PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fakta mengawali tahun 2020, dunia dikejutkan oleh merebaknya wabah yang
menjangkiti bukan hanya suatu wilayah atau negara tertentu, tetapi di seluruh dunia. Karena
itu Organisasi Kesehatan se-Dunia (World Health Organization) atau WHO menyebutnya
pandemi. Kata ini berasal dari bahasa Yunani Πανδημια (pandemia), bentukan dari kata pan
(pan) yang artinya “semua” dan kata δεμος (demos) yang berarti “orang”. Jadi, “pandemi”
adalah epidemi penyakit yang menyebar di wilayah yang luas, misalnya beberapa benua, atau
di seluruh dunia. Menulari secara massif.
Akibat perebakan wabah virus pandemik ini bukan kepalang tanggung telah
mengguncang-hebohkan. Dalam waktu yang begitu singkat, dari suatu kota yang letaknya
berada di pedalaman negara Tingkok, telah menginfeksi ratusan juta manusia di hampir
seluruh negara. Korban manusia yang ditimbulkannya bukan saja mengalami penderitaan
fisik yang tersakiti, tetapi bahkan jiwa mereka yang terinfeksi. Bukan saja dari kalangan
orang miskin dari negara miskin, tetapi juga orang-orang “besar” dari negara maju, dari para
pejabat tinggi dan orang kaya, sampai orang yang bersahaja, di segala usia.
Tanpa mengenal batas negara, lingkup dan status sosial, penyakit virus Corona yang
mulai muncul di tahun 2019 itu telah “membongkar” banyak tatanan yang selama ini
dianggap sudah mapan. Diberi nama ilmiah Covid-19, akronim dari coronavirus disease-
2019, penyakit pneumonia baru ini telah mencekik sangat banyak orang, sehingga sesuatu
yang sangat murah dan gratis dibuatnya menjadi sangat sulit dihirup, yaitu udara. Kemapanan
ekonomi, politik, religious seperti “dicabik-cabik” tidak bertahan, membuat mau atau tidak
mau, semua pejabat dan semua negara harus meninjau ulang kebijakan yang selama ini
dianggap sudah terbaik. Karena itu lahirlah suatu slogan baru yang dinamakan “New
Normal” atau “kenormalan Baru” yang harus dijalankan dengan protokol yang ketat.
Indahnya nama “corona” dan bijaknya “kata” New Normal, tidak membuat masalah
menjadi lebih sederhana. Banyak dampak yang harus dihadapi dan disikapi dengan kerja
keras dan serius. Di antara dimensi-dimensi dan sektor-sektor kehidupan yang harus dibenahi
atau ditinjau ulang praktik dan kebijakannya, yang paling terasa, ialah sektor pendidikan,
sektor ekonomi dan sektor peribadatan keagamaan. Ketiga sektor ini yang mungkin paling
“terpukul” oleh serangan pandemik virus korona 2019 ini.
B. Tujuan
Mengetahui dampak sosial akibat terjadinya covid-19
1
BAB II
PEMBAHASAN
2
Kedepan, masyarakat justru akan dihadapkan pada situasi perubahan yang tidak pernah
terbayangkan sebelumnya. Sejumlah tata nilai dan norma lama harus ditata ulang dan
direproduksi kembali untuk menghasilkan sistem sosial yang baru. Munculnya tata aturan
yang baru tersebut kemudian salah satunya ditandai dengan adanya himbauan dari
pemerintah untuk belajar, bekerja, dan beribadah di rumah sejak awal kemunculan virus ini di
Indonesia. Begitu pula dengan pola kebiasaan masyarakat yang guyub, senang berkumpul
dan bersalaman, kini dituntut untuk terbiasa melakukan pembatasan sosial.
Selain itu, pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di tengah
merebaknya pandemi Covid-19 juga telah mempengaruhi kebijakan-kebijakan negara dalam
mengatur perilaku dan kebiasaan masyarakat. Kebijakan psysical distancing telah mengubah
ragam bentuk perilaku masyarakat yang kemudian mengharuskan adanya jarak fisik dalam
proses interaksi sosialnya.
Dalam konteks ini, perilaku dan kebiasaan masyarakat secara konvensional di masa
pra-pandemi kemudian diatur dan ditransformasikan melalui pola interaksi secara virtual.
Kondisi ini sekaligus mempertegas bahwa fungsi teknologi menjadi sangat penting sebagai
perantara interaksi sosial masyarakat di era pandemi saat ini.
Selanjutnya, perubahan sosial di tengah pandemi Covid-19 juga telah melahirkan
kebiasaan-kebiasaan baru berupa terjadinya perubahan perilaku sosial masyarakat dalam
berbagai aspek kehidupan. Berdasarkan hasil survei sosial demografi dampak Covid-19 yang
dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 diketahui bahwa sekitar 72%
responden yang selalu atau teratur menjaga jarak fisik dalam seminggu terakhir, sebanyak
80,20% responden menyatakan mereka sering/selalu mencuci tangan dengan sabun dan
menggunakan masker, 82,52% responden selalu menghindari transportasi umum (termasuk
transportasi online), dan sebanyak 42% responden mengaku mengalami peningkatan aktivitas
belanja online selama Covid-19.
Dalam perkembangannya, merespons situasi krisis akibat Covid-19, pemerintah
kemudian menerapkan kebijakan yang disebut sebagai kenormalan baru (new normal). Tentu,
berbagai kebijakan yang dihasilkan akan berimplikasi secara langsung terhadap segala bentuk
perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.
