Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

KARYA ILMIAH PENGAWASAN MUTU PAKAN

DISUSUN OLEH :

NAMA : HELBI SAPUTRA

SEMESTER : VI (ENAM)

DOSEN : INFITRIA S.Pt M. Si

PROGRAM STUDI PETERNAKAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS ISLAM KUANTAN SINGINGI

(UNIKS)

2020
BAB I
PENGAWASAN MUTU PAKAN
A. Pengawasan

Pengawasan adalah proses dalam menetapkan ukuran kinerja dan


pengambilan tindakan yang dapat mendukung pencapaian hasil yang diharapkan
sesuai dengan kinerja yang telah ditetapkan tersebut. Controlling is the process of
measuring performance and taking action to ensure desired results. Pengawasan
adalah proses untuk memastikan bahwa segala aktifitas yang terlaksana sesuai
dengan apa yang telah direncanakan . The process of ensuring that actual
activities conform the planned activities.
Menurut Winardi “Pengawasan adalah semua aktivitas yang dilaksanakan
oleh pihak manajer dalam upaya memastikan bahwa hasil aktual sesuai dengan
hasil yang direncanakan”. Sedangkan menurut Basu Swasta “Pengawasan
merupakan fungsi yang menjamin bahwa kegiatan-kegiatan dapat memberikan
hasil seperti yang diinginkan”. Sedangkan menurut Komaruddin “Pengawasan
adalah berhubungan dengan perbandingan antara pelaksana aktual rencana, dan
awal Unk langkah perbaikan terhadap penyimpangan dan rencana yang berarti”.
Pengawasan adalah suatu upaya yang sistematik untuk menetapkan kinerja
standar pada perencanaan untuk merancang sistem umpan balik informasi, untuk
membandingkan kinerja aktual dengan standar yang telah ditentukan, untuk
menetapkan apakah telah terjadi suatu penyimpangan tersebut, serta untuk
mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua
sumber daya perusahaan atau pemerintahan telah digunakan seefektif dan
seefisien mungkin guna mencapai tujuan perusahaan atau pemerintahan. Dari
beberapa pendapat tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa pengawasan
merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya
pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi
dan berjalan dengan baik.
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari
adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan
dicapai. melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan
kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan
secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas
yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana
pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi
sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana
penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.
Konsep pengawasan demikian sebenarnya menunjukkan pengawasan
merupakan bagian dari fungsi manajemen, di mana pengawasan dianggap sebagai
bentuk pemeriksaan atau pengontrolan dari pihak yang lebih atas kepada pihak di
bawahnya.” Dalam ilmu manajemen, pengawasan ditempatkan sebagai tahapan
terakhir dari fungsi manajemen. Dari segi manajerial, pengawasan mengandung
makna pula sebagai:
“pengamatan atas pelaksanaan seluruh kegiatan unit organisasi yang
diperiksa untuk menjamin agar seluruh pekerjaan yang sedang dilaksanakan
sesuai dengan rencana dan peraturan.”
atau
“suatu usaha agar suatu pekerjaan dapat dilaksanakan sesuai dengan
rencana yang telah ditentukan, dan dengan adanya pengawasan dapat
memperkecil timbulnya hambatan, sedangkan hambatan yang telah terjadi
dapat segera diketahui yang kemudian dapat dilakukan tindakan
perbaikannya.”
Sementara itu, dari segi hukum administrasi negara, pengawasan dimaknai
sebagai
“proses kegiatan yang membandingkan apa yang dijalankan, dilaksanakan,
atau diselenggarakan itu dengan apa yang dikehendaki, direncanakan, atau
diperintahkan.”
Hasil pengawasan ini harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat
kecocokan dan ketidakcocokan dan menemukan penyebab ketidakcocokan yang
muncul. Dalam konteks membangun manajemen pemerintahan publik yang
bercirikan good governance (tata kelola pemerintahan yang baik), pengawasan
merupakan aspek penting untuk menjaga fungsi pemerintahan berjalan
sebagaimana mestinya. Dalam konteks ini, pengawasan menjadi sama pentingnya
dengan penerapan good governance itu sendiri.
Dalam kaitannya dengan akuntabilitas publik, pengawasan merupakan
salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi warga masyarakat
terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan
yang efektif, baik pengawasan intern (internal control) maupun pengawasan
ekstern (external control). Di samping mendorong adanya pengawasan
masyarakat (social control).
Sasaran pengawasan adalah temuan yang menyatakan terjadinya penyimpangan
atas rencana atau target. Sementara itu, tindakan yang dapat dilakukan adalah:
a.    mengarahkan atau merekomendasikan perbaikan;
b.    menyarankan agar ditekan adanya pemborosan;
c.    mengoptimalkan pekerjaan untuk mencapai sasaran rencana.

Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:
1.  Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau
badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.”
Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan
langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang
dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan
inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan
menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.
Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit
pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di
Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga
tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam
menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat
pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya
perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses
harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak
dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.
2.  Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga
dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan
pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan
pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara
lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem
pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan
preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan
langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi
lebih awal.
Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan
terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini
lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah
ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan
dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.

3.  Pengawasan Aktif dan Pasif


Pengawasan dekat (aktif) dilakukan sebagai bentuk “pengawasan yang
dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.” Hal ini berbeda dengan
pengawasan jauh (pasif) yang melakukan pengawasan melalui “penelitian dan
pengujian terhadap surat-surat pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-
bukti penerimaan dan pengeluaran.” Di sisi lain, pengawasan berdasarkan
pemeriksaan kebenaran formil menurut hak (rechmatigheid) adalah “pemeriksaan
terhadap pengeluaran apakah telah sesuai dengan peraturan, tidak kadaluarsa, dan
hak itu terbukti kebenarannya.” Sementara, hak berdasarkan pemeriksaan
kebenaran materil mengenai maksud tujuan pengeluaran (doelmatigheid) adalah
“pemeriksaan terhadap pengeluaran apakah telah memenuhi prinsip ekonomi,
yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya yang serendah mungkin.”
4.  Pengawasan kebenaran formil menurut hak (rechtimatigheid) dan
pemeriksaan kebenaran materiil mengenai maksud tujuan pengeluaran
(doelmatigheid)
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara, pengawasan ditujukan
untuk menghindari terjadinya “korupsi, penyelewengan, dan pemborosan
anggaran negara yang tertuju pada aparatur atau pegawai negeri.” Dengan
dijalankannya pengawasan tersebut diharapkan pengelolaan dan pertanggung
jawaban anggaran dan kebijakan negara dapat berjalan sebagaimana
direncanakan.

B. Pengendalian
Pengendalian merupakan tahap yang menentukan dari proses manajemen.
Oleh sebab itu, kemampuan untuk melakukan pengendalian merupakan salah satu
fungsi dan peran manajer yang sangat penting. Pengendalian diartikan sebagai
“proses pemantauan aktivitas untuk menjamin bahwa standar dapat terlaksana
sebagaimana yang direncanakan dan melakukan langkah koreksi terhadap
penyimpangan yang berarti.” 
Yang dimaksud dengan standar adalah pedoman datau tolak banding yang
ditetapkan sebagai dasar untuk pengukuran kapasitas, kuantitas, isi, nilai, biaya,
kualitas, dan kinerja.  Secara kualitatif maupun kuantitatif, standar merupakan
pernyataan mengenai hasil yang diharapkan tepat, eksplisit, dan formal.

Adapun fungsi pokok dalam pengendalian adalah:

1.  Mencegah terjadinya penyimpangan-penyimpangan atau kesalahan dengan


melakukan pengendalian secara rutin disertai adanya ketegasan-ketegasan
dalam pengawasan, yakni dengan pemberian sanksi yang sewajarnya
terhadap penyimpangan yang terjadi.
2.  Memperbaiki berbagai penyimpangan yang terjai. Jika penyimpangan telah
terjadi, hendaknya pengendalian dapat mengusahakan cara-cara perbaikan.
3.  Mendinamisasikan organisasi. Dengan adanya pengendalian maka diharapkan
sedini mungkin dapat dicegah adanya penyimpangan, sehingga unit
organisasi selalu dalam keadaan bekerja secara efektif dan efesien.
4.  Mempertebal rasa tanggung jawab. Dengan adanya pengendalian dari pihak
manajemen, maka karyawan diharapkan memiliki rasa tanggung jawab
terhadap pekerjaan yang diembannya.

Asas-Asas Pengendalian
Harold Koontz dan Cyirl O’Donnel mengemukakan asas-asas pengendalian yaitu:

1. Asas Tercapainya Tujuan


Pengendalian harus ditujukan ke arah tercapainya tujuan yaitu dengan
mengadakan perbaikan untuk menghindari penyimpangan-penyimpangan
dari rencana.

2. Asas Efisiensi Pengendalian


Pengendalian itu efisien,jika dapat menghindari penyimpangan dari rencana,
sehingga tidak menimbulkan hal-hal lain yang di luar dugaan.

3. Asas Tanggung Jawab Pengendalian  


Pengendalian hanya dapat dilaksanakan jika jika manajer bertanggung jawab
terhadap pelaksanan rencana.

4. Asas Pengendalian terhadap Masa depan


Pengendalian yang efektif harus ditujukan ke arah pencegahan
penyimpangan-penyimpangan yang akan terjadi, baik pada waktu sekarang
maupun masa yang akan datang.

5.   Asas Pengendalian Langsung


Teknik kontrol yang paling efektif ialah mengusakan adanya manajer
bawahan yang berkualitas baik. Pengendalian itu dilakukan oleh manajer,
atas dasar bahwa manusia itu sering berbuat salah. Cara yang paling tepat
untuk menjamin adanya pelaksanaan yang sesuai dengan rencana adalah
mengusahakan sedapat mungkin para petugas memiliki kualitas yang baik.
6. Asas Refleksi Rencana
Pengendalian harus disusun dengan baik sehingga dapat mencerminkan
karakter dan susunan rencana.
7. Asas Penyesuaian dengan Organisasi
Pengendalian harus dilakukan sesuai dengan struktur organisasi. Manajer
dengan bawahannya merupakan sarana untuk melaksanakan rencana. Dengan
demikian pengendalian yang efektif harus disesuaikan dengan besarnya
wewenang manajer sehingga mencerminkan struktur organisasi.

8. Asas Penendalian Individual


Pengendalian dan teknik pengendalian harus sesuai dengan kebutuhan
manajer. Teknik pengendalain harus ditujukan terhadap kebutuhan-kebutuhan
akan informasi setiap manajer.

9. Asas Standar
Pengendalian yang efektif dan efisien memerlukan standar yang tepat yang
akan dipergunakan sebagai tolok ukur pelaksanan dan tujuan yang akan
dicapai.
10. Asas Pengendalian Terhadap Strategis
Pengendalian yang efektif dan efisien memerlukan adanya perhatian yang
ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis dalam perusahaan.

