DOSEN TUTOR
dr. Badariyatud Dini, Sp. BP-RE (K)
KETUA KELOMPOK
Aslin Nur Ainiyah 210702110020
SEKRETARIS
Lailita Dwi Cahyanti 210702110028
ANGGOTA KELOMPOK
Zidnal Mafaz 210702110008
Azka Faradiba Anjani H 210702110014
Luthfia Asyda Almas 210702110019
i
DAFTAR GAMBAR
ii
iii
SKENARIO
Status Generalis:
KU: cukup
Kesadaran: composmentis
GCS: 456
Vital Sign:
TD : 141/81 mmHg
N : 140 x/menit, kuat, reguler
RR : 20x/menit
T : 35.6 °C
SpO2 : 99% on room air
Pemeriksaan Fisik:
Kepala : a/i/c/d : -/-/-/-, konjungtiva pucat (-), PBI 3 mm|3 mm, RCL +/+, RCTL +/+
Leher :
- Inspeksi: deviasi trakea (-), jejas (-)
- Palpasi: pembesaran KGB (-)
- Auskultasi: bruit (-)
1
Status Lokalis Regio Submandibula Sinistra: didapatkan benjolan berukuran 8x7 cm di
regio submandibular sinistra, hiperemis (+), fluktuasi (+), trismus (+), nyeri tekan (+)
Thorax
Cor:
Inspeksi : scar (-), retraksi dinding dada (-)
Palpasi : ictus cordis invisible
Auskultasi : S1 S2 tunggal reguler, murmur (-) gallop (-)
Perkusi : batas jantung kiri di ICS V MCL sinistra, batas jantung kanan di ICS IV
PSL dextra
Pulmo:
Inspeksi : scar (-), retraksi dinding dada (-)
Palpasi : dinding dada simetris, Stem fremitus normal
Auskultasi :
Vesikuler
+ +
+ +
+ +
Rhonki
- -
- -
- -
2
Wheezing
- -
- -
- -
Abdomen :
Inspeksi : scar (-), bulging (-) striae (-) caput medusa (-)
Palpasi : soefl (+), hepar dan lien dbn,
Nyeri tekan superficial
- - -
- - -
- - -
Auskultasi : BU 8x/mnt
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen
Ekstremitas : edema (-), CRT <2s, AKHM (+/+/+/+)
3
Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (15-5-2022)
4
Elektrokardiografi (15-5-2022)
5
Foto Skull AP/Lateral (15-5-2022)
6
BAB I
RUMUSAN MASALAH
7
BAB II
BRAINSTORMING
8
DD: limfadenitis, parotitis, Ca tiroid, limfoma non Hodgkin, struma
6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan penunjang?
- Pemeriksaan fisik: didapatkan benjolan berjumlah 1 berukuran 8x7 cm di regio
submandibular sinistra, hiperemis (+), fluktuasi (+), nyeri tekan (+) abses
- DL
Anemia hipokrom mikrositer karena intake kurang
WBC meningkat proses infeksi
Trombositosis
- EKG: sinus ritmis HR 97x/ menit
- Xray Thoraks: cor dan pulmo dalam batas normal
- Foto skull AP/ lateral: soft tissue swelling di regio submandibular sinistra
7. Mengapa di Puskesmas Pujon sudah diberikan obat amoxicillin, asam mefenamat
dan dexamethasone namun tidak ada perbaikan?
- Untuk melihat apakah sudah sampai tulang osteomyelitis harus reseksi
- Selain skull AP/ lateral juga perlu dilakukan foto panoramic untuk melihat
akar gigi
8. Mengapa dokter tidak memberikan terapi antibiotik pada pasien?
- Amoxicillin kemungkinan sudah resisten tidak bisa membunuh kuman
- Asam mefenamat antinyeri, dexamethasone anti inflamasi
- Konsep agent, host, environment
- Tidak membaik host yg lemah, environment tidak mendukung, agent yg
terlalu kuat
- Tidak membaik bisa juga karena proses perjalanan penyakit
9. Mengapa dokter menyarankan untuk dilakukan operasi?
Seharusnya diberikan double antibiotik yakni ceftriaxon (broad spectrum) dan
metronidazole (anaerob).
