Anda di halaman 1dari 40

PANDUAN

INTERAKSI OBAT

1
KATA PENGANTAR

Interaksi obat dan efek samping obat merupakan hal yang perlu menjadi perhatian khusus
bagi pasien yang menerima terapi obat oleh dokter. Penggunaan obat polifarmasi (lebih dari
empat macam obat dikonsumsi secara simultan) sering ditemui pada pasien rawat inap maupun
rawat jalan. Hal ini dapat disebabkan oleh kondisi penyakit yang memang memerlukan beberapa
terapi obat, atau kondisi penyakit yang memerlukan spesialisasi dokter yang berbeda sehingga
dapat meningkatkan risiko masalah terkait obat atau drug related problems (DRPs) seperti efek
samping obat, interaksi antara obat dengan obat, obat dengan penyakit, dan obat dengan
makanan yang dikonsumsi.
DRPs dapat memberikan dampak negatif terhadap keselamatan pasien, terutama pasien
geriatri. Jika ditinjau dari segi ekonomi, hal ini dapat memperburuk sistem pelayanan kesehatan
terhadap masyarakat. Istilah DRPs mengacu kepada suatu kejadian yang tidak diharapkan dari
pengalaman pasien atau diduga akibat terapi obat sehingga potensial mengganggu keberhasilan
penyembuhan yang dikehendaki.
Kesadaran yang tinggi dari profesional kesehatan tentang obat-obat yang sering diberikan
untuk terapi, serta pengetahuan dokter tentang mekanisme interaksi obat akan sangat membantu
untuk mengurangi/menghindari kemungkinan terjadinya interaksi, ketika obat-obat tertentu
diberikan secara bersamaan atau diminum oleh penderita pada waktu yang bersamaan, karena hal
ini dapat mengakibatkan kerugian bagi penderita.
Semoga buku Panduan Interaksi Obat ini dapat bermanfaat bagi rumah sakit dan pihak-
pihak lainnya yang terkait sebagai penuntun yang mudah digunakan untuk mengetahui adanya
interaksi obat yang merugikan.
Akhirnya saran dan koreksi demi perbaikan buku Panduan ini sangat kami harapkan.

Terima kasih.

Tim Pendidikan Pasien dan Keluarga

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL......................................................................................................................1
KATA PENGANTAR...................................................................................................................5
DAFTAR ISI..................................................................................................................................6
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................7
1.1. DEFINISI..............................................................................................................................7
1.2. TUJUAN...............................................................................................................................7
1.3. RUANG LINGKUP..............................................................................................................7
1.4. TATA LAKSANA................................................................................................................8
BAB II PENGENALAN INTERAKSI OBAT............................................................................9
2.1. MEKANISME INTERAKSI OBAT....................................................................................9
2.2. TINGKAT KEPARAHAN INTERAKSI OBAT...............................................................12
2.3. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INTERAKSI OBAT...................................................13
BAB III INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT.......................................................................14
3.1. INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT OTC (Over The Counter)....................................14
3.2. INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT..............................................................................15
BAB IV INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN.............................................................36
4.1. INTERAKSI MAKANAN YANG MEMPERCEPAT ABSORPSI BEBERAPA OBAT.36
4.2. INTERAKSI MAKANAN YANG MEMPERLAMBAT ABSORPSI BEBERAPA OBAT
....................................................................................................................................................37
4.3. BEBERAPA INTERAKSI MAKANAN – OBAT YANG PENTING..............................38
BAB V DOKUMENTASI...........................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................42

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. DEFINISI

Interaksi obat merupakan salah satu masalah terkait obat (drug-related problem) yang
diidentifikasi sebagai kejadian atau keadaan terapi obat yang dapat mempengaruhi outcome
klinis pasien. Sebuah interaksi obat terjadi ketika farmakokinetika atau farmakodinamika obat
dalam tubuh diubah oleh kehadiran satu atau lebih zat yang berinteraksi, baik dari obat lain,
makanan, obat tradisional dan senyawa kimia lain. Interaksi obat dianggap penting secara klinik
bila dapat membuat efek terapi yang diharapkan menjadi berkurang, menyebabkan efek samping,
meningkatkan efek terapi obat lain yang dikonsumsi bersamaan, atau menghasilkan efek baru
yang tidak dimiliki sebelumnya. Beberapa interaksi obat juga dapat meningkatkan toksisitas
sehingga memberikan efek yang berbahaya bagi pasien.
Interaksi obat dapat dibagi menjadi tiga kategori :
1. Interaksi obat dengan obat
Interaksi ini terjadi apabila dua atau lebih obat berinteraksi satu sama lain. Interaksi ini
dapat menyebabkan pasien mengalami efek samping yang tidak diinginkan. Misalnya,
mengkonsumsi secara bersamaan obat yang memberikan efek mengantuk (sedatif)
dengan obat yang memberikan efek antialergi (antihistamin) dapat membuat tubuh lemas
serta berbahaya apabila pasien sedang mengemudikan kendaraan atau mengoperasikan
mesin yang berbahaya.
2. Interaksi obat dengan makanan
Interaksi ini merupakan hasil reaksi antara obat dengan makanan. Misalnya,
mengkonsumsi alkohol bersamaan dengan obat tertentu dapat membuat badan lelah atau
lemas.
3. Interaksi obat dengan kondisi kesehatan
Interaksi ini dapat terjadi ketika kondisi kesehatan yang sedang diderita pasien membuat
beberapa obat berpotensi bahaya. Misalnya, pasien yang memiliki tekanan darah tinggi
akan mengalami reaksi yang tidak diinginkan apabila mengkonsumsi obat dekongestan.

1.2. TUJUAN

1. Sebagai panduan atau tata cara dalam mengidentifikasi interaksi obat dengan antar obat
atau dengan makanan
2. Meningkatkan efektivitas terapi
3. Meminimalkan adanya polifarmasi
4. Meminimalkan risiko/efek obat yang tidak diharapkan (adverse effect)

1.3. RUANG LINGKUP

4
1. Sasaran
Pasien rawat jalan dan pasien rawat inap yang sedang menjalani perawatan di RSU
William Booth Semarang.
2. Waktu
Telaah interaksi obat dilakukan dalam kegiatan pengkajian resep baik rawat jalan
maupun rawat inap dan kegiatan pemantauan terapi obat untuk pasien rawat inap.
3. Tempat
Instalasi Farmasi dan ruang perawatan pasien.
4. Pelaksana
Apoteker.

1.4. TATA LAKSANA

Kegiatan dalam identifikasi interaksi obat meliputi :


1. Pengkajian resep untuk mengidentifikasi interaksi obat-obatan yang diresepkan/diminum
pasien saat ini.
2. Pemantauan terapi obat untuk pasien rawat inap oleh Apoteker.
3. Pencarian informasi mengenai interaksi obat dengan melihat buku Panduan Interaksi
Obata atau melalui website medscape.com.
4. Rekomendasi diberikan apabila ditemukan adanya interaksi obat dengan obat yang lain
atau obat dengan makanan sesuai dengan rekomendasi/anjuran penggunaan dalam
panduan yang ada.
5. Tindak lanjut dari hasil identifikasi interaksi obat, yaitu:
a. Pemberian informasi kepada pasien sesuai dengan rekomendasi yang terkait untuk
menghindari risiko interaksi antar obat atau dengan makanan. Misalnya selang waktu
minum pemberian obat yang dapat mengabsorbsi obat lain, pemberian obat
tetracyclin dengan susu, dll.
b. Melaporkan kepada Dokter Penanggung Jawab pasien apabila interaksi obat tersebut
dapat membahayakan atau menimbulkan adverse effect.
Cara melihat interaksi obat dalam website medscape.com yaitu :
1. Pastikan komputer tersambung dengan jaringan internet
2. Buka website medscape.com
3. Ketikkan Drug Interaction Checker
4. Ketikkan semua nama obat dalam resep
5. Akan muncul data interaksi obat dengan obat lain dan rekomendasi untuk mengatasi
risiko.
6. Melakukan up date aplikasi secara berkala setiap bulan sekali atau apabila ada informasi
dari medscape untuk melakukan updating

5
6
BAB II
PENGENALAN INTERAKSI OBAT

2.1. MEKANISME INTERAKSI OBAT

Pemberian suatu obat (A) dapat mempengaruhi aksi obat lainnya (B) dengan satu dari dua
mekanisme berikut :
1. Modifikasi efek farmakologi obat B tanpa mempengaruhi konsentrasinya di cairan jaringan
(interaksi farmakodinamik).
2. Mempengaruhi konsentrasi obat B yang mencapai situs aksinya (interaksi farmakokinetik).
a. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena indeks terapi obat B sempit (misalnya,
pengurangan sedikit saja efek akan menyebabkan kehilangan efikasi dan atau
peningkatan sedikit saja efek akan menyebabkan toksisitas).
b. Interaksi ini penting secara klinis mungkin karena kurva dosis-respon curam (sehingga
perubahan sedikit saja konsentrasi plasma akan menyebabkan perubahan efek secara
substansial).
c. Untuk kebanyakan obat, kondisi ini tidak ditemui, peningkatan yang sedikit besar
konsentrasi plasma obat-obat yang relatif tidak toksik seperti penisilin hampir tidak
menyebabkan peningkatan masalah klinis karena batas keamanannya lebar.
d. Sejumlah obat memiliki hubungan dosis-respon yang curam dan batas terapi yang sempit,
interaksi obat dapat menyebabkan masalah utama, sebagai contohnya obat antitrombotik,
antidisritmik, antiepilepsi, litium, sejumlah antineoplastik dan obat-obat imunosupresan.
(Hashem, 2005).
Secara umum, ada dua mekanisme interaksi obat :
1. Interaksi Farmakokinetik
Interaksi farmakokinetik terjadi ketika suatu obat mempengaruhi absorbsi, distribusi,
metabolisme dan ekskresi obat lainnya sehingga meningkatkan atau mengurangi jumlah obat
yang tersedia untuk menghasilkan efek farmakologisnya.
Interaksi farmakokinetik terdiri dari beberapa tipe :
a. Interaksi pada absorbsi obat
i. Efek perubahan pH gastrointestinal
Obat melintasi membran mukosa dengan difusi pasif tergantung pada apakah obat
terdapat dalam bentuk terlarut lemak yang tidak terionkan. Absorpsi ditentukan oleh nilai
pKa obat, kelarutannya dalam lemak, pH isi usus dan sejumlah parameter yang terkait
dengan formulasi obat. Sebagai contoh adalah absorpsi asam salisilat oleh lambung lebih
besar terjadi pada pH rendah daripada pada pH tinggi (Stockley, 2008).
ii. Adsorpsi, khelasi, dan mekanisme pembentukan komplek
Arang aktif dimaksudkan bertindak sebagai agen penyerap di dalam usus untuk
pengobatan overdosis obat atau untuk menghilangkan bahan beracun lainnya, tetapi dapat
mempengaruhi penyerapan obat yang diberikan dalam dosis terapetik. Antasida juga
dapat menyerap sejumlah besar obat-obatan. Sebagai contoh, antibakteri tetrasiklin dapat
membentuk khelat dengan sejumlah ion logam divalen dan trivalen, seperti kalsium,
bismut aluminium, dan besi, membentuk kompleks yang kurang diserap dan mengurangi
efek antibakteri (Stockley, 2008).

7
iii. Perubahan motilitas gastrointestinal
Karena kebanyakan obat sebagian besar diserap di bagian atas usus kecil, obat-obatan
yang mengubah laju pengosongan lambung dapat mempengaruhi absorpsi. Propantelin
misalnya, menghambat pengosongan lambung dan mengurangi penyerapan parasetamol
(asetaminofen), sedangkan metoklopramid memiliki efek sebaliknya (Stockley, 2008).
iv. Induksi atau inhibisi protein transporter obat
Ketersediaan hayati beberapa obat dibatasi oleh aksi protein transporter obat. Saat ini,
transporter obat yang terkarakteristik paling baik adalah P-glikoprotein. Digoksin adalah
substrat P-glikoprotein, dan obat-obatan yang menginduksi protein ini, seperti rifampisin,
dapat mengurangi ketersediaan hayati digoksin (Stockley, 2008).
v. Malabsorbsi dikarenakan obat
Neomisin menyebabkan sindrom malabsorpsi dan dapat mengganggu penyerapan
sejumlah obat-obatan termasuk digoksin dan metotreksat (Stockley, 2008).
b. Interaksi pada distribusi obat
i. Interaksi ikatan protein
Setelah absorpsi, obat dengan cepat didistribusikan ke seluruh tubuh oleh sirkulasi.
Beberapa obat secara total terlarut dalam cairan plasma, banyak yang lainnya diangkut
oleh beberapa proporsi molekul dalam larutan dan sisanya terikat dengan protein plasma,
terutama albumin. Ikatan obat dengan protein plasma bersifat reversibel, kesetimbangan
dibentuk antara molekul-molekul yang terikat dan yang tidak. Hanya molekul tidak
terikat yang tetap bebas dan aktif secara farmakologi (Stockley, 2008).
ii. Induksi dan inhibisi protein transport obat
Distribusi obat ke otak, dan beberapa organ lain seperti testis, dibatasi oleh aksi protein
transporter obat seperti P-glikoprotein. Protein ini secara aktif membawa obat keluar dari
sel-sel ketika obat berdifusi secara pasif. Obat yang termasuk inhibitor transporter dapat
meningkatkan penyerapan substrat obat ke dalam otak, yang dapat meningkatkan efek
samping CNS (Stockley, 2008).
c. Interaksi pada metabolisme obat
i. Perubahan pada metabolisme fase pertama
Meskipun beberapa obat dikeluarkan dari tubuh dalam bentuk tidak berubah dalam urin,
banyak diantaranya secara kimia diubah menjadi senyawa lipid kurang larut, yang lebih
mudah diekskresikan oleh ginjal. Jika tidak demikian, banyak obat yang akan bertahan
dalam tubuh dan terus memberikan efeknya untuk waktu yang lama. Perubahan kimia ini
disebut metabolisme, biotransformasi, degradasi biokimia, atau kadang-kadang
detoksifikasi. Beberapa metabolisme obat terjadi di dalam serum, ginjal, kulit dan usus,
tetapi proporsi terbesar dilakukan oleh enzim yang ditemukan di membran retikulum
endoplasma sel-sel hati. Ada dua jenis reaksi utama metabolisme obat. Yang pertama,
reaksi tahap I (melibatkan oksidasi, reduksi atau hidrolisis) obat-obatan menjadi senyawa
yang lebih polar. Sedangkan, reaksi tahap II melibatkan terikatnya obat dengan zat lain
(misalnya asam glukuronat, yang dikenal sebagai glukuronidasi) untuk membuat
senyawa yang tidak aktif. Mayoritas reaksi oksidasi fase I dilakukan oleh enzim sitokrom
P450 (Stockley, 2008).

