Anda di halaman 1dari 59

PENGUKURAN LEVEL FLUIDA

MENGGUNAKAN RADAR TANK GAUGE (RTG)


PADA TANGKI-263

LAPORAN PKL

Oleh:

Nama Mahasiswa : Auliya Ulfa


NIM : 191440009
Jurusan : Instrumentasi dan Elektronika
Program Studi : Teknik Instrumentasi Kilang
Tingkat : II (Dua)

KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL


BADAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL
POLITEKNIK ENERGI DAN MINERAL

PEM Akamigas

Cepu, 12 Desember 2020

1
PEMBIMBING PRAKTEK KERJA LAPANGAN

PERTAMINA RU III PLAJU

Periode 09 November 2020 – 20 November 2020

Disusun oleh :

Auliya Ulfa

NIM.191440009

Laporan ini telah diperiksa dan disetujui

Pada tanggal 12 Desember 2020

Menyetujui, Instrument

Inspection Engineer

Echa Okdinata

2
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LAPORAN PKL

Judul : Pengukuran Level Fluida Menggunakan Radar Tank


Gauge (RTG) pada Tangki-263
Nama Mahasiswa : Auliya Ulfa
NIM : 191440009
Jurusan : Instrumentasi dan Elektronika
Program Studi : Teknik Instrumentasi Kilang
Tingkat : II (Dua)

Menyetujui,
Pembimbing Laporan Praktek Kerja Lapangan

Chalidia Nurin Hamdani, S.T., M.T


NIP 19901122 201503 1 003

Mengetahui,
Ketua Program Studi Instrumentasi dan Elektronika

Ir. Roni Heru Triyanto, M.T.


NIP 19670426 199303 1 001

3
ABSTRAK

Sistem instrumentasi merupakan sebuah sistem yang sangat berpengaruh pada


sebuah industri migas karena sistem ini salah satu aspek yang menunjang agar
proses industri berjalan dengan baik dan terkendali. Salah satu fungsi dari
instrumentasi yaitu sebagai alat ukur atau pengukuran. Dalam pengukuran ini, ada
besaran proses yang diukur yaitu suhu (temperature), tekanan (pressure), laju
aliran (flow), dan tinggi permukaan cairan (level). Pengukuran level memiliki dua
jenis metode yaitu pengukuran langsung dan tidak langsung. Pada Pertamina RU
III Plaju, pengukuran level yang banyak dilakukan adalah pengukuran tidak
langsung. Salah satunya yaitu pengukuran level menggunakan Automatic Tank
Gauging (ATG) tipe radar. ATG ini memiliki tingkat akurasi yang tinggi sehingga
dapat digunakan dalam proses custody transfer. Prinsip kerjanya yaitu dengan
memantulkan sebuah sinyal oleh transponden ke permukaan cairan, kemudian
sinyal tersebut akan dipantulkan kembali dan akan ditangkap dengan antena.
Perbedaan antara frekuensi transmisi dan penerima inilah yang mengindikasikan
jarak dari transponden ke cairan. Namun, pada pengukuran dengan ATG bertipe
radar terdapat beberapa masalah yang terjadi seperti deformasi dan kerusakan
komponen elektronik yang dapat mengakibatkan perbedaan pengukuran pada
manual dan ATG. Apabila terjadi perbedaan pengukuran tersebut, maka
pengukuran yang dipilih adalah pengukuran dengan ATG karena tingkat
pengukurannya lebih tinggi dan akurat.

4
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan kehadirat-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Lapangan yang
berjudul “Pengukuran Level Fluida Menggunakan Radar Tank Gauge (RTG)
Pada Tangki-263 ” dengan baik. Laporan Praktek Kerja Lapangan ini diajukan
sebagai salah satu syarat kelulusan program diploma II tahun ajaran 2020/2021
pada program studi Teknik Instrumentasi Kilang PEM Akamigas Cepu. Laporan
Praktek Kerja Lapangan ini juga dapat diselesaikan berkat doa, dorongan, saran,
serta bantuan pemikiran dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan
ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof.,Dr.,R.Y.Perry Burhan,M.Sc. selaku Direktur PEM Akamigas.
2. Bapak Ir. Roni Heru Triyanto, M.T. selaku Ka. Program Studi Teknik
Instrumentasi Kilang.
3. Bapak Chalidia Nurin Hamdani, S.T.,M.T selaku dosen pembimbing
Laporan Praktek Kerja Lapangan.
4. Bapak Echa Okdinata selaku pembimbing lapangan yang telah
membimbing dan memberikan ilmu lapangan.
5. Orang tua serta keluarga besar penulis.
6. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja Lapangan.

Semoga penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi
para pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya. Penulis menyadari
bahwa Laporan Praktek Kerja Lapangan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun guna
memperbaiki dan memajukan penulisan yang akan datang.

Cepu, 14 Desember 2020

Penulis,

Auliya Ulfa
NIM.191440009

1
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK .............................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................................ 1
DAFTAR ISI........................................................................................... 2
DAFTAR TABEL................................................................................... 4
DAFTAR GAMBAR .............................................................................. 5
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................... 7
DAFTAR SIMBOL SERTA SINGKATAN........................................... 8
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................ 10
1.2 Tujuan dan Manfaat ........................................................ 10
1.3 Batasan Masalah.............................................................. 11
1.4 Sistematika Penulisan ..................................................... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Orientasi Umum .............................................................. 13
2.1.1 Tonggak Sejarah............................................ 14
2.1.2 Unit Proses .................................................... 15
2.1.2.1 Primary Process Unit........................ 15
2.1.2.2 Secondary Process Unit .................... 16
2.1.2.3 Proses Treating & Blending .............. 17
2.1.3 Kilang Petrokimia ......................................... 18
2.1.3.1 Kilang Polypropylene........................ 18
2.1.3.2 Kilang TA/PTA................................. 18
2.1.4 Fasilitas Pendukung ...................................... 19
2.1.4.1 Utilities System.................................. 19
2.1.4.2 Storage Tank ..................................... 20
2.1.4.3 Port/Jetties ........................................ 20
2.1.4.4 Waste Control ................................... 20
2.1.5 Produk dan Distribusi.................................... 21
2.2 Landasan Teori................................................................ 22
2.2.1 Instrumentasi ................................................. 22
2.2.2 Pengukuran.................................................... 22
2.2.3 Custody Transfer........................................... 23
2.2.4 Teknik Pengukuran ....................................... 24
2.2.4.1 Pengukuran Statik ............................. 24
2.2.4.2 Pengukuran Dinamis ......................... 25

2
2.2.5 Pengukuran Level.......................................... 25
2.2.5.1 Pengukuran Langsung....................... 26
2.2.5.1.1 Gelas Penunjuk
(Sight Glass).................... 26
2.2.5.1.2 Dip Tape.......................... 26
2.2.5.2 Pengukuran Tidak Langsung............. 27
2.2.5.2.1 Displacement Type .......... 27
2.2.5.2.2 Automatic Tank Gauging
(ATG ............................... 28
2.2.5.2.2.1 Servo Gauge ........ 30
2.2.5.2.2.2 Radar Gauge ....... 31

III. PEMBAHASAN
3.1 Tangki ............................................................................ 33
3.1.1 Tangki-263 .................................................... 33
3.1.2 Anatomi Tangki ............................................ 33
3.1.3 Dasar Pemilihan Tangki-263......................... 35
3.2 Radar Tank Gauge (RTG)............................................... 35
3.2.1 Spesifikasi RTG ............................................ 35
3.2.2 Bagian-Bagian RTG...................................... 36
3.2.2.1 Transmitter Head............................... 36
3.2.2.2 Antena ............................................... 37
3.2.2.3 Prinsip Pengukuran ........................... 38
3.3 Perhitungan Tangki-263.................................................. 39
3.4 Permasalahan yang Terjadi pada Tangki-263 ................. 42
3.5 Kalibrasi ATG................................................................. 44

