Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
SEMESTER : VI (ENAM)
FAKULTAS PERTANIAN
(UNIKS)
2020
BAB I
PENGAWASAN MUTU PAKAN
A. Pengawasan
Pada dasarnya ada beberapa jenis pengawasan yang dapat dilakukan, yaitu:
1. Pengawasan Intern dan Ekstern
Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh orang atau
badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi yang bersangkutan.”
Pengawasan dalam bentuk ini dapat dilakukan dengan cara pengawasan atasan
langsung atau pengawasan melekat (built in control) atau pengawasan yang
dilakukan secara rutin oleh inspektorat jenderal pada setiap kementerian dan
inspektorat wilayah untuk setiap daerah yang ada di Indonesia, dengan
menempatkannya di bawah pengawasan Kementerian Dalam Negeri.
Pengawasan ekstern adalah pemeriksaan yang dilakukan oleh unit
pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang diawasi. Dalam hal ini di
Indonesia adalah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang merupakan lembaga
tinggi negara yang terlepas dari pengaruh kekuasaan manapun. Dalam
menjalankan tugasnya, BPK tidak mengabaikan hasil laporan pemeriksaan aparat
pengawasan intern pemerintah, sehingga sudah sepantasnya di antara keduanya
perlu terwujud harmonisasi dalam proses pengawasan keuangan negara. Proses
harmonisasi demikian tidak mengurangi independensi BPK untuk tidak memihak
dan menilai secara obyektif aktivitas pemerintah.
2. Pengawasan Preventif dan Represif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai, “pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan, sehingga
dapat mencegah terjadinya penyimpangan.” Lazimnya, pengawasan ini dilakukan
pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya penyimpangan
pelaksanaan keuangan negara yang akan membebankan dan merugikan negara
lebih besar. Di sisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem
pelaksanaan anggaran dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan
preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan
langsung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan terdeteksi
lebih awal.
Di sisi lain, pengawasan represif adalah “pengawasan yang dilakukan
terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.” Pengawasan model ini
lazimnya dilakukan pada akhir tahun anggaran, di mana anggaran yang telah
ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan
dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya penyimpangan.
B. Pengendalian
Pengendalian merupakan tahap yang menentukan dari proses manajemen.
Oleh sebab itu, kemampuan untuk melakukan pengendalian merupakan salah satu
fungsi dan peran manajer yang sangat penting. Pengendalian diartikan sebagai
“proses pemantauan aktivitas untuk menjamin bahwa standar dapat terlaksana
sebagaimana yang direncanakan dan melakukan langkah koreksi terhadap
penyimpangan yang berarti.”
Yang dimaksud dengan standar adalah pedoman datau tolak banding yang
ditetapkan sebagai dasar untuk pengukuran kapasitas, kuantitas, isi, nilai, biaya,
kualitas, dan kinerja. Secara kualitatif maupun kuantitatif, standar merupakan
pernyataan mengenai hasil yang diharapkan tepat, eksplisit, dan formal.
Asas-Asas Pengendalian
Harold Koontz dan Cyirl O’Donnel mengemukakan asas-asas pengendalian yaitu:
9. Asas Standar
Pengendalian yang efektif dan efisien memerlukan standar yang tepat yang
akan dipergunakan sebagai tolok ukur pelaksanan dan tujuan yang akan
dicapai.
10. Asas Pengendalian Terhadap Strategis
Pengendalian yang efektif dan efisien memerlukan adanya perhatian yang
ditujukan terhadap faktor-faktor yang strategis dalam perusahaan.
Jenis-Jenis Pengendalian
Jenis-jenis pengendalian adalah sebagai berikut:
Proses-Proses Pengendalian
Proses pengendalian dilakukan secara bertahap melalui langkah-langkh berikut:
Sistem standar mutu merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari
pembinaan mutu hasil pertanian sejak proses produksi bahan baku hingga produk
di tangan konsumen. Penerapan sistem standarsasi secara optimal sebagai alat
pembinaan mutu hasil pertanian bertujuan untuk meningkatkan efisiensi proses
produksi maupun produktivitas dibidang pertanian yang pada akhirnya akan
meningkatkan daya saing dan mendorong kelancaran pemasaran komoditi pangan
serta mendorong berkembangnya investasi di sektor pertanian. Kebijakan mutu
dan standarisasi yang dilaksanakan adalah: (1) Pengembangan sistem jaminan
mutu dan keamanan pangan. (2) Penyusunan dan penerapan standar (SNI)
(Kementrian Pertanian, 2009).
Pada dasarnya kualitas pakan bisa dibagi atas 3 macam yaitu : (1) kualitas
pakan berdasarkan kandungan nutrisinya yang diperkuat dari hasil analisa
proksimat di laboratorium pabrik pakan, (2) kualitas pakan berdasarkan tampilan
fisik yang bisa cepat dilihat dengan penciuman dan penglihatan biasa, dan (3)
kualitas pakan berdasarkan kelengkapan bahan pendukung. Terdapat enam sifat
fisik pakan yang penting, yaitu: berat jenis, kerapatan tumpukan, kerapatan
pemadatan tumpukan, sudut tumpukan, daya ambang, dan faktor higroskopis.
