Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG

Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan


dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.
Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi
medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat,
unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak
terlepas dari pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada
perubahan fungsi klasik RS yang pada awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat
penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap.

Pelayangan RS kemudian bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya


ilmu kedokteran, peningkatan pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan
di RS saat ini tidak saja bersifat kuratif (penyembuhan), tetapi juga bersifat pemulihan
(rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan
(promotif) dan pencegahan (preventif). Dengan demikian, sasaran pelayanan kesehatan RS
bukan hanya untuk individu pasien, tetapi juga berkembang untuk keluarga pasien dan
masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang pasien yang datang atau yang dirawat
sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar sikap seperti itu pelayanan kesehatan di
RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna (komperhensif dan holistik).

Untuk menciptakan sebuah rumah sakit yang baik dan bermutu tinggi, maka
diperlukan manajemen rumah sakit yang terprogram, terarah dan terpadu.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Disini penulis ingin mengetahui:


1.2.1 Apa yang dimaksud dengan manajemen dan manajemen rumah sakit?
1.2.2 Bagaimana penerapan manajemen rumah sakit?
1.2.3 Apa fungsi perencanaan manajemen rumah sakit?
1.2.4 Apa fungsi penggerakan dan pelaksanaan manajemen rumah sakit?
1.2.5 Bagaimana rekam medis dan kesehatan di rumah sakit?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1
Dengan makalah ini, penulis berharap pengetahuan mengenai ilmu Manajemen
Rumah Sakit, maka kita sebagai calon sarjana kesehatan masyarakat yang bisa saja sebagai
kepala rumah sakit nantinya, dapat mengatur semua kegiatan dan program-program Rumah
Sakit dengan lebih terprogram, terencana dan terpadu, serta berdampak baik terhadap
pelayanan kesehatan masyarakat.

1.4 METODE PENULISAN


Dalam penulisan makalah ini, kami memperoleh data-data dan sumber yang
dibutuhkan, tidak hanya menggunakan metode berupa riset kepustakaan, namun kami melalui
media internet tentang hal-hal yang berkaitan dengan materi manajemen rumah sakit ini.

1.5 MANFAAT PENULISAN

Adapun manfaat penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui mekanisme


manajemen rumah sakit serta segala hal-hal yang berkaitan dengan proses manajemen RS itu
sendiri.

BAB 2
ISI

2
2.1 PENGERTIAN MANAJEMEN DAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT

Manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya
secara efisien, efektif, dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya.

Rumah sakit sebagai salah satu subsistem pelayanan kesehatan menyelenggarakan


dua jenis pelayanan untuk masyarakat yaitu pelayanan kesehatan dan pelayanan administrasi.
Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik, pelayanan penunjang medik, rehabilitasi
medik dan pelayanan perawatan. Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat,
unit rawat jalan, dan unit rawat inap. Dalam perkembangannya pelayanan rumah sakit tidak
terlepas dari pembangunan ekonomi masyarakat. Perkembangan ini tercermin pada
perubahan fungsi klasik RS yang pada awalnya hanya memberikan pelayanan yang bersifat
penyembuhan (kuratif) terhadap pasien melalui rawat inap. Pelayangan RS kemudian
bergeser karena kemajuan ilmu pengetahuan khususnya ilmu kedokteran, peningkatan
pendapatan dan pendidikan masyarakat. Pelayanan kesehatan di RS saat ini tidak saja bersifat
kuratif (penyembuhan), tetapi juga bersifat pemulihan (rehabilitatif). Keduanya dilaksanakan
secara terpadu melalui upaya promosi kesehatan (promotif) dan pencegahan (preventif).
Dengan demikian, sasaran pelayanan kesehatan RS bukan hanya untuk individu pasien, tetapi
juga berkembang untuk keluarga pasien dan masyarakat umum. Fokus perhatiannya memang
pasien yang datang atau yang dirawat sebagai individu dan bagian dari keluarga. Atas dasar
sikap seperti itu pelayanan kesehatan di RS merupakan pelayanan kesehatan yang paripurna
(komperhensif dan holistik).

Pelayanan RS di Indonesia saat ini sudah bersifat padat modal, padat karya, dan padat
teknologi dalam menghadapi persaingan global. Dalam hal rujukan medik, RS juga
diandalkan untuk memberikan pengayoman medik (pusat rujukan) untuk pusat-pusat
pelayanan yang ada di wilayah kerjanya. Sifat pengayoman sangat erat kaitannya dengan
klasifikasi Rumah Sakit. Ada empat jenis RS berdasarkan klasifikasi perumahsakitan di
Indonesia yaitu kelas A, B, C, dan D. Kelas RS yang lebih tinggi (A) mengayomi kelas
Rumah Sakit yang lebih rendah dan mempunyai pengayoman wilayah yang lebih luas.
Pengayoman dilaksanakan melalui dua sistem rujukan yaitu sistem rujukan kesehatan
(berkaitan dengan upaya promotif dan preventif seperti bantuan teknologi, bantuan sarana
dan operasionalnya) dan rujukan medik (berkaitan dengan pelayanan yang bersifat kuratif
dan rehabilitatif)

3
Dan berubahnya RS kelas A dan B menjadi RS seadanya, bahkan ada yang menjadi
Perusahaan Jawatan (Perjan), menejemen klasik RS di Indonesia sudah pasti mengalami
perubahan. Perubahan dalam hal peningkatan profesionalisme staf, tersedianya peralatan
yang lebih canggih, dan lebih sempurnanya sistem administrasi RS yang akan bermanfaat
untuk peningkatan mutu pelayanan kesehatan RS.

Jadi, Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya (unsur
manajemen) melalui proses perencanaan, pengorganisasian, ada kemampuan pengendalian
untuk mencapai tujuan rumah sakit seperti : Menyiapkan sumber daya, mengevaluasi
efektivitas, mengatur pemakaian pelayanan, efisiensi, dan kualitas.

2.2 PENERAPAN MANAJEMEN RUMAH SAKIT

Rumah sakit perlu menerapkan sistem manajemen yang berorientasi pada kepuasan
pelanggan. Untuk itu rumah sakit di Indonesia harus menciptakan kinerja yang unggul.
Kinerja yang unggul atau Performance Excellence merupakan salah satu faktor utama yang
harus diupayakan oleh setiap organisasi untuk memenangkan persaingan global, begitu juga
oleh perusahaan penyedia jasa pelayanan kesehatan.

