Anda di halaman 1dari 38

REFERAT PENYAKIT MENIERE

Pembimbing : Dr. Anna Maria Suciaty, Sp.THT

Penyusun : Aditya Prabawa 030.06.012

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN TENGGOROKAN RUMAH SAKIT DR.H. MARZOEKI MAHDI BOGOR PERIODE 5 JULI 2010 7 AGUSTUS 2010 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
1

BAB I PENDAHULUAN

Pada tahun 1861, dokter asal Prancis bernama Prosper Meniere menggambarkan sebuah kondisi yang sekarang kondisi tersebut diabadikan dengan menggunakan namanya. Penyakit Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang menyebabkan timbulnya episode vertigo (pusing berputar), tinnitus (telinga berdenging), perasaan penuh dalam telinga, dan gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif. Adapun struktur anatomi telinga yang terkena dampaknya adalah seluruh labirin yang meliputi kanalis semisirkularis dan koklea. Pendapat ini kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops endolimfa setelah memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan menderita penyakit Meniere. Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam. Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia(1). Serangan khas penyakit Meniere didahului oleh rasa penuh di satu telinga. Gangguan pendengaran yang bersifat fluktuatif dan dapat juga disertai tinitus. Sebuah episode penyakit Meniere umumnya melibatkan vertigo (berputar), ketidakseimbangan, mual dan muntah. Serangan rata-rata berlangsung selama dua sampai empat jam. Setelah serangan yang parah, kebanyakan pasien mengeluhkan kelelahan dan harus tidur selama beberapa jam. Ada beberapa

variabilitas dalam durasi gejala. Beberapa pasien mengalami serangan singkat sedangkan penderita lainnya dapat mengalami ketidakseimbangan yang konstan. Beberapa penyakit memiliki gejala yang mirip dengan penyakit Meniere. Dokter biasanya menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga. Beberapa pemeriksaan dilakukan seperti pemeriksaan audiometri, CT-Scan kepala atau MRI dilakukan untuk menyingkirkan suatu tumor saraf kranial ke delapan (Vestibulocochlear) serta penyakit lain dengan gejala serupa. Karena tidak adanya uji yang definitif untuk penyakit Meniere, maka penyakit tersebut biasanya didiagnosis ketika semua penyebab lain telah disingkirkan(1,2).

BAB II
3

ANATOMI TELINGA

Gambar 1. Struktur anatomi telinga(3)

1. Telinga Luar

Telinga luar meliputi daun telinga ( pinna ) dan liang telinga sampai membrana timpani. Daun telinga terdiri dari kulit dan tulang rawan elastin. Bentuk rawan ini unik dan dalam merawat trauma telinga luar harus diusahakan untuk mempertahankan struktur ini. Kulit dapat terlepas dari rawan di bawahnya oleh hematoma atau pus dan rawan yang nekrosis dapat menimbulkan deformitas kosmetik pada pinna ( cauliflower ear ). Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang pada sebelah medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan antara tulang dan rawan ini. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang telinga sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Liang telinga berbentuk menyerupai
4

huruf S dengan panjang sekitar 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan rambut sedangkan pada duapertiga dalamnya hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen. Peradangan pada bagian telinga ini disebut otitis eksterna. Hal ini terjadi akibat infeksi bakteri, virus maupun jamur disertai faktor predisposisi berupa kebiasaan mengorek telinga, kondisi udara dan keadaan klinis tertentu yang menyebabkan penurunan dari sistem imunitas seperti HIV/AIDS, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, radioterapi dan diabetes mellitus(3,4).
2. Telinga Tengah

Gambar 2. Struktur anatomi detail telinga luar, tengah dan dalam(3)

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan enam sisi. Dinding posteriornya jauh lebih luas daripada dinding anteriornya sehingga kotak tersebut berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke arah lateral ke arah umbo dari membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah. Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
-

Batas lateral : membrana timpani Batas anterior : tuba eustachius Batas inferior : bulbus jugularis Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis Batas superior : lantai fossa kranii media Batas medial : kanalis semisirkularis horizontalis, kanalis fasialis, fenestra ovale, fenestra rotundum dan promontorium Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan

terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan bagian bawah disebut pars tensa. Pars flaksida berlapis dua yaitu bagian luar merupakan lanjutan epitel liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti mukosa saluran pernafasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi ditengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan elastin yang berjalan secara radier di luar dan sirkuler di dalam. Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermula suatu refleks cahaya ( cone of light ) ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untruk membrana timpani kiri dan pukul 5 untuk membrana timpani kanan. Serabut sirkuler dan radier pada
6