Menurut SNI 01-4227-1996, persyaratan mutu bungkil kedelai meliputi
kandungan nutrisi dan batas toleransi aflatoksin.
2.3. Kriteria Mutu
Acuan utama dalam penyusuanan standar mutu bungkil kedelai SNI 01-
4227-1996 yaitu:
a. SNI 01-2326-1991 Cara Pengambilan Contoh
b. Metode Analisis Aflatoxin dari AOAC.26 Edisi 14-1984, Metode TLC (Thin
Layer Chromatograph).
Berupa kerusakan fisik dan kimiawi. Kerusakan secara fisik terjadi akibat
kontaminasi bahan pakan oleh kotoran, jaring, bagian tubuh dan bau kotoran.
Serangga memakan dan merusak struktur fisik bahan pakan, seperti berlubang,
hancur dan memicu pertumbuhan mikroorganisme lain. Aktivitas makan yang
dilakukan oleh serangga menyebabkan bahan pakan kehilangan berat. Kerusakan
secara kimiawi menyebabkan penurunan kualitas bahan. Bahan pakan yang
disimpan dapat mengalami beberapa perubahan kimiawi yang dapat merubah rasa
dan nilai nutrisi. Serangga hama mampu mempercepat perubahan kimiawi
berbahaya. Sekresi enzim lipase oleh serangga mampu meningkatkan proses
kerusakan secara kimiawi. Serangan serangga dapat meningkatkan panas bahan
pakan. Saat populasi serangga telah mencapai kepadatan tertentu, aktivitas
metaboliknya mengeluarkan lebih banyak panas dari yang dapat dihilangkan.
Kerapatan populasi yang sangat tinggi dapat meningkatkan suhu hingga mencapai
45oC dan bila diikuti dengan kehadiran mikroorganisme, seperti jamur, suhu dapat
mendekati 75oC.
Sitophilus oryzae atau serangga penggerak merupakan hama utama pada
beras yang disimpan. Adanya serangga ini pada beras yaitu ditandai dengan butir
beras berlubang–lubang atau hancur menjadi tepung karena gerakan serangga.
Akibat hama ini yaitu beras dapat kehilangan berat (susut berat) mencapai 23%
setelah disimpan beberapa bulan. Sitophilus oryzae mempunyai ciri yaitu sewaktu
masih muda berwarna cokelat atau cokelat kehitaman dan setelah dewasa
berwarna hitam. Panjang tubuh berkisar 2–5 mm (rata–rata yaitu 2–3,5 mm), pada
sayap bagian depan terdapat empat buah bintik berwarna kuning kemerahan. Cara
hidup serangga ini yaitu serangga betina yang akan bertelur menggerek salah satu
sisi butiran beras dengan moncongnya untuk makan dan membuat liang,
kemudian telur ditempatkan dalam liang gerakan. Serangga betina dapat bertelur
sebanyak 300-400 butir, setelah beberapa hari telur akan menetas menjadi ulat.
Lingkungan hidup yang ideal pada suhu 25–30 0C dengan kelembaban 70% dan
kadar air bahan 10–15%. Dalam kondisi seperti ini, siklus hidupnya berlangsung
31–37 hari.
Penurunan mutu bahan pakan biji-bijian dan hasil ikutannya dalam bentuk
tepung adalah akibat oleh adanya kerusakan, pemalsuan dan pencemaran.
Pengendalian mutu bahan pakan biji-bijian dan kacang-kacangan agar tidak
mengalami kerusakan dapat dilakukan dengan mempertahankan kadar air yaitu
sekitar 10 – 14%. Untuk menghindari adanya pencemaran dan pemalsuan maka
perlu dilakukan pemeriksaan awal terhadap kadar air, adanya sisa-sisa metal
(logam berat), bau, kotoran dan bahan kontaminan non biologis lainnya serta
adanya kutu atau serangga. Untuk menghilangkan adanya senyawa beracun
alamiah seperti tannin. HCN dapat dilakukan melalui pengolahan (membuat
tepung, fermentasi) hijauan yang terdiri dari daun-daunan dan rumput-rumputan
termasuk bahan mudah rusak apabila tidak ditangani semestinya. Bahan ini mudah
rusak karena sisa-sisa pertahanan fisiologik masih ada, tetapi cepat hilang dan
perlindungan alami rendah. Penurunan mutu hijauan antara lain disebabkan oleh
adanya :
1. kerusakan mikrobiologi
2. adanya senyawa beracun
cara penanggulangannya adalah dengan pengawetan yaitu melakukan pengeringan
dibuat Hay atau pengawetan secara asam dengan membuat silase. Adapun
senyawa beracun secara alamiah juga terdapat pada jenis rumput-rumputan dapat
dilakukan penurunan dengan cara pemanasan atau pelayuan sebelum bahan
tersebut diberikan pada ternak.
