Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut survei kesehatan Republik Indonesia (SKRT) 2018, jantung
sudah menggeser kedudukan penyakit sebagai penyebab kematian tertinggi.
Namun hasil SKRT 2016 dan 2017 menunjukkan peningkatan proporsi
kematian karena penyakit ini makin jelas. Penyakit jantung mulai meningkat
nyata pada usia 35 tahun keatas, dimana preposisi kematian akan tinggi
semakin bertambahnya usia (Afriansyah,2018).
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena penyakit
tidak menular. Lebih dari 9 juta kematian yang disebabkan oleh penyakit
tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90% dari kematian tersebut
terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Secara global
penyakit tidak menular penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya adalah
penyakit kardioaskuler (Kemenkes RI, 2017).
Berdasarkan diagnosis dokter, prevalensi penyakit gagal jantung di
Indonesia tahun 2017 sebesar 0,13% atau diperkirakan sekitar 229.696 orang,
sedangkan berdasarkan diagnosis dokter (gejala) sebesar 0,3% atau
diperkirakan 530.068 orang. Berdasarkan diagnosis dokter, estimasi jumlah
penderita penyakit gagal jantung terbanyak terdapat di Provinsi Jawa Timur
sebanyak 54.826 orang (0,19%), sedangkan Provinsi Maluku Utara memiliki
jumlah penderita paling sedikit, yaitu sebanyak 144 orang (0,02%)
(Kemenkes RI, 2017 ).
Gagal jantung dapat dialami oleh setiap orang, Penyakit gagal jantung
meningkat sesuai dengan bertambahnya usia, diusia 50 tahun ke atas
prevalensi gagal jantung semakin meningkat. Penyakit gagal jantung
sangatlah buruk jika penyebab yang mendasarinya tidak segera ditangani.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi kekambuhan bisa
menerapkan pola hidup sehat dan berolahraga ringan secara teratur.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis dalam hal ini akan melakukan
dokumentasi keperawatan pada kasus yang telah tersedia.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Penulis mampu melakukan dokumentasi asuhan keperawatan pada
klien, dengan Congestive Heart Failure atau gagal jantung kongestif
dengan proses keperawatan.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengkajian klien dengan Congestive Heart
Failure.
b. Untuk merumuskan diagnosa keperawatan pada klien Congestive
Heart Failure.
c. Untuk menyusun rencana asuhan keperawatan pada klien dengan
Congestive Heart Failure.
d. Untuk melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan
Congestive Heart Failure.
e. Mampu membuat evaluasi tindakan dan evaluasi hasil pada klien
dengan Congestive Heart Failure.
f. Mampu membuat catatan perkembangan keperawatan pada klien
dengan Congestive Heart Failure.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian CHF
Gagal jantung kongestif atau Congestive Heart Failure (CHF)
merupakan kondisi terminal pada banyak jenis penyakit jantung , keadaan ini
merupakan kondisi patologik ketika fungsi jantung yang terganggu itu
membuat jantung tidak mampu mempertahankan curah jantung yang cukup
umtuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh (AHA,2017). 
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung
mengalami kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan
sel-sel tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Jantung hanya mampu memompa darah untuk waktu yang
singkat dan dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa
dengan kuat. Sebagai akibatnya, ginjal sering merespons dengan menahan air
dan garam. Hal ini akan mengakibatkan bendungan cairan dalam beberapa
organ tubuh seperti tangan, kaki, paru, atau organ lainnya sehingga tubuh
klien menjadi bengkak (congestive) (Udjianti, 2016).
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk
memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan
oksigen dan nutrisi. (Brunner dan Suddarth, 2015). Menurut
Mansjoer dan Triyanti (2016), gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu
keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan
dan/ kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal.
B. Etiologi CHF
Menurut Udjianti (2016) etiologi gagal jantung kongestif
(CHF)dikelompokan berdasarkan faktor etiolgi eksterna maupun interna,
yaitu :
1. Faktor eksterna (dari luar jantung)
a. Hipertensi
b. Hipertiroid, dan
c. Anemia kronis/ berat.
