Anda di halaman 1dari 7

A.

Cara Sterilisasi Alat dan Bahan (Medium)


Menurut Brazilian (2009), Sterilisasi adalah suatu proses untuk
memperoleh penghilangan atau penghancuran sempurna dari semua bentuk
mikroorganisme yang bisa berkembang selama siklus umur simpan dari suatu
barang. Secara konvensional, suatu barang dianggap steril ketika probabilitas
kelangsungan hidup mikroorganisme yang lebih rendah dari 1:1.000.000.
Menurut Haditoemo (1993), Sterilisasi merupakan suatu proses untuk
mematikan semua organisme yang terdapat pada suatu benda. Proses sterilisasi
dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu penggunaan panas (pemijaran dan udara
panas); penyaringan; penggunaan bahan kimia (etilena oksida, asam perasetat,
formaldehida dan glutaraldehida alkalin).
Sterilisasi dalam mikrobiologi merupakan suatu proses untuk mematikan
semua organisme yang terdapat pada atau di dalam suatu benda. Hal-hal yang
dilakukan ketika pertama kalinya melakukan pemindahan biakan bakteri secara
aseptik, sesungguhnya hal itu telah menggunakan salah satu cara sterilisasi, yaitu
pembakaran. Di lain sisi, ada beberapa peralatan dan media yang umum dipakai di
dalam pekerjaan mikrobiologi yang menjadi rusak apabila dibakar.
1. Macam-macam sterilisasi
Prinsip sterilisasi dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu:
a. Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) menggunakan suatu saringan
yang berpori sangat kecil (0.22 mikron atau 0.45 mikron) sehingga
mikroba tertahan pada saringan tersebut. Proses ini ditujukan untuk
sterilisasi bahan yang peka panas, misalnya larutan enzim dan
antibiotik.
b. Sterilisasi secara fisik dapat dilakukan dengan dua cara:
1. Pemanasan
 Pemijaran (dengan api langsung): membakar alat pada api
secara langsung, contoh alat jarum inokulum, pinset, batang
L, dll.
 Panas kering: sterilisasi dengan oven kira-kira 60-180C
Sterilisasi panas kering cocok untuk alat yang terbuat dari
kaca misalnya erlenmeyer, tabung reaksi, dll.
 Uap air panas: konsep ini mirip dengan mengukus. Bahan
yang mengandung air lebih tepat menggunakan metode ini
supaya tidak terjadi dehidrasi.
 Uap air panas bertekanan: menggunalkan autoklaf
2. Radiasi
Sinar Ultra Violet (UV) juga dapat digunakan untuk proses
sterilisasi, misalnya untuk membunuh mikroba yang menempel
pada permukaan interior Biological Safety Cabinet (BSC) atau
Laminar Air Flow (LAF) dengan disinari lampu UV. Gamma
bersumber dari Cu60 dan Cs137 dengan aktivitas sebesar 50-500
kilo curie serta memiliki daya tembus sangat tinggi. Dosis
efektifitasnya adalah 2,5 MRad. Gamma digunakan untuk
mensterilkan alat-alat yang terbuat dari logam, karet serta bahan
sintesis seperti pulietilen.

c. Sterilisasi secara kimiawi biasanya menggunakan senyawa


desinfektan. Desinfektan adalah suatu bahan kimia yang dapat
membunuh sel-sel vegetatif dan jasad renik, bersifat merusak
jaringan. Prosesnya disebut desinfeksi. Contoh: alkohol, fenol,
halogen.

