Anda di halaman 1dari 55

BAB I

Kerangka Berfikir Ilmiah.

Defenisi

Pertama yang herus didefiniskan adalah kata definisi itu sendiri. Mengapa
demikian?. Sebab dengan adanya perbedaan deiantara kita dalam mendefinisikan
suatu dapat menjadi diskusi/kesepahaman kita bisa, meskipun kita merujuk satu
kata yang sama. Artinya kita harus mengacu pada makna yang sama.

Lalu Apa defenisi dari defenisi?. Definisi pertama dari kat definisi adalah
membatasi sesuatu, sehingga kita dapat memiliki pengertian terhadap sesuatu.
Misalnya sawa kita berbatasan dengan sungai, jalan raya, dan kebun. Maka
defenisi sawa kita adalah sebidang sawa yang letaknya disini…dan berbatasan
dengan ini..ini..dan seterusnya, senghingga menjadi jelas. Jadi defenisi dari
defenisi adalah memberikan pengertian/penjelasan tentang sesuatu hal dan disertai
dengan batasan-batasan, sehingga hal tersebut menjadi jelas. Dapat disimpulkan
bahwa inti defenisi yang pertama ini adalah menjelaskan sesuatu yang terbatas.
Konsekwensinya, jika sesuatu tidak terbatas maka tidak dapat didefinisikan.
Definisi yang kedua dari kata definisi adalah menjelaskan sesuatu denga beberapa
pendekatan, sehingga sesatu itu jelas. Misalnya, jika kita ingin mendefinisikan
kertas, maka kita gunakan bentuk, warna, tekstur, kegunaan, sumber dan
seterusnya, sebagai pendekatan untuk memberikan kita pemahaman tentang kertas,
sehingga gambaran tentang kertas bagi kita menjadi jelas adanya.

Jika kita mencoba mendefinisikan judul diatas (kerangka Berfikir Ilmiah), maka
kurang lebih seperti berikut:

Kerangka adalah suatu yang menyusun atau menopang yang lain, sehingga sesuatu
yang lain dapat berdiri dan Berfikir merupakan gerak akal dari satu titik ketitik
yang lain atau bisa juga gerak akal dari pengetahuan yang satu kepengetahuan
yang lain. Pengetahuan pertama kita adalah ketidaktahuan (kita tahu bahwa diri
kita sekarang tidak mengetahui sesuatu), pengetahuan yang kedua adalah tahu
(kemudian kita mengetahui apa yang sebelumnya tidak kita tahu). Wajar kemudian
ada juga yang mendefinisikan berfikir sebagai gerak akal dari tidak tahu menjadi
tahu. Jadi inti dari ini adalah gerak akal.

Terserah kemudian kita pehami bahwa titik pertama adalah tidak tahu atau tahu
dan titik kedua adalah tahu, lebih tahu atau malah ketidak tahuan yang baru. Ilmiah
adalah sesuatu hal/pernyataan yang bersifat keilmuan. Cuma disini kita perlu
bedakan ilmiah dalam perspektif kita dan sains barat. Ilmiah dalam sains barat itu
harus melewati pengujian secara empiris, artinya Ilmiah adalah empiris dalam
sains barat. Namun, Ilmiah yang dimaksudkan dalam pembahasan kita adalah yang
sesuai dengan dengan hukum-hukum pengetahuan, sedangkan tentang sains akan
dibahas dalam materi yang lain, yakni Islam Iptek.

Kemutlakan dan Relativitas.

Suatu hal yang penting sebelum menjalajahi dunia pemikiran perlu kiranya kita
memahami jawban dari beberapa pertanyaan berikut: apakah dari semua yang ada?
Apakah ide atau realitas diluar kita ini bersifat mutlak atau relative? Dalam artian,
tidak hal yang pasti seperti dalam kacamata kaum sofis (Filosphis).

Membahas sofisme, di Yunani muncul sekelompok orang yang berfikir bahwa


apapun yang ada dalam gagasan kita bersifat relative, semuanya selalu dihadapkan
pada pilihan apakah semuanya mungkin benar atau semua mungkin salah. Ciri
khas kaum sophis adalah berdebat kusir yang kemudian kembali pada relativitas.
Artinya lebih menekankan kekuatan retorika disbanding argumentasi.

Secara social, kaum sophis ini (Sphis = arif, pandai) menimbulkan gejolak negative
dimasyarakat pada zamanny karena tidak ada lagi yang dapat dipercaya. Memang
konsekwensi dari relativitas adalah hilangnya kepercayaan. Disaat seperti inilah
muncul tokoh Socrates (± 470-399 SM) yang menggugurkan asumsi-asumsi yang
dibangun oleh kaum sophis.

Socrates yang dikenal sebagai seorang guru Filsafat Yunai kuno yang sangat
berpengaruh. Ia memakai metode dialektika untuk membimbing orang memahami
suatu pengetahuan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan setapak demi
setapak demi sempai hal-hal yang meragukan terjawab atau menjadi jelas,
mengatakan bahwa Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang berasl dari kata philo
= cinta dan Sophia = arif. Mungkin disinilah kerendahatian Socrates tidak
mengangap dirinya sebagai orang pintar, tapi sebagai pecinta kearifan. Disini perlu
ditegaskan bahwa puncak ilmu adalah kearifan.

Ada beberapa kelemahan sofisme. Pertama, kontradiksi dengan dirinya, misalnya


pernyataan bahwa “semua relative”. Jika dikembalikan, apakah pernyataan bahwa
“semua relative” itu relative atau mutlak. Kemungkinan jawabannya adalah jika
dikatakan “pernyataan tersebut termasuk relative”, maka pernyataan ini
munggugurkan dirinya. Artinya pernyataan ini juga relative. Kalua relative artinya
belub dapat dijadikan sandaran kemutlakan. Sebagai contoh, pernyataan “dilarang
berbahasa Indonesia” adalah pernyataan yang menggurkan dirinya karena
pernyataan ini sendiri berbasa Indonesia. Jika kemudian jawabanya adalah semua
relative kecuali relative itu, maka mau tidak mua mengakui adanya kemutlakan.
Seperti kebingungan Al-Ghazali dalam pencarianya, hanya satu hal yang tidak
diragukan yaitu keraguan itu sendri.
Kelemahan kedua adalah sofisme tidak memiliki pijakan teori yang jelas, sehingga
turunan dari prinsip berpikirnya juga menjadi tidak jelas. Setahu penulis, sofisme
tidak lain dari kebingungan, kegundaan karena tidak memiliki system berpikir
yang komprehensif. Cara kerja sofisme sagat sederhana, menciptakan antitesa dari
sebuah pernyataan dalam bahasa keraguan. Akibatnya adalah munculnya keraguan
baru dan tak mampu menjawab masalah.

Secuil tetang Filsafat Ilmu.

Filsafat berasal dari bahasa Yunani, Philo yang berarti cinta dan Sophis yang
berarti arif, pandai. Secara bahsa semua Filsafat lazim diterjemahkan sebagai cinta
kearifan, kepandaian. Namun, cakupan pengertian sophia yang semula itu ternyata
sangat luas. Dahulu Sophia tidak hanya berarti kearifan saja, melainkan meliputi
pula kebenaran pertama, pengetahuan luas, kebijakan intelektual, pertimbangan
sehat, sampai kepandaian pengrajin dan bahkan kecerdikan dalam memutuskan
hal-hal yang praktis.

Disini penulis mengambil pengertian tentang Filsafat yang mempunyai arti sebagai
berpikir secara radikal, menyeluruh dan sistematis. Maksudnya, dengan berpikir
radikal (bahasa Yunani radix = akal) atau sampai ke akar-akarnya, sehingga
melihat sesuatu secara menyeluruh dan tersusun, sehingga kita arif dalam melihat
persoalan. Ketiak dilekatkan dengan kata ilmu, maka berarti berpikir secara radikal,
menyelurh dan sistematis terhadap ilmu.

Ilmu sendiri dapat dilihat dari dua sudut pandang. Sudut pandang barat,
membedakan ilmu dengan pengetahuan. Ilmu (Science) adalah kumpulan
pengetahuan(Knowledge) yang sistematis. Misalnaya ilmu biologi adalah
kumpulan pengetahuan tentang mahkluk hidup dan semua yang berkaitan secara
sistematis.

Sudut pandang berikutnya dalam pemikiran Islam. Ilmu bersal dari ain, lam, dan
mim, yang satu akar kata denga ulam, alim dan sebagainya. Ilmu berarti tahu,
artinya ilmu dan pengetahuan dalam konteks ini sama saja. Mendefinisikan
pengetahuan dengan pengetahuan. Mendefinisikan ilmu dengan ilmu, artinya
dalam wilayah pendefinisian ilmu memerlukan kajian tersendiri. Untuk jelasnya
akan dibahas pada materi Islam Iptek.

Ada tiga aspek yang menjadi pondasi filsafat ilmu yaitu Epistemologi, ontology,
dan aksiologi. Epistemology adalah ilmu yang membahas tentang sumber
pengetahuan berikut kevalidan sebuah sumber. Ontology membahas tentang
hakikat suatu dalam hal eksistensi dan esensi atau dengan kata lain keberdaan dan
keapaan sesuatu. Aksiologi membahas tentang keguanaan sesuatu. Dalam materi
ini kita hanya akan lebih banyak membahas aspek Epistemologi. Sedang aspek
ontology akan dibahas dalam materi Dasar-dasar kepercayaan.

Sumber Pengetahuan.
Berangkat dari adanya kemutlakan yang nantinya menyusun system berpikir kita,
maka persoalannya kemudian adalah bagaimana mencari sebuah fakurltas dalam
diri kita yang digunakan untuk menilai sesuatu, dimana penilai itupun masih harus
dinilai kebenarannya. Secara umum ada beberapa mazhab pimikiran yang bisa
digolongkan sebagai berikut:

1. Skirptualis.

Skriprualis adalah sebuah system berpikir yang didalam menilai kebenaran


digunakan teks kitab. Asumsi dasar yang tergabung adalah teks dalam kitab mutlak
adanya, oleh kerenanya dalam penilaian kebenaran harus sesuai dengan teks kitab.
Mempertanyakan teks kitab sama saja dengan mempertanyakan kemutlakan.
Biasanya kaum skiriptual adalah orang yang beragama secara sederhana.
Maksudnya, peran akal dalam wilayah keagamaan sangat sempit bahkan hamper
tidak ada. Akal dianggap terbatas dan tidak mampu menilai, olehnya kembali lagi
ke teks kitab.

Namun dalam wilayah epistemology, skriptualisme memiliki beberapa kekurangan,


antara lain:

 tidak memiliki alasan yang jelas, mengapa kita harus mempercayai kitab
tesebut. Kalau yang mutlak adalah teks kitab, maka pertanyaannya. Bagai mana
caranya diantara banyak kitab menilai bahwa kitab inilah yang benar. Kalau kita
lang sung percaya maka kitab lain kita harus juga langsung percaya. Nah, kalau
kontaradiksi kitab mana yang benar? Artinya, kelemahan pertamanya adalah
butuh suatu dalam membuktikan kebenaran sebuah kitab.
 Dari kelemahan pertama dapat kita turunkan kelemahan berikutnya, yakni:
Terjebak pada subjektifitas. Artinya, kebenaran sebuah kitab sangat
tergantunga dengan umatnya. Kebenaran Al-Qur’an, walau berbicara universal,
hanya dibenarkan oleh umat Islam. Umat, Nasrani, Budha dan sebagainya
meyakini kitab merka masing-masing. Sementara kita tidak dapat
memakasakan kitab kita pada umat lain sebagaimana kita pun pasti tidak akan
menerima teks kitab umat lain.
 Kelemahan ketiga adalah teks adalah”tanda” atau symbol yang membutuhkan
penafsiran. Kitab tidak bisa berteraksi langsung, tetapi melewati proses
penafsiran. Sementara dalam penafsiran sangat tergantung kualitas intelektual
dan spiritual seseorang. Makanya kemudian, adalah wajar jika sebuah teks
dapat dimaknai berbeda. Sebagi contoh surah 80:1 dan 2:1
 Tidak tepat dalam membuktikan penciptaan.

2. Idealis Platonia.
Pemikiran plato dapat digambarkan kurang lebih seperti ini. Sebelum manusia lahir
dan masih berada di alam ide, semua kejadian telah terjadi. Olehnya, manusia telah
memiliki pengetahuan. Ketika terlahir di alam materi ini, pengetahuan itu hilang.
Untuk itu yang harus manuasia lakuakan kemudian adalah bagaimana mengingat
kembali. pengetahuan yang kita miliki hari ini kemarin dan akan datang sebetulnya
(dalam perspektif teori ini) tidak lebih dari pengingatan kembali. Teori ini juga
sering disebut sebagai teori pengingatan kembali. Namun, seagai alat penilaian,
teori ini memiliki beberapa kekurangan.

 Tidak ada landasan yang memutlakkan bahwa dahulu kita pernah berada di
alam ide.
 Turnan dari yang pertama, kalaupun (jadi disumsikan teori ini benar) ternyata
sebelum lahir kita telah memiliki pengetahuan, maka persoalannya adalah
apakah pengetahuan kita saat ini selaras denga pengetahuan kita sewaktu di
alam ide. Kalau dikatakan selaras, apa yang dapat dijadikan bukti.
 Ketiga, tidak diterangkan dimanakah ide dan material itu menyatu (saat
manusia belum dilahirkan), dan mengapa disaat kita lahir, tiba-tiba
pengetahuan itu hilang. Kalau dikatakan material kita terlalu kotor untuk
menampung ide, maka mengapa saat ini kita bukan saja memiliki ide, tetapi
bahkan mampu mengembangkan ide disaat material kita justru semakin kotor.

3. Empirisme

Doktrin empirisme berdasarkan pada pengalaman dan persepsi inderawi. Oleh


karena itu, kebenaran dalam doktrin ini adalah sesuatu yang dapat ditangkap oleh
indra manusia. Bangunan sains kita pada hari ini sangat kental nuansa empirisme.
Tetapi empirisme memiliki kekurangan sebagai berikut :

 Indera terbatas. Mata misalnya memiliki daya jangkau penglihatan yang


berbeda. Begitu telinga dan indera lainnya. Olehnya, indera hanya bisa
menangkap hal-hal yang bersifat terbatas atau material pula. Makanya
fenomena penyembahan dan jatuh cintah misalnya, tidak dapat dijawab
dengan tepat oleh kaum empiris.
 Indera dapat mengalami distorsi. Sebagai contoh terjadinya fatamorgana atau
pembiasan benda pada dua zat dengan kerpatan molekul berbeda. Ketika kita
masukkan pensil dalam gelas berisi air kita akan melihanya bengkok karena
kerpatan molekul air, gelas dan udara sebagai medium berbeda. Padahal jika
kita periksa ternyata pensil tetap lurus.

4. Kaum perasa/yakinisme.
Kaum perasa selalu menjadikan perasaannya sebagai tolak ukur kebenaran. Ciri
khas mereka adalah “yakin saja”. Mereka mengapa dirinya sebagai orang yang
paling mampu mendengar suarua hatinya, dan menjadikan suara hatinya sebagai
ukuran kebenaran. Banyak orang beragama yang seperti ini pada hal system
berpikir macam ini memiliki kekurangan dalam pembuktian kebenaran sebagai
berikut:

 Tidak jelas yang didengar itu adalah suara hati atau justru sekedar gejolak
emosional atau bahkan (dengan pendekatan orang beragama) justru bisikan
setan. Jangan sampai hanya gejolak emosional lantas dianggap suara hati atau
bisikan setan. Nah, persoalannya bagaimana cara membedakannya.
 Kalu pun yang didengar adalah suara hati, maka akan subjektifitas karena hati
orang berbeda. Jika subjektif, maka yang didapatkan adalah relativitas bukan
kemutlakan.
 Tidak punya landasan mengapa kita mesti mengikuti suara hati, kalau akal
menjustifikasi pengguna hati berarti tidak konsisten. Tetapi kalau menggunakan
hati sebagai alasan mengapa harus mengikuti suara hati, maka kembali kepoin
sebelumnya.

5. Rasionalisme.

Rasionalisme kurang lebih berarti sebuah pahaman yang menjadikan akal sebagai
ukuransebuah kebenaran. Rasionalisme disini, bukan berarti seperti pendangan
barat karena rasionalisme dalam pendangan barat berarti menggunakan metode
ilmiah yang justru berangkat dari dokrin empirical.

Menurut kang jalal, sesuatu kadang dianggap tidak rasional karena tiga hal.
Pertama tidak empiris. Sesuatu yang tidak dicerna indara manusia biasanya
dianggap tidak rasional. Hal ini umumnya menghinggapi orang yang sangat
empiris. Kedua menyimpang dari rata-rata. Sewaktu perang Khibar, kaum muslim
menundudukkan benteng terakhir kaum Yahudi. Para sahat ssejumlah 50 laki-laki
yang kuat tidak mampu mengangkat pintu benteng itu, tapi Sayidina Ali mampu
mengangkatnya sendirian. Ini dianggap tidak rasional, padahal hal ini rasional
hanya tidak seperti kebanyakan. Ketiga tidak tahu. Ketidak tahuan adalah
kemudian yang orang berusaha tutupi dengan penisbahan stigma irasonal.

Rasionalisme tidal menutup diri dari teks, pengalaman atau persepsi inderawi, juga
perasaan. Akan tetapi, kaum rasionalis menggunakan akal dalam menilai semua
yang ditangkap oleh bagian diri kita. Namun, bagi sekelompok orang akal tidak
dapat digunakan untuk menilai kebenaran. Alasannya, akal terbatas. Artinya,
penggunaan akal sangat dekat dengan mengakal-akali sesuatu.
Untuk menjawab ini ada banyak hal. Pertama, kita mengakal-akali sesuatu
“memiliki kesan negative dalam aspek bahasa. Padahal selama kita sadar
(Termasuk ketika mengatakan mengakal-akali) yang kita gunakan akal. Jadi
mengugurkan diri sendiri”. Melarang orang menggunakan akal disaat dia
menggunakan akal. Kedua, kalau tidak pakai akal, kita menggunakan apa, mau
pakai dengkul?. Ketiga, kalau akal terbatas dimana batasnya.

