Anda di halaman 1dari 39

Laporan Kasus Internsip

DEMAM BERDARAH DENGUE

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Dalam Menjalani


Program Internsip Dokter Indonesia Angkatan IV
Tahun 2021 Pada Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Aceh Tamiang

Disusun Oleh:
dr. Fauzan Luthfi A.M

Pembimbing:
dr. Muhammad Reza Hans, Sp.PD

dr. Samsumarni

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


ANGKATAN IV TAHUN 2021 RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN
ACEH TAMIANG
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt yang telah menciptakan manusia
dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis syukuri, keluarga yang mencintai dan
teman-teman yang penuh semangat, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat
menyelesaikan tugas presentasi kasus ini. Shalawat beriring salam penulis sampaikan kepada
nabi besar Muhammad Saw, atas semangat perjuangan dan panutan bagi ummatnya.

Adapun tugas presentasi laporan kasus berjudul “Demam Berdarah Dengue”.


Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Program Internsip Dokter Indonesia
Angkatan IV Tahun 2021 Pada RSUD Kabupaten Aceh Tamiang. Penulis mengucapkan
terimakasih dan penghargaan yang setinggi tingginya kepada dr. Muhammad Reza Hans,
Sp. PD yang telah meluangkan waktunya untuk memberi arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan tugas ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa tugas ini masih jauh dari
kesempurnaan. Saran dan kritik dari dosen pembimbing dan teman-teman akan penulis terima
dengan tangan terbuka, semoga dapat menjadi bahan pembelajaran dan bekal di masa
mendatang.

Aceh Tamiang, April 2022

Penulis

2
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Demam berdarah dengue (DBD)/ dengue hemorrhagic fever adalah penyakit infeksi
yang disebabkan oleh virus dengue. Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia melalui
gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus dengan manifestasi klinis berupa
demam, nyeri otot (myalgia) dan/ atau nyeri sendi (arthralgia) yang disertai leukopenia, ruam
(maculopapular skin rush), limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.1,2
Demam berdarah dengue secara internasional dianggap sebagai penyakit yang
disebabkan virus dan di transmisikan oleh nyamuk yang paling signifikan. DHF endemik
lebih dari 100 negara di seluruh dunia, terutama daerah tropis dan sub-tropis. WHO
memperkirakan sekitar 50 juta kasus infeksi dengue tiap tahunnya.3 Menurut Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 50 sampai 100 juta infeksi demam berdarah terjadi
setiap tahun. Dari kasus ini 500.000 kasus DHF mengakibatkan 22.000 kematian yang
kebanyakan terjadi pada anak-anak. Berdasarkan data resmi yang disampaikan ke WHO,
kasus DB di seluruh Amerika, Asia Tenggara dan Pasifik Barat melampaui 1,2 juta pada
tahun 2008 dan lebih dari 3 juta pada tahun 2013.3 DHFmerupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas di Asia tropik termasuk Indonesia.4
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah
air.Indonesia menempati urutan tertinggi kasus DHF tahun 2010 di Asean, dengan jumlah
kasus 156.086 dan kematian 1.358 orang. Pada tahun 2015, tercatat terdapat 126.675
penderita DHF di 34 provinsi di Indonesia, dan 1.229 orang diantaranya meninggal dunia. Hal
ini disebabkan oleh terjadinya perubahan iklim dan rendahnya kesadaran masyararakat untuk
menjaga kebersihan lingkungan.4 Faktor kepadatan penduduk juga berperan memicu
tingginya kasus DHF, karena tempat hidup nyamuk hampir seluruhnya adalah buatan manusia
seperti dari kaleng bekas, ban bekas hingga bak mandi. Dengan tingginya jumlah kasus DHF
yang terjadi, pemahaman mengenai DHF dan penatalaksanaan yang tepat diperlukan guna
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas di masyarakat.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi9,10,14
Dengue Hemorrhagic fever (DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue tipe 1-4, dengan manifestasi klinis berupa demam yang terjadi secara mendadak 2-7
hari. Dapat disertai gejala perdarahan dengan atau tanpa adanya syok, dengan hasil
pemeriksaan laboratorium yang menunjukkan adanya trombositopenia (trombosit kurang dari
100.000) dan peningkatan hematokrit 20% atau lebih dari nilai normal.1,4,5 Infeksi virus
dengue dapat disertai dengan terjadinya kebocoran plasma. Perubahan patofisiologi pada
infeksi virus dengue menentukan perbedaan perjalanan penyakit antara DHF dengan dengue
fever (DF). Perubahan patofisiologis tersebut dapat berupa kelainan hemostasis dan
perembesan plasma. Kedua kelainan tersebut dapat diketahui dengan terjadinya
trombositopenia dan peningkatan hematokrit.1 Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia
melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty dan Aedes albopictus dengan manifestasi klinis
berupa demam, nyeri otot (myalgia) dan/ atau nyeri sendi (arthralgia) yang disertai
leukopenia, ruam (maculopapular skin rush), limfadenopati, trombositopenia dan diatesis
hemoragik.1,3,5
B. Epidemiologi1,4,11
DHF secara internasional dianggap sebagai penyakit yang disebabkan virus dan di
transmisikan oleh nyamuk yang paling signifikan.DHF endemik lebih dari 100 negara di
seluruh dunia, terutama di daerah tropis dan sub-tropis. Di Amerika Serikat, DHF yang
disebabkan oleh spesies Aedes aegypti dapat ditemukan secara musiman di Louisiana,
Florida bagian selatan, New Mexico, Arizona, Texas, Georgia, Alabama, Mississippi, North
dan South Carolina, Kentucky, Oklahoma, dan Tennessee. Dalam 50 tahun terakhir, kejadian
DF telah meningkat 30 kali lipat.3
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), diperkirakan 50 sampai 100 juta infeksi
demam berdarah terjadi setiap tahun. Dari kasus ini 500.000 kasus DHF mengakibatkan
22.000 kematian, kebanyakan terjadi pada anak-anak. Berdasarkan data resmi yang
disampaikan ke WHO, kasus demam berdarah di seluruh Amerika, Asia Tenggara dan
4
Pasifik Barat melampaui 1,2 juta pada tahun 2008 dan lebih dari 3 juta pada tahun 2013.
Pada tahun 2013, 2,35 juta kasus demam berdarah dilaporkan terjadi di Amerika saja, dimana
37, 687 kasus merupakan DHF berat. Setelah epidemi DHF yang pertama diketahui pada
tahun 1953 sampai 1954 di Filipina, penyakit ini terus menyebar ke seluruh penjuru dunia.3
Kasus infeksi dengue di Indonesia pada tahun 2019 meningkat menjadi
138.127 dibanding tahun 2018 yang berjumlah 65.602 kasus. Angka kesakitan
(incidence rate) tahun 2019 meningkat dibandingkan tahun 2018, yaitu dari
24,75 menjadi 51.48 per 100.000 penduduk. Jumlah kematian akibat infeksi
dengue pada tahun 2018 sebanyak 467 orang, dengan CFR 0,71% pada tahun
2018, namun angka kematian meningkat lagi pada tahun 2019 menjadi 919
orang dengan CFR 0,67%.
C. Etiologi dan Transmisi1,2,4,12,13
A. Virus
DHF disebabkan oleh virus dengue.Virus dengue termasuk dalam genus Flavivirus,
keluarga Flaviviridae. Virus ini mengandung single-strand RNA sebagai genom.8 Genom
virus dengue mengandung sekitar 11000 basis nukleotida, yang merupakan kode untuk satu
polyprotein tunggal yang dipecah secara pos menjadi 3 molekul protein struktural (C, prM,
dan E) yang membentuk partikel virus dan 7 protein nonstruktural ( NS1, NS2a, NS2b, NS3,
NS4a, NS4b, dan NS5) yang hanya ditemukan pada sel inang yang terinfeksi dan diperlukan
untuk replikasi virus.9 Di antara protein non- struktural, glikoprotein envelope yaitu NS1,
bersifat diagnostik dan patologis. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm, yang
terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. Terdapat 4 serotipe
virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Genotipe atau garis keturunan yang berbeda
(virus yang sangat terkait dalam urutan nukleotida) telah diidentifikasi dalam setiap serotipe,
menyoroti keragaman genetic yang luas dari serotype dengue. Di antara mereka,genotype
"Asia" DEN-2 dan DEN-3 sering dikaitkan dengan infeksi berat penyakit yang disertai dengan
denguesekunder. Infeksi dengan serotipe manapun akan memberi kekebalan seumur hidup
terhadap serotipe virus tersebut.8 Di Indonesia keempat serotipe ini ditemukan, dengan DEN-3
merupakan serotipe terbanyak. Penelitian terbaru menemukan adanya serotipe DEN-5 yang
pertama kali diumumkan pada tahun 2013.9

