Tugas Part 1 Bab I-Iii
Tugas Part 1 Bab I-Iii
PENDAHULUAN
Stunting adalah masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial
dan ekonomi dalam masyarakat. Ada bukti jelas bahwa individu yang stunting memiliki
tingkat kematian lebih tinggi dari berbagai penyebab dan terjadinya peningkatan
penyakit. Stunting akan mempengaruhi kinerja pekerjaan fisik dan fungsi mental dan
intelektual akan terganggu (Mann dan Truswell, 2002). Hal ini juga didukung oleh
Jackson dan Calder (2004) yang menyatakan bahwa stunting berhubungan dengan
gangguan fungsi kekebalan dan meningkatkan risiko kematian.
Secara umum gizi buruk disebabkan karena asupan makanan yang tidak
mencukupi dan penyakit infeksi. Terdapat dua kelompok utama zat gizi yaitu zat gizi
makro dan zat gizi mikro (Admin, 2008). Zat gizi makro merupakan zat gizi yang
menyediakan energi bagi tubuh dan diperlukan dalam pertumbuhan, termasuk di
dalamnya adalah karbohidrat, protein, dan lemak. Sedangkan zat gizi mikro merupakan
zat gizi yang diperlukan untuk menjalankan fungsi tubuh lainnya, misalnya dalam
memproduksi sel darah merah, tubuh memerlukan zat besi. Termasuk di dalamnya
adalah vitamin dan mineral. Stunting tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja tetapi
disebabkan oleh banyak faktor, dimana faktor-faktor tersebut saling berhubungan satu
dengan yang lainnya. Ada tiga faktor utama penyebab stunting yaitu asupan makan
tidak seimbang (berkaitan dengan kandungan zat gizi dalam makanan yaitu karbohidrat,
protein, lemak, mineral, vitamin, dan air) riwayat berat lahir badan rendah (BBLR) dan
riwayat penyakit (UNICEF, 2007).
1
Secara garis besar penyebab stunting dapat dikelompokkan ke dalam tiga
tingkatan yaitu tingkatan masyarakat, rumah tangga (keluarga) dan individu. Pada
tingkat rumah tangga (keluarga), kualitas dan kuantitas 3 makanan yang tidak memadai,
tingkat pendapatan, pola asuh makan anak yang tidak memadai, pelayanan kesehatan
dasar yang tidak memadai menjadi faktor penyebab stunting, dimana faktor-faktor ini
terjadi akibat faktor pada tingkat masyarakat (UNICEF, 2007). Konsekuensi defisiensi
zat gizi makro selama masa anak-anak sangat berbahaya. Kekurangan protein murni
pada stadium berat dapat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak dibawah lima
tahun. Kekurangan protein juga sering ditemukan secara bersamaan dengan kekurangan
energi yang menyebabkan kondisi yang dinamakan marasmus (Almatsier, 2004).
Protein sendiri memiliki banyak fungsi, diantaranya membentuk jaringan tubuh baru
dalam masa pertumbuhan dan perkembangan tubuh, memelihara jaringan tubuh,
memperbaiki serta mengganti jaringan yang rusak atau mati, menyediakan asam amino
yang diperlukan untuk membentuk enzim pencernaan dan metabolism (Karsin ES,
2004).
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Stunting
Balita Pendek (Stunting) adalah status gizi yang didasarkan pada indeks PB/U
atau TB/U dimana dalam standar antropometri penilaian status gizi anak, hasil
pengukuran tersebut berada pada ambang batas (Z-Score) <-2 SD sampai dengan -3 SD
(pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek / severely stunted). Stunting adalah
masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu
cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizi.
Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak
berusia dua tahun.
Stunting yang telah tejadi bila tidak diimbangi dengan catch-up growth (tumbuh
kejar) mengakibatkan menurunnya pertumbuhan, masalah stunting merupakan masalah
kesehatan masyarakat yang berhubungan dengan meningkatnya risiko kesakitan,
kematian dan hambatan pada pertumbuhan baik motorik maupun mental. Stunting
dibentuk oleh growth faltering dan catcth up growth yang tidak memadai yang
mencerminkan ketidakmampuan untuk mencapai pertumbuhan optimal, hal tersebut
mengungkapkan bahwa kelompok balita yang lahir dengan berat badan normal dapat
mengalami stunting bila pemenuhan kebutuhan selanjutnya tidak terpenuhi dengan
baik.