Memang benar bahwa akal terbatas disbanding penciptaNya(selanjutnya dibahas


dalam Materi Dasar-dasar Kepercayaan ), akan tetapi akal sebagai potensi untuk
tahu, dimana batasnya?. Hukum akal menyatakan bahwa sebab selalu mendahului,
lebih kuat dari akibat. Jadi, kesadaran akal sebagai ciptaan atau akibat pasti
memiliki keterbatasan dihadapan dengan penciptaNya. Cuma persoalannya adalah
sejauhmana kita gunakan akal kita untuk mengetahui.

Dalam kacamata seorang filsuf bahwa manusia adalah binatang berakal. Secara
biologis manusia memiliki syarat-syarat kebinatangan seperti respirsasi, eksresi,
regenerasi, dan sebagainya. Bedanya cuma satu yaitu akal. Artinya manusia yang
tidak menggunakan akalnya bisa lebih buruk dari pada binatang.

Kadang orang merancukan antara akal dan otak. Katanya, otaklah yang berpikir.
Untuk menjawab hal ini sederhana. Seandainya otak yang berpikir, maka tetu saja
kerbau adalah makhluk yang cerdas karena volume otaknya lebih besar dari
manusia. Ternyata kedokteran modern menemukan bahwa dalam otak terdapat sel
yang disebut neuron. Neuron inilah yang mengkoordinasikan kerja syaraf dalam
tubuh, dimana tubuh disisi kana diatur melalui tulang belakang menuju ke otak
kiri begituplun sebaliknya. Artinya otak tidak ada hubungannya dengan akal. Otak
tidak lebih dari sebuah organ seperti jantung, paru-paru, dan sebagainya.

Dalam diri kita ada beberapa fakultas pengetahuan, di antaranya:

 Indera yang menangkap warna, bentuk, bunyi, bau dan sebagainya.


Perbedaannya dengan empirisme, empirisme menjadikan idera sebagai tolak
ukur sedangkan rasonalisme menjadikan indera sebagai sumber pengetahuan
namun bukan utama.
 Khayal. Hasil persekutuan ide yang tidak memiliki realitas eksternal. Misalnya
ide menusia dan monyet yang kesumuanya memiliki realitas eksternal, namun
jika digabungkan menjadi kera sakti yang hanya memiliki realitas internal(dalam
ide) tapi tidak di realitaskan eksternal.
 Wahmi. Berkaitan dengan persaan. Benci, cinta, rindu, jengkel dan sebagainya.
Ilmu secara wahmiyah seperti pada kaum perasa diatas. Cuma perbedaannya
wahmi masih dikontrol, bukan sebagi pengontrol bukan sebagai patokan utama.
 Akal. Fukultas dalam diri kita yang mengontrol semuanya.

Kiita telah semapai pada pentingnya akal dalam menilai sesuatu. Namun
persoalannya lagi bahwa ternyata akal pun msih bisa salah. Artinya akal tidak
mutlak. Untuk menjawab hal ini, kita kembali ke pendefinisian awal. Berpikir
adalah gerak akal. Hal ini berarti menandakan adanya proses analogi sederhana.
Motor adalah akalnya, mengendarai motor adalah menggerakkan motor dari satu
titik ke titik lain atau berpikir. Dalam prose itu harus menaati aturan yang ada. Jika
kita tidak menaati aturan seperti lampu lalu lintas dan rambu-rambu makas akan
terjadi kecelakaan. Berpikir dengan tidak menaati rambu-rambu atau aturan
berpikir akan menyebabkan kecelakaan berpikir.

Jadi terjadi kesalahan berpikir bukan akalnya yang salah, tetapi penggunaannya
yang tidak tepat. Untuk kita harus mengetahui bagaimana aturan berpikir yang
mutlak adanya yang itupun harus dinilai kebenarannya.

Seorang pemikir telah membantu kita menyusun prinsip atau aturan berpikir
tersebut yang sering disebut logika Aristotelian atau logika formal sebagai berikut:

1. Prinsip Identitas. Prisnsip ini menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan
dirinya sendiri. Secara matematis dirumuskan A=A
2. Prinsip Non Kotradiksi. Prinsip ini menyatakan bahwa tiada sesuatu pun yang
berkontradiksi. Sesuatu berbeda dengan bukan dirinya. Jika diturunkan melalui
rumus matematika A≠B.
3. Prinsip Kausalitas. Prinsip ini menyatakan bahwa tidak sesuatupun yang
kebetulan. Setiap sebab melahirkan akibat. Rumusnya S A.
4. Prinsip keselarasan. Prinsip ini menyatakan bahwa setiap akibat selaras dengan
sebabnya. Rumusnya S è A.

Pembuktian.

Logical formal ditetang oleh kaum Marxian dengan logika dialektikanya. Mereka
memahami bahwa logika formal hanyalah prinsip Non Kontradiksi karena mereka
memahami adanya kontradiksi internal pada materi. Sebelum kita jawab ada
baiknya jika kita sedikit bahas tentang logika dialektik.

Logika dialektika adalah prinsip berpikir kaum marxisme yang didalamnya ada 4
poin (yang penulis ingat 2 poin saja karena buku yang membahas hal ini hilang).
Pertama Negasi der Negation. Isinya adalah bahwa dalam satu materi terjadi
kontradiksi internal. Misalnya biji jagung. Pada ruang dan waktu yang bersamaan
terjadi dialektika antara biji jagung sebagai tesa dan binih sebagai anti teas. Jika
asntitesanya kuat maka antitesanya menjadi sintesa. Jadi biji jagung = bukan biji
jagung. Kalau memang sesuatu berbeda dengan dirinya maka kotoran = makanan
dan seterusnya. Jika demikian akan terjadi kehancuran. Nah bagaimana dengan
kasus biji jagung. Biji jagung memiliki potensi menjadi benih yang untuk
pengaktulannya membutuhkan factor eksternal seperti air, tanah dan cahaya.jika
syarat terpenuhi, maka potensi itu akan mengaktual. Artinya bukan kontradiksi
internal, tetapi gerak sebstansi yang tergantung pada factor eksternal.

Jadi jika dijawab seperti diatas, kaum Marxian akan mempertahankan pedapatnya
dengan mengatakan 1Kg pasir beda dengan 1Kg pasir karena yang pertama dan
kedua pastilah memiliki selisih meski sangat kecil. Atau kita sekarang beda dengan
kita yang dahulu, makanya diri kita berbeda dengan diri kita. Sanggahan ini dapat
dibantah dengan cara bahwa kita membahas masalah eksistensi yang tetap.
Mengapa, karena esensi selalu berubah (esensi terbagi substansi dan aksiden dan
keduanya mengalami perubahan). Kedua, jika kita ingin memberitakan penjelasan
tetang eksistensi dengan cotoh esensi, maka kita katakana bahwa sesuatu itu
dibandingkan dengan dirinya sendiri pada ruang dan waktu yang sama. Contoh diri
kita detik ini dibanding dengan detik itu sendiri. Mereka biasanya menjawab
bahwa jika sesuatu dibandingkan pada saat yang sama maka tidak ada waktu.
Ketiadaan waktu menyebabkan ketiadaan materi. Artinya kita tidak dapat
membanding sesuatu pada dirinya sendiri pada waktu itu. Ini adalah lelucon.
Mengapa kalau tidak bisa, buktinya tadi kita bisa. Kedua, yang tidak ada bukan
waktu (t) tetapi selisih waktu (∆t). buktinya sesuatu pada waktu tertentu tetap ada.
Jadi prinsip negasi der negation tidak rasonal.

Prinsip kedua adalah Quantity to Quality, jumlah menuju kualitas. Cotoh air pada
suhu 0 derajat celcius berada pada kualitas padat. Pertambahan kuantitas panas
akan menyebabkan mencairnya es atau perubahan dari kualitas padat akan menjadi
kualitas cair. Penambahan kuantitas panas menjadi 100 derajat celcius akan
menyebabakan perubahan dari cair ke gas. Prinsip ini sama dengan gerak substansi
dalam filsafat. Jadi prinsip kedua bukan menggugurkan prinsip non kontradiksi,
tetapi justru membenarkan. Artinya prinsip ini bersifat logis dan niscaya.

Pembuktian berikutnya.

Jika seorang anak kecil menangis karena mainannya diambil, tetapi mainannya kita
beri pada yang lain, maka ia tetap akan menangis karena ia tahu bahwa dirinya
sama dengan dengan dirinya sendiri, bukan orang lain. Bahkan kambing jika kita
beri emas dan rumput ia tidak akan mengambil emas karena rumput = rumput dan
emas = emas. Artinya justru prinsip ini berlaku universal.

Pembutian Kausalitas dan Keselarasan.

Ketika kita menangkap sesuatu maka akal kita akan mengatakan bahwa tidak
mungkin dia ada dengan sendirinya, pasti ada penyebabnya dan akaibat pasti
selaras dengan sebabnya. Tidak mungkin benih jagung menyebabkan tumbuhannya
pohon kurma. Semua yang ada di alam ini adalah bukti kemutlakan prinsip nyang
niscaya lagi rasonal ini. Tetapi untuk jelasnya silahkan baca buku logika atau
kajian.

Penutup.
Inti dan tujuan materi ini adalah peserta Basic Training memahami secara garis
besar mazhab pemikiran dan memiliki kerangka berpikir dalam menganalisis setiap
persoalan serta tidak terjebak pada kejumudan berpikir.

BAB II

Dasar-Dasar Kepercayaan

(Dialog Kebenaran)

Hubungan dengan materi lain

1. Pada materi sebelumnya membahas tentang prinsip berpikir benar, sedang


materi ini menjelaskan tentang pembuktian Tuhan berdasar prinsip berpikir
tersebut.

2. Pada materi ini membuktikan keberadaan Tuhan dan sifat-sifatNya sedang


materi selanjutnya membahas tentang perbandingan agama.

Tujuan Instruksional

1. Peserta dapat memahami keyakinan diatas dan dibawah keraguan, serta


meyakini kebenaran berdasar agama ilmiah.

2. Peserta dapat kritis terhadap sistem keyakinan yang ada

3. Peserta dapat memahami tentang teori-teori atheis berikut penggugurannya.

4. Peserta dapat membuktikan Tuhan dengan menggunakan argumen


keteraturan, penciptaan, matematis, kausalitas, dan argumen wujud.

Sedikit tentang Kebenaran

Kebenaran adalah kesesuaian antara ide dan realitas. Sebenarnya ide adalah realitas
juga, makanya ada juga yang mengatakan ide adalah realitas eksistensi internal
(REI) atau realitas obyektif internal (ROI). Sedang realitas yang dimaksud adalah
realitas eksistensi (REE) atau realitas obyektif eksternal (ROE).
Kesesuaian yang dimaksud adalah adanya relasi antara dalam diri (ide) dan diluar
diri (realitas) secara identik. Ini sederhana, contoh dalam ide api panas dan diluar
pahaman juga api panas, tetapi panasnya api tidak membakar ide.

Dalam materi ini realitas ditekankan pada materi dalam pandangan fisika yang
memiliki dimensi, ruang dan waktu. Juga pendekatan yang digunakan adalah
pendekatan empiris. Nanti pada pengisian baru dijelaskan realitas dalam arti
esensial dan eksistensial.

Teori Kemunculan Agama

Dari pandangan beberapa pemikir, tuhan hanyalah hasil rekaan akal manusia dan
agama adalah produk kebudayaan. Ada beberapa teori sebagai berikut :

1.Teori Alienasi

Pendukung teori ini adalah Ludwig Feurbach. Dalam menganalisis Agama;


Feurbach menjadikan sosiologi dan psikologi sebagai pendekatan. Dia mengawali
tesisnya dengan asumsi bahwa manusia memiliki dua eksistensi. Pertama,
eksistensi luhur yang mencintai kebaikan, mencari kebaikan dan berbuat kebaikan.
Kedua, eksistensi rendah dan dangkal. Olehnya manusia akan memiliki dualitas
dalam kepribadiannya.

Tekanan sosial dalam masyarakatnya membuat manusia frustasi dalam


mempertahankan eksistensi luhurnya, perlahan bergerak menuju eksistensi
rendahnya. Eksistensi luhur kemudian dilihat sebagai sesuatu yang bersifat khayali
dan utopis.

Manusia kemudian mencari alasan agar menjustifikasi keterjauhan dari eksistensi


luhurnya dengan menisbahkan pada sesuatu diluar dirinya. Misalnya, kelembutan,
keperkasaan dan sifat (yang manusiawi) dilekatkan pada tuhan. Artinya, tuhan
tidak lebih produk keterasingan manusia.

2.Teori Kebodohan

Spencer, Taylor serta Comte adalah pendukung teori ini. Asumsi yang dibangun
sebagai berikut. Pada mulanya manusia primitif (dan juga sekarang) dihadapkan
dengan tuntutan alam agar bisa bertahan hidup. Sementara ada beberapa fenomena
alam seperti banjir, petir, gunung meletus, gempa bumi dan seterusnya, yang
manusia dituntut untuk mampu selamat dari hal tersebut.
Karena belum berkembangnya pengetahuan, mereka tidak mengetahui bahwa
gempa misalnya disebabkan oleh pergesekan kerak bumi akibat tenaga endogen.
Begitupun dengan fenomena alam lain.

Manusia primitif kemudian berkhayal dengan mempersekutukan ide manusia


dengan ide alam sebagai kompromi alam dan manusia. (dalam logika persekutuan
ide dapat menyebabkan dua kemungkinan, pertama jika memiliki realitas tersebut
disebut inovasi seperti pesawat, kedua jika tidak, disebut khayal).

Muncullah misalnya kera sakti (ide manusia + ide kera), dewa gunung (ide
manusia + ide gunung), sang hyang seri (ide manusia + ide padi) dan seterusnya.
Hasil persekutuan ide ini bersifat khayal belaka, karena tidak memiliki realitas
diluar diri kita. Khayal ini kemudian yang disembah dan kemudian terbentuk
agama. Jadi tuhan adalah produk khayal manusia.

3.Teori Ketakutan dan Kelemahan

Teori ini gabungan dari pendapat Russle dan Nietsze, karena memiliki kaitan yang
dekat. Inti gagasan mereka adalah agama muncul dari ketidakberdayaan manusia
dan rasa takut. Russle berpendapat bahwa seluruh konsepsi tentang eksistensi
Tuhan adalah konsepsi-konsepsi yang dibentuk oleh totaliteranisme Timur kuno,
(yakni penindasan kelas atas terhadap kelas lain).

Untuk mempertahankan kehidupan mereka, kaum kelas bawah, menciptkan ikon-


ikon kelembutan, kasih, pemurah dan seterusnya. Dengan demikian mereka
disantuni. Penganjur agama kebanyakan dari kelas bawah, pengembala misalnya.

Dalam perspektif Nietsche dengan ungkapannya yang terkenal (Tuhan telah mati),
seharusnya manusia membunuh ketakutan dan kelemahannya. Manusia harusnya
menjadi hero. Ketakutan dan kelemahan adalah sebuah kesalahan besar dalam
kemanusiaan sehingga manusia kehilangan aktualisasi dari potensi
kemanusiaannya.

4.Teori Marxisme

Dalam kajian Marxisme, agama adalah produk penguasa, dimana agama sebagai
candu masyarakat. Dengan demikian, agama bertugas untuk mempertahankan
kekuasaan dengan menciptakan idiom-idiom kepatuhan pada penguasa. Agama
tidak mengajarkan perlawanan terhadap kelas borjuis, tapi agama dengan salah
satu idiomnya mengajarkan sabar dan dengan kesabaran mendekatkan pada surga.
Artinya jika melakukan perlawanan maka akan masuk neraka.

Marx dikenal sebagai penganjur teori struktualis dimana dalam melihat masyarakat,
marx membagi 2, yakni basic struktur yaitu ekonomi dan supra struktur yakni
ideologi, agama dan seni. Selanjutnya, basic strukturlah yang mempengaruhi supra
struktur . jadi dengan kondisi ekonomi yang menyimpang mempengaruhi supra
struktur yang menyimpang pula seperti adanya agama.
Kolonialisme misalnya yang berlandaskan 3G (Gold, Glory, dan Gospel) adalah
hasil kompromi antara kaum borjuis bangsawan yang gila harta dan kekuasaan
dengan agamawan. (lihat juga pada materi keadilan ekonomi dan keadilan sosial
serta materi problematika ummat). Penjajahan di negara dunia ketiga adalah bukti
agama sebagai candu, bahkan hingga hari ini. Kesimpulannya agama adalah
produk penguasa yang sengaja dibuat untuk mempertahankan kekuasaan.

Tentang Agama

Agama berasal dari bahasa sansakerta, a = tidak dan gama = kacau. Agama secara
tekstual diartikan sebagai tidak kacau. Sementara jika kita melihat kekacauan yang
ada saat ini, justru disebabkan oleh agama. Perang salib selama kurang lebih 200
tahun dan menewaskan ribuan bahkan mungkin jutaan orang dilandasi oleh
sentimen agama.

Berbagai macam kejahatan, pertumpahan darah, penipuan, penindasan intelektual,


kerusuhan, penjarahan dan lainnya, disebabkan oleh agama. Muncul pertanyaan,
jika memang agama adalah sebuah ajaran yang bertujuan agar manusia tidak
melakukan kekacauan, mengapa justru orang beragama yang menjadi dalang
sekaligus pelaku

Kita ketahui bahwa tafsir atas teks selalu memiliki kepentingan. Sedang, tafsir
agama didominasi oleh penguasa. Makanya wajar ketika terjadi penindasan oleh
pihak penguasa, maka kaum agamawan yang bersembunyi diketiak penguasa akan
memunculkan stigma kafir atau ateis. Mengapa tafsir kacau adalah milik penguasa.
Jadi saat orang lemah menuntut haknya, maka dianggap berbuat kekacauan. Demi
untuk mempertahankan kekuasaan, agama melalui kaum agamawan berpartisipasi

Agama dibentuk dari kebodohan, makanya wajar penggunaan akal dibatasi bahkan
dilarang. Sebab jika dianalisa, maka akan didapat kekurangannya. Metodologi
doktriner, ”yakin saja” menjadi ciri khas agama agar orang tetap dalam
kebodohannya. Agama hanya menyentuh hati, yang jika disinggung (tanpa analisis
yang cukup)maka akan menyebabkan konflik.