Banyak cara yang dapat dilakukan oleh para pengelola rumah sakit untuk
menciptakan kinerja yang unggul diantaranya melalui pemberian pelayanan yang bagus serta
tindakan medis yang akurat dan mekanisme pengelolaan mutu tentunya.

Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola rumah sakit swasta dalam
mempertahankan atau meningkatkan jumlah konsumen adalah pelayanan. Tuntutan untuk
mendapatkan pelayanan yang berkualitas dan nyaman semakin meningkat, sesuai dengan
meningkatnya kesadaran arti hidup sehat. Keadaan ini dipengaruhi oleh tingkat pendidikan,
sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat yang perlu mendapat perhatian dari pengelola
rumah sakit.

Untuk memenuhi tuntutan masyarakat tersebut, di setiap kota besar seperti Jakarta
banyak sekali usaha rumah sakit dengan kualitas pelayanan dan peralatan medis yang prima
dapat kita temukan di setiap sudut kota, sehingga masyarakat konsumen yang tadinya harus
ke luar negeri demi servis dan kualitas dokter yang prima, sekarang tidak perlu lagi ke luar
negeri.

4
Dalam usaha peningkatan kualitas pelayanan terhadap konsumen, rumah sakit
berusaha untuk mempunyai tenaga dokter ahli yang tetap, sekaligus memperkerjakan dokter
waktu dan dokter kontrak. Bahkan di beberapa rumah sakit di kota besar seperti Jakarta dapat
kita jumpai pelayanan Unit Gawat Darurat (UGD) yang ditangani oleh dokter tetap maupun
dokter kontrak.

Bahkan ada rumah sakit yang menyediakan tempat dan sarana lengkap seperti
laboratorium dengan tenaga analis, radiologi dan tempat perawatan yang serba lengkap.
Sedangkan untuk tenaga dokternya mereka mengambil dokter-dokter spesialis yang terkenal
dan pengelola rumah sakit menganggap dokter spesialis dan pasiennya sebagai “customer”
mereka

Untuk menjaga agar dokter spesialis ternama tersebut tetap menjadi customer mereka,
maka pihak rumah sakit melakukan strategi sedemikian rupa. Diantaranya dengan
menyediakan peralatan medis yang dikehendaki oleh para dokter tersebut

Sedangkan untuk menghasilkan mekanisme pengelolaan mutu yang bagus,


perusahaan dalam hal ini rumah sakit perlu menerapkan metode pengukuran yang efektif
untuk dapat menganalisis dan menemukan dimensi mutu 0 yang perlu diperbaiki atau
ditingkatkan untuk mencapai mutu yang tinggi. Salah satu model pengukuran yang sudah
dikenal luas dan terbukti secara efektif membantu keberhasilan penerapan sistem manajemen
mutu adalah sistem Malcolm Baldrige National Quality Award. Malcolm Baldrige National
Quality Awards (MBNQA) merupakan sistem manajemen yang sangat efektif untuk
menghasilkan loyalitas pelanggan dan kinerja tinggi bila diterapkan dengan tepat.

Kriteria penilaian/pengukuran kinerja yang dimiliki oleh MBNQA juga dapat


digunakan oleh industri jasa pelayanan kesehatan, yang disebut dengan Performance
Excellence for Health Care based on MBNQA. Kriteria dari Performance Excellence for
Health Care based on MBNQA terdiri dari 7 kategori, yaitu: Health Care Results, Patient -and
Other Customer- Focused Results, Financial and Market Results, Staff and Work System
Results, Organizational Effectiveness Results, Governance and Social Responsibility Results.

Dengan penerapan sistem manajemen mutu secara menyeluruh dan model pengukuran tepat
maka perusahaan akan menjadi perusahaan kelas dunia yang siap memenangkan persaingan.

5
Dalam penerapannya, manajemen di rumah sakit dapat dilihat dari fungsi perencanaan
rumah sakit dan fungsi pergerakan dan pelaksanaan rumah sakit.

2.2.1 FUNGSI PERENCANAAN RUMAH SAKIT

Perencanaan merupakan proses yang menyangkut upaya yang dilakukan untuk


mengantisipasi kecenderungan di masa yang akan datang dan penentuan strategi dan taktik
yang tepat untuk mewujudkan target dan tujuan suatu organisasi.

Ada dua alasan mengapa perencanaan diperlukan yaitu untuk mencapai “Protective
bennefits” yaitu merupakan hasil dari pengurangan kemungkinan terjadinya kesalahan dalam
pembuatan keputusan dan “Positive benefit” yaitu untuk peningkatan pencapaian tujuan
organisasi.

Fungsi perencanaan di bidang kesehatan adalah proses untuk merumuskan masalah-


masalah kesehatan di masyarakat, menentukan kebutuhan dan sumber daya yang tersedia,
menetapkan tujuan program yang paling pokok, dan menyusun langkah-langkah untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Perencanaan merupakan fungsi yang penting karena akan menentukan fungsi-fungsi


manajemen yang lainnya dan merupakan landasan dasar dari fungsi manajemen secara
keseluruhan. Perencanaan manajerial akan memberikan pola pandang secara menyeluruh
terhadap semua pekerjaan yang akan dijalankan, siapa yang akan melakukan dan kapan akan
dilakukan. Perencanaan merupakan tuntutan terhadap proses pencapaian tujuan secara efektif
dan efisien.

Manfaat Perencanaan Rumah Sakit

Melalui perencanaan program di rumah sakit akan dapat diketahui:

1. Tujuan program di rumah sakit dan bagaimana cara mencapainya.


2. Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.
4. Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.
5. Sejauh mana efektifitas kepemimpinan di rumah sakit.

6
6. Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu dikembangkan oleh manajer
dan perlu dilaksanakan.

Keuntungan perencanaan rumah sakit yang baik:

1. Aktifitas di rumah sakit lebih terarah untuk mencapai tujuan.


2. Mengurangi atau menghilangkan jenis pekerjaan yang tidak produktif.
3. Alat pengukur hasil kegiatan yang dicapai.
4. Memberikan landasan pokok fungsi manajemen lainnya yaitu fungsi pengawasan.

Kerugian perencanaan rumah sakit:

1. Keterbatasan dalam ketepatan informasi dan fakta-fakta tentang masa yang akan datang.
2. Memerlukan biaya yang cukup besar.
3. Hambatan psikologis.
4. Menghambat timbulnya inisiatif.
5. Terhambatnya tindakan yang perlu diambil.

