Anda di halaman 1dari 43

MINI PROJECT

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN


PENDERITA DIARE TERHADAP PHBS YANG
BERKAITAN DENGAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN
DI POSKESDES PURBA MANALU
TAHUN 2018

Disusun untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti


Program Internship Puskesmas Saitnihuta

Oleh:

dr. Lambas Ria Sihite

Dokter Pendamping:
dr. Devi Simanjuntak

PUSKESMAS SAITNIHUTA
KABUPATEN HUMBANG HASUNDUTAN
PROVINSI SUMATERA UTARA

JUNI2017 - SEPTEMBER 2018


i

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis sampaikan kepada Tuhan yang maha esa. Yang telah
menciptakan penulis dengan akal dan budi, kehidupan yang patut penulis syukuri,
teman-teman yang penuh semangat dan keluarga yang mencintai penulis. Karena berkat
rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan laporan mini project ini yang berjudul:
Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita Diare terhadap PHBS Yang berkaita
dengan Cuci Tangan Pakai Sabun di Poskesdes Purba Manalu Tahun 2018, ini
merupakan suatu karya yang diusahakan penulis untuk memenuhi salah satu syarat
mengikuti program internship.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
dr wika Tambunan selaku kepala Puskesmas Saitnihuta dan dr. Devi Simanjuntak
selaku pendamping, yang telah tulus dan ikhlas memberikan perhatian dan
bimbingannya selama penulis mengabdi dan menuntut ilmu di Puskesmas.
Terimakasih juga atas dukungan dari teman-teman sejawat yang juga
ditempatkan di Puskesmas Saitnuhuta dan segenap pegawai puskesmas yang banyak
memberi saran-saran yang cukup membangun untuk menyelesaikan penyusunan ini.
Tak lupa pula ucapan terimakasih yang sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua
penulis yang senantiasa memberi nasihat dan menyemangati hidup hingga saat ini.
Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis menyadari bahwa masih
banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan dalam penyusunan laporan ini. Oleh karena
itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk kesempurnaan
tulisan ini di masa mendatang.

Saitnihuta, 3 Oktober 2018

Penulis
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan masalah........................................................................ 3
1.3 Tujuan Mini Project .................................................................... 4
1.4 Manfaat Mini Project .................................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5


2.1 Definisi Diare .............................................................................. 5
2.2 Pembagian Diare ......................................................................... 5
2.3 Faktor-faktoryang Mempengaruhi Diare .................................... 6
2.4 Patofisiologi Diare ...................................................................... 9
2.5 Patogenesis Diare ........................................................................ 14
2.6 Gejala Klinis Diare...................................................................... 16
2.7 Pencegahan Diare ........................................................................ 17
2.8 Pengobatan Diare ........................................................................ 21
2.9 Komplikasi Diare ........................................................................ 23

BAB III METODE PELAKSANAAN ............................................................ 24


3.1 Kerangka Konsep ........................................................................ 24
3.2 Definisi Operasional Variabel ..................................................... 24
3.3 Cara Ukur .................................................................................... 24
3.4 Alat Ukur..................................................................................... 24
3.5 Jenis dan Rancangan Project ....................................................... 25
3.6 Tempat dan Waktu Project .......................................................... 25
iii

3.7 Populasi dan Sampel Project ....................................................... 25


3.7.1 Populasi ........................................................................... 25
3.7.2 Sampel ............................................................................. 25
3.7.2.1 Kriteria Inklusi .................................................... 26
3.7.2.2 Kriteria Eksklusi.................................................. 26
3.8 Metode Pengolahan Data ............................................................ 26

BAB IV HASIL ............................................................................................... 27


4.1 Deskripsi Lokasi Mini Project .................................................... 27
4.2 Deskripsi Karakteristik Responden ............................................. 27

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................... 32

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN........................................................... 34


6.1 Kesimpulan ................................................................................. 34
6.2 Saran ............................................................................................ 34

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 35


iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare ..... 8


Gambar 2.2 Langkah-langkah mencuci tangan yang benar ........................... 20
Gambar 3.1 Kerangka konsep…………………………………… .............. 24
Gambar 4.1 Diagram distribusi responden berdasarkan jenis kelamin ....... 28
v

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Penilaian derajat dehidrasi ....................................................... 17


Tabel 2.2 Pemberian Cairan pada Dehidrasi Berat .................................. 22
Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Umur ................................ 27
Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir ......... 28
Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan .......................... 29
Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan
“Cara mencuci tangan yang benar adalah dengan
menggunakan?” ........................................................................ 30
Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan
“Kapan waktu yang tepat untuk mencuci tangan?” ................. 30
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang, di mana pelayanan
kesehatan masyarakatnya belum memadai sehubungan dengan adanya krisis ekonomi
yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. Permasalahan utama yang dihadapi masih
didominasi oleh penyakit infeksi yang sebagian besarnya adalah penyakit menular yang
berbasis lingkungan (Deritawati, 2008).
Derajat kesehatan masyarakat itu sendiri dipengaruhi oleh banyak faktor, salah
satunya adalah perilaku. Sebagaimana dikemukan oleh H. Bloom: bahwa perilaku
manusia mempunyai peran yang cukup besar, sebab disamping berpengaruh langsung
terhadap derajat kesehatan juga mempunyai pengaruh tidak langsung terhadap
kesehatan sendiri. Perilaku sendiri dapat dipengaruhi oleh sosial budaya, ekonomi, serta
faktor fasilitas kesehatan (Notoatmodjo, 2003).
Diare didefinisikan sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan
frekuensi buang air besar. Diaredapat juga didefinisikan bila buang air besar tiga kali
atau lebih danbuang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam
(Departemen Kesehatan RI, 2009). Diare ada dua macam, yaitu diare akut dan diare
kronis. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang
sebelumnya sehat. Diare kronik yaitu bila diare berlanjut sampai dua minggu atau lebih
dan kehilangan berat badan atau tidak bertambah berat badan selama masa tersebut
(Suharyono et al, 1988).
Penyakit diare merupakan suatu masalah yang mendunia. Penyakit diare tersebut
lebih banyak terdapat di Negara berkembang daripada di Negara maju, yaitu 12,5 kali
lebih banyak didalam kasus mortalitas. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi di
dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta penderita diantaranya meninggal dunia, sebagian
besar anak-anak dibawah umur 5 tahun (Adisasmito, 2010). Di Indonesia, diare masih
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Angka kesakitan maupun angka
kematian pada bayi dan anak banyak disebabkan oleh diare. Survey morbiditas yang
2

dilakukan oleh Subdirektorat Diare Departemen Kesehatan dari tahun 2009 sampai
2012 terlihat kecenderungan insiden diare naik.
Insiden penyakit diare 301 per 1000 penduduk pada tahun 2010, tahun 2012,
tahun 2014 naik menjadi 374 per 1000 penduduk, tahun 2015 naik menjadi 423 per 1000
penduduk dan tahun 2016 menjadi 411 per 1000 penduduk. Kematian bayi tahun 2010
di Jawa terjadi 5.533 kematian bayi dari 589.482 kelahiran hidup. Penyebab kematian
bayi (usia 29 hari – 11 bulan) yang terbanyak adalah diare (31,4%). Data survey
Dermografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2010-2012 diketahui proporsi diare
pada anak balita yaitu laki-laki 10,8% dan perempuan 11,2%. Berdasarkan umur
prevalensi tertinggi di usia 6-11 bulan (19,4%) dan 12-23 bulan (14,8%) (DEPKES RI,
2016).
Tingginya angka kesakitan dan kematian tersebut diatas disebabkan karena
beberapa faktor yang terdiri dari penyebaran kuman yang menyebabkan diare, faktor
pejamu yang meningkatkan kerentanan terhadap diare, dan faktor lingkungan serta
perilaku. Gabungan antara faktor lingkungan yang tidak sehat karena tercemar kuman
diare dan perilaku manusia yang tidak sehat merupakan dasar dari penyebab diare
(DEPKES RI, 2010).
Diare yang tidak segera ditangani akan mengakibatkan dehidrasi dan gangguan
pertumbuhan pada bayi. Dehidrasi yang terjadi pada penderita diare disebabkan oleh
usus bekerja tidak sempurna sehingga sebagian besar air dan zat-zat yang terlarut
didalamnya dibuang bersama tinja sampai akhirnya tubuh kekurangan cairan. Elektrolit
dari tubuh terutama natrium dan kalium juga akan hilang. Bayi lebih rentan mengalami
dehidrasi karena sulit untuk diberi cairan melalui mulut dibandingkan dengan kelompok
usia lainnya, selain itu komposisi cairan tubuh pada bayi relatif besar yaitu sekitar 80-
85% berat badan dan pada anak usia>1 tahun mengandung air sebanyak 70-75%,
kehilangan cairan tubuh sebanyak 10% pada bayi dapat mengakibatkan kematian
setelah sakit selama 2 -3 hari (Harianto, 2010).
Upaya pencegahan dan penanggulangan kasus diare dilakukan melalui
pemberian oralit, penggunaan infus, penyuluhan kepada masyarakat dengan maksud
terjadinya peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dalam kehidupan
sehari-hari, karena secara umum penyakit diare sangat berhubungan dengan hygine dan
3

sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat. Peningkatan kasus diare merupakan
cerminan dari perbaikan kedua faktor tersebut.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang
dilakukan atas dasar kesadaran sehingga anggota keluarga dapat menolong dirinya
sendiri di bidang kesehatan dan berperanaktif dalam kegiatan-kegiatan di masyarakat.
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) di rumah tangga adalah upaya untuk
memperdayakan anggota rumah tangga agar tahu, mau dan mampu mempraktekkan
(DEPKES RI, 2010).
PHBS dipengaruhi oleh perilaku seseorang, dan perilaku itu sendiri terbagi
menjadi tiga aspek, yakni pengetahuan, sikap dan praktik. Pengetahuan adalah
pemahaman subjek mengenai objek yang dihadapinya. Sikap merupakan reaksi atau
respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Ada pun
tingkat-tingkat praktek meliputi persepsi yaitu mengenal dan memilih berbagai objek
sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat pertama.
Diantara 10 PHBS tersebut antara lain adalah mencuci tangan dengan sabun,
penggunaan air bersih, dan juga jamban yang sehat. Ketiga komponen ini merupakan
pilar perilaku hidup bersih dan sehat. Berdasarkan data di Puskesmas PintuAngin yang
mencakup 5 Kelurahan, hanya 52,1 % penduduk yang mencuci tangan dengan sabun,
64,2% menggunakan sumber air PDAM, dan 61,3% memiliki jamban sehat.
Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulis mengangkat judul tentang
“Gambaran Tingkat Pengetahuan Penderita Diare terhadap PHBS Yang berkaita dengan
Cuci Tangan Pakai Sabun di Poskesdes Purba Manalu Tahun 2018”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dirumuskan permasalahan dalam
penelitian ini yaitu “Bagaimana Pengetahuan penderita diare terhadap PHBS yang
berkaita dengan cuci tangan Pakai sabun di poskesdes purba manalu tahun 2018
4

1.3 Tujuan Mini Project


Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran pengetahuan
masyarakat dan penderita diare terhadap PHBS yang Berkaitan Dengan Cuci Tangan
Pakai Sabun di Poskesdes PurbaManaluTahun 2018.

1.4 Manfaat Mini Project


Manfaat dari penelitian ini adalah diharapkan dapat memberikan informasi
tentang Sejauh mana pengetahuan penderita diare yang berobat ke Poskesdes Purba
Manalu terhadap mencuci tangan dengan sabun.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Diare


Diare didefinisikan sebagai perubahan konsistensi feses dan perubahan frekuensi
buang air besar. Diaredapat juga didefinisikan bila buang air besar tiga kali atau lebih
danbuang air besar yang berair tapi tidak berdarah dalam waktu 24 jam (Departemen
Kesehatan RI, 2009).
Menurut WHO (2007) diare adalah berak cair lebih dari tiga kali dalam 24 jam,
dan lebih menitik beratkan pada konsistensi tinja dari pada menghitung frekuensi
berak.Ibu-ibu biasanya sudah tahu kapan anaknya menderita diare, mereka biasanya
mengatakan bahwa berak anaknya encer atau cair.

2.2 Pembagian Diare


Diare ada dua macam, yaitu diare akut dan diare kronis (Suharyono et al, 1988).
a. Diare Akut
Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari, Diare akut sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja
di negara berkembang tetapi juga di negara maju. Penyakit diare masih sering
menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan penderita yang banyak dalam waktu
yang singkat.Infeksi adalah penyebab utama diare akut, baik oleh bakteri, parasit,
maupun virus. Penyebab lain yang dapat menyebabkan diare adalah toksin dan obat,
nutrisi enteral diikuti puasa yang lama, kemoterapi, impaksi fekal, atau dengan kondisi
lain. Kebanyakan infeksi diare akut didapat hasil isolasi dengan E. Coli, V. choloreae
dan Aeromonas sp merupakan tiga penyebab terbanyak penyebab infeksi diare. (Ulshen,
1999).

b. Diare Kronik
6

Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari tiga


minggu.Ketentuan ini berlaku bagi orang dewasa, sedangkan pada bayi dan anak-anak
ditetapkan batas waktu lebih dari 2 minggu.Penyebab diare kronik ini memiliki
penyebab yang bervariasi dan tidak diketahui seluruhnya.(Emmanuel, 1999, Rani HAA,
2002).

2.3 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Diare


a. Faktor Infeksi
Faktor infeksi penyebab diare dapat dibagi dalam infeksi parenteral dan infeksi
enteral.Di negara berkembang, campak yang disertai dengan diare merupakan faktor
yang sangat penting pada morbiditas dan mortalitas anak.Walaupun mekanisme sinergik
antara campak dan diare pada anak belum diketahui, diperkirakan kemungkinan virus
campak sebagai penyebab diare secara enteropatogen.
Penyebab infeksi utama timbulnya diare adalah golongan virus, bakteri, dan
parasit.Rotavirus merupakan penyebab utama diare akut pada anak. Sedangkan bakteri
penyebab diare tersering antara lain ETEC, Shigella, Campylobacter.

b. Faktor Umur
Pengaruh usia tampak jelas pada manifestasi diare. Komplikasi lebih banyak
terjadi pada umur di bawah 2 bulan secara bermakna, dan makin muda usia bayi makin
lama kesembuhan klinik diarenya. Kerusakan mukosa usus yang menimbulkan diare
dapat terjadi karena gangguan integritas mukosa usus yang banyak dipengaruhi dan
dipertahankan oleh sistem imunologik intestinal serta regenerasi epitel usus yang pada
masa bayi muda masih terus kemampuannya.

c. Faktor Status Gizi


Menurut Santri (1963) dan Gordon (1964) pada penderita malnutrisi serangan
diare terjadi lebih sering dan lebih lama.Semakin buruk keadaan gizi anak, semakin
sering dan berat diare yang dideritanya.Diduga bahwa mukosa penderita malnutrisi
sangat peka terhadap infeksi, namun konsep ini tidak seluruhnya diketahui benar,
patogenesis yang terperinci tidak diketahui.
7

Di negara maju dengan tingkat pendidikan dan tingkat kesehatan yang tinggi,
kelompok bayi yang mendapat air susu ibu lebih jarang menderita diare karena infeksi
enteral dan parenteral. Hal ini disebabkan kerana berkurangnya kontaminasi bakteri
serta terdapatnya zat-zat anti infeksi dalam air susu ibu.
Menurut Stanfield (1974) perubahan-perubahan yang terjadi pada penderita
malnutirisi adalah perubahan gastrointestinal dan perubahan sistem imunitas.

