Anda di halaman 1dari 3

Istri Tidak Boleh Membeberkan Aib

Suami? Siapa Bilang?

Anda pasti setuju kalau saya bilang, “Pantang bagi seorang istri membeberkan aib suaminya
kepada orang lain, apalagi sampai menjadikannya konsumsi publik di forum-forum grup di
sosial media.”

Membocorkan aib suami di depan umum adalah tindakan tercela yang dilarang agama.
Selain bisa mendatangkan murka Allah, tindakan ini juga bisa memancing orang ketiga
untuk masuk ke dalam rumah tangga.

Akan tetapi, apakah ini mutlak berlaku di segala situasi?


Bagaimana bila kondisinya istri tidak henti-hentinya dizalimi oleh suaminya, semisal
mengalami KDRT, diselingkuhi, dan mendapatkan perlakuan sadis lainnya?
Apakah istri dilarang bercerita atau curhat pada orang lain?
Bukankah bercerita tentang perlakuan buruk suaminya ini sama saja membongkar aib
suami? Lalu, di mana hak istri untuk mendapatkan perlindungan dan keamanan secara
psikologis?

Ternyata, ada 3 kondisi di mana istri boleh menceritakan apa saja keburukan suaminya.
Tapi, perlu diingat, hanya di beberapa kondisi ini saja.

PERTAMA, CERITA KEPADA ORANG TUA SUAMI


Istri boleh sekali memberitahukan aib suaminya kepada ayah atau ibu dari si suami, alias
mertua si istri. Bukan kepada orang tua sendiri.

Secara etika, mertua wajib berpihak kepada menantu, sehingga menantu merasa nyaman
untuk berbagi bila sang suami berulah.

Akan tetapi, fakta di lapangan justru seringkali sebaliknya. Mertua lebih sering membela
anak kandungnya dan “memukul” menantu.
Kalau sudah demikian, istri seolah tidak punya pilihan selain melapor ke orang tuanya
sendiri. Kalau sudah begini, kasusnya pasti berabe dan seringkali membuat rumah tangga
geger berkepanjangan.

Intermezzo sedikit:
Anda tentu sering melihat anak-anak yang bermain, tiba-tiba mereka bertengkar, dan salah
satu dari mereka menangis, bukan? Apa yang akan dia lakukan?
Tentu saja, lapor orang tua kan?
Nah itu dia.

Coba Anda bayangkan itu dilakukan oleh pasangan suami istri yang bertengkar, lalu
melapor kepada orang tua masing-masing. Apa bedanya dengan anak kecil tadi?
Karena itu, istri boleh menceritakan aib suami hanya kepada orang tua sang suami.

KEDUA, KEPADA MAJELIS HAKIM PENGADILAN AGAMA


Istri boleh menceritakan aib suaminya adalah ketika berada di pengadilan agama saat
menggugat cerai suami di depan hakim. Tentu saja, ini dilakukan dalam rangka mencari
keadilan.

Di sini, di hadapan hakim, istri boleh menceritakan keburukan-keburukan suaminya. Kan


tidak mungkin ya, seorang istri menutupi keburukan atau kezaliman suami dalam kondisi
menuntut haknya dan menggugat cerai suami?

Karena itu, dalam kondisi ini, si istri boleh menyampaikan keburukan suaminya.
Tapi, perlu diingat, bahwa yang diceritakan istri di sini harus sesuai dengan kenyataan.
Bukan rekayasa.

Selama yang disampaikan adalah fakta, maka di pengadilan agama ini, istri diperbolehkan
mengungkap keburukan suaminya.

KETIGA KEPADA ORANG KOMPETEN


Kondisi di mana istri boleh menceritakan aib suaminya yaitu kepada orang-orang yang
kompeten, baik soal rumah tangga atau soal agama.
Dalam hal ini, misalnya para ustadz, para ulama, para kyai, dan ahli agama lainnya.
Di sini, tujuan istri menceritakan keburukan suaminya tentu saja untuk menanyakan hukum
agama dan solusi yang bisa diambil sesuai dengan aturan syariat yang berlaku.
Selain itu, istri boleh juga bercerita kepada para konselor pernikahan, konsultan rumah
tangga, dan lain sebagainya. Dan para istri tidak perlu khawatir privasinya akan terbongkar,
karena setiap konsultan, psikolog, atau profesi semacamnya memiliki kode etik sendiri yang
menjamin kerahasiaan identitas klien.
Buat Anda para istri yang punya masalah dengan suami atau yang terkait rumah tangga,
Anda juga boleh berkonsultasi langsung dengan saya.
Baik, insya Allah lain kali saya akan kupas lagi fenomena-fenomena rumah tangga lainnya
yang sering terjadi di kehidupan sehari-hari, yang insya Allah relate dengan kita semua.
Salam sakinah,

Bunda Ayu Puspita

Anda mungkin juga menyukai