Ada sebuah adagium hukum yang berbunyi neccesitas facit licitum quod alias
non est licitum yang artinya keadaan terpaksa memperbolehkan apa yang
tadinya dilarang oleh hukum. Secara normatif, pembelaan terpaksa/darurat
dapat dijadikan alasan pemaaf yang menghapuskan kesalahan (walaupun
terbukti bersalah). Sebab, untuk dapat dipertanggungjawabkan perbuatan pidana
yang dilakukan haruslah terdapat unsur kesalahan pada diri pelaku.
Maka berdasarkan Pasal 191 ayat (2) KUHAP, terhadap terdakwa haruslah
dilepaskan dari segala tuntutan hukum (onstlag van alle recht vervolging).
Berdasarkan Pasal 191 ayat (2): perbuatan yang didakwakan terbukti tetapi
perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana oleh karena terdakwa
dilepaskan dari segala tuntutan hukum maka berdasarkan Pasal 97 ayat (1) dan (2)
kuhap jo. Pasal 14 PP No 27 tahun 1983 kepada terdakwa haruslah dipulihkan
nama baiknya dengan cara memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan,
kedudukan, harkat dan martabatnya. Terdakwa yang statusnya tahanan di Rumah
Tahanan Negara, maka dengan dilepaskannya terdakwa dari segala tuntutan
hukum (onstlag van alle recht vervolging), maka berdasarkan Pasal 191 ayat (3)
KUHAP, Hakim memerintahkan agar terdakwa segera dibebaskan atau
dikeluarkan dari status penahananya tersebut.