2. Faktor interna (dari dalam jantung)
a. Disfungsi katup: Ventricular Septum Defect (VSD), Atria Septum
Defect (ASD), stenosis mitral, dan insufisiensi mitral
b. Disritmia : atrial fibrilasi, ventrikel fibrilasi, dan heart block
c. Kerusakan miokard : kardiomiopati, miokarditis, dan infark miokard
d. Infeksi : endokarditis bacterial sub-akut
C. Manifestasi Klinis CHF
Menurut Jayanthi (2016), manifestasi klinis dari CHF (gagal jantung) adalah :
1. Peningkatan volume intravaskular
2. Kongesti jaringan akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung
3. Edema pulmonal akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis yang
menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli;
dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek
4. Edema perifer umum dan penambahan berat badan akibat peningkatan
tekanan vena sistemik
5. Pusing, kekacauan mental (confusion), keletihan, intoleransi jantung
terhadap latihan dan suhu panas, ekstremitas dingin, dan oliguria akibat
perfusi darah dari jantung ke jaringan dan organ yang rendah
6. Sekresi aldosteron, retensi natrium dan cairan, serta peningkatan volume
intravaskuler akibat tekanan perfusi ginjal yang menurun (pelepasan renin
ginjal).
D. Klasifikasi/ Stadium CHF
Klasifiksi Congestive Heart Failure (CHF) menunjukkan tingkatkeparahan
dari kondisi pasien, Mansjoer dan Triyanti (2016) :
1. Kelas I : Bila pasien dapat melakukan aktivitas yang berat tanpa sesak
nafas dan keletihan
2. Kelas II : Bila ada sedikit keterbatasan aktivitas fisik, aktivitas fisik dapat
menyebabkan keletihan dan sesak nafas namun dengan istirahat maka
gejala akan hilang.
3. Kelas III : Bila pasien tidak dapat melakukan aktivitas fisik sehari-hari
tanpa keluhan, biasanya pada keadaan ini telah tejadi edema pulmonal.
4. Kelas IV : Bila pasien sama sekali tidak dapat melakukan aktivitas sama
sekali dan harus tirah baring, sesak nafas bahkan terjadi ketika pasien
istirahat.
E. Patofisiologi
1. Gagal jantung kiri
Ketidakmampuan ventrikel kiri untuk memompa darah dan penurunan
curah jantung.
2. Gagal jantung kanan
Fungsi kontraktil ventrikel kanan yang tidak efektif menyebabkan darah
mengalir balik ke dalam atrium kanan dan sirkulasi perifer, yang
mengakibatkan edema perifer dan pembesaran ginjal dan organ lain
(Billota, 2012).
F. Pathway
G. Gangguan Kebutuhan Dasar Pada Pasien CHF
1. Oksigenasi
Oksigenasi adalah proses penambahan oksigen O2 ke dalam sistem
(kimia atau fisika). Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak
berbau yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai
hasilnya, terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi
penambahan CO2 yang melebihi batas normal pada tubuh akan
memberikan dampak yang cukup bermakna terhadap aktifitas sel
Mubarak, 2007).
Oksigen merupakan kebutuhan dasar paling vital dalam kehidupan
manusia, dalam tubuh, oksigen berperan penting dalam proses metabolism
sel tubuh. Kekurangan oksigan bisa menyebabkan hal yangat berarti bagi
tubuh, salah satunya adalah kematian. Karenanya, berbagai upaya perlu
dilakukan untuk mejamin pemenuhan kebutuhan oksigen tersebut, agar
terpenuhi dengan baik. Dalam pelaksanannya pemenuhan kebutuhan
oksigen merupakan garapan perawat tersendiri, oleh karena itu setiap
perawat harus paham dengan manifestasi tingkat pemenuhan oksigen pada
klienya serta mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan
pemenuhan kebutuhan tesebut.

2. Aktivitas
Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang
dalam melakukan aktivitas. Seseorang tidak terlepas dari keadekuatan
system persarafan dan muskuluskeletal.  Ketika kebutuhan energy tidak
tercukupi maka akan terjadi penurunan dalam kapasitas fisologi seseorang
untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang
dibutuhkan akan mengakibatkan intoleransi aktivitas, terjadi kelemahan
umum dan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen karena
status penyakit sehingga dilakukan tirah baring untuk mempertahankan
atau memenuhi aktivitas harian yang diperlukan atau diharapkan.
Kita dapat melihat perbedaan orang sehat dengan yang mengalami
intoleransi aktivitas adalah ketika mereka meakukan suatu gerakan.  Bagi
orang normal, berjalan  dua tiga meter tidak merasa lelah, akan tetapi bagi
pasien yang mengalami intoleransi aktivitas, bergerak atau berjalan sedikit
saja nafasnya sudah terengah-engah karena tubuhnya tidak mampu
memproduksi energi yang cukup untuk bergerak. Oleh karena dalam
laporan pendahuluan ini akan membahas tentang gangguan aktivitas. 
