Watermarking sebagai Teknik Penyembunyian Label Hak Cipta pada Data Digital
Suhono H. Supangkat, Kuspriyanto, Juanda Departemen Teknik Elektro, Institut Teknologi Bandung
Abstract
This paper describes and gives an overview about watermarking as a data hiding technique, and applications of watermarking in many fields for digital data, particularly an application of watermarking for copyright protection. This paper also addresses kinds of ideal watermarking system, problems in watermarking, as well as some of watermarking methods for various types of digital data, such as video, image, and audio. The result of our watermarking implementation and robustness agains some signal processing such as digital format conversion, JPEG compression, and blurring as one kind of lowpass filter is also presented.
I.
Pendahuluan
Serta Mudah didistribusikan, baik dengan media disk maupun melalui jaringan seperti Internet.
Sekarang ini, hampir tidak ada orang yang tidak mengenal komputer. Komputer telah dipakai dalam hampir segala aspek kehidupan. Dari Komputer yang mempunyai fungsi tertentu (specialized-computer) yang biasa dipakai untuk proses otomatisasi dalam industri (salah satu contoh: industri mobil) sampai kepada komputer pribadi (Personal Computer) yang lebih dikenal dengan sebutan PC yang digunakan baik oleh kantor-kantor besar maupun oleh kantor-kantor kecil (Small Office Home Office) untuk menyimpan data-data perusahaan, menyimpan/mengolah database, mengatur keuangan, sampai kepada sekedar hiburan untuk mendengar lagu, menyaksikan VCD atau permainan bagi anak-anak. Perkembangan teknologi komputer digital sampai sejauh ini tidak terlepas dari kemajuan dibidang teknologi IC (Intregated Circuit) sebagai salah satu komponen digital yang memegang peranan penting dalam sebuah komputer. Perkembangan ini telah membawa perubahan pada zaman ini, sehingga zaman sekarang ini sering disebut sebagai Zaman Digital, atau Dunia Digital atau Dunia Bit (disebut demikian karena istilah bit sangat mendasar dalam masalah digital). Dengan perkembangan komputer digital dan perangkatperangkat lainnya yang serba digital, telah membuat data digital banyak digunakan. Ada beberapa faktor yang membuat data digital (seperti audio, citra, video, dan text) banyak digunakan, antara lain: q Mudah diduplikasi dan hasilnya sama dengan aslinya, q Murah untuk penduplikasian dan penyimpanan, q Mudah disimpan untuk kemudian diolah atau diproses lebih lanjut,
Apalagi dengan adanya perkembangan teknologi Internet yang dapat menyajikan dan mempersatukan berbagai jenis data digital, data-data digital tersebut semakin banyak digunakan untuk membentuk suatu sistem multimedia. Dengan adanya Internet sebagai sistem jaringan terluas didunia yang menghubungkan hampir seluruh komputerkomputer dunia, membuat semua komputer di dunia ini semakin mudah untuk bertukar data. Dalam Dunia Maya ini, hampir segala jenis informasi dapat diperoleh, yang dibutuhkan hanyalah sebuah komputer yang terhubung dengan dunia maya ini (Internet). Seiring dengan semakin banyaknya pemakaian data digital, maka proses pengolahan data digital juga semakin berkembang. Berbagai jenis metoda pengolahan digital untuk berbagai jenis data digital sudah tersedia saat ini. Salah satu jenis pengolahan data digital untuk berbagai data digital yang akan dibicarakan disini adalah watermarking.
19
_________________________________________________________________________________________________________________
kehadirannya oleh manusia tanpa alat bantu mesin pengolah digital seperti komputer, dan sejenisnya. Steganography berbeda dengan cryptography, letak perbedaannya adalah hasil keluarannya. Hasil dari cryptography biasanya berupa data yang berbeda dari bentuk aslinya dan biasanya datanya seolah-olah berantakan (tetapi dapat dikembalikan ke bentuk semula) sedangkan hasil keluaran dari steganography ini memiliki bentuk persepsi yang sama dengan bentuk aslinya, tentunya persepsi disini oleh indera manusia, tetapi tidak oleh komputer atau perangkat pengolah digital lainnya.
pada data digital sebagai bukti otentik kepemilikan karya digital tersebut.