BAB III
ASPEK MUTU PAKAN
Era perdagangan bebas menuntut setiap produsen pakan untuk menghasilkan
pakan bermutu sesuai dengan standar internasional.Memasuki era globalisasi dan
perdagangan bebas pembangunan peternakan mengalami pergeseran paradigma.
Titik berat kepada sistem budidaya (onfarm) mengalami pergeseran ke arah yang
lebih terintegrasi dan komprehensif, yaitu agribisnis. Sistem agribisnis peternakan
mencakup usaha peternakan mulai dari subsistem hulu (penyedia sapronak :
pakan, bibit dan alat-alat), subsistem budidaya (onfarm), subsistem hilir
(pengolahan dan pemasaran) dan subsistem agribisnis penunjang (lembaga jasa
dan kebijakan).
Pakan merupakan salah satu komoditi dari subsistem agribisnis hulu, atau dengan
kata lain penyedia sapronak untuk subsistem budidaya ternak. Pakan merupakan
faktor terpenting untuk menunjang budidaya ternak karena berimbas pada
peningkatan bobot badan ternak dan performa ternak yang diinginkan.
Peningkatan populasi, produksi daging, susu dan telur sebagai hasil ternak sangat
tergantung dari penyediaan pakan yang baik dan berkualitas. Selain itu dalam
usaha peternakan biaya pakan mencapai persentasi tertinggi dalam biaya produksi
yaitu mencapai 50 –70%.
Penyediaan pakan ternak di Indonesia sudah dilakukan dalam industri skala besar,
khususnya untuk pakan non hijauan dan tanaman pakan. Bahkan pada sektor
perunggasan industri pakan sudah terintegrasi menjadi sitem agribisnis
perunggasan. Sedangkan untuk penyediaan hijauan atau tanaman pakan masih
harus didapatkan dari petani hijauan atau tanaman pakan. Seiring munculnya
industri pakan ternak diperlukan iklim yang kondusif agar persaingan usaha
berlangsung sehat.
Distribusi atau peredaran pakan atau bahan baku pakan melalui jalur ekspor-impor
di era perdagangan bebas akan lebih mudah. Indonesia harus memperhatikan hal
ini karena sebagian besar bahan baku pakan ternak kita masih dipenuhi dari
impor. Adanya bebas biaya tarif untuk impor harus diperhatikan karena dapat
membuat produsen bahan baku pakan lokal kalah bersaing.
Era perdagangan bebas menuntut setiap negara untuk menghasilkan produk yang
bermutu tinggi termasuk pakan, agar dapat bersaing di pasar internasional.
Adanya SPS (Sanitary Phyto Sanitary) menuntut produsen pakan agar mengikuti
peraturan tersebut untuk menghasilkan pakan bermutu sesuai dengan preferensi
konsumen. Pakan yang diproduksi tentunya harus sesuai dengan standar SNI dan
standard internasional (Codex Alimentarius Commision).
Pakan yang baik dan berkualitas harus memenuhi persyaratan mutu yang
mencakup aspek keamanan pakan, aspek kesehatan ternak, aspek keamanan
pangan dan aspek ekonomi. Keempat aspek tersebut penting untuk dipenuhi
karena akan berpengaruh pada kesehatan ternak, penyediaan pangan hasil ternak
dan keamanan konsumen dalam mengkonsumsi pangan hasil ternak, serta
efisiensi biaya agar dihasilkan pakan yang bernilai ekonomis.
Perlu legislasi pakan
Sebuah legislasi atau peraturan perlu dibuat untuk menunjang penyediaan pakan
yang mencakup aspek keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan dan
ekonomi. Peraturan atau kebijakan yang dibuat pemerintah juga harus
memperhatikan situasi dan kondisi terkini, perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta sosial kultural masyarakat khususnya petani dan peternak.
Peraturan tentang pakan di Indonesia sampai saat ini masih berada dan beracuan
pada UU No. 6 tahun 1967 tentang peternakan dan kesehatan hewan. Walaupun
pada perjalanannya hingga sekarang UU tersebut sedang mengalami revisi. Selain
UU peraturan tentang pakan ternak juga terdapat dalam bentuk peraturan
pemerintah sebagai Keputusan Menteri Pertanian nomor :
242/kpts/OT.210/4/2003 tentang pendaftaran dan labelisasi pakan.
UU No. 6 tahun 1967 tentang peternakan dan kesehatan hewan hanya memuat
tanaman pakan sebagai pakan ternak. UU ini tidak mencantumkan pakan termasuk
bahan baku pakan selain tanaman pakan, imbuhan pakan (feed additive) dan
bahan pelengkap lainnya sebagai pakan ternak. Pengaturan tentang industri pakan
serta bagaimana pendistribusian pakan ternak sama sekali tidak tersentuh dalam
UU ini. Aspek yang menyangkut keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan
pangan dan ekonomi juga tidak termuat. Sehingga mengimplikasikan bahwa UU
ini tidak relevan lagi digunakan sebagai pedoman, peraturan tentang pakan ternak
pada kondisi globalisasi, perdagangan bebas, perkembangan IPTEK dan
tumbuhnya industri pakan terintegrasi.
