Bab 1 Pengantar Ombak Besar Dan Badai Secara Langs
Bab 1 Pengantar Ombak Besar Dan Badai Secara Langs
BAB 1
PENGANTAR
Pelabuhan bukan saja tempat berlabuh dan terhindar dari terpaan angin,
ombak besar dan badai secara langsung di lautan1, tetapi juga penghubung antara
maritim antara wilayah satu dengan wilayah lain. Begitu juga dengan Pelabuhan
Jawa Tengah dan antara pusat-pusat produksi dengan pasar, serta penghubung
masa Kerajaan Mataram Kuno di abad ke-8 Masehi merupakan bandar utama dari
kerajaan tersebut. Akan tetapi, letak pelabuhannya tidak seperti sekarang ini.
Pelabuhan tersebut terletak di kaki Bukit Candi yang sekarang dikenal dengan
lumpur sehingga perairan pelabuhan menjadi dangkal, yang salah satu sebabnya
adalah letusan Gunung Merapi pada tahun 1006 M.3 Pelabuhan Semarang mulai
1
A.B. Lapian, Pelayaran dan Perniagaan Nusantara Abad ke-16 dan 17,
(Depok: Komunitas Bambu, 2008), hlm. 95-96.
2
Agustinus Supriyono, “Buruh Pelabuhan Semarang: Pemogokan-
Pemogokan Pada Zaman Kolonial Belanda, Revolusi dan Republik 1900-1965”,
Disertasi, Vrije Universiteit, 2008.
3
Ibid.
2
dikembangkan secara modern oleh pemerintah Hindia Belanda pada awal abad
ekonomi Kerajaan Inggris di Asia Tenggara, namun juga menjadi basis orang-
memang Indonesia adalah jajahan dari Belanda namun secara ekonomis batas-
dalam bingkai sebuah negara dapat tersatukan lebih luas lagi dalam sebuah
bingkai perdagangan. Pada saat itu Singapura tampil sebagai penerus dan ahli
4
Howard Dick, “Perdagangan Antarpulau, Pengintegrasian Ekonomi dan
Timbulnya Suatu Perekonomian Nasional”, dalam Anne Booth (ed.), Sejarah
Ekonomi Indonesia. (Jakarta: LP3ES, 1987), hlm. 410; Lihat juga, Howard Dick,
Industri Pelayaran di Indonesia: Kompetisi dan Regulasi. (Jakarta:LP3ES, 1990),
hlm. 10.
5
Ibid.,hlm, 406.
6
Wong Lin Ken, “Singapore: Its Growth as an Entrepot Port 1819-1941”,
Journal of Southeast Asian Studies, National University of Singapore dan
Cambridge University Press, Nomor 1, Maret 1978, hlm. 66.
3
pengalihan perdagangan ke Singapura, namun tetap saja hal tersebut tetap terjadi.
Kebijakan Inggris di Singapura dalam menurunkan tarif bea pada tahun 1866 dan
7
Howard Dick, op.cit,.hlm.408
8
Ibid.,hlm, 406
9
Bambang Subiyakto, ”Pelayaran Sungai di Kalimantan Tenggara:
Tinjauan historis tentang transportasi air abad XIX”, (Yogyakarta: Tesis
Pascasarjana UGM,2000), hlm.166; Lihat juga, Howard Dick “Perdagangan
Antarpulau, Pengintegrasian Ekonomi dan Timbulnya Suatu Perekonomian
Nasional”, dalam Anne Booth (ed.), Sejarah Ekonomi Indonesia. (Jakarta: LP3ES,
1987), hlm. 406.
Pelabuhan yang dibuka sebagai pelabuhan bebas dan terbuka oleh Belanda
yaitu di Riau (1829), Pontianak dan Sambas (1834), Sukadana di Kalimantan
Selatan (1837), Makassar (1847), Manado (1848) dan Ambon, Banda serta
Ternate (1852)
10
Edward Poelinggomang, Makassar Abad XIX: Studi Tentang Kebijakan
Perdagangan Maritim. (Jakarta: KPG, 2002), hlm. 66.