B. Vektor
5
Virus dengue ditularkan oleh gigitan vektor nyamuk Aedes aegypty dan Aedes
albopictus yang terinfeksi ke tubuh manusia dengan masa inkubasi 4-10 hari.Infeksi bisa
didapat melalui satu gigitan saja. Nyamuk Aedes aegypty biasanya mengigit pada siang hari.
Nyamuk ini merupakan spesies tropis dan subtropis yang terdistribusi secara luas di seluruh
dunia yang hidup diantara antara garis lintang 35° LU dan 35 ° LS di bawah ketinggian 1000
m (3.300 kaki). Tahapan nyamuk yang belum matang sering ditemukan di habitat air,
terutama pada penampungan dengan air yang tenang dan menggenang seperti ember, bak
mandi, ban bekas, dan yang lainnya. 1,4,10
Wabah DHF juga dikaitkan dengan Aedes
albopictus, Aedes polynesiensis dan beberapa spesies kompleks Aedes scutellaris. Masing-
masing spesies ini memiliki ekologi, perilaku dan distribusi geografis yang tertentu. Dalam
beberapa dekade terakhir, nyamuk Aedes albopictus ini telah menyebar dari Asia ke Afrika,
Amerika dan Eropa, yang dibantu oleh perdagangan internasional ban bekas, dimana telur
nyamuk disimpan ketika bannya menggenangkan air hujan. Telur tersebut dapat pula
bertahan hidup selama berbulan-bulan tanpa adanya air.8
C. Host
Setelah masa inkubasi yang terjadi sekitar 4-10 hari, infeksi oleh salah satu dari empat
serotipe virus dapat menghasilkan spektrum yang luas dari penyakit ini, walaupun sebagian
besar infeksi tidak menunjukkan gejala atau subklinis. Infeksi primer diduga menginduksi
munculnya kekebalan protektif seumur hidup dengan serotipe yang terinfeksi.8 Individu yang
menderita infeksi dilindungi dari penyakit klinis dengan serotipe yang berbeda dalam 2-3
bulan dari infeksi primer, tetapi tanpa kekebalan lintas pelindung jangka panjang. Anak-anak
muda khususnya mungkin kurang mampu jika dibandingkan dengan orang dewasa untuk
mengimbangi kebocoran kapiler dan akibatnya memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
mengalami dengue shock.
Dalam proses transmisi, nyamuk menggigit penderita yang terinfeksi virus dengue,
dimana virus dengue banyak terdapat di dalam darah penderita terutama pada hari ke 5.
Beberapa penderita tidak menunjukkan gejala yang signifikan namun dapat mentransmisikan
virus ke dalam nyamuk yang menggigitnya. Setelah virus masuk ke dalam nyamuk, virus
tersebut akan memerlukan tambahan 8-12 hari inkubasi sebelum dapat ditularkan ke manusia
lain. Nyamuk tersebut tetap terinfeksi selama sisa hidupnya, yang mungkin dari beberapa hari
hingga beberapa minggu.8

6
Data terbaru menunjukkan bahwa aktivasi sel endotel bisa memediasi terjadinya
kebocoran plasma. Kebocoran plasma diduga berhubungan dengan efek fungsional daripada
merusak sel-sel endotel. Trombositopenia mungkin berhubungan dengan terjadinya perubahan
dalam megakaryocytopoieses oleh infeksi sel hematopoietik manusia dan gangguan
pertumbuhan sel progenitor, disfungsi platelet (aktivasi platelet dan agregasi) serta terjadi
peningkatan penghancuran atau konsumsi. Perdarahan mengakibatkan trombositopenia dan
disfungsi trombosit yang terkait atau disseminated intravascular coagulation. Kesimpulannya,
ketidakseimbangan sementara antara mediator inflamasi, sitokin dan kemokin terjadi selama
perjalanan dengue yang parah, didorong oleh beban virus pada fase awal yang tinggi sehingga
menyebabkan terjadinya disfungsi sel endotel vaskular dan kekacauan sistem hemokoagulasi
yang menyebabkan kebocoran plasma dan syok.

D. Patofisiologi dan Patogenesis


DHF merupakan mosquito-borne viral disease yang disebabkan oleh virus dengue
dengan tipe antigen yang berbeda, yaitu tipe 1-4.1,4 Walaupun DF dan DHF disebabkan oleh
virus yang sama, tapi mekanisme patofisiologisnya yang berbeda yang menyebabkan
perbedaan klinis. Perbedaan yang utama adalah hemokonsentrasi yang khas pada DHF yang
bisa mengarah pada kondisi renjatan. Renjatan itu disebabkan karena kebocoran plasma yang
diduga karena proses imunologi.11 Pada demam dengue hal ini tidak terjadi. Manifestasi klinis
demam dengue timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya virus. Virus akan berkembang
di dalam peredaran darah dan akan ditangkap oleh makrofag. Segera terjadi viremia selama 2
hari sebelum timbul gejala dan berakhir setelah lima hari gejala panas mulai. Respon imun
yang diketahui berperan dalam patogenesis DBD adalah respon imun humoral berupa
pembentukan antibodi yang berperan dalam proses netralisasi virus dan proses sitolisis. Peran
limfosit T baik T-helper (CD4) maupun T-sitotoksis (CD8) juga berperan dalam respon
imun seluler terhadap virus dengue. Monosit dan makrofag berperan dalam fagositosis
virus namun proses fagositosis ini menyebabkan peningkatan replikasi virus dan sekresi
sitokin oleh makrofag. Makrofag akan segera bereaksi dengan menangkap virus dan
memprosesnya sehingga makrofag menjadi APC (Antigen Presenting Cell). Antigen yang
menempel di makrofag ini akan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik makrofag lain untuk
memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis
makrofag yang sudah memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas

7
antibodi. Ada 3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemagglutinasi, dan antibodi fiksasi komplemen.1,8
Proses diatas menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya
gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya. Dapat terjadi
manifestasi perdarahan karena terjadi agregasi trombosit yang menyebabkan
trombositopenia, tetapi trombositopenia ini bersifat ringan.5 Imunopatogenesis DHF
merupakan masalah yang kontroversial. Dua teori yang digunakan untuk menjelaskan
perubahan patogenesis DHF dan DSS yaitu teori virulensi dan hipotesis infeksi sekunder
(secondary heterologous infection theory).
Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus lain yang akan
menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang akan berikatan
dengan reseptor dari membran sel leukosit terutama makrofag. Sebagai respon terhadap
infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1,11
Patogenesis terjadinya kebocoran plasma pada DHF dapat digambarkan bahwa terjadi
konsentrasi kompleks imun yang tinggi akibat reinfeksi yang mengakibatkan reaksi
amnestik antibodi. Infeksi virus dengue menyebabkan aktivasi makrofag yang
memfagositosis kompleks virus-antibodi sehingga virus berkembang di makrofag. Infeksi
makrofag oleh virus dengue menyebabkan aktivasi T-helper dan T-sitotoksis sehingga
diproduksilah limfokin dan interferon gamma. Interferon gamma akan mengaktivasi monosit
sehingga disekresikanlah berbagai mediator inflamasi, seperti TNF-α, IL-1, PAF (platelet
activating factor), IL-6, dan histamin yang megakibatkan terjadinya disfungsi sel endotel dan
terjadilah kebocoran plasma.