10. Apa tindakan yang akan dilakukan dokter di kamar operasi?
Insisi, irigasi, drainage abses untuk mengeluarkan pus dibiarkan terbuka
Harus segera dikeluarkan agar tidak sampai jatuh ke kondisi komplikasi yang
mengancam jiwa seperti mediastinitis, angina Ludwig.
11. Apa KIE yang perlu disampaikan kepada pasien agar penyakit pasien tidak
berulang?
Insisi, irigasi, dan drainage abses.
- Cabut gigi
- Jaga oral hygiene sikat gigi pagi dan malam
9
- Aakit gigi langsung segera ke dokter gigi
12. Apa tindak lanjut yang dapat dilakukan pada pasien pasca operasi?
Keluhan nyeri, trismus
Tampon/ handscoon drain agar tetap terbuka
Kontrol lihat apakah ada tanda inflamasi, ganti tampon, spooling dengan
betadine atau NaCl dilakukan terus sampai pus berhenti lama -lama
menutup sendiri
KIE: lama-lama menutup sendiri, bekas luka jelek 6 bulan bekas luka baru
bisa diperbaiki
10
BAB III
TUJUAN PEMBELAJARAN
11
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
Pada daerah leher, terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh fasia
servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua, yaitu fasia superfisialis dan fasia
profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh m. palatisma yang tipis dan meluas ke
anterior leher. Muskulus palatisma bagian inferior berasal dari fasia servikal
profunda dan clavicula serta meluas ke superior untuk berinsersi di bagian inferior
Ruang potensial leher dibagi menjadi ruang yang melibatkan seluruh leher,
ruang suprahyoid dan ruang ifrahioid. Ruang yang melibatkan seluruh leher terdiri
dari ruang retrofiring, ruang bahaya (danger space) dan ruang prevertebral. Ruang
suprahyoid terdiri dari ruang submandibular, ruang parafaring, ruang parotis, ruang
peritonsil, dan ruang temporalis. Ruang infrahyoid meliputi bagian anterior dari lher
12
mulai dari kartilago tiroid sampai superior mediastinum setinggi vertebra ke tempat
submaksila. Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian lateral dan anterior,
pada bagian inferior oleh m. milohioid, di bagian superior oleh dasar mulut dan
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong berisi
nanah (Siregar, 2004). Sedangkan abses mandibula adalah abses yang terjadi di regio
komponennya. Sebagai kelanjutan infeksi dari daerah leher (Smeltzer dan Bare,
13
Abses submandibular merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses leher
dalam terbentuk di ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai aakibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga tengah, dan leher. Gejala dan tanda klinis biasanya berupa nyeri
dan pembengkakakan di ruang leher dalam yang terlibat (Suzanne, Smeltzer, dan
Brenda 2001).
abses peritonsil, abses retrofiring, abses parafaring, dan angina Ludovici (Ludwig’s
penyebaran infeksi dari gigi. Penyebab lain adalah infeksi kelenjar ludah, infeksi
saluran napas atas, trauma, benda asing, dan 20% tidak diketahui focus infeksinya
(Siregar, 2004).
Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe
submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.
Sebanyak 61% kasus abses submandibula disebabkan oleh infeksi gigi (Soepardi,
Infeksi pada ruang ini berasal dari gigi molar kedua dan ketiga dari mandibula,
jika apeksnya ditemukan di bawah perlekatan dari musculus mylohyoid. Infeksi dari
gigi dapat menyebar ke ruang submandibula melalui beberapa jalan yaitu secara
langsung melalui pinggir myolohioid, posterior dari ruang sublingual, periostitis dan
Sebagian besar abses leher dalam disebabkan oleh campuran berbagai kuman,
baik kuman aerob, anaerob, maupun fakultatif anaerob. Kuman aerob yang sering
14
ditemukan adalah Stafilokokus, Streptococcus sp, Haemofilus influenza,
anaerob yang sering ditemukan pada abses leher dalam adalah kelompok batang
inflamasi akut dimulai sesaat setelah adanya cedera jaringan yang salah satunya
diikuti dengan vasodilatasi dan pementukan kapiler baru di daerah cedera sehingga
kemudian diikuti pelambatan sirkulasi. Pelepasan histamin dari sel mast yang
pada dinding endotel (adhesi) dan tertarik ke area peradangan (diapedesis). Sel-sel
yang terlibat dalam proses peradangan adalah trombosit dan sel-sel fagositik
(neutrofil atau PMN, makrofag, limfosit). Keluarnya sel-sel dari pembuluh darah
Stadium I
15
Neutrofil dan PMN mendominasi pada awal pembentukan eksudat yang diikuti
oleh makrofag. Makrofag merupakan fagosit yang hidup lebih lama dan lebih kuat
dibanding PMN yang hidup lebih singkat dan mati setelah memfagositosis.