Melihat ketidakrelevanan UU No. 6 tahun 1967 yang menaungi tentang pakan
ternak maka pemerintah melakukan revisi pada UU tersebut. Revisi ini sekarang
sudah masuk pada tahap penyelesaian naskah akademis. Pada naskah tersebut
sudah termuat bab khusus tentang pakan pada bagian ketiga yang memuat tujuh
pasal, yaitu pasal 20-26. Bagian tersebut meliputi definisi pakan, jenis
pengusahaan, pengadaan dan distribusi pakan, keamanan pakan, perizinan
pengusahaan pakan dan peraturan-peraturan dengan instansi yang berhubungan
dengan isi yang sudah hampir memuat seluruh aspek mutu pakan.
Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak
Keamanan pakan yang berimbas pada kesehatan ternak memang belum termuat
dalam UU No. 6 tahun 1967. Tetapi pada revisinya yang masih berupa naskah
akademis termaktub dalam pasal 22 yang terdiri dari dua ayat. Ayat pertama
berisikan bahwa pemerintah menetapkan batas maksimum kandungan bahan
pencemar fisik, kimia, biologis pada bahan baku pakan yang dapat mengganggu
kesehatan dan produksi ternak serta konsumen produk ternak.
Lebih jelas lagi pada ayat berikutnya diterangkan, bahwa pakan yang berasal dari
organisme transgenik harus memenuhi persyaratan keamanan pakan dan keamaan
hayati. Tetapi ada sedikit kerancuan pada pasal berikutnya, yaitu pada pasal 23
ayat 4 poin c. Pada pasal tersebut disebutkan bahwa setiap orang atau badan
hukum dilarang mencampur pakan dengan antibiotika terentu sebagai feed
additive. Penjelasan tentang pemakaian antibiotika ini menimbulkan interpretasi
yang bermacam-macam. Karena belum dijelaskan jenis apa yang dilarang sebagai
feed additive.
Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak sangat penting dimasukkan ke
dalam peraturan, sehingga pemerintah menyepesifikasikannya dalam bentuk
peraturan Keputusan Menteri Pertanian RI tentang pendaftaran dan labelisasi
pakan. Pada Kepmen ini sudah mencakup hampir semua hal yang berkaitan
tentang pendaftaran dan labelisasi pakan. Mulai dari mekanisme pendaftaran dan
labelisasi, syarat pendaftaran dan labelisasi serta sanksi hukum bagi pelanggar
prosedur pendaftaran dan labelisasi.
Tetapi ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendaftaran dan labelisasi.
Label pada pakan harus mampu menjadi alat trace back, jika sewaktu-waktu
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Seperti timbulnya penyakit pada ternak
akibat mengonsumsi pakan dan adanya pengaduan konsumen bahwa pakannya
tidak memenuhi standar yang telah ditetapkan. Sehingga trace ability dapat
berjalan dengan baik dan kepercayaan konsumen akan kembali.
Aspek keamanan pakan dan kesehatan ternak perlu diperhatikan karena pada
kondisi sekarang banyak ditemukan penyakit ternak yang ditimbulkan oleh pakan.
Penyakit BSE (Bovine Spongioform Encephalopaty) misalnya adalah penyakit
yang ditimbulkan akibat sapi mengonsumsi pakan berasal dari campuran tepung
daging tulang (MBM), tepung ikan dan tepung darah. Sehingga penetapan standar
pakan yang baik dan tidak berbahaya lagi bagi kesehatan ternak harus ditaati dan
menjadi acuan penyusunan formulasi ransum ternak.
Aspek keamanan pangan dan ekonomi
Pakan yang dibuat untuk konsumsi ternak juga harus memperhatikan aspek
keamanan pangan. Karena pakan yang bagus dan bermutu tinggi akan
menigkatkan produksi pangan hasil ternak (daging, telur dan susu) untuk
kebutuhan konsumen. Penggunaan senyawa fisik, kimia, biologi pada pakan tidak
boleh membahayakan kesehatan ternak dan konsumen produk ternak. Penggunaan
hormon atau antibiotika yang berbahaya sebagai feed additive juga harus dilarang
karena dapat menjadi residu pada bahan pangan hasil ternak. Penggunaan bahan
baku pakan yang berasal dari organisme transgenik juga harus diperhatikan sebab
dapat saja menjadiGMO (Genetically Modified Organism) pada pangan hasil
ternak yang berbahaya bagi konsumen.
Peraturan pakan yang berhubungan dengan keamanan pangan belum termuat pada
UU No. 6 tahun 1967. Tetapi dalam revisinya tercantum pada pasal 22 ayat 1 dan
2. Sedangkan lebih jauh lagi pada Kepmen tentang pendaftaran dan labelisasi
pakan. Pada Kepmen disebutkan bahwa pendaftaran dan labelisasi pakan harus
memenuhi standar teknis yang telah ditetapkan pemerintah. Oleh karena itu SNI
tentang pakan harus memuat kriteria-kriteria yang berimplikasi pada keamanan
pangan seperti batas cemaran mikroba dan serta kandungan antibiotika sebagai
feed additive.