4
perhatian Belanda selama ini hanya tertuju pada Pulau Jawa saja, sehingga
Sulawesi.12
utama di Jawa Tengah, terutama saat dibukanya jalur-jalur kereta api yang
untuk kapal-kapal yang beratnya diatas 500 ton harus bersandar di laut sejauh 3-4
11
Howard Dick.,op.cit,.hlm, 407; Lihat juga Wong Lin Ken, “Singapore:
Its Growth as an Entrepot Port 1819-1941”, Journal of Southeast Asian Studies,
National University of Singapore-Cambridge University Press, Nomor 1, Maret
1978, hlm. 66.
12
Howard Dick, Ibid.,hlm, 406.
13
Agustinus Supriyono, op.cit.,hlm, 29.
5
mil dari garis pantai. Pelabuhan Semarang memiliki kedalaman pantai sedalam 2,
kedalaman air 8,5-11,5 meter sehingga kapal-kapal besar dengan tonase diatas
pelabuhan yang begitu cepat, sehingga jarak untuk merapat kapal semakin
yang lebih kecil dengan menggunakan jasa kuli tongkang terampil (kelasi).16 Di
14
Agustinus Supriyono, Ibid, hlm. 4.
15
A.B. Lapian.,op.cit.,hlm, 96.
16
Agustinus Supriyono, op.cit.,hlm. 5.
17
Arsip Karesidenan Semarang No.3495, Arsip Nasional Republik
Indonesia, Jakarta.
6
Semarang merupakan jalan ekspor komoditas beras dari Jawa untuk daerah
Sulawesi, pada tahun 1720-an sebanyak 9000 pikul beras dari Jawa masuk ke
Sulawesi melalui pedagang Tionghoa.19 Hal senada juga dikemukan oleh Burger
bahwa beras dapat masuk kedalam lalu lintas perdagangan berkat peranan orang-
1931, nilai ekspor Jawa Tengah yang melalui pelabuhan Semarang adalah 92
18
Jeroen Touwen, Extreme in The Archipelago: Trade and economic
development in the Outer Islands of Indonesia, 1900-1942, (Leiden: KITLV
Press, 2001).
19
Gerrit Knaap dan Heather Sutherland, Monsoon Traders: Ships,
Skippers and Commodities in Eighteenth Century Makassar, (Leiden: KITLV
Press, 2004), hlm. 149.
20
D.H Burger, Sedjarah Ekonomis Sosiologis Indonesia, (Djakarta: P.N
Pradnja Paramita, 1960), hlm. 163.
21
Gerrit Knaap, Shallow Waters, Rising Tide, (Leiden: KITLV Press,
1996), hlm. 45.
Jumlah pelayaran di pelabuhan Semarang dari tahun 1774-1777 mencapai
1744 pelayaran, sedangkan di pelabuhan Jakarta hanya 1717 pelayaran.
7
mencapai 65 persen.22 Angka tersebut terpaut tidak begitu jauh dengan Jawa
Barat, yang nilai ekspor melalui Pelabuhan Jakarta mencapai 92 persen dan nilai
antara pusat produksi dengan pasar atau dengan kata lain menghubungkan antara
mata uang, baik sebagai produsen maupun konsumen. Interaksi ekonomi yang
pedalaman Jawa Tengah tetapi juga antara pusat-pusat produksi dengan pasar,
sehingga dari sekian banyak jejaring perdagangan tersebut yang telah berproses,
22
Adrian Clemens, J.Th Lindblad dan Jeroen Touwen, Changing Economy
Indonesia Volume 12b Regional Pattern in Foreign Trade 1911-1940,
(Amsterdam: Royal Tropical Institute, 1992), hlm. 24-25
23
Ibid.
24
Agustinus Supriyono, op.cit.,hlm. 38.
8
Timbulnya integrasi ekonomi ini dipicu salah satunya oleh saling ketergantungan
atas suatu produk. Faktanya bahwa setiap wilayah tidak mampu memenuhi
penting dalam membuka perdagangan impor dari wilayah lain yang akan
tahun 1672 warga Tionghoa sudah lebih banyak dan bermukim dengan rumah-
27
rumah tembok di Semarang. Hampir semua tempat di Indonesia, warga
25
Supriyanto,” Pelayaran dan Perdagangan di Pelabuhan Palembang 1824-
1864”, Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah Fakultas Ilmu Budaya UGM ,
2001, hlm, 85.