8
ii. Induksi Enzim
Ketika barbiturat secara luas digunakan sebagai hipnotik, perlu terus dilakukan
peningkatan dosis seiring waktu untuk mencapai efek hipnotik yang sama, alasannya
bahwa barbiturat meningkatkan aktivitas enzim mikrosom sehingga meningkatkan laju
metabolisme dan ekskresinya (Stockley, 2008).
iii. Inhibisi enzim
Inhibisi enzim menyebabkan berkurangnya metabolisme obat, sehingga obat
terakumulasi di dalam tubuh. Berbeda dengan induksi enzim, yang mungkin memerlukan
waktu beberapa hari atau bahkan minggu untuk berkembang sepenuhnya, inhibisi enzim
dapat terjadi dalam waktu 2 sampai 3 hari, sehingga terjadi perkembangan toksisitas yang
cepat. Jalur metabolisme yang paling sering dihambat adalah fase I oksidasi oleh
isoenzim sitokrom P450. Signifikansi klinis dari banyak interaksi inhibisi enzim
tergantung pada sejauh mana tingkat kenaikan serum obat. Jika serum tetap berada dalam
kisaran terapeutik interaksi tidak penting secara klinis (Stockley, 2008).
iv. Faktor genetik dalam metabolisme obat
Peningkatan pemahaman genetika telah menunjukkan bahwa beberapa isoenzim sitokrom
P450 memiliki polimorfisme genetik, yang berarti bahwa beberapa dari populasi
memiliki varian isoenzim yang berbeda aktivitas. Contoh yang paling terkenal adalah
CYP2D6, yang sebagian kecil populasi memiliki varian aktivitas rendah dan dikenal
sebagai metabolisme lambat. Sebagian lainnya memiliki isoenzim cepat atau
metabolisme ekstensif. Kemampuan yang berbeda dalam metabolisme obat-obatan
tertentu dapat menjelaskan mengapa beberapa pasien berkembang mengalami toksisitas
ketika diberikan obat sementara yang lain bebas dari gejala (Stockley, 2008).
v. Interaksi isoenzim sitokrom P450 dan obat yang diprediksi
Siklosporin dimetabolisme oleh CYP3A4, rifampisin menginduksi isoenzim ini,
sedangkan ketokonazol menghambatnya, sehingga tidak mengherankan bahwa rifampisin
mengurangi efek siklosporin sementara ketokonazol meningkatkannya (Stockley, 2008).
d. Interaksi pada ekskresi obat
i. Perubahan pH urin
Pada nilai pH tinggi (basa), obat yang bersifat asam lemah (pKa 3-7,5) sebagian besar
terdapat sebagai molekul terionisasi larut lipid, yang tidak dapat berdifusi ke dalam sel
tubulus dan karenanya akan tetap dalam urin dan dikeluarkan dari tubuh. Sebaliknya,
basa lemah dengan nilai pKa 7,5 sampai 10.5. Dengan demikian, perubahan pH yang
meningkatkan jumlah obat dalam bentuk terionisasi, meningkatkan hilangnya obat
(Stockley, 2008).
ii. Perubahan ekskresi aktif tubular renal
Obat yang menggunakan sistem transportasi aktif yang sama di tubulus ginjal dapat
bersaing satu sama lain dalam hal ekskresi. Sebagai contoh, probenesid mengurangi
ekskresi penisilin dan obat lainnya. Dengan meningkatnya pemahaman terhadap protein
transporter obat pada ginjal, sekarang diketahui bahwa probenesid menghambat sekresi
ginjal banyak obat anionik lain dengan transporter anion organik (OATs) (Stockley,
2008).

9
iii. Perubahan aliran darah renal
Aliran darah melalui ginjal dikendalikan oleh produksi vasodilator prostaglandin ginjal.
Jika sintesis prostaglandin ini dihambat, ekskresi beberapa obat dari ginjal dapat
berkurang (Stockley, 2008).
2. Interaksi Farmakodinamik
Interaksi farmakodinamik adalah interaksi yang terjadi antara obat yang memiliki efek
farmakologis, antagonis atau efek samping yang hampir sama. Interaksi ini dapat terjadi karena
kompetisi pada reseptor atau terjadi antara obatobat yang bekerja pada sistem fisiologis yang
sama. Interaksi ini biasanya dapat diprediksi dari pengetahuan tentang farmakologi obat-obat
yang berinteraksi.
a. Interaksi aditif atau sinergis
Jika dua obat yang memiliki efek farmakologis yang sama diberikan bersamaan efeknya bisa
bersifat aditif. Sebagai contoh, alkohol menekan SSP, jika diberikan dalam jumlah sedang
dosis terapi normal sejumlah besar obat (misalnya ansiolitik, hipnotik, dan lain-lain), dapat
menyebabkan mengantuk berlebihan. Kadang-kadang efek aditif menyebabkan toksik
(misalnya aditif ototoksisitas, nefrotoksisitas, depresi sumsum tulang dan perpanjangan
interval QT) (Stockley, 2008).
b. Interaksi antagonis atau berlawanan
Berbeda dengan interaksi aditif, ada beberapa pasang obat dengan kegiatan yang
bertentangan satu sama lain. Misalnya kumarin dapat memperpanjang waktu pembekuan
darah yang secara kompetitif menghambat efek vitamin K. Jika asupan vitamin K bertambah,
efek dari antikoagulan oral dihambat dan waktu protrombin dapat kembali normal, sehingga
menggagalkan manfaat terapi pengobatan antikoagulan (Stockley, 2008).

2.2. TINGKAT KEPARAHAN INTERAKSI OBAT

Keparahan interaksi diberi tingkatan dan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga level : minor,
moderate, atau major.
1. Keparahan minor
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan minor jika interaksi mungkin terjadi tetapi
dipertimbangkan signifikan potensial berbahaya terhadap pasien jika terjadi kelalaian.
Contohnya adalah penurunan absorbsi ciprofloxacin oleh antasida ketika dosis diberikan
kurang dari dua jam setelahnya (Bailie, 2004).
2. Keparahan moderate
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan moderate jika satu dari bahaya potensial
mungkin terjadi pada pasien, dan beberapa tipe intervensi/monitor sering diperlukan. Efek
interaksi moderate mungkin menyebabkan perubahan status klinis pasien, menyebabkan
perawatan tambahan, perawatan di rumah sakit dan atau perpanjangan lama tinggal di rumah
sakit. Contohnya adalah dalam kombinasi vankomisin dan gentamisin perlu dilakukan
monitoring nefrotoksisitas (Bailie, 2004).
3. Keparahan major
Sebuah interaksi termasuk ke dalam keparahan major jika terdapat probabilitas yang tinggi
kejadian yang membahayakan pasien termasuk kejadian yang menyangkut nyawa pasien dan

10
terjadinya kerusakan permanen (Bailie, 2004). Contohnya adalah perkembangan aritmia yang
terjadi karena pemberian eritromisin dan terfenadin (Piscitelii, 2005).

2.3. FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB INTERAKSI OBAT

Sekarang ini, potensi efek yang tidak terduga sebagai akibat dari interaksi antara obat dan
obat lain atau makanan telah ditetapkan. Risiko interaksi obat akan meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah obat yang digunakan oleh individu. Hal ini juga menyiratkan risiko yang
lebih besar pada orang tua dan mengalami penyakit kronis, karena mereka akan menggunakan
obat-obatan lebih banyak daripada populasi umum. Risiko juga meningkat bila rejimen pasien
berasal dari beberapa resep. Peresepan dari satu apotek saja mungkin dapat menurunkan risiko
interaksi yang tidak terdeteksi (McCabe, et.al., 2003).
Interaksi obat potensial seringkali terjadi pada pasien rawat inap yang diresepkan banyak
pengobatan. Prevalensi interaksi obat meningkat secara linear seiring dengan peningkatan jumlah
obat yang diresepkan, jumlah kelas obat dalam terapi, jenis kelamin dan usia pasien (Mara and
Carlos, 2006).

11
BAB III
INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT

3.1. INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT OTC (Over The Counter)

Banyak orang lupa menyebutkan penggunaan obat bebas ke dokter atau apoteker. Obat yang
diminum dalam jangka pengobatan yang pendek, seperti obat untuk pilek, sembelit, atau sakit
kepala jarang sekali disebutkan. Praktisi kesehatan mungkin tidak berpikir untuk menanyakan
tentang penggunaan obat OTC atau obat herbal ketika menuliskan resep atau mengeluarkan
resep. Padahal banyak obat bebas dan obat herbal yang dapat berinteraksi negatif dengan
berbagai macam obat.
Beberapa interaksi yang diakibatkan bisa serius, yaitu mengganggu efektivitas obat atau
menyebabkan efek samping. Misalnya, mengkonsumsi aspirin dengan antikoagulan warfarin
dapat meningkatkan risiko pendarahan abnormal. Antasida yang mengandung alumunium atau
magnesium dapat mengurangi penyerapan digoxin untuk penyakit jantung. Mengkonsumsi
beberapa vitamin dan suplemen mineral dapat mengganggu aksi beberapa obat yang diresepkan.
Misalnya, antibiotika tetrasiklin menjadi kurang efektif jika ditelan bersama dengan produk yang
mengandung kalsium, magnesium, atau besi.
Label (dalam bentuk leaflet atau brosur) obat OTC memberikan informasi mengenai
komposisi, cara pemakaian, peringatan, dan petunjuk yang perlu untuk dibaca dan dimengerti.
Label tersebut juga memberikan informasi penting mengenai interaksi obat yang mungkin
terjadi. Label obat dapat berubah sesuai informasi baru yang ditemukan.
“Komposisi” dan “Farmakologi” menunjukkan :
1. Nama dan jumlah dari tiap zat aktif
2. Cara kerja dari tiap zat aktif
“Indikasi” menunjukkan :
1. Tujuan penggunaan obat
2. Gejala spesifik
“Peringatan” menunjukkan interaksi obat yang penting dan informasi yang perlu diperhatikan
seperti :
1. Kapan menghubungi dokter atau apoteker sebelum penggunaan
2. Kondisi kesehatan yang dapat menyebabkan obat menjadi kurang efektif atau tidak aman
3. Dalam kondisi apa obat seharusnya tidak digunakan
4. Kapan berhenti mengkonsumsi obat tersebut
“Petunjuk Penggunaan” menunjukkan :
1. Lama pemberian obat dan jumlah produk yang aman dipakai
2. Instruksi khusus lain mengenai bagaimana cara menggunakan produk
Obat OTC yang berbeda dapat mengandung zat aktif yang sama. Oleh karena itu perlu
diperhatikan label obat OTC ketika hendak digunakan.

12
3.2. INTERAKSI OBAT DENGAN OBAT

A. Interaksi Obat Pada Pengobatan Alergi


Reaksi alergi biasanya terjadi akibat pembebasan histamin oleh tubuh sebagai tanggapan
terhadap masuknya alergen. Sebagian orang lebih peka terhadap alergen dibandingkan orang
lain. Gejala yang terjadi antara lain serangan bersin yang tak dapat dikendalikan, gatal di seluruh
tubuh, hidung tersumbat atau ingus meleleh, mata berair dan gatal, peka terhadap cahaya, sakit
kepala, mudah terangsang, insomnia, dan kurang nafsu makan. Pengobatan yang paling efektif
adalah dengan mencegah pembebasan histamine karena serangan allergen tersebut dengan
memberikan antihistamin. Antihistamin bekerja dengan menempati tempat pada sel yang
biasanya ditempati oleh histamine, dengan demikian menghilangkan kemampuan histamine
untuk menimbulkan reaksi alergi.
Antihistamin menekan sistem saraf pusat. Obat ini menekan atau mengurangi sejumlah
fungsi tubuh seperti koordinasi dan kewaspadaan. Depresi berlebihan dan hilangnya fungsi tubuh
dapat terjadi jika antihistamin digunakan bersama dengan depresan sistem saraf pusat lainnya
seperti berikut :
i. Antihistamin – Antikolinergika
a. Kombinasi ini dapat menyebabkan efek samping antikolinergik berlebihan.
Akibatnya : penglihatan kabur, mulut kering, sembelit, palpitasi jantung, bicara tak
jelas, kesulitan buang air kecil, iritasi lambung, kemungkinan psikosis toksik (cemas,
disorientasi, meracau).
b. Antikolinergika tertentu dapat menyebabkan efek samping depresan yang berlebihan.
Akibatnya : mengantuk, pusing, hilangnya koordinasi motorik dan kewaspadaan mental
sehingga berbahaya bagi pengguna untuk mengemudikan kendaraan atau melakukan
pekerjaan lain yang membutuhkan kewaspadaan sempurna. Pada kasus yang berat
terjadi kegagalan peredaran darah dan fungsi pernafasan, menyebabkan koma dan
kematian. Sediaan antikolinergika yang menyebabkan interaksi ini a.l. Triheksifenidil
Nama generik dan penggunaan antikolinergika adalah sebagai berikut :
 Yang digunakan untuk mengendalikan tremor akibat penyakit Parkinson atau akibat
pengobatan dengan antipsikotika : Triheksifenidil
 Yang digunakan untuk gangguan lambung, saluran cerna : isopropamida
ii. Antihistamin – Antikonvulsan
Akibatnya : mengantuk, pusing, hilangnya koordinasi motorik serta kewaspadaan mental
sehingga berbahaya bagi pengguna untuk mengemudikan kendaraan atau melakukan
pekerjaan lain yang membutuhkan kewaspadaan sempurna. Pada kasus yang berat terjadi
kegagalan peredaran darah dan fungsi pernafasan, menyebabkan koma dan kematian.
Antikonvulsan digunakan untuk mengendalikan kejang pada kelainan seperti ayan.
Contoh sediaan : asam valproat, fenitoin, karbamazepin.
iii. Antihistamin – Antidepresan (jenis siklik)
Akibatnya : mengantuk, pusing, hilangnya koordinasi motorik serta kewaspadaan mental
sehingga berbahaya bagi pengguna untuk mengemudikan kendaraan atau melakukan
pekerjaan lain yang membutuhkan kewaspadaan sempurna. Pada kasus yang berat terjadi
kegagalan peredaran darah dan fungsi pernafasan, menyebabkan koma dan kematian.
Antidepresan digunakan untuk mengurangi depresi mental dan memperbaiki suasana hati.