11. Asas Kekecualian


Efisiensi dalam pengendalian membutuhkan adanya perhatian yang ditujukan
terhadap faktor kekecualian.

12. Asas Pengendalian Fleksibel


Pengendalian harus luwes untuk menghindari kegagalan pelaksanaan
rencana.

13. Asas Peninjauan Kembali


Sistem pengendalian harus ditinjau berkali-kali agar sistem yang digunakan
berguna untuk mencapai tujuan.

14. Asas Tindakan


Pengendalian dapat dilakukan apabila ada ukuran-ukuran untuk mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan rencana, organisasi, staffing, dan directing.

Jenis-Jenis Pengendalian
Jenis-jenis pengendalian adalah sebagai berikut:

1. Pengendalian Karyawan (Personnel Control)


Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang ada hubungannya dengan
kegiatan karyawan. Misalnya apakah karyawan bekerja sesuai dengan
rencana, perintah, tata kerja, disiplin, absensi, dan sebagainya.

2. Pengendalian Keuangan (Financial Control)


Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut keuangan,
tentang pemasukan dan pengeluaran, biaya-biaya perusahaan termasuk
pengendalian anggaran.

3. Pengendalian Produksi (Production Control)


Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas produksi
yang dihasilkan, apakah sesuai dengan standar atau rencananya.

4. Pengendalian Waktu (Time Control)


Pengendalian ini ditujukan kepada penggunaan waktu, artinya apakah waktu
untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai atau tidak dengan rencana.

5. Pengendalian Teknis (Technical Control)


Pengendalian ini ditujukan kepada hal-hal yang bersifat fisik yang
berhubungan dengan tindakan dan teknis pelaksanaan.
6. Pengendalian Kebijaksanaan (Policy Control)
Pengandalian ini ditujukan untuk mengetahui dan menilai, apakah
kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi telah dilaksanakan sesuai yang telah
digariskan.

7. Pengendalian Penjualan (Sales Control)


Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui, apakah produksi atau jasa yang
dihasilkan terjual sesuai dengan target yang ditetapkan.

8. Pengendalian Inventaris (Inventory Control)


Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui, apakah inventaris perusahaan
masih ada semuanya atau ada yang hilang.

9. Pengendalian Pemeliharaan (Maintenance Control)


Pengendalian ini ditujukan untuk mengetahui, apakah semua inventaris
perusahaan dan kantor dipelihara dengan baik atau tidak, dan jika ada yang
rusak apa kerusakannya, apa masih dapat diperbaiki atau tidak.

Proses-Proses Pengendalian
Proses pengendalian dilakukan secara bertahap melalui langkah-langkh berikut:

a. Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan)


Tahap pertama dalam pengendalian adalah penetapan standar pelaksanaan.
Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dapat digunakan
sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil. Standar adalah kriteria-kriteria
untuk mengukur pelaksanaan pekerjaan. Kriteria tersebut dapat dalam bentuk
kuantitatif ataupun kualitatif. Standar pelaksanaan (standard performance) adalah
suatu pernyataan mengenai kondisi-kondisi yang terjadi bila suatu pekerjaan
dikerjakan secara memuaskan.
Standar pelaksanaan pekerjaan bagi suatu aktifitas menyangkut kriteria:
ongkos, waktu, kuantitas, dan kualitas. Tipe bentuk standar yang umum adalah:
1.    Standar-standar fisik, meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah
langganan, atau kualitas produk.
2.  Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup
biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan
lain-lain.
3.  Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu
pekerjaan harus diselesaikan.

b. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan


Penentuan standar akan sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk
mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam
pengendalian adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat.

c. Pengukuran pelaksanaan kegiatan


Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan
pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terus-
menerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan yaitu
pengamatan (observasi), laporan-laporan (lisan dan tertulis), pengujian (tes), atau
dengan pengambilan sampel.

d. Pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan


Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan
nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan.

e. Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan


Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini
harus diambil. Tindakan koreksi mungkin berupa:
1.   Mengubah standar mulu-mulu (barangkali terlalu tinggi atau terlalu rendah)
2.  Mengubah pengukuran pelaksanaan
3.  Mengubah cara dalam menganalisa dan menginterpretasikan
penyimpangan-penyimpangan

Adapun bagan proses pengendalian dapat digambarkan sebagai berikut:


1. Penetapan standar pelaksanaan
2. Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan
3. Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata
4. Pembandingan dengan standar pelaksanaan
5. Pengambilan tindakan koreksi bila perlu

C. Pengawasan dan Pengendalian

Berdasarkan uraian di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan mendasar


antara pengawasan dan pengendalian adalah :

 pengawasan dapat dilakukan secara periodik (berkala) sedangkan


 pengendalian harus dilakukan setiap saat
Dengan demikian dapat dipahami tujuan dan manfaat dari pengawasan dan
pengendalian (wasdal). yaitu :
1.   Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan,
pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan
2.   Mencegah terulangnya kembali kesalahan, penyimpangan, penyelewengan,
pemborosan, hambatan, dan ketidakadilan
3.   Mendapatkan cara-cara yang lebih baik atau membina yang telah baik
4.   Menciptakan suasana keterbukaan, kejujuran, partisipasi, dan akuntabilitas
organisasi
5.   Meningkatkan kelancaran operasi organisasi
6.   Meningkatkan kinerja organisasi
7.   Memberikan opini atas kinerja organisasi
8.   Mengarahkan manajemen untuk melakukan koreksi atas masalah-masalah
pencapaian kerja yang ada
9.  Menciptakan terwujudnya pemerintahan yang bersih

Sedangkan manfaat wasdal adalah untuk meningkatkan akuntabilitas dan


keterbukaan. Wasdal pada dasarnya menekankan langkah-langkah pembenahan
atau koreksi yang objektif jika terjadi perbedaan atau penyimpangan antara
pelaksanaan dengan perencanaannya.
BAB II

KRITERIA MUTU PAKAN

2.1.      Standar Mutu

Sistem standar mutu merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari
pembinaan mutu hasil pertanian sejak proses produksi bahan baku hingga produk
di tangan konsumen. Penerapan sistem standarsasi secara optimal sebagai alat
pembinaan mutu hasil pertanian bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses
produksi maupun produktivitas dibidang pertanian yang pada akhirnya akan
meningkatkan daya saing dan mendorong kelancaran pemasaran komoditi pangan
serta mendorong berkembangnya investasi di sektor pertanian. Kebijakan mutu
dan standarisasi yang dilaksanakan adalah: (1) Pengembangan sistem jaminan
mutu dan keamanan pangan. (2) Penyusunan dan penerapan standar (SNI)
(Kementrian Pertanian, 2009).

2.2.      Parameter mutu

Pada dasarnya kualitas pakan bisa dibagi atas 3 macam yaitu : (1) kualitas
pakan berdasarkan kandungan nutrisinya yang diperkuat dari hasil analisa
proksimat di laboratorium pabrik pakan, (2) kualitas pakan berdasarkan tampilan
fisik yang bisa cepat dilihat dengan penciuman dan penglihatan biasa, dan (3)
kualitas pakan berdasarkan kelengkapan bahan pendukung. Terdapat enam sifat
fisik pakan yang penting, yaitu: berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis.
Menurut SNI 01-4227-1996, persyaratan mutu bungkil kedelai meliputi
kandungan nutrisi dan batas toleransi aflatoksin.
2.3.      Kriteria Mutu

            Berikut kriteria mutu bungkil kedelai menurut SNI 01-4227-1996:

Komposisi kimia Bungkil kedelai I Bungkil Kedelai II


Air maksimum (%) 12 12
Protein kasar minimum (%) 46 40
Serat Kasar Maksimum (%) 6,5 9
Abu maksimum (%) 7 8
Lemak maksimum (%) 3,5 5
Ca (%) 0.2-0.4 0.2-0.4
P (%) 0.5-0.8 0.5-0.8
Aflatoksin maksimum (ppb) 50 50
Urea (%)*
Sumber: SNI 01-4227-1996

2.4.      Acuan yang Dipakai

            Acuan utama dalam penyusuanan standar mutu bungkil kedelai SNI 01-
4227-1996 yaitu:
a.       SNI 01-2326-1991 Cara Pengambilan Contoh
b.      Metode Analisis Aflatoxin dari AOAC.26 Edisi 14-1984, Metode TLC (Thin
Layer Chromatograph).

2.5. Penurunan Mutu Pakan

Mutu bahan maupun produk dapat mengalami penurunan akibat dari:


a.       kerusakan,
b.      pencemaran dan pemalsuan,
c.       adanya komponen antinutrisi maupun toksik.

Zat kimia beracun atau yang membahayakan dapat terkandung dalam


produk atau bahan dan dapat menurunkan mutu bahan, dapat melalui beberapa
sebab antara lain:
1. secara alami tedapat pada bahan,
2. Kontaminasi,
3. zat tambahan yang tidak sesuai ketentuan,
4. reaksi atau proses kimiawi kemudian,
5. kondisi intoleran pada individu yang bersangkutan

2.6. Kerusakan akibat Serangga

            Berupa kerusakan fisik dan kimiawi. Kerusakan secara fisik terjadi akibat
kontaminasi bahan pakan oleh kotoran, jaring, bagian tubuh dan bau kotoran.
Serangga memakan dan merusak struktur fisik bahan pakan, seperti berlubang,
hancur dan memicu pertumbuhan mikroorganisme lain. Aktivitas makan yang
dilakukan oleh serangga menyebabkan bahan pakan kehilangan berat. Kerusakan
secara kimiawi menyebabkan penurunan kualitas bahan. Bahan pakan yang
disimpan dapat mengalami beberapa perubahan kimiawi yang dapat merubah rasa
dan nilai nutrisi. Serangga hama mampu mempercepat perubahan kimiawi
berbahaya. Sekresi enzim lipase oleh serangga mampu meningkatkan proses
kerusakan secara kimiawi. Serangan serangga dapat meningkatkan panas bahan
pakan. Saat populasi serangga telah mencapai kepadatan tertentu, aktivitas
metaboliknya mengeluarkan lebih banyak panas dari yang dapat dihilangkan.
Kerapatan populasi yang sangat tinggi dapat meningkatkan suhu hingga mencapai
45oC dan bila diikuti dengan kehadiran mikroorganisme, seperti jamur, suhu dapat
mendekati 75oC.
            Sitophilus oryzae atau serangga penggerak merupakan hama utama pada
beras yang disimpan. Adanya serangga ini pada beras yaitu ditandai dengan butir
beras berlubang–lubang atau hancur menjadi tepung karena gerakan serangga.
Akibat hama ini yaitu beras dapat kehilangan berat (susut berat) mencapai 23%
setelah disimpan beberapa bulan. Sitophilus oryzae mempunyai ciri yaitu sewaktu 
masih muda berwarna cokelat atau cokelat kehitaman dan setelah dewasa
berwarna hitam. Panjang tubuh berkisar 2–5 mm (rata–rata yaitu 2–3,5 mm), pada
sayap bagian depan terdapat empat buah bintik berwarna kuning kemerahan. Cara
hidup serangga ini yaitu serangga betina yang akan bertelur menggerek salah satu
sisi butiran beras dengan moncongnya untuk makan dan membuat liang,
kemudian telur ditempatkan dalam liang gerakan. Serangga betina dapat bertelur
sebanyak 300-400 butir, setelah beberapa hari telur akan menetas menjadi ulat.
Lingkungan hidup yang ideal pada suhu 25–30 0C dengan kelembaban 70% dan
kadar air bahan 10–15%. Dalam kondisi seperti ini, siklus hidupnya berlangsung
31–37 hari.