8
Gambar 1. Imunopatogenesis DHF

9
Patogenesis terjadinya syok berdasarkan hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) dapat dilihat pada Gambar 1. Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe
virus dengue yang berlainan pada seorang pasien, respon antibodi anamnestik yang akan
terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi dan transformasi limfosit dengan
menghasilkan titer tinggi antibodi IgG antidengue. Disamping itu, replikasi virus dengue
terjadi juga di dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus dalam
jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya kompleks antigen-antibodi (virus
antibody complex) yang selanjutnya akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen.
Pelepasan C3a dan C5a akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang intravaskuler ke
ruang ekstravaskuler. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang sampai
lebih dari 30% dan berlangsung selama 24 – 48 jam. Perembesan plasma yang erat
hubungannya dengan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah ini terbukti dengan
adanya peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium dan terdapatnya cairan di
dalam rongga serosa (efusi pleura dan asites). Syok yang tidak tertanggulangi secara adekuat
akan menyebabkan asidosis dan anoksia, yang dapat berakibat fatal, oleh karena itu
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.1,11
Sebagai respon terhadap infeksi virus dengue, kompleks antigen antibodi selain
mengaktivasi sistem komplemen, juga menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivasi
sistem koagulasi melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut akan
mengakibatkan perdarahan pada DBD. Agrerasi trombosit terjadi sebagai akibat dari
perlekatan kompleks antigen-antibodi pada membran trombosit mengakibatkan pengeluaran
ADP (adenosin diphosphat), sehingga trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia (degranulasi trombosit). Agregasi trombosit ini akan
menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan terjadinya koagulapati konsumtif
(KID; koagulasi intravaskular deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degradation product ) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan. 1,11
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi trombosit, sehingga
walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak, tidak berfungsi dengan baik. Di sisi lain,
aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi faktor Hagemen sehingga terjadi aktivasi
sistem kinin kalikrein sehingga memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat
10
mempercepat terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DHF diakibatkan oleh
trombositopenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan fungsi trombosit, dan
kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya perdarahan akan memperberat syok yang
terjadi.1

Gambar 2. Pathogenesis terjadinya pedarahan pada DHF

Trombositopenia pada infeksi dengue tejadi melalui mekanisme supresi sumsum


tulang, destruksi dan pemendekan masa hidup trombosit. Gambaran sumsum tulang pada
masa awal infeksi (<5 hari) menunjukkan keadaan hiposeluler dan supresi megakariosit.
Setelah tubuh dapat mengkompensasi, maka akan terjadi peningkatan proses hematopoiesis.
Kadar trombopoietin dalam darah pada saat terjadi trombositopenia akan menunjukkan
kenaikan, hal ini menunjukkan adanya stimulasi thrombopoiesis sebagai mekanisme
kompensasi terhadap keadaan trombositopenia.

E. Manifestasi Klinis

Infeksi dengan hanya salah satu dari empat serotipe dengue dapat menghasilkan
spektrum penuh dan beratnya penyakit. Spektrum penyakit dapat berkisar dari, sindrom
demam non-spesifik ringan, demam berdarah klasik (DF), dengan bentuk parah dari penyakit,
DHF dan demam berdarah shock syndrome (DSS). Bentuk parah biasanya terwujud setelah
hari 2-7 fase demam dan sering ditandai dengan tanda-tanda peringatan klinis dan
laboratorium. Walaupun tidak ada agen terapeutik untuk infeksi dengue, kunci keberhasilan
penanganan adalah penggunaan waktu yang tepat dan kebijaksanaan perawatan suportif,
termasuk pemberian cairan isotonik intravena atau koloid, serta pemantauan ketat tanda-tanda
vital dan status hemodinamik, keseimbangan cairan, dan parameter hematologi.8

11
Perjalanan infeksi virus di dalam tubuh manusia sangat tergantung dari interaksi antara
kondisi imunologik dan umur seseorang. Oleh karena itu infeksi virus dengue dapat tidak
menunjukan gejala (asimptomatik) ataupun bermanifestasi klinis ringan yaitu demam tanpa
penyebab yang jelas, dengue fever (DF) dan bermanifestasi berat dengan dengue hemorrhagic
fever(DHF) tanpa syok atau dengue shock syndrome (DSS).8Manifestasi klinis bergantung
pada strain virus, faktor host misalnya umur, dan status imun. Berikut ini adalah bagan
manifestasi klinis dari infeksi virus dengue.8

Gambar 3. Manifestasi Klinis DHF

Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

Dengue adalah infeksi dengan manifestasi kompleks dengan masa


inkubasi 4 sampai 10 hari, dan memiliki 3 fase dalam perjalanan
penyakitnya, yaitu fase demam, fase kritis, dan fase pemulihan . Ketepatan dan
kecepatan tatalaksana serta pemantauan pasien sejak fase demam, mampu
mengurangi risiko kematian pasien severe dengue hingga <0,5%.

1. Febris (Demam)
Fase demam ditandai dengan demam yang timbul mendadak tinggi (dapat

mencapai 40o C), terus-menerus, kadang bifasik, serta berlangsung selama 2–


7 hari. Demam disertai dengan gejala lain yang sering ditemukan seperti muka
kemerahan (facial flushing), nyeri kepala, nyeri retroorbita, anoreksia, mialgia,
dan artralgia. Gejala lain yang mungkin dijumpai adalah nyeri ulu hati, mual,
muntah, nyeri di daerah subkostal kanan atau nyeri abdomen difus, kadang

12
disertai nyeri tenggorokan. Faring dan konjungtiva yang kemerahan (pharyngeal
injection dan ciliary injection) dapat ditemukan pada pemeriksaan fisis. Pada
fase awal demam, sulit membedakan dengue secara klinis dari penyakit demam
non-dengue lainnya. Manifestasi perdarahan ringan seperti petekie dan
perdarahan membran mukosa (misal epistaksis dan perdarahan gusi) dapat
terjadi. Perubahan hasil pemeriksaan darah perifer lengkap pada fase demam
berupa penurunan progresif jumlah leukosit (leukopenia) dapat menjadi panduan
klinisi untuk mendiagnosis dengue. Pada infeksi dengue jumlah total leukosit,
neutrofil dan trombosit lebih rendah jika dibandingkan dengan penderita demam
oleh virus lain pada daerah endemis dengue. (Rekomendasi A, peringkat bukti
level)