Menurut (Heriana, 2014) Aktivitas adalah suatu energi atau keadaan
bergerak dimana manusia memerlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan
hidup.  Salah satu tanda kesehatan adalah adanya kemampuan seseorang
melakukan aktivitas seperti berdiri, berjalan dan bekerja.  Kemampuan
aktivitas seseorang tidak terlepas dari keadekuatan sistem persarafan dan
musculoskeletal.
Aktivitas sendiri sebagai suatu energi atau keadaan bergerak dimana
manusia memerlukan hal tersebut agar dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya. (Asmadi, 2008). Jadi dapat diartikan bahwa gangguan aktivitas
merupakan ketidakmampuan seseorang untuk melakukan kegiatan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya.

3. Cairan
Tubuh manusia sebagaimana makhluk hidup yang lain tersusun atas
berbagai sistem organ, puluhan organ, ribuan organ, dan jutaan molekul.
Secara fisik, molekul pembentuk tubuh manusia dapat dibedakan menjadi
jenis cairan dan matriks molekul padat. Fungsi cairan dalam tubuh
manusia, antara lain sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan sisa
metabolisme; sebagai komponen pembentuk sel, plasma, darah, dan
komponen tubuh lainnya; serta sebagai media pengatur suhu tubuh dan
lingkungan seluler. Cairan dan elektrolit sangat berguna dalam
mempertahankan fungsi tubuh manusia. Kebutuhan cairan dan elekrolit
bagi manusia berbeda-beda dengan usia dewasa. Total jumlah cairan yang
terdapat dalam tubuh cukup besar dibandingkan dengan kompartemen zat
padat pembentuk tubuh. Secara umum, konsentrasi cairan pada tubuh
sekitar 60%. Cairan tubuh tersebut meliputi cairan darah, plasma jaringan,
cairan sinovial pada persendian, cairan serebrospinal pada otak dan medula
spinalis, cairan dalam bola mata, cairan pleura dan berbagai cairan yang
terkandung dalam organ dan jaringan.
Total jumlah volume cairan tubuh (total body water – TBW) kira-kira
60% dari berat badan pria dan 50% dari berat wanita. Jumlah volume ini
tergantung pada kandungan lemak badan dan usia. Lemak jaringan sangat
sedikit menyimpan cairan, dimana lemak pada wanita lebih banyak dari
pria sehingga jumlah volume cairan lebih rendah dari pria. Usia juga
berpengaruh terhadap TBW dimana makin tua usia makin sedikit
kandungan airnya. Sebagai contoh, bayi baru lahir memiliki TBW 70-80%
dari BB; usia 1-12 tahun 64% dari BB; usia pubertas sampai dengan 39
tahun untuk pria 60% dari BB; dan wanita 52% dari BB; usia 40-60 tahun
untuk pria 55% dari BB dan wanita 47% dari BB dan pada usia diatas 60
tahun untuk pria 52% dari BB dan wanita 46% dari BB. Cairan dan
elektrolit sangat berguna dalam mempertahankan fungsi tubuh manusia.
Kebutuhan cairan dan elektrolit bagi manusia berbeda-beda sesuai dengan
tingkat usia seseorang, seperti bayi mempunyai tingkat metabolisme air
lebih tinggi mengingat permukaan tubuh yang relatif luas dan presentase
air tubuh lebih tinggi dibandingkan dengan orang dewasa. Kebutuhan
cairan sangat diperlukan tubuh dalam mengangkut zat makanan ke dalam
sel, sisa metabolisme, sebagai pelarut elektrolit dan non elektrolit,
memelihara suhu tubuh, mempermudah eliminasi dan membantu
pencernaan. Disamping itu kebutuhan cairan, elektrolit (natrium, kalium,
klorida, kalsium, dan fosfat) sangat penting untuk menjaga kesetimbangan
asam-basa, konduksi saraf, kontraksi muskular dan osmolaritas.. kondisi
tidak terpenuhinya kebutuhan cairan dan elektrolit dapat mempengaruhi
sistem organ tubuh terutama ginjal. Untuk mempertahankan kondisi cairan
dan elektrolit dalam keadaan seimbang maka pemasukan harus cukup
sesuai dengan kebutuhan. Prosedur pemenuhan kebutuhan cairan dan
elektrolit dalam pelayanan keperawatan dapat dilakukan melalui
pemberian cairan melalui cairan per oral atau intravena.

4. Nutrisi
Nutrisi adalah zat-zat gizi dan zat lain yang berhubungan dengan
kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh
manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan
hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting
dalam tubuhnya serta mengeluarkan zat sisa.