Stadium II
Limfosit dan sel-sel plasma ditemukan pada peradangan kronis Tidak hanya sel-
kimiawi seperti histamin, faktor hageman, sistem komplemen, dan sitokin. Histamin
bekuan fibrin dan mengakitivasi sistem fibrinolisin (mencairkan pula bekuan darah)
histamin) Sitokin, yaitu meliputi TNF, IL-1, dan IL-8 yang berfungsi menginduksi
Pada inflamasi disertai dengan adanya infeksi bakteri piogenik akan terbentuk
eksudat yang terbentuk bersifat purulen yang disebut abses. Pus tersusun dari air dan
zat-zat terlarut, PMN yang mati, dan jaringan nekrotik. Kombinasi penimbunan dan
inflamasi ini masih menetap maka akan terjadi gangguan terhadap penyembuhan
(deJongs, 2016).
16
Efek sistemik inflamasi
disebabkan oleh infeksi. Sinyal ini dikoordinasi oleh hipotalamus dan melibatkan
pengaturan respons endokrin dan sistem saraf otonom, serta respons fisik. Ketiga
komponen ini berperanan dalam reaksi fase akut. Pada mulanya, sistem endokrin dan
metabolisme memicu sekresi protein fase akut oleh hati seperti C-reactive protein
respons stres dan penurunan sekresi vasopresin yang mengurangi volume cairan
tubuh. Kemudian sistem saraf otonom akan mengatur kembali aliran darah untuk
mengalihkannya dari kulit ke sistem pembuluh yang lebih dalam guna menekan
kehilangan panas melalui kulit, denyut nadi dan tekanan darah akan meningkat; dan
tengah gigi, kemudian menyebar hingga akar. Sistem saluran akar (root canal)
merupakan ruangan tertutup yang pada kondisi normal, bebas dari bakteri. Jika
ruangan ini terbuka akibat mahkota gigi yang tidak intak, seperti pada trauma dan
karies gigi, maka bakteri akan mudah masuk sistem saluran akar dan menyebabkan
pulpa dan kolonisasi bakteri pada saluran akar. Invasi bakteri dapat berlanjut masuk
ke jaringan periapikal melalui foramen apikal untuk memicu inflamasi pada jaringan
sebagai pus dan berakhir sebagai abses apikal akut. Selanjutnya, terjadi infeksi
17
odontogen yang dapat menyebarkan bakteri menjadi lebih luas lagi melalui jaringan
Infeksi yang terjadi akibat bakteri patogen ini akan membangkitkan sistem
pertahanan tubuh untuk melawan dan menghancurkan bakteri, sel, ataupun jaringan
yang telah terinfeksi. Sebagian sel yang telah mati dan hancur akan meninggalkan
rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang telah mati. Sel-sel dan jaringan yang
telah mati lainnya akan membentuk pus/nanah yang akan mengisi rongga tersebut
(Sanders, 2021).
Akibat dari penimbunan nanah ini akan mendorong jaringan disekitarnya untuk
tumbuh mengelilingi rongga tersebut dan terbentuklah abses. Selain itu, S.mutans
akan membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang
disebut sebagai membran abses yang berperan menjadi dinding pembatas (Fibrosus
Capsule) abses. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka infeksi dapat menyebar
Infeksi abses mandibula dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya dan dapat
mengenai struktur neurovaskular seperti arteri karotis, vena jugularis interna dan
interna. Infeksi yang terjadi dapat meluas ke tulang dan menimbulkan osteomielitis
mandibula dan vertebra servikal. Infeksi yang terjadi menyebabkan hambatan pada
dehidrasi, dan sepsis (infeksi pada seluruh tubuh) (Pesis et al., 2019).
