(PAIS) dan hanya 590 terikat pada gen plasmio. Resistensi uropatogenik E. coli
terhadap serum manusia dengan perantara (mediator) beberapa faktor terutama
aktivasi sistem komplemen termasuk membrane attack complex (MAC).
Mekanisme pertahanan tubuh berhubungan dengan pembentukan kolisin (Col
V), Bakteri patogen dari urin (urinary pathogens) dapat menyebabkan presentasi
klinis ISK tergantung juga dari faktor lainnya seperti perlengketan mukosa
oleh bakteri, faktor virulensi, dan variasi fase faktor virulensi. Peranan
Bakterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae
(proteinaceous hair-like projection from the bacterial surface) merupakan salah
satu pelengkap patogenesitas yang mempunyai kemampuan untuk melekat
pada permukaan mukosa saluran kemih. Pada umumnya P fimbriae akan
terikat pada P blood group antigen yang terdapat pada sel epitel saluran
kemih atas dan bawah. Fimbriae dari strain E. coli ini dapat diisolasi hanya
dari urin segar. Peranan faktor virulensi lainnya. Kemampuan untuk melekat
(adhesion) mikroorganisme (MO) dan outer membrane protein (OHPA).
Menurut beberapa peneliti uropatogenik MO ditandai dengan ekspresi
faktor virulensi ganda. Beberapa sifat uropatogen MO; seperti resistensi
serum, sekuestrasi besi, pembentukan hidroksat dan antigen K yang
muncul mendahului manifestasi klinis ISK. Gen virulensi dikendalikan
faktor luar seperti suhu, ion besi, osmolaritas, pH, dan tekanan oksigen.
Laporan penelitian Johnson mengungkapkan virulensi E.coli sebagai
penyebab ISK terdiri atasfimbriae type 1 (58%), P-fimbriae (24%), aero
bactin (38%), haemolysin (20%), antigen K (22%), resistensi serum (25%), dan
antigen 0 (28%). Faktor virulensi variasi fase. Virulensi bakteri ditandai
dengan kemampuan untuk mengalami perubahan bergantung pada dari
respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukkan peranan
beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi saluran
kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalarn kandung
kemih dan ginjal.
3. Peranan Faktor Tuan Rumah (host) : Faktor Predisposisi Pencetus ISK.
Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotesis peranan status saluran kemih
merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri dan status
saluran kemih pasien mempunyai penman penting untuk kolonisasi bakteri
5
pada saluran kemih. Kolonisasi bakteria sering mengalarni kambuh
(eksaserbasi) bila sudah terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi
saluran kemih termasuk pelvis ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat
menyebabkan gangguan proses klirens normal dan sangat peka terhadap infeksi,
Zat makanan dari bakteri akan meningkat dari normal, diikuti refluks MO dari
kandung kemih ke ginjal. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik
ureter. Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila
mendapat terapi antibiotika, Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal
sangat berat bila refluks vesikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa
muda tidak jarang dijumpai di klinik gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering,
artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi. Status imunologi pasien (host).
Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan darah dan status sekretor
mempunyai kontribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi ISK juga
meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap
tipe fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis. Kepekaan
terhadap ISK rekuren dari kelompok pasien dengan saluran kemih normal (ISK
tipe sederhana) lebih besar pada kelompok antigen darah non-sekretorik
dibandingkan kelompok sekretorik. Penelitan lain melaporkan sekresi IgA urin
meningkat dan diduga mempunyai peranan penting untuk kepekaan terhadap
ISK rekuren. (2)
6. Patofisiologi
Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril
karena dipertahankan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat
kolonisasi rnikroorganisrne nonpathogenic fastidious Gram-positive dan gram negatif.
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme asending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat
mencapai ginjal. Proses ini dipermudah refluks vesikoureter. Proses invasi
mikroorganisme hematogen sangat jarang ditemukan di klinik, mungkin akibat lanjut
dari bakteriemia. Ginjal diduga merupakan lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi
atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus. Kelainan ginjal yang terkait
dengan endokarditis (Stafilokokus aureus) dikenal Nephritis Lohlein. Beberapa peneliti
melaporkan pielonefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi hematogen dari infeksi
sisternik gram negatif. (2)
6
7. Presentasi klinis ISK
Setiap pasien dengan ISK pada laki dan ISK rekuren pada perempuan hams
dilakukan investigasi faktor predisposisi atau pencetus . Presentasi klinis ISK atas
dan bawah pacta pasien dewasa . Pielonefritis akut (PNA). Presentasi klinis PNA
seperti panas tinggi (39.5-40.5°C), disertai menggigil dan sakit pinggang. Presentasi
klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah (sistitis). ISK bawah (sistitis).
Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakisuria, nokturia, disuria, dan
stranguria Sindrom uretra akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan
sistitis. SUA sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 tahun. Presentasi
klinis SUA sangat miskin (hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin

<105; sering disebut sistitis abakterialis, Sindrom uretra akut (SUA) dibagi 3
kelompok pasien, yaitu:
a). Kelompok pertama pasien dengan piuria, biakan urin dapat diisolasi

