Anda di halaman 1dari 17

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No.

3 Tahun 2020
journal homepage: https://jmb.lipi.go.id/jmb

MENJAGA SEHAT, MENJAGA ADAT:


PRAKTIK PENGOBATAN TRADISIONAL TUMPUROO
DAN PELESTARIAN ADAT DI HUKAEA-LAEYA

Early Wulandari Muis1, Heksa Biopsi Puji Hastuti2


1
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Sulawesi Tenggara
Jalan Balai Kota II No. 65, Kendari, Indonesia
2
Kantor Bahasa Provinsi Sulawesi Tenggara
Kompleks Bumi Praja, Jalan Haluoleo, Anduonohu, Poasia, Kendari, Indonesia
e-mail: earlywm_kdi04@gmail.com, heksa.biopsi@kemdikbud.go.id

ABSTRAK
Wilayah Hukaea-Laeya ditetapkan sebagai desa adat yang dihuni oleh etnis Moronene. Orang Moronene di
sini masih sangat percaya kepada tumpuroo yang berperan sebagai pengobat tradisional. Dalam hal pengobatan,
bahkan sampai saat ini, masyarakat Hukaea-Laeya masih menaruh kepercayaan besar pada tumpuroo. Keberadaan
tumpuroo sangat lekat dengan penjagaan kesehatan dan kebudayaan adatnya. Tulisan ini bertujuan menjelaskan
praktik pengobatan tradisional oleh tumpuroo dengan berbagai nilai dan cara pandangnya, serta pengaruhnya
terhadap pelestarian tradisi, khususnya mantra. Penelitian dilakukan dengan metode etnografi di Hukaea-Laeya
dengan teknik pengumpulan data melalui observasi dan wawancara mendalam. Dari analisis data dapat dijelaskan
bahwa tumpuroo memiliki peran strategis dalam menjaga kesehatan masyarakat Moronene dari sakit dan penyakit.
Di sisi lain, mereka juga menjadi aktor penting dari upaya pelestarian kearifan lokal yang tersimpan di dalam
mantra-mantra pengobatan. Terlebih ketika konsep dan pandangan hidup tentang kesehatan juga dihubungkan
dengan proses menjaga adat terkait roh leluhur dan sosok transendensinya. Peran sosial kesehatan para tumpuroo
ini dapat ditingkatkan oleh pemerintah untuk mendorong pemajuan dan pembangunan kesehatan berbasiskan
kapasitas masyarakat lokal.

Kata kunci: Hukaea-Laeya, tumpuroo, menjaga adat, pelestarian mantra, praktik pengobatan.

ABSTRACT
The Hukaea-Laeya area has been established as a traditional village inhabited by the ethnic of Moronene.
The Moronenean in this village still strongly believe in tumpuroo whose role is as a traditional healer. In terms
of medical treatment, even until nowadays the people of Hukaea-Laeya still place a great trust in tumpuroo. The
existence of tumpuroo is very closely related to the preservation of Moronenean traditional culture and health.
This paper aimed to explain the traditional healing practices of tumpuroo with various values, perspectives, and
their influence on the preservation of tradition, especially spells. The study was conducted using the ethnographic
method in Hukaea-Laeya with data collection techniques through observation and in-depth interviews. From the
data analysis, it could be explained that tumpuroo had a strategic role in protecting Moronenean’s public health
from illness and disease. On the other hand, tumpuroo also became important actors in efforts to preserve local
wisdom stored in medical spells. Especially when the concept and worldview about health are also connected with
the process of preserving customs related to ancestral spirits and their transcendent figures. The social health role
of these tumpuroo could be enhanced by the government to encourage the promotion and development of health
based on the capacity of local communities.

Keywords: Hukaea-Laeya, maintaining customs, medical treatment, spells preservation, tumpuroo

pengetahuan dan teknologi tradisional yang cukup


A. PENDAHULUAN
kuat dalam berbagai bidang. Setiap suku bangsa
Salah satu kekayaan Indonesia adalah keragam­an memiliki pengetahuan dan keahlian tradisional
suku bangsa dengan budaya, dan bahasa yang dalam mengalami keterbatasan dan kerentanan
unik. Mereka tersebar di berbagai wilayah dirinya masing-masing atas sakit dan penyakit.
daratan, lautan, pegunungan, ataupun pedalam­ Berbekal pengetahuan leluhur tentang bahan-
an. Salah satu kelebihan lain adalah khazanah bahan obat yang berasal dari alam, tumbuhan, dan

DOI: 10.14203/jmb.v22i3.1064 271


Naskah Masuk: Juni 2020 Revisi akhir: November 2020 Diterima: November 2020
ISSN 1410-4830 (print) | e-ISSN 2502-1966 (online) | © 2020 The Author(s). Published by LIPI Press. This is
an open access article under the CC BY-NC-ND license (http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/).
Early Wulandari Muis, Heksa Biopsi Puji Hastuti

hewan yang ada di sekitarnya ataupun transmisi lainnya, walaupun saat ini telah terjadi pergeseran
pengetahuan lisan berupa mantra-mantra keramat yang cukup kuat sehingga praktik pengobatan
turun temurun, mereka berusaha melanjutkan tradisional sering kali ditinggalkan, khususnya
tradisi pengobatan itu, pun kepada para generasi ketika pengobatan medis telah terbukti berhasil
pelanjutnya. mengobati orang yang sakit pada suatu wilayah
Gerungan (1987) mengemukakan bahwa ma- tertentu. Bahkan, Erasmus (dalam ­Lumenta, 1988)
nusia memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi, mengatakan jika perawatan medis yang dilakukan
salah satunya adalah kesehatan. Penyembuhan oleh obat-obatan telah berhasil menyembuhkan
tradisional oleh dukun adalah bentuk budaya yang pasien, seringkali kepercayaan masyarakat ten-
berkembang di masyarakat pedesaan, terlebih tang pengobatan tradisional perlahan akan beralih
di masyarakat kelompok suku bangsa sehingga ke pengobatan modern.
memengaruhi perilaku manusia dalam membuat Kenyataan seperti di atas terlihat jelas dalam
keputusan pengobatan. Perilaku pencarian ke­ berbagai kelompok suku bangsa yang memiliki
sehatan adalah hasil dari interaksi yang kompleks kedekatan pada akses pelayanan kesehatan. Se-
dan holistik oleh individu dengan lingkungan baliknya, bagi kelompok-kelompok suku bangsa
yang memengaruhi mereka dan ­la­yanan kesehatan yang jauh dari pelayanan kesehatan akan tetap
yang ada (Sudrajat dkk., 2016). Selanjutnya, bertumpu pada pengetahuan, keterampilan, dan
Siregar dan Suratmin (1991) dalam penelitian- keahlian dari sosok-sosok pengobat tra­disional
nya menunjukkan bahwa masyarakat Bali lebih yang berada di lingkungan demografisnya.
memilih pengobatan tradisional karena model Fenomena seperti ini tampak jelas dalam kehidup­
pengobatan tradisional menggabungkan sumber an masyarakat Moronene di Sulawesi Tenggara.
biologis dengan budaya.
Moronene adalah suku tertua yang hidup di
Sayangnya, pengetahuan dan tradisi kelom- s­ emenanjung tenggara Pulau Sulawesi, Indonesia.
pok suku bangsa dalam pengobatan ini sering Berdasarkan informasi dalam sastra lisan kisah
kali dianggap sebelah mata oleh dunia ke­sehatan Donsiolangi dan Wa Lu Ea, peradaban Moro­
modern, padahal dalam upaya m ­ emajukan ke- nene dimulai di daratan yang sekarang berada di
berhasilan pembangunan kesehatan, kola­borasi wilayah Kabupaten Bombana, Kabupaten Pole-
antara pengobatan modern dan tra­­­­­­­­­­­­­­­di­si­onal tetap ang, dan Rumbia. Peradaban ini kemudian dibawa
perlu dilakukan. Kenyataan ini juga setara ke pulau-pulau yang berpusat di Pulau Kabaena.
dengan mempertemukan peran pemerintah dan Sejak itu, budaya Moronene juga tumbuh dan
masyarakat dalam upaya mendorong pemba­ berkembang di Pulau Kabaena. Bahasa yang
ngunan kesehatan yang memadai. Kobalorasi ini digunakan oleh penduduk di Kabaena, menurut
tentu bertujuan meningkatkan status kesehatan hasil penelitian, masih bahasa yang sama dengan
masyarakat, terutama mereka yang tinggal di bahasa di Poleang dan Rumbia, yaitu bahasa
daerah terpencil. Kolaborasi seperti ini sebenar­ Moronene, tetapi keduanya memiliki dialek yang
nya telah dijamin dalam Rencana Pembangunan berbeda. Di daratan, Moronene memiliki wilayah
Jangka Panjang Nasional Indonesia (RPJPN) adat, yaitu Hukaea-Laeya. Di desa ini, adat dan
untuk Sektor Kesehatan 2005–2025, khususnya tradisi masih kuat dipertahankan, termasuk adat
perwujudan pemberdayaan masyarakat untuk dan tradisi pengobatan untuk menyembuhkan
promosi pembangunan kesehatan. sakit dan penyakit.
Sekalipun jaminan regulasinya telah ada, ke- Hukaea-Laeya, dusun yang berada di pedala-
nyataannya hingga sekarang belum ada kolaborasi man sabana Taman Nasional Rawa Aopa Watu-
maksimal antara petugas kesehatan pemerintah mohai, Bombana, menyimpan banyak keunikan.
dengan kelompok-kelompok masyarakat yang di- Dilintasi jalan aspal mulus tidak lantas menyeret
yakini telah memiliki pengetahuan, keterampilan, warganya ke dalam arus modernitas. Masyarakat
dan keahlian dalam pengobatan. Masing-masing di Hukaea-Laeya yang ditetapkan sebagai dusun
berdiri sendiri dan lebih menganggap bahwa adat dihuni oleh etnis Moronene yang masih san-
praktik pengobatannya lebih andal daripada yang gat memegang teguh prinsip adat dalam berke-