d. Faktor Lingkungan
Sebagian besar penularan penyakit diare adalah melalui dubur, kotoran dan
mulut. Dalam hal mengukur kemampuan penularan penyakit di samping tergantung
jumlah dan kekuatan penyebab penyakit, juga tergantung dari kemampuan lingkungan
untuk menghidupinya, serta mengembangkan kuman penyebab penyakit diare.
Sehingga dapat dikatakan bahwa penularan penyakit diare merupakan hasil dari
hubungan antara :
a. Faktor jumlah kuman yang disekresi (penderita atau carrier)
b. Kemampuan kuman untuk hidup di lingkungan, dan
c. Dosis kuman untuk menimbulkan infeksi, disamping ketahanan pejamu untuk
menghadapi mikroba tadi.
Perubahan atau perbaikan air minum dan jamban secara fisik tidak menjamin hilangnya
penyakit diare, tetapi perubahan sikap dan tingkah laku manusia yang memanfaatkan
sarana tersebut di atas sangat menentukan kebersihan perbaikan sanitasi dalam
mengurangi masalah diare.

e. Faktor Susunan Makanan


Faktor susunan terhadap terjadinya diare tampak sebagai kemampuan usus untuk
mengahadapi kendala yang berupa:
1. Antigen.
Susunan makanan mengandung protein yang tidak homolog, sehingga dapat
berlaku sebagai antigen. Lebih-lebih pada bayi dimana kondisi ketahanan lokal
usus belum sempurna sehingga terjadi migrasi molekul makro.
2. Osmolaritas
8

Susunan makanan baik berupa formula susu maupun makanan padat yang
memberikan osmolaritas yang tinggi sehingga dapat menimbulkan diare misalnya,
Neonatal Entero Colitis Necroticans pada bayi.
3. Malabsorpsi
Kandungan nutrien makanan yang berupa karbohidrat, lemak maupun protein dapat
menimbulkan intoleransi, malabsorpsi maupun alergi sehingga terjadi diare pada
anak maupun bayi.
4. Mekanik
Kandungan serat yang berlebihan dalam susunan makanan secara mekanik dapat
merusak fungsi mukosa usus sehingga timbul diare.

Gambar 2.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya penyakit diare


(Sumber: Sosroamidjo, 1981)

2.4 Patofisiologi Diare


Fungsi utama dari saluran cerna adalah menyiapkan makanan untuk keperluan
hidup sel, pembatasan sekresi empedu dari hepar dan pengeluaran sisa-sisa makanan
yang tidak dicerna. Fungsi tadi memerlukan berbagai proses fisiologi pencernaan yang
majemuk, aktivitas pencernaan itu dapat berupa (Noerasid, 1999).
a. Proses masuknya makanan dari mulut kedalam usus.
9

b. Proses pengunyahan (mastication): menghaluskan makanan secara mengunyah


dan mencampur dengan enzim-enzim di rongga mulut.
c. Proses penelanan makanan (diglution): gerakan makanan dari mulut ke gaster.
d. Pencernaan (digestion): penghancuran makanan secara mekanik, percampuran
dan hidrolisa bahan makanan dengan enzim-enzim.
e. Penyerapan makanan (absorption): perjalanan molekul makanan melalui selaput
lendir usus ke dalam sirkulasi darah dan limfe.
f. Peristaltik: gerakan dinding usus secara ritmik berupa gelombang kontraksi
sehingga makanan bergerak dari lambung ke distal.
g. Buang air besar (defecation): pembuangan sisa makanan yang berupa tinja.

Dalam keadaan normal dimana saluran pencernaan berfungsi efektif akan


menghasilkan ampas tinja sebanyak 50-100 gr sehari dan mengandung air sebanyak 60-
80%. Dalam saluran gastrointestinal cairan mengikuti secara pasif gerakan bidireksional
transmukosal atau longitudinal intraluminal bersama elektrolit dan zat-zat padat lainnya
yang memiliki sifat aktif osmotik (Parthawihardja, 1999).
Cairan yang berada dalam saluran gastrointestinal terdiri dari cairan yang masuk
secara per-oral, saliva, sekresi lambung, empedu, sekresi pankreas serta sekresi usus
halus.Cairan tersebut diserap usus halus, dan selanjutnya usus besar menyerap kembali
cairan intestinal, sehingga tersisa kurang lebih 50-100 gr sebagai tinja. (Sunoto, 1990,
Hans, 2001)
Motilitas usus halus mempunyai fungsi untuk:
a. Menggerakkan secara teratur bolus makanan dari lambung ke sekum
b. Mencampur khim dengan enzim pankreas dan empedu
c. Mencegah bakteri untuk berkembang biak.
Faktor-faktor fisiologi yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu
dengan lainnya. Misalnya bertambahnya cairan pada intraluminal akan menyebabkan
terangsangnya usus secara mekanis, sehingga meningkatkan gerakan peristaltik usus
dan akan mempercepat waktu lintas khim dalam usus. Keadaan ini akan memperpendek
waktu sentuhan khim dengan selaput lendir usus, sehingga penyerapan air, elektrolit dan
zat lain akan mengalami gangguan (Shulmann, 1999).
10

Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna dan macam penyebab dari
diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam 3 macam kelainan pokok yang berupa
(Setyorogo, 1990, Hommers, 1994) :
a. Kelainan gerakan transmukosal air dan elektrolit (karena toksin)
Gangguan reabsorpsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan
diare, misalnya pada kejadian infeksi. Faktor lain yang juga cukup penting dalam
diare adalah empedu. Ada 4 macam garam empedu yang terdapat di dalam cairan
empedu yang keluar dari kandung empedu. Dehidroksilasi asam dioksikholik akan
menyebabkan sekresi cairan di jejunum dan kolon, serta akan menghambat absorpsi
cairan di dalam kolon. Ini terjadi karena adanya sentuhan asam dioksikholik secara
langsung pada permukaan mukosa usus.
Diduga bakteri mikroflora usus turut memegang peranan dalam pembentukan
asam dioksi kholik tersebut hormon saluran cerna diduga juga dapat mempengaruhi
absorpsi air pada mukosa.usus manusia, antara lain adalah: gastrin, sekretin,
kholesistokinin dan glukogen. Suatu perubahan PH cairan usus juga.dapat
menyebabkan terjadinya diare, seperti terjadi pada Sindroma Zollinger Ellison atau
pada Jejunitis (Shulmann, 1999).

b. Kelainan cepat laju bolus makanan didalam lumen usus (invasive diarrhea)
Suatu proses absorpsi dapat berlangsung sempurna dan normal bila bolus
makanan tercampur baik dengan enzim-enzim saluran cerna dan berada dalam
keadaan yang cukup tercerna. Juga waktu sentuhan yang adekuat antara khim dan
permukaan mukosa usus halus diperlukan untuk absorpsi yang normal (Shulmann,
1999).
Permukaan mukosa usus halus kemampuannya berfungsi sangat kompensatif,
ini terbukti pada penderita yang masih dapat hidup setelah reseksi usus, walaupun
waktu lintas menjadi sangat singkat.Motilitas usus merupakan faktor yang
berperanan penting dalam ketahanan lokal mukosa usus. Hipomotilitas dan stasis
dapat menyebabkan mikro organisme berkembang biak secara berlebihan (tumbuh
lampau atau overgrowth) yang kemudian dapat merusak mukosa usus,
menimbulkan gangguan digesti dan absorpsi, yang kemudian menimbulkan diare.
11

Hipermotilitas dapat terjadi karena rangsangan hormon prostaglandin, gastrin,


pankreosimin; dalam hal ini dapat memberikan efek langsung sebagai diare.Selain
itu hipermotilitas juga dapat terjadi karena pengaruh enterotoksin staphilococcus
maupun kholera atau karena ulkus mikro yang invasif oleh Shigella atau
Salmonella.Selain uraian di atas haruslah diingat bahwa hubungan antara aktivitas
otot polos usus, gerakan isi lumen usus dan absorpsi mukosa usus merupakan suatu
mekanisme yang sangat kompleks (Sherwood, 2001).