Trade-Off
Steganography
Robustness
Invisibly
Cryptography
Gambar 2. Gambar 1. Ilustrasi Steganography dan Cryptography pada citra Trade-Off dalam Watermarking
Watermarking ini memanfaatkan kekurangan-kekurangan sistem indera manusia seperti mata dan telinga. Dengan adanya kekurangan inilah, metoda watermarking ini dapat diterapkan pada berbagai media digital. Jadi watermarking merupakan suatu cara untuk penyembunyian atau penanaman data/informasi tertentu (baik hanya berupa catatan umum maupun rahasia) ke dalam suatu data digital lainnya, tetapi tidak diketahui kehadirannya oleh indera manusia (indera penglihatan atau indera pendengaran), dan mampu menghadapi prosesproses pengolahan sinyal digital sampai pada tahap tertentu.
Semua aplikasi dari watermarking tersebut, menuntut halhal (parameter) yang berbeda dari penerapan metoda watermarking. Parameter-parameter yang perlu diperhatikan dalam penerapan metoda watermarking: 1. Jumlah data (bitrate) yang akan disembunyikan. 2. Ketahanan (robustness) terhadap proses pengolahan sinyal. Terdapat suatu trade-off diantara kedua parameter (bitrate dan robustness) tersebut dengan Invisibly (tidak tampak). Bila diinginkan robustness yang tinggi maka bitrate akan menjadi rendah, sedangkan akan semakin visible, dan sebaliknya semakin invisible maka robustness akan menurun. Jadi harus dipilih nilai-nilai dari parameter tersebut agar memberikan hasil yang sesuai dengan kita inginkan (sesuai dengan aplikasi). Hubungan Invisibility dengan Robustness dapat diterangkan sebagai berikut: misalkan suatu data asli diubah (ditambah atau dikurangi) sesedikit mungkin dengan maksud memberikan efek invisible yang semakin tinggi, maka dengan adanya sedikit proses pengolahan digital saja, perubahan tadi akan berubah/hilang. Dengan demikian dikatakan robustness rendah, tetapi invisibility tinggi. Ilustrasinya dapat dilihat berikut ini. Tiga buah titik dimana titik tengah dilakukan penambahan dengan suatu nilai konstan d (misalnya: X2 + d), kemudian dilakukan proses Normalisasi (asumsi normalisasi sebagai suatu proses digital) terhadap rata-ratanya seperti pada tabel berikut ini:
Xn =
dimana
Xn X
20
_________________________________________________________________________________________________________________
Sample Point X1 original d=1 d = 10 Tabel 1. 120 120 120 X2 156 157 166 X3 110 110 110
Normalisasi dengan rata-rata X1 X2 X3 0.93 0.93 0.93 1.21 1.22 1.29 0.85 0.85 0.83
tersebut (Misalnya untuk citra dan video pada domain spasial, dan audio pada domain waktu) atau terlebih dahulu dilakukan transformasi ke dalam domain yang lain. Berbagai transformasi yang dikenal dalam pemrosesan sinyal digital seperti: FFT (Fast Fourier Transform), DCT (Discrete Cosine Transform), Wavelet Transform, dsb. Penerapan watermarking pada berbagai domain dengan berbagai transformasi turut mempengaruhi berbagai parameter penting dalam watermarking [7] (bitrate, invisible, dan robustness).
Bentuk grafik dari ketiga sample point sebelum dan sesudah dinormalisasi dengan nilai rata-ratanya dapat dilihat pada grafik berikut. Tampak pada grafik dengan d yang kecil setelah normalisasi, grafik akan mendekati (berimpit) aslinya, sedangkan dengan d yang cukup besar maka tampak grafiknya tetap berbeda dengan aslinya. Original (D = 0) D=1 D = 10
170
160
150
140
130
120
110
100 0 1 2 3 4
1.40
1.30
1.20
1.10
1.00
0.90
0.80 0 1 2 3 4
21
_________________________________________________________________________________________________________________
Visible Marking; Penandaan secara eksplisit pada data digital, memang memberikan sejenis tanda semi-permanen, tetapi dengan tersedianya software atau metoda untuk pengolahan, maka dengan sedikit ketrampilan dan kesabaran, tanda yang semipermanen tersebut dapat dihilangkan dari data digitalnya. (lihat Gambar 3.) Encryption; Penyebaran data digital dengan kunci untuk decryption tidak dapat menjamin penyebarannya yang legal. Maksudnya setelah data digital terenkripsi dengan kuncinya telah diberikan kepada pihak yang telah membayar otoritas (secara legal), maka tidak dapat dijamin penyebaran data digital yang telah terdekripsi tadi oleh pihak lain tersebut. Copy Protection; Proteksi jenis ini biasanya dilakukan secara hardware, seperti halnya saat ini proteksi hardware DVD, tetapi kita ketahui banyak data digital saat ini tidak dapat diproteksi secara hardware (seperti dengan adanya Internet) atau dengan kata lain tidak memungkinkan dengan adanya proteksi secara hardware.