Langkah-langkah Perencanaan Rumah Sakit:

1. Analisis situasi

Tujuannya adalah untuk mengumpulkan data atau fakta. Analisis situasi ini melibatkan
beberapa aspek ilmu yaitu:

 Epidemiologi (distribusi penyakit dan determinannya) yakni kelompok penduduk


sasaran (who) yang menderita kejadian tersebut, dimana, kapan masalah tersebut
terjadi. Misalnya: data jenis penyakit yang dapat dicegah dari imunisasi.

 Antropologi (aspek budaya dan perilaku sehat, sakit masyarakat)

 Demografi (angka-angka vital statistik). Misalnya: berdasarkan kelompok umur,


jumlah kelahiran dan kematian, jumlah AKI dan sebagainya.

 Statistik (mengolah dan mempresentasikan data).

7
 Ekonomi (pembiayaan kesehatan) meliputi pendapatan, tingkat pendidikan, norma
sosial, dan sistem kepercayaan masyarakat.

 Geografis yaitu meliputi semua informasi karakteristik wilayah yang dapat


mempengaruhi masalah tersebut.

 Organisasi pelayanan meliputi motivasi kerja staf dan kader, keterampilan, persediaan
vaksin dan sebagainya.

Jenis informasi yang diperlukan untuk perencanaan adalah:

* Penyakit dan kejadian sakit di wilayah kerja.


* Data kependudukan.
* Jenis dan organisasi pelayanan kesehatan yang tersedia.
* Keadaan lingkungan dan aspek geografisnya.
* Sarana dan sumber daya penunjang.

Pengumpulan data dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung, yaitu:

 Mendengarkan keluhan masyarakat di lapangan.

 Membahas masalah-masalah kesehatan dengan tokoh-tokoh formal dan informal


masyarakat.

 Membahas masalah-masalah bersama petugas lapangan kesehatan.

 Membaca laporan kegiatan program kesehatan.

 Mempelajari peta wilayah, sensus penduduk, laporan khusus, hasil suatu survei, juklak
program, laporan tahunan.

Masalah kesehatan tersebut meliputi:

 Masalah penyakit (medis), intervensi medis yaitu diagnosa penyakit, pengobatan dan
tindak lanjut.

8
 Masalah kesehatan masyarakat (Public health), surveilen, analisis epidemiologi,
intervensi yaitu promosi kesehatan, perlindungan spesifik atau imunisasi dan deteksi dini.

2. Mengidentifikasi masalah dan prioritasnya

Masalah dapat dibagi dalam tiga kategori yaitu masalah tentang penyakit, masalah
manajemen pelayanan kesehatan (masalah program), dan masalah perilaku, sikap dan
pengetahuan masyarakat. Prioritas masalah secara praktis dapat ditetapkan berdasarkan
pengalaman staf, dana, dan mudah tidaknya maslah dipecahkan. Prioritas masalah dijadikan
dasar untuk menentukan tujuan.

Contoh masalah tentang penyakit antara lain KIA/ KB, tingginya prevalensi anemia
pada remaja putri dan wanita hamil, partus kasep, kematian ibu bersakin, BBLR, kematian
neonatal dan perinatal (misalnya akibat tetanus neonatorum, ISPA, diare), infertility, mioma,
Ca. Cervix, Ca. Mammae serta masalah komplikasi pemakaian IUD.

Contoh masalah program adalah sebagai berikut:

 Masalah input, jumlah staf kurang, keterampilan dan motivasi kerja rendah, peralatan
kurang memadai, jenis obat yang tersedia tidak sesuai.

 Masalah proses, terkait dengan fungsi manajemen (POAC) yaitu kurang jelas tujuan
program, kurang jelas rumusan masalah program (Planning), pembagian tugas tidak
jelas (Organizing), kepemimpinan kurang (Actuating), pengawasan atau supervisi
lemah (Controlling).

Contoh masalah manajemen pelayanan kesehatan antara lain tingginya jumlah anak yang
menderita diare, air minum yang terkontaminasi air limbah, kebutuhan masyarakat akan
penyuluhan kesehatan, banyaknya tumpukan sampah di sepanjang jalan umum, pemilikan
jamban keluarga yang masih rendah, kurangnya persediaan oralit di Posyandu dan
tervatasnya jumlah staf yang mampu melakukan deteksi dini diare. Yang menjadi prioritas
atau masalah utama adalah tingginya jumlah anak yang menderita diare.

Kriteria penetapan prioritas masalah kesehatan:

 Apakah masalah tersebut menimpa sebagian besar penduduk?

9
 Apakah masalah tersebut potensial sebagai penyebab tingginya kematian bayi?

 Apakah masalah tersebut mempengaruhi kesehatan dan kematian anak balita?

 Apakah masalah tersebut mengganggu kondisi kesehatan dan mengakibatkan


kematian ibu hamil?

 Apakah masalah kesehatan tersebut bersifat kronis, mnimbulkan kecatatan, dan


mengganggu produktifitas kerja masyarakat di suatu wilayah?

 Apakah masalah tersebut mengakibatkan kepanikan masyarakat secara luas?

Kriteria berdasarkan fisibilitas di lapangan:

* Apakah daerah itu mudah dicapai?


* Bagaimana partisipasi masyarakat setempat?
* Berapa cakupan kegiatan program yang telah mampu dicapai selama ini?
* Apakah masalah kesehatan tersebut adalah salah satu prioritas program kesehatan nasional?
* Apakah masalah kesehatan tsb. dapat dipecahkan dengan potensi yg. Ada?

3. Penentuan tujuan program

Kriteria penentuan tujuan program:

 Tujuan adalah hasil yang diinginkan (tolok ukur keberhasilan kegiatan).

 Tujuan harus sesuai dengan masalah, bisa dicapai, bisa diukur, bisa dilihat hasilnya.

 Tujuan penting untuk membuat perencanaan dan mengevaluasi hasilnya.

 Target operasional berhubungan dengan waktu.

 Tetapkan kegiatan program untuk mencapai tujuan.

 Tetapkan masalah dan faktor-faktor penghambat sebelum tujuan dan target


operasional ditetapkan.

10
Contoh: Untuk meningkatkan cakupan pemeriksaan antenatal care ibu-ibu hamil, dirumuskan
tujuan pelayanan “meningkatnya cakupan K1 (kunjungan ibu hamil yang pertama) dari 80%
menjadi 100%, dan K4 60% menjadi 80%”. Perlu didistribusikan bidan di setiap desa. Perlu
penyediaan kit bidan lengkap.