Gambar 4. Perjalanan Penyakit Infeksi Dengue

2. Kritis
Fase kritis terjadi pada saat demam turun (time of fever defervescence)

yaitu ketika suhu tubuh turun menjadi 37,5–38o C atau kurang dan tetap berada di
bawah suhu tersebut, merupakan saat berlangsungnya perembesan plasma terjadi
sehingga pasien dapat mengalami syok hipovolemik. Gejala ini menandai awal
fase kritis. Tanda bahaya umumnya terjadi menjelang akhir fase demam, yaitu
antara hari sakit ke-3 sampai ke-7, berupa peningkatan permeabilitas pembuluh
kapiler bersamaan dengan peningkatan kadar hematokrit.
13
Periode perembesan plasma yang signifikan biasanya berlangsung 24– 48
jam. Kewaspadaan dalam mengantisipasi kemungkinan syok adalah dengan
mengenal warning signs yang mendahului fase syok. Kemunculan warning
signs merupakan tanda perburukan yang perlu diwaspadai. Adanya warning sign
merupakan faktor risiko terjadinya severe dengue.
Warning signs umumnya terjadi menjelang akhir fase demam antara hari
sakit ke-3 sampai ke-7, berupa peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler
bersamaan dengan peningkatan kadar hematokrit. Warning signs merupakan
tanda perburukan dengue yang perlu diwaspadai. Tenaga medis perlu mengenal
warning signs, yaitu kumpulan tanda dan gejala serta parameter laboratorium
menunjukkan pasien memerlukan pemantauan ketat dan/atau dirujuk ke rumah
sakit untuk penanganan lebih lanjut
Parameter Deskripsi Penjelasan
Klinis Muntah terus- ≥3 episode muntah dalam 12 jam dan
menerus (persisten) tidak dapat mentoleransi cairan oral
Nyeri atau nyeri perut nyeri terus menerus dan intensitas
tekan abdomen bertambah sehingga mengganggu aktivitas
Gelisah/letargis kesadaran menurun dan/atau iritabel

Perdarahan mukosa 1) Mimisan/epistaksis

2) Perdarahan gusi

3) Perdarahan kulit berupa petekia,

4) Purpura

5) Perdarahan di konjungtiva, subkonjungtiva


Hepatomegali >2cm Pembesaran hati teraba melalui pemeriksaan

fisis > 2cm


Klinis dijumpai edema palpebra, efusi pleura, asites

akumulasi cairan
Laboratori Kadar hematokrit Peningkatan hematokrit dibandingkan
um dan jumlah sebelumnya, disertai penurunan cepat
trombosit jumlah trombosit.
Tabel 1. Warning Sign
14
3. Fase Pemulihan

Jika pasien berhasil melewati fase kritis selama 24–48 jam, reabsorbsi
cairan ekstravaskular secara bertahap akan berlangsung selama 48– 72 jam
berikutnya. Keadaan umum akan membaik, nafsu makan membaik, gejala
gastrointestinal menghilang, status hemodinamik stabil, dan diikuti dengan
perbaikan diuresis. Beberapa pasien memperlihatkan tanda ”pulau putih di
tengah lautan merah (white isles in the sea of red)”, sebagian mungkin mengalami
pruritus. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi sering terjadi pada fase
pemulihan. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah dari normal karena dampak
dilusi dari penyerapan cairan. Jumlah leukosit mulai meningkat segera setelah
masa defervescence sedangkan jumlah trombosit kembali normal terjadi
setelahnya.

Distress pernapasan karena edema dan asites dapat terjadi jika cairan intravena
diberikan secara berlebihan. Pada fase kritis dan/atau pemulihan, pemberian terapi cairan
yang berlebih berhubungan dengan terjadinya edema paru dan gagal jantung.

Gambar 5. Masalah klinis selama fase perjalanan penyakit dengue Sumber:


WHO. Dengue guidelines for diagnosis, treatment and control, 2009. dengan
modifikasi

15
F. Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO tahun
2011 terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris.
Kriteria klinis berdasarkan WHO 2011:8
1. Demam akut, tinggi mendadak 2-7 hari pada beberapa kasus, eritema kulit,
nyeri seluruh tubuh, mialgia, artralgia dan sakit kepala
2. Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :
- Uji tourniket positif (yang palinng umum)
- Petekie, ekimosis, purpura
- Perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan gusi
3. Hematemesis dan/atau melena
4. Syok, dengan manifestasi takikardi, perfusi jaringan yang buruk ditandai dengan
nadi lemah, hipotensi, kulit pucat, dingin, lemah.
Kriteria Laboratoris:
- Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)
- Terdapat minimal satu tanda-tanda kebocoran plasma atau tanda
hemokonsentrasi sebagai berikut:
o Peningkatan hematokrit > 20% dibandingkan standar sesuai dengan umur
dan jenis kelamin.
o Penurunan hematokrit >20% setelah mendapatkan terapi cairan,
dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya.
o Tanda kebocoran plasma seperti efusi pleura, asites atau
hipoalbuminemia.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan hematokrit,
cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue. Adanya pembesaran hati
selain dua kriteria klinis pertama adalah dugaan terjadinya demam berdarah dengue sebelum
onset kebocoran plasma. Efusi pleura (X-ray dada atau ultrasonografi) adalah bukti objektif
terjadinya kebocoran plasma dan terjadinya hipoalbumin dapat memperkuat diagnosis
terutama pada pasien anemia, perdarahan berat, kondisi ketika tidak adanya hematocrit dasar,
dan peningkatan hematocrit kurang dari 20% akibat pemberian terapi intravena secara dini.
Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia, mendukung diagnosa

16
demam berdarah dengue. ESR yang rendah (kurang dari 10 mm/satu jam pertama) selama
syok membedakan DSS dari syok septik.1,8,9,

Berdasarkan tingkat keparahan, WHO (2004) membagi demam berdarah dengue

menjadi 4 derajat, yaitu: 8,11


1. Derajat 1: Demam yang disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji torniquet.
2. Derajat 2: Derajat 1, disertai perdarahan terjadinya spontan di kulit dan
perdarahan lainnya.
3. Derajat 3: Adanya kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis d daerah sekitar
mulut, kulit dingin dan lembab, dan tampak gelisah.
4. Derajat 4: Syok berat, dimana nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah
tidak terukur.
DF/DHF Derajat Gejala Laboratorium
DF Demam disertai 2 atau lebih tanda: • Leukopenia (wbc
- sakit kepala 5000sel/mm3)
- nyeri retro orbital • Trombositopenia (Platelet
- myalgia/ nyeri otot <150 000 cells/mm3).
- arthralgia • Peningkatan HCT (5% –
- ruam 10% ).
- tidak adanya tanda • Tidak ada bukti kebocoran
kebocoran plasma plasma
DHF I Demam dan manifestasi • Trombositopenia
perdarahan (<100.000/ul),
(uji bendung positif) dan adanya
• Peningkatan HCT 20%
bukti ada kebocoran plasma
DHF II Gejala pada derajat I • Trombositopenia
disertai dengan perdarahan spontan (<100.000/ul)
• Peningkatan HCT 20%
DHF III Gejala pada derajat I atau II • Trombositopenia
disertai dengan kegagalan sirkulasi (<100.000/ul)
(nadi lemah, hipotensi, kulit dingin
• Peningkatan HCT 20%
dan lembab serta gelisah)
DHF IV Syok berat disertai dengan tekanan • Trombositopenia
darah dan nadi tidak terukur (<100.000/ul)
• Peningkatan HCT 20%