Penilaian status gizi balita yang paling sering dilakukan adalah dengan cara
penilaian antropometri. Secara umum antropometri berhubungan dengan berbagai
macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan
tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat ketidakseimbangan asupan protein
dan energi. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan adalah berat badan
menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), berat badan menurut tinggi
badan (BB/TB) yang dinyatakan dengan standar deviasi unit z (Z- score).
Stunting dapat diketahui bila seorang balita sudah ditimbang berat badannya dan
diukur panjang atau tinggi badannya, lalu dibandingkan dengan standar, dan hasilnya
3
berada dibawah normal. Jadi secara fisik balita akan lebih pendek dibandingkan balita
seumurnya. Penghitungan ini menggunakan standar Z score dari WHO.
Normal, pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada
indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U)
yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek).
Berikut klasifikasi status gizi stunting berdasarkan indikator tinggi badan per
umur (TB/U).
I. Pendek-kurus : -Zscore TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB < -2,0
II. Pendek-normal : Z-score TB/U < -2,0 dan Zscore BB/TB antara -2,0 s/d 2,0
III. Pendek-gemuk : Z-score ≥ -2,0 s/d Zscore ≤ 2,0
4
a. Umur
Umur adalah suatu angka yang mewakili lamanya kehidupan seseorang. Usia
dihitung saat pengumpulan data, berdasarkan tanggal kelahiran. Apabila lebih hingga
14 hari maka dibulatkan ke bawah, sebaliknya jika lebih 15 hari maka dibulatkan ke
atas. Informasi terkait umur didapatkan melalui pengisian kuesioner.
b. Tinggi badan
Tinggi atau panjang badan ialah indikator umum dalam mengukur tubuh dan
panjang tulang. Alat yang biasa dipakai disebut stadiometer. Ada dua macam yaitu:
‘stadiometer portabel’ yang memiliki kisaran pengukur 840-2060 mm dan ‘harpenden
stadiometer digital’ yang memiliki kisaran pengukur 600-2100 mm.
Tinggi badan diukur dalam keadaan berdiri tegak lurus, tanpa alas kaki dan
aksesoris kepala, kedua tangan tergantung rileks di samping badan, tumit dan pantat
menempel di dinding, pandangan mata mengarah ke depan sehingga membentuk posisi
kepala Frankfurt Plane (garis imaginasi dari bagian inferior orbita horisontal terhadap
meatus acusticus eksterna bagian dalam). Bagian alat yang dapat digeser diturunkan
hingga menyentuh kepala (bagian verteks). Sentuhan diperkuat jika anak yang diperiksa
berambut tebal. Pasien inspirasi maksimum pada saat diukur untuk meluruskan tulang
belakang.
Pada bayi yang diukur bukan tinggi melainkan panjang badan. Biasanya panjang
badan diukur jika anak belum mencapai ukuran linier 85 cm atau berusia kurang dari 2
tahun. Ukuran panjang badan lebih besar 0,5-1,5 cm daripada tinggi. Oleh sebab itu,
bila anak diatas 2 tahun diukur dalam keadaan berbaring maka hasilnya dikurangi 1 cm
sebelum diplot pada grafik pertumbuhan.
5
2.4 Faktor penyebab stunting
6
membuktikan bahwa menunda inisiasi menyusu (Delayed initiation) akan
meningkatkan kematian bayi. ASI eksklusif didefinisikan sebagai pemberian ASI tanpa
suplementasi makanan maupun minuman lain, baik berupa air putih, jus, ataupun susu
selain ASI. IDAI merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama
untuk mencapai tumbuh kembang optimal. Setelah enam bulan, bayi mendapat
makanan pendamping yang adekuat sedangkan ASI dilanjutkan sampai usia 24 bulan.
Menyusui yang berkelanjutan selama dua tahun memberikan kontribusi signifikan
terhadap asupan nutrisi penting pada bayi.
d. Infeksi
Beberapa contoh infeksi yang sering dialami yaitu infeksi enterik seperti diare,
enteropati, dan cacing, dapat juga disebabkan oleh infeksi pernafasan (ISPA), malaria,
berkurangnya nafsu makan akibat serangan infeksi, dan inflamasi.