2.7. Penurunan Mutu Bahan Pakan Nabati

Penurunan mutu bahan pakan biji-bijian dan hasil ikutannya dalam bentuk
tepung adalah akibat oleh adanya kerusakan, pemalsuan dan pencemaran.
Pengendalian mutu bahan pakan biji-bijian dan kacang-kacangan agar tidak
mengalami kerusakan dapat dilakukan dengan mempertahankan kadar air yaitu
sekitar 10 – 14%. Untuk menghindari adanya pencemaran dan pemalsuan maka
perlu dilakukan pemeriksaan awal terhadap kadar air, adanya sisa-sisa metal
(logam berat), bau, kotoran dan bahan kontaminan non biologis lainnya serta
adanya kutu atau serangga. Untuk menghilangkan adanya senyawa beracun
alamiah seperti tannin. HCN dapat dilakukan melalui pengolahan (membuat
tepung, fermentasi) hijauan yang terdiri dari daun-daunan dan rumput-rumputan
termasuk bahan mudah rusak apabila tidak ditangani semestinya. Bahan ini mudah
rusak karena sisa-sisa pertahanan fisiologik masih ada, tetapi cepat hilang dan
perlindungan alami rendah. Penurunan mutu hijauan antara lain disebabkan oleh
adanya :
1.      kerusakan mikrobiologi
2.      adanya senyawa beracun
cara penanggulangannya adalah dengan pengawetan yaitu melakukan pengeringan
dibuat Hay atau pengawetan secara asam dengan membuat silase. Adapun
senyawa beracun secara alamiah juga terdapat pada jenis rumput-rumputan dapat
dilakukan penurunan dengan cara pemanasan atau pelayuan sebelum bahan
tersebut diberikan pada ternak.
BAB III
ASPEK MUTU PAKAN
Era perdagangan bebas menuntut setiap produsen pakan untuk menghasilkan
pakan bermutu sesuai dengan standar internasional.Memasuki era globalisasi dan
perdagangan bebas pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma.
Titik berat kepada sistem budidaya (onfarm) mengalami pergeseran ke arah yang
lebih terintegrasi dan komprehensif, yaitu agribisnis. Sistem agribisnis peternakan
mencakup usaha peternakan mulai dari subsistem hulu (penyedia sapronak :
pakan, bibit dan alat-alat), subsistem budidaya (onfarm), subsistem hilir
(pengolahan dan pemasaran) dan subsistem agribisnis penunjang (lembaga jasa
dan kebijakan).
Pakan merupakan salah satu komoditi dari subsistem agribisnis hulu, atau dengan
kata lain penyedia sapronak untuk subsistem budidaya ternak. Pakan merupakan
faktor terpenting untuk menunjang budidaya ternak karena berimbas pada
peningkatan bobot badan ternak dan performa ternak yang diinginkan.
Peningkatan populasi, produksi daging, susu dan telur sebagai hasil ternak sangat
tergantung dari penyediaan pakan yang baik dan berkualitas. Selain itu dalam
usaha peternakan biaya pakan mencapai persentasi tertinggi dalam biaya produksi
yaitu mencapai 50 –70%.
Penyediaan pakan ternak di Indonesia sudah dilakukan dalam industri skala besar,
khususnya untuk pakan non hijauan dan tanaman pakan. Bahkan pada sektor
perunggasan industri pakan sudah terintegrasi menjadi sitem agribisnis
perunggasan. Sedangkan untuk penyediaan hijauan atau tanaman pakan masih
harus didapatkan dari petani hijauan atau tanaman pakan. Seiring munculnya
industri pakan ternak diperlukan iklim yang kondusif agar persaingan usaha
berlangsung sehat.
Distribusi atau peredaran pakan atau bahan baku pakan melalui jalur ekspor-impor
di era perdagangan bebas akan lebih mudah. Indonesia harus memperhatikan hal
ini karena sebagian besar bahan baku pakan ternak kita masih dipenuhi dari
impor. Adanya bebas biaya tarif untuk impor harus diperhatikan karena dapat
membuat produsen bahan baku pakan lokal kalah bersaing.
Era perdagangan bebas menuntut setiap negara untuk menghasilkan produk yang
bermutu tinggi termasuk pakan, agar dapat bersaing di pasar internasional.
Adanya SPS (Sanitary Phyto Sanitary) menuntut produsen pakan agar mengikuti
peraturan tersebut untuk menghasilkan pakan bermutu sesuai dengan preferensi
konsumen. Pakan yang diproduksi tentunya harus sesuai dengan standar SNI dan
standard internasional (Codex Alimentarius Commision).
Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu yang
mencakup aspek keamanan pakan, aspek kesehatan ternak, aspek keamanan
pangan dan aspek ekonomi. Keempat aspek tersebut penting untuk dipenuhi
karena akan berpengaruh pada kesehatan ternak, penyediaan pangan hasil ternak
dan keamanan konsumen dalam mengkonsumsi pangan hasil ternak, serta
efisiensi biaya agar dihasilkan pakan yang bernilai ekonomis.
Perlu legislasi pakan
Sebuah legislasi atau peraturan perlu dibuat untuk menunjang penyediaan pakan
yang mencakup aspek keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan dan
ekonomi. Peraturan atau kebijakan yang dibuat pemerintah juga harus
memperhatikan situasi dan kondisi terkini, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta sosial kultural masyarakat khususnya petani dan peternak.
Peraturan tentang pakan di Indonesia sampai saat ini masih berada dan beracuan
pada UU No. 6 tahun 1967 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Walaupun
pada perjalanannya hingga sekarang UU tersebut sedang mengalami revisi. Selain
UU peraturan tentang pakan ternak juga terdapat dalam bentuk peraturan
pemerintah sebagai Keputusan Menteri Pertanian nomor :
242/kpts/OT.210/4/2003 tentang pendaftaran dan labelisasi pakan.
UU No. 6 tahun 1967 tentang peternakan dan kesehatan hewan hanya memuat
tanaman pakan sebagai pakan ternak. UU ini tidak mencantumkan pakan termasuk
bahan baku pakan selain tanaman pakan, imbuhan pakan (feed additive) dan
bahan pelengkap lainnya sebagai pakan ternak. Pengaturan tentang industri pakan
serta bagaimana pendistribusian pakan ternak sama sekali tidak tersentuh dalam
UU ini. Aspek yang menyangkut keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan
pangan dan ekonomi juga tidak termuat. Sehingga mengimplikasikan bahwa UU
ini tidak relevan lagi digunakan sebagai pedoman, peraturan tentang pakan ternak
pada kondisi globalisasi, perdagangan bebas, perkembangan IPTEK dan
tumbuhnya industri pakan terintegrasi.
Melihat ketidakrelevanan UU No. 6 tahun 1967 yang menaungi tentang pakan
ternak maka pemerintah melakukan revisi pada UU tersebut. Revisi ini sekarang
sudah masuk pada tahap penyelesaian naskah akademis. Pada naskah tersebut
sudah termuat bab khusus tentang pakan pada bagian ketiga yang memuat tujuh
pasal, yaitu pasal 20-26. Bagian tersebut meliputi definisi pakan, jenis
pengusahaan, pengadaan dan distribusi pakan, keamanan pakan, perizinan
pengusahaan pakan dan peraturan-peraturan dengan instansi yang berhubungan
dengan isi yang sudah hampir memuat seluruh aspek mutu pakan.
Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak
Keamanan pakan yang berimbas pada kesehatan ternak memang belum termuat
dalam UU No. 6 tahun 1967. Tetapi pada revisinya yang masih berupa naskah
akademis termaktub dalam pasal 22 yang terdiri dari dua ayat. Ayat pertama
berisikan bahwa pemerintah menetapkan batas maksimum kandungan bahan
pencemar fisik, kimia, biologis pada bahan baku pakan yang dapat mengganggu
kesehatan dan produksi ternak serta konsumen produk ternak.
Lebih jelas lagi pada ayat berikutnya diterangkan, bahwa pakan yang berasal dari
organisme transgenik harus memenuhi persyaratan keamanan pakan dan keamaan
hayati. Tetapi ada sedikit kerancuan pada pasal berikutnya, yaitu pada pasal 23
ayat 4 poin c. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang atau badan
hukum dilarang mencampur pakan dengan antibiotika terentu sebagai feed
additive. Penjelasan tentang pemakaian antibiotika ini menimbulkan interpretasi
yang bermacam-macam. Karena belum dijelaskan jenis apa yang dilarang sebagai
feed additive.
Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak sangat penting dimasukkan ke
dalam peraturan, sehingga pemerintah menyepesifikasikannya dalam bentuk
peraturan Keputusan Menteri Pertanian RI tentang pendaftaran dan labelisasi
pakan. Pada Kepmen ini sudah mencakup hampir semua hal yang berkaitan
tentang pendaftaran dan labelisasi pakan. Mulai dari mekanisme pendaftaran dan
labelisasi, syarat pendaftaran dan labelisasi serta sanksi hukum bagi pelanggar
prosedur pendaftaran dan labelisasi.
Tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendaftaran dan labelisasi.
Label pada pakan harus mampu menjadi alat trace back, jika sewaktu-waktu
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti  timbulnya penyakit pada ternak
akibat mengonsumsi pakan dan adanya pengaduan konsumen bahwa pakannya
tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sehingga trace ability dapat
berjalan dengan baik dan kepercayaan konsumen akan kembali.
Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak perlu diperhatikan karena pada
kondisi sekarang banyak ditemukan penyakit ternak yang ditimbulkan oleh pakan.
Penyakit BSE (Bovine Spongioform Encephalopaty) misalnya adalah penyakit
yang ditimbulkan akibat sapi mengonsumsi pakan berasal dari campuran tepung
daging tulang (MBM), tepung ikan dan tepung darah. Sehingga penetapan standar
pakan yang baik dan tidak berbahaya lagi bagi kesehatan ternak harus ditaati dan
menjadi acuan penyusunan formulasi ransum ternak.
Aspek keamanan pangan dan ekonomi
Pakan yang dibuat untuk konsumsi ternak juga harus memperhatikan aspek
keamanan pangan. Karena pakan yang bagus dan bermutu tinggi akan
menigkatkan produksi pangan hasil ternak (daging, telur dan susu) untuk
kebutuhan konsumen. Penggunaan senyawa fisik, kimia, biologi pada pakan tidak
boleh membahayakan kesehatan ternak dan konsumen produk ternak. Penggunaan
hormon atau antibiotika yang berbahaya sebagai feed additive juga harus dilarang
karena dapat menjadi residu pada bahan pangan hasil ternak. Penggunaan bahan
baku pakan yang berasal dari organisme transgenik juga harus diperhatikan sebab
dapat saja menjadiGMO (Genetically Modified Organism) pada pangan hasil
ternak yang berbahaya bagi konsumen.
Peraturan pakan yang berhubungan dengan keamanan pangan belum termuat pada
UU No. 6 tahun 1967. Tetapi dalam revisinya tercantum pada pasal 22 ayat 1 dan
2. Sedangkan lebih jauh lagi pada Kepmen tentang pendaftaran dan labelisasi
pakan. Pada Kepmen disebutkan bahwa pendaftaran dan labelisasi pakan harus
memenuhi standar teknis yang telah ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu SNI
tentang pakan harus memuat kriteria-kriteria yang berimplikasi pada keamanan
pangan seperti batas cemaran mikroba dan serta kandungan antibiotika sebagai
feed additive.
Industri pakan yang tumbuh pesat dan terintegrasi harus diiringi dengan peraturan
yang menciptakan iklim yang kondusif untuk menciptakan persaingan sehat
dalam aspek ekonomi. Peraturan tentang perizinan usaha, pengadaan dan
distribusi pakan sudah termuat dalam revisi UU No. 6 tahun 1967. Tetapi
peraturan tentang tataniaga perdagangan ekspor-impor pakan belum termuat. Hal
ini justru penting sekali karena pakan, bahan baku pakan dan feed additive sering
sekali dikenakan biaya cukup tinggi dalam perdagangan ekspor-impor. Sebagai
contoh, karena tidak adanya penjelasan tentang definisi feed additive pada UU No.
6 tahun 1967, Departeman Keuangan RI mengenakan PPN pada produk tersebut.
Karena menurut UU yang dibuat Departemen Keuangan RI, feed additive tidak
masuk dalam barang strategis. Padahal feed additive ini merupakan bahan
imbuhan pakan yang merupakan barang strategis.
Revisi UU No. 6 tahun 1967  sudah selesai memasuki naskah akademis. Seluruh
stake holder peternakan masih mempunyai kesempatan untuk memberikan
masukan terhadap revisi tersebut. Khusus untuk pakan diharapkan UU tersebut
merupakan UU payung untuk peraturan lainnya yang melingkupi aspek-aspek
penting dalam pakan, yaitu keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan
dan ekonomi. 
BAB IV
KUALITAS PAKAN KARBOHIDRAT
ANALISIS PROKLIMAT