IV. PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................... 46
4.2 Saran................................................................................ 47
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 48
LAMPIRAN............................................................................................ 49
BIOGRAFI PENULIS ............................................................................ 55

3
DAFTAR TABEL

3.1 Spesifikasi RTG 3930 36


3.2 Sampel Tabel Volume Tangki-263 Halaman 6 41
3.3 Sampel Tabel Fraksi Tangki-263 Halaman 3 Cincin 3 41
3.4 Sampel Tabel Volume Tangki-263 Halaman 5 42
3.5 Sampel Tabel Fraksi Tangki-263 Halaman 3 Cincin 2 42

4
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Daerah Operasi Pertamina RU III Plaju 12


Gambar 2.2 Kilang Polypropylene Pertamina RU III Plaju 18
Gambar 2.3 Musicool 20
Gambar 2.4 Pertamax Racing Fuel 20
Gambar 2.5 Pola Distribusi Produk Pertamina RU III Plaju 21
Gambar 2.6 Metering System 23
Gambar 2.7 Pengukuran Dip Tape 23
Gambar 2.8 Timbangan 23
Gambar 2.9 Tank Gauging 24
Gambar 2.10 Pengukuran dengan Sight Glass 25
Gambar 2.11 Pengukuran dengan Displacement Type 27
Gambar 2.12 Pengukuran dengan ATG 27
Gambar 2.13 Komponen Utama ATG 28
Gambar 2.14 ATG Servo 29
Gambar 2.15 Pengukuran dengan ATG Servo 29
Gambar 2.16 ATG Radar 30
Gambar 2.17 Pengukuran dengan ATG Radar 30

Gambar 3.1 Dimensi Tangki 33


Gambar 3.2 Parabolic Antenna Gauge RTG 3930 35
Gambar 3.3 Transmitter Head 3900 dan Tipe Antena yang Dapat
Digunakan 36
Gambar 3.4 RTG 3930 37
Gambar 3.5 Prinsip FMCW 38
Gambar 3.6 Dimensi Tangki-263 39
Gambar 3.7 Deformasi Tangki 42

5
Gambar 3.8 UU Permendag 68 Tahun 2018 45

6
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabel Fraksi Tangki-263


Lampiran 2 : Tabel Volume Tangki-263

7
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN

RU : Refinery Unit
ATG : Automatic Tank Gauging
LPG : Liquified Petroleum Gas
HAP : Hydrocarbon Aerosol Propellant
LAWS : Low Aromatics White Spirit
SBPX : Special Boiling Point X

LSWR : Low Sulphur Waxy Residue


MBSD : Million Barrel Steam per Day
BSD : Barrel Steam per Day

TA/PTA : Terapthalic Acid/Purified Teraphtalic Acid


CDU : Crude Distillation Unit
HVU : High Vacuum Unit
RFCCU : Residue Fluid Catalytic Cracking Unit
FCCU : Fluid Catalytic Cracking Unit
PP : Polypropylene
LGO : Light Gas Oil
HGO : Heavy Gas Oil

LVGO : Light Vacuum Gas Oil


HVGO : High Vacuum Gas Oil
MOGAS : Motor Gasoline

HOMC : High Octane Mogas Component


LOMC : Low Octane Mogas Component
MVGO : Medium Vacuum Gas Oil

HVGO : Heavy Vacuum Gas Oil


LCGO : Light Cycle Gas Oil

8
HCGO : Hight Component Gas Oil
SRMGC : Straight Run Motor Gas Compressor
BBMGC : Butane Butylene Motor Gas Compressor
BB : Butane Butylene

SR : Straight Run
WHRU : Waste Heat Recovery Unit
RTG : Radar Tank Gauge
FMCW : Frequency Modulated Continuous Wave
DAU : Data Acquisition Unit
RDU : Remote Display Unit

9
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengukuran merupakan aspek yang penting pada instrumentasi, khususnya di


dalam industri migas. Besaran proses diukur agar diperoleh hasil pengukuran yang
tepat dan mengurangi kemungkinan timbulnya kesalahan-kesalahan yang dapat
terjadi. Besaran proses yang diukur antara lain suhu (temperature), tekanan
(pressure), laju aliran (flow), dan tinggi permukaan (level).

Dalam proses custody transfer, level merupakan salah satu variabel proses
yang penting dan harus diukur. Pengukuran level memiliki dua macam metode,
yaitu metode langsung dan tidak langsung. Dengan metode langsung, pengukuran
dapat dilakukan dengan sederhana dan mudah serta hasil pengukurannya langsung
terbaca. Namun, pada metode ini tingkat akurasinya bervariasi sehingga harus
dilakukan pengukuran ulang hingga mendapatkan nilai yang konsisten. Oleh
karena itu, Pertamina RU III Plaju menggunakan pengukuran yang memiliki
tingkat akurasi yang tinggi yaitu dengan menggunakan Automatic Tank Gauging
(ATG). Salah satu Automatic Tank Gauging (ATG) yang digunakan dalam proses
custody transfer ini adalah Tangki-263 dengan tipe Radar Tank Gauge (RTG).

Untuk menghasilkan pengukuran yang akurat, maka dalam pengukuran RTG


ini tentu memiliki hal-hal yang harus diperhatikan. Hal inilah yang mendasari
penulis untuk melakukan pengamatan dan menyusun Laporan Praktek Kerja
Lapangan dengan judul “ Pengukuran Level Fluida Menggunakan Radar Tank
Gauge (RTG) pada Tangki-263 ”.

1.2 Tujuan dan Manfaat

1
Penulisan Laporan Praktikum Kerja Lapangan ini secara umum bertujuan
untuk memenuhi tugas kegiatan program kurikulum PEM Akamigas dan sebagai
tolak ukur keberhasilan program belajar mengajar di kampus PEM Akamigas.
Sedangkan secara khusus tujuan dari penulisan Laporan Praktikum Kerja
Lapangan ini adalah:

1. Untuk mengetahui cara kerja Automatic Tank Gauging (ATG) dengan tipe
radar atau RTG pada Pertamina RU III Plaju.
2. Mengetahui bagaimana cara perhitungan RTG pada suhu tertentu.
3. Mengetahui permasalahan yang pernah atau sering terjadi pada ATG
tersebut dan antisipasinya.

1.3 Batasan Masalah

Dalam Laporan Praktikum Kerja Lapangan ini penulis akan membatasi ruang
lingkup pembahasan mengenai:

1. Pembahasan hanya sebatas penjelasan cara kerja RTG pada Tangki-263 di


Pertamina RU III Plaju
2. Membahas perhitungan volume dengan tabel Tangki-263 pada suhu
tertentu.

1.4 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan Laporan Praktek Kerja Lapangan ini diawali dengan


halaman semu yang terdiri dari halaman judul, lembar pengesahan, daftar isi,
daftar lampiran, dan bagian utama yang terdiri dari :

Bab I. Pendahuluan, berisi latar belakang, maksud dan tujuan, batasan


masalah, dan sistematika penulisan.

1
Bab II. Tinjauan Pustaka, berisi orientasi umum seperti tonggak sejarah,
unit proses, kilang petrokimia, fasilitas pendukung, dan produk
serta distribusi PT Pertamina RU III Plaju dan landasan teori yang
memuat instrumentasi, pengukuran, proses custody transfer, teknik
pengukuran, dan pengukuran level.