13
Contoh sediaan : amitriptilin
iv. Antihistamin – Antipsikotika
Akibatnya : mengantuk, pusing, hilangnya koordinasi motorik serta kewaspadaan mental
sehingga berbahaya bagi pengguna untuk mengemudikan kendaraan atau melakukan
pekerjaan lain yang membutuhkan kewaspadaan sempurna. Pada kasus yang berat terjadi
kegagalan peredaran darah dan fungsi pernafasan, menyebabkan koma dan kematian.
Antipsikotika adalah trankuilansia mayor yang digunakan untuk mengobati gangguan
mental yang berat seperti skizofrenia. Antipsikotika ini umumnya merupakan turunan
fenotiazin.
Contoh sediaan : klorpromazin
Lain-lain : haloperidol
v. Antihistamin – Obat tekanan darah tinggi
(hanya pemblok saraf yaitu klonidin, metildopa)
Akibatnya : mengantuk, pusing, hilangnya koordinasi motorik serta kewaspadaan mental
sehingga berbahaya bagi pengguna untuk mengemudikan kendaraan atau melakukan
pekerjaan lain yang membutuhkan kewaspadaan sempurna. Pada kasus yang berat terjadi
kegagalan peredaran darah dan fungsi pernafasan, menyebabkan koma dan kematian. Obat
tekanan darah tinggi digunakan untuk menurunkan tekanan darah.
vi. Antihistamin – Pelemas otot
Akibatnya : mengantuk, pusing, hilangnya koordinasi motorik serta kewaspadaan mental
sehingga berbahaya bagi pengguna untuk mengemudikan kendaraan atau melakukan
pekerjaan lain yang membutuhkan kewaspadaan sempurna. Pada kasus yang berat terjadi
kegagalan peredaran darah dan fungsi pernafasan, menyebabkan koma dan kematian.
Pelemas otot digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri menyengat akut pada otot skelet.
Contoh sediaan : diazepam
vii. Antihistamin – Narkotika
Akibatnya : mengantuk, pusing, hilangnya koordinasi motorik serta kewaspadaan mental
sehingga berbahaya bagi pengguna untuk mengemudikan kendaraan atau melakukan
pekerjaan lain yang membutuhkan kewaspadaan sempurna. Pada kasus yang berat terjadi
kegagalan peredaran darah dan fungsi pernafasan, menyebabkan koma dan kematian.
Narkotika digunakan untuk menghilangkan rasa nyeri sedang sampai hebat.
Contoh sediaan : kodein, morfin
viii. Antihistamin – Trankuilansia
Akibatnya : mengantuk, pusing, hilangnya koordinasi motorik serta kewaspadaan mental
sehingga berbahaya bagi pengguna untuk mengemudikan kendaraan atau melakukan
pekerjaan lain yang membutuhkan kewaspadaan sempurna. Pada kasus yang berat terjadi
kegagalan peredaran darah dan fungsi pernafasan, menyebabkan koma dan kematian.
Trankuilansia digunakan untuk mengurangi rasa gelisah dan cemas. Kedua jenis
trankuilansia utama adalah benzodiazepin (yang paling umum digunakan) dan non-
benzodiazepin.
Contoh sediaan : klordiazepoksida/amitriptilin (juga digunakan sebagai antidepresan),
diazepam, alprazolam.

14
B. Interaksi Obat Pada Penanganan Artritis
Artritis merupakan penyakit penyebab radang sendi. Dua jenis artritis utama adalah yang
disebut osteoarthritis dan arthritis rheumatoid. Osteoartritis atau arthritis degenerative bertambah
parah dengan pertambahan usia karena kartilago tulang berkurang. Nyeri dan radang makin
parah jika terjadi perubahan cuaca dan kegiatan. Melemahnya pasien arthritis reumatoid dapat
terjadi pada segala usia, dan ini menyebabkan sendi nyeri dan bengkak dan kadang-kadang
terjadi perubahan bentuk sendi.
Bursitis (nyeri dan radang yang biasanya terdapat di daerah pundak) dan kerusakan jaringan
lunak akibat olah raga seperti salah urat dan keseleo juga termasuk dalam pembahasan di sini
karena dapat diobati dengan obat yang sama.
Obat yang digunakan di sini mengurangi benkak, radang, dan nyeri akibat penyakit arthritis.
Dua kelompok obat yang dipakai adalah kortikosteroida dan non-kortikosteroida (juga disebut
antiflogistika non-steroida)
Kortikosteroida menimbulkan berbagai efek yang berarti dalam tubuh. Karena
kemampuannya yang tinggi untuk menimbulkan efek samping merugikan, biasanya dokter
memberikan obat ini utnuk jangka waktu singkat dalam mengobati arthritis, seperti misalnya
pada serangna akut.
Obat non-kortikosteroida digunakan untuk mengobati penyakit arthritis, baik untuk
penanganan singkat maupun jangka panjang. Kekecualian adalah fenilbutazon dan
oksifenbutazon yang hanya digunakan untuk jangka singkat karena dapat menimbulkan efek
samping merugikan. Semua obat ini mengurangi pembengkakan sendi, serta nyeri dan kakunya
otot pada pagi hari. Obat yang paling banyak digunakan dari kelompok ini adalah aspirin.
Contoh sediaan Kortikosteroida : triamsinolon, betametason, hidrokortison, deksametason,
prednisolon, prednisone, metilprednisolon
Contoh sediaan Non-Kortikosteroida : aspirin, fenilbutazon, piroksikam, ibuprofen, asam
mefenamat
i. Kortikosteroida – Asetazolamida
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu banyak kalium dan menahan
terlalu banyak natrium. Gejala kekurangan kalium yang dilaporkan : lemah otot atau
kejang, pengeluaran urin terlalu banyak, bradikardia atau takhikardia, aritmia jantung,
tekanan darah rendah disertai pusing, dan pingsan. Gejala kelebihan natrium yang
dilaporkan : udem, haus, pengeluaran urin sedikit, bingung, tekanan darah tinggi, mudah
terangsang. Asetazolamida digunakan pada glaucoma dan beberapa jenis kejang.
ii. Kortikosteroida – Antasida (yang mengandung magnesium)
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan terlalu banyak kalium dan menahan
terlalu banyak natrium. Gejala kekurangan kalium yang dilaporkan : lemah otot atau
kejang, pengeluaran urin terlalu banyak, bradikardia atau takhikardia, aritmia jantung,
tekanan darah rendah disertai pusing, dan pingsan. Gejala kelebihan natrium yang
dilaporkan : udem, haus, pengeluaran urin sedikit, bingung, tekanan darah tinggi, mudah
terangsang.
iii. Kortikosteroida – Antikoagulan
a. Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan
darah dan mencegah terjadinya pembekuan. Akibatnya : darah tetap membeku walau
pasien diberi antikoagulan.

15
b. Kombinasi ini secara paradox dapat menyebabkan pendarahan hebat. Akibatnya :
risiko perdarahan dapat meningkat. Antikoagulan yang paling banyak digunakan adalah
warfarin.
iv. Kortikosteroida – Aspirin
Efek aspirin dapat berkurang. Aspirin adalah analgetika golongan salisilat yang juga
berkhasiat mengurangi demam dan radang. Obat ini penting untuk menangani kondisi
arthritis. Akibatnya : simptom tak akan terawasi dengan baik kecuali kalau dosis aspirin
dinaikkan menjadi lebih tinggi dari keadaan normal. Kombinasi ini juga meningkatkan
risiko perdarahan lambung dan pembentukan tukak.
Perhatian : jika obat jenis kortikosteroida dihentikan, dosis aspirin harus dikurangi untuk
mencegah keracunan aspirin.
v. Kortikosteroida – Barbiturat (Fenobarbital)
Efek kortikosteroida dapat berkurang. Akibatnya : kondisi arthritis akan membutuhkan
dosis kortikosteroida yang lebih besar. Barbiturate digunakan sebagai sedativa atau pil
tidur.
vi. Kortikosteroida – Obat diabetes
Efek obat diabetes dapat berkurang. Obat diabetes digunakan untuk menurunkan kadar gula
darah pada penderita diabetes. Akibatnya : kadar gula darah tetap terlalu tinggi.
Contoh sediaan : klorpropamida, insulin
vii. Kortikosteroida – Digitalis
Efek digitalis dapat meningkat. Digitalis digunakan untuk mengobati layu jantung dan
untuk mengembalikan denyut jantung yang tak teratur ke denyut normal. Akibatnya : dapat
terjadi denyut jantung yang tidak teratur akibat terlalu banyak digitalis.
viii. Kortikosteroida – Diuretika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banyak kehilangna kalium dan menahan
terlalu banyak natrium. Gejala kekurangan kalium yang dilaporkan : lemah otot atau
kejang, pengeluaran urin banyak, bradikardia atau takhikardia, aritmia jantung, tekanan
darah rendah disertai pusing, dan pingsan. Gejala kelebihan natrium yang dilaporkan :
udem, haus, pengeluaran urin sedikit, bingung, tekanan darah tinggi, mudah terangsang.
Diuretika menghilangkan kelebihan cairan tubuh dan digunakan untuk mengobati tekanan
darah tinggi dan layu jantung. Obat yang berinteraksi seperti ini disebut diuretika
‘penghilang kalium’ dan contoh sediaannya adalah hidroklorotiazida, furosemid, asam
etakrinat)
Catatan : ada pula sediaan kombinasi diuretika yang mengandung diuretika ‘penahan
kalium’ untuk mengurangi efek komponen ‘penghilang kalium’ sehingga efek interaksi
sediaan ini tak begitu besar, misalnya : hidroklorotiazida-spironolakton.
ix. Kortikosteroida – Pencahar
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banyak kehilangan kalium dan menahan
terlalu banyak natrium. Gejala kekurangan kalium yang dilaporkan : lemah otot atau
kejang, pengeluaran urin banyak, bradikardia atau takhikardia, aritmia jantung, tekanan
darah rendah disertai pusing, dan pingsan. Gejala kelebihan natrium yang dilaporkan :
udem, haus, pengeluaran urin sedikit, bingung, tekanan darah tinggi, mudah terangsang.

16
x. Kortikosteroida – Levodopa
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh terlalu banyak kehilangan kalium dan menahan
terlalu banyak natrium. Gejala kekurangan kalium yang dilaporkan : lemah otot atau
kejang, pengeluaran urin banyak, bradikardia atau takhikardia, aritmia jantung, tekanan
darah rendah disertai pusing, dan pingsan. Gejala kelebihan natrium yang dilaporkan :
udem, haus, pengeluaran urin sedikit, bingung, tekanan darah tinggi, mudah terangsang.
Levodopa digunakan untuk mengendalikan tremor penyakit Parkinson.
xi. Kortikosteroida – Fenitoin
Efek kortikosteroida dapat berkurang. Akibatnya : kondisi arthritis tak terawasi dengan
baik. Fenitoin digunakan untuk mengendalikan kejang pada kelainan seperti ayan.
xii. Kortikosteroida – Rifampisin
Efek kortikosteroida dapat berkurang. Akibatnya : kondisi arthritis tak terawasi dengan
baik. Rifampisin digunakan pada pengobatan tuberculosis dan diberikan pada pasien yang
diduga pengidap meningitis.
xiii. Kortikosteroida – Vaksin cacar
Kombinasi ini dapat menyebabkan meningkatnya kepekaan terhadap infeksi karena sistem
kekebalan tubuh tertekan. Ini dapat mengakibatkan infeksi berbahaya dan mematikan.
Interaksi ini dapat pula terjadi dengan sediaan kortikosteroida topikal.
xiv. Non-kortikosteroida – Obat jantung pemblok beta
Efek pemblok beta dapat berkurang. Pemblok beta digunakan untuk mengobati angina,
aritmia jantung, dan tekanan darah tinggi. Akibatnya : kondisi yang ditangani tak terawasi
dengan baik. Contoh sediaannya : timolol, propanolol, atenolol.
xv. Non-kortikosteroida – Diuretika
Efek diuretika dapat berkurang. Diuretika menghilangkan udem dan digunakan untuk
mengobati tekanan darah tinggi dan layu jantung. Akibatnya : kondisi yang ditangani tak
terawasi dengan baik. Contoh sediaannya : hidroklorotiazida-spironolakton,
hidroklorotiazida, furosemid.
xvi. Aspirin – Antasida
Efek aspirin dapat berkurang.
xvii. Aspirin – Antikoagulan
Kerja antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah
dan mencegah pembekuan. Akibatnya : risiko perdarahan meningkat. Aspirin dapat
menyebabkan iritasi lambung/tukak, yang akan makin parah dengan interaksi ini. Gejala
yang dilaporkan : tinja hitam pekat, perdarahan atau memar, nyeri perut (terutama setelah
makan), hilangnya energi yang tak seperti biasa. Contoh sediaan : warfarin.
xviii. Aspirin – Kortikosteroida
Efek aspirin dapat berkurang. Akibatnya : gejala tak terawasi dengan baik kecuali kalau
dosis aspirin ditinggikan melebihi dosis normal. Kombinasi ini juga meningkatkan risiko
perdarahan lambung dan pembentukan tukak. Contoh sediaan : triamsinolon, betametason,
hidrokortison, deksametason, prednisolon, prednisone, metilprednisolon.
xix. Aspirin – Probenesid
Kerja probenesid dapat berkurang. Probenesid digunakan untuk mengobati pirai. Akibatnya
: kondisi tak terawasi dengan baik, terutama kalau aspirin digunakan dalam dosis tinggi
dengan maksud untuk mengangani artritis.

