Anda di halaman 1dari 28

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Upaya Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematis Melalui Penerapan


Model Pembelajaran Problem Based Learning Bagi Siswa SMPK BPK
PENABUR METRO Kelas VII Pada Materi Garis Dan Sudut

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Tugas Akhir Latihan Evektifitas Belajar Mengajar

(LEBM)

Oleh :

Florentina Nova Andriani, S.Pd.

NIK : 1119002

SEKOLAH MENENGAH PERTAMA

BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR METRO

Jl. Jenderal Sudirman No.166 Ganjarasri Metro Barat, Kota Metro

2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2

A. LATAR BELAKANG........................................................................................2

B. IDENTIFIKASI MASALAH.............................................................................4

C. PEMBATASAN MASALAH............................................................................4

D. RUMUSAN MASALAH...................................................................................4

E. MANFAAT PENELITIAN................................................................................5

BAB II KAJIAN PUSTAKA......................................................................................6

A. DESKRIPSI TEORI...........................................................................................6

B. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN......................................................19

C. KERANGKA BERFIKIR.................................................................................20

D. HIPOTESIS PENELITIAN..............................................................................20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN................................................................21

A. TUJUAN PENELITIAN..................................................................................21

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN........................................................21

C. SUBJEK PENELITIAN...................................................................................21

D. JENIS PENELITIAN.......................................................................................21

E. METODE PENGUMPULAN DATA..............................................................22

F. INSTRUMEN PENELITIAN...........................................................................23

G. TEKNIK ANALISIS DATA............................................................................23

H. INDIKATOR KEBERHASILAN....................................................................25

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................26

LAMPIRAN SURAT IZIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS............................27

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang sangat
pesat tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan berbagai disiplin ilmu
yang mendasarinya. Salah satu ilmu tersebut adalah matematika. Matematika
merupakan mata pelajaran yang terstruktur, terorganisasi, dan berjenjang, artinya
materi satu dengan materi yang lainnya saling berkaitan. Matematika tidak
sekedar alat bantu berfikir dalam menjawab soal, namun matematika adalah
bahasa untuk mengkomunikasikan gagasan secara praktis, efisien dan sistematis.
Dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk dapat
mengkomunikasikan pemahamannya agar dimengerti oleh orang lain.
Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa sejak berada di
bangku sekolah dasar, bahkan pada pendidikan sebelumnya untuk membekali
siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan
kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif seperti sekarang ini.
Komunikasi adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan
matematika. Karena komunikasi menjadi cara untuk berbagi ide dan
mengklasifikasi pemahaman dan melalui komunikasi, ide menjadi objek refleksi,
perbaikan, diskusi, dan perubahan. Komunikasi merupakan hal yang mampu
menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami atau
mengerti bukan berarti harus menyetujui, akan tetapi dengan adanya suatu
komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan
secara sosial. Hal yang terpenting adalah bagaimana membangun komunikasi
tersebut agar dapat mencapai tujuannya, meskipun ada perbedaan dalam hal
pendapat. Bila komunikasi tidak berjalan dengan baik maka dapat menghambat
suatu pola interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini pun terjadi pada
pembelajaran matematika karena matematika bukan hanya tentang logika tetapi
juga tentang bahasa. Dalam artian, pada proses pembelajaran matematika setiap
siswa mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda-beda terhadap suatu materi
meskipun materi tersebut dipelajari secara bersama-sama.
Kemampuan komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting dan
perlu ditingkatkan dalam pembelajaran matematika karena komunikasi bisa
membantu pembelajaran siswa tentang konsep matematika ketika mereka
memerankan situasi, menggambar, menggunakan objek, memberikan laporan
dan penjelasan verbal. Keuntungan sampingannya adalah bisa mengingatkan
siswa bahwa mereka berbagi tanggung jawab dengan guru atas pembelajaran

2
yang muncul dalam pembelajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Huinker dan Laughlin (Hulukati, 2005:5) bahwa :
“Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk
mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan berkomunikasi melalui
lisan maupun tulisan serta mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Dengan
komunikasi, baik lisan maupun tulisan dapat membawa siswa pada pemahaman
yang mendalam tentang matematika dan dapat memecahkan masalah dengan
baik”.
Namun kenyataanya, siswa masih kurang baik dalam melakukan
komunikasi, baik komunikasi melalui lisan atau tulisan. Siswa kesulitan untuk
mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada
di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam
mengungkapkan gagasan-gagasannya, di samping itu siswa juga kurang terbiasa
dengan mengkomunikasikan gagasannya secara lisan. Untuk mendorong siswa
agar mampu melakukan komunikasi matematis dengan baik dalam
pembelajaran, perlu dikembangkan model pembelajaran yag mendukung.
Model pembelajaran yang dikembangkan harus memberikan kesempatan yang
luas kepada siswa untuk menggali segala kamampuan dan pengalaman yang
dimiliki.

