Anda di halaman 1dari 16
mu Sastra Pengaruh intentialis yan, Paul Sartre dan eksinten ; os nc Strukturalis, da cukup trukturalis berkembang luas di Prancis, dengan Ca eee dan Roland Barthes pane: tokoh ban Menon = il lai ing-masii idenya be i lain, masing: masing dengan fenya es 's, Bremond, Genette, Julia Kristeva day i Bh disebutLA. Richards, Seorang, Mian ge eeBbeming Pendidikan/sastra lewat analisis karya- ‘@, dan seoran, Penyaip terkenal, T. S, Elli erikat pen, Yang dengan Sebutan famanya antara lain R P Penikmat; hal-haf ang Sebagai data-data bi, nS: Pat ini pun tid, Ya sastra; y, kopis darj karya terkenal dan Karya s sme astra sebagai Struktuy Struktura tah salah paham se: meaning, male ; akan-akan gan miat pembaca: yan; a bg hay jaryaitu, dan hanya itulah oon ne hoy ms ; janiain untuk mengikutsertakan Patan mal ar tahuan mengenai riwayat hiduy at nt pending oo neta ponciptaan karyanya, tidak mi IP ata pendivian penis juge dale ayy Ko embantu untuk ee ee india tian Multatuli (1966), dan analisis oe Van Oude Neto Critic danjuga dingy satis Cts) juga di bidang pengaja dekatan i i bukan main besamy tk spaeta atau pengritik namana, dan nam, a metupakan perolehan ilmiy 8. Empat Kelemahan 5 : Konsep trukturalisme Dalam pada itu imu sastra ber nom atau strukturalis ala Nez, crite bahan dari dalam ataupun serangan, sastra yang: 108 ~__ | a Karya Sastra sebagai Struktur: Strukturalisme ———eee yktural terutama berpangkal pada empat hal: a. New Criticism kdusus, dan’ analisis struktur ‘karyasastra secara umum belum: ee astra, malahan tidak berdasarkan teori sastra yang tepat dan lengkap, Se emyala merupakan bahaya untukmengembangkan teorsastra yang sangat perlu; 'b. karya sastra tidak dapat diteliti secara terasing, tetapi harusdipahami dalam rangka sistem sastra dengan latar belakang sejarah; adanya struktur yang obyektif pada karya sastra makin disangsikan; paca selaku pemberi makna dalam interpretasi karya sastra peranan pert makin dit Ikan dengan segala konsekuensi untuk analisis struktural; ¢.analisis yang menekankan ‘otonomi karya sastra juga menghilangkan konteks dan fungsinya, sehingga karya itu dimenaragadingkan dan kehi- relevansi sosialnya. Empat masalah atau keberatan utama terhadap pendekatan struk- turalis seringkali kita dapati bergabung dalam aliran tertentu; dibawah inibeberapa aspek kritikini akan dibahas tersendiri;sudah tentu bebe- rapaaspek masih akan’ dibicarakan lagi dalam Bab-bab mengenai peran- an pembaca, aspek ‘mimetik dan sejarah sastra (VII, VIII dan Xt). Untukmemahami kritikbahwa New Criticism dan analisis struktural tidak berdasarkan teori sastra baiklah dibicarakan lebih di ambiguitas yang adakalanya’ R . berbeda dan yang tidak dapat dicamput- pada dua tataran yang cukup baurkan: saree Jetemnsastra dan taaran karya sesra, Untuk menjles pahasa sebagai sistem, sebagai, _ cy, Jain sekali halnya. Untuk ime Jean Piaget, yang menurut parafrase Hawkes konsep struktur: Me ess, internal coherence: its constituent Part intrinsic laws which determine its nature ang th tion: the structure is capable of tran: ia SfOr mation) new material is constantly processed Hong) by and tro, ion; the structure makes no appeals beyond, itself tional procedures, itis sealed of fn ” (Hawkes 1977: 16:) ¢memerlukan hal-hal di luardi- transformasinya; struktur stem-sistem lain). Jadi bahast anasir-anasimya pada Karya Sastra sebagai Struktur: Strukturalisme aa Criticism Khususnya dan penelitian struktural <0 a biasanya hanya mendalami struktur pada tataran karya sastra