Bab III Pembahasan, berisi tentang Tangki, Radar Tank Gauge (RTG),
Perhitungan Tangki-263, Permasalahan yang Terjadi pada Tangki-
263, dan Kalibrasi ATG.

Bab IV Penutup, berisi kesimpulan dan saran tentang RTG pada Tangki-
263 di PT Pertamina RU III Plaju

1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Orientasi Umum

Pertamina Refinery Unit (RU) III Plaju merupakan salah satu dari keenam
Refinery Unit Pertamina yang kegiatan utamanya adalah mengolah minyak
mentah dan intermediate product menjadi produk jadi. Pertamina Refinery Unit III
Plaju beroperasi di Palembang, Sumatera Selatan, Indonesia. Produk-produk
intermediate yang diolah di Pertamina RU III mencakup Alkyl Feed, HSDC, slop
oil, LOMC, Long Residue, dan Raw PP. Sedangkan produk-produk jadi yang
dihasilkan oleh Pertamina RU III mencakup bahan bakar minyak atau BBM
(Premium, Kerosene, Solar, Fuel Oil, dan Industrial Diesel Oil), Non-BBM (LPG,
Musicool, HAP, LAWS, dan SBPx), bahan bakar khusus atau BBK (Avtur,
Pertalite, Dexlite, Pertamax, Pertamax Turbo, dan Pertamax Racing), Petrokimia
(Polypropylene atau Polytam), dan produk lainnya (termasuk Vacuum Residue,
LSWR V500, Decant Oil, dan Naphtha).

Daerah operasinya meliputi daerah Plaju dan daerah Sungai Gerong


dengan luas daerah ± 384 Ha.

Gambar 2.1 Daerah Operasi Pertamina RU III Plaju

1
2.1.1 Tonggak Sejarah

- Tahun 1903, kilang Plaju didirikan oleh perusahaan minyak Belanda, yaitu
PT.Shell dengan kapasitas produksi 110 MBSD (Million Barrel Stream
per Day)
- Tahun 1926, kilang Sungai Gerong didirikan oleh perusahaan minyak dari
Amerika Serikat yaitu PT. Stanvac (Standard Vacuum of New Jersey)
dengan kapasitas 70 MBSD.
- Tahun 1965, kilang Plaju dibeli dari PT. Shell oleh PN Pertamin.
- Tahun 1966, PN Pertamin membeli semua properti.
- Tahun 1968, PN Permina dan PN Pertamin Merger membentuk PN
Pertamina.
- Tahun 1970, PN Pertamina membeli Kilang Sungai Gerong dari Stanvac.
- Tahun 1971, PN Pertamina menjadi Pertamina (UU No.8/1971) dan
dibangun kilang propylene dengan kapasitas 20 ribu ton per tahunnya.
- Tahun 1972, dilaksanakan proyek integrasi kilang Sungai Gerong dan
Plaju dengan jembatan pipa.
- Tahun 1984, pembangunan kilang TA/PTA (Terephthalic Acid/Purified
Terephthalic Acid) dengan kapasitas produksi 150.000 ton per tahun.
- Tahun 1986, dilaksanakan Proyek Kilang Musi I berupa pembangunan
HVU-II dan revamping CDU dan FCCU untuk meningkatkan kapasitas
pengolahan.
- Tahun 1988, Debottlenecking kilang PTA menjadi 225.000 ton per tahun.
- Tahun 1992, dilaksanakan Proyek Kilang Musi II. Proyek ini meliputi
revamping RFCCU (Residue Fluid Catalytic Cracking Unit),
pembangunan New Polypropylene, perubahan listrik dari 60 Hz menjadi
50 Hz di Sungai Gerong, modifikasi unit Redistiling I/II Plaju menjadi
CDU (Crude Distillation Unit), dan mendesain ulang Cyclone FCCU
Sungai Gerong (Fluid Catalytic Cracking Unit) Sungai Gerong.
- Tahun 2001, dikeluarkan UU No.22/2001 tentang Minyak Bumi dan Gas.

1
- Tahun 2003, Pertamina menjadi PT (Persero) sampai saat ini.

2.1.2 Unit Proses

Pertamina RU III memiliki kapasitas pengolahan sebesar 126.200 BSD


(Barrel Steam per Day), dengan sumber utama minyak mentah dari Pertamina EP
Asset 1 dan Asset 2, yang dialirkan melalui pipa, dan dari daerah lainnya seperti
Banyu Urip dan Lalang yang dibawa dengan kapal.

2.1.2.1 Primary Process Unit

Primary process merupakan tahapan pertama proses dengan cara distilasi


atau pemisahan produk berdasarkan perbedaan titik didih. Pada Pertamina RU III
Plaju terdapat dua jenis distilasi yang digunakan untuk penyulingan yaitu distilasi
atmosferik dan distilasi vakum.

Distilasi atmosferik adalah proses distilasi yang bertujuan untuk


memisahkan minyak mentah berdasarkan titik didih pada tekanan atmosferik.
Untuk distilasi atmosferik, terdapat unit CDU (Crude Distillation Unit)
II,III,IV,dan V yang beroperasi di daerah Plaju dan unit CDU VI beroperasi di
daerah Sungai Gerong. Setelah melalui proses distilasi atmosferik di CDU,
minyak mentah terpisah menjadi straight run, naphtha, kerosene, LGO (Light Gas
Oil), HGO (Heavy Gas Oil), dan long residue.

Distilasi vakum adalah proses distilasi yang bertujuan untuk memisahkan


minyak mentah yang tidak bisa dipisahkan pada distilasi atmosferik. Pada distilasi
vakum ini digunakan tekanan vakum yang berkisar 30-80 mmHg (absolut) atau
lebih rendah. Dengan tekanan vakum ini, titik didih komponen dapat diturunkan
sehingga proses menjadi hemat energi. Untuk distilasi vakum, terdapat unit HVU
(High Vacuum Unit) II yang beroperasi di Sungai Gerong dengan kapasitas 53.50
MBSD. Unit ini berfungsi untuk memisahkan fraksi-fraksi pada long residue hasil
proses distilasi atmosferik pada CDU. Adapun produk yang dihasilkan adalah

1
LVGO ( Light Vacuum Gas Oil) , HVGO (Heavy Vacuum Gas Oil), dan short
residue (Vacuum residue).

2.1.2.2 Secondary Process Unit

Secondary process adalah tahapan lanjutan dari primary process yang


bertujuan untuk memenuhi spesifikasi produk tertentu dengan penggunaan reaksi
kimia. Pada tahapan ini dilakukan berbagai proses seperti perengkahan (cracking),
ekstraksi, kristalisasi, dan pembersihan dari kontaminasi (treating). Tujuan dari
proses-proses ini yaitu untuk mengkonversi feedstock menjadi produk bernilai
tambah, kemudian dilanjutkan dengan stabilisasi agar mendapatkan fraksi-fraksi
produk BBM. Pada unit secondary process, terdapat 3 unit yaitu unit RFCCU
(Residu Fluid Catalytic Cracking Unit) di Sungai Gerong dan unit C4 Poly dan
Alkylation di Plaju.

RFCCU yang berlokasi di Sungai Gerong ini adalah unit andalan untuk
memproduksi komponen MOGAS (Motor Gasoline) tanpa timbal/HOMC(High
Octane Mogas Component) dengan penggunaan bahan bakar bersih lingkungan.
RFCCU ini merupakan lisensi ESSO-USA, didirikan tahun 1956 dan mulai
beroperasi dengan kapasitas desain 14,5 MBSD. Proses cracking di RFCCU
merupakan proses catalytic cracking karena menggunakan bantuan katalis untuk
mempercepat dekomposisi molekul. RFCCU merupakan unit yang berfungsi
untuk merengkah long residue dan MVGO (Medium Vacuum Gas Oil) serta
HVGO (Heavy Vacuum Gas Oil) menjadi fraksi-fraksi ringan dengan bantuan
katalis dan panas. Katalis yang digunakan adalah serbuk silika alumina. Produk
yang dihasilkan dari proses catalytic cracking di RFCCU berupa Dry gas, Raw
PP (Polypropylene), LPG (Liquified Petroleum Gas), Cat, Naphtha, LCGO (Light
Cycle Gas Oil), HCGO (Hight Component Gas Oil), Slurry, dan Coke.