c. Kelainan tekanan osmotik dalam lumen usus (virus)


Dalam beberapa keadaan tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi
kapasitas dari pencernaan dan absorpsinya akan menimbulkan diare. Adanya
malabsorpsi dari hidrat arang, lemak dan zat putih telur akan menimbulkan
kenaikan daya tekanan osmotik intra luminal, sehingga akan dapat menimbulkan
gangguan absorpsi air. Malabsorpsi hidrat arang pada umumnya sebagai
malabsorpsi laktosa yang terjadi karena defesiensi enzim laktase. Dalam hal ini
laktosa yang terdapat dalam susu tidak sempurna mengalami hidrolisis dan kurang
di absorpsi oleh usus halus. Kemudian bakteri-bakteri dalam usus besar memecah
laktosa menjadi monosakharida dan fermentasi seterusnya menjadi gugusan asam
organik dengan rantai atom karbon yang lebih pendek yang terdiri atas 2-4 atom
karbon.Molekul-molekul inilah yang secara aktif dapat menahan air dalam lumen
kolon hingga terjadi diare.Defisiensi laktase sekunder atau dalam pengertian yang
lebih luas sebagai defisiensi disakharidase (meliputi sukrase, maltase, isomaltase
dan trehalase) dapat terjadi pada setiap kelainan pada mukosa usus halus. Hal
tersebut dapat terjadi karena enzim-enzim tadi terdapat pada brush border epitel
mukosa usus. Asam-asam lemak berantai panjang tidak dapat menyebabkan
tingginya tekanan osmotik dalam lumen usus karena asam ini tidak larut dalam air.
Sebagai akibat diare baik yang akut maupun kronis, maka akan terjadi
(Hommers, 1994):
1. Kehilangan air dan elektrolit sehingga timbul dehidrasi dan keseimbangan asam
basa Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) serta gangguan keseimbangan
asam basa disebabkan oleh:
12

a. Previous Water Losses: kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai


defisiensi cairan.
b. Nomial Water Losses: kehilangan cairan karena fungs fisiologik.
c. Concomittant Water Losses: kehilangan cairan pada waktu pengelolaan.
d. Intake yang kurang selama sakit: kekurangan masukan cairan karena
anoreksia atau muntah.

Kekurangan cairan pada diare terjadi karena:


a. Pengeluaran usus yang berlebihan
a) Sekresi yang berlebihan dari selaput lendir usus (Secretoric diarrhea)
karena, gangguan fungsi selaput lendir usus, (Cholera E. coli).
b) Berkurangnya penyerapan selaput lendir usus, yang disebabkan oleh
berkurangnya kontak makanan dengan dinding usus, karena adanya
hipermotilitas dinding usus maupun kerusakan mukosa usus.
c) Difusi cairan tubuh kedalam lumen usus karena penyerapan oleh tekanan
cairan dalam lumen usus yang hiperosmotik; keadaan ini disebabkan
karena adanya substansi reduksi dari fermentasi laktosa yang tidak
tercerna enzim laktase (diare karena virus Rota)
b. Masukan cairan yang kurang karena :
a) Anoreksia
b) Muntah
c) Pembatasan makanan
d) Keluaran yang berlebihan

2. Gangguan gizi “Kelaparan” (Masukan kurang, keluaran berlebih), hal ini dapat
terjadi pada diare karena:
a. Masukan makanan berkurang karena adanya anoreksia (sebagai gejala
penyakit) atau dihentikannya beberapa macam makanan o1eh orang tua,
karena ketidaktahuan. Muntah juga merupakan salah satu penyebab dari
berkurangnya masukan makanan.
13

b. Gangguan absorpsi. Pada diare akut sering terjadi malabsorpsi dari nutrien
mikro maupun makro. Malabsorpsi karbohidrat (laktosa, glukosa dan
fruktosa) dan lemak yang kemudian dapat berkembang menjadi malabsorpsi
asam amino dan protein. Juga kadang-kadang akan terjadi malabsorpsi
vitamin baik yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak (vitamin
B12, asam folat dan vitamin A) dan mineral trace (Mg dan Zn).
c. Katabolisme. Pada umumnya infeksi sistemik akan mempengaruhi
metabolisme dan fungsi endokrin, pada penderita infeksi sistemik terjadi
kenaikan panas badan. Akan memberikan dampak peningkatan glikogenesis,
glikolisis, peningkatan sekresi glukagon, serta aldosteron, hormon anti
diuretik (ADH) dan hormon tiroid. Dalam darah akan terjadi peningkatan
jumlah kholesterol, trigliserida dan lipoprotein. Proses tersebut dapat
memberi peningkatan kebutuhan energi dari penderita dan akan selalu disertai
kehilangan nitrogen dan elektrolit intrasel melalui ekskresi urine, peluh dan
tinja.
d. Kehilangan langsung. Kehilangan protein selama diare melalui saluran cerna
sebagai Protein loosing enteropathy dapat terjadi pada penderita campak
dengan diare, penderita kolera dan diare karena E. coli. Melihat berbagai
argumentasi di atas dapat disimpulkan bahwa diare mempunyai dampak
negatif terhadap status gizi penderita.

3. Perubahan ekologik dalam lumen usus dan mekanisme ketahanan isi usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan kerusakan mukosa usus
keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan karena deplesi enzim.
Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien yang kurang tercerna
sehingga dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit yang berupa
substansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan merubah
ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri
tumbuh lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi usus. Bakteri
tumbuh lampau akan member kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam
empedu sehingga terjadi peningkatan asam empedu yang dapat menimbulkan
14

kerusakan mukosa usus lebih lanjut. Keadaan tersebut dapat pula disertai
dengan gangguan mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan
oleh kerusakan mukosa usus maupun perubaban ekologi isi usus.

2.5 Patogenesis Diare


Patogenesis dari diare dibagi menurut kemungkinan kelainan tinja yang timbul
pada diare (Sunoto, 1990):
a. Tinja cair (seperti air dan bening)
b. Tinja lembek cair
c. Tinja berdarah dan berlendir
Keadaan tinja tadi dapat timbul karena mekanisme diare baik berupa kelainan
tunggal maupun campuran. Pada umumnya gejala klinik yang ditimbulkan oleh mikroba
patogen dibagi menjadi (Rolfe, 1999):
a. Sindroma berak cair (Small Bowel Syndromes) Berak cair yang profuse dan
voluminus yang biasanya dihubungkan dengan kolera.
b. Sindroma disentri (Disentry Syndromes) Berupa kejang perut (mules), tenesmia, tinja
bercampur lendir (pus) dan darah yang biasanya dihubungkan dengan shigellosis.
c. Di samping itu ada bentuk antara kedua sindroma di atas yang tergantung dari derajat
kerusakan mukosa.
Menurut kelainan tinja yang didapat, pada dasarnya mekanisme patogenesis
diare infektif dapat dibagi menjadi (Rolfe, 1999):
a. Diare sekretorik
Toksin E.coli dan V.cholera.Contoh klasik dari mekanisme diare karena toksin
adalah diare yang disebabkan oleh bakteri Vibrio cholera dan ETEC. Di samping itu
bakteri lain seperti: Clostridium perferingens, Staphilococcus aureus, Pseudomonas
aerugenosa, dan beberapa strain Shigella dan Salmonella juga dapat menghasilkan
enterotoksin. Keracunan makanan yang mengandung Staphilococcus, kontaminasi
bentuk pratoksin (preformed toxin) juga merupakan faktor penting dalam kejadian diare,
dan mekanismenya berbeda dengan diare karena kholera atau E. coli.Sekitar 25% diare
pada anak disebabkan oleh toksin yang dikeluarkan oleh bakteri, pada umumnya
dihasilkan oleh bakteri E coli dan V. chholera. E.coli pada berbagai strain dapat
15

mempunyai 2 sifat, yaitu: sebagai enterotoksin maupan sifat invasif. Setelah melalui
tantangan karena ketahanan tubuh penderita, maka bakteri sampai di lumen usus kecil
memperbanyak diri dan menghasilkan enterotoksin yang kemudian dapat
mempengaruhi fungsi dari epitel mukosa usus. Racun-racun ini merangsang mekanisme
sel-sel epitel mukosa usus yang memproduksi adenil siklase (Cyclic AMP) dan
kemudian akan berpengaruh mengurangi penyerapan ion natrium dari lumen usus, tetapi
meningkatkan pengeluaran ion khlorida dan air dari kripta mukosa dalam lumen usus.

b. Patomekanisme invasif :Shigella, Salmonella, Campylobacter dan Virus Rota.