4. Mengkaji hambatan dan kelemahan program

Sebelum menentukan tolak ukur, perlu dipelajari hambatan-hambatan program


kesehatan yang pernah dialami atau diperkirakan baik yang bersumber dari masyarakat,
lingkungan, Puskesmas maupun dari sektor lainnya.

Hambatan program dalam manajemen rumah sakit antara lain:

 Hambatan pada sumber daya yaitu meliputi motivasi yang rendah pada staf pelaksana,
partisipasi masyarakat yang rendah, peralatan tidak lengkap, informasi tidak valid,
dana yang kurang dan yang waktu kurang.

 Hambatan pada lingkungan yaitu meliputi geografis (jalan rusak), iklim, tingkat
pendidikan rendah, sikap dan budaya masyarakat (mitos, tabu, salah persepsi) serta
perilaku masyarakat yang kurang partisipatif.

Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah membuat daftar hambatan dan kendala
program kemudaian mengeliminasi, memodifikasi, serta mengurangi yang tidak bisa
dilakukan dan menyesuaikannya dengan tujuan operasional kegiatan program.

5. Membuat rencana kerja operasional

Dengan Rencana Kerja Operasional (RKO) akan memudahkan pimpinan mengetahui


sumber daya yang dibutuhkan dan sebagai alat pemantau. Pembahasan rencana kerja
operasional meliputi:

* Mengapa kegiatan ini penting dilaksanakan?


* Apa yang akan dicapai?
* Bagaimana cara mengerjakannya?
* Siapa yang akan mengerjakan dan siapa sasaran kegiatannya?
* Sumber daya pendukung?

11
* Dimana kegiatan akan dilaksanakan?
* Kapan kegiatan ini akan dikerjakan?

2.2.1.1 FUNGSI PENGGERAKAN DAN PELAKSANAAN (ACCTUATING) DI


RUMAH SAKIT

RS adalah sebuah organisasi yang sangat kompleks. Manajemennya hampir sama


dengan manajemen sebuah hotel. Yang membedakan hanya pengunjungnya. Pengunjung RS
adalah orang yang sedang sakit dan keluarganya.Mereka pada umumnya mempunyai beban
sosial-psikologi akibat penyakit yang diderita oleh salah seorang dari anggota keluarganya.

Kompleksitas fungsi actuating di sebuah RS dipengaruhi oleh dua aspek yaitu:

 Sifat pelayanan kesehatan yang ientasi kepada konsumen penerima jasa pelayanan
(customer service). Hasil perawatan pasien sebagai customer RS ada tiga
kemungkinan yaitu sembug sempurna, cacat (squalae), atau mati. Apapun
kemungkinan hasilnya, kualitas pelayananharus diarahkan untuk kepuasan pasien
(customer satisfaction) dan keluarganya.

 Pelaksanaan fungsi actuating cukup kompleks karena tenaga yang bekerja di RS


terdiri dari berbagai jenis profesi.

Kompleksitas ketenagaan dan jenis profesi yang dimiliki oleh RS, menuntut
dikembangkannya kepemimpinan partisipatif. Model kepemimpinan manajerial seperti ini
akan menjadi salah satu faktor yang ikut menentukan mutu pelayanan RS (quality of
services) karena pelayanan kesehatan di RS hampir semuanya saling terkait satu sama lain.
Atas dasar ini, pelayanan di RS harus mengembangkan sistem jaringan kerja internal
(networking) yang solid dan menunjang satu sama lain.

Semua staf RS harus memahami visi dan misi pengembangan RS serta kebijakan
operasional pimpinan. Untuk menjaga otonomi profesi dari masing-masing SMF, kualitas
pelayanan di RS harus disesuaikan dengan standar profesi yang harus ditetapkan oleh setiap
perkumpulan dokter ahli (ikatan profesi). Stanndar profesi dikenal denga medical of conduct
dan medical ethic juga harus selalu diperhatikan oleh semua staf SMF dalam rangka menjaga
mutu pelayanan RS (quality of care).

12
Sehubungan dengan kompleksitas sistem ketenagaan dan misi yang harus diemban
oleh RS, penerapan fungsi actuating di RS akan sangat tergantung dari empat faktor. Faktor
pertama adalah kepemimpinan direktur RS; kedua adalah koordinasi yang dikembangkan
oleh masing-masing Wakil Direktur dengan kepala SMF dan kepala instalasinya; ketiga
adalah komitmen dan profesionalisme tenaga medis dan non medis di RS (dokter, perawat,
dan tenagapenunjang lainnya), dan keempat adalah pemahaman pengguna jasa pelayanan RS
(pasien dan keluarganya) akan jenis pelayanan kesehatan yang tersedia di RS.

Peranan dokter spesialis sangat besar pengaruhnya di dalam penerapan fungsi


actuating ini. Sifat otonomi profesi di tiap-tiap SMF harus diiatur agar tidak menjadi
penghambat penerapan fungsi actuating di RS. Untuk itu, mereka harus memahami benar visi
dan misi RS yang ingin dikembangkan oleh pihak manajemen (direktur) RS. Oleh karena itu,
fungsi RS harus dilihat dalam konteks kesatuan kerja dari sebuah tatanan sistem yang
terpadu.Pelayanan kesehatan dimasing-masing SMF adalah subsistemnya.

Di pihak lain, intensitas dan frekuensi komunikasi abtara pihak pimpinan RS dan
semua staf profesional harus berlangsung dinamis. Kepemimpinan, komunikasi, koordinasi
merupakan faktor penting didalam pengembangan fungsi actuating. Ketiganya akan
memudahkan penjabaran visi dan misi serta strategi pimpinan RS menembangkan mutu
pelayanan kesehatan di masing-masing SMF.Di sisi lain, dibutuhkan juga peningkatan
keterampilan manajerial di pihak pimpinan RS sehingga lebih mampu mengintregasikan
masing-masing tugas SMF ke dalam satu kesatuan gerak (networking) yang harmonis dan
saling menunjang peningkatan mutu pelayanan RS demi kepuasan pelanggannya. Jika
pendekatan ini kurang dipahami oleh pihak manajemen RS dan pimpinan SMF, budaya kerja
yang berorientasi kepada peningkatan mutu pelayanan RS tidak akan berkembang. Meraka
cenderung akan bertindak sendiri, arogansi profesi dan dukungan sarana dan prasarana
(input) pelayanan RS (teknologi dan peralatan kedokteran, logistik, keuangan, dan
sebagainya) kurang mendapat perhatian. Untuk itu pengembangan budaya kerja staf di SMF
harus diarahkan untuk mendukung tercapainya visi dan misi RS. Meraka harus menyadari
akan peranannya sebagai staf RS yang diberikan tugas istimewa memberikan asuhan
pelayanan medik dan kesehatan kepada masyarakat (customer) yang menggunakan jasa
pelayanan RS.