Proses polimerisasi yang dilakukan di unit C4 Poly menggunakan umpan


berupa Treated BB dan menghasilkan produk antara lain Residual BB dan
polimer. Sedangkan proses alkilasi yang dilakukan di unit alkilasi menggunakan

1
umpan berupa Treated BB dan menghasilkan produk berupa LPG, Light Alkylate,
dan Heavy Alkylate.

Proses Petrokimia terdapat pada unit Polypropylene. Umpannya berupa


Raw Propane Propylene dari RFCCU. Produk yang dihasilkan adalah
Homopolymer Polypropylene pellet atau disebut dengan Polypropylene Pertamina
(Polytam).

2.1.2.3 Proses Treating dan Blending

Dalam produk BBM, untuk menghilangkan senyawa-senyawa yang tidak


diinginkan maka dilakukan proses treating. Pada PT.Pertamina (Persero), proses
treating ini dilakukan di Stabilizer C/A/B, SRMGC (Straight Run Motor Gas
Compressor), BBMGC (Butane Butylene Motor Gas Compressor), serta unit
Butane Butylene (BB) treating.

SR Tops (Straight Run) dari proses distilasi atmosferik akan masuk ke


Stabilizer C/A/B. Pada Stabilizer C/A/B ini produk-produk yang dihasilkan
berupa gas, Crude Butane, Special Boiling Point X (SPBX), Dip Top (Low Octane
Mogas Component). Gas dari CDU II, III, IV, dan V serta produk dari Stabilizer
C/A/B akan diolah lebih lanjut di SRMGC untuk menghasilkan gas yang akan
menjadi umpan BBMGC. Produk yang dihasilkan BBMGC yaitu Residual Gas
dan kondensat untuk menjadi umpan BB Distiller (Butane-Butylene Distiller)
yang akan menghasilkan Refinery Fuel Gas, Fresh BB, Stabilized Crack Top, dan
Propana.

Untuk memenuhi spesifikasi produk yang telah ditentukan, maka pada


BBM juga dilakukan proses pencampuran (Blending). Dalam proses ini, produk
ditambahkan zat aditif atau dilakukan pencampuran dua produk yang memiliki
spesifikasi berbeda. Contoh proses pencampuran ini adalah pencampuran HOMC
(Hight Octane Mogas Component) dengan Naphtha untuk menghasilkan bahan
bakar premium dengan angka oktan yang memenuhi spesifikasi produk.

1
Setelah melalui proses pengolahan, produk-produk dari Pertamina RU III
Plaju ini didistribusikan ke beberapa daerah di Indonesia, antara lain Sumatera
Selatan, Jambi, Bengkulu, Bandar Lampung, Bangka Belitung dan sebagian di
Kalimantan Barat. Pendistribusian produk ini dilakukan dengan berbagai cara
seperti melalui kapal-kapal tanker dan tongkang untuk Bangka dan Belitung serta
dengan menggunakan truk untuk transportasi ke depot-depot di Kertapati,
Lampung, Bengkulu, Lahat, dan Lubuk Linggau.

2.1.3 Kilang Petrokimia

2.1.3.1 Kilang Polypropylene

Kilang Polypropylene ini dibangun pada tahun 1971 dengan kapasitas


produksi 20.000 per tahun. Kilang Polypropylene (PP) memproduksi Polytam
(Polypropylene Pertamina) sejak tahun 1994. Pada tahun 1994, dilakukan proses
paten oleh Philip Petroleum Coy Design Bechtel International Ltd (London) dan
demolished (Proyek Kilang Musi II) untuk meningkatkan kapasitas produksi
menjadi 45.200 ton per tahun. Bahan baku utama Kilang PP adalah Raw PP yang
berasal dari Kilang FCCU Sungai Gerong, yang juga dimiliki Pertamina RU III.
Produk yang dihasilkan kilang Polypropylene ini adalah Polytam (Polypropylene
Pertamina) yang berbentuk biji plastik dan digunakan sebagai bahan baku industri
plastik.

2.1.3.2 Kilang TA/PTA

Kilang TA/PTA (Terephthalic Acid/Purified Terephthalic Acid)


merupakan kilang yang dibangun pada tahun 1983 dengan kapasitas produksi
150.000 ton per tahun. Kemudian, pada tahun 1990 Pertamina RU III Plaju
melakukan debottlenecking dengan meningkatkan kapasitas kilang menjadi
225.000 ton per tahun. Bahan baku kilang TA/PTA ini adalah Paraxylene yang

1
didatangkan dari kilang Paraxylene Cilacap. Produk yang dihasilkan oleh kilang
TA/PTA Pertamina RU III Plaju ini berupa PTA Powder yang digunakan untuk
pembuatan serat sintesis polyester sebagai bahan baku industri tekstil.

Gambar 2.2 Kilang Polypropylene Pertamina RU III Plaju

2.1.4 Fasilitas Pendukung

Untuk fasilitas pendukungnya ada 4 yaitu Utilities System, Storage Tank,


Port/Jetties, dan Waste Control.

2.1.4.1 Utilities System

Merupakan unit pendukung proses yang menunjang berlangsungnya suatu


proses dalam suatu industri. Adapun unit pendukung pada Pertamina RU III Plaju,
yaitu :

- 3 Units Power Generation


- 6 Units Air Compressors
- 2 Units Process & Drinking Water

1
- 2 Units Cooling Tower
- 2 Packed Boiler, 3 WHRU (Waste Heat Recovery Unit) & Boiler
- 2 Units Hydrogen Plant
- 1 Unit Nitrogen Plant

2.1.4.2 Storage Tank

Merupakan tangki penyimpanan untuk fluida cair maupun fluida gas. Adapun
tangki penyimpanan yang ada di Pertamina RU III Plaju, yaitu :

- 40 Crude Oil Tank


- 73 Intermediate Product Tank
- 96 Fuel Product Tank
- 37 Non Fuel Product Tank.

2.1.4.3 Port / Jetties

Port/ Jetties adalah dermaga yang menjorok ke laut. Pada Pertamina RU III
Plaju terdapat beberapa dermaga, yaitu :

- 9 Oil Jetties
- 2 Jetties For General Cargo
- 1 Jettie For Dual Purpose (LPG, etc)

2.1.4.4 Waste Control

Merupakan pengontrolan limbah yang dihasilkan oleh industri. Terdapat 3


macam limbah yaitu limbah cair, limbah padat, dan limbah gas. Untuk limbah
cair, sumber limbah biasanya berasal dari air limbah proses, air drainase, air
pendingin once through, oil bekas (penggunaan kembali HVU), dan spent DEA.
Alat-alat yang digunakan untuk mengatasi limbah cair ini adalah 4 Oil Catcher

2
Plaju, 2 Oil Separator di S. Gerong, 1 PET/SET, dan 1 Incinerator. Untuk limbah
padat, sumber limbah biasanya berasal dari sludge oil, spent catalyst FCCU,
padatan sisa isolasi, kegiatan Turn Around, dan perbaikan peralatan. Alat-alat
yang digunakan untuk mengatasi limbah padat ini menggunakan co-processing.
Lalu, ada limbah gas yang berasal dari flaring gas kilang Plaju, flaring gas kilang
Sungai Gerong, dan kilang gas Propylene dan diatasi dengan 3 (tiga) buah flare.