menggunakan panca indera kita (dalam hal ini terutama mata dan telinga manusia). v Robustness; Tidak mudah dihapus/diubah secara langsung oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, dan tidak mudah terhapus/terubah dengan adanya proses pengolahan sinyal digital, seperti kompresi, filter, pemotongan dan sebagainya. v Trackable; Tidak menghambat proses penduplikasian tetapi penyebaran data digital tersebut tetap dapat dikendalikan dan diketahui. Teknik watermarking tampaknya memiliki ketiga sifat-sifat diatas, karena faktor-faktor invisibility dan robustness dapat kita atur, dan data yang terwatermark dapat diduplikasi seperti layaknya data digital. Watermarking sebagai metoda untuk pelabelan hak cipta dituntut memiliki berbagai kriteria (ideal) sebagai berikut agar memberikan unjuk kerja yang bagus: Label Hak Cipta yang unik mengandung informasi pembuatan, seperti nama, tanggal, dst, atau sebuah kode hak cipta seperti halnya ISBN (International Standard for Book Notation) pada buku-buku. Data terlabel tidak dapat diubah atau dihapus (robustness) secara langsung oleh orang lain atau dengan menggunakan software pengolahan sinyal sampai tingkatan tertentu. Pelabelan yang lebih dari satu kali dapat merusak data digital aslinya, supaya orang lain tidak dapat melakukan pelabelan berulang terhadap data yang telah dilabel. Berbagai pengolahan sinyal digital yang mungkin dilakukan terhadap berbagai tipe data digital, antara lain: v Untuk Citra Filter (seperti blur), Konversi DA/AD, Crop (Pemotongan), Scaling, Rotasi, Translasi, Kompresi loosy (contohnya JPEG), Konversi Format, Perubahan Tabel Warna. v Untuk Video Crop, Kompresi loosy (contohnya MPEG), Konversi Format, Konversi DA/AD. v Untuk Audio Crop, filter, Equalisasi Kompresi loosy (contohnya MP3), Konversi Sample Rate, Format, Konversi DA/AD, Pengaruh Echo, Noise, dan Sinyal lain.
Gambar 3.
(atas) (bawah
Dengan demikian, kita memerlukan suatu cara untuk mengatasi hal yang berkaitan dengan pelanggaran hak cipta ini, yang memiliki sifat-sifat seperti: v Invisible atau inaudible; Tidak tampak (untuk data digital seperti citra, video, text) atau tidak kedengaran (untuk jenis audio) oleh pihak lain dengan
22
_________________________________________________________________________________________________________________
Ekstrak
(a)
Label
Pada gambar proses watermarking diatas, terdapat komponen [key], key ini digunakan untuk mencegah penghapusan secara langsung oleh pihak tak bertanggung jawab, dengan menggukan metoda enkripsi yang sudah ada. Sedangkan ketahanan terhadap proses-proses pengolahan lainnya, itu tergantung pada metoda watermarking yang digunakan. Tetapi dari berbagai penelitian yang sudah dilakukan belum ada suatu metoda watermarking ideal yang bisa tahan terhadap semua proses pengolahan digital yang mungkin. Biasanya masing-masing penelitian menfokuskan pada hal hal tertentu yang dianggap penting. Penelitian dibidang watermarking ini masih terbuka luas dan semakin menarik, salah satunya karena belum ada suatu standar yang digunakan sebagai alat penanganan masalah hak cipta ini. Sistem watermarking terdapat 3 sub-bagian yang membentuknya yaitu: 1. Penghasil Label Watermark 2. Proses penyembunyian Label 3. Menghasilkan kembali Label Watermark dari data yang terwatermark. Terdapat kontraversi antara beberapa penelitian mengenai masalah: 1. Label Watermark; Label harus panjang atau hanya memberitahu ada tidaknya watermark pada data digital yang terwatermark. Maksudnya bila label yang panjang, maka kita dapat mendapatkan informasi tambahan dari data yang terwatermark tersebut, sedangkan sebaliknya hanya diperoleh ada tidaknya (ada atau tidak saja) watermark dalam data terwatermark. 2. Cara menghasilkan kembali (ekstrasi atau verifikasi) label watermark tersebut apakah diperlukan data digital aslinya, atau tidak. Dari hasil penelitian memberikan hasil bahwa verifikasi dengan menggunakan data aslinya akan memberikan performansi yang lebih baik dibandingkan dengan cara yang tanpa menggunakan data asli. Dan cara ini dapat digunakan untuk menangani masalah pengakuan kepemilikan oleh beberapa orang [11].
