Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Dinamika perkembangan zaman memaksa semua negara di dunia untuk terus melakukan transformasi
terhadap tata kelola pemerintahan yang dituntut semakin profesional, cepat, efektif, adaptif untuk
menjawab kebutuhan masyarakat. Indonesia sendiri yang tumbuh dalam era demokratisasi, juga
memasuki era digitalisasi dan virtualisasi, serta memiliki proyeksi menjadi the big five state in the
world.
Reformasi birokrasi sebagai arus utama pendorong gelombang revolusi tata kelola pemerintahan tidak
lagi hanya untuk mengontrol jalannya birokrasi dan menghadirkan pelayanan. Namun juga harus
bergerak untuk mengubah paradigma para administrator publik untuk menempatkan masyarakat
sebagai aspek terdepan dan prioritas. Dan memposisikan pemerintah sebagai representasi publik,
serta membangun institusi publik yang berintegritas, responsif melayani dan aktif memberdayakan
masyarakat untuk terlibat langsung dalam pengaturan dan implementasi berbagai kebijakan publik di
tingkat pusat maupun daerah.
Dimana selama ini masih banyak permasalahan dalam kegiatan dan proses pemberian layanan kepada
masyarakat. Menjembatani kondisi tersebut, beberapa pemerintah daerah berlomba-lomba bersaing
dan berupaya memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Namun seringkali upaya
tersebut masih belum memberikan hasil yang maksimal sehingga pada akhirnya tidak solutif dan
terkadang menimbulkan kerumitan dalam proses pelayanan kepada masyarakat.
Denhardt dan. Denhardt, dalam bukunya mengungkapkan bahwa salah satu agenda reformasi yang
dijalankan oleh beberapa negara maju, adalah dengan menguatkan hubungan antara institusi publik
dengan pelanggannya (masyarakatnya) sebagai "mekanisme transaksi pasar yang melahirkan suatu
komoditas kepentingan bersama".
Melalui konsep yang ditawarkan, dapat dicermati bahwa konsep the new public management dalam
administrasi negara sudah hadir. Dia telah mengelaborasi sentuhan maupun pendekatan pelayanan
negara yang lebih demokratis (lebih meningkatkan kepercayaan publik), menjembatani harapan dan
keinginan warga, memberikan ruang bagi keterlibatan sosial dalam
Sebagaimana kita ketahui, selama ini masih banyak kekurangan dari penyedia layanan publik
sebagaimana yang dirumuskan dalam seminar evaluasi kualitas pelayanan publik dinyatakan bahwa
terdapat beberapa permasalahan dalam pelayanan publik. Diantaranya masih sedikit instansi yang
wajib memberikan layanan yang berstandar operasional prosedur, dan adanya kejelasan. Masih ada
beberapa instansi penanggung jawab dan penyedia layanan yang masih belum mempunyai SOP berupa
alur dan prosedur yang jelas dalam menyediakan pelayanan. Aspek durasi waktu pemberian layanan
masih belum ada sehingga kurang efektif dan efisien serta dapat merugikan waktu masyarakat yang
sedang mengakses pelayanan. Saat ini hanya beberapa penyedia layanan yang telah memiliki durasi
waktu pemberian layanan seperti perpanjangan surat kendaraan yang sudah memiliki standar SOP
dan durasi waktu pengurusan pelayanan.
Dalam konteks pemberian pelayanan, seringkali ditemukan ketidakmampuan petugas pemberi layanan
disebabkan karena kompetensi yang rendah serta kurang sesuai dengan pekerjaan untuk menyediakan
pelayanan yang baik; Masih ada penyedia layanan yang bersikap kurang ramah, kurang sopan atau
tidak jelas dalam berbicara, memberitahukan suatu informasi dengan tidak ramah/santun. Selain itu
masih ada penyedia layanan masih belum menggunakan sarana prasarana yang layak serta sesuai
kebutuhan konsumen, misalnya sarana khusus bagi difabel, ruang laktasi, antrian khusus bagi lansia,
dan sistem konektivitas jaringan komputer, internet sehingga pada saat pengurusan layanan yang
membutuhkan koneksi server pusat, layanan tidak dapat diberikan karena tidak ada koneksi jaringan.
MPP pada dasarnya merupakan pengintegrasian pelayanan publik dari daerah dengan berbagai
pelayanan publik instansi pemerintah pusat, BUMN dan kalau mungkin swasta, boleh jadi merupakan
model pelayanan terpadu generasi ketiga. Generasi pertama adalah Pelayanan Terpadu Satu Atap
(PTSA), kemudian Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), dan kini MPP.