Industri pakan yang tumbuh pesat dan terintegrasi harus diiringi dengan peraturan
yang menciptakan iklim yang kondusif untuk menciptakan persaingan sehat
dalam aspek ekonomi. Peraturan tentang perizinan usaha, pengadaan dan
distribusi pakan sudah termuat dalam revisi UU No. 6 tahun 1967. Tetapi
peraturan tentang tataniaga perdagangan ekspor-impor pakan belum termuat. Hal
ini justru penting sekali karena pakan, bahan baku pakan dan feed additive sering
sekali dikenakan biaya cukup tinggi dalam perdagangan ekspor-impor. Sebagai
contoh, karena tidak adanya penjelasan tentang definisi feed additive pada UU No.
6 tahun 1967, Departeman Keuangan RI mengenakan PPN pada produk tersebut.
Karena menurut UU yang dibuat Departemen Keuangan RI, feed additive tidak
masuk dalam barang strategis. Padahal feed additive ini merupakan bahan
imbuhan pakan yang merupakan barang strategis.
Revisi UU No. 6 tahun 1967 sudah selesai memasuki naskah akademis. Seluruh
stake holder peternakan masih mempunyai kesempatan untuk memberikan
masukan terhadap revisi tersebut. Khusus untuk pakan diharapkan UU tersebut
merupakan UU payung untuk peraturan lainnya yang melingkupi aspek-aspek
penting dalam pakan, yaitu keamanan pakan, kesehatan ternak, keamanan pangan
dan ekonomi.
BAB IV
KUALITAS PAKAN KARBOHIDRAT
ANALISIS PROKLIMAT
2. Analisa Kadar Abu
Komponen abu pada analisis proksimat tidak memberikan nilai makanan yang
penting. Jumlah abu dalam bahan makanan hanya penting untuk menentukan
perhitungan BETN. Kenyataannya, kombinasi unsure-unsur mineral dalam bahan
makanan berasal dari tanaman sangat bervariasi sehingga nilai abu tidak dapt
dipakai sebagai indeks untuk menentukan jumlah unsure mineral tertentu atau
kombinasi unsur-unsur yang penting ( Tillman, 1989).
Pada bahan makanan yang berasal dari hewan, kadar abu berguna sebagai indeks
untuk kadar kalsium dan fosfor. Dengan diketahuinya kadar abu, masih
diperlukan analisis lebih lanjut untuk memisahkan 17 unsur penting yang
diperlukan ilmu makanan (Tillman, 1989).
INDUSTRI PANGAN
yang siap dikonsumsi oleh masyarakat. Oleh karena itu, industri pangan lebih
berkiprah pada bagian hilir dari proses pembuatan produk tersebut. Menurut
Wirakartakusumah dan Syah (1990), fungsi utama suatu industri pangan adalah
untuk menyelamatkan, menyebarluaskan, dan meningkatkan nilai tambah produk–
Titik tolak kegiatan suatu usaha industri pangan harus berdasarkan pada
disiapkan dan disajikan, serta enak rasanya dengan harga yang terjangkau.
yang bersaing. Di samping itu, pengembangan sektor industri pangan akan dapat
negara.
Indonesia secara umum dibagi menjadi industri kecil dan industri besar. Indstri
padat karya, sedangkan industri pangan besar lebih modern dan padat modal. Pada
ekspor dan peningkatan mutu. Peran serta teknologi harus selalu didampingi
kajian ekonomis yang terkait dengan faktor mutu. Walaupun faktor mutu akan
seperti kasus biskuit beracun pada tahun 1989. Akibat ketedoran tersebut,
olahan yang diekspor ke luar negeri juga menunjukkan bahwa pengawasan mutu
masih belum dilaksanakan dengan baik. Oleh karena itu, perkembangan teknologi
yang pesat diikuti dengan pertumbuhan industri yang cepat harus didukung oleh
Penerapan kosep mutu di bidang pangan dalam arti luas menggunakan penafsiran
yang beragam. Kramer dan Twigg (1983) menyatakan bahwa mutu merupakan
gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik (warna, tekstur, rasa dan
bau). Hal ini digunakan konsumen untuk memilih produk secara total. Gatchallan
(1989) dalam Hubeis (1994) berpendapat bahwa mutu dianggap sebagai derajat
(1974) dalam Hubeis (1994) menilai mutu sebagai kepuasan (kebutuhan dan
yaitu warna, ukuran, bentuk dan cacat fisik; kinestika yaitu tekstur, kekentalan
dan konsistensi; flavor yaitu sensasi dari kombinasi bau dan cicip, dan (2)
oleh ciri organoleptik kritis, misalnya kerenyahan pada keripik. Namun, ciri
organoleptik lainnya seperti bau, aroma, rasa dan warna juga ikut menentukan.