Dalam teori konflik, konflik terbagi beberapa jenis yaitu konflik tingkat akar dan
tingkat permukaan. Pada tingkat akar, yang muncul adalah bara permusuhan. Pada
tingkat permukaan, telah terjadi konflik fisik seperti perang. Penguasa, demi
mempertahankan kekuasaannya, menciptakan konflik pada tingkat akar, jika
terjadi gejolak, maka akan konflik permukaan ini dipicu menjadi konflik
permukaan sehingga penguasa menjadi pahlawan atas skenario yang dibuatnya.

Hal ini wajar karena agama adalah sesuatu yang tidak rasional, dengan hanya
mengandalkan keyakinan saja. Ketika keyakinan diganggu, orang umumnya tidak
mampu berpikir rasional sehingga sangat mudah diadudomba
Kontradiksi Dalam Kitab

Logika kita menyatakan bahwa sesuatu yang kontradiksi mustahil kita ikuti
kesemuanya. Misal, seseorang yang menyuruh kita ketimur dan yang satu ke barat,
maka mustahil kita melaksanakan secara bersamaan. Nah, Islam sebagai sebuah
agama, jika ternyata ajarannya yang ada teks kitab bertentangan dan yang lain
maka terjadi kontradiksi. Kontradiksi ini kemudian akan menggugurkan kevalidan
sebuah ajaran, karena tidak konprehensif. Ternyata dalam kitab terdapat
kontradiksi misalnya dalam 33:21 dinyatakan kemuliaan nabi sedang di 80:1
dinyatakan kesalahan nabi. Juga dalam 8:17 tentang determinisme dan 43:11
tentang freewill.

Dalam 33:33 dikatakan keluarga nabi disucikan, tetapi dalam surah At Tahrim, dua
istri nabi dikecam dengan keras. Apakah kecaman itu berarti disucikan? Ini adalah
pertentangan yang nyata.

Belum lagi ayat-ayat tak bermakna misalnya 2:1. dikatakan kitab adalah pedoman,
nah apa arti diturunkan ayat yang hanya Tuhan tahu artinya. Kalau dikatakan untuk
menunjukkan kebesaran Tuhan, maka mestikah kebingungan manusia adalah cara
untuk membuktikan. Ini adalah contoh kebodohan yang sengaja ditutupi. Terdapat
kontradiksi antara fungsi kitab sebagai pedoman dan fungsi kitab sebagai alat
pembingung manusia.

Kalau kita telaah kitab hadis, lebih banyak yang kontradiksi. Misalnya satu hadis
menyatakan islam terbagi 73 golongan, 1 masuk neraka. Apakah sama neraka
dengan surga? Itupun kalau ada.

Tentang Sains

Asal mula alam ini, jika kita merujuk pada teori Big Bang, berasal dari bola energi
raksasa dimana waktu (t) pada saat itu sama dengan 0 atau belum ada waktu.
Ledakan raksasa itu kemudian pecah dan menyebabkan terbentuknya galaksi.
Galaksi adalah kumpulan dari beberapa tata surya. Dilain sisi, beberapa bintang
seperti matahari terus berotasi dengan kecepatan tertentu sehingga beberapa
bagiannya terlepas. Bagian yang terlepas ini kemudian mendingin dan menjadi
planet-planet.
Pada sebuah bintang seperti matahari yang memiliki cahaya sendiri akibat reaksi
fusi hidrogen. Matahari memiliki energi yang sangat besar dan memiliki gaya
gravitasi yang kuat sehingga planet-planet yang mulai mendingin disamping
berotasi juga berevolusi mengelilingi matahari, sehingga terjadi siang dan malam.

Pada atmosfer bumi purba, mengandung zat-zat tertentu yang kemudian ketika
terjadi petir, terjadilah reaksi yang menyebabkan terbentuknya asam amino. Asam
amino inilah yang pada gilirannya membentuk protein. Protein yang membentuk
sel. Dan kemudian makhluk hidup bersel satu pertama yang ada didunia ini hidup,
dan dalam sekian juta tahun berevolusi.

Makhluk bersel satu ini tinggal di laut dan kemudian berevolusi menjadi bintang
yang tidak bertulang belakang. Berevolusi lagi menjadi ikan. Ikan perlahan-lahan
mencoba untuk meninggalkan lautan menuju darat, akhirnya berevolusi menjadi
reptil. Evolusi reptil bercabang dua, pertama menjadi unggas (aves) dan binatang
menyusui (mamalia). Terus menerus demikian sehingga evolusi terakhir adalah
manusia.

Disini kita menggabungkan dua teori raksasa, yakni teori Big Bang dan evolusi.
Nah kemudian, jika kita melihat segala sesuatunya, maka kita akan melihat energi.
Mulai dari kita makanan, minuman, benda angkasa sampai lapis terdalam bumi,
semua adalah energi. Einstein merumuskan energi sebagai berikut : E = m . c2
dimana E = Energi, m = massa/materi dan c2 = percepatan cahaya kuadrat. Atau m
= E / c2. Artinya, energi tidak lain adalah materi yang dipercepat dan materi adalah
energi yang diperlambat.

Hukum kekekalan energi menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan
tidak dapat dimusnahkan. Energi dapat berubah bentuk ke bentuk lain. Artinya
energi kekal adanya. Sedang dalam Al Qur’an surat 2:115 dinyatakan
bahwa ”…kemana kau hadapkan wajahmu, disitulah wajah Allah”. Padahal jika
kita menghadap kemanapun yang ada adalah energi. Jadi energi (dalam perspektif
sains) sama dengan Tuhan, baik dalam kekekalan, kekuasaan dan lain sebagainya.

(Istirahat sebelum pengisian)

Sanggahan Terhadap Teori Kemunculan Agama

1.Teori Alienasi

Feurbach melanjutkan analisisnya bahwa pertama-tama tuhan dalam manusia


primitif berbentuk abstrak. Dalam agama yahudi, tuhan mulai dilekatkan dengan
sifat kemanusiaan. Pada tuhan agama kristen, tuhan ”bahkan” menampakkan
dirinya sebagai manusia material. Dari sini Feurbach berpendapat bahwa manusia
semakin dekat dengan ”kemanusiaannya” dengan semakin berkurangnya
keterasingan tersebut. Artinya, semakin memanusianya tuhan (sepanjang sejarah
ketuhanan) adalah parameter semakin memanusianya manusia. Padahal, dalam
analisisnya, Feurbach melupakan Islam. Jika teori Feurbach benar, setelah
membahas kepercayaan primitif lalu yahudi dan kristen maka pasti Tuhan dalam
Islam lebih manusia dibanding lainnya. Padahal kenyataannya sangat jauh berbeda.
Feurbach juga lupa membahas Hindu-Budha serta ratusan agama lain dimuka bumi.
Seakan-akan agama cuma kepercayaan primitif, yahudi dan kristen. Otomatis,
Feurbach terjebak kesalahan berpikir ”Fallacy of Dramatic Instance”.

Feurbach kemudian meramal bahwa jika pengetahuan manusia semakin


berkembang maka manusia akan semakin meninggalkan tuhan. Padahal, gejala
kebertuhanan (dengan segala bentuk)adalah fitrah bagi manusia normal. Dewasa
ini, perkembangan sains justru mendengar berbagai bentuk kepercayaan. Padahal
dengan tesis Feurbach, seharusnya agama dinegara maju telah musnah, minimal
langka, tetapi kita tidak menemukan hal tersebut.

Pengakuan Feurbach tentang adanya eksistensi luhur yang inheren dalam diri
manusia, dalam agama disebut fitrah, justru menjustifikasi kebenaran agama. Jauh
sebelum Feurbach mengeluarkan teori ini, konsep kebaikan telah tersusun dalam
agama.

Feurbach langsung pada pembahasan keterasingan diri, tanpa menjelaskan


apa ”diri” itu. Dalam artian, Feurbach tidak membahas secara detail tentang
manusia, ego dan eksistensi kemanusiaan kita.

2.Teori Ketidak-tahuan

Dari pandangan Comte, fase-fase sejarah yang dilalui manusia seiring dengan
berkembangnya pengetahuannya. Maka, sedikit demi sedikit penyebab dari
fenomena-fenomena alam semakin jelas. Maka jumlah tuhan semakin sedikit, atau
mengalami penyederhanaan. Kemudian dilanjutkan, suatu saat tuhan akan hilang
dari manusia jika manusia telah menguasai alam.

3.Teori Kelemahan dan Ketakutan

Dari perspektif ini agama adalah produk kelemahan, ketertindasan dan ketakutan.
Argumen mereka dengan menunjukkan pembawa ajaran dari kelas bawah dan
ajaran yang isinya ketakutan.

Tetapi bagaimana dengan Nabi Sulaiman dan Nabi Daud yang dalam barat dikenal
sebagai King Solomon dan David. Mereka justru memiliki kekuatan yang sangat
besar. Memang sekilas jika kita melihat ajaran kristen sebagai representasi agama
bagi kaum materialis, terkesan mengajarkan kelemahan. Namun bukankah
dibeberapa agama lain selain diajarkan dimensi kelembutan juga diajarkan dimensi
keperkasaan.

4.Teori Marxisme
Jika teori marxisme ini benar, tentu tidak ada Nabi atau penganjur agama yang
berlatar kelas bawah. Memang pada satu sisi, agama melalui kaum agamawan telah
melegitimasi penindasan, tetapi tidak berarti agama mengajarkan seperti itu. Sama
saja kalau kita banyak kaum marxian yang membantai manusia, apakah marxisme
salah, mereka akan menjawab, bukan marxisme yang salah tetapi orangnya.

Artinya kita tidak dapat melekatkan kesalahan pengkut pada ajaran yang diikuti.
Tetapi kita perlu membuktikan secara ilmiah konsepsi yang dikandung oleh ajaran
tersebut.

Marx berpendapat bahwa kaum agamawan tidak dapat melakukan revolusi,


sekiranya Mr. Marx masih hidup pada tahun 1979, maka ia pasti merevisi teorinya
karena justru kaum ulama yang menjadi penggerak revolusi menentang tirani.
Bahkan juga saat ini muncul teologi pembebasan yang berbasis banyak agama.
Ada TP Islam, Kristen, Budha dan seterusnya. Inti konsepnya adalah dengan spirit
keagamaan mereka menentang ketidakadilan dan penindasan. Artinya apa, sekali
lagi Marx perlu merevisi teorinya yang usang.

Sanggahan Terhadap Sains Modern

Teori Big Bang memiliki beberapa kelemahan. Pertama, dari mana datangnya bola
energi raksasa. Bukankah energi adalah massa yang dipercepat, sedang percepatan
berkaitan dengan waktu dan dimensi, mengapa justru dikatakan pada saat itu waktu
(t) = 0? Kedua, masih berkaitan dengan percepatan, apakah ia mempercepat diri
atau justru dipercepat oleh yang lain. Jika mempercepat diri, bagaimana bisa
sedang tidak ada variabel yang lain? Teori berangkat dari konsep kebetulan.
Terjadinya alam semesta secara kebetulan adalah kemustahilan. Mengapa, dalam
akal kita menyatakan setiap sebab pasti memiliki akibat.

Teori tentang petir yang bereaksi dengan atmosfer bumi purba yang diteliti oleh
ilmuwan Rusia, Alexander Opharin ternyata tidak valid dan diakui sendiri oleh
opharin. Anggapan tentang susunan kimiawi atmosfer bumi purba yang dicobakan
dilaboratorium ternyata tidak sama. Artinya, opharin telah merekayasa sebuah
susunan kimiawi yang dianggap sebagai sampel atmosfer bumi purba.

Tentang teori evolusi Darwin, teori ini dibangun dari prinsip kebetulan. Dari sini
kemudian terbentuk spesies secara kebetulan melalui seleksi alam. Asumsi yang
dibangun adalah makhluk hidup telah berevolusi dari struktur yang paling
sederhana menjadi sangat kompleks selama jutaan tahun. Melihat kondisi saat
dicetuskan teori ini maka kita dapat mengatakan wajar. Di zaman itu di eropa
masih banyak tukang sihir. Selain itu alat yang digunakan untuk meneliti masih
sederhana.
Dari perspektif mikrobiologi, Darwin tidak dapat menjelaskan tentang
kompleksitas sel makhluk hidup pada zaman dahulu. Jika teorinya benar,
bagaimana susunan kromosom dan kode genetik terjadi, pada susunan ini sangat
kompleks dan telah ada sejak zaman purba.

Dari paleontologi (ilmu tentang fosil) kita dapatkan bahwa pada lapisan tanah
tertentu kita dapatkan bukan satu spesies tapi satu komunitas secara tiba-tiba,
sedang dilapis lebih dibawahnya tidak ada tanda kehidupan. Dari mana komunitas
makhluk hidup itu, jika berevolusi, dari makhluk apa? Ini yang tidak pernah di
jawab. Selain itujuga dibuktikan bahwa fosil yang di anggap sebagai missing link
antara ikan dan reptil (coelantarath), antar reptil dan buung (hoatsin) yang menjadi
persoalan bagi Drwin sendiri dalam bukunya, ternyata mahluk itu hingga saat ini
masih ada. Jika ternyta teorinya benar, seharusnya mahluk itu telah berevolusi
seluruhnya.

Melihat dari sudut lain, jika manusia adalah hasil evolusi kera, mengapa hari ini
masih ada kera, tidakkah seharusnya mereka semua berevolusi. Jika tidak
berevolusi artinya tidak mampu menghadapi seleksi alam dan seharusnya punah.
Pertanyaan sederhana ini tidak dapat dijawab eleh kaum evolusionis.

Masih banyak kekurangan teori ini, namun jika kita gunakan sosiologi
pengetahuan maka kita ketahui bahwa dibalik teks terdapat pertautan kepentingan.
Teks teori evolusi yang telah gugur tetap diajarkan di sekolah-sekolah diseluruh
dunia ternyata memiliki kepentingan rasialis. Dengan teori evolusi, sekelompok
orang ingin menegaskan bahwa dirinya adalah evolusi tertinggi kemanusiaan yang
manusia (setengah manusia) jika ingin menyempurnakan hendaklah mengikuti
perilaku dari kelompok yang lebih maju. Tepri evolusi lebih kental nuansa
rasialisnya daripada keilmiahanya, tetapi ditutupi agar terkesan ilmiah.

Mengenai energi, kita sependapat bahwa dalam hukum kekekalan energi


disebutkan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan (oleh
manusia tentunya). Energi dapat berubah dari satu bentuk kebentuk lain. Artinya
energi kekal, dan semuanya adakah energi. Pandangan ini benar jika kita melihat
bahwa semuanya materi dan tiak ada dibalik materi.

Jika energi kekal, apakah serta merta menjadikan energi = Tuhan? Belum tentu.
Energi bukan Tuhan karena energi tersusun dari materi / massa dan percepatan
cahaya. Logikanya, sesuatu yang tersusun pasti ada yang menyusun. Jika dikatakan
dirinya yang menyusun diri sendiri, maka hal ini tidak logis. Bukankahg disaat
belum menyusun, dirinya belum ada. Jika belum ada, bisakah menyusun dirinya?
Jalau dikatakan energi kekal tidak tidak terikat waktu, maka kita katakan rantai
sebab akibat di sini bukan dalam waktu tetapi dalam tertib penciptaan.

Energi pada dasarnya adalah kekuatan (arab = quwwah). Dlam kitab dijelaskan
dengan diktum ”laa huala walaa quwwata illa billah”. Tiada daya dan upaya
kecuali dari Allah. Energi adalah kekuatan ilahi. Dia kekal tapi bukan Tuhan,
karena Tuhan kekal dan tidak pernah kehilangan kekuatan. Karena energi adalah
massa/materi yang dipercepat, maka tentu pemilikNyalah yang mempercepat.

Sanggahan tentang kontradiksi kitab

Memang dalam berbagai kitab ditemukan banyak kontradiksi. Untuk bahasan ini
kita nanya membahas tentang Islam dengan Al Quran dan Hdis. Ayat-ayat dalam
Al Quran tidak ada yang kontradiksi, namun pemahaman kita yang kontradiksi.
Tentang surah 33 : 21tidak bertentangan dengan 80 : 1, alasannya sebagai berikut.

Dalam surah 80 : 1 dikatakan ” Dia (Muhammad ) bermuka masam. Ayat yang


diturunkan untuk Muhammad biasanya imulai dengan ”Qul” atau katakanlah. Atau
bisa juga Yaa Nabiy serta Ya Rasul. Sedang kata Abasa menunjuk pada orang
ketiga tunggal. Artinya ayat tidak mengacu pada Muhammad. Jika betul
Muhammad yang bermuka masa pada orang miskin, maka hal itu bertentangan
dengan sikapnya dan hal ini tentu menggugurkan kenabiannya. Tetapi jika
Nabi yang bermuka masam pada orang Quraisy, tidak menggugurkan kenabiannya.
Mustahil Nabi berbuat salah karena dalam 33 : 21, Allah SWT sendiri yang
memuji kemuliaan Nabi.

Pada hadis, ada beberapa kategori yakni , shahih (Valid), dimana diakui
keakuratannya. Kedua Hasan, yakni tingkat validitasnya lebih kecil namun
maknanya dianggap shahih. Artinya Cuma persoalan teks saja, bukan konteks.
Ketga Mutawatir, diriwayatkan banyak orang, artinya mustahil oran-orang pada
zaman dahulu sama-sam berbohong. Dan selanjutnya hadis palsu.

Tentang hadis yang diangkat sebelunya, para ulama masih berdebat tentang
kesasisannya. Dan memang hadis masih perlu dikaji dan dikritik. Hal ini tidak
berarti Islam yang salah, tetapi pelaku sejarah da masalalu yang entah
ketidaktahuan atau relasi kekuasaan bahkan memang niat buruknya sehingga umat
sekarang kesulitan dalam mencari teks hadis sejati.