17
xx. Aspirin – Vitamin C
Kerja vitamin C dapat berkurang. Vitamin C mencegah sariawan. Akibatnya : terjadi
kekurangan vitamin C dan muncul gejala sariawan : gusi berdarah, sakit lidah, nyeri otot
dan sendi, berat badan berkurang, lesu. Catatan : dosis tinggi vitamin C (di atas 2000
mg/hari) dapat menaikkan kadar darah aspirin ke dosis toksis dan menyebabkan salisilisme.
Waspadalah terhadap gejala seperti tinitus, tuli, pusing, mual, gelisah, meracau, pernapasan
cepat, rasa terbakar.
xxi. Asam mefenamat – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah
dan mencegah pembekuan. Akibatnya : risiko perdarahan meningkat. Asam mefenamat
dapat menyebabkan iritasi lambung/pembentukan tukak, yang akan bertambah parah
dengan adanya interaksi ini. Gejala yang dilaporkan a.l. tinja hitam pekat, perdarahan atau
memar, nyeri perut, kehilangan energi yang tak seperti biasanya.

C. Asma (bronkhial)
Asma bronkhial mengakibatkan pernafasan menjadi sulit karena menyempitnya jalan udara
dan bronkhioli dalam paru-paru. Bergantung pada penderitanya, reaksi asmatik dapat disebabkan
obat tertentu, makanan atau pengawet makanan, stress, olahraga, infeksi saluran nafas, atau
pencemar yang terhirup seperti serbuk sari, kapang, atau debu.
Ada tiga jenis obat primer yang digunakan untuk mengobati asma : kelompok epinefrin
(efedrin, epinefrin), kelompok teofilin (aminofilin, teofilin), dan sediaan kortikosteroida untuk
obat hirup (beklometason, deksametason). Kortikosteroida oral (tablet, kapsul, cairan).
Epinefrin dan teofilin merupakan bronkodilator yang membuka saluran udara yang
menyempit sehingga memudahkan penderita bernapas. Kortikosteroida melawan reaksi alergi
atau radang yang menyebabkan penyempitan saluran udara tadi.
Obat yang paling umum digunakan untuk asma adalah obat dari kelompok epinefrin dan
teofilin. Keduanya merupakan stimulant sistem saraf pusat. Bila obat asma jenis ini diberikan
bersama stimulan sistem saraf pusat lainnya, dapat terjadi rangsangan berlebihan.
i. Obat asma (epinefrin/teofilin) – Stimulan lain
Akibatnya : perangsangan sistem saraf pusat berlebihan disertai gelisah, agitasi, tremor,
takikardi, palpitasi jantung, demam, hilangnya koordinasi otot, pernapasan yang cepat dan
dangkal, insomnia; pada kasus yang berat dapat terjadi kenaikan tekanan darah yang
berbahaya, ditandai sakit kepala, gangguan penglihatan, atau kebingungan. Dokter yang
memberikan kombinasi semacam ini harus memantau pasien dengan teliti dan
menyesuaikan dosis sehingga kerja-gabungan stimulant dapat dikurangi. Di bawah ini
adalah kelompok stimulant yang berinteraksi serta nama patennya :
KAFEIN – Stimulan ini terdapat dalam kopi, teh, minuman kola, beberapa jenis pil
pelangsing yang dijual bebas, sediaan untuk flu dan batuk, nyeri, dan rasa tak enak waktu
haid.
SEDIAAN FLU/BATUK YANG MENGANDUNG PELEGA HIDUNG – Obat pelega
hidung yang ada dalam sediaan yang dijual bebas (obat yang sama juga digunakan dalam
obat dengan resep) : (a) obat oral (tablet, kapsul, cairan) – efedrin, fenilefrin,
fenilpropanolamin, pseudoefedrin; (b) obat hidung (tetes, semprot, obat hirup) –
oksimetazolin, fenilefrin.

18
ii. Kelompok epinefrin – Antidepresan (jenis siklik)
Efek obat kelompok epinefrin dapat meningkat. Akibatnya : dapat terjadi aritmia jantung
atau kenaikan tekanan darah yang berbahaya. Gejala yang dilaporkan antara lain kelainan
jantung, skait kepala, demam, gangguan penglihatan. Antidepresan digunakan untuk
mengurangi depresi mental dan memperbaiki suasana hati. Contoh sediaan : amitriptilin,
amitriptilin-klordiazepoksida
iii. Epinefrin – Antipsikotika
Kombinasi ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang berbahaya. Akibatnya :
pusing, lemah, pingsan, kemungkinan terjadi kejang atau syok. Antipsikotika atau
trankuilansia mayor digunakan untuk mengobati kelainan mental yang berat seperti
skizofrenia. Umumnya antipsikotika berasal dari turunan fenotiazin.
Contoh sediaan : haloperidol
iv. Kelompok epinefrin – Obat jantung pemblok beta
Efek obat kelompok epinefrin pada asma akan dilawan. Akibatnya : saluran bronkhus paru-
paru kurang terbuka sehingga tak dapat menanggulangi serangan asma. Catatan : obat
pemblok beta yang paling ringan dalam menghambat efek epinefrin di paru-paru adalah
metoprolol dan atenolol. Kombinasi ini juga dapat menyebabkan kenaikan tekanan darah
secara berlawanan yang berbahaya dengan simptom seperti demam, sakit kepala, gangguan
penglihatan. Di samping itu, epinefrin juga melawan kerja pemblok beta. Pemblok beta
digunakan untuk mencegah angina, untuk mengembalikan denyut jantung yang tak teratur
ke denyut normal, dan untuk menurunkan tekanan darah tinggi. Contoh sediaan : timolol,
propranolol, atenolol.
v. Kelompok epinefrin – Obat diabetes
Efek obat diabetes dapat berkurang. Obat diabetes digunakan untuk menurunkan kadar gula
darah pada penderita diabetes. Akibatnya : kadar gula darah tetap terlalu tinggi. Simptom
yang dilaporkan antara lain haus dan lapar berlebihan, pengeluaran urin yang banyak tak
seperti biasa, mengantuk, lelah, hilangnya koordinasi, berat badan berkurang. Contoh
sediaan : klorpropamida, insulin.
vi. Kelompok epinefrin – Obat jantung digitalis
Kombinasi ini dapat merangsang jantung secara berlebihan. Digitalis digunakan untuk
mengobati layu jantung dan untuk mengembalikan denyut jantung yang tak teratur ke
denyut normal. Akibatnya : kemungkinan terjadi aritmia jantung.
vii. Kelompok epinefrin – Obat tekanan darah tinggi
Efek obat tekanan darah tinggi dapat diantagonis. Akibatnya : tekanan darah tinggi tidak
dapat dikendalikan dengan baik. Obat tekanan darah tinggi yang berinteraksi : kaptopril,
klonidin, hidralazin, metildopa, obat jenis reserpin (rauwolfia, reserpin).
viii. Kelompok teofilin – Alopurinol
Efek obat kelompok teofilin dapat meningkat. Akibatnya : efek samping yang merugikan
akibat terlalu banyak teofilin. Gejala yang dilaporkan antara lain mual, pusing, sakit kepala,
mudah terangsang, tremor, insomnia, takikardia, aritmia jantung, dapat juga terjadi kejang.
ix. Kelompok teofilin – Obat jantung pemblok beta
Efek obat kelompok teofilin terhadap asma akan dilawan. Akibatnya : saluran bronkhus
paru-paru kurang terbuka sehingga tak dapat menanggulangi serangan asma. Catatan : obat
pemblok beta yang paling ringan menghambat efek teofilin di paru-paru adalah metoprolol

19
dan atenolol. Pemblok beta digunakan untuk mencegah angina, untuk mengembalikan
denyut jantung yang tak teratur ke denyut normal, dan untuk menurunkan tekanan darah
tinggi. Contoh sediaan : timolol, propranolol, atenolol.
x. Kelompok teofilin – Antibiotik eritromisin
Efek obat kelompok teofilin dapat meningkat. Akibatnya : terjadi efek samping merugikan
akibat terlalu banyak teofilin. Gejala yang dilaporkan antara lain mual, pusing, sakit kepala,
mudah terangsang, tremor, insomnia, takhikardia, aritmia jantung; dapat terjadi kejang.
Eritromisin adalah antibiotika yang digunakan untuk melawan infeksi.
xi. Kelompok teofilin – Fenitoin
Efek fenitoin dapat berkurang. Fenitoin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk
mengendalikan serangan seperti pada ayan. Akibatnya : serangan tak dapat dikendalikan
dengan baik.

D. Interaksi Obat pada Penanganan Diabetes


Diabetes mellitus adalah penyakit pada orang yang kelenjar pankreasnya gagal
menghasilkan insulin dalam jumlah cukup, atau yang tubuhnya tak dapat menggunakan insulin
dengan baik. Insulin adalah hormone yang membawa gula dari darah ke sel tubuh yang
membutuhkannya yang mengubahnya menjadi energi. Pada pasien diabetes mellitus, gula tetap
berada dalam darah (dan keluar melalui urin) dan tidak dibawa ke sel untuk digunakan. Karena
tak ada gula, sel harus membakar lemak dan protein lebih dari biasanya. Pemecahan lemak dan
protein secara berlebihan ini akan membebaskan produk-buangan asam ke dalam darah.
Diabetes yang tak ditangani atau diawasi dengan baik dapat menimbulkan efek merugikan
dalam jangka panjang dan dapat menyebabkan krisis metabolik dan koma diabetik.
Gejala diabetes adalah rasa lapar yang berlebihan (tubuh menyadari kebutuhannya yang
meningkat akan bahan bakar), banyak kencing, rasa haus yang amat sangat (tubuh harus
menggantikan kehilangan cairan karena kencing), lesu, letargi, mengantuk, kehilangan bobot
badan.
Biasanya penderita diabetes, dalam keadaan berpuasa, mempunyai kadar gula darah di atas
130 mg/100 ml dan setelah makan kadarnya di atas 170 mg/ml.
Banyak penderita dapat ditangani hanya dengan mengatur kebiasaan makan dan bobot
badan saja. Sebagian memerlukan pengobatan secara oral. Penderita diabetes berusia muda dan
penderita dewasa yang tak dapat diobati hanya dengan sediaan oral atau pengaturan makan,
membutuhkan suntikan insulin setiap hari.
Baik pil maupun insulin dapat menurunkan kadar gula darah. Pil bekerja dengan
merangsang pancreas untuk menghasilkan lebih banyak insulin atau dengan menambah
kemampuan tubuh menggunakan insulin. Suntikan insulin menutupi langsung kekurangan
insulin dalam tubuh.
Pasien dan dokter harus selalu memantau kadar gula dalam darah dan urin pada setiap
pengobatan yang menggunakan senyawa yang berinteraksi dengan obat diabetes pasien
bersangkutan. Untuk mendapatkan kadar gula darah yang mantap, dosis obat diabetes harus
diatur pada saat obat lain tersebut diberikan. Di samping itu, setelah pengobatan berhenti, dosis
obat diabetes harus disesuaikan kembali.

20
Penderita diabetes, terutama yang menggunakan obat lain yang mungkin berinteraksi,
sebaikna selalu membawa permen atau sediaan glukosa untuk digunakan pada keadaan darurat
manakala kadar gula darah turun mendadak.

Interaksi yang dapat meningkatkan efek obat diabetes :


i. Obat diabetes (oral) – Alopurinol
Efek obat diabetes dapat bertambah. Akibatnya : kadar gula darah turun terlalu rendah.
Gejala hipoglikemia yang dilaporkan : gelisah, pingsan, lesu, berkeringat, bingung, aritmia
jantung, takikardia, nanar, gangguan penglihatan. Alopurinol digunakan untuk mengobati
pirai.
ii. Obat diabetes (oral) – Antikoagulan
a. Efek obat diabetes dapat bertambah. Akibatnya : kadar gula darah turun terlalu rendah.
Gejala hipoglikemia yang dilaporkan : gelisah, pingsan, lesu, berkeringat, bingung,
aritmia jantung, takikardia, nanar, gangguan penglihatan.
b. Efek antikoagulan dapat bertambah. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan
darah dan mencegah pembekuan. Akibatnya : risiko perdarahan dapat naik. Gejala yang
dilaporkan yaitu memar atau perdarahan pada bagian tubuh, tinja hitam pekat.
iii. Obat diabetes (oral) – Aspirin
Efek obat diabetes dapat bertambah. Akibatnya : kadar gula darah turun terlalu rendah.
Gejala hipoglikemia yang dilaporkan : gelisah, pingsan, lesu, berkeringat, bingung, aritmia
jantung, takikardia, nanar, gangguan penglihatan.
iv. Obat diabetes (oral dan insulin) – Obat jantung pemblok beta
Kombinasi ini dapat menurunkan atau meningkatkan efek obat diabetes. Akibatnya : jika
efek obat diabetes meningkat, kadar gula darah akan turun terlalu rendah. Gejala
hipoglikemia yang dilaporkan akan menjadi lebih jelas bila dilakukan olah raga atau
kegiatan jasmani yang melelahkan. Gejala tersebut adalah : gelisah, pingsan, lemah,
berkeringat, bingung, aritmia jantung, takhikardia, nanar, gangguan penglihatan – hati-hati
karena gejala peringatan ini dapat tersembunyi bila digunakan obat pemblok beta. Jika efek
obat diabetes berkurang, kadar gula darah dapat tetap tinggi. Gejala hiperglikemia yang
dilaporkan : haus berlebihan, urin banyak, kehilangan berat, lapar, letargi, mengantuk,
koordinasi hilang.
Obat jantung pemblok beta diberikan kepada pasien angina, untuk menormalkan denyut
jantung yang tak teratur, dan untuk membantu menurunkan tekanan darah. Contoh
sediaan : timolol, propranolol, atenolol.
v. Obat diabetes (oral) – Kloramfenikol
Efek obat diabetes dapat bertambah. Akibatnya : kadar gula darah turun terlalu rendah.
Gejala hipoglikemia yang dilaporkan : gelisah, pingsan, lesu, berkeringat, bingung, aritmia
jantung, takhikardia, nanar, gangguan penglihatan. Kombinasi ini dapat pula menyebabkan
depresi sumsum tulang – gejalanya antara lain sakit leher, demam, radang mulut,
perdarahan di bagian tubuh, kehilangan tenaga. Kloramfenikol merupakan antibiotika yang
diberikan untuk memerangi infeksi.
vi. Obat diabetes (oral) – Insulin
Efek kedua obat dapat meningkat. Akibatnya : hipoglikemia aditif. Interaksi ini dapat
terjadi selama ‘periode silang’ pada saat beralih dari obat diabetes oral ke insulin atau