2. Alat yang digunakan untuk sterilisasi


a. Autoklaf (autoclave)
Autoklaf merupakan alat sterilisasi yang sering digunakan.
Alat ini bekerja dengan sistem sterilisasi basah. Secara prinsip,
cara kerja alat ini adalah sterilsasi dengan menggunakan uap air
pada suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1 atm. Atau lebih
tergantung ketinggian tempat terhadap permukaan air laut.
Sterilisasi uap ini tergantung pada ; (1) sifat bahan atau alat, harus
dapat ditembus atau terkena uap secara merata tanpa mengalami
kerusakan agar proses sterilisasi berlangsung efektif, (2) kondisi
sterilisasi harus bebas udara (vacuum), (3) suhu yang terukur harus
mencapai 1210C dan dipertahankan selama 15 menit.

b. Oven
Oven bersuhu tinggi (160 - 1700C) biasa digunakan untuk
sterilisasi kering. Karakteristik sterilisasi kering adalah suhu tinggi
dan waktu sterilisasi yang lama (1-3 jam). Bahan atau alat yang
akan disterilisasi kering harus tahan panas dan tidak mengalami
kerusakan pada suhu yang digunakan dan disterilkan dengan cara
membungkus, menyumbat atau meletakkannya dalam wadah
tertutup untuk mencegah kontaminasi ketika dikeluarkan dari oven.

c. Sterilisasi dengan bahan kimia


Bahan yang tidak tahan panas seperti plastik dapat
disterilsasi dengan menggunakan gas etilen oksida atau bahan
kimia asam perasetat, formaldehid, dan glutaraldehid alkalin pada
suhu kamar selama 2-18 jam. Beberapa hal yang harus
diperhatikan dalam sterilisasi kimiawi ini adalah : (1) Bahan yang
digunakan sebagai sterilisator harus benar-benar dihilangkan
sebelum alat digunakan dan biasanya memerlukan waktu yang
cukup lama, (2) daya bakar bahan kimia sterilisator, (3)
persyaratan peralatan dan biaya pelaksanaan.

d. Penyaringan
Penyaringan merupakan teknik sterilisasi bahan cair pada
suhu ruang dengan menggunakan penyaring yang memiliki pori-
pori kurang dari 0,45 atau 0,22 μm. beberapa bahan yang umum
disterilisasi dengan teknik ini adalah cairan serum, antibiotik,
enzim, toksin larutan bikarbonat dan medium sintetik tertentu.

3. Cara sterilisasi alat, medium/ bahan dan area kerja

Alat :
 Autoclave
 Oven
 Bunsen
 Botol Semprot Alcohol
 Cawan Petri
 Erlenmeyer
 Tabung Reaksi
 Pipet Volumetrik
 Mortar Keramik

Bahan :
 Aquadest
 Alcohol Aseptis (70%)
 Spiritus
 Kertas Pembungkus/Al-Foil
 Kapas
 Kasa
 Tissue
 Plastik Tahan Panas
 Karet Gelang
 Kertas Label

Prosedur :
1) Bungkus rapi alat-alat gelas yang akan disterilisasi dengan kertas
pembungkus/Al-Foil;
2) Khusus untuk sterilisasi dengan Autoclave, tempatkan alat dan/
medium yang akan disterilisasi ke dalam plastik tahan panas;
3) Sterilisasi dengan Autoclave : (1) Buka tutup autoclave, (2)
Masukkan aquadest ke dalam Autoclave hingga penanda batas air,
(3) Tempatkan alat dan/ medium ke dalam Autoclave, susun rapi,
(4) Tutup Autoclave, (5) Nyalakan Autoclave dan tunggu hingga
suhu mencapai 121 0C dan Tekanan sebesar 1 atm/ 15 lb (Kondisi
Sterilisasi), jangan lupa menutup katup uap Autoclave, (6) Mulai
sterilisasi selama 15 menit, (7) Setelah selesai, matikan Autoclave
dan buka katup uap Autoclave, (8) Tunggu hingga tekanan turun
hingga 0 atm (suhu agak dingin), (9) Buka secara hati-hati penutup
Autoclave, (20) Keluarkan alat dan/ medium dari dalam Autoclave.

4) Sterilisasi dengan Oven : (1) Buka pintu Oven, (2) Tempatkan alat
ke dalam Oven dengan susunan yang rapi , (3) Tutup pintu Oven,
(4) Setting suhu Oven : 160 – 170 0C, waktu : 60 menit, (5) mulai
sterilisasi, (6) Setelah selesai, matikan Oven, (8) Keluarkan alat
dari dalam Oven.