Sedikit Tentang Pembuktian Tuhan dan Sifatnya

1.Argumen Keteraturan

Konsep yang tegabung dari argumen ini adalah adanya keteraturan pada
makrokosmos dan mikrikosmos. Kita lihat bahwa alam semesta ini berjalan sesuai
dengan garisnya masing-masing. Terjadinya malam dan siang sehingga terjadi
dinamka kehidupan. Pada mahluk hidup terdapat ekosistem dan regenerasi
sehingga mencgah dari kepunahan.

Pada sel kita da yang berfungsi sebagai inti sel yang di dalamnya terdapat
kromosom yang menyimpan kode genetik pada alel. Ada mekanisme khusus yang
berlaku pada sel sehingga terjai proses respirasi dan ekskresi, berikut alat
penggerak. Organ-organ tubuh kita bekerja harmonis. Jantung dengan kecepatan
tertentu memompa darah yang mengandung oksigen dan zat makanan untuk
disebar eselurh tubuh . paru-paru memompa udara menyerap oksigen yang
direaksikan yang direaksikan dengan hemoglobin (Hg) darah untuk disebar. Hasil
pembakaran karbohidrat pada otot menghasilkan karbon monoksida yang dibuang
melalui pernafasan.

Untuk fungsi makanan, gigi mengunyah makanan berbentuk hampir seperti bubur
setelah tercmpur dengan ludah. Setelah itu, degan gerak yang sama bergerak
menuju usus kecil . makanan tersebut dengan gerak yang sama bergerak menuju
usus kecil untuk diserap sari-sari makanannya dan sisanya dibuang melalui sistem
eskresi.

Jika kita melihat alam ini, maka kita kan melihat keteraturan. Keculi jika
ada kerudakan yang dibuat oleh manusia. Akal kita akan mengatakan mustahil ini
terjadi secara kebetulan. Sesutu yang sangt kompleks pastilah dirancang dengan
sangat sempurna, seperti alam ini. Komputer misalnya, kompleksitas bangunan
elektronik yang ada mustahil terjadi dengan kebetulan, pasti dirancang, disusun
dengan teliti dan sempurna sehingga dapat berjalan normal.

Jadi kebetulan pada filsafat itu ketiadaan. Mustahil sesuatu terjadi tanpa ada
penyebab. Tetapi pada sosioligis kebetulan adalah terjadinya sesuatu yang tanpa
direncanakan. Jadi kita perlu membedakan dua pengertian kebetulan ini.

2.Argumen Matematis

Membincang bilangan, kita kenal deret hitung misalnya bilangan cacah dari
0,1,2,3,…,Xn+1 . 0 adalah ketiadaan. 0 hanyalah simbol ketiadaan, sedangkan
ketiadaan tidak perlu diperdebatkan lagi, apakah ada atau tidak. 3 berasal dari 2 +
1. 2 berasal dari 1 + 1. dan x berasal dari yang lain. Karena, 1 bersifat hakiki.

Dalam pembagian kita ketahui bahwa jika sesuatu dibagi dengan dirinya maka
akan mendaptkan 1. misalnya 6/6 = 1 8/8 = 1. artinya secara filosofis, sesuatu
ketika mengenal dirinya, maka ia akan mengenal yang tunggal.

Tuhan adalah zat yang tunggal, namun Dia bukan bilangan. Kemajemukan alam ini
berasal dari ketunggalan. Ketunggalanlah yang memiliki semua, karena jika bukan
yang tunggal, semesta yang sangat mejemuk mustahil mengada. Ketunggalan
adalah pemilik dari segala pemilik.

3.Argumen Ada

Manusia ketika mempersepsi di luar dirinya maka dia akan menangkap dua hal,
yakni keberadaan, atau adanya sesuatu (eksitensi) dan kebagaimanaan sesuatu
(esensi). Membahas tentang eksistensi maka dalam diri kita memunculkan tiga
kemungkinan, pertama pasti adanya, kedua, mungkin dan ketiga mustahil. Jika
digambarkan sebagai berikut:
Wajib wujud Diri Sendiri

Mungkin Karena Yang Lain

musathil

Berangkat dari sini kita ketahui bahwa sesungguhnya yang mustahil secara hakiki
tidak ada, naumn Cuma dalam pahaman saja. Mungkin wujud adalah sesuatu yang
memiliki potensi untuk mengada. Untuk mengaktual, butuh peng ”ada” yakni ada
yang lain dan ”ada” karena diri sendiri. Untuk sementara seperti itu.

Prinsip kausalitas menyatakan bahwa setiap sebab memiliki akibat. Jika dikatakan
alam disebabkan oleh ”a”, kemudian kita katakan ”a” adalah akibat dari ”b”
dan ”b” sebagai sebab untuk ”a”. Artinya alam dicipta ”a”. ”a” dicipta ”b”, dan
seterusnya. Muncul pertanyaan apakah rantai kausalitas ini terus menerus sampai
tidak terhingga, maka konsikuwensinya adalah tidak jelas. Bukankanh titik tidak
terhingga itu tidak jelas. Sedang kita tahu bahwa alam ini jelas adanya. Muncul
pertanyaan bisakah yang tidak jelas memberi kejelasan, jawabannya mustashil.
Sesuatu yang tidak punya memberi.

Otomatis jawab kita akan mengatakan rantai kausalitas akan berhenti pada satu
titik dimana Dia tidak disebabkan lagi. Dalam pemikiran Aristoteles ini yang
disebut Prima Causa, atau penyebab yang tidak tersebabkan. Begitupun gerak
kausalitas itu juga akan berhenti pada satu titik yakni Finalis Causa, tujuan akhir.
Dalam kita kenal ”Inna lillahi wa inna ilayhi rajiun”.

Kembalil pada persoalan eksistensi dan esensi, jika kita tanya keapaan sesuatu,
maka jawabnya majemuk. Mengapa, karena esensi yang berkaitan dengan
substansi dan aksiden, masing-masing berdiri sendiri antara esensi yang satu
dengan yang lain. Akan tetapi jika kita menanyakan eksistensi, maka jawabnya
tunggal. Keberadaan diri kita dengan keberadaan alam semesta saja. Memang kita
harus belajar membedakan keberadaan dan kebagaimanaan sesuatu.

”Ada” berdasar prinsip non kontradiksi, hanya sama dengan ada sendiri. Ada itu
tunggal. Tiada yang namanya pra dan pasca ada, yang berarti ada itu kekal, tidak
berawal tidak berakhir. Esesnsi mustahil mewujud tanpa wujud itu sendiri. Berarti
Ada adalah penyebab dari segala penyebab dan tujuan. Hal ini juga menunjukkan
bahwa ”Ada” itu meliputi segala sesuatu. Karena ketiadaan itu tidak ada, dan yang
ada adalah kepunyaan yang ”Ada”, maka ”Ada” itu maha kaya.

”Ada” disamping Tunggal juga tidak tersusun, mengapa, jika tersusun logikanya
ada yang menysun. Artinya, akibat. Dan kita tahu akibat selalu lemah dibanding
sebabnya. Ini mengindikasikan bahwa ”Ada” itu memiliki kekuatan.

Jika ditanya, apakah ”ada” itu terbatas atau tidak. Apabila ternyata terbatas, maka
kemungkinan dua hal. Ada sendiri yang membatasi dan ketiadaan. Jika ada sendiri
yang membatasi, apakah sama. Sementara kita dapatkan sebelumny bahwa ada itu
tunggal. Artinya tidak ada, ada yang lain. Bisakah kemudiaan dirinya sendiri
membatasi dirinya. Hal ini mustahil. Jika kemudiaan dikatakan yang membatasi
ada adalah keiadaan. Jawabnya, bisakah yang tidak ada membatasi. Jawabnya
mustahil. Oleh karena itu, ada tidak terbatas.

Kesimpulan sementara

Ada (bahasa filsafat) itu sama saja dengan Tuhan (bahasa agama) dan lainnya
dengan syarat Tunggal, tidak terbagi, tidak berangkap, kekal, tidak berawal, tidak
berakhir, sebab dari segala sesuatu, meliputi, kaya, memberi, tidak terbatas, tidak
tersusun.

Konsepsi ketuhanan seperti ini, tanpa kekal agama pun kita bisa mendapatkan.
Namun dalam hal bentuk terimakasih kepada Nya, kita membutuhkan orang suci
untuk membimbing kita. Disinilah keniscayaan adamya Nabi bagi kita sehingga
tidak terhenti sebatas konsepsi ketuhanan, tapi berikut ritual sampai segala
aktivitas keseharian kita hingga akhir hayat.

Nabi dan Perubahan Sosial

Nabi dalam bahas teologis adlah orang yang diberi wahyu. Tetapi tanpa
menyalahkan definisi ini, tapi memberi pandangan lain, aspek sosiologis justru
mendefinisiksan nabi sebagai faktor penentu perubahan sosial terhadap struktur
yang menindas. Meski pad beberapa hal terjadi perbedaan, namun memiliki titik
singgung yang kuat pada aspek perlawanan kepada penindas.

Kedatangan Nabi dimulai dari kondisi chaotic dimana ketimpangan sangat


merajalela. Keadilan dan keamanusiaan diganti dengan kezalilman dan eksploitasi.
Disinilah nabi datang mengajrkan konsepsi ketuhanan dan konsepsi kemanusiaan.
Nabi mengajarkan tentang pengenalan diri (kenal diri = kenal tuhan) agar secara
psikologis tidak terjadi keterasingan seperti dalam pandangan Fuerbach.
Disamping sebagai guru, Nabi juga berperang sebagai pahlawan yang memimpin
perlawanan melawan kezaliman dengan memperhatikan kondisi dan
kemampuannya. Untuk lengkapnya silakan lihat mater Esensi Ajaran Islam.

Wallahu a’lam bishshawab.


BAB III

ESENSI AJARAN ISLAM

Tujuan:

1. Pembaca memahami konsep teologi berdasarkan berpikir ilmiah.

2. Pembaca memahami hakikat dan urgensi kepemanduaan/kenabian.

2. Pembaca memahami prinsip kebangkitan dan dinamika alam semesta.

4. Pembaca memahami peran dan fungsi sebagai khalifah fil ardh.

5. Pembaca memaham kekayaan pemikiran dalam umat Islam.


Esensi dapat diartikan sebagai batasan yang membedakn sesuatu dengan yang lain.
Esensi dapat juga dipahami sebagai ekstraksi atau inti sari dari sesuatu. Esensi
dalam filsafat terbagi dua yaitu susbstansi dan aksiden. Subtansi adalah hakikat
sesuatu atau kesesuatuan sesuatu. Aksiden adalah penampakan atau tangkapan
inderawi. Sebagai contoh apel. Substansi apel adalah keapelan apel yang walaupun
kita belah sampai sekecil-kecilnya, kita tetap akan mengatakan bahwa sesuatu itu
adalah apel. Aksiden apel adalah warna, rasa, bau tekstur dan seterusnya.

Ajaran adalah kumpulan pengetahuan yang serupa kemudian tersusun secara


sistematis. Ajaran juga berarti segala sesuatu dari obyek yang disampaikan.

Islam berasal dari kata salam atau keselamatan, juga bermakana kedamaian,
tunduk dan taat. Islam adalah dien yang didalamnya ada system berpikir (konitif),
tata nilai (afektif) dan syariat (psikomotorik). Sebagai jalan keselamatan, Islam
telah melewati proses panjang sejak Nabi Adam a.s sampai kemudian
disempurnakan oleh Muhammad al Mustafa.

Esensi ajaran Islam adalah kurang lebih berarti batasan, intisari, hakikat dari
pengetahuan Islam. Atau hakikat dari disampaikannya Islam.

Keyakinan.

Keyakinan terbagi dua: pertama keyakinan dibawah keraguan, yaitu keyakinan


tanpa melewati proses keraguan dan tentunya pemikiran. Pokoknya langsung yakni
saja. Keyakinan seperti ini tidak memiliki dasar argumentasi yang kuat sehingga
rapuh bangunan keyakinannya.

Kedua adalah keyakinan diatas keraguan, yaitu keyakinan yang ,elewati proses
keraguan. Keraguan adalah jembatan emas menuju keyakinan, artinya denga
keraguan maka memasa manusia untuk menyusun argumentasi yang akhirnya
melahirkan keyakinan yang kokoh.

Adapun keyakinan itu sendiri bertingkat-tingkat sesuai dengan kapasitas orang


yagn yakain tersebut. Pertama adalah ilmia yaqin, yakni bedasarkan keilmuan.
Analogi sederhana untuk ini adalah yakinya kita bahwq ada api ketika kita melihat
ada asap. Keyakinan seperti ini adalha keyakinan tahap awal.

Jika seseorang terus berproses, maka ia akan melangkah pada keyakinan


berikutnya yaitu ainal yaqin, yaitu keyakinan karena mempersaksikan sendiri.
Analoginya adalah orang yang meyakini ada api dengan melihat sendiri apinya,
orang yang berda pada tingkat keyakinan seperti ini telah melihat Tuhan dengan
mata hatinya, sehingga begitu kokoh keyakinannya.

Keyakinan bearikutnya dalh haqqul yaqin yaitu dengan sebenar-benarnya.


Analoginya adalah orang yang meyakini adanya api sedang ia sendiri berda dalam
api. Begitu dekatnya dengan api sehingga sulit dibedakan yang mana api dan yang
bukan. Orang yang sampai pada tingkatan ini adalah orang yang segala ucapan dan
tindakannya adalah ucapan dan tindakan Allah.

Perbandingan Teologi

Dari meteri sebelumnya kita daptkan pembuktian Tuhan secara rasional.


Kesimpulannya adalah bahwa Tuhan itu Tunggal, tidak tersusun, tidak terbatas,
tidak bersebab, tetapi merupakan sebab dari segala sebab (Prima Causa), tidak
berakhir, tetapi akhir dari segala akhir (Causa Finalis), sederhana, Maha Kaya,
Maha Meliputi dan seterusnya. Disini kita akan mengadakan perbandngan konsep
ketuhanan yang paling rasional dari sample monoteis versi Kristen (Trinitas),
Hindu (Trimurti), dan Asyariyah. Ketiga konsep teologi tersebut mengakui bahwa
Tuhan itu Esa, namun kemudian penafsiran tentang ketunggalan tersebut akan kita
persoalkan, sebagai berikut.

Keterangan:

Tuhan Tunggal tetapi tersusun dari Tuhan

Bapa, Roh Kudus dan Tuhan Yesus

Tuhan Bapa ≠ Roh Kudus

Roh Kudus ≠ Yesus

Yesus ≠ Tuhan Bapa

Kesimpulan

Tuhan tesusun, dan tuhan terbatasi oleh tuhan yang lain.

Keterangan:

Tuhan tungal tetapi tersusun dari Brahma,

Wisnu, dan Syiwa

Brahma ≠ Wisnu

Wisnu ≠ Syiwa

Syiwa ≠ Brahma

Kesimpulan

Tuhan tesusun, dan tuhan terbatasi oleh tuhan yang lain.

Keterangan:
Tuhan tungal tetapi tersusun dari Zat,

Sifat, dan Tindakan

Zat ≠ Sifat

Sifat ≠ Tindakan

Tindakan ≠ Zat

Kesimpulan

Tuhan tesusun, dan tuhan terbatasi oleh tuhan yang lain.

Dari ketiga kosep teologi terdapat kesamaan yaitu sama-sama mengaku monoteis
tetapi pada saat yang sama justru memahami ketersusunan dan keterbatasan tuhan.
Logikanya adalah jika tuhan tersusun berarti ada yang menyusun, jika terbatas
berarti ada yang batasi. Ini berarti tuhan akibat juga berarti ciptaan. Lebih lanjut
berarti makhluk dan dengan sendirinya menyangkal ketuhanan tuhan itu sendiri.

Dengan demikian konsep teologi diatas, baik Kristen, Hindu dan Islam (Asyariyah)
terjebak pada kesalahan berpikir. Parahnya dalam islam adalah jika dipahami
bahwa sifat Tuhan 99 berbeda satu sama lainnya. Ini berarti tuhan ada 3 + 99 = 102
nitas.

Memahami bahwa Tuhan tersusun dari bagian-bagian berarti mengakui kejamakan


tuhan itu sendiri, dan dengan sendirinya berarti menerima bahwa tuhan itu
makhluk.

Kosep yang ditawarkan Islam didominasi oleh kaum Asyariyah yang mengakui
bahwa Zat, Sifat, dan Tindakan Tuhan adalah entitas yang berbeda. Bahkan siafat
Tuhan yang 99 adalah sifat yang idependen dengan yang lainya. Pada dasarnya
Islam bukan Cuma Asyariyah. Islam sesungguhnya memahami bahwa tidak ada
keterpisahan antara Zat, Sifat, dan Tindakan Tuhan. Bahkan sifat Tuhan yang 99
tidak berarti independent dengan yang lain tetapi saling terkait, hanyalah sudut
pandang kemanusiaan kita yang melihat keterpisahan.

Kita tidak dapat memisahkan antara pelaku (Subyek), tindakan dan sifat yang
mengadakan pemisahan hanyalah dalam ide kita. Sebagai contoh, kita tidak dapat
memisahkan antara zat api, sifat api dan membakarnya api. Atau sifat tertentu yang
ada pada diri kita serta tindakan kita sendiri.

Prinsip Ketuhanan.

Secara logika kita telah membuktikan bahwa Allah adalah penyebab yang tidak
tersebabkan dan segala sesuatu berasal dari Dia. Dalam logika dikenal dengan
istilah prima causa. Selain itu bahwa rantai kausalitas akan berakhir pada satu titik,
yakni tujuan dari segala sesuatu. Dalam logika hal ini dikenal dengan istilah causa
finalis.

Penyebab yang tidak tersebabkan dan tujuan akhir dalam Islam dikenal dengan
istilah “Inna Iilahi Wa Inna Ilahi Rojiun”. Dari titik ini kita menarik sebuah
konklusi bahwa alam material ini pasti akan berakhir. Dan mau tidak mau kita
harus bergerak secara spiritual. Oleh karena itu gerak kemanusian kita adalah
penghambaan, dimana kita sebagai makhluk bergerak menuju Allah sebagai titik
kesempurnaan.