Konsep MPP ini terinspirasi dari Public Service Hall (PSH) yang ada di Georgia, yakni pusat pelayanan
terpadu dan terintegrasi, baik antar kementerian maupun dengan pemerintah lokal. Sejak tahun 2018,
Kementerian PANRB terus mendorong sejumlah pemda untuk menerapkan konsep MPP di daerahnya.
Mempelajari hal itu, lalu disesuaikan dalam konteks indonesia, Kemenpan RB menghadirkan Mal
Pelayanan Publik (MPP) Indonesia, yang lebih progresif memadukan pelayanan dari pemerintah pusat,
daerah dan swasta dalam satu tempat. Bahkan menyatukan pelayanan publik lintas kewenangan yang
pada umumnya sulit dilakukan karena struktur birokrasi di Indonesia yang sangat besar.
Deputi Bidang Pelayanan Publik Diah Natalisa mengatakan, saat ini MPP sudah terbangun di sejumlah
daerah, antara lain Kota Batam, Provinsi DKI Jakarta, Kota Bekasi, Kabupaten Banyuwangi, Kota
Denpasar, Kabupaten Karangasem, Kota Surabaya, Kabupaten Tomohon, dan Kota Bitung.
Dikatakan, pembangunan MPP sejalan dengan kebijakan Gerakan Indonesia Melayani, yang tertuang
dalam Instruksi Presiden No. 12/2016. Dalam hal ini, Kementerian PANRB mendapat mandat untuk
mengkoordinasikan Program Gerakan Indonesia Melayani (GIM), sebagai bagian dari Gerakan
Nasional Revolusi Mental (GNRM), yang meliputi lima Gerakan. Empat gerakan lainnya adalah
Gerakan Indonesia Bersih, Gerakan Indonesia Tertib, Gerakan Indonesia Mandiri, dan Gerakan
Indonesia Bersatu.
Kehadiran Mal Pelayanan Publik, juga tidak mendegradasi generasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu
(PTSP), justru ini keistimewaannya MPP dapat memayungi PTSP tanpa pula mematikan pelayanan
yang sudah ada sebelumnya. Sebab PTSP di daerah sebenarnya sudah berjalan baik (melalui kerangka
7 regulasi PP nomor 18/ 2016 tentang perangkat daerah).
Namun, ada kendala yang perlu disempurnakan, antara lain sebagian besar perizinan bergantung pada
dinas teknisnya sehingga terjadi kelambatan proses; beberapa pemda belum mengikat perizinan
dengan sertifikasi ISO sehingga ada celah tidak terkontrol dan tidak transparan sehingga menjadi
temuan lembaga pengawasan.
Oleh karena itu, Kemenpan RB mendorong penuh upaya penyederhanaan perizinan melalui satu
sistem aplikasi yang terintegrasi yang juga bernama -- one single submission tersebut, dan juga
memang sejalan dengan pembangunan sistem pemerintahan berbasis elektronik (e-government)
sebagaimana perpres nomor 95/ 2018.
Hingga sekarang, tahapannya masih pada identifikasi terhadap bentuk proses bisnis dan tata kelola
data lintas instansi yang mengintegrasikan karakter format dan definisi data yang berbeda; integrasi
layanan dan interoperabilitas data yang membutuhkan rekayasa aplikasi ulang; serta pembentukan
arsitektur spbe untuk menyamakan cara pandang bagi integrasi pelayanan publik. Berdasarkan
evaluasi, pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota, juga semakin berlomba untuk membangun Mal
Pelayanan Publik.
Mal Pelayanan Publik sebagai the new public service adalah jawaban bagi harapan publik tentang
kemudahan perijinan, kecepatan pelayanan dan akhirnya mendorong kemudahan berusaha,
meningkatkan pertumbuhan industri mikro maupun ekonomi makro. Melalui MPP, pola pikir yang ego
sektoral antar instansi diubah menjadi kerja bersama yang berfokus pada komitmen melayani
masyarakat.
Bahkan, MPP mampu menjadi inkubator bagi tumbuhnya pelayanan pemerintah yang 9 mengadopsi
teknologi, serta menjadi wahana leadership yang melahirkan para ASN teladan berjiwa hospitality.
MPP menjadi media untuk membangun sistem kerja dan sinergi yang utuh, mempraktikkan perubahan
budaya kerja yang melayani, panggung untuk menampilkan wajah birokrasi yang mengadopsi the new
public service, sehingga benar-benar merepresentasikan kehadiran negara untuk memberikan manfaat
luas bagi kepentingan dan kemakmuran masyarakat