E.coli dengan cfu/ml urin 103-105. Sumber infeksi berasal dari kelenjar peri-uretral
at au uretra sendiri. Kelompok pasien ini memberikan respon baik terhadap
antibiotik standar seperti sederhana (uncomplicated) dan ripeberkomplikasi (complicated).
1. ISK sederhana (uncomplicated). ISK akut tipe sederhana (sistitis) yaitu non-
obstruksi dan bukan perempuan hamil merupakan penyakit ringan (self
limited disease) dan tidak menyebabkan akibat lanjut jangka lama.
2. ISK tipe berkomplikasi (complicated). ISK selama kehamilan. ISK selama
kehamilan dari umur kehamilan; seperti terlihat Tabel7. ISK pada diabetes
melitus. Penelitian epidemiologi klinik melaporkan bakteriuria dan ISK
lebih sering diternukan pada DM dibandingkan perempuan tanpa DM.
b). Kelompok kedua pasien lekosituri 10-50/ lapang pandang tinggi dan kultur
urin steril. Kultur (biakan) khusus ditemukan Chlamydia trachomatis atau bakteri
anaerobik.
c). Kelompok ketiga pasien tanpa piuri danbiakan urin steril, ISK rekuren.
Infeksi saluran kemih (ISK) rekuren terdiri 2 kelompok, yaitu: a). Re-infeksi (re-
infectons). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu dengan
mikroorganisme (MO) yang berlainan. b). Relapsing infection. Setiap kali
infeksi disebabkan mikroorganisme yang sama, disebabkan sumber infeksi tidak
mendapat terapi. yang adekuat. (2)

7
8. Komplikasi ISK
Komplikasi ISK tergantung dari. tipe yaitu ISK tipe Basiluria asimtornatik
(BAS) merupakan risiko untuk pielonefritis diikuti penurunan laju filtrasi glomerulus
(LFG). Komplikasi emphysematous cystitis, pielonefritis yang terkait spesies kandida
dan infeksi Gram-negatif lainnya dapat dijumpai pada DM.
Pielonefritis emfisematosa disebabkan MO pembentuk gas seperti E. coli, Candida
spp dan Klostridium tidak jarang dijumpai pada DM. Pembentukan gas sangat
intensif pada parenkim ginjal dan jaringan nekrosis disertai hematom yang luas.
Pielonefritis emfisematosa sering disertai syok septik dan nefropati akut vasomotor
(AVH). Abses perinefrik merupakan komplikasi ISK pada pasien dengan DM
(47%), nefrolitiasis (41 %) dan obstruksi ureter (20%).(2)
9. Pemeriksaan Penunjang Diagnosis ISK
Analisa urin rutin, pemeriksaan mikroskop urin segar tanpa putar, kultur urin,
serta jumlah kumanlrnL urin merupakan protokol standar untuk pendekatan diagnosis
ISK. Pengambilan dan koleksi urin, suhu, dan teknik transportasi sampel urin harus
sesuai dengan protokol yang dianjurkan. Investigasi lanjutan terutama renal imaging
proce- dures tidak boleh rutin, harus berdasarkan indikasi klinis yang kuat. Renal
imaging procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK: Ultrasonogram (USG)
Radiografi. Foto polos perut dan Pielografi IV. (2)
10. Manajemen ISK
a. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang
adekuat, dan kalau perlu terapi simtomatik untuk alkalinisasi urin: Hampir 80% pasien
akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal; seperti ampisilin 3
gram, trimetoprim 200 mg. Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisis
(lekosuria) diperlukan terapi konvensional selama 5-10 hari. Pemeriksaan mikroskopik
urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang dan tanpa lekosiuria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection) : Disertai faktor predisposisi. Terapi
antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor risiko Tanpa faktor predisposisi Asupan
cairan banyak Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal
(misal trimetoprim 200 mg). Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan. Sindrom