5) Sterilisasi Area Kerja : (1) Bersihkan meja kerja dari alat/bahan


yang ada di atasnya, (2) Usap bersih dengan menggunakan tissue,
(3) Semprot merata dengan Alcohol 70%, (4) ratakan dengan tissue
bersih, (5) Tunggu hingga kering, (6) Nyalakan Bunsen.

B. Disenfektan dan Antiseptik


1. Desinfektan
Desinfektan adalah bahan yang direkomendasikan oleh produsen untuk
aplikasi pada objek/benda mati untuk membunuh berbagai
mikroorganisme.

a. Sifat-sifat desinfektan:
 Stabilitas kimia
 Ekonomis
 Tidak berwarna dengan warna dan bau diterima
 Bakterisida, tidak hanya statis tetapi juga mampu
menghancurkan spora
 Spectrum kerja yang luas
 Non-korosif
 Mampu berpentasi dengan baik
 Kompatibel dengan senyawa organic lain seperti sabun

b. Penggolongan desinfektan
Disenfektan digolongkan menjadi tiga kategori berdasarkan tingkat
potensinya:
 Tingkat tinggi, yang digunakan untuk pengolahan
instrumen semi-kritis atau perangkat dan termasuk zat
diatur oleh Food and Drug Administration (FDA) seperti
glutaraldehid, klorin dioksida-hidrogen peroksida,
orthophthaldehyde, dan formulasi berbasis asam perasetat;

 Tingkat menengah, yang digunakan untuk desinfektan tips


untuk epilator jarum dan termasuk zat diatur oleh
Environmental Protection Agency (EPA) seperti alkohol
yang mengandung 70 sampai 90 persen etanol atau
isopropanol, senyawa klorin, dan fenolik atau iodophor
dengan persiapan tertentu yang ditetapkan oleh EPA;

 Tingkat rendah, yang digunakan untuk disinfeksi


permukaan lingkungan atau non-instrumen dan termasuk
dalam bahan yang diatur oleh EPA seperti senyawa
amonium kuaterner dan fenolik atau iodophor dengan
persiapan tertentu yang ditetapkan oleh EPA.
2. Antiseptik
Antiseptik adalah bahan yang direkomendasikan oleh produsen untuk
aplikasi dermal, atau aplikasi pada selaput lendir manusia atau hewan untuk
membunuh mikroorganisme, atau untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme
pada tingkat yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi klinis.
a. Sifat-sifat antiseptic
 Stabilitas kimia
 Ekonomis
 Tidak berwarna dengan warna dan bau diterima
 Bakterisida, tidak hanya statis tetapi juga mampu
menghancurkan spora
 Spectrum kerja yang luas
 Aksi yang cepat dan aksi yang mematikan berkalanjutan
 Tidak menyebabkan iritasi pada jaringan ketika digunakan
 Non-alergi terhadap subjek
 Tidak ada toksisitas siatemik (tidak diserap)
 Tetap aktif, dengan adanya cairan tubuh misalnya darah
dan nanah
b. Jenis-jenis antiseptik
Ada banyak sekali agen kimia yang dapat digunakan
sebagai antiseptik. Beberapa antiseptik yang umum digunakan
adalah etakridin laktat (rivanol), alkohol, yodium, dan hidrogen
peroksida. Sebagian besar produk antiseptik di pasar mengandung
satu atau lebih campuran zat tersebut.
 Etakridin laktat (rivanol)
Etakridin laktat adalah senyawa organik berkristal
kuning oranye yang berbau menyengat. Penggunaannya
sebagai antiseptik dalam larutan 0,1% lebih dikenal dengan
merk dagang rivanol. Tindakan bakteriostatik rivanol
dilakukan dengan mengganggu proses vital pada asam
nukleat sel mikroba. Efektivitas rivanol cenderung lebih
kuat pada bakteri gram positif daripada gram negatif.
Meskipun fungsi antiseptiknya tidak sekuat jenis lain,
rivanol memiliki keunggulan tidak mengiritasi jaringan,
sehingga banyak digunakan untuk mengompres luka, bisul,
atau borok bernanah. Bila Anda memiliki bisul di pantat,
duduk berendam dalam larutan rivanol dapat membantu
mempercepat penyembuhannya. Untuk luka kotor yang
berpotensi infeksi lebih besar, penerapan jenis antiseptik
lain yang lebih kuat disarankan setelah luka dibersihkan.

