DISUSUN OLEH:
DOSEN PEMBIMBING:
1
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................... 3
1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 3
1.2 Tujuan dan Manfaat ......................................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................................... 5
BAB III PEMBAHASAN ............................................................................................................. 12
3.1 Metode penanganan limbah B3 yang umumnya diterapkan adalah sebagai berikut. .... 12
3.3.1. Metode pengolahan secara kimia, fisik dan biologi................................................ 12
3.3.2. Metode Pembuangan Limbah B3............................................................................ 12
3.2 Strategi Pengelolaan Limbah B3 : .................................................................................. 13
3.3 Prinsip-prinsip Pengelolaan Limbah B3 ........................................................................ 14
3.4 Life Cycle Assessment (LCA) ....................................................................................... 14
3.4.1 Penerapan Life Cycle Assessment (LCA) .................................................................. 14
3.4.2 Bahan-bahan yang diperlukan dalam pembuatan batako ........................................... 15
BAB IV KESIMPULAN .............................................................................................................. 17
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pembuatan Batako dari Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Kabupaten Karawang .. 15
Tabel 2 Komposisi Pembuatan Batako di Desa Kuta Mekar, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang
................................................................................................................................................................... 16
2
BAB I PENDAHULUAN
3
pengumpulan, pemanfaatan, pengangkutan, dan pengolahan limbah B3 termasuk
penimbunan hasil pengolahan tersebut. Dalam rangkaian kegiatan tersebut terkait beberapa
pihak yang masing-masing merupakan mata rantai dalam pengelolaan limbah B3, yaitu:
penghasil Limbah B3, pengumpul Limbah B3, pengangkut Limbah B3, pemanfaat Limbah
B3; pengolah Limbah B3, penimbun Limbah B3. Dalam melakukan pengelolaan limbah B3
perlu diperhatikan hirarki pengelolaan limbah B3 antara lain dengan mengupayakan reduksi
pada sumber, pengolahan bahan, substitusi bahan, pengaturan operasi kegiatan, dan
digunakannya teknologi bersih. Bilamana masih dihasilkan limbah B3 maka diupayakan
pemanfaatan limbah B3.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
5
untuk Limbah bersifat asam dan sama atau lebih besar dari 12,5 (dua belas koma lima)
untuk yang bersifat basa. b. Limbah yang menyebabkan tingkat iritasi yang ditandai
dengan adanya kemerahan atau eritema dan pembengkakan atau edema.
6. Limbah B3 Beracun Limbah B3 beracun adalah Limbah yang memiliki
karakteristik beracun berdasarkan uji penentuan karakteristik beracun melalui TCLP, Uji
Toksikologi LD50, dan uji sub-kronis.
2.2 Identifikasi Limbah B3
Menurut PP No. 101 tahun 2014 limbah dapat diidentifikasikan menurut sumber
dan atau uji karakteristik. Sumber limbah B3 dibedakan menjadi sebagai berikut: a)
Limbah B3 sumber spesifik Limbah B3 dari sumber spesifik adalah limbah B3 sisa
proses suatu industri atau kegiatan spesifik dapat ditentukan. b) Limbah B3 sumber tidak
spesifik Limbah B3 dari sumber tidak spesifik adalah limbah B3 yang pada umumnya
berasal bukan dari proses utamanya, tetapi berasal dari kegiatan pemeliharaan alat,
pencurian, pencegahan korosi (inhibitor korosi), pelarutan kerak, pengemasan, dan lain-
lain. c) Limbah B3 dari bahan kimia kadarluasa, tumpahan, bekas kemasan, buangan
produk yang tidak memenuhi spesifikasi. Limbah b3 dari bahan kimia kadarluasa,
tumpahan, sisa kemasan, atau buangan produk yang tidak memenuhi spesifikasi, karena
tidak memenuhi spesifikasi yang ditentukan atau tidak dapat dimanfaatkan kembali
maka suatu produk menjadi limbah B3 yang memerlukan pengelolaan. Hal yang sama
juga berlaku untuk sisa kemasan limbah B3 dan bahan-bahan kimia yang kadarluasa.
2.3 Pengelolaan Limbah B3
Pengelolaan limbah B3 adalah serangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,
penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengelolaan, dan penimbunan
limbah B3. Reduksi limbah B3 adalah suatu kegiatan pada penghasil untuk mengurangi
jumlah dan mengurangi sifat bahaya dan racun limbah B3 sebelum dihasilkan dari suatu
kegiatan (PP No.101 tahun 2014). Pengelolaan limbah B3 adalah kegiatan yang
menghasilkan, mengangkut, mengedarkan, menyimpan, dan atau membuang B3. Adapun
tujuan dari pengelolaan limbah B3 adalah untuk mencegah dan menanggulangi
pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup yang diakibatkan limbah B3 serta
melakukan pemulihan kualitas lingkungan yang sudah tercemar sehingga sesuai dengan
fungsinya kembali (PP No.101 tahun 2014).