uretra akut (SUA). Pasien dengan sindrom uretra akut dengan hitung kuman 103_105
memerlukan antibiotika yang adekuat, Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik
8
dengan tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobik diperlukan antimikroba yang
serasi, misal golongan kuinolon. (2)
b. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas
Pielonefrits akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan
rawat inap untuk memelihara satus hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit
48 jam. Indikasi rawat inap pielonefritis akut seperti terungkap pada Tabel 9.
menganjurkan satu dari tiga altematif terapi antibiotik IV sebagai terapi awal selama
48-72 jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya: Fluorokuinolon, Amiglikosida
'dengan atau tanpa ampisilin, Sefalosporin dengan spektrum luas dengan atau tanpa
aminoglikosida. (2)
11. Pencegahan
Data epidermotogi klinik mengungkapkan uji saring bakteriuria asimtomatik
bersifat selektif dengan tujuan utama untuk mencegah menjadi bakteriuria
disertai presentasi klinik ISK. Uji saring bakteriuria asimtomatik harus rutin dengan
jadual tertentu untuk kelompok pasien perempuan hamil, pasien DM terutama
perernpuan, dan pasca transplantasi ginjal perempuan dan laki-laki, dan kateterisasi
laki-laki dan perempuan.
1. Bakteriuria Asimtomatik pada Kehamilan.
Penelitian epidemiologi klinik melaporkan prevalensi bakteriuria
asimtomatik pada kehamilan bervariasi antara 2-10%; dan tergantung dari
status sosio-ekonomi. Bila mikroorganisme lain seperti Ureaplasma
urealyticum dan Gardnella vaginalis berhasil diisolasi,
2. Resipien Transplantasi Ginjal
Prevalensi bakteriuria asimtomatik cukup tinggi mencapai 35-79%
diantara resipien pada 3-4 bulan pertarna pasca transplantasi ginjal;
diduga terkait dengan indwelling catheter sebagai faktor risiko. Bakteriuria
asimtomatik pada resipien ini merupakan risiko pielonefritis akut (graft
infection), septikernia diikuti penurunan laju filtrasi glom- erulus. Bakteriuria
simtomatik dengan presentasi klinis yang muncul6 bulan pertama (late
infection) pasca transplantasi ginjal dengan presentasi klinik ringan. Prevalensi
bakteriuria asimtomatik meningkat lebih dari 25 %. Tetapi peranan kedua MO
tersebut masih belum jelas.
Pada kelompok perempuan tidak hamil ditemukan basiluria asimtomatik
9
dua kali berturut -turut MO yang sarna mempunyai sensitivitas 95% dan
spesivitas 95% untuk cenderung mengalami episode presentasi klinik ISK.
Pada kelompok perempuan ini tidak diperlukan terapi antimikroba, cukup irigasi
MO dengan asupan cairan yang banyak. Setiap perempuan hamil dengan
basiluri asimtomatik harus mendapat terapi antimikroba untuk mencegah
presentasi klinis pielonefritis dan komplikasi kehamilannya. (2)

12. Bakteriuria Asimtomatik pada Diabetes Melitus


Prevalensi bakteriuri asirntomatik pada perempuan disertai diabetes melitus lebih
banyak dibandingkan dengan perempuan tanpa diabetes melitus. Patogenesis kepekaan
terhadap ISK diantara pasien diabetes melitus tidak diketahui pasti. Penelitian
epidemiologi klinik gagal mencari hubungan antara prevalensi bakteriuria asimtomatik
dengan kualitas pengendalian hiperglikemia (dengan parameter gula darah puasa dan
HbAIC dan faal ginjaL Peneliti lain Balasoiu D menemukan hubungan faktor risiko
gangguan faal kandung kernih (Bladder dysfunction) dengan peningkatan kepekaan
terhadap ISK pada diabetes melitus. Disfungsi kandung kemih ini diduga akibat
disfungsi saraf autonom dan gangguan fungsi leukosit PMN (opsonisasi,
kemotaksis dan fagositosis). Perubahan susunan kimiawi dan konsentrasi protein
Tamm-Horsfaal diduga mempengaruhi perubahan bacterial adhesion terhadap
sel epitel yang dapat mencetuskan infeksi saluran kemih (ISK).
Menurut beberapa peneliti basiluri asimtomatik pada diabetes melitus
merupakan faktor predisposisi pielonefritis akut disertai mikrosis papiler dan insufisiensi
renal. Basiluria asimtornatik dengan mikroorganisme pembentukan; seperti Ecoli,
Candida spp dan klostridium dapat menyebabkan pielonefritis emfisematosa disertai
syok septik dan vasomotor akut nefropati.
Beberapa peneliti lebih cenderung memberikan terapi antimikroba pada basil
uri a asimtomatik pada pasien dengan diabetes melitus. Parameter hitung kuman/ml
urin para resipien pasca transplantasi ginjal modifikasi karena diuresis pasca cold
ischemic time. Menurut beberapa peneliti, kriteria bakteriuria asimtomatik dengan
hitung kuman/ml urin. Terapi antimikroba untuk bakteriuria asimtomatik pada resipien
transplantasi ginjal masih silang pendapat. Sebagian besar peneliti menganjurkan
kemoterapi untuk resipien pasca transplantasi ginjal dengan bakteriuria asimtomatik
disertai piuri. (2)
10
13. ISK Berhubungan dengan Kateter
Pemasangan kateter jangka lama sering dilakukan pasien usia lanjut. Data
penelitian melaporkan prevalensi infeksi nosokomial mencapai 40% diduga terkait
pemasangan kateter urin. Bakteriuri asirntomatik dilaporkan 26% diantara kelompok
pasien indwelling catheter mulai dari hari-2-1 0. Harnpir 1;4 kelompok pasien tersebut
diikuti presentasi klinik ISK. Bakteriemia dengan prevalensi 3,6% diduga terkait dari
sumber saluran kemih. Peneliti Tambyah dan Maki menemukan catheter-associated
UTI sebagian besar asimtomatik.
Bakteria patogen yang terkait dengan bakteriuri dengan kateterisasi;
seperti E. coli, Enterococcus, Klebsiella, Pseudomonas, Proteus, Enterobacter,
dan Candida. Pada umumnya bakteriuri terkait kateter bersifat polirnikroba. Sebagian
besar peneliti tidak menganjurkan antibiotika sebagai pencegahan infeksi saluran
kemih terkait kateter. Negara maju seperti USA menganjurkan penggunaan kateter
urin berselaput campuran perak atau kateter oksida perak untuk mencegah infeksi
saluran kernih terkait kateter. (2)