272 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287
Menjaga Sehat, Menjaga Adat: Praktik Pengobatan Tradisional Tumpuroo dan Pelestarian Adat
di Hukaea-Laeya

hidupan. Secara administratif, ­Hukaea-Laeya tradisional suku Moronene. Peran dan fungsi
masuk di dalam wilayah K ­ abupaten Bombana. tumpuroo tertulis di Struktur Lembaga Adat Adati
Berada di pedalaman padang sabana yang dis- Totongano Wonua Tobu Hukaea-Laeya sebagai
elingi hutan tropis dengan akses masuk yang pemimpin berbagai upacara atau ritual tradisional.
cukup sulit, kampung ini seolah terpisah dari Dalam praktiknya, bukan tidak mungkin
kehidupan dunia di sekitarnya. Se­bagaimana tumpuroo juga berperan sebagai sanro karena ia
umumnya penamaan tempat tradisional, Hukaea- memiliki pengetahuan tentang manfaat tanaman
Laeya mengambil nama dari komponen alam obat dan perawatan dalam sistem pengobatan
yang berada di lokasi tersebut. Konon, nama tradisional Moronene. Bahkan, bisa jadi orang
Hukaea berasal dari nama sebuah pohon melinjo lebih mengenal tumpuroo sebagai herbalis dari-
besar, sedangkan Laeya me­rupakan sebutan orang pada sanro. Seiring berjalannya waktu, tumpuroo
Moronene untuk d­aerah hulu Sungai Laeya, dan sanro masih merupakan bagian penting dari
tempat mereka bercocok tanam. masyarakat Moronene sebagai pendahulu yang
Secara umum, aspek adat Moronene masih menjadikan eksistensinya harus berhadapan
sangat kental di Hukaea-Laeya. Selain sebagai dengan masa kini, konfigurasi baru dari aspek
permukiman adat tertua, Hukaea-Laeya juga kehidupan, baik pribadi maupun komunal, yang
berpenduduk homogen, yaitu suku Moronene. secara tepat disebut sebagai “zaman baru” dalam
Letaknya yang berada di pedalaman sabana mem- konsep Hall dan Jacques (dalam Barker, 2006).
buatnya relatif terjaga dari arus modernitas yang Permasalahannya, bagaimana praktik pengo-
ada (Hastuti & Muis, 2016). Orang Moronene batan tradisional yang dilakukan para tumpuroo
yang ada di pulau (Kabaena) dan daratan (Poleang dan sanro di masyarakat adat Moronene dapat
dan Rumbia), dalam kehidupan tra­disional, me­ bernegosiasi dengan pengobatan medis modern
reka akrab dengan praktik perdukunan. Kehadiran yang disediakan pemerintah? Bagaimana pula
dukun diperlukan dalam setiap ritual tradisional mendorong mereka untuk dapat menjadi bagian
Moronene, mulai dari ritual yang berkaitan de­ penting dari promosi pembangunan kesehatan di
ngan siklus kehidupan manusia, ritual dalam mata satu sisi, dan di sisi lain tetap melakukan pelesta­
pencaharian, dan ritual perawatan. rian atas berbagai praktik kebudayaan yang ada.
Orang Moronene di Kabaena, misalnya, Praktik pengobatan yang dilakukan oleh
mengenal adanya tradisi pengobatan monttapali dukun penyembuh tradisional seperti tumpuroo
untuk demam. Perawatan dilakukan oleh tabib dan sanro dalam kelompok masyarakat Moronene
tradisional bernama sanro (Muamar, 2019). tidak dapat dipisahkan dari eksistensi kebu­
Kehadiran sanro dalam ritual monttapali adalah dayaan turun temurun di bidang kesehatan lokal.
suatu keharusan. Sanro melakukan serangkaian Tumpuroo di komunitas Moronene, termasuk di
tahapan ritual, yaitu tahap perawatan dengan Hukaea-Laeya, tentu memegang peran yang cu-
menggunakan media medis berupa daun awar- kup sentral dalam menjaga kesehatan masyarakat.
awar, koin, piring putih, dan air, serta tahap Posisi tumpuroo yang dalam struktur sosialnya
pembacaan mantra. Air sering menjadi bagian termasuk komponen utama dalam komunitasnya,
dari tradisi medis tradisional. Dalam cerita klasik, tidak dapat dianggap sebagai penyembuh semata.
air dikatakan memiliki kemampuan memurnikan Di dalamnya ada status sosial yang disandang
(Andaya, 2018). sebagai buah dari posisi penting berdasarkan
Mantra dan dukun adalah dua bagian yang keahliannya. Penghargaan secara tradisional ini
tidak terpisahkan satu sama lain dan harus selalu merupakan hak tumpuroo yang dapat diturunkan
ada dalam kegiatan tradisional di Moronene. secara lintas generasi.
Sementara itu di daratan, terutama di Hukaea- Studi tentang dukun dan praktik pengo-
Laeya, selain sanro, orang Moronene juga batannya di berbagai masyarakat di Indonesia
mengenal mianomutuano atau tumpuroo sebagai telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti
tabib tra­disional. Bahkan, tumpuroo secara Zulfa (2016) yang menyelidiki beberapa faktor
resmi merupakan bagian dari struktur organisasi yang memengaruhi masyarakat untuk memilih

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287 273
Early Wulandari Muis, Heksa Biopsi Puji Hastuti

p­ erawatan medis di Jorong, Batubasa, Kecamatan sudah lama dikenal. Bahkan, dapat dikatakan
Pariangan, Kabupaten Tanah Datar. Faktor-faktor bahwa mantra dan praktiknya tersebut telah
tersebut adalah anggaran, kebiasaan, keper­cayaan, menjadi bagian dari kesejarahan tradisi lisan
dan tradisi yang rendah. Ahyar (2017) menulis nenek moyang. Salah satu bukti otentik pening-
tentang makna, bentuk, dan struktur mantra sanro galan kebudayaan ini adalah keragaman nama
ana’ dalam bentuk puisi lama atau puisi tradisional yang identik dengan dukun dalam bahasa lokal di
dalam komunitas Bugis, K ­ abupaten Bulukumba. Indonesia, apalagi Indonesia memiliki lebih dari
Sementara Togobu (2018) menyelidiki perilaku 700 etnis dengan bahasa ibu yang berbeda. Orang
masyarakat Karampuang terhadap praktisi medis Jawa, misalnya, menyebut dukun atau pengobat
yang dilakukan oleh dukun (ma’sanro) di Desa dengan istilah dukun, sedangkan orang Moronene
Tompobulu, Kabupaten Bulupoddo, Kabupaten menamai dukun sebagai tumpuroo atau sanro.
Sinjai, Provinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini Keragaman nama dalam bahasa lokal
mengungkapkan bahwa beberapa orang memu- yang mengacu pada pemegang peran pengobat
tuskan untuk pergi ke dukun ketika mereka men- menunjukkan bahwa fenomena pengobatan tidak
derita penyakit mistik (penyakit yang disebabkan bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Se­iring
oleh kekuatan alami supranatural). tumbuh dan berkembangnya manusia, pasti akan
Penelitian yang cukup berbeda dari beberapa dihadapkan oleh adanya ketidakseimbangan
penelitian sebelumnya adalah yang dilakukan tubuh terhadap berbagai unsur alam lainnya atau-
oleh Humaedi (2018) pada kelompok suku bangsa pun adanya unsur-unsur “jahat” yang masuk ke
Tau Taa Vana di pedalaman hutan Tojo Una-una dalam tubuhnya. Ada manusia yang mati sebelum
Sulawesi Tengah. Seorang tau valia (pengobat dilahirkan, ada juga yang sakit, berpenyakitan,
atau dukun) memiliki fungsi sosial dan klinis. dan bahkan meninggal, baik saat masih kanak-
Pada fungsi sosialnya, seorang tau valia diang- kanak maupun saat dewasa. Untuk menghindari
gap memiliki kemampuan mengetahui hukum hal tersebut, manusia selalu berikhtiar menjaga
adat atau givu ada bayar secara saksama. Hal perkembangan tubuhnya dengan baik dan sehat.
ini terjadi karena kepercayaan tentang sakit dan Oleh karena itu, peran para pengobat menjadi
penyakit dihubungkan pada ketidakseimbangan sangat penting dalam kehidupan masyarakat
antara hukum manusia, hukum alam, dan hukum (Foster & Anderson, 1986).
Tuhan. Ketika manusia tidak selaras menempat-
kan diri dalam keseimbangan tiga unsur itu, maka B. METODE PENELITIAN
sakit dan penyakit akan menimpanya. Sementara
dalam fungsi klinis, seorang tau valia memiliki Tulisan ini berdasarkan data hasil penelitian etno-
pengetahuan, keterampilan, dan keahlian dalam grafi yang dilakukan di masyarakat wilayah Mo-
meracik bahan-bahan alam dari tumbuhan, ronene di Tobu Hukaea-Laeya. Fenomena praktik
material, dan hewan untuk bahan obat. Namun, pengobatan di wilayah ini sangat menarik karena
pengobatan itu tidak serta-merta bersifat herbal, bertumpu pada kekuatan mantra di satu sisi dan
tetapi juga mendorong adanya praktik pengobatan keahlian peracikan obat di sisi lain. Fenomena ini
berbasiskan kekuatan spiritual. Aspek terakhir ini persis sebagaimana temuan Humaedi (2018) di
disebut dengan aktivitas pengobatan mobolong. masyarakat Tau Taa Vana di Tojo Una-una. Perbe-
Karena valia memiliki dua fungsi utama itu, daannya terletak pada variasi tradisi pengobatan
mereka ditempatkan setara dengan ketua adat yang dikembangkan bersamaan dengan berbagai
(tau taa ada’) (Humaedi, 2018). ritual yang lain. Selain itu, penelitian ini berusaha
meletakkan peran tumpuroo sebagai salah satu
Berdasarkan penelitian-penelitian tersebut,
agen pen­ ting dalam program pembangunan
praktik pengobatan dan perawatan “medis”
kesehatan di wilayah pedalaman.
adalah suatu kebiasaan umum pada masyarakat
­Indonesia. Keberadaan dukun beserta penge- Penelitian ini menggunakan metode kualitatif
tahuan, keterampilan, keahlian, dan kekayaan dengan proses pengumpulan data melalui teknik
mantra adalah khazanah praktik pengobatan yang wawancara mendalam kepada beberapa orang in-
forman yang berasal dari kelompok tumpuroo dan