e. Kelainan endokrin
f. Consequences
7
a) Concurrent problems & short-term consequences atau dampak jangka pendek
1. Sisi kesehatan : angka kesakitan dan angka kematian meningkat
2. Sisi perkembangan : penurunan fungsi kognitif, motorik, dan perkembangan
bahasa
3. Sisi ekonomi : peningkatan health expenditure, peningkatan pembiayaan
perawatan anak yang sakit
b) Long-term consequences atau dampak jangka panjang
1. Sisi kesehatan : perawakan dewasa yang pendek, peningkatan obesitas dan
komorbid yang berhubungan, penurunan kesehatan reproduksi
2. Sisi perkembangan : penurunan prestasi belajar, penurunan learning capacity
unachieved potensial
3. Sisi ekonomi : penurunan kapasitas kerja dan produktifitas kerja
Landasan kebijakan program pangan dan gizi dalam jangka panjang dirumuskan
dalam Undang-Undang No.17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. Pendekatan multi sektor dalam
pembangunan pangan dan gizi meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga
konsumsi pangan, dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin
keamanannya. Pembangunan jangka panjang dijalankan secara bertahap dalam kurun
waktu lima tahunan, dirumuskan dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden. Dalam
RPJMN tahap ke-2 periode tahun 2010-2014, terdapat dua indikator outcome yang
berkaitan dengan gizi yaitu prevalensi kekurangan gizi (gizi kurang dan gizi buruk)
sebesar < 15 persen dan prevalemsi stunting (pendek) sebesar 32 persen pada akhir
2014. Sasaran program gizi lebih difokuskan terhadap ibu hamil sampai anak usia 2
tahun (Republik Indonesia, 2012)
Focus gerakan perbaikan gizi adalah kepada kelompok 1000 hari pertama
kehidupan, pada tataran global disebut dengan Scaling Up Nutrition (SUN) dan di
Indonesia disebut dengan Gerakan Nasional Sadar Gizi dalam Rangka Percepatan
Perbaikan Gizi Pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (Gerakan 1000 Hari Pertama
Kehidupan dan disingkat Gerakan 1000 HPK). SUN movement merupakan upaya
8
global dari berbagai negara dalam rangka memperkuat komitmen dan rencana aksi
percepatan perbaikan gizi, khususnya penanganan gizi sejak 1.000 hari dari masa
kehamilan hingga anak usia 2 tahun. Gerakan ini merupakan respon negara-negara di
dunia terhadap kondisi status gizi di sebagian besar negara berkembang dan akibat
kemajuan yang tidak merata dalam mencapai Tujuan Pembangunan Milenium/MDGs
(Goal 1).
Pada awal tahun 2013, terdapat 33 negara SUN bagi 59 juta anak stunting yang
mewakili sekitar sepertiga dari semua anak stunting di dunia. Tingkat rata-rata
pengurangan stunting per tahun di 33 negara tersebut adalah 1,8 %. WHO
merekomendasikan pengurangan stunting 3,9 % per tahun dalam rangka memenuhi
target global pengurangan stunting pada tahun 2025 sebesar 40% (Scaling Up Nutrition,
2013).
9
2.6 Intervensi pada Penanggulangan Stunting
10
Dukungan politik yang cukup besar dibutuhkan untuk investasi pada 1000 hari
pertama kehidupan. Data pertumbuhan longitudinal dari Gambia pedesaan
menunjukkan bahwa substansial catch-up terjadi antara 24 bulan dan pertengahan masa
kanak-kanak, serta antara pertengahan masa kanakkanak dan dewasa. Data ini
menggambarkan bahwa fase pertumbuhan pubertas memungkinkan pemulihan tinggi
badan sangat besar, terutama pada anak perempuan selama masa remaja. Berdasarkan
temuan tersebut, intervensi stunting dilakukan pada setiap siklus kehidupan sehingga
efek intergenerasi dapat dihindari (Remans, 2011).
11
tentang KADARZI akan meningkatkan pengetahuan dan peranserta ibu tentang perilaku
apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan gizi balitanya. Ibu akan dapat
meningkatkan gizi balita dan keluarganya dengan berperilaku sadar gizi, antara lain;
memantau berat badan balita secara teratur setiap bulan ke Posyandu, mengkonsumsi
makanan yang beraneka ragam, hanya mengkonsumsi garam beryodium, memberikan
hanya Asi saja kepada bayi sampai usia 6 bulan, serta mendapatkan dan memberikan
makanan tambahan bagi balitanya.
Kegiatan penyuluhan ini juga dilakukan untuk membantu mengatasi masalah
gizi makro. Strategi yang dilakukan untuk mengatasi masalah gizi makro adalah melalui
pemberdayaan keluarga di bidang kesehatan dan gizi, subsidi loangsung berupa dana
untuk pembelian makanan tambahan dan penyuluhan pada ibu balita gizi buruk dan ibu
hamil yang mengalami kurang gizi kronis (Depkes RI, 2006).