11
BAB 3
LAPORAN KASUS
2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. Amirah

Umur : 66 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Tidak bekerja

Alamat : Oesapa

Agama : Islam

Status Pernikahan : Sudah Menikah

Suku Bangsa : Kupang

Pembayaran : BPJS

12
2.2 Anamnesis

Pasien dianamnesis pada tanggal 03/03/2020 Pkl. 06.30 WITA

Keluhan Utama :

Lemah seluruh tubuh sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

Riwayat Penyakit sekarang :

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan lemah seluruh tubuh yang dirasakan sudah
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit. Keluhan lemah dirasakan diseluruh tubuh
dengan frekuensi dan durasi dirasakan sepanjang hari, dimana kelemahan tubuh ini tidak
diperberat dan diperingan oleh apapun dan disertai dengan nyeri pada daerah bawah
pusar yang dirasakan sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Nyeri perut dirasakan
seperti tertusuk-tusuk dengan durasi yang tidak menentu dan meningkat ketika pasien
hendak berkemih dan disertai dengan rasa tidak puas sehabis buang air kecil dan tidak
diperingan dengan cara apapun. Keluhan ini disertai juga dengan rasa demam yang
dirasakan kurang lebih 1 hari sebelum masuk rumah sakit, dimana demam yang terjadi
tidak disertai rasa menggigil dengan frekuensi demam 1 kali sehari dominan pada malam
hari. selain demam pasien juga mengeluhkan keluhan demam disertai dengan mual
muntah sejak masuk rumah sakit dengan isi muntahan berisi lendir bercampur makanan
yang berwarna putih kekuningan yang terjadi 3 kali dalam kurun waktu kurang lebih 12
jam setelah masuk rumah sakit. Keluhan mual muntah juga disertai dengan keluhan cepat
lapar, haus dan sering BAK saat malam hari dan disertai dengan penurunan berat badan
yang dirasakan kurang lebih sudah sejak 5 tahun yang lalu dimana durasi dan frekuensi
keluhan ini dirasakan fluktuaktif dan diperberat ketika pasien makan dengan porsi dan
jenis makanan manis yang tidak terkontrol dan diperingan dengan suntikan insulin yang
diberikan 3x sehhari dan 1 x pada malam hari. selain dari pada itu pasien tidak
mengeluhkan hal lain lagi.

Riwayat penyakit dahulu :

Pasien memiliki riwayat penyakit DM dan hipertensi yang sudah dialami sejak kurang
lebih 5 tahun yang lalu. Riwayat penyakit jantung dan lainnya disangkal oleh pasien.

13
Riwayat Keluarga :

Tidak ada.

Riwayat Pengobatan :

Pasien rutin mengkonsumsi obat amlodipin 1x5 mg dan rutin menyuntikan insulin
novorapid 3x 8 unit dan levemir 1x14 unit.

Riwayat Kebiasaan :

Pasien adalah ibu rumah tangga yang sehari hari bekerja dirumah namun karena usianya
yang sudah tua pasien tidak rutinn melakukan pekerjaan dirumah lagi dan juga jarang
olagraga. Pasien tidak merokok dan mengkonsumsi alkohol.

2.3 Pemeriksaan Fisik

 Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang


 Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
 Tanda Vital
o TD 160/120 mmHg
o Nadi 120x/menit, reguler
o Napas 21x/menit
o Suhu 37,30C
 Status Gizi
BB : 42 kg
TB : 156 cm
IMT : 17,28kg/m2
Status Gizi Kurang
Kulit : Pucat (-), sianosis (-), Ikterik (-)
 Kepala :
o Rambut : warna hitam bercampur putih, tidak mudah dicabut
o Mata : Cekung (-), Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
o Telinga : Tanda peradangan (-/-), Jejas (-/-), Nyeri tekan mastoid
(-/-), sekret (-/-)
o Hidung : Deformitas (-), deviasi septum (-), massa (-), cuping hidung (-)
14
 Mulut : mukosa bibir lembab, lidah kotor (-), tonsil T1/T1hiperemis (-/-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), struma (-), JVP 5 + 0

 Thorax
o Cor

Inspeksi : Ictus cordis terlihat ICS 5 midclavicularis dextra

Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS 5 Axillaris anterior sinistra

Perkusi : Batas kanan atas ICS 2 parasternal dextra

Batas kanan bawah ICS 4 parasternal dextra

Batas kiri atas ICS 2 parasternal sinistra

Batas kiri bawah ICS 5 axillaris anterior sinistra

Auskultasi : BJ 1,2 tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Anterior
Inspeksi : Pengembangan dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), taktil fremitus D=S
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (---/---), wheezing (-/-)
Posterior
Inspeksi : Jejas (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-), taktil fremitus D=S
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+),ronkhi basa halus (---/---), wheezing (-/-)
 Abdomen
Inspeksi : cembung, venektasi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 6x/menit, bruit hepatik (-).