membran timpani pars tensa inilah yang menyebabkan refeks cahaya yang berupa kerucut ini yang kita nilai. Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada fenestra ovale yang berhubungan dengan kokhlea. Hubungan antara tulangtulang pendengaran adalah persendian. Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Pada tempat ini terdapat aditus ad antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid. Tuba eustachius termasuk telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga tengah. Tuba eustachius berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara dalam cavum tymphani. Bagian lateral berupa dinding dari tulang dan selalu terbuka, sedangkan di dinding medial tersusun dari tulang rawan yang biasanya menutup kecuali bila menelan, mengunyah atau menguap(3,4,5).
3. Telinga dalam

Gambar 3. Struktur anatomi telinga dalam(3)

Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga dalam terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang dibentuk oleh utrikulus, sakulus dan kanalis semisirkularis. Labirin (telinga dalam) mengandung organ pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosus os temporal. Labirin terdiri dari : Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea. Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari: kanalis

semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea. Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin bagian membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresorbsi pada sakkus endolimfatikus. Ujung atau puncak kokhlea disebut helikotrema yang menghubungkan perilimfa skala timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea tampak skala vestibuli di sebelah atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media ( duktus kokhlearis ) diantaranya. Skala vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan sekala media berisi endolimfe. Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran Reissner sedangkan dasar skala media adalah membrana basalis yang terletak organ korti di dalamnya. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran basalis melekat sel rambut dalam, sel rambut luar dan kanalis korti. Membran basilaris sempit pada basisnya ( nada tinggi ) dan melebar pada apeksnya ( nada rendah ). Terletak diatas membrana basilaris dari basis ke apeks adalah organ korti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
8

pendengaran. Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam ( 3.000 ) dan tiga baris sel rambut luar ( 12.000 ). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.

Gambar 4. Struktur anatomi kokhlea(3)

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus dan kanalis semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut. Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia sel rambut dan akan menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus berhubungan dengan utrikulus melalui suatu duktus sempit yang merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus. Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus dengan makula sakulus. Ketiga kanalis semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis memiliki satu ujung yang melebar yang membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista dan diselubungi oleh
9

lapisan gelatinosa yang disebut kupula. Gerakan dari endolimfe dalam kanalis semisirkularis akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista dan merangsang sel reseptor(3,5).

Gambar 5. Anatomi sistem vestibuler(3)

4. Pendarahan ( Vaskularisasi ) telinga

Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu : a. Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli, krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus dan sakulus.
10

b. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,

bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
c.

Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria vaskularis.

d. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi

putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus dan masuk ke sinus sigmoid(3).

5. Persarafan ( innervasi ) telinga N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus internus terletak ganglion vestibulare dan pada mediolus terletak ganglion spirale(3,4).

BAB III
11

FISIOLOGI PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN 1. Fisiologi Pendengaran

Gambar 6. Fisiologi pendengaran

Sampai tingkat tertentu daun telinga adalah suatu pengumpul suara sementara liang telinga karena bentuk dan dimensinya dapat sangat memperbesar suara dalam rentang 2 sampai 4 KHz. Gelombang ini akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan membran timpani. Getaran ini akan diteruskan melalui rangkaian tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus dan stapes) yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale. Tulang-tulang pendengaran akan meningkatkan efisiensi dari getaran sebanyak 1,3 kali dan perbandingan luas permukaan
12

membran timpani dan foramen ovale akan mengamplifikasi pendengaran sebanyak 20 kali. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen ovale sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion-ion bermuatan listrik dari badan sel. Untuk suara dengan frekuensi tinggi akan menyebabkan defleksi dominan pada bagian basis dari membrana basilaris sedangkan untuk frekuensi sedang di tengah dan frekuensi rendah di apeks. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel-sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditoris, kemudian dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis ( area Broadmann 41 )(5,6). 2. Fisiologi keseimbangan