Mustahil kita dapat bergerak menuju Allah jika kita tidak menyembah Allah.
Untuk menyembah Allah kita harus memahami Allah terlebih dahulu karena jika
tidak maka bisa jadi bukan Allah yang kita sembah, tetapi fantasi atau imajinasi.

Pada konsep ketauhidan dimulai dengan kata persaksian (Asyhadu). Setiap


persaksian meniscayakan adanya pembuktian, baik secara teoritik maupun secara
empiris. Kalimat persaksian terbagi dua yaitu penagasian/penolakan dan
penerimaan. Kata La Ilaha berarti penolakan terhadap segenap bentuk
penghambaan. Ilah jika diterjemakan secara bebas berarti segala sesuatu yang kita
lakukan untuknya.

Untuk dapat menolak diperlukan sikap kritis, kemerdekaan dan keberanian. Ikrar
ini berarti Islam menginginkan agar penganutnya bersikap kritis, merdeka dan
berani.

Sepanjang sejarah “Ilah-ilah” yang mengakibatkan ketimpangan social adalah


watak firaun, qorun dan balam. Jika dipersempit, Ilah sesungguhnya (pada bahasa
ini) adalah ego atau keangkuan manusia.

Ini berarti manusia harus kritis dan merdeka dalam menolak keangkuannya yang
justru menjauhkan dari fitrahnya sendiri.

Berikutnya adalah penerimaan. Berangkat dari pengecualian (Illallah) berarti


kecuali Allah. Penggunaan kata Allah (alif-lam-lam-hu) bagi sekelompok umat
Islam memaknakan symbol sebagai berikut. Alif dikenal sebagai yang pertama,
kekal, berdiri sendiri. Lam berarti pemilik dan hu berarti Dia. Penggabungan
makna simbolis huruf ini berarti Dia yang tunggal, dari segala pemilik. Digunakan
dua huruf lam ditafsirkan sebagai penekanan atau intensitas. Jadi dua huruf lam
ditafsirkan sebagai penekanan atau intensitas. Jadi dua huruf lam berarti pemilik
dari segala pemilik.

Kalimat syahadat ini jika ditafsirkan kurang lebih, penolakan terhadap segala
macam penghambaan kecuali kepada Dia yang tunggal, awal dari segala awal,
berdiri sendiri, kekal yang merupakan pemilik dari segala pemilik.
Kalimat syahadat ini adalah ikrar yang tidak berarti jika tidak dibuktikan. Artinya
kemudian bahwa dalam segenap aspek kehidupan kita adalah bukti penghambaan
kita.

Tauhid Zati.

Tauhit Zati adalah meyakini bahwa zat Allah tunggal, tak tersusun, tak tersebabkan,
sederhana (basith). Argumentasi rasional tauhid zati telah dijabarkan pada meteri
sebelumnya.

Tauhid Sifati.

Tauhid sifati adalah meyakini bahwa sifat Allah tidak terpisah dari ztNya. Sifat
Tuhan adalah inheren pada zat Tuhan sendiri. Sifat Tuhan pada dasarnya satu,
namun perbedaan perspektrif yang menjadikan berbeda.

Tahuhid A’fali (tindakan).

Tauhid a’fali berarti segala sesuatu tidak terlepas dari tindakan Allah. Tindakan
Allah adalah zatNya sekaligus sifatNya. Karena jika kita memahami
keterpisahannya, berarti sama saja mengatakan Allah tersusun dari Zat, Sifat, dan
tindaka. Hal ini telah dibahas pada bagian sebelumnya.

Tauhid Rububiyah.

Tauhid rububiyah adalah meyakini bahwa hanya Allah lah yang mencipta segala
sesuatu. Adapun hal-hal yang dilakukan oleh manusia tidak terlepas dari
kekuasaanNya. Untuk pembahasan ini selengkapnya pada materi berikutnya.

Tauhid Ibadi.

Tauhid ibadi berarti dalam setiap ibadah kita selalu tujukan dan pasrahkan hanya
kepada Allah semata. Ini juga berarti segala kesombongan, riya dalam ibadah
adalah penolakan terhadap tauhid ibadi.

Kesimpulan

Sesungguhnya impelemtasi dari syadahat adalah menjadi tiap tindakan kita hanya
kepada Allah semata. Ketundukan, kepasrahan dan ketaatan adalah kata kuncinya.
Tapi ini berangkat dari pemikiran dan perenungan yang memunculkan keyakinan
yang hakiki.

Prinsip Kepemanduan/Kenabian.
Konsekwensi dari prinsip ketuhanan adalah perlu adanya utusan Tuhan yang
menyampaikan wahyu, dan kemudian memandu manusia menuju khalik.
Pertanyaan mendasar untuk hal ini adalah mengapa mesti ada perantara. Bukannya
Tuhan dan hamba adalah persoalan pribadi? Kita juga bisa bertanya, mengapa
Tuhan tidak memberi wahyu pada tiap manusia, apakah Tuhan tidak mampu?.

Untuk membuktikan keberadaan Tuhan sebenarnya kita tidak memerlukan orang


lain karena akal memiliki kemampuan untuk memberikanNya. Tetapi untuk
mengetahui kehendak Ilahi, tidak semua orang mampu kecuali orang-orang yang
dekat dengan Allah.

Seorang
utusan
memilik
i peran
Allah ganda.
Pertama
sebagai
penyam
Wasilah pai
risalah
dan
kedua
Nabi sebagai
pembim
bing.
Seorang
utusan
mestilah
suci,
Kepengikutan sebab
jika
tidak
Manusia suci
maka
mustahil
ia dapat
membi
mbing
pada kesucian. Dalam suatu kesempurnaan, Allah berfirman tentang utusanNya:
Laqadkhalaknal lakum fii rasulillahi uswatun hasanah. Jelas ayat ini menunjukkan
kesempurnaan spiritual rasul ( sekaligus pujian Allah pada rasul) yang dijadikan
panutan.
Dalam sebuah hadis Rasullah SAW bersabda: aku datang untuk menyempaikan
akhlakmu. Kata akhlak satu akar kata dengan makhluk, malaikat, malakut (ciptaan)
dan khalik (pencipta). Ini berarti bahwa tujuan kenabian adalah mengarahkan
manusia menuju Tuhan. Tuhan didekati dengan menyerap asamaNya. Dalam
sebuah riwayat ketika ditanya bagaimana akhlak Rasullah, Aisyah r.a menjawab
bahwa akhlak beliau adalah Al-qur’an.

Mengenai penciptaan, Allah berfirman: Wa maa Khalaqtul jinna wal insaa illa
liyabbudu. Tujuan penciptaan adalah untuk menyembah. Penyembahan itu sendiri
adalah proses mendekatkan diri padaNya.

Dalam literature sufistik, kata Muhammad yang terdiri dari min ha mim dal adalah
symbol manusia yang bersujud. Sedang Muhammad sendiri dalam tinjauan
etimologis berasal dari akar kata “hamd” yang berarti puji. Muhammad sendiri
berarti yang terpuji Hamd, Hamid adalah satu akar kata yang sama. Tetapi
penggunaan Al-Hamd sendiri dikhususkan untuk Allah. Secara sederhana kita
dapat katakana bahwa makhluk yang bersujud adalah terpuji.

Hakikat sujud sendiri adalah meletakkan ketinggian ego kita pada tempat yang
paling rendah sekaligus meninggikan yang Maha Tinggi. Artinya kita
menundukkan ego kita pada egoNya, yaitu Ego Allah yang telah meniupkan
rohNya pada jasad material. Ini juga berarti mengingat asal penciptaan material
kita yaitu tanah. Hubungannya kemudian adalah menghidarkan manusia dari
kesombongan sebagaimana Iblis menyombongakan asal penciptaannya dari api
sehingga mendapat kutukanNya.

Untuk dapat mendekatkan diri, kita harus mengikuti utusanNya. Selain itu kita
berwasilah pada utusaNya agar kita mendapatkan syafaat kelak karena ibadah kita
sangat sedikit dibandingkan limpahan RahmatNya. Menurut kami inilah makna
dari persaksian kedua bahwa Muhammad adalah utusan Allah.

Prinsip Kebangkitan.

Allah SWT telah menganugerahi kita banyak hal yang mustahil kita hitung
banyaknya dan memberi tanggungjawab sesuai dengan kapabilitas kita. Nabi Daud
a.s bermunajad: Yaa Allah bagaimana cara kami bersyukur sedang kebersyukuran
adalah nikmat yang harus kami syukuri. Dalam sebuah kesempatan Allah SWT
berfirman: Dan kami ciptakan penglihata, pendengaran dan hati agar manusia
bersyukur.

Manusia diperlengkapi fasilitas istimewa dibandinga makhluk lainnya dengan


posisinya sebagai khalifa fil ardh. Fasilitas ini kemudian akan dimintai
pertanggungjawaban.

Manusia adalah makhluk monodualistik, dalam diri yang satu terdapast dua
komponen. Pertama jasadi yang berasal dari “kehinaan” yaitu tanah. Inilah yang
dikomplain Iblis pada Tuhan. Jasad ini mengarahkan manusia pada kecenderungan
material. Kedua, ruhania yang berasal dari tiupan ruh ilahi yag suci. Inilah yang
dilupakan Iblis. Ruhani ini mengarahkan manusia pada kesmpurnaan hakiki.
Kecenderungan material bersifat sementara, sedang kecenderungan ruhaniah
bersifat kekal.

Prinsip Dinamika Alam Semesta.

Alams semesta diciptakan dengan keseimbangan yang berarti sesuai denga


proporsi masing-masing. Ini yang dimaksud dengan asas keseimbangan. Jika kita
perhatikan alam semesta maka semua bergerak sesuai denga konteksnya masing-
masing. Plaet-planet berputar pada porosnya, binatang bergerak berdasar naluri.
Tumbuhan bergerak berdasar daya hidupnya. Benda mati berdaur dalam jangka
waktu tertentu.

Sedang asas kedua adalah bahwa entitas suatu makhluk harus menghancurkan
makhluk lain untuk bertahan. Artinya materi hingga pada suatu titik akan
mengalami kehancuran. Manusia untuk bertahan harus menghancurkan tumbuhan
dan hewan yang kemudian diproses menjadi energi. Begitupula dengan hewan
terhadap tumbuhan dan tumbuhan terhadap tanah.

Dalam fisika, energi dikenal dapat berubah bentuk, tetapi tidak dapat diciptakan
manusia. Energi tidak lain adalah quwwah atau kekuatan ilahi. Dalam Al-qur’an
disebutkan “kemana kau hadapkan wajahmu disitu wajah Tuhanmu”. Ayat ini
menegaskan bahwa materi yang ada dimana-mana (energi yang diperlambat
berdasar teori Einstain) adalah “wajah” Allah. Wajah adalah pertanda, tetapi bukan
diriNya.

Kiamat.

Dalam Isalam kita kenal dua kialmat yaitu kiamat kecil (sughra) dan kiamat besar
(kubra). Kiamat kecil adlh berhentinya gerak didalam material seorang inidivu,
atau dikenal juga dengan istilah kematian jasadi.

Kiamat kubra adalah hancurnya kosmos ini. Kosmos sebagai ciptaan tentu juga
bergerak menuju Tuhan oleh karena itu ia harus hancur. Entah karena tabrakan
meteor atau ulah manusia, yang jelas untuk bergerak, kosmos akan mengalami
kehancuran.

Adanya kiamat menjadi bukti kekuasaan Tuhan bahwa hanya diriNyalah yang
kekal hakiki. Kiamat sendiri adalah pintu menuju kehidupan lain yang abadi.

Pertanggungjawaban.
Pada saat kiamat (kecil dan besar), dimana kesempatan untuk bergerak telah
terhenti, maka menjadi keniscayaan akan adanya kosekwensi atas segala yang
pernah dilakukan. Jika sekiranya tidak ada pertanggungjawaban maka tidak perlu
ada aturan sebagai patokan.

Jika seseorang berhasil mengemban amanah dengan baik maka koekwensi adalah
merasakan kenikmatan abadi. Dalam Islam dikenal dengan istilah surga. Atau
hanya sedikit menyerap asmaNya, maka ia akan mengalami kegelisahan dan
ketersiksaan. Inilah yang dikenal dengan istilah neraka. Untuk selengkapnya akan
dibahas dalam materi berikutnya.

Melacak perbedaan dalam berIslam.

Tiga poin diatas dikenal denga usuluddin, dimana semua ummat Islam sepakat
akan Ketuhanan, kenabian dan kebangkitan. Perbedaan yang muncul dalam ummat
Islam adalah persoalan penafsiran, mulai dari teologi, teks normative, hingga
kesyariat. Ini tidak lepas dari latar historisitas umat Islam sendiri yang penuh
dinamika.

Jika kita tarik pada konteks kekinian, maka yang perlu ditumbuhkan adalah budaya
ilmiah dalam beragama yang meliputi argumentasi logis, dialog, penghargaan
sesame ummat, keterbukaan dan tentunya ukhuwa. Berbeda pada wilayah
penafsiran adalah wajar, tetapi berbeda dalam hal ushuluddin berarti beda agama.

Kearifan kita dalam baerislam perlu ditumbuhkan dalam artian tidak selayaknya
klaim kebenaran kita dominasi dan tuduhan sesat ditujukan bagi mereka yang
berbeda paham dan penafsiran. Alangkah indahnya jika perbedaan tersebut
menjadi khazanah intelektual Islam, bukan saling melemahkan dan menjatuhkan.

Wallahu alam Bishshowab.


BAB IV

KEMERDEKAAN INDIVIDU DAN KENISCAYAAN UNIVERSAL

Tujuan Instruksional

Ø Peserta memahami prinsip dinamika alam semesta (sunnatullah) dan prisip


ihktiar manusia berikut hubungan keduanya.

Ø Peserta memahami kosep determinis dan freewill, baik yang berdasarkan


ketuhanan atau kealaman

Ø Peserta mampu membandingkan serta mengkritisi determinis dan freewill

Ø Peserta memahami akibat-akibat yang ditimbulkan dari determinisme dan


freewill

Defenisi

Kemerdekaan berarti keleluasaan, kebebasan untuk memilih dan melakukan


sesuatu. Individu berasal dari dua suku kata yaitu in artinya tidak dan devinden
artinya terbagi, atau manusia secara personal. Kemerdekaan individu bermakna
keleluasaan atau keterbatasan seseorang. Kemerdekaan individu juga berarti ikhtiar
manusia.

Keniscayaan berarti kemestian, tidak boleh tidak, harus, atau demikian adanya.
Universal barmakna menyeluruh. Keniscayaan universal berarti keniscayaan
mutlak yang berlaku menyeluruh. Keharusan universal dapat juga dipahami
sebagai takdir.

Kemerdekaan Individu dan Keniscayaan Universal adalah pembehasan yang


mencari titik temu antara ikhtiar dan takdir manusia. Apakah ikhtiar manusia
melampaui hukum universal atau hukum universal yang tidak membatasi ikhtiar
manusia? Pertanyaan lain adalah apakah begitu universalnya ketentuan sehingga
kehidupan ini tidak lain hanyalah pelaksanaan dari sebuah scenario yang dirancang
Tuhan. Manusia tidak memiliki kemerdekaan untuk memiliki dan bertindak diluar
scenario Tuhan.

Determinis dan Freewill.

Determinis berasal dari kata determinan yang berarti ditentukan. Determinisme


kurang lebih berarti suatu pahaman yang menyatakn bahwa segala sesuatu telah
ditentukan. Segalanya dilakoni dengan keterpaksaant., bukan kemerdekaan atau
kesadaran. Factor yang menentukan tergantunga deri sudut pandangnya. Jika alam
dan hukum-hukumnya yang menjadi penentu, maka sering disebut determinisme
saja.

Determinisme yang memandang bahwa alam yang menjadi factor penentu diusung
oleh Karl Marx dengan konsep Materealisme Deialektika. Historis. Bahwa
kesejarahan manusia diatur oleh hukum besi sejarah dimana mengakibatkan
loncatan kualitas menuju tahap masyarakat berikutnya.

Freewill berarti kebebasan berkehedak. Pahaman ini berangkat dari asumsi bahwa
manusia memiliki kehendak dan kekuatan untuk menetukan jalan hidupnya sendiri
tanpa harus diintervensi oleh factor lain. Jika dihadapkan dengan alam,
bahwasanya manusia dapat menciptakan sejarahnya sendiri tanpa mesti harus
terikat oleh hukumm besi sejarah. Freewill ini dapat juga dibagi berdasar factor
lain. Pertama alam. Freewill disin berarti manusia dapat berkehendak tanpa terikat
hukum besi sejarah dan kedua Tuhan, bahwasanya tugas Tuhan hanya mencipta
belaka. Kejadian-kejadian setelah penciptaan adalah murni kehendak bebas
manusia.

Jabariyah.

Bagi kita umat Islam, alam adalah ciptaan Tuhan, sehingga Tuhalalah yang
menjadi factor penentu alam dan manusai. Cuma pesoalanya adalah sejauh mana
intervensi Tuhan.

Jika dalam pendangan ummat Islam, Tuhan sebagai factor yang menentukan, maka
yang selaras dengan determinisme adalah Jabariayah dan Asyariyah.

Jabariyah berasal dari kata jabr yang berarti terpaksa. Jabariayah memahami bahwa
manusia tingagal meenjalankan skenariao Tuhan, manusia tidak memiliki
sedikitpun kebebasan, apalagi dalam hal jodoh, rezeki dan ajal. Setiap tindakan
manusia telah ditetapkan, termasuk hal yang baik dan buruk. Jika Tuhan
menskenariokan manusia untuk melakukan keburukan, maka bagaimanapun ikhtiar
manusia mustahil untuk melakukan kebaikan, pun sebalikanya.

Jabariyah juga memahami bahwa apapun tidakan Tuhan adalah adil. Tuhan dapat
saja memasukkan orang saleh ke neraka dan orang jahat ke surga, dan sekali lagi,
itulah keadilan Tuhan. Manusia hanya dapat pasrah menunggu takdirnya.