2.3 REKAM MEDIS DAN KESEHATAN DI RUMAH SAKIT

13
Dalam pelayanan kesehatan dan kedokteran terutama di rumah sakit maupun praktik
pribadi, peranan pencatatan Rekam Medik sangat penting dan sagat melekat pada pelayanaan.
RM adalah orang ketiga dalam pelayanan kesehatan. Catatan demikian akan berguna untuk
merekam dan mengingatkan dokter engan keadaan, hasilpemeriksaan dan pengobatan yang
telah diberikan bila pasien daang kembali untuk berobat ulang setelah beberapa hari, bulan
bahkan tahu.

Untuk mendukung peningkatan mutu dan peranan RM dalam pelayanan kesehatan,


IDI juga menerbitkan Fatwa IDI tentang RM, dalam SK No. 315/PB/A.4/88, yang
menekankan bahwa praktek profesi kedokteran harus meaksanakan RM, tidak saja untuk
dokter yang bekerja di rumah sakit tetapi juga bagi dokter yang praktik pribadi.

Sebelum RM populer seperti sekarang kalangan kesehatan dulunya menggunakan


istilah status pasien tetapi belakangan ini orang lebih cenderung menngunakan istilah Rekam
Medis sebagai terjemahan dari medical record. RM adalah kumpulan keterangan tentang
identitas, hasilanamnesis, pemeriksaan dan catatan segala kegiatan para pelayan kesehatan
atas pasien dar waktu ke waktu. Catatan ini berupa tulisan maupun gambar, dan belakangan
ini dapat pula berupa rekaman elektronik seperti komputer, mikrofilm dan rekaman suara.

Dalam PERMENKES No. 749a/MenKes/XII/89 tentang RM disebut pengertian RM


adalah berkas yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan,
pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain kepada pasien pada sarana pelayanan kesehatan.

Di rumah sakit terdapat 2 jenis RM, yaitu:

* RM untuk pasien rawat jalan


* RM untuk pasien rawat inap

Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat RM mempunyai informasi pasien
antara lain:

* Identitas dan formulir perizinan


* Riwaya penyakit
* Laporan pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan laboratorium.
* Diagnosa atau diagnosis banding
* Instruksi diagnostik dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang berwenang.

14
Untuk pasien rawat inap, sama seperti sebelumnya hanya denagan tambahan:

* Persetujuan tindakan medik


* Catatan konsultasi
* Catatan perawat da tenaga kesehatan lainnya
* Catatan observasi klinik dan pengobatan
* Resume akhir dan evaluasi pengobatan

Untuk di rumah sakit biasanya yang terpenting pelu diperhatikan untuk pasien rawat inap,
yaitupenmbuatan resume akhir. Yang isinya antara lain menjelaskan :

* Anamnesis
* Hasil penting pemeriksaan fisik diagnostik, laboratorium, rongent dan lain – lain.
* Pengobatan dan tindakan operasi yang dilaksnakan.
* Keadaan pasien waktu keluar
* Anjuran pengobatan dan perawatan.

Tujuan pembuatan resume ini antara lain:

 Untuk menjamin kontinuitas pelayanan medik dengan kualitas yang tinggi serta bahan
yang berguna bagi dikter pad awaktu menerima pasien untuk dirawat kembali.

 Bahan penilai staf medik rumah sakit

 Untuk memenuhi permintaan dari badan – badan resmi tentang perawatan seorang
pasien.

 Sebagai bahan informasi bagi dokter yang bertugas, dokter ang mengirim, dan dokter
konsultan

Secara umum kegunaan RM adalah:

 Sebagai alat komunikasi antara dokter dan tenga kesehatan lainnya yang ikut andil
dalam pelayanan kesehatan.

 Merupakan dasar untuk perencanaan pengobatan dan perawatan yang harus diberikan
kepada pasien

15
 Sebagai bukti tertulis segala pelayanan, perkembnagna penyakit dan pengobatan
selama pasien berkunjung atau dirawat di rumah sakit.

 Sebagai dasar analisis, study, evaluasi terhadap mutupelayanan yang di beriakn


kepada pasien

 Melindungi kepentingan hukum bagi pasien, rumah sakit maupun dokter dan tenaga
kesehatan lainnya

 Menyedikan data – data khusus yang sangat berguna untuk penelitian dan pendidikan

 Sebagai dasar di dalam perhitungan biaya pembayaran pelayanan medik pasien

 Menjadi sumber ingatan yang harus didokumentasikan, serta sebagai bahan


pertanggungjawaban dan laporan

Dalam pelaksanaan kegunaan RM di atas maka staf medik dan tenaga kesehatan
lainnya dituntut untuk mengisi RM scara cepat, akurat, dan mudah dibaca. Tanpa adanya
informasi medik yang dicatat dengan baik oleh kalangan medik maupun paramedik, maka
kegunaan seperti yang di kemukakan sebelumnya tidak akan tercapai.

2.5 INDIKATOR PENILAIAN MUTU ASUHAN KESEHATAN

Mutu asuhan kesehatan sebuah RS akan selalu terkait dengan struktur, proses,
outcome sistem pelayanan RS yersebut. Mutu asuhan pelayanan RS juga dapat dikaji dari
tingkat pemanfaatan sarana pelayanan oleh masyarakat, mutu pelayanan dan tingkat efisiensi
RS.

Aspek struktur

Struktur adalah semua masukan (input) untuk system pelayanan sebuah RS yang
meliputi tenaga, peralatan, dana dan sebagainya. Ada sebuah asuransi yang mengatakan
bahwa jika struktur sistem RS tertata dengan baik, akan lebih menjamin mutu asuhannya.
Baik tidaknya struktur RS diukur dari tingkat kewajaran, kuantitas, biaya, efisiensi, mutu dari
masing – masing komponen struktur.

Proses

16
Proses adalah semua kegiatan dokter dan tenaga professional lainnya yang
mengadakan interaksi secara profesional dengan pasiennya. Interaksi ini diukur antara lain
dalam bentuk penilaian tentang pasien, penegakan diagnosa, rencana tindakan pengobatan,
indikasi tindakan, penanganan penyakit, dan prosedur pengobatan.