Pada produk pangan, pemenuhan spesifikasi dan fungsi produk yang bersangkutan
dilakukan menurut standar estetika (warna, rasa, bau, dan kejernihan), kimiawi
(mineral, logam–logam berat dan bahan kimia yang ada dalam bahan pangan), dan
dalam produk. Kesadaran mutu harus dimulai pada tahap sangat awal, yaitu
Kesadaran upaya membangun mutu ini harus dilanjutkan melalui berbagai tahap
terhadap nilai gizi dan keamanan pangan yang dikonsumsi. Faktor keamanan
logam berat, dan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Untuk dapat
memproduksi pangan yang bermutu baik dan aman bagi kesehatan, tidak cukup
adanya penerapan sistem jaminan mutu dan sistem manajemen lingkungan, atau
Practices) dan penerapan analisis bahaya dan titik kendali kritis (HACCP- Hazard
Cara Produksi Makanan yang Baik (CPMB) atau Good Manufacturing Practices
(GMP) adalah suatu pedoman cara berproduksi makanan yang bertujuan agar
produk makanan yang bermutu, aman dikonsumsi dan sesuai dengan tuntutan
konsumen, bukan hanya konsumen lokal tetapi juga konsumen global (Fardiaz,
1997).
Menurut Fardiaz (1997), dua hal yang berkaitan dengan penerapan CPMB di
industri pangan adalah CCP dan HACCP. Critical Control Point (CCP) atau Titik
Kendali Kritis adalah setiap titip, tahap atau prosedur dalam suatu sistem produksi
makanan yang jika tidak terkendali dapat menimbulkan resiko kesehatan yang
tidak diinginkan. CCP diterapkan pada setiap tahap proses mulai dari produksi,
limit) adalah toleransi yang ditetapkan dan harus dipenuhi untuk menjamin bahwa
Point (HACCP) atau Analisis Bahaya dan Pengendalian Titik Kritis adalah suatu
analisis yang dilakukan terhadap bahan, produk, atau proses untuk menentukan
komponen, kondisi atau tahap proses yang harus mendapatkan pengawasan yang
ketat dengan tujuan untuk menjamin bahwa produk yang dihasilkan aman dan
pengendalian mutu produk pangan, yaitu : (1) keamanan pangan (food safety),
yaitu aspek-aspek dalam proses produksi yang dapat menyebabkan timbulnya
karakteristik produk atau proses dalam kaitannya dengan kontaminasi produk atau
fasilitas sanitasi dan higiene; (3) kecurangan ekonomi (economic fraud), yaitu
ini antara lain meliputi pemalsuan bahan baku, penggunaan bahan tambahan yang
berlebihan, berat yang tidak sesuai dengan label, “overglazing” dan jumlah yang
Konsep HACCP dapat dan harus diterapkan pada seluruh mata rantai produksi
makanan, salah satunya adalah dalam industri pangan. Hubeis (1997) berpendapat
bahwa penerapan GMP dan HACCP merupakan implementasi dari jaminan mutu
pangan sehingga dapat dihasilkan produksi yang tinggi dan bermutu oleh
Pengawasan mutu merupakan program atau kegiatan yang tidak dapat terpisahkan
dengan dunia industri, yaitu dunia usaha yang meliputi proses produksi,
sekali dengan pengawasan mutu karena hanya produk hasil industri yang bermutu
pengetahuan dan teknologi. Makin modern tingkat industri, makin kompleks ilmu
Oleh karena itu, sistem pengawasan mutu pangan yang kuat dan dinamis
pangan ditujukan untuk mengurangi kerusakan atau cacat pada hasil produksi
proses produksi (menyusun batas dan derajat toleransi) yang dimulai dari tahap
dan jasa pada tingkat biaya yang efektif dan optimum untuk memuaskan
/industri yang baku. Tiga kegiatan yang dilakukan dalam pengendalian mutu
terjadinya kesalahan dengan bertindak tepat sedini mungkin oleh setiap orang
yang berada di dalam maupun di luar bidang produksi. Jaminan mutu didasarkan
pada aspek tangibles (hal-hal yang dapat dirasakan dan diukur), reliability
menjamin produksi makanan secara aman dengan produksi yang baik, sehingga
produk akhir..
Pengawasan mutu pangan juga mencakup penilaian pangan, yaitu kegiatan yang
Nilai-nilai kemanusiaan yaitu selera, sosial budaya dan kepercayaan, serta aspek
penyakit maupun kesehatan rohani yang berkaitan dengan agama dan kepercayaan
manajerial dalam hal penanganan mutu pada proses produksi, perdagangan dan
masalah penerapan ilmu dan teknologi, melainkan juga terkait dengan bidang-
Pada Gambar 2, terlihat bahwa pengawasan mutu pangan di satu pihak melayani
diperlukan agar mutu dapat terbina dengan tertib karena jika terjadi
dan dilakukan tindakan hukum bagi yang melanggar ketentuan. Kegiatan yang
(CAC) disebut Food Control, sedangkan kegiatan yang dilakukan oleh masing-
Kehidupan Masyarakat
macam kegiatan ekonomi seperti pengawasan mutu pangan berperan atau terkait
ialah dalam keseluruhan industri pertanian yang menggarap produk pangan dari
industri usaha produksi bahan pangan, sarana produksi pertanian, industri
mengandung penyakit.
dalam industri. Citra mutu suatu produk ditegakkan oleh pimpinan perusahaan
dan dijaga oleh seluruh bagian atau satuan kerja dalam perusahaan/industri.