15
Palpasi : Datar, Nyeri tekan (+) di daerah hipogastric/suprapubik, hepar tidak,
lien tidak teraba dibawah arcus costae, shifting dullness (-), Liver
span 8 cm, Ballotemen Ginjal (+)
Perkusi : Timpani
 Ekstremitas : Jejas (-), Edema (-/-), akral hangat, CRT < 2 detik
 Pemeriksaan Khusus : Tes Nyeri Ketok Costovertebra angle (-)
2.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium Hematologi tanggal 03/03/2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Hb 11,5 L g/dL 13.0 – 18.0
Hematokrit 34.3 L % 40.0 – 54.0
MCV 73.1 L fL 81.0 – 96.0
MCH 24.5 L Pg 27.0 – 36.0
MCHC 34.0 g/L 31.0 – 37.0
Jumlah Lekosit 18,26 H 10^3/ul 4.0 – 10.0
Eosinofil 0,0 % 0–4
Basofil 0,3 % 0–1
Neutrofil 95 H % 30 – 80
Limfosit 2,2 L % 20 – 60
Monosit 1,04 % 2 – 15
Jumlah trombosit 231 L 10^3/ul 150 – 400
GDS 530 H mg/dL 70-150
BUN 33,0 mg/dL <48
Kreatinin 1,79 H mg/dL 0,7-1,3
Natrium darah 130 mmol/L 132-147
Kalium 2,8 L mmol/L 3,5-4,5
Klorida 100 mmol/L 96-111
Ion Kalsium 1,010 mmol/L 1,120-1,320
Total Kalsium 2,3 mmol/L 2,2-2,55

16
Laboratorium Urinalisa tanggal 03/03/2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Warna Kuning Muda Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat Jenis 1,015 1,000-1,030
Ph 5,0 4,5-8,0
Lekosit Esterase 3+ Leu/uL Negatif
Nitrat + Mg/dL Negatif
Protein 2+ Mg/dL Negatif
Glukosa 4+ Mg/dL Negatif
Keton - Mg/dL Negatif
Bilirubin - Mg/dL Negatif
Kreatinin - Mg/dL Negatif
Darah 3+ Mg/dL Negatif
Sedimen Eritrosit Penuh/lpb /lpb Negatif
Sedimen sel epitel Penuh/lpb /lpb 0-2
Sedimen lekosit Penuh/lpb /lpb 0-5
Sedimen silinder - /lpb Negatif
Sedimen bakteri - /lpb Negatif

2.5 Daftar Masalah Dan Rencana Penatalaksanaan

A. Clue and Cue

Anamnesis :

 Wanita 66 tahun
 Lemah seluruh badan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit
 Nyeri perut bagian bawah pusar seperti tertusuk-tusuk
 Rasa tidak puas sehabis berkemih/anyang-anyang
 Demam tidak mengigil 1 kali sebelum masuk rumah sakit
 Mual-muntah 3 kali
 Rasa cepat lapar, cepat haus dan banyak kencing pada malam hari
 Riwayat Diabetes Melitus tipe 2
 Riwayat merokok (-) dan konsumsi alkohol (-)

17
Pemeriksaan Fisik :

 Keadaan Umum : Pasien tampak sakit sedang


 Kesadaran : Compos Mentis, GCS E4V5M6
 Tanda Vital
o TD 160/120 mmHg
o Nadi 120x/menit, reguler
o Napas 21x/menit
o Suhu 37,30C
 Status Gizi
BB : 42 kg
TB : 156 cm
IMT : 17,28 kg/m2
Status Gizi : Gizi Kurang

 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium Hematologi tanggal 03/04/2020

Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan


Hb 11,5 L g/dL 13.0 – 18.0
Hematokrit 34.3 L % 40.0 – 54.0
MCV 73.1 L fL 81.0 – 96.0
MCH 24.5 L Pg 27.0 – 36.0
MCHC 34.0 g/L 31.0 – 37.0
Jumlah Lekosit 18,26 H 10^3/ul 4.0 – 10.0
Eosinofil 0,0 % 0–4
Basofil 0,3 % 0–1
Neutrofil 95 H % 30 – 80
Limfosit 2,2 L % 20 – 60
Monosit 1,04 % 2 – 15
Jumlah trombosit 231 L 10^3/ul 150 – 400
GDS 530 H mg/dL 70-150
BUN 33,0 mg/dL <48
Kreatinin 1,79 H mg/dL 0,7-1,3
Natrium darah 130 mmol/L 132-147
Kalium 2,8 L mmol/L 3,5-4,5
Klorida 100 mmol/L 96-111
Ion Kalsium 1,010 mmol/L 1,120-1,320
Total Kalsium 2,3 mmol/L 2,2-2,55