274 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287
Menjaga Sehat, Menjaga Adat: Praktik Pengobatan Tradisional Tumpuroo dan Pelestarian Adat
di Hukaea-Laeya

sanro, tokoh adat, dan anggota masyarakat yang makam dan benda-benda tinggalan leluhurnya;
dianggap mengetahui posisi dan kebiasaan prak- 3) mereka akan me­ninggalkan ber­bagai kebun
tik pengobatan ini. Data wawancara ini didukung dan ladang yang telah dibuka secara gulir balik;
oleh hasil amatan langsung sebagai bagian dari 4) mereka khawatir akan ditolak dan berkonflik
proses triangulasi sumber data. Mekanisme ini dengan orang-orang yang bukan berasal dari satu
memungkinkan peneliti dan informan melakukan kelompok adatnya; dan 5) mereka khawatir tidak
interaksi sosial secara langsung. Presentasi dan mampu beradaptasi dengan baik pada lingkungan
analisis data disajikan dalam bentuk deskripsi dan keadaan barunya (Humaedi, 2018).
yang mendalam sehingga pembaca mendapat Penolakan dengan alasan seperti di atas juga
gambaran sedekat mungkin tentang keberadaan dilakukan oleh orang Moronene, terlebih ketika
tumpuroo dan praktik pengobatan yang dilaku- kondisi dan latar kebudayaannya bersifat homo-
kannya. gen. Homogenitas tersebut telah menguatkan
kebersamaan mereka dalam mempertahankan
C. HASIL DAN PEMBAHASAN sistem dan struktur adatnya, termasuk posisi tum-
1. Tumpuroo dan Praktik Pengobatan puroo yang menjadi bagian utama dari komponen
Tradisional adat di Hukaea-Laeya. Dalam konteks penolakan
tersebut, tumpuroo pun tidak semata hanya me­
Hukaea-Laeya adalah tobu atau desa yang ter-
ngurusi pengobatan anggota komunitas adatnya,
letak di perbatasan antara Kabupaten Konawe
tetapi juga ikut berperan dalam proses peno-
Selatan dan Kabupaten Bombana. Hukaea-Laeya
lakan. Bahkan, disebut-sebut bahwa tumpuroo
berada di pedalaman sabana yang diselingi hutan
itu di­posisikan sebagai “Dewan Penasihat” dari
tropis dengan akses yang cukup sulit. Desa ini
kepala kelompok adat. Posisi ini dapat terlihat
tampaknya terpisah dari kehidupan dunia dan
jelas dalam bagan struktur adat yang ada pada
modernitas di sekitarnya. Dalam “Dokumen
gambar 1.
Struktur Tradisional Adati Totongano Wonua
Tobu Hukaea-Laeya dan Suluh Indonesia” dise- Dalam skema sistem pemerintahan desa
butkan bahwa sebagai tobu tua orang Moronene (Gambar 1), puutobu setingkat dengan kepala
di Bombana, Hukaea-Laeya dianggap sebagai desa, yang dalam struktur lembaga adat disebut
wilayah Waworaha yang memiliki sejarah penting juga ne e’ ngkarambau’o. Sementara bonto
dan tidak pernah putus dengan mereka. dan limbo adalah dewan adat yang membantu
puutobu memutuskan segala perkara masyarakat
Keberadaan wilayah Waworaha sebagai pusat
yang ada di dalam kampung, sedangkan tumpu-
peradaban Moronene dapat dilihat terutama dari
roo sebagai “Dewan Penasihat” penengah dalam
banyaknya jumlah makam leluhur suku bangsa di
mendamaikan perkara yang timbul di masyarakat
Hukaea-Laeya. Mereka yang sangat menghormati
sesuai dengan hukum adat yang berlaku. Hubu­
adat tidak bisa begitu saja melepaskan ikatan
ngan antara puutobu, bonto, limbo dan tumpuroo
tersebut. Oleh karena itu, ketika ada kebijakan
merupakan hubungan koordinasi kesepahaman
untuk memindahkan pemukim di sabana yang
penyelesaian masalah sosial kemasyarakatan.
dikonfirmasi sebagai kawasan konservasi pada
tahun 1990, mereka menolak dengan keras. Re- Orang-orang yang tidak terbiasa dengan
lokasi model seperti ini juga pernah terjadi pada terminologi adat Moronene sering keliru dalam
masyarakat Dayak Sontas di Kalimantan Barat memahami tumpuroo dan tumpukoo. Ada per-
(Humaedi dkk., 2020) ataupun suku Tau Taa Vana bedaan mendasar dalam fungsi yang diemban
di pedalaman hutan Tojo Una-una ke kawasan oleh tumpuroo dan tumpukoo. Tumpukoo bisa
transmigrasi di dataran tinggi Bulang (Humaedi, dikatakan sebagai dukun padi yang tugasnya
2018). Di dalam proses relokasi tersebut, banyak memandu aktivitas pertanian di desa, dari awal
sekali upaya penolakan dari kelompok adat. pembukaan lahan hingga akhir saat aktivitas
Penolakan itu berdasarkan alasan-alasan, bahwa panen. Sementara itu, tumpuroo berada dalam
1) mereka akan kehila­ngan sumber penghidup­ peran pemeliharaan kesehatan warga atau dukun
annya; 2) mereka akan meninggalkan makam- pengobatan. Supaya tidak menjadi rancu dengan

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287 275
Early Wulandari Muis, Heksa Biopsi Puji Hastuti

Sumber: Sturuktur Lembaga Adat Adati Totongano Wonua Tobu Hukaea-Laeya


Gambar 1. Skema Struktur Lembaga Adat Adati Totongano Wonua Tobu Hukaea-Laeya

istilah dukun (ahli), dukun yang berkenaan de­


tahuan dan keahlian dari tumpuroo sebelumnya.
ngan hal mistis dalam tulisan ini disebut dengan
Namun demikian, ada beberapa kemampuan gaib
istilah tumpuroo.
para penyembuh tradisional ini yang berasal dari
Dalam struktur perangkat adat di Hukaea- dasar keturunan. Pada umumnya, kekuatan gaib
Laeya yang telah terbentuk sejak zaman dahulu itu diturunkan dengan berbagai metode, seperti
sebagaimana skema di atas, seorang tumpuroo mimpi, pembelajaran langsung, atau semacam
dapat merangkap juga sebagai tumpukoo. Rang- ritual-ritual tertentu yang dilakukan keluarganya
kap peran dan fungsi ini, misalnya, dapat (Astuti S. dkk. 2016).
dijumpai pada seorang perempuan tokoh adat
Tiga orang tumpuroo itu dalam praktik
di Hukaea-Laeya bernama Ina Risti atau yang
pengobatan tradisionalnya seolah memiliki
lebih dikenal dengan sebutan mamanya Slamet.
kekhususan bidang keahliannya masing-masing.
Ina Risti adalah satu dari sedikit orang yang me-
Ibarat dokter spesialis, maka Pak Amin Sori,
miliki keistimewaan mampu menyerap ilmu dari
yang juga menjabat sebagai seorang puutobu di
orang-orang tua sehingga mendapat kepercayaan
Hukaea-Laeya, disebut-sebut sebagai tumpuroo
menjadi tumpuroo dan tumpukoo sekaligus
spesialis sakit yang disebabkan oleh patah tulang.
(wawancara dengan Ina Risti, 2018).
Segala sesuatu yang berhubungan sakit dan
Dalam konteks praktik pengobatan, Ina penyakit terkait tulang, syaraf, dan sendi akan
Risti telah mewarisi keahlian dan keterampilan direkomendasikan pengobatannya ke tumpuroo
dari banyak orang dan tumpuroo sebelumnya. satu-satunya laki-laki di Hukaea-Laeya ini. Ilmu
Beliau dikenal sebagai ahli pengobatan penyakit- pengobatan patah tulang yang dimiliki oleh Pak
penyakit menular dan tidak menular yang kerap Amin Sori sebenarnya berasal dari Ina Risti.
diderita warga. Selain Ina Risti, di wilayah adat Beliau inilah yang dianggap sebagai tumpuroo
Moronene Hukaea-Laeya setidaknya ada dua paling senior. Oleh karena ada kemiripan keah­
orang tumpuroo lagi yang sudah menjalankan lian yang sama, dalam perkembangannya, kedua
fungsi pengobatan sejak lama. Mereka itu adalah tumpuroo ini akhirnya berbagi tugas. Jika ada
Pak Amin Sori dan Ina Mburi. Ketiga tumpuroo orang laki-laki yang pata tulang, tugas Pak Amin
ini rata-rata mendapatkan pengaderan penge­ Sori yang menanganinya terlebih dahulu. Jika