6
2.4 Rekapitulasi limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Ari dan Darmanhuri (2014, Hal 12-20) menyatakan pengelolaan B3 bahwa
penghasil limbah B3 wajib membuat dan menyimpan catatan, tentang: a) Jenis,
karakterstik, jumlah, dan waktu dihasilkan limbah B3. b) Jenis, karakteristik, jumlah, dan
waktu penyerahan limbah B3. c) Nama pengangkut limbah B3 yang melaksanakan
pengiriman kepada pengumpul atau pemanfaat atau pengolah atau penimbun limbah B3.
2.5 Reporting limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Penghasil limbah B3 wajib menyampaikan catatan limbah B3 sekurang-
kurangnya sekali dalam 6 bulan kepada instansi yang terkait dan Bupati atau Wali
kotamadya Kepala daerah Tingkat II yang bersangkutan. Catatan limbah B3
dipergunakan untuk inventarisasi jumlah limbah yang dihasilkan dan sebagai bahan
evaluasi dalam rangka penetapan kebijakan dalam pengelolaan limbah B3 (PP No. 101
tahun 2014 pasal 11). Penyerahan limbah B3 oleh penghasil dan atau pengumpul dan
atau pemanfaat dan atau pengolah kepada pengangkut wajib disertai dengan dokumen
limbah B3. Setiap pengangkutan limbah B3 oleh pengangkut limbah B3 wajib disertai
dengan dokumen limbah B3. Pengangkut limbah B3 wajib menyerahkan limbah B3
kepada pengumpul dan atau pemanfaat dan atau penimbun limbah B3 yang ditunjuk oleh
penghasil limbah B3 (PP No.101 tahun 2014).
2.6 Insenerasi
Insinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan cara membakarsampah pada
suatu tungku pembakaran. Teknologi insinerasi merupakan teknologi yang mengkonversi
materi padat menjadi materi gas (gas buang), serta materi padatan yang sulit terbakar,
yaitu abu (bottom ash) dan debu (fly ash). Insinerasi merupakan proses pengolahan
buangan dengan cara pembakaran pada temperature yang sangat tinggi (>800oC) untuk
mereduksi sampah yang tergolong mudahterbakar (combustible), yang sudah tidak dapat
didaurulang lagi.
Sasaran insinerasi adalah untuk mereduksi massa dan volume buangan,membunuh
bakteri dan virus dan meredukdi materi kimia toksik, serta memudahkan penanganan
limbah selanjutnya. Insinerasi dapat mengurangi volume buangan padat domestik sampai
85%-95% dan pengurangan berat sampai 70-80%.
7
Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat
karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke
bentuk gas yang tidak kasat mata. Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk
panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari
komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu,
insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.
Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value)
limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses
pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari
sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah
padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber,
multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis
insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat
mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.
2.7 Insinerator
Insinerator adalah alat yang digunakan untuk proses pembakaran sampah.Alat ini
berfungsi untuk merubah bentuk sampah menjadi lebih kecil dan praktisserta
menghasilkan sisa pembakaran yang steril sehingga dapat dibuang langsungke tanah.
Energi panas hasil pembakaran dalam insinerator dapat diguankansebagai energy
alternatif bagi proses lain seperti pemanasan atau pengeringan(Budiman, 2001).
Terdapat dua jenis insinerator berdasarkan metode pembakaran yangberlangsung
pada alat tersebut, yaitu tipe kontinyu dan tipe batch. Pada insineratortipe kontinyu,
sampah dimasukkan secara terus-menerus dengan debit tetapsedangkan padainsinerator
tipe batch, sampah dimasukkan sampai mencapai batas maksimumkemudian dibakar
bersamaan, (Budiman, 2001).
Insinerator adalah alat untuk menghancurkan limbah berupa pembakaran dengan
kondisi terkendali. Limbah dapat terurai dari senyawa organik menjadi senyawa
sederhana seperti CO2 dan H2O. Insinerator efektif terutama untuk buangan organik
dalam bentuk padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat. Proses ini tidak biasa
digunakan limbah organik seperti lumpur logam berat (heavy metalsludge) dan asam
8
anorganik. Zat karsinogenik patogenik dapat dihilangkan dengan sempurna bila
insinerator dioperasikan.
Insinerator memiliki kelebihan, yaitu dapat menghancurkan berbagai senyawa
organik dengan sempurna, tetapi terdapat kelemahan yaitu operator harus yang sudah
terlatih. Selain itu biaya investasi lebih tinggi dibandingkan dengan metode lain dan
potensi emisi ke atmosfer lebih besar bila perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan
operasional.