21
sebaliknya. Waspadalah terhadap gejala hipoglikemia : gelisah, pingsan, lesu, berkeringat,
bingung, aritmia jantung, takhikardia, nanar, gangguan penglihatan.
vii. Obat diabetes (oral) – Probenesid
Efek obat diabetes dapat bertambah. Akibatnya : kadar gula darah turun terlalu rendah.
Gejala hipoglikemia yang dilaporkan : gelisah, pingsan, lemah, berkeringat, bingung,
aritmia jantung, takhikardia, nanar, gangguan penglihatan. Probenesid diberikan untuk
pirai.
viii. Obat diabetes (oral) – Sulfonamida
Efek obat diabetes dapat bertambah. Akibatnya : kadar gula darah turun terlalu rendah.
Gejala hipoglikemia yang dilaporkan : gelisah, pingsan, lemah, berkeringat, bingung,
aritmia jantung, takhikardia, nanar, gangguan penglihatan. Sulfonamide digunakan untuk
melawan infeksi, terutama infeksi saluran urin. Contoh sediaan : trimetoprim-
sulfametoksazol.

Interaksi yang dapat mengurangi efek obat diabetes


i. Obat diabetes (oral dan insulin) – Obat asma (kelompok epinefrin)
Efek obat diabetes dilawan. Akibatnya : kadar gula darah tetap terlalu tinggi. gejala
hiperglikemia yang dilaporkan : haus berlebihan, pengeluaran urin banyak, kehilangan
berat badan, lapar, letargi, mengantuk, kehilangan koordinasi. Obat asma digunakan untuk
mempermudah penderita asma bernafas.
Contoh obat asma kelompok epinefrin : epinefrin, terbutalin, albuterol.
ii. Obat diabetes (oral dan insulin) – Obat jantung pemblok beta
Kombinasi ini dapat menurunkan atau meningkatkan efek obat diabetes. Akibatnya : jika
efek obat diabetes meningkat, kadar gula darah akan turun terlalu rendah. Gejala
hipoglikemia yang dilaporkan akan menjadi lebih jelas bila dilakukan olah raga atau
kegiatan jasmani yang melelahkan. Gejala tersebut adalah : gelisah, pingsan, lemah,
berkeringat, bingung, aritmia jantung, takhikardia, nanar, gangguan penglihatan – hati-hati
karena gejala peringatan ini dapat tersembunyi bila digunakan obat pemblok beta. Jika efek
obat diabetes berkurang, kadar gula darah dapat tetap tinggi. Gejala hiperglikemia yang
dilaporkan : haus berlebihan, urin banyak, kehilangan berat, lapar, letargi, mengantuk,
koordinasi hilang.
Obat jantung pemblok beta diberikan kepada pasien angina, untuk menormalkan denyut
jantung yang tak teratur, dan untuk membantu menurunkan tekanan darah. Contoh
sediaan : timolol, propranolol, atenolol.
iii. Obat diabetes (oral dan insulin) – sediaan flu/batuk yang mengandung senyawa pelega
hidung
Efek obat diabetes dilawan. Akibatnya : kadar gula darah tetap terlalu tinggi. Gejala
hiperglikemia yang dilaporkan : haus berlebihan, pengeluaran urin banyak, kehilangan
berat badan, lapar, letargi, mengantuk, kehilangan koordinasi. Waspadalah karena obat
hidung dapat diserap ke dalam aliran darah dan dapat menyebabkan interaksi.
Obat pelega hidung yang ada dalam sediaan flu/batuk yang dijual bebas (obat yang sama
juga digunakan dalam sediaan flu/batuk yang menggunakan resep dokter) :
Oral (tablet/kapsul, cair) : efedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin, pseudoefedrin.
Nasal (tetes, semprot, hirup) : oksimetazolin, fenilefrin.

22
iv. Obat diabetes (oral dan insulin) – Kortikosteroida
Efek obat diabetes dapat berkurang. Akibatnya : kadar gula darah dapat tetap terlalu tinggi.
Gejala hiperglikemia yang dilaporkan : haus berlebihan, pengeluaran urin banyak,
kehilangan berat badan, lapar, letargi, mengantuk, kehilangan koordinasi. Kortikosteroid
diberikan kepada pasien artritis, alergi berat, asma, kelainan endokrin, leukemia, kolitis,
enteritis, serta berbagai penyakit kulit, paru-paru, dan mata.
Contoh sediaan : triamsinolon, betametason, hidrokortison, deksametason, prednisolon,
prednisone, metilprednisolon.
v. Obat diabetes (oral dan insulin) – Diuretika
Efek obat diabetes dilawan. Akibatnya : kadar gula darah dapat tetap terlalu tinggi. Gejala
hiperglikemia yang dilaporkan : haus berlebihan, pengeluaran urin banyak, kehilangan
berat badan, lapar, letargi, mengantuk, kehilangan koordinasi. Diuretika menghilangkan
kelebihan cairan dari tubuh dan digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan layu
jantung. Asam etakrinat dan furosemid tidak menyebabkan interaksi seperti yang
disebabkan oleh diuretika lain.
Diuretika yang berinteraksi ini disebut diuretika ‘pembuang kalium’ dan contoh sediaannya
hidroklorotiazida, furosemida.
Catatan : produk diuretika kombinasi di bawah ini mengandung komponen diuretika yang
‘menahan hilangnya kalium’ untuk menetralkan efek komponen yang ‘membuang kalium’
sehingga interaksi produk ini tak seberapa besar : spironolakton-hidroklorotiazida.
vi. Obat diabetes (oral) – Fenitoin
Efek obat diabetes dilawan. Akibatnya : kadar gula darah dapat tetap terlalu tinggi. Gejala
hiperglikemia yang dilaporkan : haus berlebihan, pengeluaran urin banyak, kehilangan
berat badan, lapar, letargi, mengantuk, kehilangan koordinasi. Fenitoin digunakan untuk
mengendalikan serangan pada kelainan seperti ayan.
vii. Obat diabetes (oral) – Rifampisin
Efek obat diabetes berkurang. Akibatnya : kadar gula darah dapat tetap terlalu tinggi.
Gejala hiperglikemia yang dilaporkan : haus berlebihan, pengeluaran urin banyak,
kehilangan berat badan, lapar, letargi, mengantuk, kehilangan koordinasi. Rifampisin
digunakan untuk mengobati tuberculosis dan dapat diberikan pada orang yang diduga
pengidap meningitis.
viii. Obat diabetes (oral dan insulin) – Obat tiroid
Efek obat diabetes dilawan. Akibatnya : kadar gula darah dapat tetap terlalu tinggi. Gejala
hiperglikemia yang dilaporkan : haus berlebihan, pengeluaran urin banyak, kehilangan
berat badan, lapar, letargi, mengantuk, kehilangan koordinasi. Hormon tiroid digunakan
sebagai terapi pengganti tiroid pada hipotiroidisme atau gondok (pembesaran kelenjar
tiroid). Contoh sediaan : Levotiroksin.

E. Interaksi Obat pada Penanganan Diare


Diare ditandai dengan seringnya pengeluaran tinja cair dan tak berbentuk, sering disertai
kejang atau nyeri perut. Diare akut biasanya dapat berhenti dengan sendirinya dan berlangsung
tidak lebih dari satu sampai tiga hari. Diare ini dapat disebabkan infeksi virus atau bakteri atau
makanan rusak yang mengandung Salmonella atau bakteri lain.

23
Sering kali diare terjadi ketika pasien sedang diobati dengan antibiotika, yang juga akan
membunuh bakteri usus normal yang bermanfaat di samping membasmi infeksi itu sendiri. Pada
diare yang dialami orang yang sedang dalam perjalanan, kesetimbangan bakteri usus normal
akan diubah oleh makanan dan minuman yang mengandung mikroorganisme asing.
Obat diare yang dapat dibeli bebas mengandung adsorben atau gabungan antara adsorben
dengan penghilang nyeri (paregorik). Adsorben ‘mengikat’ bakteri dan toksin sehingga dapat
dibawa melalui usus dan dikeluarkan bersama tinja. Adsorben yang digunakan dalam sediaan
diare antara lain attapulgite aktif, karbon aktif, garam bismuth, kaolin, dan pektin.
Paregorik menanggulangi diare dengan memperlambat gerakan atau motilitas usus, dan
menyediakan waktu yang cukup untuk membentuk tinja yang padat.
Obat resep yang digunakan untuk menangani diare adalah loperamida. Obat yang mirip
narkotika ini memperlambat motilitas usus atau gerakannya sehingga tersedia cukup waktu untuk
membentuk tinja yang padat.
i. Adsorben – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Adsorben mengurangi kemampuan tubuh untuk menyerap
digoksin. Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung atau untuk menormalkan
kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya : kondisi yang diobati tak terkendali
dengan baik. Untuk mencegah interaksi ini, jarak penggunaan digoksin dengan adsorben
tidak boleh kurang dari dua jam.
ii. Adsorben – Klindamisin dan Linkomisin
Efek klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Adsorben mengurangi kemampuan
tubuh untuk menyerap kedua obat ini. Klindamisin dan linkomisin merupakan antibiotika
yang dicadangkan untuk mengobati beberapa jenis infeksi berbahaya jika penisilin tak
dapat digunakan atau kalau pasien tersebut alergi terhadap penisilin. Akibatnya : infeksi
yang ditangani mungkin tak dapat sembuh. Untuk mencegah atau mengurangi interaksi,
adsorben digunakan dengan jarak tiga atau empat jam dari waktu penggunaan antibiotika
ini.
iii. Loperamida – Digoksin
Efek digoksin dapat meningkat. Dengan memperlambat gerakan usus halus, loperamida
menaikkan penyerapan digoksin oleh tubuh. Digoksin digunakan untuk mengobati layu
jantung atau untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya : efek
samping merugikan mungkin terjadi akibat terlalu banyak digoksin.
Gejala yang dilaporkan antara lain mual, sakit kepala, tak ada nafsu makan, gangguan
penglihatan, bingung, tak bertenaga, bradikardia atau takhikardia, dan aritmia jantung. Efek
interaksi ini dapat diperkecil bila digunakan obat paten digoksin yang mudah larut.
iv. Paregorik – Digoksin
Efek digoksin dapat meningkat. Dengan memperlambat gerakan usus halus, paregoric
dapat meningkatkan penyerapan digoksin oleh tubuh. Digoksin digunakan untuk mengobati
layu jantung atau untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya :
efek samping merugikan mungkin terjadi akibat terlalu banyak digoksin. Gejala yang
dilaporkan antara lain mual, sakit kepala, tak ada nafsu makan, gangguan penglihatan,
bingung, tak bertenaga, bradikardia, takhikardia, dan aritmia jantung. Efek interaksi ini
diperkecil bila digunakan obat paten digoksin yang mudah larut.

24
F. Interaksi Obat pada Penanganan Tekanan Darah Tinggi
Hipertensi atau tekanan darah tinggi dinyatakan sebagai hipertensi esensial, dan
penyebabnya masih belum diketahui. Yang sudah diketahui adalah bahwa tekanan darah tinggi
yang tidak diobati akan mempertinggi risiko serangan jantung dan stroke. Karena kondisi ini
tidak menunjukkan gejala yang jelas, penyakit tersebut biasanya ditemukan pada pemeriksaan
jasmani secara teratur.
Tekanan darah 120/80 adalah tekanan darah normal untuk orang dewasa muda. Nilai 120
adalah tekanan sistolik dan 80 tekanan diastolik. Angka sistolik menunjukkan tekanan darah
yang dipompa dalam arteri, sedangkan angka diastolik menunjukkan tekanan pada saat pompa
beristirahat. Penanganan tekanan darah tinggi biasanya dimulai bila tekanan diastolik secara
terus menerus berada di atas angka 90 pada pemeriksaan yang dilakukan selama beberapa hari.
Pada umumnya, pertama-tama dokter menyarankan untuk menurunkan tekanan darah
tersebut tanpa menggunakan obat : membatasi makanan bergaram (garam menyebabkan tubuh
menahan air sehingga memperbesar volume darah dan meningkatkan tekanan di dalam
pembuluh), mengurangi bobot badan, dan menghentikan merokok. Jika hasilnya tidak
memuaskan, barulah ditangani.
Penanganan lazimnya dilakukan secara bertahap, yang terdiri atas empat tahapan, pada
tahap pertama, diberikan diuretika untuk mengurangi volume cairan tubuh. Cara ini sering dirasa
cukup untuk mengendalikan tekanan darah tinggi yang masih ringan. Jika tidak, dokter
berpindah pada tahap kedua dan menambahkan senyawa pemblok beta, atau jenis pemblok saraf
lain, untuk menghalangi impuls saraf yang menaikkan tekanan darah. Pada tahap ketiga,
ditambahkan vasodilator untuk mengendurkan dan memperlebar pembuluh darah. Tahap
keempat, dimaksudkan untuk menangani tekanan darah tinggi berat, adalah menambahkan
pemblok saraf berkhasiat tinggi. Penanganan secara bertahap ini bertujuan mengendalikan
tekanan darah tinggi dengan upaya menekan efek samping merugikan sampai sesedikit mungkin.