276 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287
Menjaga Sehat, Menjaga Adat: Praktik Pengobatan Tradisional Tumpuroo dan Pelestarian Adat
di Hukaea-Laeya

tidak bisa, akan direkomendasikan kepada Ina lainnya. Oleh karena itu, sekalipun ada tenaga
Risti. Namun, jika ada perempuan yang patah medis yang ditempatkan di permukiman mereka,
tulang, rata-rata akan langsung menuju Ina Risti para ibu akan lebih suka meminta pertolongan
untuk mengobatinya. tumpuroo daripada tenaga medis modern.
Demikian juga dengan tumpuroo ketiga, Seorang wanita hamil akan pergi ke tumpu-
yaitu Ina Mburi. Ia pun mendapatkan ilmu pengo- roo secara teratur selama bulan kedelapan atau
batannya dari Ina Risti. Jika pada perkembangan kesembilan kehamilan. Pada saat-saat itu, sang
lebih lanjut Ina Risti lebih berkonsentrasi pada tumpuroo akan saksama dan telaten merawat
penyakit menular dan patah tulang yang tidak wanita hamil yang akan melahirkan. Ia akan
dapat ditangani oleh Pak Amin Sori, Ina Mburi menyarankan wanita hamil tersebut untuk mandi
berkonsentrasi khusus pada permasalahan per­ di sungai saat dirawat. Sungai dalam konsepsi
salinan warga Hukaea-Laeya. Dalam posisi tumpuroo adalah aliran suci yang mampu mem-
seperti ini, Ina Mburi berperan sebagai “dukun buang segala hambatan saat prosesi persalinan,
beranak” bagi warga masyarakat di desa itu. walaupun bisa jadi di dalamnya ada makna agar
Hingga saat ini, seratus persen kelahiran di wanita hamil tersebut melatih dirinya secara fisik
Hukaea-Laeya dilakukan dengan pertolongan untuk menyiapkan diri saat melahirkan nanti.
tumpuroo. Kepercayaan warga sangat tinggi Dengan posisi tanah berundak yang ada, wanita
terhadap tenaga kesehatan tradisional ini. ­Me­reka hamil tersebut dilatih untuk beraktivitas dengan
percaya bahwa Ina Mburi dapat menangani berbagai model gerakan yang memudahkan
persalinan dengan baik. Sekalipun tidak mampu proses pembukaan rahimnya.
ditangani oleh Ina Mburi, Ina Risti akan ikut serta Di sela-sela aktivitas dan istirahat, tumpuroo
menanganinya dengan baik. Berbagai praktik akan mulai memijat untuk memperbaiki posisi
pengobatan, baik mantra ataupun bahan alam bayi di dalam rahim. Mereka pun akan meletak-
dilakukan secara bersama-sama. Keterlibatan kan tujuh helai daun tanaman Moronene yang
tumpuroo dan jaminan tumpuroo senior inilah bentuknya masih bagus dan utuh di atas perut
yang membuat masyarakat merasa “nyaman” dan sang wanita hamil. Daun-daun yang ditumpuk
“aman” melakukan persalinan secara tradisional itu kemudian dioleskan secara lembut pada perut
dan mandiri di kampungnya. sang wanita sebanyak tujuh kali dan digerakkan
Setidaknya ada dua hal yang menyebabkan secara memutar sambil membaca doa nabi (se-
ketergantungan warga Moronene terhadap tum- lawat nabi). Daun tumbuhan ini diyakini dapat
puroo. Pertama, akses yang menghubungkan membuat proses kelahiran manjadi mudah,
Hukaea-Laeya dengan fasilitas kesehatan modern bayi menjadi bersih, dan dapat menghilangkan
terdekat harus ditempuh dalam waktu yang relatif gumpalan darah (dalam bahasa Moronene disebut
lama. Sebagai catatan, Hukaea-Laeya terletak di taba-taba) setelah melahirkan. Daun tersebut
pedalaman sabana Taman Nasional Rawa Aopa juga diyakini dapat membersihkan sisa-sisa darah
Watumohai. Dari jalan raya, jalan masuk ke dalam kotor di dalam rahim ibu baru sepanjang masa
hanya berupa jalan setapak dan saat musim hujan nifasnya.
dipenuhi air dan lumpur. Jadi, warga terkondisi- Ina Mburi yang dikenal sebagai tumpuroo
kan untuk lebih mengandalkan tenaga tumpuroo persalinan akan berusaha menolong orang
yang berada dekat dengan mereka. Hal kedua bersalin dengan menerapkan standar perlakuan
adalah masalah rasa atau perasaan nyaman bagi yang telah dilakukan sejak turun temurun. Saat
perempuan dan keluarga yang bersalin. Ada rasa persalinan, seorang tumpuroo tidak melihat dan
enggan yang sangat besar dari warga, terutama tidak pula memegang sama sekali kemaluan ibu
ibu-ibu yang akan bersalin untuk menggunakan yang melahirkan. Para ibu yang sedang bersalin
jasa bidan atau dokter. Keengganan itu terkait tidak dilarang mengejan karena tumpuroo yakin
dengan tingkat kepercayaan keahlian, kemam- bahwa keinginan mengejan secara alami akan
puan penanganan, ataupun kedekatan personal selaras atau mengikuti irama kontraksi rahim.
yang terjalin antara satu pihak dengan pihak Pasien diminta berbaring dengan tenang dan

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287 277
Early Wulandari Muis, Heksa Biopsi Puji Hastuti

keadaan tubuh bagian bawah ditutupi sarung. mau potong pusatnya anak-anak ada juga doanya
Tumpuroo mengarahkan dan membantu proses supaya tidak luka ... ” (wawancara dengan Ina
keluarnya bayi dengan jalan memijat bagian- Mburi, 14 Oktober 2017).
bagian tertentu di perut pasien. Jika kepala bayi Pandangan umum masyarakat Moronene
sudah hampir keluar, maka tangan tumpuroo akan tentang kemaluan, rahim, dan jalan lahir itu
masuk ke dalam sarung untuk menadahnya. Hal selalu terhubung dengan sesuatu yang transenden.
ini dimaksudkan agar bayi tidak sampai terlempar Keadaan ini menuntut mereka harus menjaga
di tikar atau kasur (wawancara dengan Ina Mburi, kehormatannya. Oleh karena itu, siapapun yang
2017). menyentuh bagian tersebut, jika bukan bagian
Kepercayaan warga terhadap tumpuroo per- dari keluarga atau khususnya suami, akan
salinan tentu didukung oleh jalinan komunikasi menjatuhkan martabat dan kehormatan diri sang
di antara mereka yang berlangsung secara intens. wanita. Cara pandang seperti ini sebenarnya juga
Terlebih ketika testimoni kepuasan atas kerja dimiliki oleh berbagai kelompok masyarakat
tumpuroo telah menyebar dari mulut ke mulut. lain. Namun, karena di wilayah Hukaea-Laeya
Dalam hal ini, mereka tidak perlu mengadakan ada orang yang dituakan dan dianggap mampu
sosialisasi ataupun promosi kepada warga ma- membantu proses persalinan, terlebih ketika
syarakat lainnya. Demikian sebaliknya, warga mereka pun tidak menyentuh bagian tubuh yang
juga akan berusaha memastikan pilihannya benar dianggap paling penting, masyarakat Moronene
berdasarkan transmisi pengalaman dari warga akan lebih memilih tumpuroo dibandingkan
lainnya. Pemilihan terhadap tenaga kesehatan tenaga medis lainnya.
tradisional dalam persalinan merupakan contoh Pilihan atas tenaga persalinan di atas sering
akurat bahwa praktik pengobatan tradisional ma- kali menimbulkan perselisihan antara tenaga
sih berperan kuat bagi masyarakat adat Moronene persalinan tradisional dengan tenaga persalinan
di Hukaea-Laeya. medis. Ina Mburi bercerita bahwa suatu ketika
Kepercayaan terhadap tumpuroo semakin di dalam pertemuan tenaga kesehatan yang di-
menguat ketika ada banyak cerita yang diterima prakarsai oleh Dinas Kesehatan di pus­kesmas,
warga tentang model penanganan medis yang terjadi semacam konflik disebabkan oleh adanya
dilakukan oleh tenaga kesehatan modern. Saat laporan dari salah seorang bidan. Bidan tersebut
membantu persalinan, seperti saat pemeriksaan melaporkan Ina Mburi melakukan ke­salahan
dalam dan pemeriksaan pembukaan, sering kali dalam operasional pertolongan persalinan saat
tangan dokter atau bidan menyentuh kemaluan Ina Mburi menginjak pantat pasien. Saat itu
bahkan masuk ke dalam jalan lahir yang membuat Ina Mburi tidak berhasil menjelaskan alasannya
mereka menolak untuk ditangani oleh tenaga melakukan tindakan tersebut karena faktor bahasa
kesehatan modern. Demikian pula informasi ten- dan komunikasi yang tidak lancar. Ina Mburi
tang keberadaan alat-alat tajam yang digunakan akhirnya diminta pergi meninggalkan forum
dalam persalinan oleh tenaga kesehatan modern pertemuan (wawancara dengan Ina Mburi, 13
seperti gunting dan jarum suntik pun semakin Oktober 2017).
menjauhkan pilihan mereka terhadap tenaga Ina Mburi kemudian menjelaskan alasan
medis modern. Para ibu Moronene merasa takut mengapa ia berani menginjak pantat pasien pada
jika harus ada pengguntingan atau perobekan atas saat itu. Menurutnya, penginjakan itu sudah sesuai
vagina mereka. Alasan-alasan tersebut cukup kuat dengan ilmu yang diterimanya dari orang-orang
bagi mereka dalam menentukan pilihan terhadap tua dahulu jika menghadapi kasus persalinan
tumpuroo. Terlebih jika dikaitkan dengan posisi bayi yang memiliki kecenderungan sungsang
tumpuroo yang dituakan dan dianggap sebagai kaki. Tumpuroo memang harus mengupayakan
bagian dari keluarga besar Moronene. Dalam pemutaran terlebih dahulu agar kepala bayi tetap
persoalan sentuhan atas vagina, orang Moronene berorientasi menuju jalan lahir. Bagi Ina Mburi,
memiliki kepercayaan sebagai berikut: “Saya tindakan seperti itu telah memenuhi prosedur
sentuh di bawahnya, baru ketemu kepala ... Kalau operasional sebagaimana ilmu dan keahlian yang