Gambar 7. Skema fisiologi keseimbangan

13

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan sekitarnya tergantung dari input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ pengelihatan dan organ proprioseptif. Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di sistem saraf pusat sehingga akan menimbulkan gambaran mengenai keadaan posisi tubuh pada suatu saat dan bagaimana mengatur posisi tubuh seperti yang dikehendaki. Organ pengelihatan menerima rangsangan melalui reseptor di retina yaitu di makula lutea. Rangsang tersebut diteruskan melalui n. optikus ( N.II ) sampai ke korteks visual di lobus oksipitalis. Fungsi pengelihatan memberikan informasi tentang posisi dan gerak tubuh serta lingkungan sekitar. Organ proprioseptif menerima rangsang gerak melalui reseptor muskuloskeletal terutama di daerah leher yang di salurkan melalui saraf spinal kemudian medula spinalis, medula oblongata, thalamus dan berakhir di korteks sensoris ( post sentralis ). Organ vestibuler menerima rangsangan gerak dari reseptor di labirin yaitu pada utrikulus, sakulus ( makula ) dan kanalis semisirkularis ( krista ampularis ). Sel-sel pada organ otolit peka terhadap gerak linear sedangkan sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap rotasi khususnya terhadap percepatan sudut ( perubahan dalam kecepatan sudut ). Kemudian rangsang tersebut disalurkan melalui n. vestibularis ( N. VIII ) ke medula oblongata dan berakhir di korteks serebri gyrus temporalis superior dekat pusat pendengaran. Sebagian rangsangan disalurkan langsung ke serebelum dan sebagian lagi ke medula spinalis melalui traktus vestibulospinal menuju ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot leher dan otot punggung ( postural ). Sistem ini berjalan dengan sangat cepat sehingga membantu mempertahankan keseimbangan tubuh. Rangsang yang diterima oleh reseptor ketiga sistem tersebut disalurkan melalui saraf perifernya ke sistem saraf pusat sebagai pusat integrasi. Koordinasi antara ketiganya dan beberapa pusat di otak seperti serebelum, ganglia basalis dan formatio retikularis akan
14

mempertahankan fungsi keseimbangan tubuh. Mekanisme kerjasama ketiga organ sensorik dan susunan saraf pust tersebut berlangsung secara involunter. Mekanisme tersebut dapat berjalan sadar apabila dalam keadaan tertentu misalnya berjalan di permukaan yang tidak rata, berlari dan bermain ski. Dalam kehidupan sehari-hari, mekanisme tersebut berjalan secara terus menerus untuk mempertahankan tonus otot-otot tubuh dan ekstremitas agar tubuh tetap dalam posisi tegak atau mengubah posisi agar tidak jatuh pada keadaan tertentu. Susunan saraf pusat yang selalu memberi perintah melalui jaras vestibulospinal untuk mengatur kontraksi otot dan ekstremitas inferior untuk mempertahankan keseimbangan tubuh(6,7,8).

15

BAB IV PEYAKIT MENIERE

IV.1

DEFINISI Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo, tinitus,

berkurangnya pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh di telinga. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan manusia tidak mampu mempertahankan posisi dalam berdiri tegak. Hal ini disebabkan oleh adanya hidrops ( pembengkakan ) rongga endolimfa pada kokhlea dan vestibulum. Penyakit ini ditemukan oleh Meniere pada tahun 1861 dan dia yakin bahwa penyakit itu berada di dalam telinga. Namun para ahli saat itu menduga bahwa penyakit itu berada di otak. Pendapat Meniere kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops endolimfa setelah memerika tulang temporal pasien dengan dugaan menderita penyakit Meniere(1).

Gambar 8. Labirin pada telinga normal(1)

Gambar 9. Labirin yang berdilatasi endolimfa) pada penyakit Meniere


(1)

(hidrops

16

Vertigo berasal dari bahasa Yunani yang berarti memutar. Pengertian vertigo adalah sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar dapat disertai gejala lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari gejala somatik ( nistagmus, unstable ), gejala otonom seperti pucat, keringat dingin, mual, muntah dan pusing. Tinitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita itu sendiri ( impuls sendiri ). Namun tinitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga harus di cari penyebabnya. Gangguan pendengaran biasanya berfluktuasi dan progresif dengan pendengaran yang semakin memburuk dalam beberapa hari. Gangguan pendengaran pada penyakit Meniere yang parah dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran permanen(1,2,8).
IV.2

EPIDEMIOLOGI Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.

Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia. Penyakit Meniere jarang ditemukan pada anak-anak. Pada sebagian besar kasus timbul pada laki-laki atau perempuan usia dewasia. Paling banyak ditemukan pada usia 20 -50 tahun. Kemungkinan ada komponen genetik yang berperan dalam penyakit Meniere karena ada riwayat keluarga yang positif sekitar 21 % pada pasien dengan penyakit Meniere. Pasien yang dengan
17

resiko besar terkena penyakit Meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi, merokok, stres, kelelahan alkoholisme dan pasien yang rutin mengkonsumsi Aspirin. Pada tabel di bawah ini akan menggambarkan tentang insidensi penyakit Meniere di beberapa negara.