OBAT JANTUNG PEMBLOK BETA


Obat pemblok beta menurunkan tekanan darah dengan berbagai cara antara lain dengan
memperlambat denyut jantung dan menurunkan jumlah darah yang dipompakan pada setiap
denyutan. Contoh sediaan : timolol, propanolol, atenolol.

KAPTOPRIL
Kaptopril bekerja mencegah pengubahan suatu senyawa kimia yang dihasilkan oleh ginjal
menjadi suatu bentuk yang menaikkan tekanan darah. Obat ini juga digunakan jika terjadi layu
jantung.

DIURETIKA
Diuretika menurunkan tekanan darah dengan menghilangkan kelebihan cairan tubuh.

PEMBLOK SARAF
Pemblok saraf menghalangi impuls yang meningkatkan tekanan darah. Contoh sediaan :
klonidin, metildopa, prazosin, obat jenis reserpin.

25
VASODILATOR
Vasodilator menurunkan tekanan darah dengan mengendurkan dan melebarkan pembuluh darah.
Contoh sediaan : hidralazin, minoksidil.

Interaksi obat :
i. Obat tekanan darah tinggi (semua) – Obat angina jantung
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun menjadi terlalu rendah. Akibatnya :
hipotensi postural dengan disertai gejala : pusing, lemas, pingsan; penurunan tekanan darah
yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Obat angina digunakan untuk
menghilangkan nyeri karena angina. Contoh sediaan : isosorbit dinitrat, nitrogliserin.
ii. Obat tekanan darah tinggi (semua) – Antiaritmia jantung
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun menjadi terlalu rendah. Akibatnya :
hipotensi postural dengan disertai gejala : pusing, lemas, pingsan; penurunan tekanan darah
yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Antiaritmia digunakan untuk
menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Contoh sediaan : kinidin,
prokainamid.
iii. Obat tekanan darah tinggi (semua) – Antipsikotika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun menjadi terlalu rendah. Akibatnya :
hipotensi postural dengan disertai gejala : pusing, lemas, pingsan; penurunan tekanan darah
yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Antipsikotika adalah trankuilansia mayor
yang digunakan untuk mengobati gangguan mental berat seperti skizofrenia. Contoh
sediaan : klorpromazin, haloperidol.
iv. Obat tekanan darah tinggi (semua) – Obat asma (golongan epinefrin)
Efek obat tekanan darah tinggi mungkin dilawan. Akibatnya : tekanan darah mungkin tidak
terkendali dengan baik. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-paru dan
untuk membuka jalan udara paru-paru dan untuk mempermudah pernapasan penderita
asma. Contoh sediaan : epinefrin, terbutalin, isoproterenol, albuterol.
v. Obat tekanan darah tinggi (semua) – Obat flu dan batuk yang mengandung pelega hidung
Efek obat tekanan darah tinggi mungkin dilawan. Akibatnya : tekanan darah mungkin tidak
terkendali dengan baik. Perlu diketahui bahwa obat pelega hidung yang diberikan melalui
hidung dapat diserap ke dalam peredaran darah dan dapat menyebabkan interaksi.
Obat pelega hidung yang terdapat dalam obat flu dan batuk yang diperjualbelikan secara
bebas (obat yang sama digunakan pula dalam sediaan dengan resep dokter) : efedrin,
pseudoefedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin, oksimetazolin.
vi. Pemblok beta – Obat angina/aritmia
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun menjadi terlalu rendah. Akibatnya :
hipotensi postural disertai gejala pusing, lemas, pingsan; penurunan tekanan darah yang
hebat dapat menyebabkan kejang atau syok.
vii. Pemblok beta – Antasida
Efek obat pemblok beta dapat berkurang. Akibatnya : tekanan darah yang ditangani dengan
pemblok beta mungkin tidak terkendali dengan baik.
viii. Pemblok beta – Antidepresan (jenis siklik)
Efek obat pemblok beta dapat berkurang. Akibatnya : tekanan darah yang ditangani dengan
pemblok beta mungkin tidak terkendali dengan baik. Antidepresan digunakan untuk

26
meringankan depresi mental dan untuk memperbaiki suasana hati. Contoh sediaan :
amitriptilin
ix. Pemblok beta – Antipsikotika
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun menjadi terlalu rendah dan juga
dapat meningkatkan efek obat pemblok beta. Gejala penurunan tekanan darah yang
dilaporkan : pusing, lemas, pingsan. Gejala yang tampak bila pemblok beta terlalu banyak :
bradikardia, lelah, aritmia jantung, napas berbunyi seperti penderita asma atau sulit
bernapas. Antipsikotika adalah trankuilansia mayor yang biasa digunakan untuk menangani
gangguan mental berat seperti skizofrenia. Contoh sediaan : klorpromazin, haloperidol
x. Pemblok beta – Obat asma (golongan epinefrin)
Kedua obat dapat saling melawan efek masing-masing.
a. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara di paru-paru dan untuk
mempermudah pernapasan penderita asma bronkhial. Akibatnya : asma tidak sembuh
dengan sempurna.
Catatan : obat pemblok beta yang tidak banyak melawan efek senyawa epinefrin pada
paru-paru adalah atenolol.
b. Obat pemblok beta mungkin tidak dapat mengendalikan tekanan darah dengan baik.
Kombinasi ini dapat pula menunjukkan efek yang berlawanan karena terjadi kenaikan
tekanan darah yang berbahaya dengan disertai gejala demam, sakit kepala, dan
gangguan penglihatan. Contoh sediaan : epinefrin, terbutalin, isoproterenol.
xi. Pemblok beta – Obat asma (golongan teofilin)
Efek teofilin dalam menangani asma dapat dilawan. Obat asma digunakan untuk membuka
jalan udara di paru-paru dan untuk mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya :
asma tidak sembuh dengan sempurna.
Catatan : obat pemblok beta yang tidak banyak melawan efek senyawa teofilin pada paru-
paru adalah metoprolol dan atenolol.
xii. Pemblok beta – Obat jantung pemblok kalsium
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Bila kedua obat diberikan secara bersamaan
kepada pasien. Pemblok kalsium diberikan untuk mengobati jenis angina tertentu. Contoh
sediaan : verapamil, diltiazem, nifedipin.
xiii. Pemblok beta – Klonidin
Kombinasi ini dapat menimbulkan kembali kenaikan tekanan darah. Hal ini dapat terjadi
jika pemberian klonidin mendadak dihentikan – timbul gejala berbahaya akibat tekanan
darah tinggi : gelisah dan mudah tersinggung, tremor, takhikardia, sakit kepala, mual,
demam, dan gangguan penglihatan. Klonidin digunakan untuk menangani tekanan darah
tinggi. Obat jantung pemblok beta digunakan untuk menangani tekanan darah tinggi,
angina, dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. (timolol,
atenolol).
xiv. Pemblok beta – Obat flu dan batuk yang mengandung pelega hidung
Efek pemblok beta mungkin dilawan. Akibatnya : tekanan darah yang diobati dengan
pemblok beta mungkin tidak terkendali dengan baik. Waspadalah karena obat pelega
hidung yang diberikan melalui hidung dapat diserap ke dalam peredaran darah dan
menyebabkan interaksi.

27
Obat pelega hidung yang terdapat dalam obat flu dan batuk yang diperdagangkan secara
bebas (digunakan pula dalam sediaan resep dokter) :
Oral (tablet, kapsul, cairan) : efedrin, fenilefrin, fenilpropanolamin, pseudoefedrin.
Nasal (tetes, semprot, hirup) : oksimetazolin, fenilefrin, silometazolin.
xv. Pemblok beta – Obat diabetes
Kombinasi ini dapat meningkatkan atau menurunkan efek obat diabetes. Akibatnya : jika
efek obat diabetes meningkat, kadar gula darah dapat turun terlalu rendah. Gejala
hipoglikemia dapat terlihat lebih jelas karena olah raga atau kerja jasmani : berkeringat,
gelisah/gugup, pingsan, lemas, bingung, aritmia jantung, takhikardia, nanar, dan gangguan
penglihatan. Waspadalah dalam menggunakan obat pemblok beta karena gejala yang
dinyatakan tersebut dapat tersembunyi. Jika efek obat diabetes menurun, kadar gula darah
mungkin masih tetap terlalu tinggi. Gejala hiperglikemia yang dilaporkan : rasa haus
berlebihan, jumlah kencing banyak, bobot badan berkurang, lapar, lesu, mengantuk, dan
nanar. Obat pemblok beta diberikan untuk menangani angina, untuk menormalkan kembali
denyut jantung yang tidak teratur, dan membantu menurunkan tekanan darah.
xvi. Pemblok beta – Vasodilator
Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya :
hipotensi postural disertai gejala : pusing, lemas, pingsan; penurunan tekanan darah yang
hebat dapat menyebabkan kejang atau syok. Vasodilator melebarkan pembuluh darah dan
digunakan untuk menangani peredaran darah yang tidak baik seperti arteriosklerosis.
Contoh sediaan : isoksuprin, papaverin.
xvii. Kaptopril – Diuretika
Kombinasi ini dapat menyebabkan penurunan tekanan darah yang parah. Akibatnya :
pusing, lemas, dan pingsan; mungkin terjadi kejang atau syok. Diuretika menghilangkan
kelebihan cairan tubuh dan digunakan untuk mengobati tekanan darah tinggi dan layu
jantung. Diuretika spironolakton berinteraksi dengan kaptopril yang menyebabkan tubuh
menyimpan banyak kalsium sehingga timbul efek samping merugikan seperti lemah otot,
mati rasa atau lumpuh, bradikardia, dan aritmia jantung. Contoh sediaan : spironolakton-
hidroklorotiazida, spironolakton, asam etakrinat, hidroklorotiazida, furosemid.
xviii. Kaptopril – Tambahan kalium
Kombinasi ini dapat sangat meningkatkan kadar kalium dalam tubuh. Akibatnya : timbul
efek samping merugikan yang tidak diingini karena terlalu banyak kalium. Gejala yang
dilaporkan : lemah otot, mati rasa atau lumpuh, bradikardia, dan aritmia jantung. Tambahan
kalium sering diresepkan kepada pasien yang sedang mendapat diuretika.
xix. Diuretika – Kortikosteroid
Kombinasi ini dapat menyebabkan tubuh kehilangan banyak kalium dan menahan terlalu
banyak natrium. Gejala kehilangan kalium: lemah otot atau kejang, pengeluaran air kemih
banyak, bradikardia atau takhikardia, aritmia, tekanan darah rendah disertai pusing dan
pingsan.
Gejala yang dilaporkan bila kebanyakan natrium: edema, haus, pengeluaran air kemih
sedikit, bingung, tekanan darah tinggi, dan sangat bergairah.
Kortikosteroida digunakan untuk menangani artritis, alergi berat, asma, gangguan
endokrin, leukemia, colitis dan enteritis, serta beberapa penyakit kulit, paru-paru, dan mata.

28
Interaksi terjadi dengan semua diuretika kecuali yang mengandung ’pasangan kalium’
seperti spironolakton.
Contoh sediaan : triamsinolon, betametason, hidrokortison, deksametason, prednisolon,
metilprednisolon.
xx. Diuretika – Obat diabetes
Efek obat diabetes mungkin dilawan. Obat diabetes digunakan untuk menurunkan kadar
gula darah penderita diabetes.
Akibatnya : kadar gula darah dapat tetap terlalu tinggi. Gejala hiperglikemia yang
dilaporkan: pengeluaran air kemih banyak, haus dan lapar berlebihan, kehilangan bobot,
nanar, lesu dan mengantuk. Diuretika yang berinteraksi adalah obat jantung yang dapat
menyebabkan tubuh kehilangan kalsium, dan interaksi tersebut dapat dikurangi dengan
menambahkan kalsium pada makanan. Interaksi meliputi semua diuretika kecuali yang
mengandung ‘pasangan kalium’ seperti spironolakton.
xxi. Diuretika – Obat jantung digitalis
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Digitalis digunakan untuk mengatasi layu jantung
dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tidak teratur. Kebanyakan diuretika
mengurangi kadar kalium dalam tubuh. Kekurangan kalium ini akan menyebabkan jantung
sangat peka terhadap digitalis dan mmpertinggi risiko keracunan digitalis yang disertai
gejala mual, bingung, gangguan penglihatan, sakit kepala, tak bertenaga, kehilangan selera,
bradikardia atau takhikardia, dan aritmia jantung. Waspadalah terhadap gejala kehilangan
kalium : lemah otot atau kejang, pengeluaran air kemih banyak, pusing, dan pingsan.
Interaksi diuretika meliputi semuanya, kecuali yang mengandung ‘pasangan kalium’ seperti
spironolakton. Interaksi dapat dicegah dengan memberikan tambahan kalium.
xxii. Diuretika – Obat nyeri dan obat radang non-kortikosteroida
Efek diuretika dapat berkurang. Akibatnya : tekanan darah yang ditangani dengan diuretika
tidak terkendali dengan baik. Non-kotikosteroida digunakan untuk mengurangi rasa nyeri
dan radang pada artritis dan untuk menghilangkan rasa nyeri dan radang pada artritis dan
untuk menghilangkan rasa nyeri secara umum. Contoh sediaan : piroksikam, ibuprofen,
asam mefenamat.
xxiii. Klonidin – Antidepresan (jenis siklik)
Efek klinidin dapat berkurang. Akibatnya : tekanan darah mungkin tidak terkendali dengan
baik. Juga, karena kedua obat adalah depresan susunan saraf pusat, dapat terjadi depresi
jasmani tambahan disertai gejala mengantuk, pusing, dan kehilangan koordinasi otot dan
kewaspadaan mental. Antidepresan diberikan untuk mengurangi depresi mental dan
memperbaiki suasana hati. Contoh sediaan : amitriptilin.
xxiv. Klonidin – Levodopa
Efek levodopa dapat berkurang. Levodopa digunakan untuk mengobati penyakit Parkinson.
Akibatnya : penyakit itu mungkin tidak terkendali dengan baik.
xxv. Metildopa – Digoksin
Kombinasi ini dapat merugikan jantung. Digoksin digunakan untuk menanggulangi layu
jantung dan untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tidak teratur. Gejala yang
dilaporkan : bradikardia, pingsan, bingung, dan pelupa.