B. Kenormalan Baru
Harus diakui kondisi normal baru akan menyebabkan perubahan sosial, termasuk pola
perilaku dan proses interaksi sosial masyarakat. Sederhananya, normal baru menekankan
pada perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas secara normal, namun tetap
merujuk pada protokol kesehatan yang kemudian harus dibiasakan. Meskipun demikian,
penerapan normal baru tidak akan berjalan dengan maksimal, bila tidak disertai kedisiplinan
tinggi oleh masyarakat. Apalagi data kasus Covid-19 hingga kini masih menunjukkan angka
fluktuasi.
Oleh karena itu, masyarakat harus diedukasi secara terus-menerus untuk menerapkan
hidup normal baru dalam aktivitas sosial mereka. Masyarakat perlu dibiasakan agar disiplin
mematuhi protokol kesehatan. Sebab pandemi Covid-19 telah memaksa kita untuk adaptif
terhadap segala bentuk perubahan. Begitu juga hidup dengan kenormalan baru bisa saja akan
menjadi model budaya baru di masa mendatang.
3
C. Dampak Virus Corona Bagi Lingkungan Sosial, Ekonomi Hingga Alam
1. Lingkungan Alam
Seorang peselancar mengenakan pakaian pelindung sebagai wujud dukungan bagi orang-
orang yang berjuang melawan COVID-19 di Rusia. Foto: REUTERS/Ivan Belozyorov
Penerapan physical distancing yang mengharuskan seseorang berdiam diri di rumah ternyata
banyak berpengaruh terhadap kondisi alam. Aktivitas ekonomi dan transportasi yang dibatasi
juga juga turut berdampak pada lingkungan. Kegiatan tersebut telah menyebabkan penurunan
emisi karbon secara tiba-tiba.
Dibandingkan dengan tahun lalu, tingkat polusi di New York telah berkurang hampir 50%
karena langkah-langkah yang dilakukan untuk menekan penyebaran virus. Di China, emisi
turun 25% pada awal tahun karena orang diperintahkan untuk tinggal di rumah dan banyak
pabrik yang tutup. Penggunaan batu bara di negara ini juga turun 40% pada enam pembangkit
listrik terbesar China sejak kuartal terakhir di 2019.
Bahkan menurut Kementerian Ekologi dan Lingkungan China, kualitas udara di negaranya
telah naik sebesar 11,4% dibandingkan dengan waktu yang sama di tahun lalu. Di Eropa,
gambar satelit menunjukkan emisi nitrogen dioksida (NO2) memudar di Italia utara. Hal ini
juga terjadi di Spanyol dan Inggris.
Penuruan gas emisi karbon ini adalah turut dipengaruhi oleh menurunnya laju transportasi.
Sebagaimana disampaikan Kimberly Nicholas, seorang peneliti ilmu keberlanjutan di Lund
University di Swedia.
Ia mengatakan, langkah untuk menekan penyebaran virus seperti physical distancing dan
memotong perjalanan yang tidak perlu telah menurunkan kontribusi gas emisi di dunia. Di
mana transportasi telah berkontribusi sebesar 72% pada emisi gas rumah kaca.
2. Lingkungan Sosial
4
Seorang wanita mengenakan masker dan sarung tangan di dalam kereta Mass Rapid
Transit, Kuala Lumpur, Malaysia. Foto: REUTERS / Lim Huey
Pandemi global COVID-19 juga telah mengubah lingkungan sosial masyarakat.
Adanya wabah ini membuat semua elemen bekerja sama mengatasi virus corona. Di
Indonesia sendiri telah ada bantuan atau donasi yang banyak digalakkan mulai dari kalangan
selebriti, pengusaha, hingga masyarakat umum.
Dukungan dan gerakan physical distancing juga turut mengubah kebiasaan hidup
masyarakat. Dengan menjaga jarak antar individu, kita dibentuk dengan kebiasaan untuk
lebih menjaga kebersihan dan kesehatan diri sendiri serta orang lain. Wabah ini juga telah
mengubah pola pikir masyarakat untuk hidup sehat.
3. Lingkungan Ekonomi
International Monetary Fund (IMF) menyatakan ekonomi dan keuangan global saat ini
tengah mengalami krisis akibat pandemi virus corona. Hal tersebut dikarenakan pendorong
utama pergerakan perekonomian yaitu konsumsi rumah tangga belakangan terus melambat.
Bukan hanya pada sektor konsumsi rumah tangga, virus corona juga turut menyerang
pasar saham. Investor di berbagai dunia khawatir penyebaran virus corona akan
menghancurkan pertumbuhan ekonomi dan tindakan pemerintah bahkan tidak sanggup
menghentikan penuruan tersebut.
Di Indonesia sendiri Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun hingga 24 persen.
Sementara kurs rupiah melemah hingga 5,41 persen dalam kurun waktu 6 bulan terakhir
sebagai akibat dari keluarnya dana asing.
Menurut Asian Development Bank (ADB), sebanyak 38,5 persen surat utang
pemerintah Indonesia dipegang oleh investor asing, lebih tinggi dari negara Asia lainnya. Jika
terjadi aksi jual secara serentak tentunya ini beresiko tinggi terhadap krisis ekonomi.
5
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pandemi covid-19 memberikan dampak dalam beberapa bidang seperti dibidang sosial,
ekonomi dan pendidikan. Dimana setiap orang harus menjalankan protocol kesehatan dalam
melakuakn kegiata sehari hari.
Adapun dampak dalam kehidupan sosial adalah kurangnya interaksi antar sesame
dimana menjauhkan rasa kekeluargaan dari sesame kita. Hal ini dikarenakan kita harus selalu
menjaga jarak saat bertemu agar bisa menghentikan virus covid-19 ini