sal Analisis dan interpretasi karya sastra menjadi sasaran utama gsividot dalam pendekatan ini; tetapi, sebagaimana dikatakan Culler: iio gastra dan ilmu sastra mempunyai tujuan lain daripada hanya tanalisis karya sastra tertentu saja, bagaimana pun populernya wot ata ilmu sastra semacam ini di Amerika Serikat. Menganggap interpretast i sebuah Karya sastra tugas utama peneliti sastra adalah jnuan yang besar: “to engage in the study ofliterature is not to produce yet snofer interpretation of King Lear but to advance one's understanding of the ‘mentions and operations of aninsti-tution, a mode: of discourse”. (Culler 1981: ‘Sy bekerja di bidang studi sastra bukanlah berarti menghasilkan sebuah jnterpretasi lagi mengenai drama King Lear, melainkan memajukan _ pemahaman kitamengenai konvensi dan operasi sebuah lembaga, sebuah _-magamwacana). IImu sastra yang sejati harus bersifatsemiotik, yaitu harus _ menganggap sastra sebagai sistem tanda. Tugas semiotik bukanlah d itanda-tanda tertentu, melainkan “to describe those conventions that the most ‘natural’ modes of behavior and representation” (Culler n¢ kan konvensi-konvensi yang melandasi ragam perilaku yang paling ‘wajar’ pun). Seluruh pengalaman dan ia berdasarkan tanda, mempunyai dimensi simbolik asegala sistem tanda sastralah yang paling menarik in ka “literature is itselfa continual: exploration of all its forms: an interpretation of experience; a ays ofinterpreting experience; an explora- ( powers of language; a critique of the manifested in our languages and in previous konvensi yang, Be inpldnian x ae ari cire-ciri kode yang memungkinkan Perret hay e ee idual mengabaikan hakikatilm, Das, yang tadi sudah beberapa kali dilatip ditnks tal uuntukmengatasijalan buntustrukturaisn. teori sastra yang sesuai dengan tuntutan my kan. Teori-teori semacam itu yang kadang-ka, sulit dipahami dan memerlukan nye pascastrukturalis Amerikaadalah iti di Yale University seperti Paul de yang sangat dipengaruhi oleh dua |Foucaullt, yang kedua-duanyasang Karya Sastra sebagai Struktur: Strukturalisme entangan, oposisi (prinsip ilmu bahasa struktural!), ingan sendiri berdasarkan tanda. Setiap kasus pemakaian F ypemakaian kasus-kasus lain, dan kita tidak dapatluput wu lingkaran itu. Tugas pemberian arti atau kritik teks pa- ion, dekonstruksi, membongkar itas atau Hubungan Antar Teks ini perlu ditekankan satu prinsip yang tidak hanya pascastrukturalis atau dekonstruksi tetapi pula dalam Tainsering dikemukakan sebagai pembatasan ataupun otonomi karya sastra. Prinsip ini diberi nama inter- k pertama kali dikembangkan oleh peneliti Prancis mandiri, dalam arti bahwa penciptaan dan ilakukan tanpa adanya teks-teks lain sebagai n artibahwateksbaruhanyameneladan yang telah diberikan lebih dahulu; tetapi J code which makes possible the various efects 7 embawa kita untuk memandang, teksts Sina | pada suatu kodeyangmermangkinian 2 | i pemaknaan yangbermacan- macs [ Sing. | Jadi konsep intertekstualitas memainkan peranan yan, pentingdalam semiotik sastra, tidak hanya dalam usaha un| ri Sang member interpretasi tertentu terhadap karya sastra yang k Seked,, Yang terakhirinisecara gilang-gemilang dilakukan oleh Michaes Sag terre dalam bukunya Semiotics of Poetry (1978: lihat pula uraian Ritg, ‘buku in, 1981: Bab 4). Secara sangat menyakinkan, Riffaterre dengan contoh dari puisi Perancis modern men demons sikan prinsip intertekstualitas secara nyata: banyak sajak Perce = dipahami le eaee dibaca dengan latar belakang ts Penuilissendiri menerapkan prinsip ini