Disamping upaya tersebut diatas, Pemerintah juga melakukan sosialisasi
perbaikan pola asuh pemeliharaan balita, seperti promosi pemberian ASI secara
eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan dan rujukan dini kasus gizi kurang. Karena
sampai saat ini perilaku ibu dalam menyusui secara eksklusif masih rendah yaitu baru
mencapai 39% dari seluruh ibu yang menyusui bayi 0 – 6 bulan. Hal tersebut
merupakan penyebab tak langsung dari masalah gizi pada anak balita.
Menurut WHO, cara pemulihan gizi buruk yang paling ideal adalah dengan
rawat inap di rumah sakit, tetapi pada kenyataannya hanya sedikit anak dengan gizi
buruk yang di rawat di rumah sakit, karena berbagai alasan. Salah satu contohnya dari
keluarga yang tidak mampu, karena rawat inap memerlukan biaya yang besar dan dapat
mengganggu sosial ekonomi sehari-hari. Alternatif untuk memecahkan masalah
tersebutdengan melakukan penatalaksanaan balita gizi buruk di posyandu dengan
koordinasi penuh dari puskesmas. Oleh karena itu Pemerintah membentuk Tim Asuhan
Gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga
kesehatan yang lain. Diharapkan dapat memberikan penanganan yang cepat dantepat
pada kasus gizi buruk baik di tingkat puskesmas maupun di rumah sakit, untuk
membantu pemulihan kasus gizi buruk pada anak balita.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masalah stunting merupakan permasalahan gizi yang dihadapi dunia khususnya
negara-negara miskin dan berkembang. Stunting merupakan kegagalan pertumbuhan
akibat akumulasi ketidakcukupan nutrisi yang berlangsung lama mulai dari kehamilan
sampai dengan usia 24 bulan. Banyak faktor yang menyebabkan tingginya kejadian
stunting pada balita. Masyarakat belum menyadari stunting sebagai suatu masalah
dibandingkan dengan permasalahan kurang gizi lainnya. Secara global kebijakan yang
dilakukan untuk penurunan kejadian stunting difokuskan pada kelompok 1000 hari
pertama atau yang disebut dengan Scaling Up Nutrition. WHO merekomendasikan
penurunan stunting sebesar 3,9% pertahun dalam rangka memenuhi target 40%
penurunan stunting pada tahun 2025. Intervensi dilakukan pada sepanjang siklus
kehidupan baik di sektor kesehatan maupun non kesehatan yang melibatkan berbagai
lapisan masyarakat seperti pemerintah, swasta, masyarakat sipil, PBB melalui tindakan
kolektif untuk peningkatan perbaikan gizi, baik jangka pendek (intervensi spesifik)
maupun jangka panjang (sensitif).
3.2 Saran
1. Pemerintah perlu gencar dalam melakukan perbaikan gizi pada bayi dan balita
2. Pemerintah perlu meningkatkan mutu pangan pada masyarakat khusunya bagi
bayi dan balita agar berbagai masalah gizi bisa dicegah.
3. Pemerataan program bulan vitamin A di Puskesmas dan Posyandu di seluruh
Indonesia.
4. Pemberian penyuluhan kesehatan pada masa kehamilan bagi ibu hamil.
5. Meningkatkan kinerja program gizi dengan memperbaiki manajemen
perencanaan, pengadaan, distribusi, dan pengawasan bantuan 20 keranga
kebijakan 1000 hari pertama kehidupan suplemen tablet zat besi dan pemeberian
makan tambahan.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://www.persi.or.id/images/2019/data/
FINAL_PAPARAN_PERSI_22_FEB_2019_Ir._Doddy.pdf diakses tanggal 11 April
2019
http://www.depkes.go.id/download.php?file=download/pusdatin/buletin/Buletin-
Stunting-2018.pdf diakses tanggal 11 April 2019
Oktarina, Z., & Sudiarti, T. (2014). Faktor Risiko Stunting Pada Balita (24—59 Bulan)
Di Sumatera. Jurnal Gizi dan Pangan, 8(3), 177-180.
Sulastri, D. (2012). Faktor determinan kejadian stunting pada anak usia sekolah di
Kecamatan Lubuk Kilangan Kota Padang. Majalah Kedokteran Andalas, 36(1), 39-50.
14