18
Laboratorium Urinalisa tanggal 03/10/2020
Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Warna Kuning Muda Kuning
Kejernihan Keruh Jernih
Berat Jenis 1,015 1,000-1,030
pH 5,0 4,5-8,0
Lekosit Esterase 3+ Leu/uL Negatif
Nitrat + Mg/dL Negatif
Protein 2+ Mg/dL Negatif
Glukosa 4+ Mg/dL Negatif
Keton - Mg/dL Negatif
Bilirubin - Mg/dL Negatif
Kreatinin - Mg/dL Negatif
Darah 3+ Mg/dL Negatif
Sedimen Eritrosit Penuh/lpb /lpb Negatif
Sedimen sel epitel Penuh/lpb /lpb 0-2
Sedimen lekosit Penuh/lpb /lpb 0-5
Sedimen silinder - /lpb Negatif
Sedimen bakteri - /lpb Negatif

B. Diagnosis :
 Diabetes Melitus Tipe 2 tidak terkontrol
 Infeksi Saluran Kemih
 Hipertensi Grade 2
 Anemia derajat Ringan tipe mikrositik hipokrom
 Hipokalemia
C. Planning Diagnosis : -
D. Planning Terapi
 IVFD NaCl 0,9% guyur 100cc lanjut 30 tpm + KCL 25 meq (2x)
 Ciprofloxacin 2 x 200 mg IV
 Novorapid extra 10 IU lanjut 3 x 8 IU sc ac
 Levemir 1 x14 IU sc (jam 22.00)
 Lisinopril 1x 5 mg (pagi)
 Omeprazole 2 x 1 Vial IV

19
 Metochlorpamide 3 x 1 amp IV
 Paracetamol 500 mg/6jam

E. Planning Monitoring
 Tanda-tanda vital (tekanan darah, nadi, suhu, pernapasan)
 Kontrol tekanan darah
 Monitoring DM tipe 2
 Monitoring Urinalisa