pada pembacaan saj _ Hamzah dan Chait Anwar (Teeuw 1980), dan tak dapat dag ec eee on angpula subumya untuk penelitian sasta -_keratonJawa Tengah m enc \ya, para pujangga dalam keraton -tetapi sebagai iptakan karya sastra tidak dari awang-awang, Wan Yogyakarta; Be tetetonchenc vans (misalnya Surakartames eet cee ren canta intertekstualitas. Sebuah disertasi ban | K F _ foe arya Sastra sebagai Struktur: Strukturalisme asecata abstrak, mengenai kon\ i] 4 a Ce ya, tetapi juga mengenai aya hay ne Boe, sy maka analisis struktural tak tetas eet angi a 5 ie ee. cena ae pea hal ini Se ae engenai! a peranan anh ribungan intertekstual dapat lenin: a ilmii rie ap aulah¥eteainan karya sastra dalam jaringan ae, ren ae lin teserah pada pembaca masing-masing? Riffa sd Wace sya tethadap analisis Sajak Les Chats, karan EA ricisy dan Levi-Strauss (lihat Bab III di atas) Sa saa serene: pembaca ideal yang baginya tersedia semua arti eres He pee a ua arti, dan si kata yang terdapat dalam puisi tertentu, ditamb; ; — ea plus segala interpretasi yang isbn yang bersangkutan. Jelaslah it i rmungkin ada; apakah ini berarti a ae ah ee plingdapatmerupakan pendekatan interpretasi eee a. yang tidak pemah akan Bagaimana pun jua, struktur karya . sastra bukanlah ‘oonom dan. obyektif, yang dapat diteliti dan dianalisis a ae eee meenensct Jain. Khususnya hubungan. itera al dengan peranan pembaca ta: ternyata merupakan masalah yang sangat Jompleks. Hal ini tidak hany ‘konsep interteks- : i a ya dikemukakan atas dasar i tual. Dsspiahn pan pendelatan sural man dsr dan = i tha alarm alga haan sala li darib pendekatan struktural, in limu Sastra — camden p v yang bersan; a interpretasi ‘drama Hamlet rea? Un la tm tren beet jauh dengan interpreta yang, sama. Hal puemenns dengan ma th Mela NA poane nema dapat inte Seah Karyaikut dtentukan peeeneniron dan ans oe hal ini harus dibedakan ont peo hy = inept ako kaya St ie wan on eek tung Poa pr antara analisis struktural dan int tian terbukti bahwaselah cake : a ara obyektif ae mala See disusul oleh interprtasi subyekti. salsa interpreta subyeltf Antara analisis di yangkerucin ee ecient Se tdecitideadeosi-atinl settee wa oleh a struktur: ya i cnpeact pach pinyin dinamik. Dalam Bab VII am pendekatan aienutamadiegg mann pendekatan ini akan yang disebut struktuais endalam, Pendekatan yangsangatmir dibicarakan de resepsi, yang dipelop denganstrukturalis oa estetk eee Praha diva Hans Robert Jausz. Alan Karya Sastra sebagai Struktur: Strukturalisme tetapi situasi pembaca ikut juga menentukan analisis struktur dan proses makna pada karya itu. Yang lebih parah lagi : pendirian New oleh Foulkes dianggap pula elitis dan berbahaya untuk sastra sebab otonomi karya sastra dalam praktek berarti melepaskan karya Gari fungsi dan relevansi sosialnya: aspek estetik dimutlakkan oleh pende- Jatan formalis (istilah inilah yang oleh Foulkes terus-menerus diterapkan pada wakilaliran New Criticism!) dengan meniadakan potensi sastra sebagai kekuatan sosial, Khususnya kekuatan yang dapatmemberi sumbangan pada perombakan struktur sosial dan establishment yang berkuasa, dan dengan Gemikian pendekatan formalis malahan dapat melemahkan semangat manusia yang ketularan ide bahwa sastra sebagai rekaan menggantikan kenyataan, dan bahwa kenikmatan estetik lebih penting dari kegiatan sosial. “Formalism can contribute to modes of seeing which rob both works of literature and real events of any particular significance” (Foulkes 1975: aliran formalis dapat memberi sumbangan pada caramemandang yang