Analisis proksimat adalah suatu metoda analisis kimia untuk mengidentifikasi


kandungan nutrisi seperti protein, karbohidrat, lemak dan serat pada suatu zat
makanan dari bahan pakan atau pangan. Analisis proksimat memiliki manfaat
sebagai penilaian kualitas pakan atau bahan pangan terutama pada standar zat
makanan yang seharusnya terkandung di dalamnya. Hal ini dapat berdampak
besar dalam suatu pertumbuhan ternak, sehingga dalam praktikum ini kita akan
melihat sejauh mana Meat and bone meal (MBM)  bisa menjadi salah satu pakan
yang memiliki zat gisi yang tinggi.
Analisa Proksimat

1. Analisa Kadar Air


Air adalah zat makanan yang paling sederhana, namun adalah yang paling sukar
penentuannya dalam analisis proksimat. Penentuan kadar air dilakukan dengan
pemanasan 105°C secara terus menerus sampai sampel bahan beratnya tidak
berubah lagi (konstan). Namun, untuk produk-produk biologik, bila dipanaskan
dengan temperature melebihi 70°C, akan kehilangan zat-zat volatil (zat-zat yang
mudah menguap). Sehingga, untuk penetuan kadar yang tepat, pemanasan dengan
temperature yang lebih rendah dan dengan menggunakan desikator yang dapat
divakumkan. Tetapi karena alat ini sangat terbatas kapasitasnya, sampel yang
dapat dianalisa juga terbatas. Untuk alasan ini laboratorium tetap menggunakan
temperature tinggi. Pentingnya air dalam menentukan nilai makanan adalah
pengaruhnya terhadap komposisi makanan karena sifat pengencer air tersebut.
Karena air sangat variable, maka harus diperhitungkan bila seseorang ingin
membeli suatu bahan makanan. Bahan makanan yang mengandung banyak air,
bila harganya murah, kelihatannya memberikan tawaran yang baik, namun kadar
air harus diketahui, dan bila telah didapat kadar airnya, kita dapat membandingkan
nilai makanan bahan tersebut atas dasar bahan kering, untuk mendapatkan nilai
makanan yang sebenarnya
Patokan pemberian makanan tidak memperhitungkan kebutuhan air oleh ternak
dan Tillman (1989) berpendapat bahwa hal ini merupakan kekeliruan di
Indonesia, terutama karena banyak pengusaha ternak kelihatannya tidak cukup
memberikan perhatian pentingnya air bagi ternak. Kebutuhan air berhubungan
erat dengan konsumsi kalori yang dapat diperhitungkan. Sehingga air yang
diberikan sebagai minuman harus dapat tersedia setiap waktu untuk mencukupi
kebutuhannya (Tillman, 1989).

2. Analisa Kadar Abu
Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang
penting. Jumlah abu dalam bahan makanan hanya penting untuk menentukan
perhitungan BETN. Kenyataannya, kombinasi unsure-unsur mineral dalam bahan
makanan berasal dari tanaman sangat bervariasi sehingga nilai abu tidak dapt
dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsure mineral tertentu atau
kombinasi unsur-unsur yang penting ( Tillman, 1989).
Pada bahan makanan yang berasal dari hewan, kadar abu berguna sebagai indeks
untuk kadar kalsium dan fosfor. Dengan diketahuinya kadar abu, masih
diperlukan analisis lebih lanjut untuk memisahkan 17 unsur penting yang
diperlukan ilmu makanan (Tillman, 1989).

3. Analisa Kadar Serat Kasar


Istilah serat makanan ( dietary fiber ) harus dibedakan dengan isitilah  serat kasar (
crude fiber ) yang biasa digunakan dalam analisa proksimat bahan pangan. Serat
kasar adalah bagian dari pakan yang tidak dapat dihidrolisi oleh bahan-bahan
kimia yang digunakan untuk menentukan kadar serat kasar yaitu asam sulfat
( H2SO4  1,25% ) dan natrium hidroksida ( NaOH 1,25% ). Sedangkan  serat
makanan adalah bagian dari bahan pangan yang tidak dapat di hidrolisis oleh
enzim-enzim pencernaan.
Menurut Piliang dan Djojosoebagio ( 2002 ), mengemukakan bahwa hasil yang
dimaksudkan dengan serat kasar ialah sisa bahan makanan yang telah mengalami
proses pemanasan dengan asam kuat dan basa kuat 30 menit yang dilakukan
dilaboratorium. Dengan proses seperti ini dapat ini dapat merusak abeberapa
macam serat yang tidak dapat dicerna oleh manusia dan tidak dapat diketahui
komposisi kimia. Tiap-tiap bahan yang membentuk dinding sel. Oleh karena itu
serat kasar merendahkan perkiraan jumlah kandungan serat besar 80% untuk
hemiselulosa 50 – 90%  atau lignin dan 20- 50% untuk selulosa.

4. Analisa Kadar Protein Kasar


Analisa protein dapat dilakukan dengan dua metode yaitu secara kualitatif terdiri
atas reaksi xantoprotein, reaksi Hopkins-cole, reaksi millon nitroprusida, dan
reaksi sakaguchi. Secara kuantitatif terdiri dari metode Khejedal, metode titrasi
formol, metode lowry, metode spekrofotometer visiable ( buret ), dan metode
spetorofotometri. 

5. Analisa Kadar Lemak Kasar


Klasifikasi lemak dan minyak
Menurut Rohman (2007), berdasarkan strukturnya lemak terdiri dari:
a.       Lemak sederhana (simple lipids)
     Ester lemak-alkohol
     Contohnya : ester gliserida, lemak, dan malam.
b.      Lemak komplek (composite lipids dan sphingolipids)
     Ester lemak-non alcohol
     Contohnya : fosfolipid, glikolipid, aminolipid, lipoprotein
c.       Turunan lemak (derived lipids)
     Contohnya : asam lemak, gliserol, keton, hormon, vitamin larut lemak,
steroid, karotenoid, aldehid asam lemak, lilin dan hidrokarbon.
     Berdasarkan kejenuhannya :
1.      Asam lemak jenuh
          Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung ikatan
tunggal pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak jenuh mempunyai rantai zig-zag
yang dapat cocok satu sama lain, sehingga gaya tarik vanderwalls tinggi, sehingga
biasanya berwujud padat.
Contohnya ialah : asam butirat, asam palmitat, asam stearat.

2.      Asam lemak tak jenuh


Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang mengandung satu ikatan
rangkap pada rantai hidrokarbonnya. Asam lemak dengan lebih dari satu ikatan,
dua tidak lazim, terutama terdapat pada minyak nabati, minyak ini disebut
poliunsaturat. Trigliserida tak jenuh ganda (poli-unsaturat) cenderung berbentuk
minyak. Contohnya ialah : asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat.
6. Analisa Kadar Fosfor
Kehadiran fosfat dalam air menimbulkan permasalahan terhadap kualitas air,
misalnya terjadinya eutrofikasi. Untuk memecahkan masalah tersebut dengan
mengurangi masukan fosfat kedalam badan air, misalnya dengan mengurangi
pemakaian bahan yang menghasilkan limbah fosfat dan melakukan pengolahan
limbah fosfat.
Fosfat adalah unsur dalam suatu batuan beku ( apit ) atau sedimen dengan
kandungan fosfor ekonomis. Biasanya kandungan fosfor dinyatakan sebagai bobe
phosphate of lime ( BPL ) atau triphosphate of lime ( TPL ) atau berdasarkan
P2O5.
Fosfat sebagai pupuk alam tidak cocok untuk tanaman pangan, karena tidak larut
dalam air sehingga sulit diserap oleh akar tanaman pangan. Fosfat untuk pupuk
tanaman pangan perlu diolah menjadi pupuk buatan Anonim (2007).
7. Analisa Kadar Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh manusia.
Kira-kira 99% kalsium terdapat didalam jaringan keras, yaitu pada tulang dan
gigi. 1% kalsium terdapat pada darah dan jaringan lunak. Tanpa kalsium yang 1%
ini, otot akan mengalami gangguan kontraksi darah akan sulitmembeku,
tranformasi darah terganggu ( Anonim, 2010 ).
Fungsi dari kalsium yaitu:
1.      Membentuk serta mempertahankan tulang dan gigi yang sehat.
2.      Mencegah osteoporis.
3.      Membantu proses pembekuan proses pembekuan darah dan penyembuhan
luka.
4.      Mengatur kontraksi otot.
5.      Menghantar sinyal ke dalm sel-sel syaraf.
6.      Membantu transport ion melalui membrane
7.      Sebagai komponen penting dalam produksi hormone dan enzim yang
mengatur proses pencernaan, energy dan metabolism lemak.
8.      Mengatasi kram, sakit pinggang, wasir, dan reumatik.
9.      Mengatasi keluhan saat haid dan menopause
10.  Meminimalkan penyusunan tulang selam hamil dan menyusui.

F. Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN)


Kandungan BETN suatu bahan pakan sangat tergantung pada komponen lainnya,
seperti abu, protein kasar, serat kasar dan lemak kasar. Jika jumlah abu, protein
kasar, esktrak eter dan serat kasar dikurangi dari 100, perbedaan itu disebut bahan
ekstrak tanpa nitrogen (BETN). BETN merupakan karbohidrat yang dapat larut
meliputi monosakarida, disakarida dan polisakarida yang mudah larut dalam
larutan asam dan basa serta memiliki daya cerna yang tinggi.
Bahan ekstrak tanpa nitrogen merupakan bagian karbohidrat yang mudah dicerna
atau golongan karbohidrat non-struktural. Karbohidrat non-struktural dapat
ditemukan di dalam sel tanaman dan mempunyai kecernaan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan karbohidrat struktural. Gula, pati, asam organik dan bentuk
lain dari karbohidrat seperti fruktan termasuk ke dalam kelompok karbohidrat
non-struktural dan menjadi sumber energi utama bagi sapi perah yang berproduksi
tinggi. Kemampuan karbohidrat non-struktural untuk difermentasi dalam rumen
nilainya bervariasi tergantung dari tipe pakan, cara budidaya dan pengolahan
bahan ekstrak tanpa nitrogen tersusun dari gula, asam organik, pektin,
hemiselulosa dan lignin yang larut dalam alkali.
BAB V

2.1.      Aspek Keamanan Pakan


Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak perlu diperhatikan karena
pada kondisi sekarang banyak ditemukan penyakit ternak yang ditimbulkan oleh
pakan. Penyakit BSE (Bovine Spongioform Encephalopaty) misalnya adalah
penyakit yang ditimbulkan akibat sapi mengonsumsi pakan berasal dari campuran
tepung daging tulang (MBM), tepung ikan dan tepung darah. Sehingga penetapan
standar pakan yang baik dan tidak berbahaya lagi bagi kesehatan ternak harus
ditaati dan menjadi acuan penyusunan formulasi ransum ternak.
Keamanan pakan yang berimbas pada kesehatan ternak memang belum
termuat dalam UU No. 6 tahun 1967. Tetapi pada revisinya yang masih berupa
naskah akademis termaktub dalam pasal 22 yang terdiri dari dua ayat. Ayat
pertama berisikan bahwa pemerintah menetapkan batas maksimum kandungan
bahan pencemar fisik, kimia, biologis pada bahan baku pakan yang dapat
mengganggu kesehatan dan produksi ternak serta konsumen produk ternak.
2.2.      Standarisasi
Standarisasi adalah suatu aturan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Maka yang dimaksud dengan standarisasi mutu adalah penentuan mutu barang
dengan menggunakan berbagai kriteria, misalnya volume, berat dan warna. The
International Organizzation for Standardization (ISO) menetapkan pengertian
standarisasi mutu adalah suatu spesifikasi teknis tentang mutu suatu komoditas
atau dokumen lain yang dapat digunakan untuk umum yang dibuat dengan cara
kerjasama dan konsensus dari pihak-pihak yang berkepentingan berdasarkan pada
hasil konsultasi ilmu pengetahuan, teknologi dan pengalaman sehingga
standarisasi mutu itu dapat dimanfaatkan masyarakat secara optimal.
Standarisasi mutu merupakan kesepakatan atau konsensus bersama
sehingga menjangkau aspirasi semua pihak yang berkepentingan dan sekaligus
bersifat mengikat. Menetapkan standarisasi mutu harus mempertimbangkan
pengalaman nasional dan kondisi masyarakat, serta perlu didasari latar belakang
pengetahuan lapangan yang luas. Standar mutu suatu komoditas dari negara lain
belum tentu sesuai diterapkan di Indonesia tanpa cukup pengetahuan latar
belakang tentang komoditas tersebut di Indonesia yaitu tentang sistem produksi
dan sistem pemasaran serta aspirasi berbagai pihak termasuk produsen, industri
dan konsumenya.
2.3.      Tujuan Standarisasi Mutu
            Secara umum tujuan standarisasi mutu adalah untuk:
·           Memperlancar transaksi arus barang dan jasa dalam perdagangan domestik 
maupun internasional. Selain itu berguna untuk menghilangkan hambatan teknis 
dalam perdagangan melalui harmonisasi standar;
·           Membantu mempercepat desiminasi sistem manajemen, teknologi dan inovasi;
·           Meningkatkan daya saing bisnis dengan fokus terhadap mutu, keamanan, 
keselamatan, kesehatan dan pelestarian lingkungan;
·           Memfasilitasi penilaian dan pembuktian kesesuaian dan optimasi infrastruktur
standardisasi.

Standar mutu produk yang diciptakan untuk memenuhi persyaratan


standarisasi mutu disebut mutu baku (standar quality). Selain itu standarisasi
mutu juga dapat menunjang sistem perdagangan, pengembangan ekonomi
nasional dan industrialisasi. Standarisasi penting untuk dapat menilai dan
menentukan kualitas dari suatu produk ataupun objek tertentu termasuk
standarisasi produk-produk peternakan. Standarisasi produk peternakan sangatlah
penting, khususnya di era globalisasi seperti sekarang ini yang menuntut produsen
untuk jeli dalam membaca keinginan pasar dan harus menyesuaikan kualitas
produk yang dihasilkan agar memiliki daya saing yang sama dengan produk-
produk lain. Dengan adanya standar yang jelas maka konsumen dapat terhindar
dari kerugian yang diakibatkan oleh kelalaian produsen karena produk yang dibeli
harus disesuaikan dengan standar yang telah ditetapkan sehingga dapat
melindungan keamanan serta kenyamanan konsumen.

2.4.      Era Perdagangan Bebas


Distribusi atau peredaran pakan atau bahan baku pakan melalui jalur
ekspor-impor di era perdagangan bebas akan lebih mudah. Indonesia harus
memperhatikan hal ini karena sebagian besar bahan baku pakan ternak kita masih
dipenuhi dari impor. Adanya bebas biaya tarif untuk impor harus diperhatikan
karena dapat membuat produsen bahan baku pakan lokal kalah bersaing. Era
perdagangan bebas menuntut setiap negara untuk menghasilkan produk yang
bermutu tinggi termasuk pakan, agar dapat bersaing di pasar internasional.
Adanya SPS (Sanitary Phyto Sanitary) menuntut produsen pakan agar mengikuti
peraturan tersebut untuk menghasilkan pakan bermutu sesuai dengan preferensi
konsumen. Pakan yang diproduksi tentunya harus sesuai dengan standar SNI dan
standard internasional (Codex Alimentarius Commision).

TINJAUAN ASPEK MUTU DALAM KEGIATAN

INDUSTRI PANGAN

2.1. Teknologi dan Industri Pangan

Teknologi pangan adalah teknologi yang mendukung pengembangan industri

pangan dan mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya

mengimplementasikan tujuan industri untuk memenuhi permintaan konsumen.

Teknologi pangan diharapkan berperan dalam perancangan produk, pengawasan

bahan baku, pengolahan, tindak pengawetan yang diperlukan, pengemasan,

penyimpanan, dan distribusi produk sampai ke konsumen. Industri pangan

merupakan industri yang mengolah hasil–hasil pertanian sampai menjadi produk

yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, industri pangan lebih

berkiprah pada bagian hilir dari proses pembuatan produk tersebut. Menurut

Wirakartakusumah dan Syah (1990), fungsi utama suatu industri pangan adalah
untuk menyelamatkan, menyebarluaskan, dan meningkatkan nilai tambah produk–

produk hasil pertanian secara efektif dan efisien.

Titik tolak kegiatan suatu usaha industri pangan harus berdasarkan pada

permintaan konsumen akan suatu produk pangan. Komsumen akan selalu

menuntut suatu produk yang aman, berkualitas/bermutu, praktis/mudah untuk

disiapkan dan disajikan, serta enak rasanya dengan harga yang terjangkau.

Pertumbuhan industri pangan yang pesat akan dapat memenuhi kebutuhan

masyarakat terhadap produk–produk pangan dengan mutu terjamin dan harga

yang bersaing. Di samping itu, pengembangan sektor industri pangan akan dapat

memperluas kesempatan kerja, meningkatkan nilai tambah serta menambah devisa

negara.

Wirakartakusumah dan Syah (1990) menyatakan bahwa industri pangan di

Indonesia secara umum dibagi menjadi industri kecil dan industri besar. Indstri

pangan kecil biasanya masih menggunakan cara–cara tradisional dan bersifat

padat karya, sedangkan industri pangan besar lebih modern dan padat modal. Pada

garis besarnya, aspek–aspek yang harus diperhatikan dalam industri pangan

adalah aspek teknologi, penyebaran lokasi, penyerapan tenaga kerja, produksi,

ekspor dan peningkatan mutu. Peran serta teknologi harus selalu didampingi

kajian ekonomis yang terkait dengan faktor mutu. Walaupun faktor mutu akan

menambah biaya produksi, peningkatan biaya mutu diimbangi dengan

peningkatan penerimaan oleh konsumen. Di samping dapat menimbulkan citra


yang baik dari konsumen, pengendalian mutu yang efektif akan mengurangi

tingkat resiko rusak atau susut.

Beberapa kasus di Indonesia menunjukkan bahwa adanya kelemahan dalam hal

pengawasan mutu industri pangan dapat berakibat fatal terhadap kesehatan

konsumen dan kelangsungan industri pangan yang bersangkutan. Contohnya,

seperti kasus biskuit beracun pada tahun 1989. Akibat ketedoran tersebut,

perusahaan yang bersangkutan harus ditutup. Penolakan beberapa jenis makanan

olahan yang diekspor ke luar negeri juga menunjukkan bahwa pengawasan mutu

masih belum dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, perkembangan teknologi

yang pesat diikuti dengan pertumbuhan industri yang cepat harus didukung oleh

sistem pengawasan mutu yang baik.

2.2. Konsep Mutu

Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran

yang beragam. Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa mutu merupakan

gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan

bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Gatchallan

(1989) dalam Hubeis (1994) berpendapat bahwa mutu dianggap sebagai derajat

penerimaan konsumen terhadap produk yang dikonsumsi berulang (seragam atau

konsisten dalam standar dan spesifikasi), terutama sifat organoleptiknya. Juran

(1974) dalam Hubeis (1994) menilai mutu sebagai kepuasan (kebutuhan dan

harga) yang didapatkan konsumen dari integritas produk yang dihasilkan

produsen. Menurut Fardiaz (1997), mutu berdasarkan ISO/DIS 8402–1992


didefinsilkan sebagai karakteristik menyeluruh dari suatu wujud apakah itu

produk, kegiatan, proses, organisasi atau manusia, yang menunjukkan

kemampuannya dalam memenuhi kebutuhan yang telah ditentukan.