F. Edukasi : Perubahan gaya hidup, meliputi diet rendah lemak dan gula, aktivitas fisik.

20
BAB 4
PEMBAHASAN

Pada kasus diketahui bahwa pasien berusia 66 tahun menderita infeksi saluran kemih
(ISK). Seperti yang diketahui bahwa berdasarkan data epidemiologi jenis kelamin wanita
dengan usia > 65 tahun lebih berisiko terinfeksi menderita ISK dibandingkan dengan laki-
laki kecuali disertai faktor predisposisi, hal ini dikarenakan pada pasien wanita memiliki
uretra lebih pendek dibandingkan dengan uretra pria. Pada kasus diketahui bahwa pasien
masuk rumah sakit dengan mengeluhkan adanya nyeri seperti tertusuk-tusuk pada daerah
bawah pusar/suprapubik disertai rasa anyang-anyang yang memberat ketika pasien hendak
dan selesai berkemih, hal ini sesuai dengan gejala yang timbul pada pasien ISK karena
bakteri mengiritasi dinding vesica urinaria khususnya urothelium yang berikatan dengan
fimbrae dari bakteri. Hal ini menyebabkan reaksi inflamasi sehingga mukosa buli-buli
menjadi kemerahan (eritema), edema dan hipersensitif dengan demikian ketika buli-buli
terisi urine akan mudah terangsang untuk segera berkontraksi ; hal ini menimbulkan gejala
frekuensi. Kontraksi buli-buli akan menyebabkan rasa sakit/nyeri didaerah suprapubik dan
eritema mukosa buli-buli mudah berdarah dan menimbulkan hematuria. Gejala demam,
mual-muntah, dan badan lemah biasanya tidak ditemukan pada ISK bawah seperti sistitis.
Tetapi pada pasien ini ditemukan adanya demam dan mual-muntah, badan lemah,
mengindikasikan adanya penjalaran infeksi ke saluran kemih bagian atas. Pada anamnesis
ditemukan juga bahwa pasien mengidap penyakit diabetes melitus. Dabetes melitus
merupakan suatu faktor predisposisi utama penyebab ISK, hal ini dikarenakan pada pasien
diabetes terjadi kelainan fungsional pada sistem urinaria maupun fungsi leukosit sebagai
pertahanan tubuh. Kelainan fungsional pada saluran yang sering dijumpai adalah sistopati
diabetikum atau sistitis karena diabetes melitus. Oleh karena pada diabetes terjadi penurunan
sensitifitas buli-buli sehingga memudahkan distensi buli-buli serta penurunan kontraktilitas
detrusor dan kesemuannya ini menyebabkan terjadinya peningkatan residu urine sehingga
memudahkan terjadinya infeksi. Komplikasi tersering yang terjadi pada diabetes melitus
21
ialah sistitis emfisematosa, komplikasi ini terjadi karena kadar glukosa yang tinggi
memudahkan pertumbuhan uropatogen. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya nyeri
tekan pada daerah suprapubik. Nyeri tekan pada daerah suprapubik mengindikasikan adanya
infeksi saluran kemih bagian bawah, hal ini dikarenakan terjadi infeksi urothelium mukosa
vesica urinaria dari fimbrae bakteri. Untuk menegakan diagnosa secara pasti suatu ISK
diperlukan adanya pemeriksaan penunjang seperti urinalisa dan kultur urine. Pada kultur
urine ditemukan adanya leukosit esterase (+3) menandakan adanya infeksi pada saluran
kemih sehingga terjadi reaksi esterase granulosit yang menghidrolisis derivat ester naftil,
nitrat bernilai (+) menandakan adanya infeksi saluran kemih, hal ini dikarenakan terjadi
proses reduksi nitrat dalam urine oleh bakteri yang mempunyai enzim reduktase sehingga
menghasilkkan nitrit. Protein bernilai (2+) menandakan adanya kerusakan dari membran
glomerular, hal ini dapat dijelaskan karena pasien menderita diabetes melitus. Dimana
komplikasi diabetes melitus ialah nefropati diabetikum, dengan demikian terjadi kerusakan
pada membran glomerular akibat kadar gula yang tinggi dalam darah. Glukosa benilai (4+)
menandakan adanya kebocoran membran glomerular di ginjal sebagai akibat tingginya
kadar gula dalam darah. darah bernilai (3+) menandakan adanya perdarahan saluran kemih
akibat infeksi kandung kemih sebagai salah satu penyebabnya. sedimen eritrosit, sel epitel,
leukosit penuh hal ini menandakan adanya infeksi saluran kemih pada pasien. Pada
pemeriksaan kultur urine ditemukan adanya bakteri Escherichia coli dengan hitung koloni
>103 CFU/ml. Hal ini menunjukan bahwa penyebab utama ISK pada pasien ialah bakteri E.
coli sama seperti yang tertera di kepustakaan bahwa penyebab tersering ISK ialah E. Coli.
Yang mana E.coli ini bergerak secara ascenden menuju ke saluran kemih yang lebih
proximal dan melakukan invasi pada urothelium mukosa saluran kemih, dengan demikian
menyebabkan gejala klinis seperti diatas. Berdasarkan tes resistensi antibiotik pada
pemeriksan kultur urine ditemukan bahwa bakteri tersebut telah resisten terhadap antibiotik
tertentu seperti ampicilin dan trimetroprim sulfamethoxazole. Pada pasien ini diberikan
terapi ciprofloxacin 2 x 200 mg IV, dimana berdasarkan kepustakaan diketahui bahwa terapi
lini pertama pada pasien dengan ISK ialah antibiotik golongan fluoroquinolon salah satunya
ialah ciprofloxacin, dengan demikian dapat diketahui bahwa terapi yang diberikan sesuai
dengan hasil kultur dan tes sensitifitas serta terapi empirisnya. Selain diberikan
ciprofloxacin pasien juga diberikan terapi simptomatis sebagai akibat dari ISK yakni
demam, sehingga pasien diberikan paracetamol 500 mg/6 jam yang merupakan obat
golongan antipiretik yang berfungsi untuk menghambat terbentuknya siklus siklooxigenasi
22
yang berperan dalam penyebab terjadinya demam.(2–4)
Selain ditemukan adanya ISK, pasien ini juga terdiagnosis dengan diabetes melitus tipe 2
tidak terkontrol. Berdasarkan anamnesis ditemukan bahwa pasien sering mengeluhkan
adanya cardinal sign dari penyakit diabetes yakni poliuri, polidipsi dan polifagi serta
penurunan berat badan dan pada pemeriksaan gula darah sewaktu (GDS) ditemukan bernilai
530 mg/dL, dan pada anamnesis diketahui bahwa pasien telah lama menderita diabetes
melitus dan telah rutin menyuntikan insulin novorapid 3x 8 unit dan levemir 1x14 unit.
Diabetes melitus sebagai akibat dari dari adanya resistensi insulin perifer ataupun adanya
defek sekresi insulin sehingga gula yang berada didalam ekstrasel dan intravaskular sulit
masuk kedalam sel dengan demikian terjadi peningkatan kadar gula dalam darah.
Peningkatan kadar gula dalam darah dan rendah pada intrasel menyebabkan pasien
mengalami penurunan berat badan yang cepat, cepat merasa lapar, dan cepat merasa haus
karena terjadi dehidrasi akibat gula yang tinggi. Pada pasien ini diberikan terapi insulin basal
untuk menanggulangi defek sekresi insulin dari sel beta pankreas berupa levemir 1x14 unit
dan insulin prandial untuk mengontrol kadar gula saat makan nanti berupa novorapid 3 x 8
unit. (2–4)