278 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287
Menjaga Sehat, Menjaga Adat: Praktik Pengobatan Tradisional Tumpuroo dan Pelestarian Adat
di Hukaea-Laeya

Sumber: Koleksi Pribadi Penulis (Muis, 2017)


Gambar 2. Praktik Pendampingan Persalinan Tradisional Tumpuroo Ina Mburi

diperolehnya. Sebelumnya, Ina Mburi akan mem- normal maupun darurat. Tingkat kepercayaan
buat gulungan kain lalu meletakkannya di dubur seperti itu juga ditemukan oleh Fitrianti dkk.
pasien. Setelah semua dirasa aman, satu kaki Ina (2013). Dalam penelitiannya, ia menemukan
Mburi akan menginjak bagian pantat pasien dan bahwa para ibu di Desa Gayo, Kabupaten Gayo
satu kaki lainnya menginjak sarung. Injakan di Luwes, Aceh menyatakan bahwa kepercayaan
pantat itulah yang dianggap sebagai tindakan publik terhadap dukun kampung, semacam tum-
untuk memutar posisi bayi sampai memperoleh puroo, sebagai rujukan kehamilan dan bantuan
posisi yang semestinya agar dapat segera lahir persalinan dipengaruhi oleh beberapa faktor.
dengan baik (wawancara dengan Ina Mburi, 14 ­Faktor itu, misalnya 1) kekuatan pengetahuan
Oktober 2017). atau mantra yang dimiliki oleh dukun kampung;
Pada kejadian lain, seorang bidan justru 2) peran dan pengetahuan tentang ritual kam-
meminta bantuan Ina Mburi untuk menolong pung; dan 3) jam terbang atau pengalaman dukun
kelahiran pasiennya. Sudah dua hari rahim pasien yang panjang dibanding dengan bidan kampung.
berkontraksi, tetapi bayi tidak kunjung lahir. Alasan ini semakin dikuatkan dengan pernyataan
Bidan sudah memanggil dua dukun beranak dari Muzaham (1995) bahwa pengambilan keputusan
desa lain, namun mereka tidak banyak membantu. dan pengobatan semua komponen negatif penya-
Di bawah pemeriksaan Ina Mburi, diketahui kit akan dinilai berdasarkan situasi saat ini dan
bahwa kepala bayi berada di dubur sang ibu, pengalaman masa lalu, pribadi atau tidak, dalam
padahal seharusnya sudah lahir. Dengan metode kehidupan kelompok sosial orang tersebut.
turun-temurunnya, Ina Mburi memutar posisi Lain Ina Mburi, lain pula Ina Risti yang
bayi hingga akhirnya dapat lahir dengan selamat lebih banyak menangani sakit dan penyakit yang
(wawancara dengan Ibu Haniati, 15 Oktober dirasakan warga masyarakat. Orang Moronene di
2017). Hukaea-Laeya mewaspadai datangnya berbagai
Jika diperhatikan secara saksama, masyara- penyakit pada musim-musim tertentu. Sakit
kat Moronene lebih memilih tumpuroo dalam kalelei atau flu dan muntaber biasanya akan datang
proses persalinannya. Mereka percaya bahwa pada musim hujan. Menjelang musim penghujan,
kemampuan dan keahlian tumpuroo tidak kalah orang-orang tua sudah mulai waspada. Mereka
dengan tenaga kesehatan dari pendidikan formal, berusaha menjaga agar anak dan keluarganya
apalagi rata-rata tumpuroo sudah berusia lanjut tidak terjangkit flu. Salah satu caranya dengan
sehingga telah ditempa dengan banyak penga­ menghindari makanan-makanan yang di­anggap
laman dalam menghadapi berbagai keadaan, baik dapat menjadi pemicu timbulnya penyakit
tersebut. Jika di masyarakat perkotaan, es adalah

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287 279
Early Wulandari Muis, Heksa Biopsi Puji Hastuti

makanan pemicu kedua penyakit tersebut, dalam Sementara itu, apabila hujan turun tidak
kepercayaan orang Moronene, makanan seperti menentu, biasanya banyak warga, terutama
jambu biji merupakan makanan penyebab utama anak-anak, yang terkena penyakit diare disertai
dari sakit dan penyakit yang berhubungan dengan muntah-muntah. Terlebih saat awal musim
pencernaan dan influenza. penghujan setelah kemarau yang terik. Pada
Selain faktor alam, warga Hukaea-Laeya saat itulah, mereka pada umumnya akan enggan
juga meyakini terjadinya hubungan yang tidak berobat ke puskesmas dan memilih mendatangi
seimbang atau adanya hubungan paralel antara para tumpuroo. Sekalipun hanya diberikan
aktivitas mereka dengan kemunculan beberapa mantra ataupun diberi ramuan yang berasal dari
penyakit. Hubungan tidak seimbang itu, misalnya, tumbuhan-tumbuhan sekitar, mereka percaya
ketika seseorang bekerja terlalu berat, ­sementara bahwa praktik pengobatan itu akan membuat diri
mereka tidak makan dalam jumlah yang sesuai, dan keluarganya sembuh dari sakit dan penyakit
hal tersebut akan menimbulkan sakit dan pe- yang dideritanya. Keyakinan atas kesembuhan ini
nyakit. Demikian juga ketika mereka merusak sama persis dengan keyakinan mereka bahwa para
sungai, berbagai penyakit terkait pencernaan juga tumpuroo secara turun-temurun dapat menduga
akan muncul. Adapun terkait dengan aktivitas, datangnya berbagai penyakit yang ada. Mereka
misalnya saat padi mulai menguning, biasanya yakin bahwa para tumpuroo telah mahir dalam
tidak lama kemudian banyak orang terjangkit mempelajari gejala alam, aktivitas manusia,
kalelei atau influenza. Ada hubungan sebab akibat dan kaitannya dengan ancaman penyakit yang
yang terangkai di sini. mungkin timbul (wawancara dengan Ina Risti,
16 Oktober 2017).
Padi menguning berarti tidak lama lagi
akan panen sehingga masyarakat akan melaku- Terkait penyakit diare, Ina Risti mengatakan
kan aktivitas-aktivitas, seperti memotong padi, bahwa apabila seseorang sudah tiga kali buang
menggiling/merontokkan padi, dan sebagainya. air besar, biasanya tinja encer akan berkurang.
Konsekuensi dari aktivitas-aktivitas tersebut Warga Hukaea-Laeya sendiri sebenarnya sudah
adalah adanya persentuhan langsung petani de­ mengenal pemberian larutan gula garam untuk
ngan tumbuhan padi, termasuk debu/serbuk padi penderita diare. Bedanya, larutan gula garam
sebagai hasil sampingan penggilingan. Serbuk untuk pen­derita diare di Hukae-Laeya dibacakan
yang keluar dari mesin giling dros inilah yang mantra dan doa-doa dari tumpuroo. Keyakinan
menyebabkan penyakit-penyakit seperti kalelei warga atas tiup-tiup tumpuroo ini sudah ada
atau influenza. Selain kalelei atau influenza, sejak lama dan menjadi semakin kuat dengan
musim panen padi juga menimbulkan terjadinya adanya beberapa kejadian di daerah ini. Pada
musim penyakit kulit seperti kudis. Interaksi suatu ketika, seorang warga terjangkit diare dan
langsung dengan batang padi dan serbuk padilah beberapa kali berobat ke puskesmas. Beberapa
yang menjadi penyebabnya. Rasa gatal yang waktu lamanya pasien tersebut mengonsumsi
awalnya sedikit, terus membesar menjadi bentol- obat dari puskesmas, tetapi tidak kunjung mem-
bentol yang kemudian terkelupas atau tergaruk baik. Dalam perjalanan menuju puskesmas untuk
dan ­akhirnya mengering sendiri. Masyarakat yang ke sekian kalinya, nyawa pasien ini tidak
mengakui bahwa setiap tahun akan selalu terjadi tertolong, dia meninggal di jalan. Sementara
musim kalelei seiring musim panen padi (wawan­ orang lain yang menderita penyakit yang sama
cara dengan Ina Risti, 16 Oktober 2017). Selain lalu meminta pengobatan dari tumpuroo, dengan
padi, musim yang terjadi pada pohon buah juga obat yang sama dan diberi tiup-tiup, mereka sem-
dapat dijadikan sebagai penanda dari kemung- buh. Berdasar atas dua peristiwa ini, masyarakat
kinan munculnya berbagai penyakit. Menjelang semakin yakin untuk memilih pengobatan atas
musim berbuah jambu atau mangga, misalnya, penyakit-penyakit tertentu kepada para tumpuroo.
dapat menjadi tanda dari munculnya penyakit Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,
kalelei atau influenza. selain penyakit pada sistem pencernaan, penyakit
kulit juga kerap diderita oleh warga Hukaea-