Insiden penyakit Meniere


Tahun Negara Kasus (per juta penduduk) 1973 1977 1979 1985 1990 Swedia Jepang India Italia Amerika Serikat
Tabel 1. Insiden penyakit Meniere di beberapa negara(1)

114 160 200 85 153

Distribusi pasien deng penyakit an Meniereberdasarkan usia dan jenis kelam di Am in erika serikat pada tahun 1990
20
%dari total

15 10 5 0 20-40 40-50 50-60 60+

Pria Wa nita

Usia dan jenis kelam in


18

Grafik 1. Grafik distribusi penyakit Meniere berdasarkan usia dan jenis kelamin(1)

IV.3

ETIOLOGI Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Namun terdapat berbagai teori

termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju labirin dan terjadi gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi dan autoimun. Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan cairan telinga dalam yang abnormal dan diduga disebabkan oleh terjadinya malabsoprsi dalam sakus endolimfatikus. Selain itu para ahli juga mengatakan terjadinya suatu robekan pada membran di labirin kokhlea sehingga menyebabkan endolimfa dan perilimfa bercampur. Hal ini menurut para ahli dapat menimbulkan gejala dari penyakit Meniere. Para peneliti juga sedang melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap kemungkinan lain penyebab penyakit Meniere dan masing-masing memiliki keyakinan tersendiri terhadap penyebab dari penyakit ini, termasuk faktor lingkungan seperti suara bising, infeksi virus HSV, penekanan pembuluh darah terhadap
19

syaraf (microvascular compression syndrome). Selain itu gejala penyakit Meniere dapat ditimbulkan oleh trauma kepala, infeksi saluran pernafasan atas, aspirin, merokok, alkohol atau konsumsi garam berlebihan. Namun pada dasarnya adalah belum ada yang tahu secara pasti apa penyebab penyakit Meniere(9). IV.4 PATOFISIOLOGI
Labirin membran menegang Tekanan osmotik ruang ekstrakapiler Tekanan endolimfa meninggi Membran ruptur dan cairan kaya Na dan K bercampur

Tekanan hidrostatik ujung arteri

Mual HIDROPS ENDOLIMFA VERTIGO Muntah

Tekanan osmotik dalam kapiler

Keseimbangan cairan perilimfe dan endolimfe terganggu Pelebaran apeks kokhlea Meluas ke tengah dan basal kokhlea Tuli saraf nada rendah + tinitus

Sumbatan sakus endolimfatikus

Patofisiologi Penyakit Meniere(9,10) Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa (peningkatan endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada kokhlea dan vestibulum. Hidrops yang terjadi dan hilang timbul diduga disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik pada ujung arteri, menurunnya tekanan osmotik dalam kapiler, meningkatnya tekanan osmotik ruang ekstrakapiler, jalan keluar sakulus endolimfatikus tersumbat ( akibat jaringan parut atau karena defek dari sejak lahir ) Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila mencapai dilatasi maksimal akan terjadi ruptur labirin membran dan endolimfa akan bercampur dengan
20

perilimfa. Percampuran ini menyebabkan potensial aksi di telinga dalam sehingga menimbulkan gejala vertigo, tinitus dan gangguan pendengaran serta rasa penuh di telinga. Ketika tekanan sudah sama, maka membran akan sembuh dengan sendirinya dan cairan perilimfe dan endolimfe tidak bercampur kembali namun penyembuhan ini tidak selalu sempurna. Penyakit Meniere dapat menimbulkan :
1. Kematian sel rambut pada organ kori di telinga dalam

Serangan berulang penyakit meniere menyebabkan kematian sel rambut organ korti. Dalam setahun dapat menimbulkam tuli sensorineural unilateral. Sel rambut vestibuler masih dapat berfungsi, namun dengan tes kalori menunjukkan kemunduran fungsi. 2. Perubahan mekanisme telinga Dimana disebabkan periode pembesaran kemudian penyusutan utrikulus dan sakulus kronik. Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal ditemukan perubahan morfologi pada membrana Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli terutama di daerah apeks kokhlea ( Helikotrema ). Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapar menekan utrikulus. Pada awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks kokhlea kemudian dapat meluas mengenai bagian tengah dan basal kokhlea. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya tuli saraf nada rendah pada penyakit ini(9,10). IV.5 GEJALA KLINIS Penyakit Meniere dimulai dengan satu gejala lalu secara progresif gejala lain bertambah. Gejala-gejala klinis dari penyakit Meniere yang khas sering disebut Trias Meniere yaitu vertigo, tinitus dan tuli sensorineural fluktuatif terutama di nada rendah. Serangan pertama dirasakan
21