Data terlabel
Ekstrak
Label
(b) Gambar 5. (a) Proses Ekstrak dengan data asli (b) Proses Ekstrak tanpa data asli
Label watermark adalah sesuatu data/informasi yang akan kita masukkan ke dalam data digital yang ingin diwatermark. Ada 2 jenis label yang dapat digunakan [9]: 1. Text biasa; Label watermark dari text biasanya menggunakan nilai-nilai ASCII dari masing-masing karakter dalam text yang kemudian dipecahkan atas bit-per-bit, kelemahan dari label ini adalah, kesalah pada satu bit saja akan menghasilkan hasil yang berbeda dengan text sebenarnya. 2. Logo atau Citra atau Suara; Berbeda dengan text, kesalahan pada beberapa bit masih dapat memberikan persepsi yang sama dengan aslinya oleh pendengaran maupun penglihatan kita, tetapi kerugiannya adalah jumlah data yang cukup besar.
text
Label
non-text
Watermarking
Data Original
Data terlabel
Gambar 6.
VIII.
Terdapat banyak metoda watermarking untuk citra digital yang sudah diteliti. Ada yang bekerja pada domain spasial atau waktu, dan ada yang mengalami transformasi terlebih dahulu (seperti DCT, FFT, dsb) misalnya ke domain frekuensi. Bahkan ada yang menerapkan teknologiteknologi lain seperti fraktal, spread spectrum untuk
23
_________________________________________________________________________________________________________________
telekomunikasi dan sebagianya. Beberapa metoda yang pernah diteliti, diantaranya adalah: LSB (Least Significant Bit) Coding; Metoda ini merupakan metoda yang paling sederhana tetapi yang paling tidak tahan terhadap segala proses yang dapat mengubah nilai-nilai intensitas pada citra. Metoda ini akan mengubah nilai LSB (Least Significant Bit) komponen luminansi atau warna menjadi bit yang bersesuai dengan bit label yang akan disembunyikan. Memang metoda ini akan menghasilkan citra rekontruksi yang sangat mirip dengan aslinya, karena hanya mengubah nilai bit terakhir dari data. Tetapi sayang tidak tahan terhadap proses-proses yang dapat mengubah data citra terutama kompresi JPEG. Metoda ini paling mudah diserang, karena bila orang lain tahu maka tinggal membalikkan nilai dari LSB-nya maka data label akan hilang seluruhnya [1,7].