Bakteri invasif penyebab diare diperkirakan sebanyak 10-20% dari diare pada
anak.Diare dengan kerusakan mukosa dan sel-sel mukosa sering pada usus halus dan
usus besar, pada umumnya disebabkan oleh Shigella, Enteroinvasif E. coli dan
Campilobacter jejuni.Invasi bakteri diikuti oleh pembengkakan dan kerusakan sel yang
menyebabkan diketemukannya darah dan lendir atau sel-sel darah putih dan darah
merah dalam tinja (bloody stool dysentry).Spasmus dari otot-otot polospada usus
dirasakan oleh penderita sebagai kejang atau sakit perut.

c. Diare karena perlukaan oleh substansi intraluminal


Bila bakteri mengadakan proliferasi dalam lumen usus halus akan terjadi
perlekatan di dinding mukosa dan akan menimbulkan suatu penyakit gangguan
pencernaan. Gangguan ini timbul karena bahan makanan dan.atau sekresi usus. Hasil
metabolisme bakteri kadang kadang dapat berupa bahan yang bisa melukai mukosa
usus, diantaranya:
1) Dekonjugasi asam empedu
2) Hidroksi asam lemak
3) Asam organik rantai pendek
4) Subtansi alkohol

2.6 Gejala Klinis Diare


Mula-mula pasien cengeng, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare.Tinja cair, mungkin disertai lendir atau
16

darah.Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan


empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin
lama makin asam sebagai makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang tidak
diabsorbsi dari usus selama diare.
Gejala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan
oleh lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan
elektrolit.Bila pasien telah banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi
mulai tampak yaitu berat badan turun, turgor berkurang, mata dan ubun-ubun besar
menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir bibir dan mulut serta kulit tampak
kering.Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi
ringan, ringan-sedang dan berat.Bila berdasarkan tonisitas plasma dibagi menjadi
hipotonik, isotonik, dan hipertonik. Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam
keadaan dehidrasi berat dengan rata-rata kehilangan cairan 12,5%. Pada dehidrasi berat,
volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala
denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, pasien
sangat lemah, kesadaran menurun (apatis, somnolen, kadang sampai stupor) (WHO,
2007).
Akibat dehidrasi diuresis berkurang (oliguri sampai anuri). Bila sudah terjadi
asidosis metabolik pasien akan tampak pucat dengan pernafasan yang cepat dan dalam
(kussmaul). Asidosis metabolic terjadi kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare, ketosis
(kelaparan), produk-produk metabolik yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan
(karena oliguri/anuri), berpindahnya anion natrium dari cairan ekstra sel ke cairan intra
sel, dan penimbunan asam laktat (anoksia jaringan) (Ngastiyah, 1995).
Kriteria penentuan derajat dehidrasi menurut Haroen Nurasied:
Tabel 2.1 Penilaian Derajat Dehidrasi
Penilaian A B C
1. Lihat: Lesu, tidak sadar
Baik, sadar Gelisah
Keadaan umum Sangat cekung
Normal Cekung
Mata Tidak ada
Ada Tidak ada
Air mata Sangat kering
Basah Kering
Mulut dan lidah *Malas minum
17

Rasa haus Minum biasa, *Haus ingin minum


tidak haus banyak
Kembali sangat
2. Turgor Kembali cepat Kembali lambat
lambat
Dehidrasi ringan- Dehidrasi berat,
Tanpa
3. Derajat dehidrasi sedang, bila terdapat terdapat bila ada 1
dehidrasi
2 tanda atau lebih tanda atau lebih
(Sumber: WHO, 2007)

2.7 Pencegahan Diare


Orang dapat mencegah diare yaitu memahami disebabkan oleh apa diare itu dan
bagaimana serta tindakan apa yang dilakukan terhadap penyakit itu. Memahami dengan
apa menghentikan diare dan menyelamatkan anak-anak dari kematian akibat penyakit
ini dan mengetahui mengobati diare dengan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
Mengetahui air yang diambil dari empang, sungai, atau sumber air yang telah terkotori
oleh manusia, hewan dan lain-lain itu mengandung bibit penyakit diare. Melakukan,
sedapat mungkin untuk selalu mendidihkan terlebih dahulu air minum sebelum
dipergunakan untuk minum dan memasak. Bicarakan dengan para keluarga atau
masyarakat bagaimana cara pencegahan diare, dan bagaimana pula cara mencegah
terjadinya pengotoran air penyebab diare. Bekerjalah bersama pemimpin masyarakat
dan masyarakat itu sendiri agar setiap keluarga di masyarakat memiliki sumber air yang
sehat untuk minum dan masak. Mengetahui bahwa makanan akan membawa bibit
penyakit diare bila: tidak segar, ditinggal di tempat hangat, dihinggapi lalat, serangga,
tikus dan binatang lain. Lakukan, jangan makan sembarangan yang membusukan.
Mengetahui bahwa makanan dapat membawa bibit penyakit diare bila makanan itu tidak
dicuci dengan baik setelah buang air besar atau setelah bekerja. Melakukan, Senantiasa
mencuci tangan dengan baik (dengan sabun dan air bersih, bila mungkin yaitu): Setelah
buang air besar atau bekerja, sebelum memasak, mengolah makanan, dan makan,
sebelum makan pada anak, serta pemberian ASI untuk bayi. (Sutomo, 1995).
Pencegahan diare yang harus diperhatikan sesuai dengan PHBS, yaitu
(Notoatmodjo, 1997):
18

 Cuci Tangan Pakai Sabun


Menurut Depkes (2009) cuci tangan pakai sabun adalah satu tindakan sanitasi
dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan air dan sabun oleh manusia
untuk menjadi bersih dan memutuskan mata rantai kuman. Adaun tujuan mencuci
tangan pakai sabun adalah:
1) Membunuh kuman yang ada di tangan

2) Mencegah penularan penyakit


3) Membersihkan tangan dari kotoran dan kuman

Gambar 2.2. Langkah-langkah mencuci tangan yang benar

Ada 5 waktu kritis untuk mencuci tangan pakai sabun, yaitu:


1) Sebelum dan sesudah makan
2) Sebelum menyiapkan makanan
19

3) Setelah buang air besar dan buang air kecil


4) Setelah menceboki bayi/anak
5) Setelah memegang unggas/hewan
Selain itu, ada juga beberapa waktu penting lainnya untuk mencuci tangan, yaitu
sebelum menyusui bayi, setelah batuk/bersin dan membersihkan hidung, setelah
membersihkan sampah, dan setelah bermain di tanah atau lantai.