2.7.1 Beberapa Jenis Insenerator
Insinerator dapat dibagi berdasarkan perbedaan tungku yang digunakan, yaitu:
• Statis (insinerator modular atau kecil, seperti insinerator RS)
Insinerator tungku statis terdiri dari dua ruang pembakaran, yang pertama berupa tungku
statis ditempat dimana limbah ditempatkan di suatu alas batch (burner)untuk
memanaskan ruang, menggunakan bahan bakar ar tambahanan sepererti LNG atau
minyak bakar agar tungku tersebut mempunyai suhu operasional sebelum limbah
dimasukkan kedalamnynya. Gas (buang) hasil pembakaran tidak sempurna diruang ini
dipindahkan ke ruang kedua, di tempat mana suhunya telah dinaikkan oleh pembakar
tambahan kedua guna menyempurnakan proses ini. residu anorganik yang tidak terbakar
atau abu dipindahkan pada sebuah alas reguler (reguler basis) dari tungku statis.
Tungku statis merupakan salah satu insinerator yang tidak terlalu mahal. Tungku ini
sesuai untuk limbah dengan jumlah yang relatif sedikit pada suatu alas batch(batch
basis).Kelemahan utamanya adalah kompleksitas pengoperasiannya sehingga
memerlukan staff yang terlatih baik.
• Mechanical stoker è biasanya untuk sampah kota
• Fluiduized bed è biasanya untuk limbah homogeny
Fluidized bed adalah teknologi pembakaran yang digunakandalalam pembangkit listrik.
Teknologi fluized bed ini diadaptasi dalamberbagai proses karena teknologi ini
mempunyai ai kemampuan memberikan derajat turbulensiyang tinggi, area transfer
panas yang besar untuk mencampur limbah berbahaya oksigen danmedia terfluidisasi.
Dengan pencampuran yang baik antara media inert (biasanya pasir) akanmemberikan
hasil insenerisasi yang baik, dengan udara berlebih rendah dan gradien temperature
yang minimal di seluruh media. Waktu tinggal yang digunakan antara 5 – 8 detik atau
9
lebih,pada temperatur 1400 – 1600ºF (760 – 870ºC).Kelebihan jenis insinerator ini
adalah nilai DRE yang tinggi temperatur yang relatif seragam, residunya yang relatif
tidak berbahaya serta biaya operasi dan pemeliharaan yang rendah. Beberapa jenis
fluidized bed ini antara lain: bubling fluidized bed dan circulating fluidized bed.
• Rotary kiln (tungku putar) è untuk limbah industri (limbah padat atau cair)
Tipe ini cocok untuk menginsinerasi limbah sludge ex WWT atau limbah yang
mempunyai kandungan air(water content)yang cukup tinggi dan volumenya cukup
besar. Sistem insinerator ini berputar pada bagian Primary Chamber, dengan tujuan
untuk mendapatkan pembakaran limbah yang merata keseluruh bagian.
Prosespembakarannya sama dengan tipe static, terjadi dua kali pembakaran dalam ruang
bakar 1 (primary chamber) untuk limbah dan ruang bakar 2 (secondary chamber) untuk
sisa-sisa gas yang belum sempurna terbakar dalam primary chamber.
Insinerator tungku putar terdiri dari tabung silinder yang berputar perlahan,yang
dipasang miring pada suatu tempat. Limbah dimasukkan ke insinerator dari salah satu
ujung dan dibakar ar sampai menjadi abu setelah limbah tersebutbergerak sampai ke
ujung lain. bahan bakar tambahan digunakan untukmenaikan suhu tungku dan
mempertahankan suhu selama operasional.Insinerator tungku putar dapat mengelola
berbagai limbah padatan, cairandan gas yang dimasukkan secara terpisah atau bersama.
Karena mahalnyabahan bakar guna memanaskan tungku putar, maka tungku ini
10
digunakan terbatas bagi limbah dalam jumlah besar yang dimasukkan secara terus
menerus.
11
BAB III PEMBAHASAN
12
kemudian dikubur dalam landfill yang didesain khusus untuk mencegah pencemaran
limbah B3. Landffill ini harus dilengkapi peralatan moditoring yang lengkap untuk
mengontrol kondisi limbah B3 dan harus selalu dipantau. Metode ini jika diterapkan
dengan benar dapat menjadi cara penanganan limbah B3 yang efektif. Namun, metode
secure landfill merupakan metode yang memliki biaya operasi tinggi, masih ada
kemungkinan terjadi kebocoran, dan tidak memberikan solusi jangka panjang karena
limbah akan semakin menumpuk.