hanya tahan terhadap kompresi JPEG dengan ratio 4:1 (faktor kualitas kira-kira lebih dari 90%) Caroni mengusulkan metoda penyembunyian sejumlah bit label pada komponen luminansi dari citra dengan membagi atas blok-blok, kemudian setiap pixel dari satu blok akan dinaikan dengan faktor tertentu bila ingin menanamkan bit '1', dan nilai-nilai pixel dari blok akan dibiarkan bila akan menanamkan bit '0'. Untuk mendapatkan labelnya kembali, maka brightness setiap titik dari citra yang terlabel akan dikurangkan dengan citra asli. Jika rata-rata dari satu blok pixel melewati suatu nilai (threshold) tertentu, maka akan dinyatakan sebagai bit '1', bila tidak maka dinyatakan sebagai bit '0'. Setelah mengalami kompresi JPEG, metoda ini dapat tahan terhadap faktor kualitas sebesar 30%. Metoda Cox ini menanamkan sejumlah urutan bilangan real sepanjang n pada citra N x N dengan mentransformasikan terlebih dahulu menjadi koefisien DCT Nx N. Bilangan real tersebut ditanamkan pada n koefisien DCT yang paling besar, tidak termasuk komponen DC-nya. Verifikasi menggunakan citra asli dikurangi dengan citra terwatermark [8]. Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code (RSPPMC) yand diusulkan oleh Zhao & Koch, bekerja pada domain DCT seperti metoda Cox. Berbeda dengan metoda Cox, metoda ini berdasarkan prinsip format citra JPEG, membagi citra menjadi blok-blok 8 x 8 dan kemudian dilakukan transforamsi DCT, kemudian menggunakan prinsip spread spectrum (metoda frequency hopped) dan RSPPMC (Randomly Sequenced Pulse Position Modulated Code), koefisienkoefisien DCT tersebut diubah sedemikian rupa sehingga akan mengandung informasi 1 bit dari label, seperti dipilih tiga koefisien untuk disesuaikan dengan bit label yang ingin ditanamkan. Contohnya untuk menanamkan bit '1' ke dalam suatu blok koefisien DCT 8 x 8, koefisien ketiga dari ketiga koefisien yang terpilih harus diubah sedemikian rupa sehingga lebih kecil dari kedua koefisien lainnya.
Gambar 7.
Patchwork; Metoda ini diusulkan oleh Bender et al [7,10]. Metoda ini menanamkan label 1 bit pada citra digital dengan menggunakan pendekatan statistik. Dalam metoda ini, sebanyak n pasang titik (ai,bi ) pada citra dipilih secara acak. Brightness dari ai dinaikkan 1 (satu) dan brightness dari pasangannya bi diturunkan satu. Nilai Harapan dari jumlah perbedaan n pasang titik tersebut adalah 2n. Ketahanan metoda ini terhadap kompresi JPEG dengan parameter kualitas 75%, maka label tetap dapat dibaca dengan probabilitas kebenaran sebesar 85%. Pitas & Kaskalis mengusulkan metoda yang hampir sama dengan metoda yang diusulkan oleh Bender. Metoda ini membagi sebuah citra atas dua bagian (subsets) sama besar (misalnya dengan menggunakan random generator) atau dengan sebuah digital signature S yang merupakan pola biner dengan ukuran N x M dimana jumlah biner "1" (satu) sama dengan jumlah biner "0" (nol). Kemudian salah satu subset ditambahkan dengan faktor k (bulat positif). Faktor k diperoleh dari perhitungan variansi dari kedua subset. Verifikasi dilakukan dengan menghitung perbedaan rata-rata antara kedua subset. Nilai yang diharapkan adalah k bila ada label yang ditanamkan. Metoda ini
Gambar 8.
24
_________________________________________________________________________________________________________________
Pada dasarnya video merupakan urutan citra diam yang digabungkan, menjadikannya sebuah gambar bergerak. Metoda yang digunakan pada dasarnya perkembangan dari metoda yang digunakan pada citra diam. Contohnya: LSB; Sama halnya dengan metoda LSB pada citra, yakni mengubah nilai bit yang paling tidak penting (LSB) pada koefisiennya. Different Energy; Metoda ini bekerja pada domain DCT dengan blok 8 x 8, dimana pengkodean bit dengan menggunakan perbandingan energi pada frekuensi rendah dengan frekuensi tinggi.
Gambar 9.
Metoda yang digunakan dalam watermarking Audio Digital masih sedikit bila dibandingkan dengan citra. Beberapa diantaranya [10]: LSB Coding; Seperti halnya penerapan pada citra digital. Implementasi yang mudah dan komputasi yang diperlukan juga kecil. Bitrate yang tinggi tetapi robustness yang rendah. Echo Coding; Metoda ini menggunakan echo pada data audio untuk menyembunyikan label watermark. Karena Manusia sampai batas tertentu tidak dapat merasakan adanya echo pada sinyal audio yang didengarkan. Phase Coding; Metoda ini mensubstitusikan fasa dari segmen audio awal dengan fasa referensi yang merepresentasikan label watermark. Metoda ini memanfaatkan kelemahan sistem pendengaran manusia untuk merasakan fasa absolut. Direct Sequence dan Frequency Hopped Spread Spectrum; Teknik ini mengadopti teknik spread spectrum yang digunakan dalam telekomunikasi dalam lingkungan bernoise. Frequency Masking; Metoda ini menggunakan kelemahan telinga manusia yang tidak dapat mendengarkan frekuensi-frekuensi tertentu pada kondisi tertentu. Metoda ini memerlukan komputasi yang paling besar dibandingkan metoda-metoda sebelumnya [12].