2.8 Pengobatan Diare


Dasar pengobatan diare adalah management dan edukasi pasien (merubah
perilaku buruk) dengan mengganti cairan hilang, dan menilai tingkat derajat
dehidrasinya, apakah termasuk tanpa dehidrasi, dehidrasi ringan-sedang atau dehidrasi
berat (WHO, 2007).
a. Tanpa dehidrasi
1) Beri cairan tambahan
Pada anak, lanjutkan ASI, jika pada dewasa lanjutkan pemberian penggantian
cairan berupa sup, air tajin, larutan oralit dan kuah sayuran.Makan dan minum
lebih dari biasa untuk mencegah timbulnya dehidrasi.
Pemberian cairan pada anak yang berumur <2 tahun, beri + 50-100 ml per kali
BAB. Pada anak yang berumur >2 tahun, beri +100-200 ml per kali BAB
2) Beri tablet Zink
Tablet zink dipakai dengan cara dilarutkan dengan air di gelas ini biasanya
dilakukan pada dewasa, jika pada anak-anak dilakukan dengan melarutkan tablet
Zink dengan sedikit air matang, ASI perah atau dengan memakai larutan oralit.
Pada anak dibawah umur 6 bulan, diberikan sebanyak 10 mg/hari, pada umur
anak lebih dari 6 bulan 20 mg diberikan selama 10 hari
3) Lanjutkan pemberian makanan, lebih dari biasanya
4) Beri penjelasan kepada pasien, kapan harus kembali lagi, yaitu apabila
didapatkan keadaan makin parah, atau tidak bisa minum atau menyusui (pada
anak), atau malas minum, atau timbul demam, atau terdapatnya BAB darah
dalam tinja.
20

b. Dehidrasi ringan-sedang (Indikasi rawat)


1) Pemberian cairan, pemberian cairan disesuaikan dengan berat badan, dengan
jumlah cairan yang diberikan sebanyak 75 cc/kg Berat badan dalam 3-4 jam
pertama. Jika pada anak-anak yang masih ASI maka lanjutkan ASI.
2) Pemberian oralit
Meminumkan, Bila anak muntah maka tunggu 10 menit, maka lanjutkan lebih
lambat. Dan apabila anak-anak maka lanjutkan ASI.
3) Berikan antibiotik sesuai kultur.
4) Berikan tablet zink selama anak mau.
5) Ulangi penilaian, dan klasifikasikan derajat dehidrasinya.
6) Beri penjelasan kepada pasien/orangtua pasien, jika keadaan menjadi parah.
Sedia oralit di rumah. Dan lakukan pengobatan tanpa dehidrasi.

c. Dehidrasi berat (Indikasi rawat)


1) Langsung pemberian cairan, dimana diberikan cairan sebanyak 100cc/kg Berat
badan, sesuai tabel berikut :

Tabel 2.2 Pemberian Cairan pada Dehidrasi Berat


Pertama, berikan 30 Selanjutnya,berikan 70
Keterangan
cc/kg Berat badan, dalam cc/kg Berat badan, dalam
Umur <12 bulan 1 jam 5 jam
Umur > 12 bulan 30 menit 2,5 jam
(Sumber : WHO, 2007)

2) Pemberian antibiotik sesuai kultur.


3) Jika keadaan membaik, maka lakukan sesuai penatalaksanaan pada keadaan
tanpa dehidrasi.
21

2.9 Komplikasi Diare

a. Kelainan elektrolit dan asam basa


b. Kegagalan upaya rehidrasi oral
c. Kejang
d. Syok
e. Gagal ginjal
f. Kematian
22

BAB III
METODE PELAKSANAAN

3.1 Kerangka Konsep


Kerangka konsep project ini pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara
konsep-konsep yang akan diamati atau diukur melalui penelitian yang akan dilakukan
(Notoadmojo, 2005). Kerangka konsep project ini adalah sebagai berikut:

Cuci tangan pakai sabun


Gambaran Pengetahuan

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2 Definisi Operasional Variabel


1) Pengetahuan yaitu mencakup sejauh mana pengetahuan responden tentang
PHBS meliputi syarat-syarat mencuci tangan dengan sabun.
2) Mencuci tangan pakai sabun diartikan sebagai tindakan sanitasi dengan
membersihkan tangan dan jari-jemari menggunakan air dan sabun.

3.3 Cara Ukur


Cara ukur pada project ini adalah wawancara yang dipandu dengan kuesioner.

3.4 Alat Ukur


Kuesioner project ini terdiri atas 5 pertanyaan pilihan berganda. Nilai untuk
setiap jawaban yang tepat adalah 20, nilai untuk jawaban kurang tepat adalah 5 dan nilai
jika tidak tahu adalah 0. Dengan demikian, nilai maksimal yang mungkin diperoleh
adalah 100, dan nilai minimal 0.
Setelah dinilai, responden akan dikelompokkan berdasarkan nilainya menjadi 2
kelompok, yaitu:
1) Pengetahuan cukup, jika nilai yang diperoleh antara 55-100
2) Pengetahuan kurang jika nilai yang diperoleh antara 0-50
23

3.5 Jenis dan Rancangan Project


Laporan ini merupakan laporan deskriptif kuantitatif dengan mengambil data
primer berupa kuesioner dari penderita diare yang datang berobat ke Poskesdes Purba
Manalu dari Bulan Juni 2018 hingga september 2018.

3.6 Tempat dan Waktu Project


Pelaksanaan kegiatan dilakukan di Poskesdes Purba Manalu yang dilaksanakan
secara accidental selama 4 bulan yang dimulai pada Bulan Juni 2018 hingga september
2018.
3.7 Populasi dan Sampel Project
3.7.1 Populasi
Populasi project ini adalah seluruh penderita diare yang berobat ke Poskesdes
Purba Manalu 2018
3.7.2 Sampel
Sampel yang akan digunakan dalam project ini adalah consecutive sampling
yaitu penderita diare yang melakukan kunjungan ke Poskesdes Purba Manalu yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan sampai jumlah subyek
yang diperlukan 15.

3.7.2.1 Kriteria Inklusi


Kriteria inklusi yang digunakan pada project ini adalah:
a. Berjenis kelamin laki-laki atau perempuan
b. Menderita diare
c. Melakukan kunjungan ke Poskesdes Purba Manalu
d. Dapat menjawab kuesioner penelitian

3.7.2.2 Kriteria Eksklusi


Kriteria ekslusi yang digunakan pada project ini adalah:
a. Bukan penderita diare
b. Tidak melakukan kunjungan ke PoskesdesPurba Manalu
24

3.8 Metode Pengolahan Data


Data dari setiap responden akan diperiksa peneliti dan setiap
ketidaklengkapan data responden akan dilengkapi sebelum responden
meninggalkan lokasi penelitian. Data yang diperoleh dari kuesioner akan diolah
dengan metode analisis sederhana.
25

BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1 Data Geografis


Puskesmas saitnihuta merupakan salah satu Puskesmas dengan tanpa rawat inap
dijajaran Dinas Kesehatan kabupaten humbang hasundutan. Adapun luas wilayah kerja
Puskesmas saitnihuta adalah 89 km2, yang terdiri dari 9 desa, yaitu :
1. Desa pakkat dolok
2. Desa pakkat toruan
3. Desa purba dolok
4. Desa purba manalu
5. Desa sileang
6. Desa lumban purba
7. Desa aek lung
8. Desa saitnihuta
9. Desa lumban purba
4.2 Data Demografi
Puskesmas saitnihuta terletak di Kecamatan dolok sanggul kabupaten humbang
hasundutan. Wilayah kerja puskesmas meliputi 9 Desa yang tersebar dalam kecamatan
dolok sanggul.
Adapun batas-batas wilayahnya adalah :
a. Sebelah utara berbatasan dengan desa simarigung
b. Sebelah selatan berbatasan dengan desa lumban purba
c. Sebelah timur berbatasan dengan desa aek lung
d. Sebelah barat berbatasan dengan desa pakkat dolok

Sarana yang dimiliki oleh Puskesmas adalah :


a. Bangunan Puskesmas 1 (satu) unit, meliputi ruang kepala puskesmas, ruang
administrasi,ruang program,ruang perawatan dan ruang penunjang
b. Puskesmas Pembantu (Pustu) 1 unit
26

c. Polindes 13 unit

4.3 Sumber Daya Kesehatan yang Ada


4.3.1 Tenaga Kesehatan
Puskesmas saitnihuta memiliki tenaga kesehatan sebanyak 35 orang, yang terdiri
dari:
Tabel 4.5 Jenis Pegawai Kesehatan Puskesmas saitnihuta tahun 2018
No. Jenis Pegawai Jumlah
1. PNS 31 orang
2. TKS 4 orang
Total 35 orang