26
Donald Earl Willmott, The Chinese of Semarang: A Changing Minority
Community in Indonesia. (Ithaca: Cornel University Press, 1960).
27
Liem Thian Joe, Riwayat Semarang, (Jakarta: Hasta Wahana, 2004),
hlm. 14.
9
di pedalaman dan antara pusat-pusat produksi dengan pasar dapat terjadi atas
pelabuhan Semarang. Dari latar belakang tersebut penulis ingin mengetahui lebih
perekonomian di Indonesia.
(seberang) dan market (pasar) dapat terjalin dengan erat karena keberadaan
Suatu wilayah tidak dapat memenuhi semua kebutuhannya sendiri, sehingga perlu
produksi dengan pasar. Dengan demikian neraca perdagangan menjadi hal yang
ditetapkan sebagai pelabuhan bebas dan terbuka oleh pemerintah Hindia Belanda
pada tahun 1825, tidak hanya kapal-kapal dari wilayah lain di Kepulauan
pelabuhan Semarang. Hal tersebut tentu tidak bisa dilepaskan dari keputusan-
manakah dan dalam hal apakah peran pelabuhan Semarang dalam merajut jejaring
berkembang menjadi salah satu titik integratif ekonomi nasional? Apa saja
pusat produksi dan pasar? Siapakah para pelaku dalam aktivitas perdagangan di
pelabuhan-pelabuhan lain?
Cakupan waktu tema ini dimulai pada tahun 1825, yaitu ketika pelabuhan
Semarang bersama dengan pelabuhan Jakarta, dan Surabaya pada tahun 1825
dibuka sebagai pelabuhan bebas bagi semua kapal asing. Hal tersebut merupakan
mengumumkan pemberlakuan bebas bea. Akan tetapi, tidak berlaku bagi barang
dagangan dari Britania dan kain dari negara asing lain dan mewajiban pajak
sebesar 25 persen.29 Pada tahun ini pula meletus perang yang dilakukan oleh
Cakupan akhir tema ini adalah tahun 1939, karena pada tahun ini
28
Indriyanto, “Pelabuhan Rembang 1820-1900 (Profil Pelabuhan Kecil
dan Pengaruhnya Terhadap Perkembangan Ekonomi Wilayah Rembang)”, Tesis
Pascasarjana Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM, 1995, hlm.
100.
29
J.S. Furnivall, Hindia Belanda : Studi tentang ekonomi majemuk,
(Jakarta: Freedom Institute, 2009), hlm. 111.
12
tahun 1928. Hal ini juga berpengaruh pada pergerakan neraca perdagangan di
pelabuhan Semarang. Dari rentang waktu yang panjang tersebut dapat dipaparkan
lokasi dari penulisan penelitian ini karena pelabuhan ini merupakan pelabuhan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan tema ini adalah menjelaskan
strategis dalam proses integrasi ekonomi nasional. Fungsi tersebut jarang disentuh
yang berkaitan dengan sejarah ekonomi pada era kolonial. Lebih jauh lagi tujuan
D. TINJAUAN PUSTAKA
pula modus dan tata cara perdagangan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.
Suatu perdagangan akan hidup jika memiliki respons dari beberapa arah.
Maksudnya adalah interaksi perdagangan yang berlangsung berasal dari lebih dari
dua pelaku, sehingga perdagangan tidak hanya termonopoli oleh satu pihak saja.
Pola perdagangan disini adalah proses tukar menukar barang antara pedagang
dengan pembeli baik itu pribumi lokal, pribumi dari pulau lain, timur asing, dan
atapun wilayah lain.30 Hubungan antara daerah pantai sebagai entrepot dengan
sosial, budaya, ekonomi dan politik yang sudah terjalin sejak lama.
adalah urat nadi bagi keberlangsungan suatu negara. Sistem ekonomi kelautan ini
memberi dampak yang luas bagi masyarakat, baik secara ekonomis, sosial dan
30
Gusti Asnan, Dunia Maritim Pantai Barat Sumatera, (Yogyakarta:
Ombak, 2007), hlm. 143.