280 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287
Menjaga Sehat, Menjaga Adat: Praktik Pengobatan Tradisional Tumpuroo dan Pelestarian Adat
di Hukaea-Laeya

Laeya. Sama dengan kalelei atau influenza, tumbuhan nene (resam/clinogyne grandis
penyakit kulit juga datang ketika musim panen benth). Kulit nene diambil lalu dipukul-pukul
padi. Penyebabnya pun sama, yaitu debu dari supaya hancur, kemudian diremas sampai
penggilingan padi, terlebih jika padi yang di­ keluar airnya. Air kulit nene dibalurkan ke
tanam menggunakan pupuk dan obat-obatan kudis atau dapat juga untuk penyakit kulit
kimia. Orang-orang yang bekerja di sawah lainnya.
lebih rentan terkena penyakit ini. Warga biasanya 5. Penyakit untuk kulit kepala atau rambut
membiarkan penyakit ini jika pekerjaan memanen seperti gatal-gatal karena koreng, k­ etombe,
belum selesai. Begitu musim panen berlalu dan rambut putih (uban), bengkak-bengkak/
pekerjaan menggiling padi selesai, mereka akan bisul dan pusing bisa diobati menggunakan
mendatangi para tumpuroo atau menunggu sekian wilalo juga (wawancara dengan Ina Risti,17
waktu agar penyakit kulitnya sembuh dengan Oktober 2017).
sendirinya. Namun jika belum sembuh, mereka
pun akan mendatangi para tumpuroo. Pembagian penyakit antara berat dan ringan
berdasar pada pengalaman yang pernah terjadi
Praktik pengobatan yang dilakukan oleh Ina di Hukaea-Laeya, diare termasuk penyakit yang
Risti juga diiringi dengan penggunaan beberapa dianggap berat karena kalau terlambat ditangani
resep ramuan yang diracik sendiri. Racikan bisa menyebabkan kematian. Informasi tentang
ini diperoleh dari transmisi pengetahuan dan pengobatan mo­dern sudah mereka terima, baik
ke­terampilan pengobatan yang diterima oleh melalui sosialisasi dinas kesehatan maupun
tumpuroo sebelumnya sehingga dipercayai akan dari para pemuda yang memiliki mobilitas
memberikan kesembuhan atas sakit dan penyakit cukup tinggi sehingga dapat mengakses in-
yang diderita pasiennya. Beberapa resep pengo- formasi dari luar. Meski demikian, pilihan
batan itu dapat dijelaskan sebagai berikut. berobat kepada tumpuroo masih tetap menjadi
1. Obat penyakit lambung atau mag, ramuan yang utama bagi warga Hukaea-Laeya. Pilihan
obatnya terdiri atas: terhadap pengobatan tradisional ke tumpuroo
a. tiga lembar daun komba-komba sebenarnya tidak sekadar berdasar pada konteks
dimakan setiap pagi, kecocokan ataupun keadaan yang jauh dari pusat
pelayanan kesehatan. Pilihan ini terkait erat
b. tiga buah pisang bugis mentah atau
dengan worldview masyarakat tentang sakit dan
yang tidak kecut dibuat kolak dan
penyakit, tentang dunia sekitarnya, dan ikatan
dimakan setiap pagi.
kosmologis dalam jaringan kekerabatan yang
2. Obat untuk luka adalah kayu jawa dan daun terbentuk secara turun-temurun. Dalam konteks
komba-komba. ini, tumpuroo adalah bagian penting dari keluarga
3. Obat untuk kalelei atau flu dan muntaber/ yang memberikan rasa aman dan nyaman serta
diare yang disertai muntah adalah daun melakukan hal terbaik dalam mengatasi segala
jambu biji muda. Warga akan diobati oleh keterbatasan anggota keluarga lainnya. Ikatan
tumpuroo dengan cara meniupkan daun kosmologis, worldview, dan keadaan geografis
jambu biji muda. Tujuh lembar daun jambu tersebut menjadi faktor utama dari praktik pengo-
biji dibacakan selawat, lalu dimakan dengan batan tradisional tumpuroo beserta seluruh unsur
sebutir garam kasar. Ada juga alternatif obat di dalamnya―pengetahuan, keahlian meracik
berupa tumbuhan berbentuk tali menjalar obat alam, dan penggunaan mantra-mantra
sebagai obat diare. pengobatan―yang akan tetap lestari dan hidup
di tengah-tengah masyarakat Hukae-Laeya. Tiga
4. Penyakit kudis diobati dengan kulit kayu
faktor praktik pengobatan tradisional itu menjadi
pohon wilalo yang dikerok lalu diperas dan
fenomena umum berbagai kelompok masyarakat
digosokkan ke kudis. Penyakit kudis juga
adat di nusantara (Humaedi, 2018).
bisa disembuhkan dangan meng­ gunakan
kulit tumbuhan perdu yang biasa disebut

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287 281
Early Wulandari Muis, Heksa Biopsi Puji Hastuti

2. Tumpuroo dan Pelestarian Mantra di keberadaan puisi lama menjadi kekayaan yang tak
Hukaea-Laeya ternilai karena di dalamnya tersimpan kearifan
Pengobatan tradsional yang dilakukan oleh lokal dan pengetahuan bagi pemilik kelompok.
tumpuroo, selain memanfaatkan kekayaan alam Kekayaan lokal ini akan selalu berkelanjutan
berupa obat-obatan herbal dan ritual-ritual ter- jika kondisi sosial dan budaya cukup kondusif
tentu, juga pada umumnya selalu disertai dengan (Herawati, 2015).
bacaan mantra. Dalam konteks lokal, mantra itu Sebagai komponen kebudayaan tradisio­
disebut dengan istilah baca-baca. Baca-baca ini nal, mantra masuk ke dalam wilayah folklor,
diturunkan dari para leluhur yang dalam per- khususnya sebagai bagian dari tradisi lisan.
jalanannya mengalami perubahan sesuai dengan Bentuk tuturan yang biasanya berupa baris-baris
di­namika yang ada. Misalnya, masuknya Islam atau larik membuatnya termasuk dalam genre
di kalangan masyarakat Moronene berpengaruh puisi (puisi lama). Menjaga eksistensi mantra
juga pada bacaan yang dituturkan ketika tumpu- berarti juga menjaga eksistensi puisi lama yang
roo mengobati pasiennya. Doa-doa, baca-baca, menjadi kekayaan tidak ternilai bagi kelompok
atau mantra ini biasanya dituturkan lalu diikuti pemiliknya.
dengan tindakan meniupkannya ke obat ramuan Tumpuroo juga dapat berperan sebagai
yang telah disiapkan atau ke arah bagian tubuh dukun budaya yang memimpin upacara ritual
pasien yang sakit. Berkenaan dengan kebiasaan di wilayahnya, misalnya ritual mo’oli. Ritual
ini, mantra yang dibacakan biasa juga disebut tradisional mo’oli biasanya dilakukan oleh orang
dengan istilah tiup-tiup. Moronene di Tobu Hukaea-Laeya sebagai bentuk
Sebagai komponen budaya tradisional, man- penghormatan terhadap penguasa alam (nti-
tra masuk ke wilayah cerita rakyat, khususnya wonua). Meskipun penguasa tidak terlihat, nti-
sebagai bagian dari tradisi lisan. Danandjaja wonua diyakini sebagai representasi roh leluhur.
(1986) mengklasifikasikan mantra sebagai puisi Ntiwonua masih dihormati dan meminta izin
rakyat. Bentuk wicara biasanya berupa garis atau untuk acara yang akan diadakan. Dalam setiap
larik sehingga termasuk dalam genre puisi (puisi upacara adat Mo’oli akan selalu membutuhkan
lama). Idealnya, sastra lama, termasuk genre kehadiran tumpuroo. Kehadiran tumpuroo untuk
puisi, berfungsi sebagai identitas budaya yang menyiapkan ritual disertai dengan sesaji dan
harus melekat pada komunitas. Ratna (2011) mantra seperti yang ditunjukkan pada Gambar
menggarisbawahi bahwa literatur lama tidak bo- 2 dan 3. Ritual ini dilakukan dengan melafalkan
leh dilupakan, tetapi harus dipromosikan dengan mantra dan menyajikan persembahan dengan
makna baru. Mempertahankan keberadaan mantra aturan yang disepakati selama beberapa generasi.
di tengah-tengah modernitas juga berarti menjaga

Gambar 3. Tumpuroo (perempuan) meminta izin kepada leluhur untuk


melakukan persembahan ritual mo’oli.