2.1.5 Produk dan Distribusi

Komposisi produk yang dihasilkan oleh Pertamina RU III adalah BBM


dengan persentase 61% yang terdiri dari premium (32%), solar (28%), kerosene
(19%), diesel (1%), dan fuel oil (20%).

Beberapa produk unggulannya yaitu:

1. Musicool (Eco-friendly hydrocarbon refrigerant), sejak 2005


2. HAP (Hydrocarbon aerosol propellant), sejak 2007
3. Pertamax Racing Fuel (ON 100), launching 5 Desember 2010
4. Specific Solvent berupa Low Aromatics White Spirit (LAWS) dan Special
Boiling Point X (SPBX).

Gambar 2.3 Musicool Gambar 2.4 Pertamax Racing Fuel

Seluruh produk Pertamina RU III tidak dijual secara langsung, melainkan


disalurkan melalui dua unit bisnis PT Pertamina (Persero). Sebagian besar hasil
produksi Perusahaan disalurkan oleh Marketing Operation Region (MOR) II

2
untuk memenuhi kebutuhan di Sumatera bagian Selatan (Sumbagsel) dan sebagian
disalurkan oleh Integrated Supply Chain (ISC).

Berikut ini merupakan pola distribusi produk dari Pertamina RU III Plaju :

Gambar 2.5 Pola Distribusi Produk Pertamina RU III Plaju

2.2 Landasan Teori

2.2.1 Instrumentasi

Instrumentasi adalah sekumpulan instrumen yang bertujuan untuk mengukur,


mengamati, ataupun mengendalikan suatu objek untuk mengetahui harga numerik
variabel besaran proses dan mengendalikan besaran proses agar tetap berada pada
batas daerah tertentu atau sesuai dengan nilai besaran yang diinginkan (set point).

Instrumentasi memiliki empat fungsi, yaitu :

1. Sebagai alat ukur,


2. Sebagai alat pengendali,
3. Sebagai alat analisa, dan
4. Sebagai alat pengaman.

2
2.2.2 Pengukuran

Pengukuran merupakan proses membandingkan dengan besaran standar agar


mendapatkan nilai kuantitatif dari sesuatu yang diukur.

Adapun parameter-parameter pengukuran adalah :

1. Akurasi, merupakan indikasi kemampuan alat ukur untuk mengukur


dengan tepat.
2. Presisi, merupakan indikasi kemampuan alat ukur untuk memberikan hasil
pengukuran yang sama.
3. Turndown ratio, merupakan indikasi kemampuan alat ukur untuk
mengukur dalam range tertentu tanpa melewati batas akurasi pengukuran.
4. Repeatability, adalah kerapatan pengukuran yang dilakukan berulang-
ulang.
5. Sensitivity, adalah besar perubahan keluaran untuk perubahan spesifik
pada salah satu alat ukur instrumen.
6. Resolusi, adalah perubahan hasil pengukuran terkecil yang dapat
dihasilkan instrumen.
7. Span/Range of Cooperation, adalah selang harga minimum dengan harga
maksimum.

Besaran proses yang diukur ada empat, yaitu :

1. Suhu (temperature)
2. Tinggi permukaan (level)
3. Aliran (flow)
4. Tekanan (pressure)

2.2.3 Custody Transfer

2
Custody transfer merupakan pengukuran yang terjadi saat pemindahan
produk yang bersifat transaksional. Karena kedua belah pihak melakukan
transaksi, maka tingkat akurasi menjadi hal yang sangat penting karena bahkan
kesalahan kecil dapat mempengaruhi pengukuran tersebut sehingga menyebabkan
kerugian. Oleh karena itu, dalam custody transfer kedua belah pihak melakukan
perjanjian atau persetujuan untuk mengatasi kerugian tersebut. Adapun alat-alat
untuk custody transfer adalah metering system, ATG, dipping tape (manual
dipping), dan timbangan.

Gambar 2.6 Metering System

Gambar 2.7 Pengukuran Dip Tape Gambar 2.8 Timbangan

2
2.2.4 Teknik Pengukuran

2.2.4.1 Pengukuran Statik

Pengukuran statik merupakan pengukuran besaran fisis dari measurand


(media yang diukur) dimana measurand tersebut dalam kondisi diam atau settle,
tidak mengalami perubahan fisis (temperature maupun volume) dalam perioda
yang cukup lama ( ≥ 1 jam). Contoh dari pengukuran statik ini adalah Tank
Gauging. Pengukuran dengan Tank Gauging digunakan dalam pengukuran untuk
custody transfer dan stock inventory. Caranya dengan mengukur ketinggian,
temperatur, dan densitas produk BBM (cair) di dalam tangki pengirim, tangki
penerima, maupun tangki penimbun.

Gambar 2.9 Tank Gauging

2.2.4.2 Pengukuran Dinamis

Pengukuran dinamis adalah pengukuran debit aliran (perubahan volume


terhadap waktu) produk BBM. Media yang diukur berada dalam kondisi mengalir
dengan kecepatan tetap. Contoh dari pengukuran dinamis yaitu metering system.

2.2.5 Pengukuran Level

2
Pengukuran level merupakan pengukuran ketinggian permukaan fluida
dengan tujuan mengetahui besar volume fluida di dalam tangki. Selain itu,
pengukuran level ini juga bertujuan agar fluida di dalam tangki tidak kelebihan
ataupun kekurangan yang dapat membuat alat-alat instrumentasi tersebut rusak.
Prinsip pengukurannya ada dua yakni dengan cara menghitung kekosongan atau
dengan cara mengukur level fluida tersebut. Metode yang digunakan ada metode
langsung dan tidak langsung. Pada metode langsung, besaran input langsung bisa
dilihat di transmitter atau gelas duga (sight glass). Sedangkan untuk metode tidak
langsung, besaran inputnya harus dikonversi terlebih dahulu sebelum dilihat.

2.2.5.1 Pengukuran Langsung

2.2.5.1.1 Gelas Penunjuk (Sight Glass)

Prinsip kerja pengukuran ini berdasarkan hukum bejana berhubungan


dimana tinggi tangki dan pada gelas petunjuk selalu sama. Gelas penunjuk
diletakkan di samping tangki dan berhubungan dengan cairan yang didalam
tangki. Untuk mengetahui tingginya, cairan yang diukur harus bening dan tidak
boleh keruh karena akan mengganggu pembacaan pengukuran pada gelas
penunjuk. Batas ukur dari gelas penunjuk ini hanya sampai kira-kira satu meter.

2.10 Pengukuran dengan Sight Glass

2
2.2.5.1.2 Dip Tape

Pengukuran menggunakan dip tape ini merupakan pengukuran yang


sederhana. Caranya hanya dengan mencelupkan alat ukur yang telah diolesi bahan
kimia kedalam cairan di dalam tangki sampai mencapai ke meja ukur, kemudian
alat ukur ditarik dan akan didapatkan garis / batas reaksi terhadap bahan kimia
pada alat ukur atau tempelan cairan atau minyak yang tertera di alat ukur. Metode
pengukuran langsung menggunakan dip tape ini memiliki tingkat akurasi yang
bervariasi tergantung dari sudut pandang operator sehingga dalam pengukuran
menggunakan dip tape ini, biasanya dilakukan berulang-ulang hingga dua sampai
tiga kali sehingga didapatkan hasil yang tepat (sebenarnya). Apabila terdapat
variasi pengukuran maka akan dilakukan lagi sampai mendapatkan pengukuran
yang konsisten. Metode ini sangat cepat dan sederhana tetapi hanya digunakan
sebagai pengukuran untuk pengecekan yang kedua dibanding metode yang lain.
Metode ini masih sangat dipertimbangkan untuk mendampingi sistem pengukuran
level dengan metode radar atau servo.