Mu’tazilah

Dalam sejarah perkembangan ilmu kalam, pemikiran kaum Jabariyah kemudian


ditantang dan ditentang oleh kaum Mu’tazilah. Mereka mengagap bahwa tugas
Tuhan tidak lebih dari sekedar mencipta belaka. Selanjutnya tergantung dari ikhtiar
manusia. Jadi semua tindakan manusia adalah murni ikhtiar manusia tanpa ada
sedikitpun campur tangan Tuhan.

Keadilan Tuhan pespektif Mu’tazilah adalah Tuhan hanya dapat memasukakan


orang saleh kesurga dan sebaliknya orang jahat di neraka. Selain itu, kebebasan
manusia dalam berikhtiar yang lepas dari tindakan Tuhan adalah salah satu poin
pemikirannya.

Kelemahan Jabriyah dan Mu’tazilah.

Kaum Mu’tazilah mengkritik Jabariyah dengan mengatakan bahwa Tuhan


perseptif Jabriyah adalah zalim, semena-mena. Untuk membenarkan pendapatnya,
Mu’tazilah mengutip beberapa ayat yang mengindikasikan kebebasan manusia.
Ayat yang sering digunakan adalah “Tidak berubah nasib suatu kaum kecuali kaum
itu sendiri merubahnya”. Mu’tazilah mengatakan bahwa ayat ini muhkamat (jelas)
adanya. Dan ayat-ayat yang nampak menyerang argument Mu’tazilah dianggap
sebagai Mutasyabih.

Sebalikanya kaum Jabariyah mengkritik Mu’tazilah dengan mengatakn bahwa


Tuhan perspetif Mu’tazilah lemah dan tidak ada kuasa. Untuk membenarkan
pendapatnya, Jabariyah mengutip beberapa ayat yang mengidentifikasikan
kekuasaan Tuhan salah satunya adalah “Bukan kamu yang membunuh tetapi Aku
yang membunuh [8:9]”. Jabariyah mengatakan bahwa ayat ini muhkamat adanya,
dan justru ayat yang mengatakan kaum Mu’tazilah ini mutasyabih [samar-samar].

Untuk mengkaji landasan berpikir kedua mazhab ini maka kita perlu memahami
konsep ketuhannya. Dari materi sebelumnya dibahas tetang tauhid zati, sifati, dan
a’fali. Dalam hal tauhid zati, kedua mazhab sepakat. Mu’tazilah kemudian terlalu
cenderung pada tauhid sifati, dimana pahaman tentang kemahaadilan Tuhan
kemudian justru mengurangi bahkan mungkin menghilangkan pahaman tentang
kekuasaan Tuhan untuk berkehedak.

Sebaliknya Jabariyah terlalu cenderung pada tauhid A’fali dimana kekusaan Tuhan
untuk bertindak malah mengurangi bahkan menghilangkan keadilan Tuhan.
Akibat dari pahaman Jabariyah adalah stagnasi individu dan masyarakat karena
sikap pesimisme dalam berikhtiar. Sementara akibat kaum Mu’tazilah adalah
terlepasnya Tuhan dari kehidupan manusia. Adapun pahaman ini masing-masing
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing.

Untuk menengahi pedebatan ini kita harus mencari jalan tengah, dimana pahaman
kita tidak menjadikan Tuhan tidak adail dan Tuhan tidak ada kuasa.

Prinsip dinamika Alam Semesta.

Persoalan mendasar dalam penciptaan adalah apakah semuanya menjadi secara


kebetulan belaka tanpa ada yang mengatur atau ada yang mengatur secara mutlak
atau ada yang mengatur sesuai dengan hukum-hukumnya.

Jika mengikuti pendapat pertama bahwa tanpa ada mengatur berarti sama saja kita
mengatakan bahwa tidak ada pencipta dan ini tetunya mustahil.

Jika mengikuti pendapat kedua bahwa ada yang mengaturnya dimana ciptaan
dalam hal ini manusia tidak memiliki kebebasan untuk beriktiar dan memilih,
berarti sama saja kita katakana bahwa Tuhan tidak adil.

Dengan demikian otomatis dalam penciptaan kita mempercayai bahwa alam


semesta ini diatur berdasarkan hukum-hukum yang ditetapkan sang Pencipta.
Manusia sebagai bagian alam semesta juga pasti dikenai hukum-hukum dari sejak
penciptaan, tindakan sampai akhir perjalanan manusia.

Takwini dan Tasyrii.

Untuk mepermudah pembahasan, kita bagi dua wilayah hukum-hukum Tuhan.


Pertama takwini, dalam hal ini penciptaan dan kedua tasyrii dalam hal ini aksiden-
akasiden di alam material.

Perlu dibedakan antara hukum penciptaan dengan hukum syar’i. Dalam hal hukum
penciptaan, tidak ada hak manusia. Sebagai contoh binatang diberi insting dan
manusia diberi akal. Karena manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna
dimana manusia dibekali akal untuk mengelola alam semesta, maka Tuhan
kemudian menurunkan aturan bagi manusia, dalam hal ini syariat. Jadi syariat
berlaku pada manusia, itupun yang memenuhi syarat agar terjaga keseimbangan
sesuai peran dan fungsi penciptaaan manusia.

Pada wilayah takwini atau penciptaan, Allah mencipta sesuai dengan kadar
masing-masing sesuai dengan tujuan penciptaannya. Dalam hal ini, manusia tidak
memiliki sedikitpun hak. Sebagai contoh lahirnya seotang bayi dari orang tua
tertentu, dimana bayi tidak dapat memilih atau berusaha untuk mencari orang tua
tertetu, dimana bayi tidak dapat memilih atau berusaha untuk mencari orang tua
yang ia senangi. Contoh lain, diciptankannya matahari sebagai tata surya. Tuhan
memberi matahari energi dan daya gravitasi, sesuai dengan tujuan penciptaannya.
Masih banyak contoh yang tidak dapat kami sebutkan disini.

Pada wilayah tasyrii disini manusia memiliki hak dan kemampuan untuk memilih
dan berikhtiar. Sebagai contoh makan disaat lapar. Tubuh kita hanya mengirimpan
implus ke syaraf yang menandakan lambung sedang kosong. Pada kondisi ini
manusia dapat memilih untuk makan atau tidak, maka makanan A atau makanan B,
dan seterusnya. Hukum agama berlaku pada wilayah tasyrii. Seseorang tidak
dihukumi kafir karena orang tuanyamemilih untuk makan atau tidak, maka
makanan A atau makanan B, dan seterusnya. Hukum agama berlaku pada wilayah
tasyrii. Seseorang tidak dihukumi kafir karena orang tuanya. Budi bahkan lahir dari
hubungan tidah syah. Mengapa, karena anak tersebut tidak dibekali kemampuan
untuk memilih dan berusaha dalam menentukan orang tuanya. Ini jelas wilayah
takwini. Tetapi siapapun dia ketika akalnya sudah matang, informasi tentang
kebenaran telah disampikan kemudian menutup diri dari kebenaran, maka orang
tersebut dihukumi kafir. Mengakap, karena orang tersebut memiliki kemampuan
untuk memilih dan berikhtiar tapi tidak dilakukan.

Baik dan Buruk.

Pertanyaan substansial pada bagian ini adalah apakah kebaikan dan keburukan
adalah dua entitas yang masing-masing memiliki eksistensi? Atau kedaunya tidak
memiliki eksistensi, atau Cuma salah satunya?.

Jika kenaikan dan keburukan masing-masing memilik eksisatensi, maka


pertanyaan berikutnya adalah dari manakah datangnya keburukan?. Mengatakan
keburukan berasal dari Tuhan otomatis menuduh Tuhan memiliki keburukan
karena mustahil Tuhan memberi keburukan kalau Ia tidak punya keburukan.

Adalah agama Zoroaster yang meyakini dua eksistensi Tuhan yaitu hriman (Tuhan
baik) dan Ahzuramazda (Tuhan Buruk). Mustahil kebaikan dan keburukan
menyatu, olehnya Tuhan dalam perspektif ini dibagi berdasarkan peran dan
fungsinya. Tapi ternyata dalam Islam kita diwajibkan untuk mempercayai takdir
baik dan takdir buruk (qodha dan qodar). Untuk qodha dan qodar akan dibahas
pada bagian berikutnya.

Kembali pada kebaikan dan keburukan, kalau kita katakana bahwa Tuhan hanya
memiliki kebaikan, lantas mengapa ada keburukan? Untuk menjawab pertanyaan
tersebut maka perlu kita mendefenisikan tetang keburukan itu sendiri. Defenisi
keburukan, pertama adalah ketidak sesuaian antara apa yang terjadi dan apa yang
diinginkan. Misalnya kita ingin punya harta yang banyak atau menjadi orang kaya,
tetapi harta yang kita miliki justru sedikit, maka kita katakana bahwa kemiskinan
itu buruk. Defenisi ini mengacu pada reasi psikologis semata. Defenisi berikitnya
mengatakan keburukan adalah kurangnya intensitas/derajat kebaikan. Defenisi ini
yang akan kita jabarkan.
Kebaikan dianalogikan seperti cahaya dan Tuhan sebagai sumber cahaya.
Keburukan adalah kurangnya intensitas cahaya atau kegelapan. Kegelapan sendiri
tidak memiliki eksistensikarena kegelapan mustahil menyebabkan adanya cahaya.
Kegelapan terjadi ketika sesuatu jauh dari sumber cahaya.

Dalam hal takwini, semuanya baik. Keburukan terjadi pada wilayah tasytii, dimana
terjadi pengingkaran terhadap aturan yang diturnkan Tuhan pada manusia, sebagai
contoh membunuh. Meninggalnya orang yang dibunuh dari sudut penciptaan
adalah baik. Bisa dibayangkan jika seseorang yang organ tubuhnya tidak mampu
lagi berjalan sesuai fungsinya seperti terpisahnya kepala dari tubuh, tapi orang itu
tetap hidup.

Akan tetapi jika masuk pada wilayah tasyrii, maka pertanyaannya yang muncul
adalah siapa pelaku dan korban, bagaimana proses kejadian, akibat yang
ditimbulkan serta alasan.

Jika yang dibunuh orang saleh tanpa alasan, maka sama saja menghilangkan
kesempatan orang tersebut untuk berbuat baik. Bahkan juga berarti menutup
peluang orang lain untuk mendapatkan manfaat dari orang saleh. Ini juga berarti
membunuh nilai-nilai kemanusiaan. Oleh karena itu, syariat melarang kita untuk
melakukan hal ini.

Sebaliknya jika yang dibunuh adalah orang yang jelas pembangkangannya


terhadap Tuhan dan selalu melakukan hal-hal yang merugikan orang lain, ini
berarti turbunuhnya orang tersebut menutup peluangnya untuk berbuat jahat lagi
dan membuat orang lain tidak merasakan efek negatif dari orang jahat yang
terbunuh tersebut. Membunuh orang jahat bukan berarti membunuh kemanusian,
karena justru kejahatanlah yang membunuh kemanusian. Jadi kita membunuh dari
pembunuh kemanusiaan sama saja berarti menghidupkan kemanusiaan. Tapi yang
perlu persyaratan yang ketat dan bukan bagian kami untuk membahasnya, kecuali
sebagai contoh belaka.

Jadi rahasia dan hikmah dibalik syariat adalah supaya manusia tidak salah memilih
dan menetukan sikap, apakah pengetahuan manusia telah mencapainya atau tidak.

Qadha dan Qadar.

Qodha dalam bahas arab satu akar kata dengan qadi’ yang maknanya kurang lebih
penetapan hukum. Qadar, jika ditafsirkan kurang lebih berarti ukuran. Jadi adalah
sebuah kerancuan anadi kita pahami bahwa qadha dan qadar bararti takdir baik dan
takdir buruk, karena baik secara filosofis maupun etimologis bahkan islam sendiri
menentang pahaman tersebut.

Secara ringkas qadha dan qahar adalah berlakunya ketetapan tuhan berdasarkan
ukurannya. Inilah yang dimakasudkan dengan Tuhan mengatur alam semesta
sesuai dengan hukum-hukumnya.
Sebagai contoh, hukum Tuhan (sunnatullah) adalah gaya gravitasi. Sebuah benda
yang lebih berat dari udara, berada dalam atmosfer dan tidak memiliki gaya untuk
melawan gaya gravitasi, maka dengan ukuran seprti itu ketetapan. Tuhan yang
berlaku adalah benda tersebut harus jatuh.

Sebaliknya, jika syarat-syaratnya tidak terpenuhi maka ketetapan tidak berlaku.


Sebagi contoh, meski masih dalam atmosfer dan lebih berat dari udara seperti
pesawat dan roket, akan tetapi memiliki gaya yang lebih bersar dari gravitasi, maka
ketatapan Tuhan yang berlaku adalah benda tersebut terbang.

Contoh yang lain yang sederhana misalnya, antara anak SD dan mahasiswa. Oleh
orang tuanya anak SD akan diberi uang yang lebih sedikit dibanding mahasiswa
karena ukuran kebutuhannya berbeda. Disini, ketetapan adalah pemberian uang
jajan misalanya.

Dalam semesta ini ketatapan Tuhan yang berlaku selalu berdasarkan ukuran
masing-masing. Inilah letak keadilan Tuhan, dimana Tuhan tidak membebani
hambahnya diluar kemampuannya dan memberi tanggung jawab berdasarkan
fasilitas yang diciptakan untuk makhluk.

Surga dan Neraka.

Keniscayaan adanya hari akhir dan pembalasan telah dibahas dalam materi
sebelumnya. Untuk memahami adanya surga dan neraka sebagai berikut. Semakin
dekat sesuatu denga sumber cahaya maka makin terang ia. Sebaliknya semakin
jauh sesuatu dari sumber cahaya maka makin gelap ia.

Tuhan adalah sumber kebaikan. Jika kita dengan sumber kebaikan maka semakin
dekat kita dengan Tuhan, konsekwensinya adalah kita akan mengalami kenikmatan
abadi. Inilah yang disebut dengan surga.

Sebaliknya jika kita selalu menjauh dari sumber kebaikan dengan cara melakukan
apa yang dilarang dan meninggalkan yang diperintahkan maka otomatis kita akan
jauh dari Tuhan, akibatnya adalah kenikmatan yang kita serap sangat-sangat sedikit,
inilah ketersiksaan dan kegelapan abadi, dan disebut sebagai neraka.

Jika surga dan neraka adalah konsekwensi dari pilihan dan tindakan kita didunia,
apakah kita memilih dan bertindak untuk menjauhi atau mendekati (bertakarrub
illallah) Tuhan. Artinya surga dan neraka tidak lebih dari konsekwensi dari pilihan
dan tindakan, bukan paksaan Tuhan berdasarkan skenario yang Dia ciptakan.

Ada pertanyaan mengelitik, apakah Tuhan mengetahui bahwa seseorang akan


masuk neraka atau surga? Jika kita jawab ya, berarti Tuhan zalim karena tidak
memberi kebebasan pada manusia untuk berikhtiar. Jika kita jawab tidak berarti
tuhan tidak maha mengetahui.
Untuk menjawab pertanyaan dilematis ini maka kita perlu mebedakan antara ke-
Maha menetahuan-Nya dan penetapan-Nya. Memang betul Tuhan itu Maha
mengetahui. Pengetahuan Tuhan tidak terbatas ruang dan waktu, oleh karena itu
Dia mengetahui kejadian masa lalu, sekarang dan akan data baik dialam materi
ataupun dialam barzakh.

Meski demikan, Tuhan tetap membei kesempatan kepada manusia untuk berikhtiar
dengan tidak menetapkan surga atau neraka pada manusia.

Sebagai ilustrasi kecil seotang dokter yang dengan pengetahuannya ia mengetahui


bahwa pasiennya akan mati dalam jangka waktu tertentu, tapi bukan dokter yang
menyebabkan kematian pasien, akan tetapi konsekuwensi dari perbuatan dari
pasien dimasa lalu yang menyebabkan penyakita parah yang berakhir pada
kematian. Pasien maupun keluarga pasien tidak dapat mengggugat dokter atas
pengetahuan dokter tersebut.

Kesimpulan.

Bahwasanya keadilan ilahi bermakna segala sesuatu diciotakan tidak sia-sia


melainkan memiliki peran dan fungsi masing-masing. Untuk itu Tuhan
menciptakan fasilitas pada mahkluk sesuai tujuan penciptanya. Fasilitas yang
diberi pada makhluk kemudian akan dimintai pertanggung jawabanya sebagai
ketetapan sesuai denga fsasilitas sebagai ukuran untuk ketetapan.

Tahan menciptakan manusi dari tanah sebagai penyusun material dan tiupan ruh
illahiyah sebagai aspek ruhanianya karena tujuan penciptaan manusia dalah
menjadi khalifah, maka manusia diberi fasilitas berupa pendengaran, penglihatan,
hati dan akal agar manusia bersyukur. Akhirnya fasilitas tersebut akan dimintai
pertanggung jawabannya sebagai konsekwensi pemberian fasilitas.

Tuhan menganugrahi manusia akan dan kitab untuk membedakan yang benar dan
salah, yang nantinya menjadi dasar untuk memilih. Kebebasan manusia untuk
memilih adalah ketetapan Tuhan. Artinya, memilihnya manusia bukan dari
manusia sendiri, melainkan ketetuan Tuhan. Manusia bebas memilih tidak berarti
lepas dari kekusaan Tuhan dan kekuasaan Tuhan tidak berarti menutupn peluang
manusia untuk memilih. Sederhananya, TUHAN MEMAKSA MANUSIA
UNTUK MEMILIH, PILIHAN MANUSIA TIDAK LEPAS DARI
KEHENDAKNYA, DAN KEHENDAKNYA MEMBERIKAN PILIHAN
PADA MANUSIA.
BAB V

INDIVIDU DAN MASYARAKAT

Hubungan dengan Materi Lain

1. pada materi sebelumnya membahas tentang keadilan ilahi, pada materi ini
membahas gagasan keadilan manusia

2. Pada materi ini membahas tentang perkembangan peradaban dan pola interaksi
manusia, sedang materi berikutnya membahas peran sains terhadap peradaban serta
akibatnya bagi perjalanan kemanusiaan

Tujuan Instruksional

1. Peserta memahami berbagai pandangan tentang manusia dan kemanusiaan

2. Peserta memahami berbagai pola interaksi individu dalam masyarakat

3. Peserta memahami tanggung jawab kekhalifahan manusia

4. Peserta mampu menterjemahkan gagasan Islam terhadap historis kemanusiaan


Definisi

Individu berasal dari kata in yang berarti tidak dan divide yang berarti terbagi.
Individu sendiri berarti satu subyek otonom, dalam hal ini manusia. Atau bisa
dipahami sebagai seorang person. Masyarakat berarti kumpulan individu yang
berinteraksi atas pola tertentu dan kepentingan tertentu. Interaksi mengacu
kesalinghubungan antara individu satu dengan yang lainnya. Pola mengacu kepada
sistem, tata nilai, norma, aturan, yang mengikut hubungan interpersonal tersebut.
Kepentingan berbicara tentang tujuan yang hendak dicapai individu dari
masyarakatnya dan tujuan kolektif individu tersebut.