4.3.2 Fasilitas Penunjang


Puskesmas Kembang Tanjung memiliki fasilitas penunjang dalam mendukung tugas-
tugas operasional dan agar jangkauan pelayanan puskesmas lebih luas dan merata
hingga dapat mencakup ke seluruh wilayah kerjanya. Adapun fasilitas penunjang
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Satu unit Pustu (Puskesmas pembantu), yaitu:
a. Pustu pakkat dolok
2. satu unit Pusling (Puskesmas keliling) dengan kendaraan roda empat (Ambulance)
yang kegiatannya:
a. Memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat melalui Posyandu.
b. Melakukan penyuluhan kesehatan.
c. Melakukan rujukan medik bagi kasus gawat darurat
d. Melakukan penyelidikan terhadap KLB (Kejadian Luar Biasa).
e. Melakukan konsultasi dan koordinasi ke Dinas Kesehatan kab. Humbang
hasundutan.
3. Empat unit kendaraan roda dua, empat unit berada di puskesmas yang kegiatannya
untuk:
a. Sarana operasional program surveillance.
b. Sarana transportasi petugas dari Pustu ke Puskesmas atau sebaliknya.
27

c. Sarana operasional pendataan peserta JKN.


d. Sarana operasional dalam memonitor status gizi bayi dan balita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas saitnihuta.

4.5 Upaya Pelayanan Kesehatan yang Ada


Adapun 18 kegiatan pokok yang dijalankan oleh Puskesmas saitnihuta adalah
sebagai berikut:
1. Upaya Kesehatan wajib puskesmas, meliputi :
a. Promosi Kesehatan masyarakat
b. Kesehatan Lingkungan
c. KIA dan KB
d. Usaha peningkatan gizi
e. Pemberantasan penyakit menular
f. Upaya pengobatan
2. Upaya kesehatan pengembangan puskesmas :
a. Upaya kesehatan sekolah
b. Perawatan kesehatan masyarakat
c. Upaya kesehatan kerja
d. Upaya kesehatan gigi dan mulut
e. Kesehatan jiwa
f. Kesehatan mata
g. Kesehatan usia lanjut
h. Pembinaan pengobatan tradisional
i. Peran serta masyarakat
3. Upaya pelayanan penunjang
a. Laboratorium sederhana
b. Pencegahan infeksi
c. SP2TP

.
28

4.6 Deskripsi Karakteristik Responden


Responden yang diteliti dalam penelitian ini berjumlah 15 orang di Poskesdes
purba manalu. Data gambaran karakteristik responden yang diamati adalah usia, jenis
kelamin, pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan.

Tabel 4.1 Distribusi Responden berdasarkan Umur


Umur (tahun) Frekuensi (n) Persentase (%)
10-29 8 53
30-39 5 34
40-50 3 13

Total 15 100

Pada Tabel 5.1, umur responden dibagi menjadi tiga kategori, yaitu 10-29 tahun,
30-39 tahun. Mayoritas responden berada pada kelompok umur 10-29 tahun sebanyak
8 orang (53%), diikuti oleh kelompok umur30-39 tahun sebanyak 5orang (34%), dan
minoritas responden berada pada kelompok umur 40-50 tahun sebanyak 3 orang (13%).

Diagram 4.1 Distribusi Responden berdasarkan


Jenis Kelamin

Wanita
44%

Pria
56%
29

Diagram 4.1 menunjukkan distribusi jenis kelamin responden. Mayoritas


responden adalah pria yaitu sebanyak 9 orang (60%) dan diikuti oleh wanita sebanyak
6 orang (40%). Perbedaan antara jumlah responden pria dan wanita tidak terlalu jauh.

Tabel 4.2 Distribusi Responden berdasarkan Pendidikan Terakhir


Pendidikan Terakhir Frekuensi (n) Persentase (%)
SD 5 30
SMP 3 20
SMA 2 20
Perguruan Tinggi 1 10
Tidak sekolah 3 20
Total 15 100

Dari Tabel 5.2, diketahui bahwa mayoritas responden menjalani pendidikan


terakhir di SD yaitu sebanyak 5 orang (34%), dan minoritas di Perguruan Tinggi
sebanyak 1 orang (10%) dan tidak sekolah sebanyak 3 orang (20%).

Tabel 4.3 Distribusi Responden berdasarkan Pekerjaan


Pekerjaan Frekuensi (n) Persentase (%)
Pelajar 10 66
Pegawai 0 0
Wiraswasta 2 13
Ibu Rumah Tangga 1 8
Tidak Bekerja 2 13
Total 15 100

Pekerjaan yang dilakukan responden pada penelitian ini dibagi atas pelajar,
pegawai, wiraswasta, ibu rumah tangga, dan tidak bekerja. Pada Tabel 4.3, mayoritas
responden adalah pelajar sebanyak 10 orang (66%) dan minoritas sebagai ibu rumah
tangga sebanyak 1orang (8%).
30

Tabel 4.5 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan “Cara mencuci tangan
yang benar adalah dengan menggunakan?”
Jawaban Frekuensi (n) Persentase (%)
Air saja 5 33
Air mengalir dan sabun 10 67
Tidak tahu 0 0
Total 15 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa mayoritas responden mengetahui cara mencuci
tangan yang benar adalah dengan menggunakan air mengalir dan sabun sebanyak 10
orang (67%).

Tabel 4.6 Distribusi Jawaban Responden terhadap pertanyaan “Kapan waktu yang
tepat untuk mencuci tangan?”
Jawaban Frekuensi (n) Persentase (%)
Setelah buang air kecil
4 27
dan besar
Sebelum dan sesudah
makan dan setelah buang 11 73
air
Tidak tahu 0 0
Total 15 100

Dari tabel diatas terlihat bahwa mayoritas responden mengetahui kapan waktu
yang tepat untuk mencuci tangan yaitu sebelum dan sesudah makan dan setelah buang
air sebanyak 11orang (73%).
31

BAB V
PEMBAHASAN

Akibat tingginya prevalensi diare di wilayah kerja Puskesmas yang berada di


wilayah Kecamatan Dolok sanggul, maka dibutuhkan usaha-usaha untuk menekannya.
Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penyuluhan yang tepat untuk pencegahan
terjadinya diare itu sendiri sehingga jumlah penderita diare dapat diminimalkan dan bisa
terkontrol dengan baik. Seperti halnya dengan jumlah penderita diare di Kecamatan
Dolok sanggul, salah satu penyakit peringkat ke9 dari 10 penyakit terbesar di wilayah
kerja Poskesdes Lumban purba dengan 150 penderita diare.
Penelitian ini menggunakan populasi sebagai sampel dari semua pasien usia >
10 tahun yang dapat memenuhi kriteria restriksi dan berada di wilayah kerja Poskesdes
purba manalu. Dalam penelitian ini peneliti mengambil sampel sebanyak 15 responden.
Metode yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah Consecutive Sampling.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa penderita diare tertinggi
(54%) pada kelompok usia 10-29 tahun dan terendah pada (12%) pada kelompok usia
40-499 tahun, sedangkan menurut jenis kelamin angka kejadian diare tertinggi (56%)
pada pria dan (44%) pada wanita. Sedangkan mengenai cara mencuci tangan sebanyak
(67%) pasien mengetahui dengan sangat baik dan sebanyak (33%) kurang baik.
Dari latar belakang di atas, maka diare perlu diberikan perhatian khusus oleh tim
kesehatan untuk melakukan penyuluhan kedesa dan melakukan edukasi di Poli Umum
agar masyarakat memahami tentang penyebab terjadinya diare. Penyuluhan sangat di
butuhkan oleh masyarakat di wilayah kerja Poskesdes purba manalu, khususnya
masyarakat awam supaya dengan penyuluhan tim kesehatan bias menekan jumlah
penderita diare.
Tujuan pengobatan diare adalah untuk menurunkan mortalitas dan morbiditas
dengan megetahui dan mengenali tanda dan gejala derajat dehidrasi untuk pemberian
terapi cairan yang tepat. Strategi yang efektif untuk membantu masalah tingginya kasus
diare di poskesdes purba manalu adalah dengan kombinasi beberapa strategi seperti
32