Kramer dan Twigg (1983) mengklasifikasikan karakteristik mutu bahan pangan

menjadi dua kelompok, yaitu : (1) karakteristik fisik/tampak, meliputi penampilan

yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan

dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2)

karakteristik tersembunyi, yaitu nilai gizi dan keamanan mikrobiologis.

Berdasarkan karakteristik tersebut, profil produk pangan umumnya ditentukan

oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri

organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan.

Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan

dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi

(mineral, logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan

mikrobiologi ( tidak mengandung bakteri Eschericia coli dan patogen).

Kadarisman (1996) berpendapat bahwa mutu harus dirancang dan dibentuk ke

dalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal, yaitu

gagasan konsep produk, setelah persyaratan–persyaratan konsumen diidentifikasi.

Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui berbagai tahap

pengembangan dan produksi, bahkan setelah pengiriman produk kepada

konsumen untuk memperoleh umpan balik. Hal ini karena upaya–upaya

perusahaan terhadap peningkatan mutu produk lebih sering mengarah kepada


kegiatan–kegiatan inspeksi serta memperbaiki cacat dan kegagalan selama proses

produksi. Bidang–bidang fungsional dan kegiatan yang terlibat dalam pendekatan

terpadu terhadap sistem mutu disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Lingkaran Mutu

2.3. Good Manufacturing Practices (GMP)

Dewasa ini, kesadaran konsumen pada pangan adalah memberikan perhatian

terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan

pangan berkaitan dengan tercemar tidaknya pangan oleh cemaran mikrobiologis,

logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat

memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup

hanya mengandalkan pengujian akhir di laboratorium saja, tetapi juga diperlukan

adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau

penerapan sistem produksi pangan yang baik (GMP– Good Manufacturing

Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard

Analysis and Critical Control Point).

Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices

(GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar

produsen memenuhi persyaratan–persyaratan yang telah ditentukan untuk

menghasilkan produk makanan bermutu dan sesuai dengan tuntutan konsumen.

Dengan menerapkan CPMB diharapkan produsen pangan dapat menghasilkan

produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan
konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz,

1997).

Menurut Fardiaz (1997), dua hal yang berkaitan dengan penerapan CPMB di

industri pangan adalah CCP dan HACCP. Critical Control Point (CCP) atau Titik

Kendali Kritis adalah setiap titip, tahap atau prosedur dalam suatu sistem produksi

makanan yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan resiko kesehatan yang

tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap proses mulai dari produksi,

pertumbuhan dan pemanenan, penerimaan dan penanganan ingredien, pengolahan,

pengemasan, distribusi sampai dikonsumsi oleh konsumen. Limit kritis (critical

limit) adalah toleransi yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa

suatu CCP secara efektif dapat mengendalikan bahaya mikrobiologis, kimia

maupun fisik. Limit kritis pada CCP menunjukkan batas keamanan.

Fardiaz (1997) menyatakan bahwa Hazard Analysis and Critical Control

Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu

analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk, atau proses untuk menentukan

komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang

ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan

memenuhi persyaratan yang ditetapkan. HACCP merupakan suatu sistem

pengawasan yang bersifat mencegah (preventif) terhadap kemungkinan terjadinya

keracunan atau penyakit melalui makanan. Menurut Hadiwihardjo (1998), sistem

HACCP mempunyai tiga pendekatan penting dalam pengawasan dan

pengendalian mutu produk pangan, yaitu : (1) keamanan pangan (food safety),
yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya

penyakit; (2) kesehatan dan kebersihan pangan (whole-someness), merupakan

karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau

fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu

tindakan ilegal atau penyelewengan yang dapat merugikan konsumen. Tindakan

ini antara lain meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang

berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, “overglazing” dan jumlah yang

kurang dalam kemasan.

Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai produksi

makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan. Hubeis (1997) berpendapat

bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu

pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh

produsen yang pada akhirnya akan menciptakan kepuasan bagi konsumen.

2.4. Ruang Lingkup Pengawasan Mutu Pangan

Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak dapat terpisahkan

dengan dunia industri, yaitu dunia usaha yang meliputi proses produksi,

pengolahan dan pemasaran produk. Industri mempunyai hubungan yang erat

sekali dengan pengawasan mutu karena hanya produk hasil industri yang bermutu

yang dapat memenuhi kebutuhan pasar, yaitu masyarakat konsumen. Seperti

halnya proses produksi, pengawasan mutu sangat berlandaskan pada ilmu

pengetahuan dan teknologi. Makin modern tingkat industri, makin kompleks ilmu

pengetahuan dan teknologi yang diperlukan untuk menangani mutunya. Demikian


pula, semakin maju tingkat kesejahteraan masyarakat, makin besar dan makin

kompleks kebutuhan masyarakat terhadap beraneka ragam jenis produk pangan.

Oleh karena itu, sistem pengawasan mutu pangan yang kuat dan dinamis

diperlukan untuk membina produksi dan perdagangan produk pangan.

Pengawasan mutu mencakup pengertian yang luas, meliputi aspek kebijaksanaan,

standardisasi, pengendalian, jaminan mutu, pembinaan mutu dan perundang-

undangan (Soekarto, 1990). Hubeis (1997) menyatakan bahwa pengendalian mutu

pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi

berdasarkan penyebab kerusakan tersebut. Hal ini dilakukan melalui perbaikan

proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap

pengembangan, perencanaan, produksi, pemasaran dan pelayanan hasil produksi

dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk memuaskan

konsumen (persyaratan mutu) dengan menerapkan standardisasi perusahaan

/industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu

yaitu, penetapan standar (pengkelasan), penilaian kesesuaian dengan standar

(inspeksi dan pengendalian), serta melakukan tindak koreksi (prosedur uji).

Masalah jaminan mutu merupakan kunci penting dalam keberhasilan usaha.

Menurut Hubeis (1997), jaminan mutu merupakan sikap pencegahan terhadap

terjadinya kesalahan dengan bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang

yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi. Jaminan mutu didasarkan

pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability

(keandalan), responsiveness (tanggap), assurancy (rasa aman dan percaya diri)


dan empathy (keramahtamahan). Dalam konteks pangan, jaminan mutu

merupakan suatu program menyeluruh yang meliputi semua aspek mengenai

produk dan kondisi penanganan, pengolahan, pengemasan, distribusi dan

penyimpanan produk untuk menghasilkan produk dengan mutu terbaik dan

menjamin produksi makanan secara aman dengan produksi yang baik, sehingga

jaminan mutu secara keseluruhan mencakup perencanaan sampai diperoleh

produk akhir..

Pengawasan mutu pangan juga mencakup penilaian pangan, yaitu kegiatan yang

dilakukan berdasarkan kemampuan alat indera. Cara ini disebut penilaian

inderawi atau organoleptik. Di samping menggunakan analisis mutu berdasarkan

prinsip-prinsip ilmu yang makin canggih, pengawasan mutu dalam industri

pangan modern tetap mempertahankan penilaian secara inderawi/organoleptik.

Nilai-nilai kemanusiaan yaitu selera, sosial budaya dan kepercayaan, serta aspek

perlindungan kesehatan konsumen baik kesehatan fisik yang berhubungan dengan

penyakit maupun kesehatan rohani yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan

juga harus dipertimbangkan.

2.5. Keterkaitan pengawasan Mutu

Pengawasan mutu merupakan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta

manajerial dalam hal penanganan mutu pada proses produksi, perdagangan dan

distribusi komoditas. Oleh karena itu, pengawasan mutu bukan semata-mata

masalah penerapan ilmu dan teknologi, melainkan juga terkait dengan bidang-

bidang ilmu sosial dan aspek-aspek lain, yaitu kebijaksanaan pemerintah,


kehidupan kemasyarakatan, kehidupan ekonomi serta aspek hukum dan

perundang-undangan. Keterkaitan pengawasan mutu pangan dengan kegiatan

ekonomi, kepentingan konsumen, pemerintahan dan lain-lain seperti yang

disajikan pada Gambar 2.

Pada Gambar 2, terlihat bahwa pengawasan mutu pangan di satu pihak melayani

berbagai kegiatan ekonomi dan di lain pihak memerlukan dukungan pemerintah

dan insentif ekonomi, serta dibutuhkan masyarakat. Campur tangan pemerintah

diperlukan agar mutu dapat terbina dengan tertib karena jika terjadi

penyimpangan atau penipuan mutu, masyarakat yang dirugikan. Campur tangan

pemerintah dapat berwujud kebijaksanaan atau peraturan-peraturan, terciptanya

sistem standarisasi nasional, dilaksanakannya pengawasan mutu secara nasional,

dan dilakukan tindakan hukum bagi yang melanggar ketentuan. Kegiatan yang

dilaksanakan oleh pemerintah dalam rangka melakukan pengawasan terhadap

penerapan peraturan perundang-undangan pangan Codex Alimentarius Commision

(CAC) disebut Food Control, sedangkan kegiatan yang dilakukan oleh masing-

masing industri dalam mengendalikan mutu dan keamanan produknya sendiri

disebut Food Quality Control

Gambar 2. Keterkaitan Pengawasan Mutu pada Berbagai Kegiatan Ekonomi dan

Kehidupan Masyarakat

Pengawasan mutu juga bergerak dalam berbagai kegiatan ekonomi. Macam-

macam kegiatan ekonomi seperti pengawasan mutu pangan berperan atau terkait

ialah dalam keseluruhan industri pertanian yang menggarap produk pangan dari
industri usaha produksi bahan pangan, sarana produksi pertanian, industri

pengolahan pangan dan pemasaran komoditas pangan.

Pengawasan mutu pangan juga berkaitan erat dengan kehidupan masyarakat

dalam melayani kebutuhan konsumen, memberi penerangan dan pendidikan

konsumen. Pengawasan mutu pangan juga melindungi konsumen terhadap

penyimpangan mutu, pemalsuan dan menjaga keamanan konsumen terhadap

kemungkinan mengkonsumsi produk-produk pangan yang berbahaya, beracun dan

mengandung penyakit.

Di tingkat perusahaan, pengendalian mutu berkaitan dengan pola pengelolaan

dalam industri. Citra mutu suatu produk ditegakkan oleh pimpinan perusahaan

dan dijaga oleh seluruh bagian atau satuan kerja dalam perusahaan/industri.