sangat berat, yaitu vertigo disertai mual dan muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri pasien akan merasa berputar, mual terus muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, kemudian keadaan akan berangsur membaik. Peyakit ini bisa sembuh tanpa obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua dan selanjutnya dirasakan lebih ringan tidak seperti serangan pertama kali. Pada penyakit Meniere, vertigonya periodik dan makin mereda pada serangan-serangan selanjutnya. Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan dalam keadaan tidak ada serangan pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala lain yang menyertai serangan adalah tinitus yang kadang menetap walaupun di luar serangan. Gejala yang lain menjadi tanda khusus adalah perasaan penuh dalam telinga. Vertigo periodik biasanya dirasakan dalam 20 menit hingga 2 jam atau lebih dalam periode serangan seminggu atau sebulan yang diselingi periode remisi. Vertigo menyebabkan nistagmus, mual, muntah. Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan keseimbangan sehingga tidak dapat beraktivitas dan dalam keadaan tidak ada serangan pendengaran akan pulih kembali. Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan dengan penyakit yang lainnya yang juga memiliki gejala vertigo seperti tumor N.VIII, sklerosis multipel, neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama makin kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama menghilang. Pada VPPJ keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi kepala dan keluhan yang dirasakan sangat berat kadang disertai rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung lama.

22

Tinitus kadang menetap ( periode detik hingga menit ), meskipun diluar serangan. Tinitus sering memburuk sebelum terjadi serangan vertigo. Tinitus sering dideskripsikan pasien sebagai suara motor, mesin, bergemuruh, berdering, dengung, dan denging dalam telinga. Gangguan pendengaran mungkin terasa hanya berkurang sedikit pada saat awal serangan, namun seiring berjalannya waktu dapat terjadi kehilangan pendengaran yang tetap. Penyakit Meniere mungkin melibatkan semua kerusakan saraf di semua frekuensi suara pendengaran namun paling umum terjadi pada frekuensi yang rendah. Suara yang keras mungkin menjadi tidak nyaman dan sangat mengganggu pada telinga yang terpengaruh. Rasa penuh pada telinga dirasakan seperti saat kita mengalami perubahan tekanan udara (menaiki dan menuruni bukit, pesawat terbang, dan sebagainya) namun perbedaannya rasa penuh ini tidak hilang dengan perasat Valsava dan Toynbee. (1,8,11)
IV.6

DIAGNOSIS Kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit Meniere,

dengan demikian kemungkinan penyakit lain harus disingkirkan dalam rangka untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesis yang sangat hatihati.

Diagnosis penyakit ini dapat dipermudah dengan kriteria diagnosis : 1. Vertigo yang hilang timbul disertai tinitus dan rasa penuh pada telinga 2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural

23

3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII Beberapa diagnosis banding untuk penyakit Meniere adalah tumor N.VIII, sklerosis multipel, neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ). Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama makin kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap serangan. Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama menghilang. Pada VPPJ keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi kepala dan keluhan yang dirasakan sangat berat kadang disertai rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung lama 4. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menguatkan diagnosis. Bila dari hasil pemeriksaan fisik telinga kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah dapat disingkirkan dan dipastikan kelainan berasal dari telinga dalam misalnya dalam anamnesis didapatkan keluhan tuli saraf fluktuatif dan ternyata dikuatkan dengan hasil pemeriksaan maka kita sudah dapat mendiagnosis penyakit meniere, sebab tidak ada tuli saraf yang membaik kecuali pada penyakit Meniere.

5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit Meniere

adalah :

24

Pemeriksaan audiometri, menunjukan tuli sensorineural. Kemampuan pendengaran dalam membedakan kata-kata yang mirip pengucapannya sering menghilang. Selain itu ditemukan gambaran penurunan kemampuan pendengaran pada frekuensi rendah

Gambar 10. Audiogram penyakit Meniere telinga kanan stadium awal(1)

25

Gambar 11. Audiogram penyakit Meniere telinga kanan stadium menengah(1)

Gambar 12. Audiogram penyakit Meniere telinga kanan stadium akhir(1)

Elektronistagmografi ( ENG ) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui secara objektif kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada sebagian besar pasien dengan penyakit Meniere mengalami penurunan respons nistagmus terhadap stimulasi dengan air panas dan air dingin yang digunakan pada tes ini.

Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan cara merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang ditempatkan dekat dengan kokhlea. Pada pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan peningkatan tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebih pada telinga dalam yang ditunjukkan dengan adanya pelebaran bentuk gelombang dengan puncak yang multipel
26

Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA ), biasanya normal pada pasien dengan penyakit Meniere, walaupun kadang terdapat penurunan pendengaran ringan pada pasien dengan kelainan pada sistem saraf pusat

Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) dengan kontras yang disebut gadolinium spesifik memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut saraf yang tidak terisi kontras menunjukkan adanya neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat memvisualisasikan kokhlea dan kanalis semisirkularis(1,9,11).

IV.7

PENATALAKSANAAN Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan

pengobatan yang bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu diberikan anti emetik. Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya

a. Diet dan perubahan gaya hidup Diet rendah garam memiliki efek yang kecil terhadap konsentrasi sodium pada plasma, karena tubuh telah memiliki sistem regulasi dalam ginjal untuk mempertahankan level sodium dalam plasma. Untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi sodium, ginjal menyesuaikan kapasitas untuk kemampuan transport ion berdasarkan intake sodium. Penyesuaian ini diperankan oleh hormon aldosteron yang berfungsi mengontrol jumlah transport ion di ginjal sehingga akan mempengaruhi regulasi sodium di endolimfe sehingga mengurangi serangan penyakit Meniere.

27

Banyak pasien dapat mengontrol gejala hanya dengan mematuhi diet rendah garam (2000 mg/hari). Jumlah sodium merupakan salah satu faktor yang mengatur keseimbangan cairan dalamm tubuh. Retensi natrium dan cairan dalam tubuh dapat merusak keseimbangan antara endolimfe dan perilimfe di dalam telinga. Garam natrium yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya berupa ikatan natrium chlorida atau garam dapur, monosodium glutamat (vetsin), natrium bikarbonat (soda kue), natrium benzoat (daging kornet). Pemakaian rokok, alkohol, coklat harus dihentikan. Kafein dan nikotin juga merupakan stimulan vasoaktif dan dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan penurunan aliran darah arteri kecil yang memberi nutrisi saraf dari telinga tengah. Dengan menghindari kedua zat tersebut dapat mengurangi gejala. Olahraga yang rutin dapat menstimulasi sirkulasi aliran darah sehingga perlu untuk dianjurkan ke pasien. Pasien juga harus menghindari penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik seperti aspirin karena dapat memperberat tinitus. Selama serangan akut dianjurkan untuk berbaring di tempat yang keras, berusaha untuk tidak bergerak, pandangan mata difiksasi pada satu objek tidak bergerak, jangan mencoba minum walaupun ada perasaan mau muntah, setelah vertigo menghilang pasien diminta untuk bangun secara perlahan karena biasanya setelah serangan akan terjadi kelelahan dan sebaiknya pasien mencari tempat yang nyaman untuk tidur selama beberapa jam untuk memulihkan keseimbangan. b. Farmakologi

28

Untuk penyakit ini diberikan

obat-obatan

vasodilator

perifer,

anti histamin,

antikolinergik, steroid dan diuretik untuk mengurangi tekanan pada endolimfe. Obat-obat antiiskemia dapat pula diberikan sebagai obat alternatif dan neurotonik untuk menguatkan sarafnya selain itu jika terdapat infeksi virus dapat diberikan antivirus seperti acyclovir. Tranzquilizer seperti diazepam ( valium ) dapat digunakan pada kasus akut untuk membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan sebagai pengobatan jangka panjang. Anti emetik seperti prometazin tidak hanya mengurangi mual dan muntah tapi juga vertigonya. Diuretik seperti thiazide dapat membantu mengurangi gejala penyakit Meniere dengan menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe. Pasien harus diingatkan untuk makan makanan yang mengandung kalium seperti pisang, tomat dan jeruk ketika menggunakan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium. c. Latihan Rehabilitasi penting dilakukan sebab dengan melakukan latihan sistem vestibuler ini sangat menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi dengan latihan yang teratur dan baik. Orang-orang yang karena profesinya menderita vertigo dapat diatasi dengan latihan yang intensif sehingga gejala yang timbul tidak lagi mengganggu pekerjaan sehari-hari(1,9,12). Ada beberapa latihan yaitu : Canalit Reposition Treatment (CRT) / Epley manouver dan BrandDarroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang memerlukan seseorang untuk membantunya tapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri. Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT jika masih terasa ada sisa baru dilakukan Brand-Darroff exercise.