Pada pasien berdasarkan anamnesis ditemukan bahwa pasien telah mengalami hipertensi
sejak lama. Berdasarkan faktor risiko yang dimiliki pasien yakni diabetes melitus diketahui
bahwa dengan adanya diabetes melitus terjadi disfungsi endotel vaskular sehingga elastisitas
pembuluh darah menjadi terganggu dengan demikian dapat menyebabkan atau berisiko
terjadi hipertensi. Pada pasien ini diberikan tatalaksana berupa Lisinopril 1x 5 mg (pagi) yang
merupakan golongan ACEI yang berfungsi menghambat perubahan angiotensin 1 menjadi
angiotensi 2 sehingga terjadi penurunan retensi natrium, vasodilatasi dan penurunan sekresi
aldosteron, yang mana hal ini akan menyebabkan terjadi penurunan tekanan darah sistemik.
Berdasarkan JNC 8 diketahui bahwa pemilihan obat antihipertensi pada pasien dengan
penyakit diabetes melitus ialah ACEI salah satunya seperti Lisinopril dengan target tekanan
darahnya ialah <150/90 mmHg. Hal ini sesuai dengan tatatlaksana yang berikan pada kasus.
(2–4)

Pada pasien, berdasarkan hasil pemeriksaan darah lengkap ditemukan adanya anemia
derajat ringan tipe mikrositik hipokrom, namun pada pasien tidak ditemukan adanya gejala
dan tanda klinis anemia, hal ini dikarenakan anemia yang dialami pasien masih dalam derajat
ringan sehingga tubuh masih dapat mengkompensasi penurunan jumlah eritrosit dalam tubuh
23
untuk mendukung perfusi ke perifer. Pada pasien ini berdasarkan kepustakaan apabila
ditemukan anemia derajat ringan maka tatalaksana yang diberikan ialah melalui diet tinggi
heme seperti hati ayam, hati sapi dan daging merah. Selain ditemukan adanya anemia pada
pemeriksaan laboratorium, pada pasien ini juga ditemukan adanya hipokalemia. Pada
anamnesis ditemukan pasien mengeluhkan lemah, mual-muntah dengan faktor risiko yang
berkaitan dengan hipokalemia berupa penggunaan insulin. Hal ini sesuai dengan yang didapat
dalam kepustakaan bahwa faktor risiko pada pasien dan gejala klnis yang dikeluhakan pasien
tersebut sesuai. Pada pasien diberikan terapi berupa IVFD NaCl 0,9% guyur 100cc lanjut 30
tpm + KCL 25 meq (2x) hal ini sesuai dengan yang dipaparkan pada kepustakaan bahwa
tatalaksana untuk hipokalemia ialah pemberiaan larutan KCL 20 meq dilarutkan dalam 100cc
NaCl isotonik. Kalium diberikan melalui intravena karena memenuhi indikasi kuat yakni
pasien sedang memakai obat yang dapat menyebabkan perpindahan kalium dari ekstra ke
intrasel yakni insulin dan sebagai terapi simptomatik yang timbulkan karena hipokalemia
seperti mual-muntah maka diberikan terapi berupa Omeprazole 2 x 1 Vial IV yang
merupakan golongan proton pump inhibitor yang berfungsi untuk memproteksi mukosa
gaster dan Metochlorpamide yang merupakan suatu prokinetik yang berfungsi untuk
menekan rasa muntah yang terjadi dengan dosis 3 x 1 amp IV. (2–4)

24
BAB 5
PENUTUP

Telah dilaporkan pasien wanita usia 66 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan lemah
seluruh tubuh yang disertai dengan nyeri pada daerah suprapubik, rasa anyang-anyang dan
gejala mual muntah 3x sebelum masuk rumah sakit. Berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang maka pasien ditegakan diagnosis infeksi
saluran kemih disertai dengan diagnosa lain berupa hipertensi, diabetes melitus, dan
hipokalemia. Berdasarkan diagnosa kerja diatas sehingga pasien ditatalaksana sesuai dengan
obat-obatan yang terlampir sesuai dengan kepustakaan yang ada dan sesuai.

25
DAFTAR PUSTAKA

1. Pranatha E. Infeksi Saluran Kemih [Internet]. Malang: Balai Penerbit FK Muhamadiah


Malang; 2020. p. 1–20. Available from: eprints.umm.ac.id/29931/2/jiptummpp-gdl-
ekasastrap-29690-2-babi.pdf
2. Sukandar E. Infeksi Saluran Kemih. In: Siti Setiati, Idrus Alwi, Aru Sudoyo, Marcellus
Simadibrata, Bambang Setiohadi AS, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 6th ed.
Jakarta: InternaPublishing; 2016. p. 1008–15.
3. Purnomo B. Infeksi Urogenitalia. In: Purnama B, editor. Dasar-dasar Urologi. 2nd ed.
Malang: CV Sagung Seto; 2012. p. 51–79.
4. Setiati S. Infeksi Saluran Kemih. In: Sitisetiati, Idrus alwi, Simon salim, Rudy Hidayat,
Juferdy Kurniawan DT, editor. Panduan Praktik Klinis. 3rd ed. Jakarta:
InternaPublishing; 2016. p. 418–23.

26

Anda mungkin juga menyukai