Kompresi JPEG Sedangkan untuk proses kompresi loosy (JPEG) bisa mencapai 30% dengan ketepatan 100%, hal ini cukup bagus bila dibandingkan dengan metoda-metoda yang dilakukan pada domain spasial, yang mampu tahan terhadap kompresi berkisar 75% - 90%. Metoda ini sebenarnya hampir sama dengan metoda yang dibuat
25
_________________________________________________________________________________________________________________
oleh Zhao, tetapi kami perbaiki dengan menambahkan perbandingan dengan image asli sehingga bisa mencapai quality factor yang lebih rendah (sebelumnya cuma 50%).
q
Blurring (sejenis lowpass filter) Juga dilakukan salah satu jenis lowpass filter (proses blurring), dan dihasilkan error bit rate < 12.5%.
Hasil percobaan terhadap beberapa citra digital dapat dilihat pada grafik-grafik berikut ini.
35 bit error rate 30 25 20 15 10 5 0 100 90 80 75 70 60 50 blur quality factor & blur
Tampak dari hasil diatas bahwa proses verifikasi dengan melibatkan citra asli memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan proses verifikasi tanpa melibatkan citra asli. Selain itu, keuntungan lain dengan terlibatnya citra asli adalah dapat digunakan untuk mengatasi masalah proses pengolahan citra seperti rotasi, croping, translasi dan sebagainya. Dengan adanya citra asli tersebut, maka citra asli tersebut dapat digunakan sebagai referensi untuk dilakukan preprocessing (proses awal) sebelum proses verifikasi, misalnya bagian yang hilang dari citra yang terpotong dapat disisipi dengan bagian dari citra asli.
Gambar 10. Hasil Verifikasi Watermarking (tanpa citra asli) dengan kuantisasi (q = 2)
50 bit error rate 40 30 20 10 0 100 90 80 75 70 60 quality factor & blur 50 blur
(a)
Gambar 13.
(b)
(a) Citra Asli (b) Hasil Watermarking metoda RSPPMC dengan kuantisasi
Gambar 10. Hasil Verifikasi Watermarking (tanpa citra asli) tanpa kuantisasi
Dari hasil percobaan diatas, dapat dilihat ada satu jenis citra (sonic.jpg) yang memberikan hasil yang kurang memuaskan, hal ini dikarenakan banyak bagian dari citra yang berwarna sama (hitam & putih) sehingga proses watermarking (baik dengan RSMMPC maupun hasil modifikasinya) pada blok pixel yang hitam tersebut memberikan hasil yang tidak optimum. Untuk itu diperlukan suatu proses yang lebih selektif atau adanya metoda yang adaptif dalam pemilihan blok pixel yang akan diwatermark.
XII. Kesimpulan
Meskipun watermarking sudah dikenal sejak lama, tetapi penelitian watermarking sebagai alat untuk pelabelan hak cipta masih terus dilakukan, karena masih banyak metoda yang belum dapat tahan (robust) terhadap semua proses pengolahan digital dan masih terbuka suatu kesempatan besar untuk perkembangan-perkembangan lebih lanjut. Diatas telah dibicarakan aplikasi watermarking pada data digital seperti citra, video dan audio, sebenarnya masih ada penelitian pada data seperti text digital, maupun pada fax. Pada dasarnya metoda watermarking memanfaatkan kelemahan-kelemahan pada sistem penglihatan manusia (Human Visual System) maupun sistem pendengaran manusia (Human Auditory System). Pemahaman yang baik akan karakteristik dari HVS dan HAS akan menghasilkan metoda yang baik untuk watermarking.