2.2.5.2 Pengukuran Tidak Langsung

2.2.5.2.1 Displacement Type

Prinsip kerja pengukuran ini berdasarkan hukum Archimedes/Buoyancy.


Pada prinsip gaya apung (Buoyancy), tekanan cairan total terhadap suatu benda
yang terendam sama dengan berat cairan yang dipindahkan. Analoginya adalah
sebuah pelampung di permukaan cairan, pelampung akan naik dan turun
mengikuti gerakan cairan tersebut. Apabila cairan tersebut naik maka pelampung
akan ikut naik dan ketika cairan tersebut turun maka pelampung juga akan ikut
turun. Selanjutnya,pergerakan pelampung ini akan ditranslasikan ke dalam alat
ukur lain seperti displacer level.

2
2.11 Pengukuran dengan Displacement Type

2.2.5.2.2 Automatic Tank Gauging (ATG)

2.12 Pengukuran dengan ATG

Automatic Tank Gauging (ATG) adalah alat ukur level tangki yang
menggunakan sistem otomatis dan digital. Data-data yang didapatkan dari ATG
dikirim lalu diproses dan dihitung dengan komputer di dalam Central Processing

2
Unit (CPU) kemudian hasilnya akan tampil pada monitor Cathode-Ray Tube
(CRT) di Control Room.

Komponen utama ATG dalam pengukuran level sangat dipengaruhi oleh


suhu (temperature) dan massa jenis ( density). Banyaknya fluida yang diukur
dipengaruhi oleh suhu sehingga suhu digunakan untuk mengukur kompensasi dari
pengukuran level.

2.13 Komponen utama ATG

Dalam mengukur level, ATG memiliki beberapa kelebihan yaitu:

- Mudah dalam pemeliharaannya (maintenance).


- Memiliki banyak sudut pancar / variasi.
- Mampu mengukur besaran level dan specific gravity dengan cepat dan
akurat.
- Pengukurannya dapat dilaksanakan setiap saat.
- Pengukuran dapat dilaksanakan jarak jauh di control room, serta
- Tingkat ketelitian tinggi.

Ada dua jenis ATG yang sering digunakan dalam custody transfer di RU III
Plaju adalah tipe pelampung (servo) dan radar.

2
2.2.5.2.2.1 Servo Gauge

2.14 ATG Servo

2.15 Pengukuran dengan ATG Servo

ATG berjenis servo ini menggunakan bandul dengan motor (step). Prinsip
kerjanya berdasarkan Hukum Archimedes dan keseimbangan gaya. Sensornya
digunakan untuk mendeteksi torsi dan levelnya dihitung dari putaran motor.
Selain itu, juga dapat mengukur density, water level, dan interface dengan tingkat
akurasi hingga 1 mm. Pada umumnya alat ini dapat dihubungkan dengan sensor
temperature. Dalam mengukur level fluida, ATG tipe servo ini memanfaatkan
peran perhitungan putaran motor servo dalam menaik-turunkan bandul dan
posisinya di udara ke dalam fluida yang diukur. Untuk itu, ATG ini menggunakan

3
peran bandul berdensitas tertentu sebagai elemen pengukur pertama yang
terhubung dengan transduser tegangan melalui sling wire.

Sederhananya, pada tipe pelampung (servo), saat fluida naik maka


pelampung akan ikut naik dan saat fluida turun maka pelampung akan ikut turun.
Lalu indikator akan menunjukkan besar level dari letak pelampung tersebut dan
datanya juga ditarik ke dalam Control Room.

2.2.5.2.2.2 Radar Gauge

2.16 ATG Radar

2.17 Pengukuran dengan ATG Radar

3
Pada radar gauge, transponder di atas tangki mengirimkan sinyal pada
permukaan cairan. Kemudian sinyal tersebut direfleksikan kembali oleh
permukaan cairan, kemudian ditangkap dengan antena. Perbedaan antara
frekuensi transmisi dan penerimaan mengindikasikan jarak dari transponder ke
cairan.

3
BAB III PEMBAHASAN

3.1 Tangki

3.1.1 Tangki-263

Tangki-263 adalah salah satu tangki di RU III Plaju yang berlokasi di area
Sungai Gerong, Sumatera Selatan. Tangki-263 merupakan Automatic Tank
Gauging yang berjenis Radar Gauge (RTG) yang memiliki atap tetap dengan
diameter 36.535 mm dan volume 12.281.879 liter. Fluida yang terdapat pada
Tangki-263 ini adalah BBM Premium.

Salah satu besaran proses yang diukur pada Tangki-263 adalah tinggi
permukaan cairan atau level. Pengukuran level ini dilakukan dengan tujuan untuk
inventori yaitu untuk mengetahui persediaan produk yang ada. Selain itu,
pengukuran level berkaitan langsung dengan transaksi jual beli atau custody
transfer yang mana dalam hal ini sangat berpengaruh langsung terhadap
keuntungan perusahaan. Oleh karena itu, Tangki-263 ini juga digunakan oleh
Pertamina RU III Plaju dalam proses custody transfer karena tingkat akurasinya
yang tinggi.

3.1.2 Anatomi Tangki

3
3.1 Dimensi Tangki

Terminologi:

- Dip hatch ( gauge hatch) : merupakan bagian yang dapat dibuka di atas tangki
dimana level gauging dilakukan.

- Meja ukur/ Dip point : sebuah pelat yang ditempatkan di bawah dip hatch dan
merupakan acuan pengukuran kedalaman. Saat melakukan level gauging,
pemberat menyentuh meja ukur.

- Titik referensi : merupakan titik yang ditandai dengan jelas pada dip hatch
sebagai indikasi posisi dimana pengukuran harus dilakukan.

- Referensi tinggi : jarak antara titik referensi dengan dip point.

- Innage/Dip : kedalaman cairan pada tangki, diukur dari permukaan cairan ke


meja ukur.

- Outage/ Ullage : merupakan jarak antara titik referensi dengan permukaan cairan
pada tangki.

3
3.1.3 Dasar Pemilihan Tangki-263

Berikut ini merupakan dasar-dasar dalam memilih Tangki-263:

1. Segi pemeliharaan (maintenance).


Tangki-263 yang bertipe RTG ini memiliki kemudahan dalam segi
pemeliharaan atau maintenance.
2. Angka pembacaan.
Angka pembacaan pada Tangki-263 ini memiliki tingkat akurasi yang
tinggi.
3. Segi ekonomi.
Tangki-263 ini memiliki harga beli yang sedikit mahal karena
menggunakan RTG. Namun, karena tidak sering dilakukan maintenance,
maka otomatis biaya yang dikeluarkan setelahnya lebih sedikit sehingga
lebih ekonomis.

3.2 Radar Tank Gauge (RTG)

Radar Tank Gauge atau RTG merupakan jenis Automatic Tank Gauging
(ATG) yang digunakan untuk mengukur sebuah level atau ketinggian cairan
menggunakan radar. Dalam proses custody transfer, tingkat akurasi dalam
perhitungan sangatlah penting. Untuk mendapatkan data yang akurat, maka dalam
tangki storage digunakan Radar Tank Gauge (RTG) yang berfungsi memberikan
data ke substation dan diteruskan ke DCS ( Distributed Control System).