14
yang ada. Pada tahun 1859 oleh pemerintah dibukalah 19 pelabuhan kecil untuk
32
perdagangan bebas dalam artian pihak swasta turut ambil bagian. Kedua tesis
memang tidak secara jelas menjelaskan tentang pelabuhan, akan tetapi sedikit
31
Djoko Dwiyanto, “Kota Pelabuhan Jepara Pada Awal Abad XVIII”,
Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya UGM, 2004,
hlm. 150.
32
Singgih Tri Sulistiyono, “Perkembangan Pelabuhan Cirebon dan
Pengaruhnya Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Cirebon
1859-1930” Tesis Pascasarjana Program Studi Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya
UGM, 1994, hlm. 92.
33
Djoko Suryo, Sejarah Sosial Pedesaan Karesidenan Semarang 1830-
1900, (Yogyakarta: PAU UGM,1989).
15
masyarakat Semarang pada masa Tanam Paksa sampai akhir masa liberal di
Indonesia.
terlebih lagi masalah ekonomi. Dalam buku ini dipaparkan satu per satu
impor namun juga sebagai penghasil komoditas ikan laut. Seperti yang
potensial sebagai penghasil ikan yang laku sebagai komoditas ekspor. 35 Meskipun
keduanya tidak secara khusus membahas tentang pelabuhan Semarang namun, apa
Tengah.
34
Robert van Niel, Java’s Northeast Coast 1740-1840, (Leiden: CNWS
Publications, 2005),hlm. 394.
35
Masyuri, Menyisir Pantai Utara: Usaha dan Perekonomian Nelayan di
Jawa dan Madura 1850-1940, (Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama dan
KITLV, 1996).
16
pelabuhan adalah disertasi dari Singgih Tri Sulistiyono. 36 Buku ini menguraikan
Laut Jawa. Selain itu, integrasi ekonomi keluar dapat dilakukan dengan dukungan
di Indonesia. Akan tetapi, pelabuhan Semarang tidak masuk dalam barisan utama
Secara khusus dalam bab kedua disertasi dari Agustinus Supriyono yang
36
Singgih Tri Sulistiyono, “ The Java Sea Network: Patterns in the
Development of Interregional Shipping and Trade in the Process of National
Economic Integration in Indonesia 1870s-1970s”, Disertasi Universiteit Leiden,
2003.
37
J.N.F.M Campo, Engines of Empire: Steamshipping and State
Formation in Colonial Indonesia, (Hilversum: Uitgeverij Verloren, 1992).
38
Agustinus Supriyono, “Buruh Pelabuhan Semarang: Pemogokan-
Pemogokan Pada Zaman Kolonial Belanda, Revolusi dan Republik 1900-1965”,
Disertasi Vrije Universiteit, 2008.
17
jalur kereta api yang menghubungkan dengan wilayah pedalaman di Jawa Bagian
Tengah.
Tengah yang melalui pelabuhan Semarang adalah artikel dari Theo Stevan. 39 Di
Selain itu buku yang secara khusus membahas tentang pelabuhan adalah
disertasi karya Edward Poelinggomang yang berjudul Makassar Abad XIX: studi
bagian timur Indonesia .40 Cilacap 1830-1942 Bangkit dan Runtuhnya Suatu
Dalam buku ini dijelaskan bagaimana usaha dari pemerintah Hindia Belanda yang
dicitakan pemerintah sepertinya meleset dari perkiraan. Hal ini dikarenakan posisi
39
Theo Stevens, “Semarang, Central Java and The World Market 1870-
1900” dalam Peter J.M Nas, The Indonesian City: Studies in Urban Development
and Planning, (Dordrecht: Foris Publications, 1986), hlm. 56-68.
40
Edward Poelinggoemang, Makassar Abad XIX: studi tentang kebijakan
perdagangan maritim, (Jakarta: KPG, 2002).
41
Susanto Zuhdi, Cilacap 1830-1942 Bangkit dan Runtuhnya Suatu
Pelabuhan di Jawa, (Jakarta: KPG, 2008).