 Alkohol
Alkohol adalah antiseptik yang kuat. Alkohol
membunuh kuman dengan cara menggumpalkan protein
dalam selnya. Kuman dari jenis bakteri, jamur, protozoa
dan virus dapat terbunuh oleh alkohol. Alkohol (yang
biasanya dicampur yodium) sangat umum digunakan oleh
dokter untuk mensterilkan kulit sebelum dan sesudah
pemberian suntikan dan tindakan medis lain. Alkohol
kurang cocok untuk diterapkan pada luka terbuka karena
menimbulkan rasa terbakar.
Jenis alkohol yang digunakan sebagai antiseptik
adalah etanol (60-90%), propanol (60-70%) dan
isopropanol (70-80%) atau campuran dari ketiganya. Metil
alkohol (metanol) tidak boleh digunakan sebagai antiseptik
karena dalam kadar rendah pun dapat menyebabkan
gangguan saraf dan masalah penglihatan. Metanol banyak
digunakan untuk keperluan industri.

 Yodium
Yodium atau iodine biasanya digunakan dalam
larutan beralkohol (disebut yodium tinktur) untuk sterilisasi
kulit sebelum dan sesudah tindakan medis. Larutan ini tidak
lagi direkomendasikan untuk mendisinfeksi luka ringan
karena mendorong pembentukan jaringan parut dan
menambah waktu penyembuhan. Generasi baru yang
disebut iodine povidone (iodophore), sebuah polimer larut
air yang mengandung sekitar 10% yodium aktif, jauh lebih
ditoleransi kulit, tidak memperlambat penyembuhan luka,
dan meninggalkan deposit yodium aktif yang dapat
menciptakan efek berkelanjutan. Salah satu merk antiseptik
dengan iodine povidone adalah betadine.
Keuntungan antiseptik berbasis yodium adalah
cakupan luas aktivitas antimikrobanya. Yodium
menewaskan semua patogen utama berikut spora-sporanya,
yang sulit diatasi oleh disinfektan dan antiseptik lain.
Beberapa orang alergi terhadap yodium. Tanda alergi
yodium adalah ruam kulit kemerahan, panas, bengkak dan
terasa gatal.

 Hidrogen peroksida
Larutan hidrogen peroksida 6% digunakan untuk
membersihkan luka dan borok. Larutan 3% lebih umum
digunakan untuk pertolongan pertama luka gores atau iris
ringan di rumah. Hidrogen peroksida sangat efektif
memberantas jenis kuman anaerob yang tidak
membutuhkan oksigen. Namun, oksidasi kuat yang
ditimbulkannya merangsang pembentukan parut dan
menambah waktu penyembuhan. Untung mengurangi efek
sampingnya, hidrogen peroksida sebaiknya digunakan
dengan air mengalir dan sabun sehingga paparannya
terbatas. Jika menggunakan hidrogen peroksida sebagai
obat kumur, pastikan Anda mengeluarkannya kembali
setelah berkumur. Jangan menelannya.
Selain keempat bahan di atas, di masa lalu ada juga
antiseptik berbasis merkuri yang dikenal dengan nama
merkurokrom atau obat merah. Obat merah kini tidak
dianjurkan, bahkan dilarang di banyak negara maju, karena
kandungan merkurinya dapat berbahaya bagi tubuh.
Beberapa zat alami seperti madu, lidah buaya dan bawang
putih juga bisa digunakan sebagai antiseptik

Anda mungkin juga menyukai