edukasi, modifikasi sikap dan sistem yang mendukung. Strategi konseling untuk
menurunkan angka kejadian diare adalah sebagai berikut:
a. Melakukan penyuluhan kedesa yang ditargetkan oleh Puskesmas
b. Mendengarkan motivasi dan pendapat pasien
c. Melibatkan pasien dalam masalah penanganan kesehatan
d. Menggunakan keahlian untuk mendengarkan secara aktif sewaktu pasien
menjelaskan masalahnya
e. Membicarakan keluhan pasien tentang kesehatan lingkungannya
f. Membantu pasien dengan cara tertentu agar dapat memenuhi jamban sehat di
rumahnya dengan membentuk arisan Jamban Sehat
g. Memberikan informasi tentang keuntungan Kesehatan Lingkungan termasuk Jamban
Sehat
h. Memberitahu kemungkinan yang terjadi karena seringnya terjadi diare bagi
masyarakat khususnya balita mereka
i. Memberikan informasi tentang Diare dan pencegahan serta penanganan untuk
mencegah terjadinya komplikasi
j. Memberi informasi keluarga pasien tentang pencegahan diare dengan pemberian
tablet Zink kepada Balita mereka
k. Melibatkan keluarga dan kerabatnya tentang penanganan diare yang tepat dengan
mengenali gejala dan tanda dehidrasi dan pemberian cairan atau oralit sesuai derajat
dehidrasi.
33

BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
1. Mayoritas responden berada pada kelompok umur 10-29 tahun sebanyak (53%),
berjenis kelamin pria (56%), dan mayoritas responden menjalani pendidikan
terakhir di SD (30%).
2. Mayoritas responden mengetahui cara mencuci tangan yang benar (67%), kapan
waktu yang tepat untuk mencuci tangan (73%).
3. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) termasuk kesehatan lingkungan dan
Jamban Sehat sangat penting bagi masyarakat karena dengan memenuhi PHBS
dan kesehatan lingkungan yang baik maka kejadian diare pada masyarakat dapat
di cegah atau di minimalisasi kejadiannya. Diperlukan usaha yang cukup besar
untuk meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang pentingnya PHBS,
kesehatan lingkungan dan jamban sehat untuk menghindari terjadinya diare.
Usaha yang dilakukan adalah dengan melakukan penyuluhan kepada pasien
penderita diare yang berobat ke poli.

6.2 Saran
1. Dilakukan intervensi lebih lanjut untuk menurunkan angka kejadian diare
sehingga dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas yang terjadi pada pasien
dengan diare.
2. Dilakukan penyuluhan yang lebih agresif tentang PHBS dan diare untuk
menurunkan angka kejadian diare di wilayah kerja Poskesdes Purba Manalu.
34

DAFTAR PUSTAKA

Daldiyono. 1990. Diare, Dalam: Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N, Rani AA, editors.
Gastroenterologi-hepatologi, CV Infomedika, Jakarta, 21-33.

Depkes RI. 2002. Seminar Nasional Pemberantasan Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan
PPL

Depkes RI. 2005. Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan. Jakarta

Deritawati.2008. Gambaran Pengetahuan dan Sikap Keluarga Tentang


Penanganan Diare di Desa Kubang Kecamatan Depati VII Kabupaten
Kerinci.Penelitian Keperawatan Komunitas. Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas.

Emmanuel, Lebenthal. 1999. Textbook of Gastroenterology and Nutrition in Infancy


Second Edition,Raven Press, 1185 Avenue of the Americans, New York, 27; 76-
77.

Hans, Mansyur. 2001. BukuAjar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II, Edisi ketiga,Balai
Penerbit FK UI, Jakarta, 127-136.

Hommers, Herbert M et al. 1994. Dasar Biologis & Klinis Penyakit Infeksi,Edisi
Keempat,Gajah Mada University Press, Jakarta, 19,20; 40-49.

Kementerian Kesehatan RI. 2009. Survey Kesehatan Nasional 2001, Laporan Studi
Mortalitas 2001:Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia, Jilid II, 35-38.

Kementerian Kesehatan Aceh. 2010. Data Penderita Diare, Banda Aceh. Dinkes
Pemerintah Kota Banda Aceh.

Ngastiyah. 1995. Perawatan Anak Sakit, Jilid I, Edisi I ,Balai Penerbit Buku EGC,
Jakarta, 143-145.

Notoadmodjo S. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta, 80-


85.

Notoadmodjo S. 1997. Prinsip-prinsip Dasar, Rineka Cipta, Jakarta, 30-39.

Noerasid, Harun, dkk. 1999. Gastroenterologi Anak Praktis, Balai Penerbit FK UI,
Jakarta, 51-76.

Partawihardja, S. 1999. Penatalaksanaan Dietetik Penderita Diare Anak, Badan


penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, 1-50.
35

Puskesmas Krueng Barona Jaya, 2012. Laporan SP2TP Puskesmas Atu Lintang.
Kabupaten Aceh Tengah.

Rani, HAA.2002. Masalah Dalam Penatalaksanaan Diare Akut pada Orang


Dewasa.Dalam Setiadi S. Aln 1, Kasnir YI, dkk.Current Diagnosis and
Treatment in Internal Medicine,Pusat Informasi Penerbit Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta.40-56.

Rolfe AD et al. 1999.Pathogenesis of Shigella Diarrhea, Journal Exp. Med, Vol. 160
Desember 1999, The Rockefeller University Press, 1767-1781.

Setyorogo, sudijono. 1990. Peranan Air Bersih dan Sanitasi Dalam Pemberantasan
Penyakit Menular, Sanitas Vol. II No. 2, YLKI, Jakarta, 81-84.

Shulman dkk.1999. Dasar Biologis dan Klinis Penyakit Infeksi Edisi Keempat, Gajah
Mada University, Yogyakarta.74-77.

Sunoto, 1990.Buku Ajar Diare Pegangan Mahasiswa,Departemen Kesehatan RI,


Direktorat Jenderal PPM & PLP, Jakarta, 1-21.

Sutomo, Adi Heru. 1995. Kader Kesehatan Masyarakat. Penerbit EGC, Jakarta, 21-
43.

Ulshen, Martin. 1999. Intoleransi Diet Protein (Alergi Makanan), Dalam Behrman et
al, Ilmu Kesehatan Anak Nelson, Vol. 2, Edisi 15, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta, 1338-1361.

WHO.2007. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2007, 131-156.
36

KUESIONER PENELITIAN
GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN
PENDERITA DIARE TERHADAP PHBS YANG BERKAITAN DENGANCUCI
TANGAN PAKAI SABUN DI POSKESDES PURBA MANALU
TAHUN 2018
I. IDENTITAS RESPONDEN
Nama :
Usia : tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki/Perempuan
Pendidikan :
Pekerjaan :
II. PENGETAHUAN PHBS YANG BERKAITAN DENGAN AIR BERSIH,
JAMBAN SEHAT DAN CUCI TANGAN PAKAI SABUN
1. Apakah anda tau langakah-langakah mencuci tangan yang baik?
a. Tau, dilakasanakan
b. Tau, tidak dilaksanakan
c. Tidak tahu
2. Menurut anda, cara mencuci tangan yang benar adalah dengan menggunakan?
a. Air mengalir dan sabun
b. Air saja
c. Tidak tahu
3. Apakah anda mencuci tangan sebelum dan sesudan buang air besar?
a.tidak
b. iya
c. tidak tahu
4. Apakah anda cuci tangan sebelum buang air kecil ?
a. Tidak dilakukan
b. Iya, dilakukan
c. Tidak tahu
37

5. Apakah anda mencuci tangan sebelum dan sesudah makan?


a. Tidak
b. Iya
c. Tidak tahu

Anda mungkin juga menyukai