29
xxvi. Metildopa – Haloperidol
a. Efek haloperidol dapat meningkat. Haloperidol adalah antipsikotika atau trankuilansia
mayor yang digunakan untuk menanggulangi gangguan mental berat seperti
skizofrenia. Akibatnya : meningkatnya risiko efek samping merugikan karena
kebanyakan haloperidol. Gejala yang dilaporkan : tremor, insomnia, keracunan psikosis
(tidak tenang, nanar, meracau)
b. Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya :
hipotensi postural disertai gejala : pusing, lemas dan pingsan; penurunan tekanan darah
yang hebat dapat menyebabkan kejang atau syok.
xxvii. Metildopa – Levodopa
a. Kombinasi ini dapat menyebabkan tekanan darah turun terlalu rendah. Akibatnya :
hipotensi postural disertai gejala pusing, lemas, dan pingsan.
b. Efek levodopa dapat berkurang. Levodopa digunakan untuk mengobati penyakit
Parkinson. Akibatnya : penyakit mungkin tidak terkendali dengan baik.

G. Interaksi Obat pada Pengobatan Infeksi Bakteri (Interaksi Antibiotika)


Kelompok antibiotika dan penggunaannya:
Aminoglikosida digunakan untuk beberapa jenis diare dan kondisi lain yang sangat khas
(contoh: kanamisin, neomisin).
Sefalosporin bertalian dengan penisilin dan digunakan untuk mengobati infeksi saluran
pencernaan bagian atas (hidung dan tenggorokan) seperti sakit tenggorokan, pneumonia, infeksi
telinga, kulit, dan jaringan lunak, tulang, dan saluran kemih (kandung kemih dan ginjal) (contoh:
sefadroksil).
Kloramfenikol diberikan untuk mengobati infeksi yang berbahaya yang tidak efektif bila
diobati dengan antibiotika yang kurang efektif.
Klindamisin dan linkomisin dicadangkan untuk mengobati infeksi berbahaya pada pasien
yang alergi terhadap penisilin atau pada kasus yang tidak sesuai diobati dengan penisilin.
Eritromisin digunakan untuk mengobati infeksi saluran napas bagian atas seperti infeksi
tenggorokan dan infeksi telinga, infeksi saluran napas bagian bawah seperti pneumonia, untuk
infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk sifilis. Eritromisin sering digunakan untuk pasien yang
alergi terhadap penisilin.
Griseofulvin diberikan secara oral untuk mengobati infeksi fungi pada kulit, rambut, kuku
jari tangan, dan kuku jari kaki.
Ketoconazol diberikan secara oral untuk mengobati infeksi fungi pada kulit, rambut, kuku
jari tangan, dan kuku jari kaki.
Metronidazol secara oral untuk mengobati infeksi trikhomoniasis, suatu jenis vaginitis.
Pengobatan dilakukan pada kedua pihak pasangan.
Penisilin digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran napas bagian atas (hidung dan
tenggorokan) seperti sakit tenggorokan, untuk infeksi telinga, bronchitis kronis, pneumonia,
saluran kemih (kandung kemih dan ginjal).
Tetrasiklin digunakan untuk mengobati infeksi jenis yang sama seperti yang diobati
penisilin dan juga untuk inffeksi lainnya seperti kolera, demam berbintik Rocky Mountain,
syanker, konjugtivitis mata, dan amubiasis intestinal. Dokter ahli kulit menggunakannya pula
untuk mengobati beberapa jenis jerawat.

30
Troleandomisin digunakan untuk mengobati beberapa infeksi pada saluran napas bagian atas
(hidung dan tenggorokan) dan untuk pneumonia.
i. Aminoglikosida – Aminoglikosida (yang lain)
Efek merugikan masing-masing antibiotika dapat meningkat. Akibatnya: mungkin fungsi
pendengaran dan ginjal rusak permanen.
ii. Aminoglikosida – Antibiotika sefalosporin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat meningkat. Akibatnya: ginjal
mungkin rusak. Gejala yang dilaporkan : pengeluaran air kemih berkurang, ada darah
dalam air kemih, rasa haus yang berlebihan, hilang nafsu makan, lemah, pusing,
mengantuk, dan mual.
iii. Aminoglikosida – Digoksin
Efek digoksin dapat berkurang. Digoksin digunakan untuk mengobati layu jantung dan
untuk menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya: kelainan jantung
mungkin tidak terkendali dengan baik. Catatan : hanya aminoglikosida neomisin yang
berinteraksi.
iv. Aminoglikosida – Estrogen
Efek estrogen dapat berkurang. Estrogen diberikan pada wanita yang kekurangan estrogen
selama mati haid dan sesudah histerektomi, untuk mencegah rasa nyeri karena
pembengkakan payudara sesudah melahirkan karena ibu tidak menyusui bayinya, dan
untuk mengobati amenore.
v. Aminoglikosida – Vankomisin
Efek samping merugikan dari masing-masing obat dapat meningkat. Akibatnya:
pendengaran dan ginjal dapat rusak secara permanen. Vankomisin adalah antibiotika yang
digunakan untuk enterokolitis.
vi. Sefalosporin – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang
dilaporkan: sakit tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar di
seluruh tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim. Kloramfenikol
diberikan utnuk infeksi yang berbahaya, yang tidak cocok bila diobati dengan antibiotika
lain yang kurang begitu efektif.
vii. Sefalosporin – Probenesid
Efek antibiotika sefalosporin dapat meningkat. Akibatnya: risiko kerusakan ginjal
meningkat. Gejala yang dilaporkan: pengeluaran air kemih berkurang, nafsu makan hilang,
lemah, pusing, mengantuk, dan mual. Probenesid digunakan untuk mengobati pirai.
viii. Kloramfenikol – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah
dan mencegah pembekuan. Akibatnya: risiko perdarahan meningkat. Gejala yang
dilaporkan: memar dan perdarahan di seluruh tubuh.
ix. Kloramfenikol – Klindamisin atau Linkomisin
Efek kedua antibiotika dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin tidak
sembuh seperti yang diharapkan.
x. Kloramfenikol – Griseofulvin
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang
dilaporkan : sakit tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar

31
di seluruh tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim. Griseofulvin
digunakan secara oral untuk mengobati infeksi fungi pada rambut, kulit, kuku jari, dan
kuku kaki.
xi. Kloramfenikol – Antibiotika penisilin
Efek penisilin dapat berkurang. Akibatnya: infeksi yang diobati mungkin tidak sembuh
seperti yang diharapkan.
xii. Kloramfenikol – Fenitoin
Efek fenitoin dapat meningkat. Fenitoin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk
kejang dalam gangguan seperti ayan. Akibatnya : dapat timbul efek samping merugikan
karena terlalu banyak fenitoin. Gejala yang dilaporkan: nanar dan gangguan penglihatan.
xiii. Klindamisin/Linkomisin – Adsorben (yang digunakan dalam obat diare)
Efek klindamisin dan linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati
mungkin tidak sembuh seperti yang diharapkan. Adsorben digunakan dalam obat diare.
xiv. Klindamisin/Linkomisin – Antibiotika eritromisin
Efek klindamisin/linkomisin dapat berkurang. Akibatnya : infeksi yang diobati mungkin
tidak sembuh seperti yang diharapkan.
xv. Eritromisin – Obat asma (turunan teofilin)
Efek obat asma dapat meningkat. Obat asma digunakan untuk membuka jalan udara paru-
paru dan untuk mempermudah pernapasan penderita asma. Akibatnya: terjadi efek samping
merugikan karena terlalu banyak obat asma. Gejala yang dilaporkan: mual, sakit kepala,
pusing, mudah terangsang, tremor, insomnia, aritmia jantung, takhikardia, dan
kemungkinan kejang.
xvi. Eritromisin – Karbamazepin
Efek karbamazepin dapat meningkat. Karbamazepin adalah antikonvulsan yang digunakan
untuk mengendalikan kejang pada gangguan seperti ayan. Akibatnya: terjadi efek samping
merugikan yang disebabkan karena terlalu banyak karbamazepin. Gejala yang dilaporkan:
pusing, mual, nyeri perut, dan nanar.
xvii. Eritromisin – Digoksin
Efek digoksin dapat meningkat. Digoksin digunakan untuk layu jantung dan untuk
menormalkan kembali denyut jantung yang tak teratur. Akibatnya: terjadi efek samping
merugikan karena terlalu banyak digoksin. Gejala yang dilaporkan: mual, gangguan
penglihatan, bingung, sakit kepala, kehilangan tenaga, kehilangan nafsu makan, aritmia
jantung, takhikardia atau bradikardia.
xviii. Eritromisin – Antibiotika penisilin
Efek masing-masing antibiotika dapat meningkat atau berkurang. Karena akibatnya sulit
diramalkan, sebaiknya kombinasi ini dihindari.
xix. Griseofulvin – Antikoagulan
Efek antikoagulan dapat berkurang. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah
dan mencegah pembekuan. Akibatnya: darah dapat tetap membeku meskipun pasien diberi
antikoagulan.
xx. Ketokonazol – Antasida
Efek ketokonazol dapat berkurang. Akibatnya: infeksi fungi yang diobati mungkin tidak
sembuh seperti yang diharapkan. Interaksi ini dicegah dengan menggunakan obat
ketoconazol sekurang-kurangnya dua jam sebelum menggunakan antasida.

32
xxi. Ketokonazol – Simetidin
Efek ketokonazol dapat berkurang. Akibatnya : infeksi fungi yang diobati mungkin tidak
sembuh seperti yang diharapkan. Simetidin digunakan untuk mengobati tukak lambung.
Interaksi ini dicegah dengan cara menggunakan obat ketokonazol sekurang-kurangnya dua
jam sebelum menggunakan simetidin.
xxii. Metronidazol – Antikoagulan
Efek koagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah dan
mencegah pembekuan. Akibatnya: risiko perdarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan :
memar dan perdarahan di seluruh tubuh, dan tinja hitam pekat.
xxiii. Metronidazol – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang
dilaporkan : sakit tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar
di seluruh tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim. Kloramfenikol
digunakan untuk mengobati infeksi berbahaya yang tidak sembuh bila diobati dengan
antibiotika lain yang kurang efektif.
xxiv. Penisilin (hanya Ampisilin) – Alopurinol
Risiko bengkak-bengkak pada kulit akibat penggunaan antibiotika, meningkat. Alopurinol
digunakan untuk mengobati pirai.
xxv. Sulfonamida – Antikoagulan
Efek koagulan dapat meningkat. Antikoagulan digunakan untuk mengencerkan darah dan
mencegah pembekuan. Akibatnya : risiko perdarahan meningkat. Gejala yang dilaporkan :
memar dan perdarahan di seluruh tubuh serta tinja hitam pekat. Catatan : antikoagulan
dikumarol kemungkinan besar berinteraksi.
xxvi. Sulfonamida – Kloramfenikol
Kombinasi ini dapat menekan sumsum tulang belakang secara berlebihan. Gejala yang
dilaporkan : sakit tenggorokan, demam, kedinginan, tukak mulut, perdarahan atau memar
di seluruh tubuh, tinja hitam pekat, dan kehilangan tenaga yang tidak lazim. Kloramfenikol
digunakan untuk mengobati infeksi berbahaya yang tidak sembuh bila diobati dengan
antibiotika lain yang kurang efektif.
xxvii. Sulfonamida - Obat diabetes
Efek obat diabetes dapat berkurang. Obat diabetes digunakan utnuk menurunkan kadar gula
darah penderita diabetes. Akibatnya : kadar gula darah dapat turun terlalu rendah. Gejala
yang dilaporkan akibat hipoglikemia: berkeringat, lemah, pingsan, palpitasi jantung,
takhikardia, sakit kepala, bingung, dan gangguan penglihatan.
xxviii. Sulfonamida – Fenitoin
Fenitoin adalah antikonvulsan yang digunakan untuk mengendalikan kejang seperti pada
ayan. Akibatnya : terjadi efek samping merugikan karena terlalu banyak fenitoin. Gejala
yang dilaporkan : nanar dan penglihatan terganggu.

33
BAB IV
INTERAKSI OBAT DENGAN MAKANAN

Interaksi obat dan makanan adalah kondisi ketika obat dikonsumsi bersamaan dengan
makanan, dan adanya makanan dapat mempengaruhi efek suatu obat atau sebaliknya. Interaksi
ini dapat membuat kerja dari obat menjadi berkurang dari yang seharusnya atau tidak
menimbulkan efek sama sekali, atau sebaliknya jadi meningkat. Hal ini karena penggunaan obat
yang diminum bersamaan dengan makanan dapat mempengaruhi penyerapan obat dalam sistem
pencernaan.
Untuk obat yang penyerapannya terganggu dengan adanya makanan, obat harus diminum
saat perut kosong. Untuk itu obat sebaiknya diminum satu jam sebelum makan atau dua jam
setelah makan agar dapat diserap dengan baik.
Namun demikian, tidak semua obat bermasalah jika diminum bersamaan dengan makanan.
Ada obat-obat yang dapat diminum bersamaan dengan makanan tanpa menimbulkan efek
apapun. Atau sebaliknya, ada obat yang sebaiknya diminum bersama makanan. Hal ini terjadi
pada obat-obat yang sifatnya larut dalam lemak sehingga penyerapannya lebih baik ketika
digunakan bersama makanan.
Selain itu obat yang mengiritasi lambung juga sebaiknya digunakan bersama makanan untuk
melindungi lambung dari efek obat yang merugikan. Maka dari itu, penting untuk mengetahui
obat dan makanan apa saja yang bisa berpengaruh atau berinteraksi saat memasukkan obat ke
dalam tubuh.