Latar belakang inilah yang mendorong peneliti untuk mengujicobakan suatu


model pembelajaran inovatif guna melihat pengaruhnya terhadap hasil belajar
siswa pada mata pelajaran matematika. Dalam hal ini, peneliti menggunakan
suatu model pembelajaran yang relevan yaitu model Problem Based Learning.
Model PBL merupakan model pembelajaran yang menyajikan masalah di awal
pembelajaran atau lingkungan belajar yang di dalamnya menggunakan masalah
untuk belajar. Masalah yang disajikan merupakan masalah dunia nyata sebagai
konteks bagi siswa untuk belajar. Hal ini sesuai dengan tahapan kognitif anak
yang berada pada tahapan operasional konkret karena siswa secara tidak
langsung telah melihat, merasakan atau bahkan mengalami sendiri. Pemecahan
masalah bersifat terbuka, artinya dapat dilakukan secara individu ataupun
kelompok. Melalui PBL, siswa mendapat pengalaman secara langsung seperti
kerja sama, mencari penyelesaian dari permasalahan atau soal yang disajikan
secara sendiri, mengumpulkan data pendukung untuk solusi yang ditetapkan,
mempresentasikan solusi dari suatu masalah yang telah ditentukan, bertanya,
menanggapi atau merespon solusi atau pemecahan masalah yang dilakukan oleh
teman. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa PBL benar-benar memberikan
banyak pengalaman nyata kepada siswa. Seperti pada pembahasan sebelumnya
bahwa pengalaman secara nyata akan membantu anak dalam mengembangkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.

3
Dalam proses pembelajaran yang sudah dilakukan peneliti pada tahun ajaran
sebeblumnya dengan menggunakan metode diskusin sudah sering terjadi
komunikasi matematis baik secara lisan maupun secara tertulis antara siswa
dengan siswa dan siswa dengan guru. Namun hanya beberapa siswa saja yang
berkomunikasi matematis dengan berani bertanya tetapi hanya itu-itu saja yang
berani bertanya sedangkan siswa yang lain hanya menerima. Hal ini
menyebabkan komunikasi matematis siswa rendah. Oleh karena itu, diadakan
suatu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan hasil dari model pembelajaran
Problem Based Learning pada pembelajaran matematika yang ditinjau dari
komunikasi matematis siswa kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memiliki gagasan untuk
melakukan penelitian dengan judul: Upaya Peningkatan Kemampuan
Komunikasi Matematis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning Bagi Siswa SMPK BPK PENABUR Metro Kelas VII Pada Materi
Garis Dan Sudut

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat permasalahan yang dapat
di identifikasikan yaitu peneliti meyakini komunikasi matematis itu penting
tetapi yang menjadi kendala bagi siswa adalah waktu tidak mencukupi untuk
berkomunikasi secara mendalam untuk setiap materi yang diajarkan oleh
peneliti dan komunikasi secara matematis belum sering dilakukan oleh siswa.

C. PEMBATASAN MASALAH
1. Siswa yang menjadi subyek data penelitian ini adalah siswa kelas VII
SMPK BPK PENABUR Metro.
2. Materi pembelajaran yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah
garis dan sudut.

D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning untuk membelajarkan materi garis dan sudut
pada siswa kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro ?
2. Bagaimana hasil dari model pembelajaran Problem Based Learning pada
pembelajaran matematika ditinjau dari komunikasi matematis siswa kelas
kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro ?

4
3. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kelas VII
SMPK BPK PENABUR Metro setelah mengikuti proses pembelajaran
dengan model pembelajaran Problem Based Learning ?

E. MANFAAT PENELITIAN
Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang lain, khususnya
dapat bermanfaat bagi siswa dan peneliti sendiri. Manfaat yang diharapkan
adalah sebagai berikut:
1. Menjadi inspirasi bagi guru untuk mengelola pembelajaran dengan
penerapan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas VII
SMPK BPK PENABUR Metro.
2. Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas VII SMPK BPK
PENABUR Metro untuk berkomunikasi secara matematis dalam
pembelajaran matematika. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan keberanian siswa dalam mengungkapkan ide, pendapat,
pertanyaan atau saran.
3. Menambah wawasan peneliti mengenai bagaimana proses pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning yang ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis untuk
siswa kelas di kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro pada materi garis
dan sudut.