3.2.1 Spesifikasi RTG

3
Gambar 3.2 Parabolic Antenna Gauge RTG 3930

Tabel 3.1 Spesifikasi RTG 3930

Merk Rosemount
Measuring principle FMCW radar with digital reference and temperature control
Antenna type High Directivity Parabolic Reflector With Drip-Off Antenna
,440 mm (17 in.) diameter
Instrument accuracy ± 0.55 mm (±5/256 in.)
Measuring range 0.8 to 40 m (2.6 to 130 ft) below flange
o o o o
Temperature Ambient temperature -40 C to +70 C (-40 F to +158 F)
o o
Process temperature max +230 C(+445 F)
Pressure Clamped: -0.2 to 0.2 bar(-2.9 to 2.9 psig)
Welded : -0.2 to 10 bar (-2.9 to 145 psig)
Display On separate DAU,RDU or remotely in control room
Manway size Minimum 20 in.
Housing Aluminium, design for IP 66&67
Weight Appr.25 kg (55 lbs)

3.2.2 Bagian-Bagian RTG

RTG 3930 yang digunakan pada Tangki-263 ini terdiri dari dua bagian
yaitu Transmitter Head dan Antena.

3.2.2.1 Transmitter Head

3
Transmitter Head yang digunakan pada RTG 3930 ini adalah Transmitter
Head 3900 REX. Transmitter Head ini digunakan pada semua jenis pengukur
RTG 3920 - RTG 3960.

Gambar 3.3 Transmitter Head RTG 3900 dan Tipe Antena yang Dapat Digunakan

Transmitter Head ini merupakan pengukuran non-contact sehingga tidak


berhubungan langsung dengan cairan yang diukur, memiliki polarisasi melingkar
(circular polarization) yang dapat mengurangi pengaruh gema dinding tangki, dan
memiliki keandalan yang luar biasa dan tingkat akurasi yang tinggi.

3.2.2.2 Antena

3
Gambar 3.4 RTG 3930

Antena yang digunakan pada RTG 3930 ini adalah antena jenis Parabolic
Antenna Gauge. Antena ini dipasang pada Tangki-263 karena tangki ini memiliki
atap tetap dan digunakan pada custody transfer. RTG 3930 ini dipasang dekat
dinding tangki dan tidak membutuhkan banyak maintenance. RTG 3930 ini dapat
mengukur level dari semua jenis cairan dari produk ringan hingga
bitumen/asphalt.

3.2.3 Prinsip Pengukuran

Prinsip pengukuran radar ini menggunakan FMCW (Frequency Modulated


Continuous Wave) REX dengan cara memancarkan sinyal gelombang mikro ke
permukaan cairan secara terus menerus. Sinyal ini memiliki frekuensi yang terus
berubah sekitar 10 GHz. Ketika sinyal telah merambat ke permukaan cairan dan
kemudian dipantulkan kembali ke antena, sinyal tersebut akan tercampur dengan
sinyal yang sedang dikirim pada saat yang bersamaan. Karena pemancar terus
menerus mengubah frekuensi sinyal yang ditransmisikan, maka akan ada
perbedaan frekuensi yang terjadi antara sinyal yang ditransmisikan dengan sinyal
yang dipantulkan. Perbedaan frekuensi inilah yang menentukan jarak transponder
ke permukaan cairan tersebut.

3
Gambar 3.5 Prinsip FMCW

Keterangan :

d = Jarak

f1 = Frekuensi yang ditransmisikan

f2 = Frekuensi yang direfleksikan

Δf = Selisih antara frekuensi yang ditransmisikan dengan frekuensi yang


direfleksikan.

3.3 Perhitungan Tangki-263

Untuk menghitung volume dari Tangki-263 caranya adalah dengan


melihat tabel perhitungan. Adapun tabel perhitungan Tangki-263 ini dibuat oleh
o
Direktorat Meteorologi untuk mengukur pada suhu 30 C dengan massa jenis
o
cairan 0,7445 g/ml. Selain suhu 30 C penunjukan tabel volume tangki harus
dikalikan faktor :

o
{1 + (t – 30 C)}

Keterangan :

t = suhu tangki

3
o
= koefisien muai ruang bahan dinding tangki per C

3.6 Dimensi Tangki-263

ELEVASI

Tinggi lubang ukur dari meja ukur AD = 12061 mm

Tinggi lubang ukur dari dasar AE = 12278 mm

Tinggi tangki BE = 12000 mm

Tinggi maksimum volume bersih CE = 11700 mm

Tinggi meja ukur DE = 217 mm

Tinggi dasar tangki E = 0 mm

Contoh perhitungan:

Dalam proses selama transaksi penyerahan (custody transfer) suhu dinding


o
tangki rata-rata sebesar 35 C, maka perhitungannya :

Sebelum cairan diserahkan

- Tinggi cairan dari meja ukur menurut alat ukur/ dip tape sebelum cairan
diserahkan (h1) = 6005 mm.
- Meja ukur = 217 mm.

4
- Tinggi cairan dari dasar tangki = h1 + meja ukur = 6222 mm.

o
Maka volume cairan pada suhu 30 C dibaca pada volume tangki ( 6539583 liter
halaman 6 + 2100.8 liter cincin 3 halaman 3 ).

Tabel 3.2 Sampel Tabel Volume Tangki-263 Halaman 6

Tinggi Volume
M Cm Liter
6 21 6529079
6 22 6539583
6 23 6550087

Tabel 3.3 Sampel Tabel Fraksi Tangki-263 Halaman 3 Cincin 3

Cincin:3
dari: 4730 m sampai :
6580 m
Mm Liter
1 1050.4
2 2100.8
3 3151.2
Jadi volume cairannya = 6541684 liter.

Setelah cairan diserahkan

- Tinggi cairan dari meja ukur menurut alat ukur tinggi/dip tape setelah
cairan diserahkan (h2) = 4005 mm.
- Meja ukur = 217 mm.
- Tinggi cairan dari dasar tangki (h2 + meja ukur) = 4222 mm.

o
Maka volume cairan pada suhu 30 C dibaca pada tabel volume tangki ( 4438321
liter halaman 5 + 2102.7 liter cincin 2 halaman 3 ).

4
Tabel 3.4 Sampel Tabel Volume Tangki-263 Halaman 5

Tinggi Volume
M Cm Liter
4 21 4427808
4 22 4438321
4 23 4448835

Tabel 3.5 Sampel Tabel Fraksi Tangki-263 Halaman 3 Cincin 2

Cincin:2
dari: 2300 m sampai :
4730 m
Mm Liter
1 1051.3
2 2102.7
3 3154.0

Jadi volume cairannya = 4440424 liter.

o
Volume cairan yang diserahkan pada suhu 30 C = 6541684 liter - 4440424 liter
= 2101260 liter

Faktor koreksi volume tangki akibat perubahan suhu dari 30 °C menjadi 35 °C


adalah : 1 + { 0,0000348 x ( 35 - 30 ) } = 1.000174

Jadi volume cairan yang diserahkan pada suhu 35 °C = 2101260 liter x


1.000174 = 2101625.62 liter.

3.4 Permasalahan yang Terjadi pada Tangki-263

Berikut permasalahan yang sering terjadi pada RTG.

4
1. Terjadinya deformasi pada atap tangki karena termakan usia. Deformasi
itu sendiri adalah perubahan bentuk atau ukuran dari sebuah objek karena
berbagai faktor seperti cacat pembuatan (penampang pada tiap ketinggian
tangki tidak sama) atau distorsi fisik (terjadi karena perubahan kondisi
fisik) sehingga pada tangki akan ada selisih yang timbul antara
pengukuran manual dan ATG.

