Anda di halaman 1dari 4

Gaya Hidup Berkelanjutan, Selamatkan Bumi dan Sehatkan Tubuh

Kompas.com - 20/11/2020, 10:11 WIB

Lihat Foto Ilustrasi sampah plastik yang menumpuk.( Dok. Freepik/jcomp)

Penulis Hotria Mariana | Editor Agung Dwi E

KOMPAS.com – Kira-kira 700 tahun yang akan datang, kondisi Bumi berubah bak distopia. Gersang
dan hanya dipenuhi sampah layaknya tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang, Bekasi.
Jangankan hewan, tumbuhan saja enggan hidup di atas tanahnya.

Di sisi lain, manusia—yang sudah lebih dulu melakukan migrasi massal guna menyelamatkan diri—
hidup nyaman di pesawat luar angkasa Axiom yang dioperasikan perusahaan Buy N Large (BnL).

Nahasnya, kekacauan akibat sampah-sampah konsumerisme manusia di Bumi tadi hanya diberesi
oleh satu robot kecil berkarat bernama Wall E. Anda yang pernah menyaksikan film animasi Wall
E bisa jadi tak asing dengan secuil kisah di atas. Saking sarat akan nilai moral, film ini sukses
menyabet penghargaan Academy Award for Best Animated Feature Film pada 2009.

Wall E sendiri dirilis pada 2008 silam. Kendati demikian, film tersebut tak akan pernah basi.
Pasalnya, kisah yang diangkat masih dan sepertinya akan terus relevan selama Bumi mengalami
pergulatan dengan sampah.

Ya, kerusakan lingkungan akibat sampah masih jadi isu pelik bagi hampir seluruh negara di dunia,
tak terkecuali Indonesia. Keberadaannya pun tak hanya ditemukan di daratan, tapi juga di perairan.
Dalam laman www.ppid.menlhk.go.id, Jumat (21/2/2020), Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) mengungkapkan, Indonesia mampu memproduksi 67,8 ton sampah setiap
tahun. Jumlah ini akan terus bertambah seiring pertumbuhan penduduk.

Di antara sampah itu, sampah plastik menjadi masalah mengkhawatirkan. Jika solusi tak kunjung
tampak, Menteri LHK Siti Nurbaya memprediksi jumlah sampah plastik di Indonesia akan naik dua
kali lipat pada 2050 dan berkontribusi sebesar 35 persen dari total sampah yang ada.

Sebelum itu terjadi, Indonesia sebenarnya sudah menyandang predikat sebagai negara kedua
penyumbang sampah plastik terbesar di dunia menurut studi Jambek 2015 yang dimuat pada laman
Our World in Data. Bukan sesuatu yang membanggakan, bukan? Apalagi ditambah dengan prediksi
peningkatan jumlah sampah di atas.

Meski begitu, bukan berarti tak ada solusi untuk hal tersebut. Pun, tidak ada kata terlambat untuk
melakukan kebaikan bagi Bumi, rumah umat manusia. Asal semua pihak berkolaborasi, isu sampah
plastik bisa diatasi.

Hidup berkelanjutan bebas sampah

Penerapan gaya hidup berkelanjutan (sustainable lifestyle) menuju bebas sampah (towards zero
waste) menjadi salah satu langkah mencegah kerusakan lingkungan akibat sampah plastik yang
kian menjadi momok.

Diberitakan Kompas.com, Rabu (17/6/2020), gaya hidup berkelanjutan bebas sampah merupakan
upaya konservasi sumber daya yang melibatkan produksi, konsumsi, penggunaan kembali, dan
pemulihan produk hingga kemasan.

Solusi tersebut dianggap lebih mumpuni dibandingkan membuang sampah ke tempat pembuangan
akhir. Gaya hidup bebas sampah ini pun telah banyak diterapkan di berbagai negara maju,
khususnya yang mulai peduli soal isu kerusakan lingkungan.

Pengaplikasian gaya hidup berkelanjutan bebas sampah tidaklah sulit dalam kehidupan sehari-hari.
Masyarakat cukup menjalankan tiga konsep reduce, reuse, and recycle. Misalnya, saat mengelap
kotoran. Ketimbang menggunakan tisu sekali buang, ada baiknya memakai kain sehingga tak ada
sampah yang dihasilkan.

Sekalipun terpaksa menghasilkan sampah, masyarakat perlu mengklasifikasi menurut jenisnya,


yakni organik dan nonorganik. Hal ini bukan saran semata, melainkan sudah diatur dalam Peraturan
Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah
Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Dengan begitu, proses pengelolaan sampah lebih mudah dilakukan. Contohnya, sampah organik
diolah jadi bahan kompos dan sampah non-organik didaur ulang menjadi barang bernilai ekonomi.

Implementasi selanjutnya, yakni bijak saat makan. Makanan tak habis lalu terbuang begitu saja
menjadi pemandangan akrab sehari-hari di Indonesia. The Economist Intelligence Unit 2018
melaporkan, Indonesia menduduki posisi kedua sebagai negara penghasil sampah makanan
terbesar di dunia.
Kondisi itu tentu tak bisa dianggap sepele. Menurut IPCC 2007, hasil pembusukan kotoran makanan
yang kerap bercampur dengan sampah organik lain berisiko 25 kali lebih berbahaya merusak
lingkungan dibanding karbon dioksida. Singkatnya, sampah makanan juga dapat memicu efek gas
rumah kaca (GRK).