Dalam hal ini juga dianut asumsi bahwa semakin patuh tenaga profesi menjalankan
”standards of good practice” yang telah diterima dan diakui oleh masing – masing ikatan
profesi, akan semakin tinggi pula mutu asuhan terhadap pasien. Baik tidaknya pelaksanaan
proses pelayanan di RS dapat diukur dari tiga aspek yaitu relevan tidaknya proses itu bagi
pasien, efektivitas prosesnya, dan kualitas interaksi asuhan terhadap pasien.

Outcome

Outcome adalah hasil akhir kegiatan dokter dan tenaga profesi lainnya di RS terhadap pasien.
Di sini diperlukan pedoman untuk mengukur mutu asuhan pelayanan kesehatan.

Indikator mutu pelayanan medis meliputi :

1. Angka infeksi nosokomial


2. Angka kematian kasar (Gross Death Rate)
3. Kematian pasca bedah
4. Kematian ibu melahirkan ( Maternal Death Rate-MDR)
5. Kematian bayi baru lahir (Infant Death Rate-IDR)
6. NDR (Net Death Rate di atas 48 jam)
7. ADR (Anasthesia Death Rate)
8. PODR (Post Operation Death Rate)
9. POIR (Post Operative Infection Rate)

Indikator mutu pelayanan untuk mengukur tingkat efisiensi RS :

1. Unit cost untuk rawat jalan


2. Jumlah penderita yang mengalami dekubitus
3. Jumlah penderita yang jatuh dari tempat tidur
4. BOR (Bed Occupancy Rate)
5. BTO (Bed Turn Over)
6. TOI (Turn Over Interval)

17
7. ALOS (Average Length of Stay)
8. Normal Tissue Removal Rate

Indikator mutu yang berkaitan dengan tingkat kepuasan pasien dapat diukur dengan :

1. Jumlah keluhan dari pasien/keluarganya


2. Surat pembaca di koran
3. Surat kaleng
4. Surat masuk dari kotak saran, dan sebagainya
5. Survei tingkat kepuasan pengguna pelayanan kesehatan RS

Indikator cakupan pelayanan sebuah RS terdiri dari :

1. Jumlah dan pesentase kunjungan rawat jalan/inap menurut jarak PS dengan asal pasien
2. Jumlah pelayanan dan tindakan medik
3. Jumlah tindakan pembedahan
4. Jumlah kunjungan SMF spesialis
5. Pemfaatan oleh masyarakat
6. Contact rate
7. Hospitalization rate
8. Out patient rate
9. Emergency out patient rate

Untuk mengukur mutu pelayanan sebuah RS, angka-angka standar tersebut di atas
dibandingkan dengan standar (indikator) nasional. Jika tidak ada angka standar nasional,
penilaian dialkukan dengan menggunakan hasil pencatatan mutu pada tahun sebelumnya di
RS yang sama setelah dikembangkan kesepakatan pihak manajemen / direksi RS yang
bersangkutan dengan masing-masing SMF dan staf lainnya yang terkait.

Indikator mutu yang mengacu pada keselamatan pasien:

1. Pasien terjatuh dari tempat tidur/kamar mandi


2. Pasien diberi obat yang salah
3. Tidak ada obat/alat emergensi
4. Tidak ada oksigen
5. Tidak ada alat penyedot lendir

18
6. Tidak tersedia alat pemadam kebakaran
7. Pemakaian obat tidak sesuai standar
8. Pemakaian air, listrik, gas, dan sebagainya.

Mutu pelayanan medis dan kesehatan di RS sangat erat kaitannya dengan manajemen RS
(quality of services) dan keprofesionalan kinerja SMF dan staf lainnya di RS (quality of
care). Keduanya merupakan oucome dari manajemen manjaga mutu di RS (quality assurance)
yang dilaksanakan oleh gugus kendali mutu RS. Dalam hal ini, gugus kendali mutu dapat
ditugaskan kepada komite medik RS karena mereka adalah staf fungsional (nonstruktural)
yang membantu direktur RS dengan melibatkan semua staf SMF RS.

2.4 JENIS RUMAH SAKIT DI INDONESIA

Di Indonesia dikenal tiga jenis RS sesuai dengan kepemilikan, jenis pelayanan dan
kelasnya. Berdasarkan kepemilikannya, dibedakan tiga macam RS yaitu RS Pemerintah (RS
Pusat, RS Propinsi, RS Kabupaten), RS BUMN/ABRI, dan RS Swasta yang menggunakan
dana investasi dari sumbar dalam negeri (PMDN) dan sumber luar negeri (PMA). Jenis RS
yang kedua adalah RS Umum, RS Jiwa, RS Khusus (mata, paru, kusta, rehabilitasi, jantung,
kanker, dsb). Jenis RS yang ketiga adalah RS kelas A, kelas B (pendidikan dan non-
pendidikan), RS kelas C dan RS kelas D (Kepmenkes No.51 Menkes/SK/II/1979).
Pemerintah sudah meningkatkan status semua RS Kabupaten menjadi kelas C.

Kelas RS juga dibedakan berdasarkan jenis pelayanan yang tersedia. Pada RS kelas A
tersedia pelayanan spesialistik yang luas termasuk spesialistik. RS kelas B mempunyai
pelayanan minimal sebelas spesialistik dan subspesialistik terdaftar. RS kelas C mempunyai
minimal empat spesialistik dasar (bedah, penyakit dalam, kebidanan, dan anak). Di RS kelas
D hanya terdapat pelayanan medis dasar.

Keputusan Menteri Kesehatan No.134 Menkes/SK/IV/78 Th.1978 tentang susunan organisasi


dan tata kerja Rumah Sakit Umum di Indonesia antara lain

Pasal 1 : Rumah Sakit Umum adalah organisasi di lingkungan Departemen Kesehatan yang
berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Dirjen Yan Medik.

19
Pasal 2 : Rumah Sakit Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan kesehatan (caring)
dan penyembuhan (curing) penderita serta pemulihan keadaan cacat badan dan jiwa
(rehabilitation).