18
pelabuhan Cilacap yang berada di Samudera Hindia dengan gelombang laut yang
ganas. Aktivitas dari suatu pelabuhan tersebut tergantung dari dukungan daerah
ekspor dari Jawa. Dalam arti luas memberikan gambaran bagaimana kondisi pada
saat itu, juga didukung dengan tabel-tabel sehingga mampu dengan dengan jelas
yang berjudul Indonesian Export, Peasant Agriculture and the World Economy
kurun waktu yang panjang tersebut dijelaskan bagaimana tipikal ekonomi ekspor
tiap masa yang berbeda-beda, para pelaku kegiatan ekspor dan berbagai masalah
42
Pieter Cruetzberg (Ed.), Sejarah Statistik Ekonomi Indonesia, (Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia,1987),hlm. 130-142.
19
Betekenis, sebuah artikel dari Theo Stevens sedikit membahas tentang kegiatan
Semenjak modal kapital swasta asing semakin intens masuk ke Indonesia tahun
tahunnya.
Sedangkan komoditas ekspor dari Jawa selain hasil perkebunan adalah kapas,
minyak bumi, dan sebagainya. 46 Hal ini menunjukkan bahwa semenjak dibukanya
43
Hiroyoshi Kano, Indonesian Export, Peasant Agriculture and the World
Economy 1850-2000, (Singapore: NUS Press, 2008).
44
Theo Steven, “De Ontwekkeling Van Semarang Als Koloniale
Uitvoerhaven Van Midden-Java Sinds 1900 en Zijn Tegenwoordige Betekenis”
dalam Between People and Statistics, “Essays on Modern Indonesian History
Presented to Pieter Crutzberg”, (The Hague,1979),hlm. 91-100.
45
C.E Van Kesteren, “ de Handel van Java”, De Indische Gids, (Leiden-
E.J Brill, Dertiende Jaargang, 1891),hlm. 1270.
46
Ibid, hlm, 1271.
20
Dari tinjauan pustaka di atas dapat dibedakan menjadi tiga bagian, yakni
integratif pelabuhan hanya disertasi dari Singgih Tri Sulistiyono. Akan tetapi,
makro dalam hal ini adalah pertumbuhan ekonomi nasional dan bagaimana
pelabuhan tersebut menjadi salah satu titik integrasi ekonomi nasional belum
dalam bentuk metode. Metode sejarah menurut G.J Garraghan adalah prinsip-
dan menyajikan sebuah sintesis dalam bentuk tulisan pada umumnya dari hasil
47
G.J Garraghan, A Guide Historical Method, (New York: Fordham
University Press, 1957), hlm. 33.
21
tingkat lokal maupun nasional untuk menemukan sebanyak mungkin sumber dan
Republik Indonesia di Jakarta, Badan Arsip dan Perpustakaan Jawa Tengah, Arsip
F. SISTEMATIKA PENULISAN
pada kolonial sentris. Akan tetapi tidak semua, kata Hindia Belanda lebih
nama-nama daerah lebih banyak ditulis dengan penyebutan yang lazim digunakan
seperti apa fondasi yang dimiliki oleh pelabuhan Semarang dalam jejaring
22
pelayaran dan perniagaan di Indonesia. Konteks ini menjadi sangat penting ketika
sumber ekonomi. Bagian ini juga dijelaskan mengenai seperti apa sebenarnya
pengaruh pelabuhan Semarang di darat dan di laut, yang menjadi bagian integral
adanya dukungan fasilitas dan sarana prasarana serta kebijakan dari pemerintah
ekonomi dan perdagangan. Pada bagian ini dijelaskan lebih jauh mengenai
dukungan fasilitas seperti kereta api, sehingga menjadi sebuah kesatuan ekonomi
yang solid dan potensial. Selain itu juga dibahas lebih dalam mengenai bagaimana
Selain itu pada bagian selanjutnya, apa yang telah dilakukan melalui
baik dalam bentuk ekspor maupun impor. Ujung dari aktivitas tersebut adalah
ekonomi Indonesia.