menghilangkan makna yang sungguh-sungguh baik pada karya sastra, maupun pada peristiwa yang nyata). Menurut Foulkes pendekatan strukturalis di Amerika Serikat malahan dengan sengaja dimanfaatkan oleh “the powers thatbe”, kekuasaan. yang ada pada golongan elite untuk menindas revolusi sosial, emansipasi ‘wanita, orang hitam dan lain-lain. New Criticism malahan disebut “a con- scious counter attack on rising proletarian culture” (serangan balik yang sadar atas kebudayaan proletar yang muncul). Bagi Foulkes tidak dapat disang- sikan bahwa pendekatan obyektif, dengan istilah Abrams, tidak mungkin dantidak boleh dilakukan, oleh karena pada prinsipnya interpretasi sebuah ‘otonomi) memungkiri hakikat sastra sebagai Pemba katan oto Beery yang bagaimana pun juga harus Kitabae aay Jatarbelakang kenyataan. Analisis struktur demi struktur itu seni, ae tujuanakhirilmusastramembancikan arya sastra sebagai balasan S oe kenyataan, yang bagi individu ataupun bagi golongan| atau lapisan, ia ap rakattidakhanyamencerminkan kenyataan tetapi pula memberikanjy a altematif, Walau begitu penekanan aspek mimetik tidak berar ie analisis karya tidak dianggap penting atau layak lagi. Scbagaj conch , Jisebut sebuah buku baru yang berjudul Literatuursociologie, tulisan te ‘Vanheste (1981) diNijmegen. Walaupun Vanhesteingin. menclitkayasae! Khususdarisegi komunikatif, dalam fungsi kemasyarakatan lewat perany pembaca, dia menyebut analisis karya itu suatu prasarana Untuk ssi | fungsinya sebagai penafsiran kenyataan atau balasan terhadap kenyatian, (antwoord adalah istilah Belanda yang dipakai Vanheste sebagai sebuin paling pendek untukmenyifatkan karya sastra). Tetapi model analsisyay disajikan oleh penulis sebagai dasar penelitian tidakjauh dari modelanalss struktural yang umum diketahui. 13. Strukturalisme Genetik Dalam hubungan ini dapat disebut pula genetic structuralism yang dikembangkan oleh sosiolog Prancis Lucien Goldmann, atas dasar ims sastra seorang Manis lain yang terkenal, Georg Lukacs. Bagi Goldmam pun tidak ada pertentangan antara sosiologi sastra dan aliran struktwals sebagai individu, tetapi sebagai wakil go ts ini Goldmann oe Mangal tipikal; katam sebagai juru bicara kelasnya, ditentuk manusia, dan situasi itu dalam k an a 118 na Karya Sastra sebagai Struktur: Strukturalisme ce dan jos terbayang dalam karya seninya, Kemudian alas dasar analisis vi- sion dit monde tersebut si peneliti dapat membandingkannya dengan data- Gata dan analisis keadaan sosial masyaralct yang bersangiaan. Dalam art arya sastra dapat dipahami asalnya dan terjadinya (genetic) dar ltar pelakang struktur sosial tertentu. Maka itu varian strukturalis Goldmann 4 patstrukturalis genetik; yang menerangkan karya sastra dari homologi, peresuaannyadenganstruktur sos Tetapi dalam kegiatan peneliti analisis tur karyasecara imanenmemenuhi peranan yang esensial (ihatantara Jain, Goldmann 1975). ue Kesimpulan ; ; iki pembahasan pendekatan strukturalis, beberapa pan- dang dan kik terhadapnya seria perkembangan yang dicipint aliran itu sendiri. Sebagai kesii dapat dikatakan bahwa pendekatan sirukturalis terhadap sastra dan karya sastra tidak perlu dan tidak dapat sutpkan Pendekatanstrukturalsterhadap Kary ssta hors 22% ‘model semiotik: penulis, pembaca, kenyataan, sistem sastra dan séj memainkan Se a, Tetapl dalam interpretasi karya sastra yang menye © Pr paanannya Oe dkatakan bahwa dalam zangka semiotkanalisis S00" - vegan peru, Sebab sebenarmya analiss struts 031 ‘sebuah usaha untuksebaikmungkin’

Anda mungkin juga menyukai