Pasal 3 : Untuk menyelenggarakan tugas tersebut RS mempunyai fungsi :

1. Melaksanakan usaha pelayanan medik


2. Melaksanakan usaha rehabilitasi medik
3. Usaha pencegahan komplikasi penyakit dan peningkatan pemulihan kesehatan
4. Melaksanakan usaha perawatan
5. Melaksanakan usaha pendidikan dan latihan medis dan paramedis
6. Melaksanakan sistem rujukan
7. Sebagai tempat penelitian

Pasal 4 :

1. RS Umum yang dimaksud dalam keputusan ini adalah RS kelas A, kelas B, kelas C.

2. RS Umum kelas A adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan yang


spesialistik dan subspesialistik yang luas

3. RS Umum kelas B adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik


yang luas.

4. RS Umum kelas C adalah RSU yang melaksanakan pelayanan kesehatan spesialistik


paling sedikit empat spesialis dasar yaitu: Penyakit Dalam, Penyakit Bedah, Penyakit
Kebidanan/Kandungan, dan Kesehatan Anak.

2.5 SUSUNAN ORGANISASI RSU DI INDONESIA

Untuk Rumah Sakit Umum kelas A, susunan organisasinya diatur sesuai dengan SK Menkes
No. 543/VI/1994 adalah sebagai berikut.

1. Direktur

20
2. Wakil Direktur yang terdiri dari:

* Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan


* Wadir Penunjang Medik dan Instalasi
* Wadir Umum dan Keuangan
* Wadir komite Medik

Tiap-tiap Wadir diberikan tanggung jawab dan wewenang mengatur beberapa


bidang/bagian pelayanan dan keperawatan serta instalasi. Instalasi RS diberikan tugas untuk
menyiapkan fasilitas agar pelayanan medik dan keperawatan dapat terlaksana dengan baik.
Instalasi RS dipimpin oleh seorang kepala yang diberikan jabatan non struktural. Beberapa
jenis instalasi RS yang ada pada RS kelas A adalah instalasi rawat jalan, rawat darurat, rawat
inap, rawat intensif, bedah sentral, farmasi, patologi klinik, patologi anatomi, gizi,
laboratorium, perpustakaan, pemeliharaan sarana rumah sakit (PSRS), pemulasaran jenazah,
sterilisasi sentral, pengamanan dan ketertiban lingkungan, dan binatu.

Komite Medik (KM) juga diberikan jabatan nonstruktural yang fungsinya


menghimpun anggota yang terdiri dari para kepala Staf Medik Fungsional (SMF). KM
diberikan dua tugas utama yaitu menyusun standar pelayanan mediks dan memberikan
pertimbangan kepada direktur dalam hal:

1. Pembinaan, pengawasan dan penelitian mutu palayanan medis, hak-hak klinis khusus
lepada SMF, program pelayanan medis, pendidikan dan pelatihan (diklat), serta
penelitian dan pengembangan (litbang).

2. Pembinaan tenaga medis dan bertanggung jawab terhadap pelaksanaan etika profesi.

Semua kepala SMF diangkat oleh Dirjen Yan. Medik Depkes RI berdasarkan usulan
dari Direktur RS. Dengan mengkaji struktur organisasi dan tugas-tugas pokok RS, dapat
dibayangkan bahwa manajemen sebuah RS hampir mirip dengan manajemen hotel. Yang
berbeda, tujuan mereka yang berkunjung dan jenis pelayanannya. Masyarakat yang
berkunjung ke RS bertujuan untuk memperoleh pelayanan medis karena kejadian sakit yang
dideritanya, sedangkan mereka yang berkunjung ke hotel adalah untuk bersenag-senang.

Pembentukan KM di RS sangat diperlukan untuk membantu tugas-tugas direktur RS


dalam menjaga mutu dan etika pelayanan RS. KM dibentuk berdasarkan SK Dirjen Yan.

21
Medik Depkes RI sesuai dengan usul Direktur RS. Masa kerja Wadir KM adalah tiga tahun.
Di bawah Wadir KM terdapat panitia infeksi nasokomial, panitia rekam medis, farmasi da
terapi, audit medik, dan etika.

SMF yang menggantikan UPF ( Unit Pelaksanaan Fungsional) terdiri dari dokter
umum, dokter gigi, dokter spesialis, dan dokter subspesialis. Mereka mempunyai tugas pokok
menegakkan diagnosis, memberikan pengobatan, pencegahan penyakit, peningkatan dan
pemulihan kesehatan, penyuluhan, pelatihan dan penelitian pengembangan pelayanan medis.
Untuk RS kelas A jumlah SMF yang dimiliki minimal 15 buah yakni (1) Bedah (2) Kesehatan
Anak (3) Kebidanan dan Penyakit Kandungan (4) Penyakit Dalam (5) Penyakit Saraf (6)
Penyakit Kulit dan Kelamin (7) THT (8) Gigi dan Mulut (9) Mata (10) Radiologi (11)
Patologi Klinik (12) Patologi Anatomi (13) Kedokteran Kehakiman (14) Rehabilitasi Medik
(15) Anestesi.

Masing-masing Wadir juga dilengkapi sekretariat khusus dan bidang-bidang yang


dibagi lagi menjadi subbagian dan seksi ( sesuai dengan SK Menkes No. 134). Susunan RSU
kelas B hampir sama dengan kelas A. Bedanya hanya terletak pada jumlah dan jenis-jenis
masing-masing SMF. Untuk RSU kelasB tidak ada subspesialisasinya.

Susunan organisasi RS kelas C dan D lebih sederhana jika dibandingkan dengan kelas
A dab B. Di sini tidak ada wakil direktur, tetapi dilengkapi dengan staf khusus yang
mengurus administrasi. Kondisi ini berpengaruh pada jenis pelayanan medis dan jumlah staf
profesional (medis dan paramedis) yang dipekerjakan pada tiap-tiap RS ini. Secara umum,
jenis kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan juga akan ikut menentukan
peningkatan kelas sebuah RS di suatu wilayah, terutama yang berlokasi di ibu kota provinsi.

22
Struktur organisasi RSUD Dr. M.M Dunda Limboto sesuai Peraturan Daerah
Kabupaten Gorontalo Nomor 18 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Organisasi dan Tata
Kerja Rumah Sakit Umum Daerah Dr. M.M Dunda Limboto Kabupaten Gorontalo, terdiri
dari :

1. Direktur

2. Wakil Direktur Administrasi dan Keuangan, membawahi :

 Bagian Administrasi dan Umum;

 Bagian Keuangan; dan

 Bagian Bina Program dan Publikasi.