Gambar 3.7 Deformasi Tangki

2. Komponen elektronik juga sering bermasalah karena usia atau karena


sealnya sudah jelek sehingga dapat kemasukan air.
3. Masalah lainnya yang terjadi pada RTG yaitu roof movement (pergerakan
atap), tank bulging, ekspansi termal dinding tangki, dan pengendapan
tangki.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut dapat dilakukan hal berikut.

1. Jika tangki telah deformasi, maka pengukuran yang digunakan adalah


ATG karena tingkat akurasinya tinggi. Untuk mengatasi deformasi karena
cacat pembuatan, maka dilakukan kalibrasi dan penerapan oleh Direktorat
Meteorologi sedangkan untuk deformasi karena distorsi fisik dapat diatasi
dengan kompensasi( dengan pengukuran temperatur tangki).

4
2. Untuk mengukur kemiringannya maka digunakan waterpass. Waterpass
ini berfungsi untuk mengukur atau menentukan sebuah benda atau garis
dalam posisi rata baik pengukuran secara vertikal atau horizontal. Setelah
dilakukan maintenance, maka diukur menggunakan waterpass untuk
mengetahui apakah permukaan tersebut datar atau tidak. Apabila
pengukuran tersebut setimbang maka dapat dipastikan bahwa permukaan
yang diukur datar dan sudah bagus.
3. Setelah perbaikan atau pembersihan (cleaning) harus dipastikan lagi
apakah seal yang digunakan pada RTG tersebut masih bagus atau tidak.
4. Untuk permasalahan roof movement, tank bulging, ekspansi termal, dan
pengendapan tangki bisa dilakukan beberapa hal yaitu dengan cara
memasang pengukur pada titik stabil yang biasanya paling sering
ditemukan di dekat dinding tangki, melakukan pemantauan suhu,
menghitung perluasan dinding, dan kompensasi untuk pemuaian,
melakukan koreksi melalui tabel koreksi khusus di RTG, dan pemeriksaan
tangki secara teratur.

3.5 Kalibrasi ATG

Kalibrasi ATG dilakukan berdasarkan Undang-Undang PERMENDAG


No.68 Tahun 2018. Untuk ATG jangka waktu untuk tera ulang adalah 2 tahun
sekali dan dilakukan bersama dengan Direktorat Meteorologi. Pada tera ulang ini
alat dibandingkan dengan standar.

Kemudian ada verifikasi bulanan yang dilakukan oleh internal perusahaan.


Pada verifikasi bulanan ini, alat dibandingkan dengan manual dengan maksimal
error sebesar 3 ml. Jika lebih dari 3 ml, maka ada yang salah dari salah satu alat
ukur tersebut dan harus dikalibrasi. Setiap pergerakan tangki selalu dibandingkan
alat ukurnya.

4
3.8 UU Permendag 68 Tahun 2018

45
BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan Praktek Kerja Lapangan (PKL) yang telah dilakukan di


PT.Pertamina RU III Plaju tentang pengukuran tinggi cairan dengan tipe radar ini
dapat disimpulkan bahwa :

1. Automatic Tank Gauging (ATG) dengan tipe radar atau RTG ini bekerja
dengan cara mengirimkan sebuah gelombang mikro secara terus menerus
atau kontinyu ke permukaan cairan yang akan diukur. Kemudian sinyal
tersebut akan dipantulkan kembali dan akan ditangkap oleh antena.
Perbedaan frekuensi antara sinyal yang ditransmisikan dengan sinyal yang
dipantulkan inilah yang menentukan jarak antara transponder dengan
cairan yang diukur.
2. Cara menghitung volume pada RTG ini yaitu dengan melihat dari tabel
tangki berdasarkan ketinggian dari tangki tersebut. Untuk mencari volume
dengan suhu yang sama dengan suhu pengukuran tabel tangki, maka nilai
volumenya diketahui dengan hanya melihat tabel. Namun, apabila suhu
o
tersebut tidak sama maka harus dikalikan dengan faktor {1 + (t – 30
C)}. Rumus tersebut sudah ketentuan dari Direktorat Meteorologi untuk
mengukur volume tangki.
3. Permasalahan yang terjadi pada RTG ini adalah deformasi yang
mengakibatkan perbedaan antara pengukuran manual dan ATG, kerusakan
komponen elektronik pada RTG, roof movement, tank bulging, ekspansi
termal, dan pengendapan tangki. Untuk mengatasi deformasi bisa
dilakukan kalibrasi, tera ulang, dan kompensasi. Untuk mengatasi
kerusakan komponen elektronik maka dilakukan pengecekan ulang. Untuk
mengatasi roof movement, tank bulging, ekspansi termal, dan pengendapan
tangki bisa melakukan pemasangan pengukur pada titik stabil, melakukan

4
pemantauan suhu, menghitung perluasan dinding, dan kompensasi untuk
pemuaian, melakukan koreksi melalui tabel koreksi khusus di RTG, dan
pemeriksaan tangki secara teratur serta mengukur dengan waterpass
apabila terjadi kemiringan saat pemasangan.

4.2 Saran

Berdasarkan pembahasan pada Laporan Praktikum Kerja Lapangan, maka


penulis menyampaikan saran-saran sebagai berikut:

1. Dilakukan kalibrasi dan verifikasi bulanan rutin untuk mencegah


kerusakan yang terjadi pada RTG.
2. Dilakukan pemeriksaan tangki dan pengecekan secara teratur dan berkala
untuk mengantisipasi masalah yang sering terjadi pada RTG seperti
kerusakan komponen, pengendapan tangki, roof movement dan
sebagainya.
3. Pemantauan suhu juga perlu dilakukan secara rutin karena suhu
berpengaruh terhadap pengukuran level dan proses custody transfer untuk
menghindari kerugian dalam transaksi.

4
DAFTAR PUSTAKA

1.http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/20552/Chapter%20II.pdf
?sequence=3&isAllowed=y

2.https://text-id.123dok.com/document/4yrmjpojq-pengukuran-level-fluida-level-
measurements-dasar-instrumentasi-dan-proses-kontrol-1-1.html

3. Dupuis, Emerie. (2014) Oil and Gas Custody Transfer (Online),


(https://www.emerson.com/documents/automation/article-oil-gas-custody-
transfer-en-us-42184.pdf), diakses Desember 2020.

4. Eko, Ardian. (2012) Radar Tank Gauge (Online),


(https://ardianeko.wordpress.com/2012/01/27/radar-tank-gauge/), diakses
Desember 2020.

5. https://www.alatuji.com/index.php?/article/detail/405/level-sensor

6. Heriyanto, Agus. 2020. Measuring System. PEM Akamigas Cepu.

7. -----, Juli, 2010. Rosemount Tank Gauging System.

8. -----, November, 2012. TankRadar REX : High Precision Tank Gauging


System.

9. -----, Januari, 2006. SAAB Rosemount Tank Gauging.

4
LAMPIRAN

Lampiran 1 : Tabel Fraksi Tangki T-263

4
Lampiran 2 : Tabel Volume Tangki T-263 (Halaman 4-8)

50
51
52
53
54
BIOGRAFI PENULIS

Auliya Ulfa atau yang biasa dipanggil Auliya merupakan mahasiswa PEM
Akamigas yang berasal dari Kota Prabumulih. Lahir di Prabumulih pada tanggal
26 Juli 2001 dan merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Sekolah
Menengah Atas diselesaikan di SMA Negeri 2 Prabumulih pada tahun 2019,
Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1 Prabumulih (2016) dan Sekolah
Dasar di SD Negeri 1 Prabumulih (2013). Penulis merupakan mahasiswa aktif
dalam kegiatan kampus dan organisasi internal kampus. Penulis dapat dihubungi
melalui email : auliyaulfa26@gmail.com

55

Anda mungkin juga menyukai