17
Tabel 2. Klasifikasi Dengue Berdasarkan tingkat keparahan

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menunjang diagnosis DHF adalah
pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Pemeriksaan yang umumya dan
signifikan dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap. Diagnosis DHF secara definitif dapat
dilakukan dengan isolasi virus, identifikasi virus dan serologis.11
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis DBD
adalah pemeriksaan darah lengkap, urine, serologi dan isolasi virus. Yang signifikan
dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, selain itu untuk mendiagnosis DBD secara
definitif dengan isolasi virus, identifikasi virus dan serologis.8
Pemeriksaan Darah Lengkap:
Pemeriksaan darah yang dilakukaan secara rutin adalah kadar hemoglobin,
hematokrit, jumlah trombosit. Meningkatnya hematokrit yang pada pasien DHF merupakan
penanda terjadinya perembesan plasma. Selain itu dapat juga ditemukan trombositopenia dan
leukopenia.8 Pada pemeriksaan darah lengkap parameter yang diamati adalah terdapat
trombositopenia (<100.000) di hari ke 3-8, kebocoran plasma ditandai dengan peningkatan
hematokrit ≥20% dari hematokrit awal yang biasanya terjadi mulai dari hari ke-3 demam,
leukosit dapat normal atau menurun dan mulai demam hari ke 3 dapat ditemui limfositosis
relatif (>45% total leukosit).
Pemeriksaan Faal Pembekuan Darah
Pemeriksaan faal pembekuan darah dapat digunakan sebagai acuan untuk memandu
terapi pada pasien dengan adanya manifestasi perdarahan yang parah. Pada pemeriksaan faal
pembekuan darah biasanya ditemukan protrombin time memanjang, activated partial
thromboplastin time memanjang, dan fibrinogen rendah dan tingkat degradasi produk
fibrin yang tinggi merupakan tanda DIC.
Deteksi Antigen
Perkembangan baru dalam ELISA dan tes dot blot diarahkan ke amplop / membran
(E / M) antigen dan protein non-struktural 1 (NS1) yang menunjukkan bahwa konsentrasi
tinggi antigen tersebut dalam bentuk kompleks imun dapat dideteksi pada pasien dengan
infeksi dengue primer dan sekunder sampai sembilan hari setelah onset penyakit. NS1

18
glikoprotein dihasilkan oleh semua flaviviruses dan dikeluarkan dari sel mamalia. NS1
menghasilkan respon humoral yang sangat kuat. Banyak penelitian telah diarahkan
menggunakan deteksi NS1 untuk membuat diagnosis awal infeksi virus dengue. Antigen NS1
dapat dideteksi pada awal demam hari pertama sampai hari ke delapan dengan sensitivitas
63%-93,4% dan spesifisitas 100%.8

Gambar 6. Pilihan uji diagnostik infeksi dengue


b. Tes serologi Ig G/Ig M
Respon antibodi terhadap infeksi terdiri dari munculnya berbagai jenis
immunoglobulin.Isotipe imunoglobulin IgM dan IgG memiliki nilai diagnostik pada demam
berdarah.Antibodi IgM dapat terdeteksi pada hari ke-3-5 setelah onset penyakit, meningkat
dengan cepat sekitar dua minggu dan menurun sampai tingkat yang tidak terdeteksi setelah 2-3
bulan. Karena kemunculan antibodi IgM yang terlambat, yaitu setelah lima hari demam, tes
serologis berdasarkan antibodi ini yang dilakukan selama lima hari pertama penyakit klinis
biasanya akan menunjukkan hasil yang negatif.

Antibodi IgG dapat terdeteksi pada tingkat yang rendah pada akhir minggu pertama,
yang kemudian akan meningkat dan tetap untuk periode yang lebih lama (selama bertahun-
tahun). IgG terdeteksi mulai hari ke 3-5 demam. Meningkat hingga minggu ke-3 dan dapat
menghilang setelah 60-90 hari.Pada infeksi primer IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14 dan
pada infeksi sekunder IgG mulai terdeteksi pada hari ke- 2.dapat terdeteksi selama lebih dari

19
60 tahun dan jika tidak ada gejala. Setelah infeksi primer, IgG mencapai tingkat puncak dalam
darah setelah 14-21 hari.Selama infeksi berikutnya, tingkat puncaknya lebih awal dan titer
biasanya lebih tinggi.Selama infeksi dengue sekunder (ketika host sebelumnya telah terinfeksi
virus dengue), titer antibodi meningkat dengan cepat.Antibodi IgG dapat terdeteksi pada
tingkat tinggi, bahkan pada tahap awal, dan bertahan dari beberapa bulan sampai periode
seumur hidup.
Tingkat antibodi IgM secara signifikan lebih rendah pada kasus infeksi sekunder.Oleh
karena itu, rasio IgM / IgG biasanya digunakan untuk membedakan antara infeksi dengue
primer dan sekunder.Trombositopenia biasanya diamati antara hari ketiga dan kedelapan
penyakit yang diikuti oleh perubahan hematokrit lainnya. Baik IgG dan IgM memberikan
kekebalan protektif terhadap serotipe virus yang menginfeksi.8,12
c. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis (foto toraks PA tegak dan lateral dekubitus kanan) dilakukan
dengan tujuan melihat ada tidaknya efusi pleura, terutama pada hemitoraks kanan dan pada
keadaan perembesan plasma hebat, efusi dapat ditemukan pada kedua hemitoraks. Asites dan
efusi pleura dapat pula dideteksi dengan pemeriksaan ultrasonografi.Kelainan yang bisa
didapatkan antara lain dilatasi pembuluh darah paru, kardiomegali atau efusi perikard, dan
hepatomegaly. 1

H. Diagnosa Banding1-4
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan apabila terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tifoid, chikungunya, dan campak. Pada awal perjalanan penyakit yaitu pada fase
demam, diagnosis banding dapat mencakup infeksi bakteri, virus, atau infeksi parasit yang
mirip dengan infeksi dengue seperti demam tifoid, campak, malaria dan demam chikungunya.10
Demam berdarah dengue berbeda dengan demam tifoid, dimana jenis demam tifoid
yang lama dan suhu tubuh lebih meningkat biasanya pada sore hari dan menurun pada pagi
hari.Pola demam berperti anak tangga. Gejala lain sama dengan DHF seperti sakit kepala,
mual, muntah, nyeri otot. Pada pemeriksaan penunjang dilakukan uji widal.10

Demam berdarah dengue dengan demam chikungunya berbeda. Pada demam


chikungunya biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan cara penularannya mirip
dengan penularan influenza. Pada demam chikungunya, serangan demam mendadak lebih
mendadak dibandingkan dengan demam berdarah dengue, masa demam lebih pendek, suhu
lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular, adanya injeksi konjungtiva dan lebih

20
sering disertai dengan nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis
hampir sama dengan demam berdarah dengue. Pada demam chikungunya tidak ditemukan
adanya perdarahan gastrointestinal, syok, dan tidak terjadinya peningkatan.1