3. Wakil Direktur Pelayanan membawahi :

 Bidang Pelayanan Medis ;

 Bidang Pelayanan Keperawatan ; dan

 Bidang Pelayanan Penunjang,

4. Bagian Administrasi dan Umum, membawahi :

 Sub Bagian Ketatausahaan;

23
 Sub Bagian Kepegawaian dan Diklat; dan

 Sub Bagian Rumah Tangga dan Perlengkapan.

5. Bagian Keuangan, membawahi :

 Sub Bagian Akuntansi dan Pelaporan;

 Sub Bagian Perbendaharaan; dan

 Sub Bagian Verifikasi dan Anggaran.

6. Bagian Bina Program dan Publikasi, membawahi :

 Sub Bagian Perencanaan dan Evaluasi ;

 Sub Bagian Hukum dan Humas; dan

 Sub Bagian Promosi Kesehatan Rumah Sakit.

7. Bidang Pelayanan Medis, membawahi :

 Seksi Pelayanan Medis; dan

 Seksi Rekam Medis dan Sistem Informasi Rumah Sakit.

8. Bidang Pelayanan Keperawatan, membawahi :

 Seksi Pelayanan dan Asuhan Keperawatan; dan

 Seksi Etika dan Pengembangan Mutu Keperawatan.

9. Bidang Pelayanan Penunjang, membawahi :

 Seksi Penunjang Medis; dan

 Seksi Penunjang Non Medis

10. Kelompok Jabatan Fungsional

Sebagai upaya pemberdayaan pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan


fungsinya selalu di upayakan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan melalui
pendidikan dan pelatihan secara berkesinambungan. Saat ini jumlah pegawai berjumlah 559
orang terdiri dari Pegawai Negeri Sipil 347 orang, Tenaga Kontrak 129 orang, dan Tenaga
Abdi 83 orang.

24
URAIAN TUGAS

1. Direktur

Direktur mempunyai tugas memimpin, menentukan kebijakan, membina,


mengkoordinasikan, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan tugas dan fungsi RSUD
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Wakil Direktur Administrasi & Keuangan

Wakil Direktur Administrasi & Keuangan mempunyai tugas memimpin, menentukan


kebijakan, membina, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengendalikan pelaksanaan tugas
dan fungsi Bagian Administrasi & Umum, Keuangan, Bina Program dan Publikasi serta
tugas-tugas lainnya yang diberikan oleh atasan langsung.

a. Kepala Bagian Administrasi & Umum

Kepala Bagian Administrasi & Umum mempunyai tugas untuk menyiapkan


perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian serta
bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan kegiatan administrasi umum,
ketatausahaan, administrasi kepegawaian & diklat, perpustakaan, rumah tangga dan
perlengkapan.

b. Bagian Keuangan

Bagian keuangan mempunyai tugas untuk menyiapkan perumusan kebijakan,


koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian serta bertanggungjawab terhadap
kelancaran kegiatan pelaksanan anggaran dan verifikasi, perbendaharaan, akuntansi dan
pelaporan serta tugas-tugas lainnya dari atasan langsung.

c. Kepala Bagian Bina Program dan Publikasi

Kepala Bagian Bina Progran dan Publikasi mempunyai tugas untuk menyiapkan
perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian serta
bertanggungjawab terhadap kelancaran pelaksanaan kegiatan perencanaan dan evaluasi,
hukum dan rekam medik, humas dan PKRS serta tugas-tugas lainnya dari atasan langsung.

25
3. Wakil Direktur Bidang Pelayanan dan Keperawatan.

Wakil Direktur Bidang Pelayanan dan keperawatan mempunyai tugas memimpin,


menentukan kebijakan, membina, mengkoordinasikan, mengawasi dan mengendalikan
pelaksanaan kegiatan pelayanan medik, penunjang medik dan non medik, pelayanan
keperawatan serta tugas-tugas lainnya dari atasan langsung.

a. Bidang Pelayanan Medis

Menyiapkan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengawasan, pengendalian


dan perencanaan dan pelaporan kegiatan pelayanan medis, Rekam medik, Sistem Informasi
Rumah Sakit (SIRS), pelayanan peserta jaminan (Askes Sosial, Askes Komersial, PJKMU,
Jamkesmas, Jamsostek, Jamkesda) serta tugas-tugas lainnya yang diberikan atasan langsung.

b. Bidang Keperawatan

Bidang Keperawatan mempunyai tugas untuk menyiapkan perumusan kebijakan,


koordinasi, pembinaan, pengawasan dan pengendalian pelayanan dan asuhan keperawatan,
etika dan mutu keperawatan serta tugas-tugas lainnya yang diberikan atasan langsung.

c. Bidang Pelayanan Penunjang

Menyiapkan perumusan kebijakan, koordinasi, pembinaan, pengawasan, pengendalian dan


perencanaan dan pelaporan kegiatan pelayanan penunjang, kebutuhan tenaga, pemeliharaan
sarana dan prasarana, serta tugas-tugas lainnya yang diberikan atasan langsung.

26
BAB 3

PENUTUP
1. KESIMPULAN

Manajemen rumah sakit adalah koordinasi antara berbagai sumber daya (unsur
manajemen) melalui proses perencanaan, pengorganisasian, dan kemampuan pengendalian
untuk mencapai tujuan rumah sakit seperti : Menyiapkan sumber daya, mengevaluasi
efektivitas, mengatur pemakaian pelayanan, efisiensi, dan kualitas.

Melalui perencanaan program di rumah sakit akan dapat diketahui:

1. Tujuan program di rumah sakit dan bagaimana cara mencapainya.


2. Jenis dan kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai tujuan tersebut.
3. Struktur organisasi rumah sakit yang dibutuhkan.
4. Jumlah dan jenis kualifikasi staf yang diinginkan, dan uraian tugasnya.
5. Sejauh mana efektifitas kepemimpinan di rumah sakit.
6. Komunikasi serta bentuk dan standar pengawasan yang perlu dikembangkan oleh
manajer dan perlu dilaksanakan.

Kemudian, semua rencana yang telah di programkan, dilanjutkan dalam wujud nyata
yaitu pelaksanaan, yang dijalankan oleh sebuah organisasi yang telah dibentuk secara
terpadu dan profesional, dengan tidak melupakan adanya sebuah badan atau media kontrol
(pengawasan), sehingga tercipta manajemen rumah sakit yang bermutu, minim dengan cacat
atau kesalahan.

2. SARAN

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pembaca


tentang “MANAJEMEN RUMAH SAKIT”, dan pembaca juga dapat memahami secara
keilmuan dari istilah tersebut.

27

Anda mungkin juga menyukai