Dalam industri pangan yang maju, pengendalian mutu sama pentingnya dengan
dengan analisis mutu dan pengendalian proses secara rutin. Dalam kaitan dengan
dalam organisasi perusahaan semuanya menuju satu tujuan, yaitu mutu produk
yang terbaik.
2.6. Penerapan Sistem Manajemen Mutu
ITC (1991) dalam Hubeis (1994) menyatakan bahwa industri pangan sebagai
bagian dari industri berbasis pertanian yang didasarkan pada wawasan agribisnis
memiliki mata rantai yang melibatkan banyak pelaku, yaitu mulai dari produsen
(quality control atau QC) yang berorientasi ke standar jaminan mutu (quality
assurance atau QA) di tingkat produsen sampai konsumen, kecuali inspeksi pada
mutu total (total quality control atau TQC) pada aspek rancangan, produksi dan
sekedar masalah pengendalian mutu atas barang dan jasa yang dihasilkan atau
standar mutu barang (product quality), tetapi sudah bergerak ke arah penerapan
bentuk pengakuan ISO seri 9000 (sertifikat mutu internasional), yaitu ISO-9000
atau spesifikasi teknis tertentu (Jaelani, 1993 dalam Hubeis, 1994). Sertifikat yang
diperlukan adalah yang diakui sebagai alat penjamin terhadap dapat diterimanya
suatu produk/jasa tersebut (Hubeis, 1997). Upaya ini sangat diperlukan karena
kawasan Asia Pasifik tahun 2019 yang akan datang, serta perubahan menuju
Utara.
pada semua proses produksi (dari tahap produksi primer sampai ditangan
konsumen). Dengan kata lain HACCP ini, di Indonesia bertujuan untuk menjamin
bisa diminimalisasi kontaminasi bahaya. Bahaya disini bisa disebabkan oleh zat
kimia, kontaminasi mikro/bakteri (biologi), atau zat asing (fisik, bisa berupa
ISO. Tapi HACCP punya tahapan tertentu. Sebelum penerapan HACCP, pabrik
(perusahaan) harus sudah menjalankan GMP dan SSOP dengan baik. Untuk
kalangan pabrik tentu sudah tidak asing lagi, apa itu GMP. Skedar berbagi saja,
berproduksi dengan baik. GMP ini panduan mendetail dan harus mencakup semua
Oleh sebab itu untuk memantau implementasi GMP dilapangan perlu dilakukan
audit. Audit ini bisa dibagi menjadi audit internal dan eksternal. Audit internal
berasal dari auditor yang ditunjuk dan diberi kewenangan untuk mengaudit pabrik
tersebut. Audit internal ini bisa berasal dari gabungan karyawan dari berbagi
Masukan dari auditor internal ini bisa dijadikan acuan untuk diadakan perubahan
kebijakan. Manfaat dari auditor internal ini adalah jika ada temuan bisa dibahas
secara internal pabrik dan tidak perlu sampai banyak pihak tahu. Auditor internal
eksternal bisa dari berbagai macam institusi baik milik pemerintah maupun milik
swasta. Tapi ada syarat dalam memilih auditor eksternal, yaitu: institusi auditor
Sudah banyak institusi yang bisa dijadikan auditor eksternal, salah satunya yang
sudah terkenal adalah SGS. Selain GMP ada satu lagi pedoman yang harus
Operating Procedures.