29

Latihan CRT / Epley manouver :

Gambar 13. CRT/Epley Manuver(13)

Keterangan Gambar : Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan keseimbangan / vertigo telinga kiri ) (1), kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat tidur (2), tunggu jika terasa berputar / vertigo sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah kanan perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang rasa vertigo, kemudian duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan kemudian ke arah lantai (4), masing-masing gerakan ditunggu lebih kurang 30 60 detik. Dapat dilakukan juga untuk sisi yang lain berulang kali sampai terasa vertigo hilang. Latihan Brand-Darroff :

30

Gambar 14. Latihan Brand-Darroff(13)

Keterangan Gambar : Pertama posisi duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian balik posisi duduk, arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri, masing-masing gerakan ditunggu kira-kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali, pertama cukup 1-2 kali kiri kanan, besoknya makin bertambah. Sebaiknya juga harus diperiksakan terlebih dahulu untuk memastikan penyebab vertigo / gangguan keseimbangannya(13).

d. Penatalaksanaan bedah Operasi yang direkomendasikan bila serangan vertigo tidak terkontrol antara lain : Dekompresi sakus endolimfatikus

31

Gambar 15. Dekompresi sakus endolimfe(14)

Operasi ini mendekompresikan cairan berlebih di telinga dalam dan menyebabkan kembali normalnya tekanan terhadap ujung saraf vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di belakang telinga yang terinfeksi dan air cell mastoid diangkat agar dapat melihat telinga dalam. Insisi kecil dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk mengalirkan cairan ke rongga mastoid. Secara keseluruhan sekitar 60 % pasien serangan vertigo menjadi terkontrol, 20 % tidak memperoleh penurunan gejala, 20 % mengalami serangan yang lebih buruk. Fungsi pendengaran tetap stabil namun jarang yang membaik dan tinitus tetap ada, 2 % mengalami tuli total dan vertigo tetap ada.

Labirinektomi Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf vestibulokokhlear. Dilakukan

dengan insisi di telinga belakang dan air cell mastoid diangkat, bila telinga dalam sudah terlihat, keseluruhan labirin tulang diangkat. Setelah satu atau dua hari pasca operasi, tidak jarang terjadi vertigo berat. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan. Setelah seminggu, pasien

32

mengalami periode ketidakseimbangan tingkat sedang tanpa vertigo, sesudahnya telinga yang normal mengambil alih seluruh fungsi keseimbangan. Operasi ini menghilangkan fungsi pendengaran telinga. Neurektomi vestibuler

Gambar 14. Neurektomi vestibuler(14)

Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler merupakan pilihan untuk menyembuhkan vertigo dan pendengaran yang tersisa. Dilakukan insisi di belakang telinga dan air cell mastoid di angkat, dilakukan pembukaan pada fossa duramater dan n.VIII dan dilakukan pemotongan terhadap saraf keseimbangan. Pemilihan operasi ini mirip dengan labirinektomi. Namun karena operasi ini melibatkan daerah intrakranial, sehingga harus dilakukan pengawasan ketat pasca operasi. Operasi ini diindikasikan pada pasien di bawah 60 tahun yang sehat. Sekitar 5 % mengalami tuli total pada telinga yang terinfeksi, paralisis wajah sementara dapat terjadi selama beberapa hari hingga bulan, sekitar 85 % vertigo dapat terkontrol. Labirinektomi dengan zat kimia Merupakan operasi dimana menggunakan antibiotik (strepomisin atau gentamisin dosis kecil) yang dimasukkan ke telinga dalam. Operasi ini bertujuan mengurangi proses

33

penghancuran saraf keseimbangan dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. Pada kasus penyakit Meniere, diberikan streptomisin intramuskular dapat menyembuhkan serangan vertigo dan pendengaran dapat dipertahankan. Endolymphe shunt Operasi ini masih kontroversi karena banyak peneliti yang menganggap operasi ini merupakan plasebo. Ada dua tipe dari operasi ini yaitu : a. Endolymphe subarakhnoid shunt : dengan menempatkan tuba diantara endolymphe dan kranium
b. Endolymphe mastoid shunt : dengan menempatkan tuba antara sakus endolimfatikus dan

rongga mastoid(14,15).