Dalam industri pangan yang maju, pengendalian mutu sama pentingnya dengan

kegiatan produksi. Penelitian dan pengembangan (R&D) diperlukan untuk

mengembangkan sistem standardisasi mutu perusahaan maupun dalam kaitannya

dengan analisis mutu dan pengendalian proses secara rutin. Dalam kaitan dengan

produksi, pengawasan mutu dimaksudkan agar mutu produksi nasional

berkembang sehingga dapat menghasilkan produk yang aman serta mampu

memenuhi kebutuhan dan tidak mengecewakan masyarakat konsumen. Bagian

pemasaran juga harus melaksanakan fungsi pengawasan mutu menurut bidangnya.

Kerjasama, kesinambungan, dan keterkaitan yang sangat erat antarsatuan kerja

dalam organisasi perusahaan semuanya menuju satu tujuan, yaitu mutu produk

yang terbaik.
2.6. Penerapan Sistem Manajemen Mutu

ITC (1991) dalam Hubeis (1994) menyatakan bahwa industri pangan sebagai

bagian dari industri berbasis pertanian yang didasarkan pada wawasan agribisnis

memiliki mata rantai yang melibatkan banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen

primer – (pengangkutan) – pengolah – penyalur – pengecer – konsumen. Pada

masing-masing mata rantai tersebut diperlukan adanya pengendalian mutu

(quality control atau QC) yang berorientasi ke standar jaminan mutu (quality

assurance atau QA) di tingkat produsen sampai konsumen, kecuali inspeksi pada

tahap pengangkutan dalam menuju pencapaian pengelolaan kegiatan pengendalian

mutu total (total quality control atau TQC) pada aspek rancangan, produksi dan

produktivitas serta pemasaran. Dengan kata lain permasalahan mutu bukan

sekedar masalah pengendalian mutu atas barang dan jasa yang dihasilkan atau

standar mutu barang (product quality), tetapi sudah bergerak ke arah penerapan

dan penguasaan total quality management (TQM) yang dimanifestasikan dalam

bentuk pengakuan ISO seri 9000 (sertifikat mutu internasional), yaitu ISO-9000

s.d. ISO-9004, dan yang terbaru yaitu ISO 22000.

Sertifikat sebagai senjata untuk menembus pasar internasional merupakan sebuah

dokumen yang menyatakan suatu produk/jasa sesuai dengan persyaratan standar

atau spesifikasi teknis tertentu (Jaelani, 1993 dalam Hubeis, 1994). Sertifikat yang

diperlukan adalah yang diakui sebagai alat penjamin terhadap dapat diterimanya

suatu produk/jasa tersebut (Hubeis, 1997). Upaya ini sangat diperlukan karena

Indonesia menghadapi persaingan yang makin ketat dengan negara-negara lain


yang menghasilkan barang yang sama atau sejenis. Hal ini juga perlu disiapkan

dalam menghadapi perdagangan bebas di kawasan ASEAN sekarang ini dan di

kawasan Asia Pasifik tahun 2019 yang akan datang, serta perubahan menuju

perdagangan global dan terjadinya regionalisasi seperti di Eropa dan Amerika

Utara.

HACCP adalah pedoman untuk mengidentifikasi bahaya yang mungkin terjadi

pada semua proses produksi (dari tahap produksi primer sampai ditangan

konsumen). Dengan kata lain HACCP ini, di Indonesia bertujuan untuk menjamin

keamanan pangan. Dengan diidentifikasinya semua tahapan produksi, sehingga

bisa diminimalisasi kontaminasi bahaya. Bahaya disini bisa disebabkan oleh zat

kimia, kontaminasi mikro/bakteri (biologi), atau zat asing (fisik, bisa berupa

pecahan kaca atau lain sebagainya).

Penerapan dan pendokumentasian HACCP lebih simple dibandingkan

ISO. Tapi HACCP punya tahapan tertentu. Sebelum penerapan HACCP, pabrik

(perusahaan) harus sudah menjalankan GMP dan SSOP dengan baik. Untuk

kalangan pabrik tentu sudah tidak asing lagi, apa itu GMP. Skedar berbagi saja,

GMP kependekan dari GOOD MANUFACTURING PRACTICES. Atau Cara2

berproduksi dengan baik. GMP ini panduan mendetail dan harus mencakup semua

proses produksi, mulai dari ketertiban karyawan, Pest Control (pengendalian

hama), Fasilitas gudang, Kelengkapan rancangan gedung, keamanan, kesehatan,

dan keselamatan kerja.


GMP harus diimplementasikan untuk semua bagian termasuk Processing

Area, Logistik dan Area Penyimpanan (Gudang), Laboratorium, Manufacturing

Area, Maintenance&Engineering, dan manajemen. Semua harus satu kata. Semua

bagian harus secara komitmen dan konsisten mengimplementasikan GMP ini.

Oleh sebab itu untuk memantau implementasi GMP dilapangan perlu dilakukan

audit. Audit ini bisa dibagi menjadi audit internal dan eksternal. Audit internal

berasal dari auditor yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk mengaudit pabrik

tersebut. Audit internal ini bisa berasal dari gabungan karyawan dari berbagi

bagian/departemen. Diharapkan audit internal ini bisa mengevaluasi dan memberi

masukan kepada pihak yang bertanggungjwab di pabrik(perusahaan tsb).

Masukan dari auditor internal ini bisa dijadikan acuan untuk diadakan perubahan

kebijakan. Manfaat dari auditor internal ini adalah jika ada temuan bisa dibahas

secara internal pabrik dan tidak perlu sampai banyak pihak tahu. Auditor internal

bisa tidak efektif dalam mengauditnya karena akan bersikap subyektif.

Kesubyektifan ini bisa diganti dengan diadakannya audit eksternal. Auditor

eksternal bisa dari berbagai macam institusi baik milik pemerintah maupun milik

swasta. Tapi ada syarat dalam memilih auditor eksternal, yaitu: institusi auditor

eksternal tersebut harus memiliki akses ke KAN (Komite Akreditasi Nasional).

Sudah banyak institusi yang bisa dijadikan auditor eksternal, salah satunya yang

sudah terkenal adalah SGS. Selain GMP ada satu lagi pedoman yang harus

diterapkan, yaitu SSOP. SSOP adalah kependekan dari Sanitation Standard

Operating Procedures.

Tujuan HACCP
Umum

: Meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara mencegah atau mengurangi

kasus keracunan dan penyakit melalui makanan (“Food borne disease”).

Khusus :

 Mengevaluasi cara produksi makanan. Bahaya ?

 Memperbaiki cara produksi makanan. Critical process

 Memantau & mengevaluasi penanganan, pengolahan, sanitasi

 Meningkatkan inspeksi mandiri

Kegunaan HACCP

 Mencegah penarikan makanan

 ·

 Meningkatkan jaminan Food Safety

 · Pembenahan & “pembersihan” unit pengolahan (produksi)

 Mencegah kehilangan konsumen / menurunnya pasien

 Meningkatkan kepercayaan konsumen / pasien

 Mencegah pemborosan beaya

Prinsip HACCP :

 Identifikasi bahaya
 Penetapan CCP


 Penetapan batas / limit kritis


 Pemantauan CCP


 Tindakan koreksi thd penyimpangan

 Verifikasi

 Dokumentasi

Kekuatan, Kelemahan, Peluang dan Ancaman Dalam Sistem Mutu dan

Keamanan Pangan

Untuk implementasi sistem mutu dan keamanan pangan nasional telah

dilakukan analisis SWOT yang mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang

dan ancaman yang dihadapi. Dari hasil analisis tersebut ditetapkan kebijakan yang

harus ditempuh, serta disusun strategi, program, dan kegiatan yang perlu

dilakukan untuk menjamin dihasilkannya produk pangan yang memenuhi

persyaratan mutu dan keamanan untuk perdagangan domestik maupun global,

yaitu melalui pendekatan HACCP untuk menghasilkan produk yang aman, serta

mengacu pada ISO 9000 (QMS) untuk menghasilkan produk yang konsisten dan

ISO 14000 (EMS) untuk menjamin produk pangan yang berwawasan lingkungan

(Gambar 1). Gambar 2. Menyajikan pengembangan sistem mutu dan keamanan

pangan nasional, yang menekankan pada penerapan sistem jaminan mutu untuk
setiap mata rantai dalam pengolahan pangan yaitu GAP/GFP (Good

Agriculture/Farming Practices), GHP (Good Handling Practices), GMP (Good

Manufacturing Practices), GDP (Good Distribution Practices), GRP (Good

Retailing Practices) dan GCP (Good Cathering Practices).

Tabel 3 Dampak penyimpangan mutu dan keamanan pangan terhadap pemerintah,

industri dan konsumen.

PENYIMPANGAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

KONSUM
PEMERINTAH INDUSTRI EN

   Bi
o o ay
a
 
pe
 P  Pena
ng
e rika
ob
n n
ata
y prod
n
e uk
da
l  Penu
n
i tupa
re
d n
ha
i pabr
bil
k ik
ita
a  Kerugian si
n  Penelusuran penyebab  Ke
d
 Kehilangan pasar dan hil
pelanggan an
a
ga
n  Kehilangan kepercayaan
n
konsumen (domestik dan pe
p internasional) nd
e
n
 Administrasi asuransi ap
o ata
y
n
e 
da
d  n
i
pr
k  od
a
uk
n  Biaya dan waktu rehabilitasi tiv
(pengambilan kepercayaan ita
k konsumen) s
a
s  Penuntutan konsumen  Sa
u kit
s ,
 Biaya penyelidikan dan pe
analisis nd
 Kehilangan eri
Produktivitas taa
n
 Penurunan ekspor da
 Biaya sosial sekuriti n
 Penganguran m
un
gk
in
ke
ma
tia
n
 Ke
hil
an
ga
n
wa
kt
u
 Bi
ay
a
pe
nu
nt
uta
n/
pel
ap
or
an

Konsep Implementasi Quality System dan Safety

SISTEM MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

KEKUATAN ANCAMAN
KELEMAHAN PELUANG

 Perkembang  Produk  Globalisa  Persainga


an industri pangan si produk n
pangan yang didominasi agroindus internasio
semakin oleh tri nal yang
pesat industri semakin
kecil/rumah ketat
 Tersedianya tangga  Peraturan
UU Pangan  Kualitas dan
dan SDM kesepakat
Peraturan belum an
 Tersedianya memadai internasio
sistem  Kelembaga nal
manajemen an (WTO/T
mutu dan koordinasi BT, SPS,
keamanan belum dll)
(GAP/GFP, terpadu
GHP, GMP,  Penguasaan
GDP, GRP, Iptek yang
ISO 9000, masih
ISO lemah
14000 ,dll)  Keterbatasa
n dan
sumber
dana
 Kepedulian
produsen
dan
konsumen
masih
rendah
 Keterbatasa
n
infrastruktu
r
(laboratoriu
m,
peraturan,
pedoman,
standar)

KEBIJAKSANAAN, STRATEGI DAN PROGRAM

PENGENDALIAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

(Mengacu pada konsep HACCP, ISO 9000 dan ISO 14000)

IMPLEMENTASI PROGRAM DAN PENGAWASAN

Gambar 4. Analisa kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam


implementasi sistem mutu dan keamanan pangan.
Gambar 5. Sistem Mutu dan Keamanan Pangan Nasional

Tanggung Jawab Bersama dalam Implementasi Sistem Mutu dan Keamanan

Pangan

Pengembangan sistem mutu dan keamanan pangan merupakan tanggung

jawab bersama antara pemerintah, industri yang meliputi produsen bahan baku,

industri pangan dan distributor, serta konsumen (WHO, 1998). Keterlibatan ketiga

sektor tersebut sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pengembangan sistem

mutu dan keamanan pangan. Gambar 3 menyajikan keterlibatan dan tanggung

jawab bersama antara pemerintah, industri dan konsumen dalam pengembangan

sistem mutu dan keamanan pangan.