Kriteria diagnosis abses secara umum menurut Rajendran 2007 adalah sebagai
berikut:
18
1. Onset akut kurang dari 7 hari
3. Eritem dan terdapat indurasi dengan siameter +/- 2 cm atau nyeri tekan
1. Tahap infiltratif
- Tahap 2: hari ke-2-5 dengan klinis keras, merah, dan pembengkakan berat
2. Tahap supuratif
Pemeriksaan fisik
Menurut Smeltzer dan Bare (2010), gejala dari abses tergantung kepada lokasi
dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa :
1. Nyeri
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagi
benjolan. Adapun lokasi abses antar lain ketiak, telinga, dan tungkai bawah. Jika
abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit
Adapun tanda dan gejala abses mandibula adalah nyeri leher disertai
19
Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2010), abses
mandibula sering disebabkan oleh infeksi didaerah rongga mulut atau gigi.
perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi. Sering mendorong
lidah keatas dan kebelakang dapat menyebabkan trismus. Hal ini sering
menyebabkan sumbatan jalan napas. Bila ada tanda-tanda sumbatan jalan napas
maka jalan napas harus segera dilakukan trakeostomi yang dilanjutkan dengan insisi
digaris tengah dan eksplorasi dilakukan secara tumpul untuk mengeluarkan nanah.
Bila tidak ada tanda- tanda sumbatan jalan napas dapat segera dilakukan eksplorasi
Pemeriksaan penunjang
penyakit ini. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mengetahui ukuran
dan lokasi abses yaitu pemeriksaan rontgen, USG, CT Scan atau MRI, dan
darah putih (leukosit) di dalam tubuh. Pemeriksaan rontgen dapat dilakukan pada
abses kronis yang dicurigai sudah menimbulkan komplikasi Infeksi meluas hingga
dapat digunakan untuk membedakan massa atau cairan yang menyebabkan benjolan,
walaupun secara klinis mudah dibedakan. USG juga berguna mengetahui volume
20
Kista epidermoid – Kista epidermoid adalah nodul kulit berwarna kulit.
seringkali dengan punctum sentral, yang dapat digerakkan secara bebas pada saat
Folikulitis – Folikulitis mengacu pada peradangan pada satu atau lebih folikel
rambut. Diagnosis sering ditegakkan secara klinis. Pewarnaan Gram dan kultur
atau biopsi kulit mungkin diperlukan untuk membedakan folikulitis dari kondisi
lain.
kronis yang melibatkan kulit dan jaringan subkutan kulit intertriginosa. Diagnosis
dengan respons inflamasi granulomatosa terhadap S. aureus dan bakteri lain. Hal
melalui pewarnaan Gram, kultur, atau pemeriksaan pus untuk mencari granula.
Myiasis – Myiasis muncul sebagai nodul yang membesar terkait dengan gigitan
serangga; Hal ini disebabkan oleh penetrasi larva lalat ke dalam jaringan
21
submandibular space) meliputi intervensi pembedahan untuk mendrainase pus yang
Hal ini dapat dilakukan baik secara intraoral maupun ekstraoral tergantung
Insisi dilakukan dengan panjang kurang lebih 2 cm pada daerah yang paling
betadine pada luka insisi kemudian ditutup dengan mengguankan kasa steril dan
dilakukan dilatasi pada luka insisi untuk mengeluarkan pus yang masih
2. Antibiotik
diberikan berdasarkan tes kultur dan sensitivitas. Pada pasien ini diberikan
bahwa penisilin memiliki potensi untuk menjadi agen lini pertama dalam
yang lebih besar daripada penisilin. Amoksisilin adalah obat spektrum luas yang
berguna dalam konteks ini walaupun banyak klinisi lebih menyukai efek anti-
22
anaerobik spesifik dari metronidazol.9 selain itu, pasien juga diberikan
3. Analgesik
Obat anti inflamasi nonsteroid digunakan pada nyeri ringan sampai sedang.
Analgesik opioid, seperti dihidrokodein dan petidin, digunakan untuk rasa sakit
yang parah. Parasetamol, ibu profen dan aspirin cukup untuk sebagian besar nyeri
ringan akibat infeksi gigi. Analgesik perlu diberikan dengan hati-hati, terutama
Infeksi yang terjadi akibat bakteri patogen ini akan membangkitkan sistem
pertahanan tubuh untuk melawan dan menghancurkan bakteri, sel, ataupun jaringan
yang telah terinfeksi. Sebagian sel yang telah mati dan hancur akan meninggalkan
rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang telah mati. Sel-sel dan jaringan yang
telah mati lainnya akan membentuk pus/nanah yang akan mengisi rongga tersebut
(Sanders, 2021).