IV.8

PROGNOSIS Penyakit Meniere belum dapat disembuhkan dan bersifat progresif, tapi tidak fatal dan

banyak pilihan terapi untuk mengobati gejalanya. Penyakit ini berbeda untuk tiap pasien. Beberapa pasien mengalami remisi spontan dalam jangka waktu hari hingga tahun. Pasien lain mengalami perburukan gejala secara cepat. Namun ada juga pasien yang perkembangan penyakitnya lambat.
34

Belum ada terapi yang efektif untuk penyakit ini namun

berbagai tindakan dapat

dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan dan progresivitas penyakit. Sebaiknya pasien dengan vertigo berat disarankan untuk tidak mengendarai mobil, naik tangga dan berenang(15)

BAB V KESIMPULAN Penyakit Meniere disebut juga idiopathic endolymphatic hydrops. Penyakit ini adalah suatu kelainan telinga dalam dimana terjadi gangguan pendengaran, tinitus, vertigo periodik dan rasa penuh di telinga. Penyebab pasti penyakit Meniere belum dikerahui. Penambahan endolimfe diperkirakan oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfe. Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan
35

oleh adanya hidrops endolimfe (peningkatan tekanan endolimfe yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada kokhlea dan vestibulum. Terdapat trias atau sindroma Meniere, yaitu vertigo, tinitus dan tuli sarag yang bersifat fluktuatif. Serangan pertama dirasakan sangat berat disertai dengan mual, muntah dan kelelahan setelah serangan sehingga diperlukan tidur dalam waktu lama untuk meredakan gejala vertigo. Diagnosis dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis, yaitu trias Meniere dan menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII. Kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit Meniere, dengan demikian kemungkinan penyakit lain harus disingkirkan dalam rangka untuk menegakkan diagnosis yang akurat. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesis yang sangat hati-hati. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk konfirmasi diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis adalah Pemeriksaan audiometri, Elektronistagmografi ( ENG), Elektrokokleografi (ECOG), Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA ), Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan pengobatan yang bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu diberikan anti emetik. Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya. Pengobatan secara komprehensif meliputi : diet dan pengaturan gaya hidup yaitu dengan diet rendah garam, tidak mengkonsumsi rokok, alkohol, kafein, olahraga rutin. Rehabilitasi dan latihan sistem vestibuler. Pengobatan medika mentosa dengan memberikan obat anti emetik, tranzquilizer dan diuretik. Penatalaksanaan bedah dilakukan apabila vertigo berat dan tidak terkontrol. DAFTAR PUSTAKA

1. Hain TC, Yacovino D. Meniere Disease. 2003. Available at : http://www.dizziness-and-

balance.com/disorders/menieres/menieres_english.html. Accessed on July 26, 2010.


2. National Institut on Deafness and Other Communication Disordera. Menieres Disease.

Available at : http://www.nidcd.nih.gov/healthinfo/balance/menieresdisease.htm. Accesed on July 27, 2010.

36

3. Ellis H. The Special Senses : The Ear. In : Clinical Anatomy, Applied Anatomy for Students

and Junior Doctor. 6th Ed. Massachusetts. Blackwell Publishing. 2006. 384-387.
4. Liston LS, Duvail AJ. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam : BOIES Buku

Ajar Penyakit THT Edisi 6. Editor: Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.27-38.
5. Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Editor: Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 10-16.
6. Sherwood L. Telinga : Pendengaran dan Keseimbangan. Dalam : Fisiologi Manusia dari Sel

ke Sistem Edisi 2. Jakarta : ECG.2006.176-189.


7. Anderson JH, Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT

Edisi 6. Editor: Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.39-45.


8. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Editor: Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 94-101.
9. Hadjar E, Bashiruddin J. Penyakit Meniere. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga

Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Editor: Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 102-103. 10. Paparella MM. Pathogenesis and Pathophysiology of Meniere Disease. Acta Otolaryngol (Stockh)2006;(Suppl 485)26.
11. Levine SC. Penyakit Telinga Dalam. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.

Editor: Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.136-137.


12. Rutka JA. Evaluation of vertigo. In: Blitzer A, Pillsbury HC, Jahn AF, Binder WJ, editors.

Office based surgery in otolaryngology. New York: Thieme;1998. p. 7178.


13. Diza M. Pengobatan Gangguan Keseimbangan ( Vertigo ).2009. Available at :

http://d132a.wordpress.com/2008/12/26/pengobatan-gangguan-keseimbangan-vertigo/. Accessed on July 29, 2010.


14. Levenson, Mark J. Home of The Surgery Information Centre. Meniere Syndrome. 2009.

Available

at

http://www.earsurgery.org/site/pages/conditions/menieres-syndrome.php.

Accessed on July 27, 2010.


15. Becker W, Naumann HH, Pfalfz CR. A Pocket Reference Ear, Nose And Throat Disease .

Second Revised Edition. New York: Thieme; 2004. 100-101.


37

38

Anda mungkin juga menyukai