Pada penyakit malaria, gejala klinis yang muncul yaitu biasanya demam menggigil
secara berkala dan biasanya terjadi sakit kepala secara bersamaan, suhu badan menurun,
terdapat anemia, splenomegali (pembesaran limpa), dan terjadi ikterus (hemolisis dan
gangguan hepar). Namun pada demam berdarah dengue, demam terjadi secara mendadak, suhu
dapat mencapai 380C - 400C yang terjadi 2 hingga 7 hari, terdapat manifestasi perdarahan,
hepatomegali, terdapat tanda-tanda syok, lemah, mual, muntah, sakit kepala, diare, dan ruam
merah dan sakit pada otot dan persendian. Pada tes laboratorium demam berdarah dengue
biasanya dilakukan uji serologi IgM, IgG, dan ELISA, dan mendeteksi antigen viral dengan
metode PCR serta dengan cara fluorosensi imunoglobulin. Sedangkan pada malaria, tes
laboratorium bisanya ditemukan parasit dalam darah yang dipulas dengan Giemsa.8
Campak biasanya muncul dengan gejala klinis berupa adanya bercak merah yang
dapat hilang apabila di tekan. Bercak merah timbul pada hari ke-3 sampai dengan hari ke 5,
yang kemudian akan berkurang pada minggu kedua dan menimbulkan bekas terkelupas dan
bercak kehitaman. Bercak merah muncul diawali dengan adanya keluhan pilek dan batuk
ketika munculnya demam pada hari pertama.Sedangkan bercak yang timbul pada demam
berdarah dengue muncul pada hari ke-2 sampai 3. Pada hari ke-4 dan 5 bercak menghilang
tanpa diikuti proses terkelupas dan bercak kehitaman pada kulit. Selain gejala klinis tersebut
yang membedakan penyakit demam berdarah dengue dengan campak adalah pada demam
berdarah dengue terjadi penurunan trombosit/trombositopenia (<100.000/uL) dan terjadi
hemokonsentrasi lebih dari 20%. Selain itu pada DHF akan tampak hasil positif pada
pemeriksaan antibodi IgG dan IgM.8
Idiopatic Thrombocytopenic Purpura (ITP) sulit dibedakan dengan DHF, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan di bawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosis ITP sulit dibedakan dengan penyakit DBD, tetapi pada ITP demam cepat
menghilang, tidak dijumpai hemokonsentrasi, dan pada fase penyembuhan DBD jumlah
trombosit lebih cepat kembali normal daripada ITP.

I. Penatalaksanaan3,9,10
Pada dasarnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simtomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
21
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal
terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris.
Proses kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari
ke 4 hingga 6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan
berkurang dan cairan akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular. Terapi cairan pada
kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk menilai apakah
pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan terjadinya
kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai.Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada
trombositopenia yang berat) dan pemberian makanan dengan kandungan gizi yang cukup,
lunak dan tidak mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi
simptomatis, dapat diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk
mengatasi keluhan dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid
sebaiknya dihindari karena berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas
(lambung/duodenum). Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan
DHF dewasa mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam
5 kategori, sebagai berikut:14,15
1. Penanganan pasien suspek DHF tanpa syok
Potokol ini sebagai pedoman dalam memberikan pertolongan pertama pada pasien yang
menderita DHF atau yang dicurigai menderita DHF di Instalasi Gawat Darurat. Protokol ini
juga digunakan sebagai sebagai petunjuk dalam memutuskan apakah pasien harus dirawat.
Seseorang yang menderita DHF di IGD dilakukan pemeriksaan Hemoglobin (Hb),
hematoktrit dan trombosit apabila didapatkan :

a. Hb, Ht dan trombosit dalam batas normal atau jumlah trombosit antara 100.000 –
150.000, pasien dapat dipulangkan dan dilakukan observasi dengan anjuran kontrol
atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam berikutnya untuk dilakukan
pemeriksaan Hb, Ht, Leukosit dan trombosit setiap 24 jam. Apabila keaadaan pasien
memburuk, pasien segera dibawa kembali ke Instansi Gawat Darurat.
b. Hb, Ht normal tetapi jumlah trombosit<100.000 pasien dianjurkan untuk dirawat inap
di rumah sakit.
c. Hb, Ht meningkat dan jumlah trombosit normal atau turun pasien juga dianjurkan
untuk dirawat inap di rumah sakit.

22
Gambar .7 pasien suspek DHF tanpa syok

2. Pemberian cairan pada suspek DHF dewasa di ruang rawat.


Pasien yang menderita DHF tanpa adanya perdarahan spontan dan masif dan tanpa
adanya syok maka diberikan cairan infus kristaloid di ruang rawat dengan jumlah seperti
rumus berikut ini:

Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan Sesuai rumus berikut

1500 + {20 x (BB dalam kg – 20)}

(Sumber : Pan American Health Orgabization : Dengue and dengue hemorrhagic


Fever : Guidlines for Prevention and Control : PAHO : Washington D.C,
1994:67)

Setelah dilakukan pemberian cairan pasien dilakukan pemeriksaan HB, Ht setiap 24 jam
a. Apabila Hb, HT meningkat 10 – 20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian
cairan tetap seperti rumus diatas tetapi pemantauan Hb, Ht dan trombosit
dilakukan tian 12 jam.
b. Apabila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan
sesuai dengan protokol penatalaksanaan DBD dangan peningkatan Ht > 20 %.

23
Gambar 8. Pemberian cairan suspek DHF dewasa di ruang rawat.

3. Penatalaksanaan Pasien DHF dengan peningkatan hematokrit >20%.


Tubuh akan mengalami defisit sebanyak 5% ketika terjadinya peningkatan Ht > 20 %.
Terapi awal yang dilakukan adalah dengan pemberian infus cairan kristaloid sebanyak 6-7
ml/kgBB/jam.Pasien kemudian dievaluasi kondisi pasien setelah 3-4 jam pemberian
cairan.Apabila terjadinya perbaikan kondisi yang ditandai dengan adanya Ht turun, frekuensi
nadi turun, tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan yang diberikan
harus dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam.Setelah itu 2 kemudian dilakukan pemantauan
kembali, apabila kondisi pasien tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan
dalam waktu 24-48 jam kemudian.
Apabila setelah dilakukan pemberian terapi cairan awal 6 – 7 ml/ kgBB/ jam tadi
keadaan pasien tetap tidak membaik, yang ditandai dengan Ht dan nadi meningkat, tekanan
nadi menurun <20 mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan
infus yang diberikan menjadi 10 ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan evaluasi
kembali. Apabila keadaan pasien menunjukkan adanya perbaikan maka jumlah cairan yang
diberikan dapat dikurangi menjadi 5 ml/kgBB/jam. Apabila keaadaan pasien tidak
menunjukkan adanya perbaikan maka jumlah cairan infus yang diberikan dinaikkan menjadi
15ml/kgBB/jam. Dilakukan pemantaun terhadap kondisi pasien, apabila dalam
perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka pasien
ditangani sesuai dengan protokol tatalaksana sindrom syok dengue pada pasien dewasa. Bila
syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi cairan awal.
24
Gambar 9. Penatalaksanaan Pasien DHF dengan peningkatan hematokrit >20%.

4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada pasien DHFdewasa


Perdarahan maksud adalah yang pada hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun
telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan melena atau
hematoskesia), perdarahan saluran kencing (hematuria), perdarahan otak atau perdarahan
tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak 4-5 cc/kgBB/jam. Pada keadaan ini jumlah
cairan yang diberikandan kecepatan pemberian cairan tetap seperti keadaan DHF tanpa syok
lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin dilakukan sesering
mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht dan trombosit serta hemostasis harus segera dilakukan
dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

Pemberian heparin dapat diberikan apabila secara klinis dan laboratoris ditemukan
adanya tanda-tanda KID.Transfusi komponen darah diberikan sesuai indikasi.FFP dapat
diberikan apabila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10g %. Transfusi trombosit hanya
diberikan pada pasien DHF dengan perdarahan spontan dan massif dengan jumlah trombosit
<100.000/ul disertai atau tanpa KID dan Hb <10 gr/dL.

25
Gambar 10. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DHFdewasa

5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.


Pasien dengan Sindroma Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus diingat
adalah bahwa renjatan ini harus segera diatasi oleh karena itu penggantian cairan intravaskuler
yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh kali lipat
dibandingkan dengan penderita DHF tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena
keterlambatan penderita DHF mendapatkan pertolongan / pengobatan, penatalaksanaan yang
tidak tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda – tanda renjatan dini, dan
penatalaksanaan renjatan yang tidak adekuat.

Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan SSD yaitu jenis cairan dan jumlah serta kecepatan cairan yang akan diberikan.
Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti kehilangan cairan di ruang intravaskular,
pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer asetat, cairan salin) maupun koloid dapat
diberikan.Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan SSD
antara lain memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi,
tidak mengganggu system koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.

26
WHO menganjurkan terapi kristaloid sebagai cairan standar pada terapi DHF karena
dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih mudah didapat dan lebih murah. Keuntungan
lainnya penggunaan kristaloid antara lain komposisi yang menyerupai komposisi plasma,
mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi anafilaktik.
Secara umum, penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DHF aman dan efektif. Selain
pemberian cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pada fase awal, cairan
kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah 15-30 menit. Bila renjatan
telah teratasi (ditandai dengan TD sistolik 100mmHg dan tekanan nadi lebih dari 20 mmHg,
frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume yang cukup, akral teraba
hangat, dan kulit tidak pucat serta diuresis 0,5-1cc/kgBB/jam) jumlah cairan dikurangi
menjadi 7ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60 – 120 menit keadaan tetap stabil pemberian
cairan menjadi 5ml/kgBB/jam.Bila dalam 60 – 120 menit kemudian keadaan tetap stabil
pemberian caira menjadi 3ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan teratasi tanda-tanda
vital dan hematokrit tetap stabil serta diuresis cukup maka pemberian cairan perinfus harus
dihentikan (karena jika rebsorbsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi,
ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi
edema paru atau gagal jantung dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadin renjatan ( karena selain proses patogenesis
penyakit masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang
menetap dalam pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui
apakah renjatan telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status
kesadaran, tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri
tekan daerah hipokondrium kanan dan epigastrik serta jumlah diuresis. Diuresis diusahakan
2ml/kgBB/kam. Pemantauan kadar hemoglobin, hematoktrit, dan jumlah trombosit dapat
dipergunakan untuk pemantauan perkalanan penyakit.
Bila stelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian
cairan kristaloid dapat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB dan kemudian dievaluasi detelah
20-30 menit. Bila nilai hematokrit meningkat berarti perembesan plasma masih berlangsung
maka pemberian cairan koloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun , berarti
terjadi perdarahan ( internal bleeding) maka pada penderita diberikan transfusi darah segar
10ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.

27
Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat
cairan tersebut .Pemberian koloid sendiri mulu-mula diberikan dengantetesan cepat 10-20
ml/kgBB dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk
memantau kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral dan pemberian koloid
dapat ditambah hingga jumlah maksimum 30ml/kgBB (maksimal 1-1,5 1/hari) dengan sasaran
tekanan vena sentral 15-18 smH2O. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan
dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID,
infeksi sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi
renjatan belum teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor. Pemeriksaan –
pemeriksaan yang harus dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL),
hemostasis, AGD, kadar natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kereatinin.

28
Gambar 11. Tatalaksana pasien sindroma syok Dengue pada Dewasa

J. Pencegahan

Demam berdarah dapat dicegah dengan melakukan memberantas terhadap jentik-


jentik nyamuk Demam Berdarah (Aedes aegypti) dengan cara melakukan PSN (Pembersihan
Sarang Nyamuk). Upaya ini merupakan cara yang terbaik, ampuh, murah, mudah dan dapat
dilakukan oleh seluruh masyarakat, yaitu16:

i. Membersihkan (kuras) tempat penyimpanan air (seperti: bak mandi / WC, drum, dan
lain-lain) sekurang-kurangnya 1 kali seminggu. Rutin mengganti air di vas bunga,
tempat minum burung dan lain-lain sekurang-kurangnya satu kali seminggu.
ii. Menutup dengan rapat tempat penampungan air, seperti ember, drum, dan lain-
lain agar tidak menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk di tempat
tersebut.Taburkan bubuk ABATE pada tempat-tempat air yang tidak mungkin atau
sulit dikuras untuk membunuh jentik-jentik nyamuk. Ulangi hal ini setiap 2- 3 bulan
sekali
iii. Buang sampah pada tempatnya dan mengubur barang-barang bekas, seperti kaleng
bekas, ban bekas, botol-botol pecah, dan lain-lain yang dapat menampung air hujan,
agar tidak menjadi tempat berkembang biak nyamuk. Menutup lubang- lubang pagar
pada pagar bambu dengan tanah atau adukan semen.
iv. Lipatlah pakaian/kain yang bergantungan dalam kamar agar nyamuk tidak hinggap
di dalam pakaian.

29
BAB III
Laporan Kasus

 Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Jenis kelamin : Laki-laki
Umur : 37 th
Alamat : Dsn Keluarga Desa Tanjung
Agama : Islam
Pekerjaan : Wirasasta
No. Rekam Medik : 37.62.xx
MRS : 8 April 2022
DPJP : dr. Muhammad Reza Hans Sp.PD
Diagnosis Masuk : Febris e.c DD Susp. DHF
Diagnosis Keluar : Dengue Hemoragic Fever Gr.II
 Anamnesa
Keluhan Utama : Demam
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD dibawa oleh keluarganya dengan keluhan demam yang tidak
turun yang dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien minum obat tablet dari bidan namun
demam tidak kunjung menurun dan tetap tinggi, demam dikatakan mengganggu aktivitas
dan tidur pasien . Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak kemarin, frekuensi
sebanyak 5 kali hari ini, muntah berisi makanan yang dimakan oleh pasien, nafsu makan
pasien juga menurun. Pasien mengeluhkan perdarahan dari hidung sejak kemarin perdarahan
muncul mendadak sebanyak 2 kali di malam hari dan tadi pagi,dengan volume ½ sendok
makan. Setelah dilakukan penekanan dengan kasa dan kain perdarahan berhenti. Riwayat
trauma sebelum terjadi perdarahan dari hidung disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit Hipertensi, ASMA dan Diabetes Melitus Disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit Hipertensi, ASMA dan Diabetes Melitus

Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien adalah pekerja buruh bangunan, dari keterangan keluarga pasien seminggu yang lalu
ada tetangga pasien yang dirawat di RS dengan penyakit DBD. Pasien adalah seorang
perokok sejak muda dan biasa menghabiskan rokok 1 bungks 1 hari, riwayat mengkonsumsi
alcohol disangkal oleh pasien.

 Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Tekanan Darah : 117/78 mmHg   
Nadi : 76 x/menit, teratur, kuat
Suhu : 38,4oC
Respiratory rate : 20x/menit
Tinggi Badan : 168 cm
Berat Badan : 65 kg
Keadaan umum
Pasien tampak lemah
KU : Tampak Sakit Sedang                   
Kesadaran : Compos mentis
Pemeriksaan generalis
Kepala : mesosefal
Mata : mata cekung (-/-), conj palpebra anemis (-/-), ikterik (-/-)
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-/-)
Thorax : simetris, retraksi (-)
Cor : I : Ictus cordis tak tampak
Pa : Ictus cordis teraba di SIC V 2 cm sebelah medial LMCS
Pe : konfigurasi jantung dalam batas normal
Au: Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
Pulmo : I : Simetris, statis, dinamis
Pa : Stem fremitus kanan = kiri
Pe : Sonor seluruh lapangan paru
Au: Suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
Abdomen : St.lokalis
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), CRT<2”/<2”

Rectal toucher
Tidak dilakukan pemeriksaan RT

Pemeriksaan Laboratorium
8 April 2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
RAPID TEST ANTIGEN SARS NEGATIF Negatif
COV 2

