Anda di halaman 1dari 3

2.

Masalah Sosial yang Timbul Akibat Perbedaan Nilai-Nilai Budaya


Dengan struktur sosial yang sedemikian kompleks, sangat rasional apabila
Indonesia selalu menghadapi permasalahan konflik antarrtnik, kesenjangan sosial,
dan sulitnya terjadi integrasi sosial secara permanen. Perbedaan tersebut seringkali
berpengaruh pada perbedaan sistem kepercayaan, sistem nilai, pandangan hidup,
dan perilaku sosial sehingga cenderung menimbulkan masalah sosial. Masalah
sosial yang timbul akibat keberagaman budaya di Indonesia adalah konflik sosial
bernuansa SARA, primordialisme dan politik aliran.
a. Konflik Sosial Bernuansa SARA
Salah satu peristiwa yang terjadi di Indonesia sejak tahun 1996 sampai
tahun 2002 di bidang sosial adalah terjadinya berbagai kerusuhan sosial di
Ambon, Poso, Sambas, dan Sampit. Konflik sosial bernuansa SARA tersebut
menunjukkan gejala terjadinya kekerasan antarmasyarakat sipil. Dampak
berbagai peristiwa tersebut adalah timbulnya bencana kemanusiaan berupa
korban jiwa, harta, benda, pengungsian, dan hancurnya kerukunan dan integrasi
sosial masyarakat.
Terjadinya konflik sosial bernuansa SARA di Indonesia akibat
perbedaan suku bangsa, ras, agama, kedaerahan, adat istiadat, dan budaya akan
berpotensi mengancam terjadinya integrasi nasional. Menurut Risa Sihbudi,
selama tahun 1996-2000, persatuan Indonesia dikoyak-koyak oleh konflik
berdarah bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) yang terjadi
di Situbondo (1996), Tasikmalaya (1997), Rengasdengklok (1997), Sangau
(1999), Karawang (1997), Sambas (1999), Kupang (1997), dan Ketapang
(2000). Selain itu, konflik sosial bernuansa SARA juga terjadi di Ambon
(2001), Sampit (2000), dan Poso (2002). Selain bernuansa SARA, konflik
sosial tersebut juga berdimensi kesenjangan sosial, ekonomi, dan pendapatan
antara pendatang dengan penduduk asli. Oleh karena itu, sifat multikultur
masyarakat Indonesia tersebut harus dikelola dengan baik untuk mencegah
timbulnya berbagai konflik yang mengancam integrasi nasional.
b. Primordialisme dan Politik Aliran
Berdasarkan pengertian tersebut diatas terlihat bahwa masyarakat
majemuk itu ternyata tidak dapat disamakan dengan masyarakat yang memiliki
unit-unit kekerabatan yang bersifat segmenter. Hal ini mengandung arti bahwa
suatu masyarakat yang terbagi-bagi kedalam berbagai kelompok yang biasanya
berdasarkan garis keturunan tunggal, akan tetapi memiliki struktur
kelembagaan yang bersifat homogen. Atau tidak dapat disamakan dengan
masyarakat yang memiliki diferensiasi atau spesialisasi yang tinggi, yaitu suatu
masyarakat dengan tingkat diferensiasi yang tinggi dengan banyak lembaga
yang bersifat komplementer dan saling bergantung satu sama lain. Dalam
pengertian masyarakat multikultural diatas dapatlah dikatakan bahwa
masyarakat Indonesia itu merupakan masyarakat majemuk.
Salah satu kecenderungan masyarakat majemuk adalah munculnya
gejala primordialisme dan politik aliran yang mengancam integrasi nasional.
Menurut Robusskha dan Shepsle, primordialisme adalah loyalitas yang
berlebihan terhadap budaya subnasional, seperti suku bangsa, agama, ras,
kedaerahan, dan keluarga. Loyalitas yang berlebihan terhadap budaya
subnasional tersebut dapat mengancam keberadaan integrasi nasional suatu
bangsa karena primordialisme mengurangi loyalitas warga negara pada budaya
nasional dan negara sehingga mengancam persatuan nasional. Gejala
primordialisme mendorong seseorang untuk lebih loyal kepada kelompok
etniknya disbanding kepada negara.
Di bidang politik, dalam masyarakat menjemuk muncul kecenderungan
terjadinya politik aliran. Politik aliran adalah kegiatan politik praktis anggota
masyarakat yang didorong oleh sentiment primordial. Politik aliran adalah
bentuk kegiatan politik yang berorientasi loyalitas kelompok etnik atau aliran
tertentu. Gejala politik aliran merupakan gejala yang umum dalam masyarakat
majemuk karena anggota-anggotanya terbagi atas kelompok sesuai identitas
kultural masing-masing.
Selanjutnya, setiap anggota kelompok etnik atau aliran tersebut akan
loyal terhadap kelompok atau partai politik tertentu sesuai dengan identitas
kultural mereka.
Di dalam masyarakat mejemuk, kehidupan politik terorganisir menurut
garis etnik dan nilai budaya tertentu. Selanjutnya, setiap kelompok etnik
membantu organisasi politik sebagai sarana penyaluran aspirasi kelompok
sehingga timbul sifat politik aliran kelompok masyarakat yang bersangkutan.
Pada saat ini, kecenderungan politik aliran tercermin dari pembentukan
berbagai partai-partai politik berbasis agama yang ada di Indonesia, seperti
PKS, PDS, PBB, PPP, dan Partai Krisna.

Anda mungkin juga menyukai