282 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287
Menjaga Sehat, Menjaga Adat: Praktik Pengobatan Tradisional Tumpuroo dan Pelestarian Adat
di Hukaea-Laeya

Gambar 4. Tumpuroo (perempuan) menyiapkan persembahan


untuk ritual mo’oli.

Saat ritual tersebut, beberapa mantra akan Bagi mereka, orang-orang tua pada masa
dibacakan oleh tumpuroo. Terdengar jelas di generasi terdahulu―direpresentasikan oleh
dalamnya ada mantra panjang dan mantra yang para penguasa (sangia)―telah memberikan
sangat pendek. Pilihan atas jenis-jenis mantra itu berkah serta perlindungan kepada generasi masa
tentu berdasarkan konteks kegiatannya ataupun sekarang dan mereka pun pantas menerima im-
harapan yang hendak dicapai oleh pelaksana balan dari generasi sekarang. Salah satu bentuk
ritual. Salah satu bait mantra dalam ritual mo’oli penghargaan itu adalah sesaji dan mantra yang
memiliki makna yang menyiratkan adanya sebuah mengingatkan jasa-jasa mereka. Dalam konteks
hubungan antara kuasa yang transenden dengan ini, melestarikan adat dengan berbagai ritualnya
manusia pelaku ritual. Di dalamnya, sarat dengan berarti menghormati keberadaan dan jasa-jasa
konsepsi tentang dia yang memberi dan dia yang leluhur. Generasi masa sekarang yang masih
menerima (berkat dan sesaji). Ritual mo’oli hidup telah menerima berkah serta perlindungan
juga tidak sekadar upacara penghormatan dari dari para penguasa (sangia) atau roh leluhur dan
manusia kepada dia yang transenden, tetapi juga mereka pun memiliki kewajiban memberikan
ada bentuk penghargaan dari generasi sekarang imbalan berupa pelestarian adat dalam berbagai
kepada para leluhur pada masa lalu. bentuk upacara adat.

Keterangan: Tumpuroo (wanita dengan sarung merah) memimpin ritual mo’oli dan membaca mantra.
Gambar 5. Pelaksanaan Ritual Mo’oli, Bentuk Penghargaan Kepada Leluhur

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287 283
Early Wulandari Muis, Heksa Biopsi Puji Hastuti

Dalam ritual mo’oli, beberapa mantra pun (individu dan kolektif). Mereka harus melakukan
akan terucap seiring dengan urutan pelaksanaan secara rutin atau setiap ada keinginan tertentu ber-
upacaranya. Prosesi terakhir upacara tersebut dasarkan inisiatifnya sebelum adanya teguran dari
adalah ketika para undangan yang berasal dari kedua unsur yang dikeramatkan itu. Teguran yang
semua warga masyarakat yang hadir memegang dimaksud bisa berupa gagal panen atau kesehatan
sesaji yang dipersembahkan kepada ntiwonua. yang buruk. Mereka percaya peng­hormatan ke-
Semua warga berusaha memegang sesaji itu untuk pada sangia dan ntiwonua juga harus diwujudkan
menunjukkan diri bahwa ia hadir, terlibat, per- pada upaya melestarikan adat. Kata pelestarian
caya, menghormati, dan ikut memberikan hadiah adat terdiri atas penjagaan sistem kekerabatan dan
yang disukai para roh leluhurnya. Keterlibatan keturunan, kepatuhan atas berbagai aturan atau
mereka adalah bukti penghormatan mereka atas norma adat, penggunaan bahasa ibu Moronene,
leluhur. Pada saat semua memegang sesaji itu, dan penjagaan hak-hak wilayah. Jika hal ini tidak
tumpuroo akan membaca mantra se­bagai berikut. dilakukan oleh masyarakat Moro­nene di Hukea-
Laeya, akan menyebabkan terjadinya malapetaka.
Oooo ... asa orua otolu opaa
Oooo ... asa orua otolu opaa Ada berbagai bentuk malapetaka yang di-
Somba komiu sangia da tungkuo daa paraiho yakini oleh masyarakat, misalnya 1) kekeringan
Saluwuluwumiu cumiu pera ro sangia sepanjang tahun terus menerus yang menye-
Die kaasi kusie Kusie tekeke baakoako lako hai babkan kesuburan tanah dan pasokan air akan
cumiu
sangat berkurang; 2) kegagalan panen sehingga
Hi kuda mowango adati
Kami sireako komeo pera ha ano mo sao masyarakat akan mengalami kelaparan, terjadi
penurunan kesejahteraan, dan jatuh miskin; 3)
Oooo .... satu dua tiga empat merebaknya wabah penyakit sehingga banyak
Oooo .... satu dua tiga empat warga masyarakat yang mengalami sakit dan
Mohon maaf wahai sangia yang menempati penyakit; 4) hancurnya sumber daya alam atau
yang membawahi
kelestarian lingkungan yang menyebabkan ma-
Ini kasihan jangan saya mendapat teguran dari
kita syarakat tidak mendapatkan kenyamanan hidup;
Sementara saya membangun adat dan 5) hancurnya tatanan sosial masyarakat
Singkirkan segala malapetaka sehingga konflik dan perkelahian akan sering
Ada lima aspek penting dalam mantra di terjadi.
atas, yaitu 1) sangia, sebagai leluhur; 2) saya, Dalam konteks malapetaka inilah, sakit
para pemberi sesaji; 3) teguran, sesuatu yang dan penyakit dianggap sebagai salah satu unsur
mengingatkan; 4) membangun (menjaga) adat; pen­ting dari keengganan masyarakat untuk meng­
dan 5) malapetaka. Kelima aspek di atas rata- hargai sangia dan ntiwonua. Jika ditarik lurus,
rata terkandung dalam berbagai mantra yang sakit dan penyakit yang ada diyakini sebagai ba-
diucapkan oleh tumpuroo pada upacara yang gian dari ketidakseimbangan manusia dalam me-
bersifat kolektif. Dalam pandangan mereka, lima mosisikan diri di tengah jasa para roh leluhur dan
aspek itu saling terhubung, terikat bersama, dan berkat dari Sang Transenden yang dipercayainya.
menjadi faktor penentu dari “keamanan ataupun Mereka yang tidak menjaga atau melestarikan
kegagalan” individu dan warga masyarakat adat yang di dalamnya ter­kandung makna “tidak
secara umum. Kata “aman” menunjukkan pada hormat kepada sangia dan ntiwonua” adalah
kesejah­teraan secara sosial, ekonomi, psikis, dan sosok-sosok yang memiliki potensi kuat terkena
kesehatan. Di dalamnya ada konsepsi tentang sakit dan penyakit.
kekayaan, kesuburan, kesehatan badan dan Sayangnya, sakit dan penyakit tersebut tidak
psikis yang memadai, dan kebahagiaan individu, akan selalu bersifat individual, tetapi akan men-
keluarga, dan warga masyarakat. jadi wabah yang dialami oleh semua orang. Dalam
Keadaan tersebut terjadi jika sangia sebagai konsep adat, hal ini menjadi pengingat manakala
roh leluhur dan ntiwonua sebagai kekuatan tran- ada warga desa yang tidak menghormati adat.
senden tetap dihargai dan diingat oleh seseorang Prinsip kebersamaan dan kohesi sosial akhirnya

284 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287
Menjaga Sehat, Menjaga Adat: Praktik Pengobatan Tradisional Tumpuroo dan Pelestarian Adat
di Hukaea-Laeya