(https://environment-indonesia.com/articles/cara-mengolah-dan-menangani-limbah-b3-
dengan-benar)
Dalam lingkungan hidup terdapat ekosistem yang terdiri dari suatu tatanan unsur
keseluruhan dan saling mempengaruhi satu sama lain untuk menyeimbangkan stabilitas dan
produktivitas terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan
limbah bahan berdahaya dan beracun bahwa limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan.
Sedangkan bahan berbahaya dan beracun yang selanjutnya disingkat B3 adalah zat, energi,
dan/atau komponen lain yang karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, dan serta kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup. Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung B3.
Yang dimaksud dengan limbah B3 disini adalah “setiap limbah yang mengandung bahan
berbahaya dan /atau beracun yang karena sifat dan /atau konsentrasinya dan /atau jumlahnya,
baik secara langsung maupun tidak langsung dapat merusak dan /atau mencemarkan lingkungan
hidup dan /atau membahayakan.” Dampak yang ditimbulkan oleh limbah B3 yang dibuang
langsung ke lingkungan sangat besar dan dapat bersifat akumulatif, sehingga dampak tersebut
akan berantai mengikuti proses pengangkutan (sirkulasi) bahan dan jaring-jaring rantai makanan.
Mengingat besarnya resiko yang ditimbulkan tersebut maka pemerintah telah berusaha untuk
mengelola limbah B3 secara menyeluruh, terpadu dan berkelanjutan.
13
3.3 Prinsip-prinsip Pengelolaan Limbah B3
a) “POLLUTION PREVENTION PRINCIPLE” (Upaya meminimasi timbulan limbah).
b) “POLLUTER PAYS PRINCIPLE” (Pencemaran harus membayar semuabiaya yang
diakibatkannya).
c) “CRADLE TO GRAVE PRINCIPLE” Pengawasan mulai dari dihasilkan sampai
dibuang/ditimbunnya limbah B3
d) Pengolahan dan penimbunan limbah B3 diusahakan dilakukan sedekat mungkin dengan
sumbernya.
e) “NON DESCRIMINATORY PRINCIPLE” (Semua limbah B3 harus diberlakukan sama
di dalam pengolahan dan penanganannya.
f) “SUSTAINABLE DEVELOPMENT” (Pembangunan berkelanjutan).
14
Tabel 1 Pembuatan Batako dari Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) di Kabupaten Karawang
Bahan-bahan tersebut termasuk dalam jenis limbah padat dalam limbah bahan berbahaya
dan beracun (B3) untuk melakukan pembuatan atau pengelolaan batako demgam komposisi yang
telah ditentukan.
15
Tabel 2 Komposisi Pembuatan Batako di Desa Kuta Mekar, Kecamatan Ciampel, Kabupaten Karawang
Dalam pemanfaatan sistem lain dengan beberapa jenis limbah bahan berbahaya dan
beracun (B3) berupa fly ash, bottom ash, sand foundry/dust grinding/dust casting/furnace slag
selain membuat batako bisa juga dibuat menjadi coran atau untuk mengecor jalan-jalan kecil di
perkampung yang tidak dilalui oleh mobil-mobil besar. Jadi pengecoran ini hanya dimanfaatkan
hanya untuk mengecor halaman-halaman.
Sedangkan pemanfaatan air limbah (coolant, ink waste, paint waste, dye waste, larutan
bekas pickling, larutan bekas electroplating, limbah B3 fasa cair dari laboratorium, pelarut bekas,
contaminated liquid waste, larutan asam/alkali bekas) dengan system elektrokoagulasi (EC),
jenis bahan yang dilarang diumpankan ke dalam unit EC adalah larutan asam dan basa kuat (pH
< 4 atau Ph > 12), larutan solvent, dan oily water. air limbah pabrik yang tidak bermanfaat lagi di
netralisir, pH- nya di turunkan setelah di netralisir molekul cairan itu lalu diendapkan dengan
tenaga elektrik setelah diendapkan di mesin press jadi tersisa endapan dengan cairan setelah pH-
nya sudah turun layak si cairan nanti dibuang bisa dibuang namun jika berbahaya agar amannya
jadi si cairan tersebut digunakan dan dicampur untuk mengaduk semen dalam pembuatan batako.
16
BAB IV KESIMPULAN
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dapat dilakukan dengan insinerasi
dengan alat insenerator. Insinerasi adalah metode pengolahan sampah dengan cara pembakaran
pada suatu tunggu pembakaran diatas 800 ゜C. Hirarki pengolahan limbah B3 antara lain dengan
mengupayakan reduksi dari sumber, pengolahan bahan, subtitusi bahan, pengaturan operasi
kegiatan, dan digunakannya teknologi bersih.
17