KIMIA
138 mg/dL 70-140
Glukosa Darah Sewaktu

CITO DARAH RUTIN DEWASA


13,7 g/dL 13,2-17,3
Hemoglobin (Hb)
42,0 % 40-52
Hematokrit (Ht)
9.900 /ul 3.800- 10.600
Lekosit (Al)
74.000 /ul 150.000- 440.000
Trombosit (At)
5.95 Juta/ul 4.4- 5.9
Eritrosit (Ae)
50.7
Netrofil
43.9
Limfosit
4.300
Limfosit Absolut
1.15
Netrofil limfosit rasio (NLR)
POSITIF
Ig M Anti Dengue POSITIF
Ig G Anti Dengue

9 April 2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
CITO DARAH RUTIN DEWASA
Hemoglobin (Hb) 13,9 g/dL 13,2-17,3

Hematokrit (Ht) 47,0 % 40-52

Lekosit (Al) 8.600 /ul 3.800- 10.600

Trombosit (At) 104.000 /ul 150.000- 440.000

Eritrosit (Ae) 5.53 Juta/ul 4.4- 5.9

10 April 2022
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
CITO DARAH RUTIN DEWASA
Hemoglobin (Hb) 14,2 g/dL 13,2-17,3

Hematokrit (Ht) 50,0 % 40-52

Lekosit (Al) 7.800 /ul 3.800- 10.600

Trombosit (At) 194.000 /ul 150.000- 440.000

Eritrosit (Ae) 5.67 Juta/ul 4.4- 5.9

Initial Plan
Terapi:
 IUFD RL guyur 1 fls, selanjutnya maintenance 20 gtt/i
 Drip Paracetamol 1 fls/ 8 jam
 Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
 Inj.Metochlorpramide 1 amp/12 jam
CATATAN KEMAJUAN
Tanggal Perjalanan Penyakit Perintah pengobatan/Tindakan yang
diberikan
9 April S: Demam berkurang, mual  IUFD RL 20 gtt/i
dan muntah berkurang  Drip Paracetamol 1 fls/ 8 jam
KU : baik  Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
TD : 110/80  Inj.Metochlorpramide 1 amp/12 jam
N : 96 x/menit
 Cek DR /hari
t : 37,2
Diagnosa : CHF gr.II
10 April S: Demam (-)  Cek DR
2022 KU : baik PBJ
TD : 113/82 Paracetamol 3x 500 mg
N : 71 x/menit Lansoprazole 2x1
t : 36,7 Domperidone 3x 10 mg
Diagnosa : CHF Gr.II Neurohax 2x1
BAB IV
PEMBAHASAN

Subjective: Pasien datang ke IGD RSUD dibawa oleh keluarganya dengan keluhan demam
yang tidak turun yang dirasakan sejak 4 hari yang lalu. Pasien minum obat tablet dari bidan
namun demam tidak kunjung menurun dan tetap tinggi, demam dikatakan mengganggu
aktivitas dan tidur pasien . Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sejak kemarin,
frekuensi sebanyak 5 kali hari ini, muntah berisi makanan yang dimakan oleh pasien, nafsu
makan pasien juga menurun. Pasien mengeluhkan perdarahan dari hidung sejak kemarin
perdarahan muncul mendadak sebanyak 2 kali di malam hari dan tadi pagi,dengan volume ½
gelas. Setelah dilakukan penekanan dengan kasa dan kain perdarahan berhenti. Riwayat
trauma sebelum terjadi perdarahan dari hidung disangkal.
 Analisa kasus: Demam yang tidak turun selama 4 hari merupakan demam yang terjadi
pada fase febris hingga kritis, hal ini dtambah dengan adanya riwayat perdarahan dari
hidung 2 kali sebanyak ¼ gelas dan riwayat trauma sebelum terjadi perdarahan disangkal.

Objective: Pemeriksaan fisik didapatkan Temperatur pasien 38,4 0-C dengan pemeriksaan
labratorium tanggal 8 April 2022 (Trombosit: 74.000) dan Ig G, Ig M didapatkan hasil
positif. Pemeriksaan darah rutin dilakukan setiap hari untuk tetap memantau keadaan umum
pasien . tanggal 9 April 2022 (Trombosit: 104 .000) dan tidak didapatkan peningkatan
maupun penguranngan hasil hematokrit. Tanggal 10 April 2022 hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan hasil trombosit 194.000, keadaan umum pasien membaik dan
pasien diperbolehkan untuk dirawat jalan.
 Analisa kasus: Hasil trombosit <100.000 menjadi syarat pasien dirawat di ruangan,
keadaan umum pasien terus dipantau setiap 24 jam dengan pemeriksaan darah rutin per
hari. Dari hasil pemeriksaan laboratorium pasien tidak didapatkan tanda-tanda syok
ataupun warning sign. Hinga di hari ke-3 peawatan pasien diperbolehkan untuk dirawat
jalan.

Assesment: CHF grade II


Planning:
IUFD RL guyur 1 fls, selanjutnya maintenance 20 gtt/i
Drip Paracetamol 1 fls/ 8 jam
Inj. Omeprazole 40 mg/12 jam
Inj.Metochlorpramide 1 amp/12 jam
.
 Analisa kasus: Pasien dilakukan pemberian cairan untuk memenuhi kebutuhan cairan
harian pasien selama perawatan di rumah sakit. Penatalaksaan yang lainnya memenuhi
syarat penanganan yang bersifat supportif dan dan simptomatis hingga pasien pulang
untuk rawat jalan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Wahono TD. Demam Berdarah Dengue. Jakarta:


Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan; 2004.

2. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam Berdarah Dengue. Dalam


Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III Edisi V. Editor : Sudoyo AW dkk. Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. Jakarta : 2007.
3. Sanyaolu, et al. 2017. Global epidemiology of Dengue Hemorrhagic Fever: An
Update. Journal of Human Virology & Retrovirology. 5(6);00179

4. Hairani LK. Gambaran epidemiologi demam berdarah di Indonesia. FKM UI. 2009.

5. Lestari K. Epidemiologi dan pencegahan Demam Berdarah dengue di Indonesia.


Farmaka. 2007; 5:12-29.
6. Kemenkes RI. INFODATIN. Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan
RI: Situasi Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta: 2014.
7. Dinas Kesehatan Provinsi Bali. 2013. Profil Kesehatan Provinsi Bali. Hal : 27-28;
54-55
8. World Health Organization. Prevention and control of dengue and dengue
haemorrhagic fever: comprihensive guidelines. New Delhi, 2021.p.5-45
9. Tanto, Chris et al. Kapita Selekta Kedokteran Edisi IV. Media Aesculapius. Jakarta:
2014.
10. Hadinegoro, S.Sri Rezeki, Pitfalls and Pearls.(2004). Diagnosis dan Tata
Laksana Demam Berdarah Dengue, dalam: Current Management of Pediatrics
Problem. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. Hal 63-72
11. Suzanne Moore Shepherd. 2014. Dengue. Pennsylvania. Hospital of
University of Pennsylvania
12. Falconar AK, de Plata E, Romero-Vivas CM. Altered enzyme-linked
immunosorbent assay immunoglobulin M (IgM)/IgG optical density ratios can
correctly classify all primary or secondary dengue virus infections 1 day after the
onset of symptoms, when all of the viruses can be isolated. Clinical and Vaccine
Immunology, 2006, 13:1044–1051.
13. Chen,K., Pohan, H. T., Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan pada Demam
Berdarah Dengue. Medicinus. 2009; 22 (1)
14. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana
pelayanan kesehatan, 2005.p.19-34
15. World Health Organization. Dengue guidelines for diagnosis, treatment

and control. 2009. Diunduh dari


http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241547871_eng.pdf.

Anda mungkin juga menyukai