menjadi bangunan utama dalam menjauhkan ma- kesehatan di masyarakat dengan menggunakan
syarakat dari sakit dan penyakit. Karena sakit dan perspektif dan pandangan hidup (worldview)
penyakit itu terhubung dengan ikatan kosmologis masyarakat Moronene. Posisi tumpuroo yang
dari “menjaga adat”, orang yang berwenang dihormati dan didengar kata-katanya oleh warga
mengobatinya pun akan dianggap sebagai bagian akan dapat menjanjikan hasil yang lebih optimal
terpenting dari struktur adat. Hal yang wajar jika dalam menyampaikan pesan-pesan dari dinas
akhirnya para tumpuroo kemudian mendapatkan kesehatan daripada disampaikan langsung oleh
posisi terhormat di masyarakat Moronene. Alasan petugas dinas. Dengan demikian, pemajuan dan
lainnya adalah tumpuroo dianggap sebagai pihak pembangunan kesehatan berbasiskan komunitas
perantara paling penting untuk mengajukan dapat terlaksana dengan baik, intensif, dan ber-
permohonan maaf kepada sangia dan ntiwonua dampak langsung di masyarakat.
atas keteledoran seseorang untuk menjaga adat.
Selain itu, mereka juga dianggap sebagai pihak D. PENUTUP
yang memperantarai bentuk penghargaan atau
berbagai keinginan masyarakat terhadap sangia Praktik pengobatan tradisional di berbagai
dan ntiwonua sehingga kehidupannya menjadi komunitas suku bangsa di Indonesia tetap me­
aman, sejahtera, bahagia, dan sehat, baik secara narik untuk diangkat dan dimaknai. Di dalamnya,
fisik, psikis, sosial, dan ekonomi. tidak hanya berhubungan dengan upaya menga-
tasi sakit dan penyakit dalam arti realitas, tetapi
Keberadaan tumpuroo di Hukaea-Laeya juga terhubung dengan berbagai ikhtiar terkait
sa­ngat vital dalam upaya pelestarian budaya, ter­ penjagaan keseimbangan atas manusia dengan
utama pelestarian mantra. Selain melakukan peran Tuhannya, manusia dengan alamnya, dan manu-
dan fungsi dalam aspek kesehatan (pengobatan), sia dengan manusia lainnya. Konsepsi sakit dan
tumpuroo juga mengemban peran dan fungsi penyakit yang ada kemudian tidak sesederhana
sebagai penjaga kelestarian budayanya. Generasi karena rusaknya fungsi tubuh atau keadaan tidak
muda yang semakin meninggalkan kebudayaan baik yang dialami oleh seseorang, tetapi juga
berbau lokal sesungguhnya menjadi tantangan karena pengalaman dan perilaku individu dan
tersendiri bagi pemerintah. Peran tumpuroo dalam kolektif dalam menjaga ikatan kosmologis dari
konteks ini akhirnya dapat memperkuat pelak­ unsur yang disucikan.
sanaan UU terkait bahasa dan budaya nasional
dan daerah. Dalam Undang-Undang Republik Konsepsi praktik pengobatan tradisional se­
Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Pasal 42 telah perti yang dijelaskan sebelumnya pun dilakukan
diatur bahwa pemerintah daerah berkewajiban se- oleh masyarakat Moronene di Hukaea-Laeya,
cara aktif melakukan upaya pelestarian bahasa dan Sulawesi Tenggara. Dengan keterbatasan akses
sastra daerah, termasuk di dalamnya adalah puisi terhadap pelayanan kesehatan dari pemerintah,
lama (mantra), agar tetap memenuhi kedudukan para tumpuroo sebagai tenaga kesehatan lokal
dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat yang memiliki legitimasi sosial dan spiritualitas
sesuai dengan perkembangan zaman dan menjadi berusaha melayani warga masyarakatnya dengan
bagian dari kekayaan budaya Indonesia. baik. Mereka berusaha memadukan antara penge-
tahuan dan keahlian teknik fisik, peracikan obat
Sebagai amanat undang-undang negara, tidak dari bahan-bahan alam yang ada di sekitarnya,
berlebihan apabila ada solusi untuk mendamaikan dan kemampuan memperantarai manusia dengan
posisi dan peran tumpuroo dengan kemajuan sangia dan ntiwonua dengan berbagai mantra.
peradaban manusia, baik dalam aspek budaya Para tumpuroo tersebut terbukti mampu mengu-
maupun kesehatan. Dari aspek pengobatan, tum- rangi beban masyarakat saat prosesi persalinan,
puroo, misalnya, perlu diberi edukasi terkait pengobatan sakit dan penyakit (dari sakit ringan,
kebersihan peralatan dan tempat yang digunakan patah tulang, sampai sakit dalam dan sakit berat),
selama praktik pengobatan tradisionalnya ber- dan memberikan rasa nyaman bagi kehidupan
langsung. Selain itu, tumpuroo juga bisa diberi masyarakatnya. Masyarakat pun meyakini bahwa
peran sebagai duta sanitasi ataupun agen promosi para tumpuroo ini adalah aktor paling penting

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287 285
Early Wulandari Muis, Heksa Biopsi Puji Hastuti

dalam menjauhkan masyarakat dari berbagai Astuti, S., Sulaiman, H., & Astuti, W.D. (2016).
jenis malapetaka, termasuk di dalamnya wabah Perempuan Banjar dalam dekapan penyakit
penyakit. Ikatan kosmologis yang mampu “kelalah”: Etnik Banjar, Kabupaten Banjar.
Unesa University Press.
mempertemukan permintaan maaf, pemberian,
Barker, C. (2006). Cultural studies teori dan praktik.
dan keinginan masyarakat kepada sangia dan
Kreasi Wacana.
ntiwonua ketika memimpin upacara ritual mo’oli
Danandjaja, J. (1986). Folklor Indonesia. Grafitipers.
dengan berbagai mantra dan sesajinya adalah
Fitrianti, Y., Ichwansyah, F., & Pratiwi, N.L. (2013).
bukti bahwa mereka adalah sosok penting dalam
Peran dukun Kampung Gayo dalam kesehatan
struktur sosial masyarakatnya. ibu. Dalam Tri Juni Angkasawati, Lestari
Aspek strategis tumpuroo dalam praktik Handayani, & Agung Dwi Laksono (Eds.),
pe­ngobatan tradisional sebenarnya dapat di- Simpang jalan pelayanan kesehatan ibu dan
anak (13–30). Kanisius.
manfaatkan untuk kepentingan pembangunan
Foster, G.M., & Anderson, B.G. (1986). Antropologi
kesehatan yang diharapkan pemerintah. Para
kesehatan. Grafiti.
tumpuroo dapat dilibatkan untuk mendorong
Gerungan, W.A. (1987). Psikologi sosial. Eresco.
promosi ke­sehatan, pola hidup sehat dan bersih,
Hastuti, H.B.P., & Muis, E.W. (2016). Syair mo’odulele
serta keluarga sejahtera ke masyarakat luas.
sebagai strategi lokal dalam membentuk pola
Dalam prosesnya, tentu tidak boleh mengindah- hidup bersih dan sehat di Tobu Hukaea-Laeya:
kan edukasi-edukasi sistem kesehatan modern Sebuah wacana. Dalam S. S. F. A. Hanan (Ed.),
terlebih dahulu, khususnya dalam hal kebersihan _Prosiding Seminar Nasional Pemberdayaan
dan sanitasinya. Dari sisi pemerintah, juga tidak Bahasa dan Sastra Daerah Sulawesi Tenggara
boleh memaksakan cara pandang yang berbeda dalam Membangun Karakter Masyarakat Mul-
tikultur_, 185–194.
dengan konsepsi dan praktik pengobatan tradi­
Herawati. (2015). Identitas kultural dan karakteristik
sional yang selama ini dilakukan oleh tumpuroo.
lisan orang kaili dalam mantra tamabunto.
Dengan member­dayakan tumpuroo menjadi mitra Kandai, 11(2), 161–175.
pemerintah (dinas kesehatan), dua keuntungan
Humaedi, M.A. (2018). Etnografi pengobatan: praktik
dapat dicapai, yaitu kualitas kesehatan masyara- pengobatan dan sugesti masyarakat adat Tau
kat semakin membaik di satu sisi dan di sisi lain Taa Vana di pedalaman hutan Tojo Una-Una.
kekayaan budaya dan sastra daerah pun dapat LKiS.
dilestarikan dengan baik. Keadaan ini sangat Humaedi, M.A., Setiawan, B., Patji, A.R., Sudiyono, &
mungkin tercapai karena konsepsi dan pandangan Sukmawati, A.D. (2020). Bahasa dan budaya
hidup masyarakat Moronene juga selalu meng- dayak sontas bagi persatuan bangsa. LIPI
Press.
hubungkan penyebab sakit dan penyakit dengan
pelanggaran adat. Artinya, dengan menjaga dan Lumenta, B. (1988). Penyakit, citra alam dan budaya.
Kanisius.
melestarikan adat (seperti bahasa, budaya, dan
Muamar. (2019). _Pengobatan tradisional monttapali
adat tradisinya), kesehatan masyarakat juga
pada suku Moronene di Kecamatan Kabaena
akan terjaga. Dalam konteks ini, pembangunan Selatan Kabupaten Bombana_ [Skripsi]. Uni-
kesehatan berbasis kapasitas masyarakat lokal versitas Halu Oleo, Kendari.
akan benar-benar tercapai. Muzaham, F. (Ed.) (1995). Memperkenalkan sosiologi
kesehatan. UI Press.
DAFTAR PUSTAKA Ratna, N.K. (2011). Antropologi sastra. Pustaka
Pelajar.
Ahyar F., F. (2017). _Mantra dukun beranak dalam
persalinan tradisional masyarakat Bugis di Siregar, H.R.J. & Suratmin. (1991). Pengobatan
Kabupaten Bulukumba: Kajian antropolinguis- tradisional pada masyarakat Bali. Yogyakarta:
tik_[Tesis]. Universitas Hasanuddin, Makassar. Kanisius.
Andaya, L.Y. (2018). Water in the study of Southeast Sudrajat, A., Soerachman, R., & Fahriani, A. (2016).
Asia. Kemanusiaan, 25, 21–38. https://doi. Surga dukun ‘Mama biang’ di Negeri Poilaten
org/10.21315/kajh2018.25.s1.2. etnik Talaud-Kab. Kepulauan Talaud. Sura-
baya: Unesa University Press.

286 Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287
Menjaga Sehat, Menjaga Adat: Praktik Pengobatan Tradisional Tumpuroo dan Pelestarian Adat
di Hukaea-Laeya

Togobu, D.M. (2018). Gambaran perilaku masyarakat Zulfa, V. (2016). Penyebab masyarakat memilih
adat Karampuang dalam mencari pengobatan melakukan pengobatan ke dukun (studi kasus
dukun (ma’sanro). J-KESMAS: Jurnal di Kenegerian Batubasa, Jorong, Kecamatan
Ke­sehatan Masyarakat, 4(1) 16-32. Pariangan, Kabupaten Tanah Datar). STKIP
PGRI Sumatera Barat.

Jurnal Masyarakat dan Budaya, Volume 22 No. 3 Tahun 2020, hlm. 271–287 287

Anda mungkin juga menyukai