Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diklofenak atau [o-[(2,6- diklorofenill)amino]fenil] asam asetat termasuk salah


satu dari golongan nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs). Secara farmakologi,
diklofenak memiliki aktifitas anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik. Aktifitas anti
inflamasi terkait dengan efikasinya meringankan nyeri yang berhubungan dengan
inflamasi dan dysmenorrhea primer. Diklofenak digunakan dalam pengobatan
osteoarthritis, rheumatoid arthritis, dan ankylosing spondylitis. Diklofenak tersedia di
pasaran sebagai garam natriumnya (Castillo and Bruzzone, 2006)

Pada penggunaan secara oral, hanya sekitar 60% natrium diklofenak yang
mencapai sirkulasi sistemik karena mengalami metabolisme lintas pertama. Seperti
halnya golongan NSID pada umumnya diklofenak, lebih dari 99,5% berikatan dengan
protein serum manusia, khususnya albumin (Riess, et al, 2005; Chamoard et al, 2005).
Efek samping yang paling sering terjadi dari pemberian diklofenak per oral adalah
gastritis, peptik ulser, dan depresi fungsi renal (Demarel et al, 2009, Hinz et al, 2009).
Waktu paruh biologis natrium diklofenak juga singkat, sekitar 120 menit (Chandy et al,
2010). Oleh karena waktu paruh biologisnya singkat, natrium diklofenak harus sering
diberikan (Nokhodci et al, 2011) dan untuk pemberian per oral seringkali diberikan
dengan dosis yang lebih tinggi sehingga dapat memperparah efek samping di saluran
pencernaan. Pemberian diklofenak secara intramuskular menyebabkan rasa sakit dan
seringkali menimbulkan kerusakan jaringan pada tempat injeksi (Sweetman et al, 2009).
Karena beberapa kerugian diklofenak pada penggunaan per oral, maka diklofenak
dikembangkan ke arah penggunaan topikal sebagai salah satu solusi alternatif dan
beberapa produknya sudah beredar di pasaran (Banning et al, 2008).

Saat ini, penghantaran obat secara transdermal merupakan metode yang paling
menjanjikan. Semakin banyak zat aktif obat yang dapat memberikan efek terapinya
secara sistemik melalui kulit (Prausnitz, et.al., 2004). Rute transdermal memiliki
beberapa keuntungan diantaranya mencegah first pass metabolisme, durasi aktivitas
dapat diperkirakan, meminimalisir efek samping, dapat menggunakan obat dengan waktu
paruh pendek, meningkatkan respon fisiologis dan farmakologis, mencegah fluktuasi
konsentrasi obat, dan meningkatkan kenyamanan pasien. Penggunaan secara topikal juga
telah menghasilkan kadar yang lebih tinggi dalam jaringan adiposa dan otot rangka yang
berdekatan (Brunner et al, 2005).

Pada praktikum ini dilakukan uji penetrasi dari gel natrium diklofenak dengan
rute transdermal pada kulit hewan coba dengan dilihatnya proses difusi pasif atau
berpindahnya massa dari tempat yang berkonsentrasi tinggi ke tempat yang memiliki
konsentrasi lebih rendah.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana proses difusi pasif yang terjadi pada kulit hewan coba?

1.3 Tujuan

Agar mahasiswa dapat memahami proses difusi pasif yang terjadi pada kulit

1.4 Manfaat

Mahasiswa dapat memahami proses difusi pasif yang terjadi pada kulit
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
BAB III

ALAT dan BAHAN

3.1 Alat dan Bahan

1. Alat

Franz Diffusion Cell, hot plate magnetic stirrer, stirrer bar, PH meter, neraca digital,

statif dan klem, pipet volume, labu takar, ball pipet, beaker glass, stopwatch, batang

pengaduk, Spektrofotometer UV-Vis.

2. Bahan

Natrium Diklofenak gel, standar Natrium Diklofenak, NaCI, KCI, Natrium Fosfat Dibasik

(Na2HPO4), Kalium Fosfat Monobasik (KH2PO4), Aquadest, kulit hewan coba

3.2 Cara kerja

Buat larutan Phosphate Buffered Saline dengan pH 7,4 sebanyak 1 Liter.

Kompartemen reseptor pada Franz Diffusion Cell diisi dengan Phosphate

Buffered Saline sebanyak 100 mL.

Kulit hewan coba dipasangkan pada Franz Diffusion Cell.

Letakkan Franz Diffusion Cell di atas dudukannya yang sudah

dilengkapi oleh hot plate magnetic stirrer.

Nyalakan hot plate magnetic stirrer, atur temperatur pada 37C dan

kecepatan putar 500 rpm.


Natrium diklofenak dalam bentuk sediaan gel (gel carbopol 1,5%) dengan

sedikit larutan dapar dioleskan pada permukaan kulit hewan coba dengan

diameter tertentu. Hitung luas permukaan kulit tikus yang diolesi sediaan.

Ambil sampel dari kompartemen reseptor sebanyak 5,0 mL tiap selang waktu

15 menit (tiap pengambilan dilakukan penggantian larutan dapar sebanyak

volume yang sama). Pengambilan sampel dihentikan setelah selama 2 jam.

Tetapkan kadar Natrium Diklofenak dalam sampel

Pembuatan Baku Induk

Natrium Diklofenak ditimbang sebanyak: 25 mg

Dilarutkan dengan PBS hingga volume 50 mL sehingga diperoleh larutan baku

induk dengan konsentrasi 500 ppm

Panjang gelombang maksimum Natrium Diklofenak …….nm

Data Kurva Baku

Data kurva baku dibuat dengan melakukan pengenceran larutan baku induk

dengan dapar Phosphate sehingga diperoleh larutan dengan konsentrasi 5 ppm,

10 ppm, 15 ppm, 20 ppm, 25 ppm


Masing-masing konsentrasi diamati serapannya dengan menggunakan

Spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang maksimum berdasarkan

hasil langkah kerja sebelumnya

Selanjutnya dibuat kurva kadar Natrium Diklofenak terhadap absorbansi

serta ditentukan persamaan regresinya.

Anda mungkin juga menyukai