IMPLEMENTASI SISTEM MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

INDUSTRI

(Industri KONSUMEN
PEMERINTAH bahan baku,
Pengolahan, MASYARAKAT
Distributor,
Pengecer)

  Penera 
o pan o
 Penyu sistem  Pengem
sunan jamina bangan
kebija n mutu SDM
ksanaa dan (pelatih
n keama an,
strateg nan penyulu
i, pangan han dan
progra (GAP/ penyeba
m dan GFP, ran
peratu GHP, informa
ran GMP, si
GDP, kepada
GR, konsum
 Pelakasanaan HACC en)
program P, ISO tentang
 Pemasyarakatan UU 9000, keaman
Pangan dan peraturan ISO an
 Pengawasan dan low 14000 pangan
enforcement dll)
 Pengumpulan  Penga  Praktek penanganan
informasi wasan dan pengolahan pangan
 Pengembangan Iptek mutu yang baik (GCP)
dan penelitian dan  Partisipasi dan
 Pengembangan SDM keama kepedulian masyarakat
(pengawas pangan, nan tentang mutu dan
penyuluh pangan, produk keamanan pangan
industri)  Penera
 Penyuluhan dan pan
penyebaran informasi teknol
kepada konsumen ogi
 Penyelidikan dan yang
penyedikan kasus tepat
penyimpangan mutu (aman,
dan keamanan ramah
pangan lingku
ngan,
dll)
 Penge
mbang
an
SDM
(mana
ger,
superv
isor,
pekerj
a
pengol
ah
pangan
)

TANGGUNG JAWAB BERSAMA

Gambar 6. Hubungan antara tanggung jawab pemerintah, industri dan konsumen


dalam implementasi sistem dan keamanan pangan
Secara teknis dalam rangka upaya mempertahankan kualitas produk pangan,

dilakukan upaya-upaya sebagai berikut:

1. Dokumentasi Sistem Mutu

Perusahaan harus membangun dan mempertahankan suatu sistem mutu

tertulis (terdokumentasi), dengan pengertian hal ini akan menjamin produk-

produknya sesuai dengan persyaratan tertentu. Sistem mutu tertulis ini

membuat jaminan mutu bersifat lebih melembaga sebab dokumentasi ini

dilakukan menyeluruh terhadap pedoman, prosedur dan instruksi kerja.

Sistem mutu tertulis bukan sekedar merupakan sesuatu yang diinginkan saja tetapi

harus dikerjakan di lapangan. Sistem mutu terdiri dari manual, prosedur, instruksi

kerja, format-format dan record. Penulisan sistem mutu sebaiknya melibatkan

semua karyawan karena mereka nantinya yang akan mengerjakan dan hasil

kerjanya mempengaruhi mutu produk yang dihasilkan perusahaan.

2. Pengendalian Rancangan

Mutu produk sejak awal tergantung kepada rancangan produk tersebut.

Tanpa merancang mutu kedalam suatu produk, akan sulit mencapai mutu tersebut

selama produksi. Tujuan utama seorang perancang adalah menciptakan suatu

produk yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan secara penuh yang dapat

diproduksi pada tingkat harga yang bersaing. Dengan demikian, proses

perancangan yang meliputi perencanaan, verifikasi, kaji ulang, perubahan dan


dokumentasi menjadi sangat penting, terutama untuk produk-produk yang

mempunyai rancangan rumit dan memerlukan ketelitian.

3.      Pengendalian Dokumen

Dalam penerapan sistem standar jaminan mutu, perusahaan dituntut untuk

menyusun dan memelihara prosedur pengendalian semua dokumen dan data yang

berkaitan dengan sistem mutu. Tujuan pengendalian dokumen adalah untuk

memastikan bahwa para pelaksana tugas sadar akan adanya dokumen-dokumen

yang mengatur tugas mereka. Perusahaan harus menjamin seluruh dokumen

tersedia pada titik-titik dimana mereka dibutuhkan.

4.      Pengendalian Pembelian

Pembelian bahan hampir seluruhnya berdampak kepada mutu produk akhir

sehingga harus dikendalikan dengan baik. Perusahaan harus memastikan bahwa

semua bahan dan jasa yang diperoleh dari sumber-sumber di luar perusahaan

memenuhi persyaratan yang ditentukan.

5.      Pengendalian Produk yang Dipasok Pembeli

Adakalanya pembeli produk kita, mensyaratkan penggunaan produknya

untuk diguna-kan dalam rangka memenuhi persyaratan kontrak. Perusahaan

bertanggung jawab terhadap pencegahan kerusakan pemeliharaan, penyimpangan,

penanganan dan penggunaannya selama barang tersebut dalam tanggung

jawabnya.
6. ldentifikasi Produk dan Kemampuan Telusur

Identifikasi suatu produk dan prosedur penelusuran produk merupakan

persyaratan penting sistem mutu untuk keperluan identifikasi produk dan

mencegah tercampur selama proses, menjamin hanya bahan yang memenuhi

syarat yang digunakan, membantu analisis kegagalan dan melakukan tindakan

koreksi, memungkinkan penarikan produk cacat/rusak dari pasar serta untuk

memungkinkan penggunaan bahan yang tidak tahan lama digunakan dengan

prinsip FIFO (First In First Out).

7. Pengendalian Proses

Pengendalian proses dalam sistem standar jaminan mutu mencakup

seluruh faktor yang berdampak terhadap proses seperti parameter proses,

peralatan, bahan, personil dan kondisi lingkungan proses.

8. Inspeksi dan Pengujian

Meskipun penekanan pengendalian mutu telah beralih pada kegiatan-

kegiatan pencegahan dalam tahap sebelum produksi (perancangan, rekayasa

proses dan pembelian) inspeksi dengan intensitas tertentu tidak dapat dihindari

dalam sistem mutu.

9. Inspeksi, Pengukuran dan Peralatan Uji


Pengukuran atau kegiatan pengujian bermanfaat jika hasil pengukuran dapat

diandalkan. Untuk itu alat pengukur atau alat uji harus memenuhi kecermatan dan

konsistensi jika dioperasikan pada kondisi yang biasa digunakan.

10. lnspeksi dan Status Pengujian

Tujuan utama sistem mutu adalah untuk memastikan hanya produk-produk

yang memenuhi spesifikasi sesuai kesepakatan yang dikirim ke pelanggan. Sering

dalam suatu pabrik yang besar, produk yang memenuhi spesifikasi, yang belum

diperiksa dan yang tidak memenuhi spesifikasi berada pada tempat yang

berdekatan sehingga mungkin bercampur. Dengan demikian status inspeksi suatu

produk harus jelas yaitu :

 produk belum diperiksa

 produk sudah diperiksa dan diterima

 produk sudah diperiksa tetapi ditolak

11. Pengendalian Produk yang Tidak Sesuai

Dalam sistem produksi harus dapat disingkirkan produk-produk yang tidak

sesuai. Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan perusahaan mempunyai

prosedur tertulis untuk mencegah terkirimnya produk-produk yang tidak sesuai

kepada konsumen. Jika produk yang tidak sesuai terdeteksi pada tahap produksi,

prosedur yang ada harus tidak membiarkan produk tersebut diproses lebih lanjut.
12. Tindakan Koreksi

Setiap kegiatan atau sistem operasi dapat saja menyimpang dari kondisi

operasi standar (prosedur) karena berbagai alasan sehingga menghasilkan produk

yang tidak sesuai. Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan perusahaan

mempunyai sistem institusional untuk memonitor kegiatan produksi atau proses.

Jika ketidaksesuaian diketahui, tindakan koreksi harus dilakukan segera agar

sistem operasi kembali kepada standar.

13. Penanganan, Penyimpanan, Pengemasan dan Pengiriman

Perusahaan manufaktur terlibat dengan berbagai bahan dan produk, baik

dalam bentuk bahan mentah, produk antara untuk di proses lagi maupun produk

jadi. Adalah sangat penting menjamin bahwa mutu dari semua bahan dan produk

tersebut tidak terpengaruh oleh penyimpanan yang kondisinya kurang baik,

penanganan yang tidak tepat, pengemasan yang tidak memadai dan prosedur

pengiriman yang salah.

14. Catatan-Catatan Mutu

Perusahaan harus menyusun dan memelihara prosedur untuk identifikasi

pengumpulan. pembuatan indeks, pengarsipan, penyimpanan dan disposisi catatan

mutu. Catatan mutu memberikan bukti obyektif bahwa mutu produk yang

disyaratkan telah dicapai dan berbagai unsur sistem mutu telah dilaksanakan

dengan efektif.
15. Audit Mutu Internal

Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan suatu perusahaan untuk

melembagakan suatu audit sistematis terhadap semua kegiatan yang berkaitan

dengan mutu, untuk mengetahui apakah prosedur dan instruksi memenuhi

persyaratan standar .Perusahaan juga harus bisa mendemonstrasikan bahwa semua

operasi dan kegiatan dilaksanakan sesuai prosedur tertulis dan semua tujuan

sistem mutu telah dicapai.

16. Pelatihan dan Motivasi

Sistem standar jaminan mutu mempersyaratkan kebutuhan pelatihan harus

diidentifikasi dengan cermat dan menyiapkan prosedur untuk melaksanakan

pelatihan semua personil yang kegiatannya berkaitan dengan mutu.


DAFTAR PUSTAKA

McDonald, P., RA. Edwards, JFG. Greenhalgh, and CA. Morgan. 2002. Animal
Nutriotion. Prentice Hall

Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor

Poltry Idonesia. 2014. Era perdagangan bebas menuntut setiap produsen pakan
untuk menghasilkan pakan bermutu sesuai dengan standar internasional.
http://www.poultryindonesia.com. Diakses 14 Oktober 2014

Anonim. 2013. Pengertian Pengawasan. http://itjen-depdagri.go.id/article-25-


pengertian-pengawasan.html

Anonim. 2013. Definisi Pengendalian Adalah.


http://globalonlinebook1.blogspot.com/2013/06/definisi-pengendalian-
adalah.html

Anonim. 2013. Pengawasan atau Pengendalian dalam Manajemen.


http://multazam-einstein.blogspot.com/2013/07/makalah-pengawasan-atau-
pengendalian.html

Anda mungkin juga menyukai