Tujuan HACCP
Umum
Khusus :
Kegunaan HACCP
·
Prinsip HACCP :
Identifikasi bahaya
Penetapan CCP
Penetapan batas / limit kritis
Pemantauan CCP
Tindakan koreksi thd penyimpangan
Verifikasi
Dokumentasi
Keamanan Pangan
dan ancaman yang dihadapi. Dari hasil analisis tersebut ditetapkan kebijakan yang
harus ditempuh, serta disusun strategi, program, dan kegiatan yang perlu
yaitu melalui pendekatan HACCP untuk menghasilkan produk yang aman, serta
mengacu pada ISO 9000 (QMS) untuk menghasilkan produk yang konsisten dan
ISO 14000 (EMS) untuk menjamin produk pangan yang berwawasan lingkungan
pangan nasional, yang menekankan pada penerapan sistem jaminan mutu untuk
setiap mata rantai dalam pengolahan pangan yaitu GAP/GFP (Good
KONSUM
PEMERINTAH INDUSTRI EN
Bi
o o ay
a
pe
P Pena
ng
e rika
ob
n n
ata
y prod
n
e uk
da
l Penu
n
i tupa
re
d n
ha
i pabr
bil
k ik
ita
a Kerugian si
n Penelusuran penyebab Ke
d
Kehilangan pasar dan hil
pelanggan an
a
ga
n Kehilangan kepercayaan
n
konsumen (domestik dan pe
p internasional) nd
e
n
Administrasi asuransi ap
o ata
y
n
e
da
d n
i
pr
k od
a
uk
n Biaya dan waktu rehabilitasi tiv
(pengambilan kepercayaan ita
k konsumen) s
a
s Penuntutan konsumen Sa
u kit
s ,
Biaya penyelidikan dan pe
analisis nd
Kehilangan eri
Produktivitas taa
n
Penurunan ekspor da
Biaya sosial sekuriti n
Penganguran m
un
gk
in
ke
ma
tia
n
Ke
hil
an
ga
n
wa
kt
u
Bi
ay
a
pe
nu
nt
uta
n/
pel
ap
or
an
KEKUATAN ANCAMAN
KELEMAHAN PELUANG
Pangan
jawab bersama antara pemerintah, industri yang meliputi produsen bahan baku,
industri pangan dan distributor, serta konsumen (WHO, 1998). Keterlibatan ketiga
INDUSTRI
(Industri KONSUMEN
PEMERINTAH bahan baku,
Pengolahan, MASYARAKAT
Distributor,
Pengecer)
Penera
o pan o
Penyu sistem Pengem
sunan jamina bangan
kebija n mutu SDM
ksanaa dan (pelatih
n keama an,
strateg nan penyulu
i, pangan han dan
progra (GAP/ penyeba
m dan GFP, ran
peratu GHP, informa
ran GMP, si
GDP, kepada
GR, konsum
Pelakasanaan HACC en)
program P, ISO tentang
Pemasyarakatan UU 9000, keaman
Pangan dan peraturan ISO an
Pengawasan dan low 14000 pangan
enforcement dll)
Pengumpulan Penga Praktek penanganan
informasi wasan dan pengolahan pangan
Pengembangan Iptek mutu yang baik (GCP)
dan penelitian dan Partisipasi dan
Pengembangan SDM keama kepedulian masyarakat
(pengawas pangan, nan tentang mutu dan
penyuluh pangan, produk keamanan pangan
industri) Penera
Penyuluhan dan pan
penyebaran informasi teknol
kepada konsumen ogi
Penyelidikan dan yang
penyedikan kasus tepat
penyimpangan mutu (aman,
dan keamanan ramah
pangan lingku
ngan,
dll)
Penge
mbang
an
SDM
(mana
ger,
superv
isor,
pekerj
a
pengol
ah
pangan
)
Sistem mutu tertulis bukan sekedar merupakan sesuatu yang diinginkan saja tetapi
harus dikerjakan di lapangan. Sistem mutu terdiri dari manual, prosedur, instruksi
semua karyawan karena mereka nantinya yang akan mengerjakan dan hasil
2. Pengendalian Rancangan
Tanpa merancang mutu kedalam suatu produk, akan sulit mencapai mutu tersebut
produk yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan secara penuh yang dapat
menyusun dan memelihara prosedur pengendalian semua dokumen dan data yang
semua bahan dan jasa yang diperoleh dari sumber-sumber di luar perusahaan
jawabnya.
6. ldentifikasi Produk dan Kemampuan Telusur
7. Pengendalian Proses
proses dan pembelian) inspeksi dengan intensitas tertentu tidak dapat dihindari
diandalkan. Untuk itu alat pengukur atau alat uji harus memenuhi kecermatan dan
dalam suatu pabrik yang besar, produk yang memenuhi spesifikasi, yang belum
diperiksa dan yang tidak memenuhi spesifikasi berada pada tempat yang
kepada konsumen. Jika produk yang tidak sesuai terdeteksi pada tahap produksi,
prosedur yang ada harus tidak membiarkan produk tersebut diproses lebih lanjut.
12. Tindakan Koreksi
Setiap kegiatan atau sistem operasi dapat saja menyimpang dari kondisi
dalam bentuk bahan mentah, produk antara untuk di proses lagi maupun produk
jadi. Adalah sangat penting menjamin bahwa mutu dari semua bahan dan produk
penanganan yang tidak tepat, pengemasan yang tidak memadai dan prosedur
mutu. Catatan mutu memberikan bukti obyektif bahwa mutu produk yang
disyaratkan telah dicapai dan berbagai unsur sistem mutu telah dilaksanakan
dengan efektif.
15. Audit Mutu Internal
operasi dan kegiatan dilaksanakan sesuai prosedur tertulis dan semua tujuan
McDonald, P., RA. Edwards, JFG. Greenhalgh, and CA. Morgan. 2002. Animal
Nutriotion. Prentice Hall
Sutardi, 1980. Landasan Ilmu Nutrisi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak. Fakultas Peternakan IPB. Bogor
Poltry Idonesia. 2014. Era perdagangan bebas menuntut setiap produsen pakan
untuk menghasilkan pakan bermutu sesuai dengan standar internasional.
http://www.poultryindonesia.com. Diakses 14 Oktober 2014