Akibat dari penimbunan nanah ini akan mendorong jaringan disekitarnya untuk
tumbuh mengelilingi rongga tersebut dan terbentuklah abses. Selain itu, S.mutans
akan membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang
disebut sebagai membran abses yang berperan menjadi dinding pembatas (Fibrosus
Capsule) abses. Jika suatu abses pecah di dalam tubuh, maka infeksi dapat menyebar
penatalaksanaan serta terapi yang tidak tepat dan adekuat. Komplikasi yang dapat
23
terjadi adalah obstruksi jalan nafas, osteomielitis mandibula, penyebaran infeksi ke
ruang leher dalam di dekatnya, mediastinitis serta sepsis yang menyebabkan semakin
Infeksi abses submandibula dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya dan
dapat mengenai struktur neurovaskular seperti arteri karotis, vena jugularis interna
dan Nerve X (syaraf vagus). Penjalaran infeksi ke daerah selubung karotis dapat
interna. Infeksi yang terjadi dapat meluas ke tulang dan menimbulkan osteomielitis
mandibula dan vertebra servikal. Infeksi yang terjadi menyebabkan hambatan pada
dehidrasi, dan sepsis (infeksi pada seluruh tubuh) (Pesis et al., 2019).
komplikasi yang paling menyusahkan dari infeksi ruang submandibular. Oleh karena
itu, pemeliharaan jalan napas yang aman adalah yang terpenting. Pasien dengan
selulitis dan abses kecil dapat merespon antibiotik saja. Drainase bedah harus
dilakukan pada pasien dengan abses yang lebih besar, angina Ludwig, keterlibatan
ruang viseral anterior, dan pada mereka yang tidak menanggapi pengobatan
antibiotik. Selain itu, penilaian klinis pada pasien dengan penyakit penyerta,
terutama diabetes mellitus, memerlukan tingkat kecurigaan yang tinggi untuk potensi
dalam telah menurun selama dekade terakhir. Diagnosis dini, manajemen agresif
dengan bedah intervensi dan manajemen jalan napas yang tepat dapat mengurangi
komplikasi dan kematian yang terkait dengan abses leher dalam termasuk abses
24
dilakukan di Departemen THT-KL RSHS Bandung periode Januari 2012-Desember
2012 yang memperlihatkan kondisi pasien saat pulang dengan perbaikan sebanyak
71%.
gigi, mengurangi konsumsi gula, berhenti merokok, dan penanganan segera pada
infeksi gigi sehingga tidak menimbulkan komplikasi lebih lanjut, seperti terjadinya
4. Latihan buka mulut supaya tidak trismus, atau kontraksi sehingga pus “terpompa”
keluar.
5. Rawat luka dengan kompres larutan garam faali (bukan betadine), sehingga luka
terjaga kebersihannya.
25
BAB V
SOAP
26
BAB VI
PETA KONSEP
27
DAFTAR PUSTAKA
153–158. https://doi.org/10.15562/medicina.v51i2.76.
Bare, Brenda G dan Smeltzer, Suzanne C. O'Connell. 2010. Smeltzer and Bare's
Calhoun KH. Head and neck surgery-otolaryngology. Volume 2. 3nd Edition. USA:
Lippincott Williams and Wilkins. 2001. 705,712-3.
Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck infection: analysis of
https://doi.org/10.1038/s41415-020-2114-5
Submandibula Dextra Et Causa Nekrosis Pulpa Gigi 44’, Medika Kartika Jurnal
10.35990/mk.v3n1.p62-70.
28
Pesis, M. et al. (2019) ‘Deep neck infections, life threatening infections of dental origin:
Sanders JL, Houck RC. Dental Abscess. [Updated 2021 Jul 17]. In: StatPearls [Internet].
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK493149/
Sipahi Calis, A., Ozveri Koyuncu, B., Ozturk, K., Mert, A., & Bilgen, C. (2015). General
https://doi.org/10.17096/jiufd.90557
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD. Abses leher dalam. Dalam:
Fachruddin D, Editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
Soetjipto D., Mangunkusumo E. 2007. Sinus paranasal. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi ke-6. Jakarta: Fakultas
Suzanne, C., Smeltzer, Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Bruner and Suddarth. Ahli Bahasa Agung Waluyo. (et, al) Editor Bahasa Indonesia:
29