4.1. INTERAKSI MAKANAN YANG MEMPERCEPAT ABSORPSI BEBERAPA OBAT

Obat Mekanisme Keterangan


Karbamazepin Peningkatan produksi empedu: Diminum bersama makanan
meningkatkan disolusi dan absorpsi
Diazepam Makanan meningkatkan siklus enterohepatik Tidak ada
obat: disolusi yang meningkat disebabkan
sekresi asam lambung
Eritromisin Tidak diketahui Diminum bersama makanan
Griseofulvin Obat larut dalam lipid, meningkatkan Diminum bersama makanan
absorpsi kaya lemak, atau tersuspensi
dalam minyak jagung kecuali
dikontraindikasikan
Hidroklorotiazida Pengosongan lambung yang tertunda Diminum bersama makanan
meningkatkan absorpsi dari usus halus
Fenitoin Pengosongan lambung yang tertunda dan Sela diminum pada jangka
produksi empedu yang meningkat waktu yang sama pada waktu
memperbaiki disolusi dan absorpsi makan
Propranolol Makanan dapat mengurangi ekstraksi dan Diminum bersama makanan
metabolism lintas pertama
Spironolakton Pengosongan lambung yang tertunda Diminum bersama makanan
menyebabkan disolusi dan absorpsi; empedu
dapat membantu kelarutan

34
4.2. INTERAKSI MAKANAN YANG MEMPERLAMBAT ABSORPSI BEBERAPA
OBAT

Obat Mekanisme Keterangan


Asetaminofen Makanan kaya pektin bekerja sebagai Diminum saat perut kosong
absorben dan protektan jika tidak kontraindikasi
Ampisilin Reduksi dalam volume cairan lambung Diminum bersama air
Amoksisilin Reduksi dalam volume cairan lambung Diminum bersama air
Aspirin Interferensi langsung; perubahan pada pH Diminum saat perut kosong
lambung tidak dianjurkan
Atenolol Mekanisme tidak diketahui, kemungkinan Diminum saat perut kosong
sawar fisik jika dapat ditoleransi
Kaptopril Mekanisme tidak diketahui Diminum sebelum makan
Sefalosporin Mekanisme tidak diketahui Tidak ada
Klorpromazin Obat mengalami metabolism lintas pertama Tidak ada
di usus; pengosongan lambung yang tertunda
mempengaruhi ketersediaan hayatinya
Digoksin Makanan kaya pektin dan serat dapat Diminum pada waktu yang
mengikat obat sama dari waktu makan
Hindari diminum saat makan
makanan kaya serat
Eritromisin Mekanisme tidak diketahui; juga diganggu Tidak ada
stearat oleh air
Furosemida Mekanisme tidak diketahui Kemungkinan tidak penting
secara klinis
Glipizid Mekanisme tidak diketahui Mempengaruhi glukosa darah;
lebih poten saat diminum
setengah jam sebelum makan
Isoniazid Makanan meningkatkan pH lambung yang Diminum saat perut kosong
mencegah disolusi dan absorpsi; juga jika dapat ditoleransi
menunda pengosongan lambung
Levodopa Obat bersaing dengan asam amino untuk Hindari diminum saat makan
transport absorpsi makanan kaya protein
Linkomisin Mekanisme tidak diketahui Diminum saat perut kosong;
makanan mengganggu
absorpsi
Metildopa Absorpsi kompetitif Hindari diminum saat makan
makanan kaya protein
Metronidazol Mekanisme tidak diketahui Tidak ada
Piroksikam Mekanisme tidak diketahui Tidak ada
Rifampin Mekanisme tidak diketahui; data masih Absorpsi terbatas pada dosis
diperdebatkan kurang dari 150mg; tidak
dipengaruhi jika dosis lebih
dari 700mg
Sulfonamida Mekanisme tidak diketahui; kemungkinan Diminum bersama makanan
sawar fisik dapat memperpanjang
pengosongan lambung
Asam valproat Mekanisme tidak diketahui Penundaan absorpsi dapat
menyebabkan keseragaman
kadar darah

35
4.3. BEBERAPA INTERAKSI MAKANAN – OBAT YANG PENTING

Tipe
Obat Efek Interaksi Rekomendasi
Nutrien
Azitromisin Makanan Penurunan absorpsi azitromisin Beri jarak antara waktu
yang mengurangi ketersediaan minum obat dengan
hayati sebesar 43% dan konsentrasi nutrient sedikitnya 2 jam
maksimum sebesar 52%
Kaptopril Makanan Dapat menurunkan absorpsi Minum obat pada saat
kaptopril perut kosong atau secara
konsisten pada waktu
yang sama setiap hari
Eritromisin Makanan Penurunan absorpsi eritromisin Beri jarak antara waktu
basa atau stearat minum obat dengan
nutrient sedikitnya 2 jam
Fluorokuinolo Besi, Mg++ Penurunan absorpsi fluorokuinolon Beri jarak antara waktu
n Zn++, Ca++, karena kompleksasi dengan kation minum obat dengan
Siprofloksasin Mg++ divalen nutrient sedikitnya 2 jam
Zn++
Ofloksasin

Isoniazid Makanan Dapat menunda dan menurunkan


absorpsi isoniazid
Inhibitor MAO Makanan Krisis hipertensi Hindari makanan kaya
protein dan tiramin,
termasuk makanan yang
disimpan, difermentasi,
diasamkan, dan
diasapkan
Penisilin oral Makanan Penurunan absorpsi penisilin Beri jarak antara waktu
minum obat dengan
nutrient sedikitnya 2 jam
Sukralfat Makanan Penurunan efek sukralfat, Minum obat 1-2 jam
pengikatan sukralfat dengan sebelum makan
komponen protein makanan
Teofilin lepas Makanan Kecepatan absorpsi dapat Hindari pemberian obat
berkala kaya lemak dipengaruhi, menyebabkan bersama makanan kaya
peningkatan konsentrasi teofilin lemak atau obat 1 jam
sebelum makan
Warfarin Makanan Vitamin K dapat mengantagonis Pertahankan diet
kaya vitamin efek warfarin seimbang tanpa asupan
K mendadak sejumlah
besar makanan yang
kaya vitamin K

A. Jus jeruk
Jus jeruk dapat membuat metabolisme obat menjadi tidak normal, hasilnya bisa menurunkan atau
malah meningkatkan kadar obat dalam darah.
Obat yang terpengaruh dengan pemberian bersamaan dengan jus jeruk misalnya :
- obat antihistamin
36
- obat penurun tekanan darah
Obat penurun tekanan darah seperti Canal Calcium Blocker (amlodipine, nifedipine,
nicardipine, diltiazem) memiliki efek interaksi yang cukup mengganggu karena
berpengaruh langsung dalam proses enzimatik metabolism di hati sehingga dapat
menimbulkan obat tidak bekerja dengan baik dalam menurunkan tekanan darah.
- obat antitiroid
Obat antitiroid adalah obat hormonal yang digunakan untuk mengontrol tingginya kadar
tiroid dalam tubuh, jika digunakan bersamaan dengan jus jeruk maka dapat menimbulkan
efek samping seperti ruam pada kulit, bintik-bintik merah, hingga gangguan hati.
- obat penekan produksi asam lambung
- obat antikolesterol
Simvastatin, atorvastatin, maupun lovastatin apabila diminum bersamaan dengan jus
jeruk maka akan meningkatkan kadar obat dalam darah sehingga potensial menimbulkan
efek samping, dari efek keram pada otot hingga terjadi gangguan hati. Hal ini paling
sering terjadi pada pemberian simvastatin.
- obat disfungsi ereksi
Obat disfungsi ereksi seperti sildenafil apabila dikonsumsi bersamaan dengan jus jeruk
dapat menimbulkan efek samping yang fatal seperti gejala sakit kepala berat bahkan
hingga menurunkan tekanan darah di bawah normal yang dapat berakibat pada jantung.
- obat penekan batuk

B. Sayuran Hijau
Perlu menjadi perhatian khusus terhadap sayuran hijau yang kaya akan vitamin K dapat
mengurangi efektivitas dari obat-obat pengencer darah seperti warfarin. Sehingga pasien yang
mengkonsumsi obat pengencer darah sebaiknya menghindari mengkonsumsi sayuran hijau
seperti brokoli, bayam, lobak hijau, asparagus, kecambah, dan selada. Namun apabila tetap
menghendaki mengkonsumsi sayuran hijau, dapat dilakukan dengan mengurangi jumlahnya saat
dikonsumsi sehingga kadar vitamin K tidak terlalu tinggi di dalam tubuh untuk mengganggu
kerja dari obat.

C. Pisang
Pisang merupakan salah satu buah yang kaya akan kalium. Buah ini tidak dapat dikonsumsi
bersamaan dengan obat-obatan ACE inhibitor (captopril, lisinopril, ramipril) karena obat ini akan
meningkatkan kadar kalium dalam tubuh, efeknya akan meningkatkan pacu jantung dan hal
tersebut cukup berisiko terutama bagi yang memiliki riwayat penyakit jantung dan hipertensi.

D. Susu
Susu mengandung banyak kalsium dan dapat menimbulkan interaksi jika dikonsumsi bersamaan
dengan antibiotik seperti Tetracycline, Ciprofloxacin, dan Levofloxacin. Kalsium dan susu akan
membuat sebuah ikatan kompleks khelat dengan antibiotik di dalam darah sehingga menurunkan
efektivitas antibiotik dalam terapi. Hal ini sangat berbahaya apabila pasien perlu antibiotik untuk
mengatasi infeksi yang terjadi agar tidak memperburuk kondisinya. Namun hal tersebut dapat
dihindari dengan meminum susu 2 jam sebelum atau setelah meminum antibiotik.

37
Konsumsi antibiotik bersamaan dengan susu tidak perlu dihindari sepenuhnya. Khusus pada
antibiotik seperti metronidazole malah perlu untuk mengkonsumsi susu untuk menghindari
gangguan pada saluran pencernaan.

E. Alkohol
Penggunaan paracetamol bersamaan dengan alkohol sangat berisiko terhadap kerusakan hati.

F. Serat tinggi
Makanan dengan serat tinggi meskipun sangat baik bagi tubuh, namun dapat berinteraksi dengan
obat-obatan. Contohnya adalah kedelai dan hasil olahannya (tahu, tempe) serta kenari. Makanan
ini dapat berinteraksi dengan obat antitiroid karena dapat menurunkan kerja dari obat antitiroid.
Selain itu obat jantung seperti digoxin juga terpengaruh karena akan menurunkan penyerapan
dari digoxin dalam tubuh dan menurunkan efektivitasnya dalam terapi, sehingga berisiko bagi
pasien jantung jika dikonsumsi bersamaan.

G. Kandungan Thyramin
Makanan yang mengandung thyramine adalah sosis, keju, ikan asap (salad ikan), anggur merah.
Makanan ini akan berinteraksi dengan antibiotik dan obat-obat antidepresan seperti
isocarboxazid, pheneizine, selegeline, dan tranylcypromine. Interaksi yang terjadi adalah
timbulnya peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba.

Untuk meminimalkan interaksi antara obat dengan makanan yang dikonsumsi sehari-hari
dapat dilakukan dengan memberikan jarak antara pemberian obat dan makanan minimal 2 (dua)
jam baik itu setelah ataupun sebelum meminum obat sehingga interaksi yang tidak diinginkan
dapat dihindari.

38
BAB V
DOKUMENTASI

Administrasi/dokumentasi harus dilakukan secara tertib dan berkesinambungan untuk


memudahkan penelusuran kegiatan yang sudah berlalu.
Kegiatan administrasi terdiri dari:
1. Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dilakukan setiap hari saat melakukan kegiatan pengkajian resep dan pemantauan
terapi obat. Pelaporan dilakukan secara periodik setiap bulan dan dilaporkan ke Direktur
rumah sakit.
2. Evaluasi
Evaluasi dilakukan secara periodik setiap triwulan dan tahunan. Evaluasi dilakukan dengan
cara :
a Pengumpulan data tentang interaksi obat dengan obat lain.
b Melakukan pemantauan terhadap tindak lanjut dari rekomendasi tersebut.
Misalnya pengawasan terhadap penulisan etiket mengenai waktu minum obat yang
berinteraksi.
c Melakukan evaluasi terhadap hasil pemantauan dan pelaksanaan kegiatan.
d Mendiskusikan dengan Tim Farmasi dan Terapi mengenai interaksi obat dan cara
mengatasinya.
e Menganalisa risiko yang mungkin ada.

39
DAFTAR PUSTAKA

Bailie, G.R., Johnson, C.A., Mason, N.A., Peter, W.L.St. 2004. Medfacts Pocket Guide of Drug
Interaction. Second Edition, Halaman 1-6. Middleton: Bone Care International, Nephrology
Pharmacy Associated, Inc.
Harkness, Richard. 1989. Interaksi Obat. Bandung : Penerbit ITB Bandung.
Hashem. 2005. Drug-Drug Herb-Drug & Food-Drug Interaction, Halaman 3. Kairo: Faculty of
Medicine Cairo University.
Mara, J.C., dan Carlos, J.T. 2006. Prevalence of Potential Drug-Drug Interactions and its
Associated Factors In a Brazilian Teaching Hospital. Brazil : J Pharm Pharmaceutical
Science (www. cspsCanada.org) 9 (3). Halaman 427-433. Diakses tanggal 2 Desember
2010.
McCabe, B.J., Frankel, E.H., Wolfe, J.J. 2003. Handbook of Food-Drug Interaction, Halaman
39-40. United States of America: CRC Press LLC.
Mozayani, Ashraf dan Raymon, Lionel P. 2002. Buku Ajar Interaksi Obat Pedoman Klinis &
Forensik. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Piscitelli, S. C., and Rodvold, K. A. 2005. Drug Interaction in Infection Disease. Second Edition,
Halaman 1-9. New Jersey : Humana Press.
Stockley, I.H. 2008. Stockley’s Drug Interaction. Eight Edition. Great Britain: Pharmaceutical
Press. Halaman 1-9.

40

Anda mungkin juga menyukai