Dalam percobaan menggunakan metoda RSPPMC, sebelumnya koefisien DCT dilakukan kuantisasi (seperti halnya pada kompresi JPEG), tapi disini dilakukan kuantisasi terhadap nilai konstan untuk semua koefisien DCT. Kuantisasi ini dimaksud untuk mengantisipasi proses kompresi JPEG. Dengan adanya kuantisasi ini (dapat dilihat pada grafik diatas) dapat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan tanpa kuantisasi, tetapi menimbulkan efek kotak-kotak pada citra.
26
_________________________________________________________________________________________________________________
Agar watermarking sebagai proses pelabelan hak cipta pada data digital dapat berfungsi dengan baik, juga diperlukan adanya suatu badan internasional yang mencatat semua hasil karya yang terdaftar. Badan internasional tersebut sebagai suatu badan hukum yang berkuasa untuk menentukan siapa yang memang merupakan pemilik aslinya berdasarkan terdaftar tidaknya sebuah hasil karya atas nama seseorang. Tanpa adanya suatu badan internasional tersebut, sebaik apapun metoda watermarking yang ada, masalah hak cipta ini tidak dapat diatasi sepenuhnya. Karena kepada siapa kita harus menuntut, dan menjadi penengah dalam persoalan ini, serta apa bukti bahwa data tersebut memang milik orang ini dan bukan milik orang lain.
Dr. Suhono Harso Supangkat, lahir di sleman, 3 Desember 1963. Pendidikan terakhir, Doktor bidang ilmu Sistem Informasi di University of Electro Communication, Tokyo, Jepang. Riset yang diminati adalah Komunikasi Multimedia, Internet dan Sistem Informasi. Saat ini sebagai Dosen di Departmen Teknik Elektro ITB. Kuspriyanto, lahir di Yogyakarta, 2 Januari 1950. Lulus program Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Elektro ITB tahun 1974. Sejak tahun 1975 bekerja sebagai dosen di Jurusan Teknik Elektro ITB sampai sekarang. Tahun 1981 menyelesaikan program Doktor di USTL, Montpellier Perancis dalam bidang sistem otomatik. Bidang yang ditekuni selama ini adalah Teknik Komputer dan Sistem Waktu Nyata. Juanda, lahir di Medan, 19 November 1976. Menyelesaikan program Sarjana Teknik di Jurusan Teknik Elektro, ITB pada tahun 1999. Kemudian mengikuti program short-term exchange (JUSST) di University of Electro Communications, Jepang selama 1 tahun. Saat ini mahasiswa program pascasarjana program Teknik Sistem Komputer di ITB. Bidang yang ditekuni selama ini pengolahan sinyal khususnya watermarking.
XIII.
Referensi
[1] B. Schneiner, Applied Cryptography: Protocols, Algorithm, and Source Code in C, New York: Wiley, 1994. [2] A. K. Jain, Fundamentals of Digital Image Processing, Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall, 1989. [3] Nelson, Mark, et al., The Data Compression Book, Second edition, M & T Books, 1996. [4] Steinmetz, Ralf., Nahratedt, Klara., Multimedia: Computing, Communications & Applications, Prentice Hall, 1995. [5] Key, David C., Levine, John R., Graphics File Formats, McGraw Hill, 1995. [6] E. Koch, J. Zhao, "Towards Robust and Hidden Image Copyright Labeling", Proceedings IEEE Workshop on Non Linier Signal and Image Processing, Neos Marmaras, June, 1995. [7] G.C. Langelaar, et al., Copy Protection for Multimedia Data based on Labeling Techniques, 1996. [8] J. Cox, J. Kilian, F.T. Leighton, T. Shamoon, Secure Spread Spectrum Watermarking for Multimedia, IEEE Transaction on Image Processing, December 1997. [9] Chiou-Ting, Hsu, Ja-Ling Wu, "Hidden Signatures in Images", Proc. of ICIP '96, vol III, pp.743-746, September 1996, Switzerland. [10] W. Bender, D. Gruhl, N. Morimoto, A. Lu, Techniques for data hiding, IBM System Journal, Vol. 35, 1996. [11] Lintian Qiao, Multimedia Security and Copyright Protection, 1998. [12] J. D. Gordy & L. T. Bruton, Performance Evaluation of Digital Audio Watermarking Algorithms. [13] Suhono H. Supangkat, Juanda, Riwut Libinuko, Proteksi Citra Digital dengan Informasi yang tidak kelihatan, ITB, 2000.
27