Proses Terbentuknya Masyarakat

Pada mulanya adalah seorang laki-laki dan perempuan dan kemudian membentuk
keluarga. Seterusnya perkembangan keluarga terbentuk suku. Dalam satu suku
terdapat beberapa keluarga. Kemudian suku ini berkembang menjadi bangsa. Pada
satu bangsa terdapat beberapa suku. Akhirnya masyarakat dunia yang multi etnis
dan ras seperti dewasa ini.

Manusia harus berusaha untuk bisa mempertahankan hidupnya, sementara


kemampuannya terbatas. Oleh karena itu, pembagian peran, tugas dan tanggung
jawab menjadi keonsekuensinya. Semangat kolektifitas untuk saling menutupi
kekurangan masing –masing kemudian mengarahkan pada penggunaan tenaga
yang lain.

Dalam hal pengarahan tenaga-tenaga, agar dapat berjalan dengan baik, maka
diperlukan adanya seorang pemimpin. Seorang pemimpin menyelaraskan gerak
individu dalam sebuah komunitas agar harmonis. Jadi lebih dari sekedar
pembagian tugas semata, tapi keselarasan gerak untuk mencapai tujuan.

Kekuatan seorang individu atau beberapa individu terhadap yang lain kemudian
secara tidak adil mengarahkan penggunaan tenaga yang lain sebagai eksploitasi.
Kekuatan tersebut juga menghambat hak-hak orang lain akibat keinginan yang
tidak pada tempatnya, sehingga terjadi ketidakadilan.

Baik pemimpin maupun yang dipimpin berpeluang untuk melakukan ketidakadilan,


meski tingkatannya berbeda. Letak ketidakadilan penggunaan kekuasaan pada
yang lain untuk menguasai hak-hak orang lain.

Konsep Kemasyarakatan

Dalam kaitan terbentuknya masyarakat, ada beberapa asumsi terhadap sifat


masyarakat seperti dijabarkan oleh Murtadha Muthahari dalam Manusia dan Alam
Semesta. Adapun asumsi tersebut sebagai berikut :
1. Komposisi masyarakat tidak ril. Eksistensi individu saja yang ril. Individu tidak
pernah larut menjadi masyarakat, karena eksistensi masyarakat tidak sunstansial
atau bersifat imajiner.

2. Masyarakat adalah senyawa sintetis dan sejenis ril. Senyawa sintetis berarti
suatu keseluruhan yang terbentuk dari hasil perakitan seperti mesin. Komponen
penyusun dalam senyawa sintetis kehilangan efek, tapi identitasnya tetap.

3. Masyarakat adalah senyawa ril yang merupakan perpaduan pikiran, emosi,


hasrat, kehendak dan juga budaya. Tetapi masyarakat bukan perpaduan fisikal.
Asumsi ini memandang bahwa baik individu maupun masyarakat sama-sama
fundamental.

4. Masyarakat adalah senyawa ril yang sempurna. Individu manusia dianggap


sebagai semata-mata binatang apa yang memiliki potensi binatang dan ego. Pikiran
dan perasaan terbangun setelah ada semangat kolektif dan mengisi kevakuman
personalitas manusia. Manifestasi semangat kolektif ilmu pengetahuan, seni,
filsafat dan agama.

Asumsi pertama didasarkan oleh fundamentalitas individu. Eksistensi psikologi


individu mendahului sosiologi individu. Sekiranya asumsi ini benar berarti
masyarakat tidak mampu mempengaruhi individu, padahal kenyataan
menunjukkan bahwa pengaruh sosial terhadap individu sangat besar.

Berikutnya asumsi kedua memandang aktualnya eksistensi individu sehingga


masyarakat tidak lebih dari sekedar hubungan sebab-akibat yang mekanistik.
Dalam artian masyarakat adalah proses interaksi dalam pemenuhan kebutuhan
fisikal. Jiwa dari masyarakatalah hampa.

Asumsi ketiga dilandaskan bahwa baik individu dan masyarakat sama-sama


memiliki eksistensi rill. Islam mendukung pandangan ini. Beberapa ayat
menunjukkan bahwa masyarakat juga mempunyai ajal (QS. Al-A’raf 34) atau
catatan amal (QS. Al-Jatsiyah 28), seperti individu manusia. Beberapa pesan nabi
suci menunjukkan bahwa umat seperti tubuh, jika yang satu sakit, maka semua
sakit. Ini memperjelas eksistensi organ tubuh sebagai kiasan individu dan tubuh
sebagai kiasan masyarakat. Pandangan ini jelas berbeda dengan pandangan
sebelumnya.

Asumsi keempat bertentangan dengan asumsi pertama, dengan mendahulukan


sosiologi individu dibanding psikologinya. Ini berarti bahwa nasib individu
ditentukan oleh lingkungan atau masyarakatnya. Dengan kata lain eksistensi
individu dalam membentuk dirinya dinafikan.

Dari Kerajaan Menuju Kenegaraan


Pola hidup manusia pada zaman dahulu adalah berkelompok berdasarkan ikatan
kekerabatan. Ketika mereka mendiami daerah baru, maka mereka dituntut untuk
menakklukkan alam yang masih perawan.

Hal ini kemudian melahirkan tokoh-tokoh yang heroik dalam mempertahankan


kelompoknya, baik yang menonjolkan keperkasaan, kesaktian ataupun kearifan.
Secara alamiah tokoh tersebut dijadikan pemimpin atas kelebihannya tersebut.
Tokoh tersebut dinobatkan menjadi raja atau setidaknya kepala suku.

Gagasan patrilineal berpengaruh dalam proses regenerasi kepemimpinan.


Kebanyakan kepala suku atau raja dipilih berdasar garis keturunan. Untuk
mengokohkan posisinya, maka oleh generasi pelanjutnya, maka dibuat mitos-mitos.
Misalnya keturunan dewa matahari dan sebagainya.

Proses terbentuknya kerajaan biasanya adalah persekutuan beberapa suku atau


penaklukan suku lain. Semakin banyak yang menggabung atau ditakukkan maka
semakin besar kerajaan tersebut.

Dalam perkembangannya, konsep kerajaan banyak mengalami goncangan baik


internal maupun eksternal. Goncangan internal biasanya disebabkan oleh konflik
antar pangeran atau bangsawan. Goncangan eksternal biasanya ekspansi kerajaan
lain. Atau pemberontakan rakyat yang diperlakukan sewenang-wenang.

Dengan menggunakan perspektif Plato, ia mengusulkan agar sebuth polis atau


negara kota yang dipimpin oleh raja digantikan oleh filsuf. Tapi gagasan ini tidak
terealisasikan. Aristoteles sendiri mengusulkan agar negara yang ideal adalah
negara demokratis, negara yang berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Hancurnya sebuah kerajaan akan menjadi jembatan bagi terbentuknya sebuah


negara yang demokratis. Revolusi pranci dan revolusi Bolshevik adalah contoh.
Meski dalam perkembangannya, negara yang berangkat dari prinsip egaliter
kemudian justru melahirkan aristokrasi baru dirinya sebagai kaisar baru. Di Rusia,
Lenin memanfaatkan jatuhnya Tsar untuk membentuk diktator proletariat.

Goncangan dari pihak bangsawan terhadap raja Inggris tidak berakibat hancurnya
kerajaan Inggris. Akan tetapi perjanjian Magna Charta memberi peluang
perimbangan kekuatan antara rakyat, kaum bangsawan dan raja. Akibatnya adalah
kerajaan Inggris masih bertahan.

Di Amerika, pada mulanya adalah koloni Inggris dan Prancis. Terjadi pertentangan
sengit antara suku Indian dengan pendatang. Akibatnya, kekuasaan kepala suku
tergusur oleh pendatang. Sementara itu Inggris masih menjajah Amerika.
Perlawanan rakyat Amerika yang dipimpin George Washington, didukung
pemerintah Prancis melahirkan terbentuknya Amerika Serikat.
Perlawanan kedaerahan dan bersifat kerajaan di Nusantara menjelang abad ke-20
perlahan meluntur. Munculnya kesadaran nasionalisme menjadi benih
terbentuknya NKRI.

Teori Negara

Baik sosiologi maupun ilmu politik memahami bahwa negara adalah asosiasi dan
sistem pengendalian sosial. Sebelum membahas lebih jauh tentang negara, berikut
ini dipaparkan kutipan tentang konsepsi negara, yang tertuang dalam Diskursus
Politik dan Pembangunan karya Ishomunuddin.

1. Menurut Roger H. Soltau An Introduction to Politics bahwa negara adalah alat


(agency) atau wewenang (authority) yang mengatur atau mengendalikan persoalan-
persoalan bersama, atas nama masyarakat.

2. Harold J Laski dalam The State In Theory and Practice menyatakan bahwa
negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena mempunyai wewenang
yang bersifat memaksa dan secara sah lebih agung dari pada individu atau
kelompok yang merupakan bagian masyarakat itu. Masyarakat merupakan negara
kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh asosiasi-
asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat memaksa dan mengikat.

3. Max Weber dalam From Max Weber : Essay in Sociology, memahami bahwa
Negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan monopoli dalam penggunaan
kekerasan fisik secara sah dalam satu wilayah.

4. Dari buku The Modern State karya Robert M. Mc Iver menyatakan bahwa
negar adalah asosiasi yang menyelenggarkan ketertiban di dalam suatu masyarakat
dalam satu wialay dengan berdasarkan sistem hukum yang diselenggarakan oleh
suatu pemerintah yang untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa.

Dari beberapa pendapat, benang merah yang dapat ditarik diantaranya adalah
asosiasi dalam artian sekelompok masyarakat, wewenang pemerintah dalam bentuk
otoritas dan aturan, wilayah geografis dan tujuan bersama yang menjadi spirit.

Prinsip Dasar Agama

Adapun prinsip dasar negara oleh Alfred Stephen antara lain :

1. Negara pada dasarnya mempunyai tujuan uatama, yaitu moral

2. Tujuan moral itu merupakan common good yang diarahkan kepada politic
community.

3. Common Good meruapakan prinsip yang berlaku dalam mengontrol setiap


kepentingan yang ada
4. Negara memiliki sifat kuat dan intervensionos. Negara memiliki peran yang
otonom dalam proses-proses politik

5. walaupun negara merupakan kekuatan yang paling utama dalam kekuatan


politik, tetapi komponen dari negara seperti individu, keluarga, asosiasi-asosiasi
pribadi, mempunyai fungsi sendiri dalam organisasi.

Model Negara

Ada beberapa model negara antara lain :

1. Minimal State, yaitu fungsi dan intervensi negara terhadap individu dan
kelompok dalam masyarakat dibatasi sehingga terpelihara kebebasan yang
masksimal.

2. Capital State, yaitu negara melayani dan memelihara modal/pemodal/kapitalis


untuk berkembang

3. Socialists State, yaitu negara merupakan wadah kelas pekerja.

4. Organic State/Corporate State, yaitu negara mempunyai wadah golongan dalam


masyarakat

5. Ideal State, yaitu negara merupakan pembunuhan semua nilai-nilai luhur.


Negara dipimpin oleh pemimpin yang bijaksana, dalam pendapat Plato dikenal
dengan gagasan filsuf raja.

6. Integralistik State, yaitu negara dan masyarakat yang menyatu. Pemimpin dan
rakyat menyatu.

7. Beaureaucratic State/Beantestaat, yaitu negara adalah perwujudan sebuah


birokrasi. Disebut juga negara pegawai.

8. Beaureaucratic Capitalists State, yaitu negara adalah perwujudan sebuah


birokrasi yang melayani kepentingan kaum pemodal.

Pandangan Barat terhadap Individu dan Masyarakat

Fritjof Chapra, seorang posmodernis, membagi tahapan masyarakat berdasar


paradigma yang berkembang. Paradigma sendiri adalah istilah yang diperkenalkan
oleh Thomas Kuhn yang maknanya mengacu pada cara pandang terhadap sesuatu.
Pemahaman terhadap sesuatu sangat tergantung dari cara pandang tersebut.
Selanjutnya, Chapra merumuskan paradigma monistikbagai awal dan paradigma
posmodernisme sebagai paradigma mutakhir. Lebih rinci digambarkan dalam
bagan perdaban berikut:

Penjelasan
Pada paradigma monistik, cara pandang manusia adalah bahwa ada satu kesatuan
yang menguasai semuanya. Mulanya adalah kepercayaan bahwa alamlah yang
pemilik kekuatan tunggal tersebut. Ini yang disebut dengan kosmosentris, dimana
alam menjadi pusat segala sesuatu. Turunannya kemudian adalah animisme
(kepercayaan akan adanya kekuatan ruhaniah) dan dinamisme (kepercayaan akan
adanya kekuatan benda-benda tertentu).

Selama rentang peradaban, muncul kemudian agama. Dimana memberikan cara


pandang baru bahwa kkuatan tunggal tersebut adalah Tuhan, dimana Tuhan adalah
pusat dari segala sesuatu. Ini yang disebut dengan teosentris. Keyakinan gereja
abad pertengahan bahwa bumi adalah alam semesta (geosentris0 dan bumi itu
datar, ditentang oleh para ilmuwan. Akibatnya, banyak ilmuwan yang dihukum.
Galileo sendiri dipaksa untuk mencabut temuan ilmiahnya.

Perlawanan terhadap gereja memunculkan gerakan sekularisasi, dimana agama dan


ilmu pengetahuan dipisah. Kebenaran agama untuk agama dan kebenaran sains
untuk sains. Peristiwa ini bukan tanpa akibat. Tetapi secara umum merubah cara
pandang manusia dimana bukan lagi alam dan Tuha sebagai pusat, tetapi kepada
dri manusia.

Paradigma monistik beralih menuju paradigma modernisme atau mekanistik,


dimana manusia yang menjadi titik pusat. Artinya, manusia tidak perlu algi
menoleh pada kekuatan alam dan Tuhan, tapi menitik beratkan pada manusia
sendiri (antroposentris). Kemajuan teknologi terutama dengan ditemukannya mesin
uap sangat berperan penting dalam mewarnai paradigma ini.

Terjadi perbedaan mendasar dalam paradigma ini. Satu kelompok mendahulukan


kebebasan individu daripada masyarakat yang kemudian dikenal dengan
liberalisme dan kapitalisme. Kelompok yang lain mendahulukan kepentingan
masyarakat daripada kepentingan individu yang kemudian dikenal dengan
sosialisme.

Akibat-akibat yang ditimbulkan seperti perang dunia, perebutan pengaruh dan


sebagainya, oleh pertarungan sosialisme dan kapitalisme kemudian mengarahkan
pada cara pandang baru, yaitu posmodernisme.

Posmodernisme mengkritik habis-habisan gagasan modernisme. Posmodernisme


selalu curiga terhadap teks atau simbol yang ada karena dibalik teks dan simbol
biasanya terdapat hegemoni pemikiran atau penyimpangan makna. Oleh karena itu,
posmodernisme menjadikan teks atau simbol sebagai pusat (teksentris).
Selanjutnya, kajian posmodernisme mencakup hermeneutik, semiotik dan semantik.

Kritik terhadap Bagan Peradaban Fritjof Chapra

Chapra adalah pemikir yang Europasentris, ia menggenarlakan manusia dalam


bingkai eropa. Seakan-seakan eropa adalah representasi semua ummat manusia.
Selain itu, Chapra seorang yang positivistik. Ia melihat sejarah berjalan linear
seperti hukum matematis.

Dalam pardigma monistik, seakan-akan agama adalah produk yang muncul


kemudian. Padahal agama adalah fitrah manusia. Adapun takhayul-takhayul adalah
penyimpangan dari konsep ketuhanan, bukan sebaliknya.

Dalam paradigma mekanistik, Chapra hanya melihat sosialisme dan kapitalisme


sebagai produk antroposentris, padahal masih ada paham lain seperti Fasisme,
Trsarisme dan sebagainya.

Dalam paradigma posmodernisme, kapitalisme yang seharusnya telah tuntas tapi


justru sebaliknya. Kekalahan sosialisme setelah bertarung selama 79 tahu, semakin
mengokohkan kapitalisme. Bahkan ada yang berpendapat bahwa posmodernisme
sebenarnya adalah kapitalisme jilid 2.

Tapi meski demikian, terlepas dari kekurangan Chapra, beberapa pandangannya


perlu dikaji. Chapra telah memberikan pemetaan yang mendasar terhadap asal-
muasal sosialisme dan kapitalisme.

Perspektif Liberalisme

Liberal berarti bebas. Limeralisme memandang bahwa untuk menciptakan tatanan


masyarakat yang berkeadilan maka indivifu harus diberikan kebebasan yang
seluas-luasnya. Individu diberi kesempatan untuk berusaha, berpendapat,
berserikat, mendapat pelayanan publik dan mengakumulasi modal.

Dalam pandangan ini, negara hanya berperan sebagai fungsi administratif belaka.
Interverensi negara dalam kebijakan publik diusahakan seminim mungkin.
Liberlisme dalam wilayah ekonomi adalah kapitalisme.