Selain kedua hal di atas, gaya hidup berkelanjutan bebas sampah juga bisa diterapkan saat
membeli sebuah produk.

Seperti diketahui, manusia memang tak bisa lepas dari plastik. Hampir seluruh benda yang
digunakan maupun produk makanan yang dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari bersinggungan
dengan benda berbahan polimer tersebut.

Memang, beberapa jenis plastik digadang jadi penyebab kerusakan lingkungan karena limbahnya
sulit terurai. Namun, perlu diketahui, tak semua jenis bahan polimer berbahaya.

Salah satunya recycled Polietilena tereftalat (r-PET) yang merupakan plastik hasil daur ulang bahan
Polietilena tereftalat (PET). Ini sekaligus mengartikan bahwa r-PET lebih bersifat ramah lingkungan.
Bahkan, hasil daur ulangnya pun bisa diolah menjadi barang bernilai jual.

Masyarakat bisa memulai gaya hidup berkelanjutan dengan cermat memilih produk berkemasan
ramah lingkungan. Selain itu, dapat pula dengan mengurangi kebiasaan membeli barang
berkemasan ganda.

Peran korporasi

Gaya hidup berkelanjutan bebas sampah sebenarnya bukan hanya menjadi tanggung jawab
masyarakat. Pelaku industri manufaktur yang memiliki pengaruh dalam perilaku konsumtif
masyarakat juga perlu berkontribusi dalam menunjang gaya hidup tersebut.

Contohnya saja upaya yang dilakukan Re.juve Indonesia lewat tiga programnya, yakni
#GoodforYou, #GoodforEarth, dan #GoodforSociety.

Re.juve merupakan produsen sekaligus brand minuman jus berbahan buah segar, sayuran organik
segar, dan rempah segar dalam kemasan. Misi perusahaan ini adalah membantu konsumen
menjalani hidup yang lebih bahagia lewat pilihan berbagai produk makanan dan minuman lezat,
sehat, dan transparan.

Hal itu tergambar pada konsep #GoodforYou, yakni menghadirkan produk berbahan dasar asli
segar nan organik, mulai dari buah, sayuran, hingga rempah, bukan konsentrat dan tanpa bahan
tambahan apa pun.

Kepedulian Re.juve dalam menghadirkan produk sehat tak hanya berfokus pada masyarakat, tapi
juga lingkungan. Ini mengingat perusahaan tersebut membutuhkan kemasan untuk produk mereka.

Agar tidak menambah jumlah sampah plastik, sejak April 2019, Re.juve telah menyerukan ajakan
"Bring Back Your Empty Bottle" kepada para konsumennya.

Bekerja sama dengan Bank Sampah, kumpulan botol bekas kemasan Re.juve didaur ulang menjadi
jersey, ember, dan barang bermanfaat lain. Seluruh toko Re.juve juga hanya menyediakan sedotan
biodegradable dan kantong ramah lingkungan untuk pelanggan.
Komitmen Re.juve dalam menjaga lingkungan kian diperkuat melalui prinsip #GoodforEarth.
Implementasinya, per Januari 2020, seluruh kemasan produk Re.juve hanya menggunakan bahan
100 persen r-PET yang merupakan hasil daur ulang kemasan produk plastik sebelumnya.

Tak hanya botol bekas kemasan, sampah kegiatan produksi pun menjadi perhatian Re.juve. Terkait
hal ini, Re.juve menjalin kerja sama dengan KOMPIS untuk mengolah sampah buah dan sayuran
menjadi maggot yang menjadi kebutuhan pakan ternak. Sisa produksi yang dihasilkan pun diberikan
secara cuma-cuma sebagai bentuk kontribusi perusahaan kepada masyarakat.

Menurut data KOMPIS, dengan mengirimkan secara langsung sampah organik dari central
production facility (CPF) di Cikupa ke fasilitas pengolahan maggot di Ciater, Tangerang Selatan,
Re.juve telah membantu meniadakan proses pemilahan sampah yang memakan biaya tinggi.

Lewat kerja sama itu, Re.juve turut memberikan keuntungan kepada masyarakat setempat hingga
Rp 10,5 juta per bulan. Pasalnya, peran warga dibutuhkan untuk mengolah materi organik menjadi
50 kilogram maggot per hari.

Komitmen Re.juve untuk mengajak konsumennya dalam menggalakkan gaya hidup berkelanjutan
juga diperkuat dengan pilar ketiga, yakni #GoodforSociety yang berfokus pada hal-hal baik bagi
masyarakat. Program tersebut diimplementasikan melalui dukungan dana dan produk bagi
pembinaan atlet bulu tangkis di Candra Wijaya International Badminton Center (CWIBC).

Sesuai dengan visi produk untuk menjadi brand with integrity, Re.juve yakin ketiga langkah tersebut
dapat memberikan manfaat, tak hanya bagi masyarakat, tapi juga Bumi.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gaya Hidup Berkelanjutan, Selamatkan Bumi
dan Sehatkan Tubuh", Klik untuk
baca: https://lifestyle.kompas.com/read/2020/11/20/101100120/gaya-hidup-berkelanjutan-
selamatkan-bumi-dan-sehatkan-tubuh.
Penulis : Hotria Mariana
Editor : Agung Dwi E

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:


Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Anda mungkin juga menyukai