Nutrisi  berfungsi untuk membentuk dan memelihara jaringan tubuh,
mengatur proses-proses dalam tubuh, sebagai sumber tenaga, serta untuk
melindungi tubuh dari serangan penyakit. Dengan demikian, fungsi utama
nutrisi (suitor & hunter, 1980) adalah untuk memberikan energy bagi
aktivitas tubuh, membentuk struktur kerangkadan jaringan tubuh, serta
mengatur berbagai proses kimia dalam tubuh.
Masalah nutrisi erat kaitannya dengan intake makanan dan
metabolisme tubuh serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Secara
umum faktor yang mempengaruhi kebutuhan nutrisi adalah faktor
fisiologis untuk kebutuhan metabolisme basal, faktor patofisiologi seperti
adanya enyakit tertentu yang mengganggu pencernaan atau meningkatkan
kebutuhan nutrisi, faktor sosio-ekonomi seperti adanya kemampuan
individu dalam memenuhi kebutuhan nutrisi.
H. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG : mengetahui adanya sinus takikardi, iskemi, infark/fibrilasi atrium,
ventrikel hipertrofi, disfungsi pentyakit katub jantung
2. Rontgen dada : menunjukkan pembesaran jantung. Bayangan
mencerminkan dilatasi atau hipertrofi bilik atau perubahan dalam
pembuluh darah atau peningkatan tekanan pulnonal
3. Kateterisasi jantung : tekanan abnormal menunjukkan indikasi dan
membantu membedakan gagal jantung sisi kanan dan kiri, stenosis katub
atau insufisiensi serta mengkaji potensi arteri koroner
4. Elektrolit : mungkin berubah karena perpindahan cairan atau penurunan
fungsi ginjal, terapi diuretik
5. Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah terutama jika gagal
jantung akut manjadi kronis
6. Analisa gas darah (AGD) : menilai derajat gangguan keseimbangan asam
basa baik metabolik maupun respiratorik
7. Pemeriksaan tiroid : peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan
hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung (Udjianti, 2016).
I. Komplikasi
1. Kerusakan atau kegagalan ginjal
Gagal jantung dapat mengurangi aliran darah ke ginjal, yang akhirnya
dapat menyebabkan gagal ginjal jika tidak ditangani. Kerusakan ginjal
karena gagal jantung dapat membutuhkan dialysis untuk pengobatan.
2. Masalah katup jantung
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan sehingga dapat terjadi
kerusakan pada katup jantung.
3. Kerusakan hati
Gagal jantung menyebabkan penumpukan cairan yang menempatkan
terlalu banyak tekanan pada hati. Cairan ini dapat menyebabkan jaringan
parut yang mengakibatkan hati tidak dapat berfungsi dengann baik.
4. Serangan jantung dan stroke
Karena aliran darah melalui jantung lenih lambat pada gagal jantung
daripada jantung yang normal. Maka semakin besar kemungkinan akan
mengembangkan pembekuan darah, yang dapat meningkatkan risiko
serangan jantung dan stroke (Bararah, dkk, 2013).
J. Penatalaksanaan
1. Medik
Menurut Wetherill dan Kerelakes (2016) dapat diobati dengan diuretik.
Darah terdiri dari 92% air, jika ginjal tidak dapat membuang kelebihan air,
volume darah akan mningkat. Kondisi ini menyebabkan retensi caian,
yang kemudian menyebabkan sesak nafas dan edema. Sasaran diuretik
adalah ginjal. Obat ini membantu mengeluarkan kelebihan air dan
menurunkan volume darah, serta mengurangi sesak nafas dan edema.
Menurut Mansjoer dan Triyanti (2016) :
a. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan
konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktivitas
b. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
1) Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis,
miksedema, dan aritmia
2) Digitalisasi
c. Dosis digitali
1) Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis
selama 24 jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari
2) Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam
3) Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam
d) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan
e) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
f) Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut
yang berat :
1) Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan
2) Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan
2. Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan menurut Ati (2014)
adalah :
a. Mengistirahatkan pasien untuk mengurangi konsumsi oksigen,
b. Memantau tanda-tanda vital,
c. Memberikan edukasi tentang keadaan yang terjadi pada pasien agar
tidak timbul kecemasan,
d. Memberikan posisi semifowler.
K. Diagnosa Keperawatan yang Muncul
1. Gangguan pertukaran gas
2. Ansietas
3. Intoleransi aktivitas
4. Resiko injuri
5. Kelebihan volume cairan
6. Gangguan perfusi jaringan
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
8. Ketidakefektifan pola nafas

Anda mungkin juga menyukai