Adalah Max Weber, dalam buku An Ethics of Protestan and Spirit of Capitalism,
mencoba untuk membahas pengaruh konsepsi teologi terhadap motivasi ekonomi.
Adam Smith sendiri dalam Wealth of Nation membahas tentang invisible hand
atau tangan yang tidak terlihat yang mengatur keseimbangan pasar. Smith
berpendapat bahwa peran negara terhadap pasar akan merancukan ekonomi.
Adanya permintaan (Demand) dan penawaran (Supply) akan membentuk
keseimbangan pasar.

Tujuan kapitalism adalah membentuk masyarakat rasional dan high mass


consumption atau konsumsi masyarakat tingkat tinggi. Olehnya, yang dianggap
tidak rasional, biasanya dibenturkan dengan kebudayaan lokal yang dianggap tidak
rasional, mesti dirubah pola hidupnya menjadi masyarakat modern. Konsumsi
masyarakat tingkat tinggi adalah implementasi dari tingkat produksi yang tinggi
pula. Juga mencerminkan tingkat ekonomi yang tinggi.olehnya

Perspektif Sosialisme
Hakikat manusia dalam sosialisme adalah kerja. Dalam kerja terdapat realitas
eksternal yaitu alam dan manusia. Manusia dalam mempertahankan hidupnya
mambutuhkan kerja. Dari sini kemudian terbentuk mode produksi. Pada mulanya
masyarakat yang terbentuk adalah komunal primitif, dimana terdapat kePemilikan
kolektif terhadap sumber-sumber produksi.

Tipologi masyarakat terus berkembang sesuai dengan kondisi eksternalnya. Marx


memandang bahwa dalam masyarakat terdapat basis struktur berupa ekonomi dan
supra struktur seni, agama, politik dan seterusnya. Selanjutnya Marx merumuskan
bahwa basis strukturlah yang menentukan supra struktur.

Sosialisme memandang bahwa seorang individu yang diberikan kebebasan maka


akan menyebabkan eksploitasi terhadap individu lain. Oleh karena itu mesti ada
pembatasan terhadap hak-hak individu.

Karl Marx membahas tentang metode produksi dimana dalam produksi terdapat
nilai lebih (surplus value) dari Labor. Karl Marx tidak sempat membahas lebih
jauh tentang negara. Vladimir Lenin dalam Negara dan Revolusi memaparkan
tentang negara, dimana diktator proletariat yang menguasai negara yang tentunya
meliputi pembatasan hak-hak individu.

Tujuan sosialisme adalah terbentuknya masyarakat komunal modern. Dalam


masyarakat tersebut tingkat produksi tinggi, orang-orang bekerja dengan keceriaan.
Kepemilikan kolektif terhadap sumber-sumber produksi. Dan inilah yang dicita-
citakan oleh Marx.

Secuil tentang Demokrasi

Demokrasi pada mulanya adalah sebuah gagasan tentang konsep pemerintahan


yang mencoba mengkritik sistem kerajaan, dengan menawarkan pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Demokrasi berasal dari kata demos (rakyat) dan kratein (meja/pemerintahan) yang
berarti pemerintahan rakyat. Demokrasi oleh pemikir politik seperti G. Bingham
Powell. Jr dalam Ismahuddin memberi beberapa persyaratan antara lain:

1. Legitimasi pemerintahan adalah klaim dari representasi rakyat

2. Adanya kompetisi, dalam hal ini minimal dua partai politik

3. Kebanyakan orang dewasa memberi hak pilih

4. Rakyat memilih secara rahasia dan tidak tertekan

5. Rakyat dan pemimpin memiliki kebebasan dalam berpendapat, berserikat dan


mendapatkan akses informasi.
Masih dalam Ishomuddin, Schumpeter memberikan batasan tentang demokrasi
antara lain ”pengaturan kelembagaan untuk mencapai keputusan-keputusan politik
di dalam maha individu-individu, melalui perjuangan memperebutkan suara rakyat
pemilih, memperoleh kekuasaan untuk membuat keputusan.

Demokrasi memerlukan 8 kondisi antara lain:

1. Kebebasan dalam membentuk dan bergabung dalam organisasi

2. Kebebasan dalam mengungkapkan pendapat

3. Hak untuk memilih

4. Hak untuk menduduki jabatan publik

5. Hak para pemimpin untuk bersaing memperoleh dukungan suara

6. Tersedianya sumber-sumber informasi alternatif

7. Terselenggaranya pomilu yang bebas dan jujur

8. Adanya lembaga-lembaga yang menjamin agar kebijaksanaan publik tergantung


pada suara dalam pemilu dan pada cara-cara penyampaian preferensi yang lain.

Untuk menuju kearah delapan kondisi tersebut maka diperlukan antara lain : (a)
Dukungan kelas menengah mandiri dan kritis (b) Berkembangnya pluralisme
dalam masyarakat yang makin majemuk (c) Berkembangnya ekonomi pasar (d)
Tegaknya supremasi hukum (e) Pemenuhan HAM (f) Transparansi pemerintahan
(g) Kontrol Masyarakat (h) Bekerjanya mekanisme Check and Balance diantara
lembaga-lembaga kekuasaan (i) Pembatasan peran negara.

Dari sini sangat kentara ideologi kapitalisme dalam menterjemahkan demokrasi itu
sendiri. Ini ditandai dengan indikator ekonomi pasar dan pembatasan peran negara
pada wilayah ekonomi. Sementara demokrasi versi sosialisme adalah diktator
proletariat, dimana terjadi pembatasan kebebasan yang sangat, seperti partai
tunggal. Meski demikian kita dapat menarik beberapa poin penting tentang
demokrasi.

Secuil tentang Civil Society

Gagasan tentang masyarakat sipil (civil society) diletakkan fondasinya oleh


Antonio Gramisci. Gramisci dengan teori hegemoninya melihat bahwa ada proses
pelegitimasian penindasan yang berlangsung pada wilayah struktur kesadaran. Dan
ini tidak hanya menimpa kelas buruh, tapi kelas masyarakat yang lain seperti
masyarakat adat.

Civil society didasarkan pada anggapan bahwa perlu ada perimbangan antara
masyarakat sipil dan penguasa. Jika masyarakat sipil kuat dan negara lemah, maka
tugas negara tidak dapat berlangsung secara optimal. Sebaliknya, jika negara kuat
dan sipil lemah maka yang terjadi adalah penindasan negara pada rakyat. Tapi
dalam kenyataannya, hampir tidak ada rakyat yang lebih kuat daripada negara.
Untuk itulah konsep Civil Society hadir.

Untuk dapat menguatkan masyarakat sipil sebagai bentuk penyeimbangan


kekuatan, maka ada beberapa poin yang harus ditekankan antara lain:

1. Kebebasan pers, mencakup kebebasan mendapatkan informasi altrnatif dasn


etika jurnalistik

2. Partisipasi Ornop/LSM dalam pembangunan

3. Supremasi Hukum

4. Penghargaan pada minoritas

5. Penghargaan pada adat setempat

6. Penghargaan pada hak-hak kaum perempuan

7. Demiliterisasi

8. Kebebasan berpendapat, berserikat, dipilih dan memilih

ISLAM IPTEK

Hubungan dengan materi lain


1. Pada materi sebelumnya membahas tentang perkembangan peradaban manusia
sedang pada materi ini membahas tentang pandangan Islam terhadap sains.

2. Pada materi ini membahas tentang perkembangan sains dansumbangsih


terhadap peradaban umat Islam sedang materi selanjutnya membahas tentang
persoalan keummatan.

Tujuan instruksional

1. Peserta mampu menjabarkan sejarah perkembangan sains berikut


institusionalisasinya.

2. Peserta mampu memahami peran sains terhadap peradaban.

3. Peserta memahami pandangan Islam terhadap Iptek.

Definisi

Dari materi sebelumnya telah dijelaskan tentang Islam berikut pandangan Islam
terhadap manusia. Dalam evaluasi intelektual dan spiritual manusia yang bertahap,
Allah SWT menurunkan Islam secara bertahap pula. Hingga pada zaman
Rasulullah Muhammad al Mustafa (salawat atasnya), Islam telah disempurnakan.

Iptek sebagai singkatan ilmu pengetahuan dan teknologi memiliki beberap


penafsiran. Ilmu bagi pemikiran barat adalah kumpulan pengetahuan sejenis yang
tersistematisir. Ilmu dikenal dengan istilah science (sains). Sebagai contoh ilmu
fisika adalah kumpulan pengetahuan tentang hukum-hukum material semesta yang
tersusun. Pengetahuan adalah hasil abstraksi pemikiran manusia terhadap suatu
objek. Pengetahuan dikenal dengan istilah knowledge. Sedang teknologi adalah
hasil kreasi sains dan pengetahuan manusia dalam menciptakan alat untuk
memudahkan kebutuhan manusia.

Dalam Islam, ilmu berasal dari akar kat ‘ilm yang derivasinya antara lain ulama,
alim, muallim, yuallimu, dan sebagainya. Ilmu sendiri berarti tahu. Artinya dalam
khazanah pemikiran Islam tidak ada pendikotomian antara sains dan pengetahuan
Ilmu itu satu, tapi sudut pandang manusia menjadikan ada perbedaan antara cabang
satu dengan yang lain.

Perkembangan IPTEK

Perkembangan Iptek dimulai dari sejak awal sejarah manusia. Tercatat dalam teks
kesejarahan peradaban China, Mesir, Bablyon, Assyria, Funisia, dan sebagainya.
Terdapat jejak-jejak perkembangan teknologi dan pemikiran manusia.

Namun yang paling umum dalam membahas perkembangan peradaban adalah


sejarah Yunani dan Romawi. Hal ini mungkin disebabkan oleh peranan barat
dalam mendominasi informasi.
Pada mulanya, di Yunani muncul pemikir Alam yang mengkaji tentang asal
muassal kehidupan. Tokoh-tokohnya, antara lain Thales, Anaximender,
Anaxagoras dan lain-lain.

Setelah itu muncul kaum sophis. Sophis dalam bahasa Yunani berarti bijak, arif,
cerdas, pandai. Mereka muncul dengan kerelativan segala sesuatu. Tokohnya
antara lain adalah Pyrrho.

Efek dari kaum sophis adalah muncul keresahaan masyarakat pada saat itu.
Muncul kemudian Socrates yang dengan kerendah hatiannya bukannya mengaku
sebagai orang cerdas, pandai arif sebagaimana kaum sophis. Socrates malah
mengatakan bahwa dirinya adalah pecinta kearifan (Philo=cinta dan
Sophis=kearifan).

Socrates menggagas tentang kemutlakan sebagai tantangan dari kerelativan.


Pengikut Socrates tentang kemutlakan adalah Plato muridnya dan Aristoteles. Plato
memahami bahwa yang mutlak adalah realitas.

Filsafat adalah berikir secara radikal dan sistematis. Radikal berasal dari bahasa
Yunani Radix yang berarti akar. Radikal berarti mengakar. Berfikir radikal berarti
mempertanyakan sesuatu sampai keakar-akarnya. Sistematis berarti tersusun.

Dari filsafat kemudian membahas tiga aspek. Pertama sumber pengetahuan yaitu
Epistimologi, kedua nilai pengetahuan yang berkaitan esensi dan eksistensi susuatu
yaitu Ontologi dan ketiga nilai guna sesuatu yaitu Aksiolgi.

Pemikiran yang radikal dan sistematis berdasar objek kajiannya dibedakan antara
filsafat alam dan manusia. Pembahasan tentang hakikat alam kemudian melahirkan
ilmu-ilmu alam, sedang pembahasan tentang manusia melahirkan ilmu-ilmu
humaniora. Inilah alas an sehingga dikatakan bahwa filsafat adalah induk semua
ilmu pengetahuan.

Dalam perkembangan kemudian, setelah bergnatinya tradisi intelektual menjadi


tradisi bar-bar Romawi, ilmu pengetahuan semakin redup di barat dan memasuki
fase kegelapan. Namun sebaliknya dalam masyarakat Islam, filsafat warisan
Yunani kemudian dipermak, ilmu pengetahuan semakin berkembang. Ini terbukti
dengan kemajuan umat Islam pada zaman tersebut dan banyaknya tokoh-tokoh
pemikir Islam.

Hal ini terjadi karena watak Islam sendiri yang mendukung perkembangan Iptek
dan umat Islam terbuka dalam interaksi antar kebudayaan.

Islam memandang bahwa ilmu itu satu adanya, namun pembiasaan dalam material
sehingga kelihatan berbeda. Sebagai ilustrasi, cahaya itu satu. Tetapi saat melewati
prismamakaakan terbentuk spectrum warna.
Dilandasi dengan konsepsi seperti ini maka umat Islam mempelajari semua bidang
Ilmu. Tidak ada pembatasan ilmu duniawi dan ilmu ukhrawi. Kegiatan
mempelajari semua disebut dengan “kulliyat”. Kulli berarti semua, Kulliyat
mengalami perkembangan makna menjadi mempelajari semua bidang ilmu.
Tempat belajar disebut dengan universitas. Dalam sejarah umat Islam, universitas
pertama yang didirikan adalah universitas al-azhar di Mesir. Wajar kemudian jika
tokoh yang muncul adalah tokoh yang menguasai filsafat, agama, bahasa, seni,
kedokteran, astronomi, dan sebagainya. Perkembangan iptek kemudian member
sumbangsih besar terhadap peradaban umat Islam.

Seiring dengan kemunduran Islam, akibat otoritas agamawan yang mengintervensi


dunia intelektual dan serangan dari luar umat Islam, ilmu pengetahuan kemudian
bermigrasi ke Eropa. Tradisi mempelajari semua (Kulliyat) tetap dipertahankan di
barat melalui institusionalisasi universitas. Terdapat keselarasan makna antara
kulliyat dengan universitas yang berasal dari kata universe yang berarti
menyeluruh.

Eropa kemudian perlahan membangun peradabannya dan memninggalkan zaman


kegelapannya. Tapi sayang, kemerdekaan intelektual dikekang oleh pihak gereja
sebagai pemengan otoritas. Temuan sains di zaman itu bahwa matahari adalah
pusat alam semesta (Heliosentris) dan bumi bulat. Pendapat ini sangat bertentangan
dengan teks kitab yang hanya gereja miliki otoritas untuk menafsirkannya. Gereja
beranggapan bahwa bumi adalah pusat alam semesta (geosentris) dan bumi itu
datar.

Banyak pemikir yang harus dipancung dan dibunuh gara-gara bertentangan dengan
pendapat gereja. Galileo dipaksa mencabut pernyataannya, kopernikus direpresi
dan ratusan terpaksa mati.

Untunglah gelombang perlawanan intelektual tidak mati seiring kematian para


pemikir. Muncul pelaut-pelaut yang mencoba mengelilingi bumi untuk
membuktikan bahwa pendapat bumi datar itu salah. Kaum ilmuwan kemudian
mencoba memisahkan antara agama dan ilmu yang melahirkan sekularisasi.
Sekularisasi berakibat sains kehilangan spirit ketuhanannya disatu sisi, tapi
berkembangnya sains akibat hilangnya intervensi agama. Perkembangan sains pada
saat itu merupakan tonggak zaman reinasans (reinassance) atau kelahiran kembali.
Maksudnya, kembalinya Berjaya eropa dalam hal penguasaan iptek.

Selanjutnya pada kisaran abad 16-17, muncul pemikir-pemikir baru yang


melahirkan tonggak kemajuan peradaban. Newton dengan hukum newtonnya telah
meletakkan fondasi kearah kemajuan teknologi. Muncul juga Rene Descartes
dengan Cogito Ergo Sum-nya yang membawa filsafat maju beberapa langkah.
Masih banyak tokoh yang tidak sempat disebutkan namanya. Pada fase ini disebut
dengan zaman pencerahaan atau aufklarung.
Dalam beberapa lama kemudian, James Watt menemukan mesin uap yang
menandai revolusi industry. Reovolusi indusrti sendiri banyak mengubah wajah
dunia karena mempengaruhi pola interaksi masyarakat dari agraris menjadi
industrialis.

Seperti dihujani rezeki, penemuan beruntun seperti gelombang radio, pesawat,


listrik, telepon, televisi, kendaraan, nuklir dan seterusnya. Hingga beberapa decade
lalu ditemukan computer, internet yang menjadikan manusia semakin termudahkan.

Peran Iptek terhadap peradaban

Perkembangan iptek seperti pisau bersisi dua, satu sisi ia mempermudah manusia,
disisi lain justru menghacurkan kemanusiaan. Nuklir, misalnya, menyediakan
energy yang melimpah. Tapi juga menjadi senjata pemusnah massal.

Kondisi social politik juga mempengaruhi perkembangan iptek. Disaat perang


dingin berkecamuk, senjata kimia, senjata biologi, alat perang dan berikut
perlengkapannya mengalami perubahan signifikan.

Sebaliknya perkembangan iptek juga turut mempengaruhi peradaban manusia.


Ditemukannya pesawat, telepon, internet, dan teknologi informasi yang
menjadikan batas-batas antar Negara seakan tidak tersekat lagi. Pola interaksi
manusia mengalami perubahan, sebagai contoh muncul electronic government dan
eloktronic commerce pada wilayah ekonomi dan politik.

Akibatnya dari menciutnya batas-batas dunia adalah interaksi kebudayaan. Namun


interaksi ini mengarahkan pada dominasi dan hegemoni suatu kebudayaan pada
kebudayaan lain. Yang menyedihkan adalah justru umat Islam menjadi sasaran
hegemoni dan dominasi.

Inti dari peranan Iptek terhadap peradaban adalah memudahkan manusia. Akan
tetapi seperti dibahasakan diawal bahwa iptek punya dua sisi berlawanan.
Persoalannya adalah siapa yang menguasai Iptek akan menentukan akibat iptek
bagi peradaban. Apakah bersifat destrktif atau malah bersifat konstruktif.

Pandangan Islam terhadap Iptek

Islam sebagai tuntutan bagi manusia untuk mencapai keselamatan di dunia dan
diakhirat memandang bahwa manusia adalah khalifah fil ardh berdasar tujuan
penciptaan manusia.

Untuk itu manusia dibekali dengan akal sebagai sumber Iptek. Olehnya, iptek
sesungguhnya harulah menjadi alat bagi manusia untuk mendekatkan diri bagi
sang khaliq

Anda mungkin juga menyukai