Dapat dipercaya
Menolak
Pendengar dan diandalkan;
perubahan;
yang baik; anggota tim
butuh waktu
team player; yang loyal; taat
lama untuk
possessive; akan otoritas;
berubah; Kehilangan
S stabil; dapat pendengar yang
menyimpan rasa aman
diprediksi; baik; sabar
dendam; sensitif
memahami dalam
pada kritik; sulit
orang lain; berempati;
menentukan
bersahabat mendamaikan
prioritas
konflik
Perspektifnya Membutuhkan
Akurat; analitis; realistis; rajin dan batasan yang jelas;
Cermat; hati-hati; hati- hati; tuntas terikat pada
C Kritik
fact finder, presisi dalam kegiatan; prosedur dan
tinggi menggambarkan metoda; sangat
situasi detail
Gambar 1. Diagram Orientasi Kerja DISC
8.2.2 KAIZEN
Dalam Bahasa Jepang, kaizen berarti perbaikan yang berkesinambungan.
(continuous improvement). Istilah itu mencakup pengertian perbaikan yang
melibatkan semua orang, baik manajer dan karyawan, dan melibatkan biaya dalam
jumlah tidak seberapa. Kaizen (改善) terdiri dari dua kanji yakni 改 (kai) artinya 改め
る perubahan dan 善 (zen) artinya 良い (yoi) kebaikan. Jadi kaizen adalah usaha
perbaikan/penyempurnaan secara kecil-kecilan dan berkesinambungan, dengan
melibatkan semua jajaran dalam level organisasi, agar selalu lebih baik dari kondisi
sekarang
Konsep kaizen cara berpikirnya berorientasi pada proses, sedangkan cara
berpikir negara-negara Barat lebih cenderung tentang pembaharuan yang
berorientasi pada hasil[8]. Filsafat kaizen menganggap bahwa cara hidup kita seperti
kehidupan kerja atau kehidupan sosial maupun kehidupan rumah tangga hendaknya
terfokus pada upaya perbaikan terus menerus. Perbaikan dalam kaizen bersifat kecil
dan beransur. Kebalikan dari inovasi, yang dipakai dalam manajemen barat umumnya
dan merupakan perubahaan besar-besaran melalui terobosan teknologi, konsep
manajemen, atau teknik produksi mutakhir. Kaizen tidak bersifat dramatis dan proses
kaizen diterapkan berdasarkan akal sehat dan berbiaya rendah, menjamin kemajuan
beransur yang memberikan imbalan hasil dalam jangka panjang. Jadi kaizen
merupakan pendekatan dengan risiko rendah[4]
Kaizen merupakan alat pemersatu filsafat, system dan alat untuk memecahkan
masalah yang dikembangkan di Jepang selama 30 tahun pada suatu perusahaan
utnuk berbuat baik lagi. Kaizen dapat dimulai dengan menyadari bahwa setiap
perusahaan mempunyai masalah. Kaizen memecahkan masalah dengan membentuk
kebudayaan perusahaan di mana setiap orang dapat mengajukan masalahnya
dengan bebas[6].
Sejarah Kaizen
• 1900-AN
Masa Pendiri Sakiichi Toyoda dan putranya Kiichiro Toyoda
• 1950 - 1960
Pengembangan Toyota Production System (TPS) secara terus
menerus.
• Hingga Saat ini
Implementasi Toyota Production System (TPS) pada tubuh Toyota
Motor Corporation
Hirarki dimulai dari ingatan, berpikir dasar, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.
Penalaran (reasoning) adalah berpikir yang tingkatannya di atas ingatan, sedangkan
berpikir tingkat tinggi meliputi berpikir kritis dan kreatif. Onions[13]: mengatakan
“Critical thinking is a way of thinking and skills carried out to obtain information
consciously, systematically, and with logical consideration of deciding what to do.
Critical thinking leads to valid conclusions that are resistant to criticism".
Hal ini senada dengan pendapat Ronald A. Styron[14] yang mengemukakan
bahwa berpikir kritis adalah proses disiplin intelektual dari aktivitas dan keterampilan
dalam mengkonsep, menerapkan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi dari
informasi yang dikumpulkan dari pengamatan, refleksi, penalaran, atau komunikasi
sebagai panduan dalam melakukan tindakan.
Benjamin Bloom[8] membagi proses berpikir menjadi tiga domain, yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor. Domain kognitif menekankan pada hasil intelektual
yang dibagi menjadi 6 level yaitu: pengetahuan, comprehension, aplikasi, analisis,
sintesis, dan evaluasi. Analisis, sintesis, dan evaluasi dianggap sebagai pemikiran
kritis.
Menurut Bahr[7], berpikir kritis memiliki dua makna yaitu pemikiran tingkat
tinggi dan kritik social. Berpikir kritis adalah tentang memeriksa asumsi, tidak
menerima begitu saja informasi yang diterima, dan tentang memahami konsep
dengan jelas sehingga siswa dapat berpikir jernih tentang apa yang mereka
konsumsi. Peserta didik mengembangkan gagasan yang jelas tentang apa yang
mereka lakukan dan mengapa dan kemudian mereka sendiri yang terlibat dalam
pemikiran kritis tersebut.
DAFTAR PUSTAKA