5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

A. DESKRIPSI TEORI
1. Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)
dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Silver
(dalam Eggen dan Kauchak, 2012: 307) yang menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang
menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri. Hal serupa juga
diungkapkan oleh Tung (2015: 228) bahwa Problem Based Learning adalah
model pembelajaran yang menekankan pada pemcahan masalah autentik
seperti masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya melibatkan siswa untuk memecahakan masalah sehingga
siswa mendapat kesempatan untuk mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan
untuk memcahkan masalah.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Supama (2015:45) yang menyatakan
bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu
model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang tata cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran. Model ini dapat mengoptimalkan
semua potensi yang ada pada diri siswa secara aktif, baik aktif secara fisik
maupun mental. Pembelajaran PBL dapat melatih siswa aktif dan berpikir
kritis, selain itu adanya kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sama dan siswa memperoleh pengalaman sendiri untuk
menyelesaikan suatu masalah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang
berorientasi pada masalah atau proses belajar yang di dalamnya menggunakan
masalah untuk belajar sehingga memungkinkan siswa untuk melatih
kemampuan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah. Permasalahan
yang dimaksud di sini ialah permasalahan riil yang terjadi di sekitar siswa dan
masih baru-baru terjadi/ menimpa masyarakat sekitar.

2. Karakteristik Model Pembelajaran Problem Based Learning

6
Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki beberapa ciri atau
karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan dengan model
pembelajaran yang lainnya. Mulyasa, dkk (2016: 133) mengungkapkan bahwa
Problem Based Learning memiliki empat karakteristik yang juga menjadi
prinsip yang harus diperhatikan dalam Problem Based Learning, meliputi:
a. Konsep Dasar (basic concept)
Pada pembelajaran ini, fasilitator dapat memberikan konsep dasar,
petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam
pembelajaran tersebut.
b. Pendefinisian Masalah (defining the problem)
Dalam hal ini, fasilitator menyampaikan permasalahan dan peserta
didik melakukan berbagai kegiatan di dalam kelompok.
c. Pembelajaran Mandiri (self learing)
Dalam tahap ini, peserta didik mencari sendiri berbagai sumber yang
dapat memperjelas isu/ masalah yang ingin dipecahkan atau sedang
diinvestigasi, misalnya melalui artikel tertulis di perpustakaan, halaman
web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tujuan utama tahap
investigasi yaitu (1) agar peserta didik mencari informasi dan
megembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang
telah didiskusikan di kelas, dan (2)informasi yang terkumpul kemudian
untuk dipresentasikan di kelas agar relevan dan mudah dipahami.
d. Pertukaran pengetahuan (exchange knowledge)
Pada tahap ini, peserta didik melakukan presentasi hasil dalam kelas
dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan
akhir, dan dokumentasi akhir.

Sedangkan menurut Tung (2015: 228), karakteristik Problem Based


Learning, meliputi:
a. Belajar dimulai dengan satu permasalahan.
b. Memastikan bahwa permasalahan tersebut berhubungan dengan dunia
nyata murid.
c. Mengorganisasikan pelajaran yang berkaitan dengan masalah tersebut
dan bukan terkait dengan disiplin ilmu tertentu.
d. Memberikan tanggung jawab yang besar kepada siswa dalam
membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar mereka
sendiri.
e. Menggunakan kelompok kecil.
f. Menuntut siswa untuk mendemonstrasikan yang telah dipelajari dalam
bentuk produk atau kinerja.

7
Eggen dan kouchak (2012:307) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis
masalah memilki tiga karakteristik, yaitu:
a. Pelajaran berfokus pada memecahkan masalah
Pembelajaran berawal dari suatu masalah dan memecahkan masalah
adalah tujuan dari masing-masing pelajaran. Artinya, kegiatan
pembelajaran berbasis masalah bermula dari satu masalah dan
memecahkannya adalah fokus pelajarannya.
b. Tanggung jawab untuk memecahkan masalah bertumpu pada siswa
Siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan
memecahkan masalah. Kegiatan pembelajaran berrbasis masalah
biasanya dilakukan secara berkelompok yang cukup kecil (tidak lebih
dari empat) sehingga semua siswa terlibat dalam proses pembelajaran
tersebut. Dengan demikian, siswa bertanggung jawab pada tugasnya
masing-masing.
c. Guru mendukung proses saat siswa mengerjakan masalah
Guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan pertanyaan dan
memberikan dukungan pengajaran lisan saat siswa berusaha
memecahkan masalah. Karakteristik ini penting dan menuntut
keterampilan serta pertimbangan yang sangat profesional untuk
memastikan kesuksesan pelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah.

Di sinilah guru dituntut untuk memiliki kemampuan atau keprofesionalan


dalam menyelengggarakan kegiatan pembelajaran berbasis masalah. Apabila
guru tidak cukup memberikan bimbingan dan dukungan maka siswa akan
gagal, membuang waktu, dan mungkin miliki konsepsi yang salah.
Sedangkan, apabila guru memberikan terlalu berlebihan, siswa tidak akan
mendapatkan banyak pengalaman pemecahan masalah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
karakteristik model pembelajaran Problem Based Learning dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
a. Proses pembelajarannya berfokus pada masalah.
b. Permasalahan yang digunakan adalah permasalahan yang terkait dengan
kehidupan nyata siswa.
c. Pembelajarannya menggunakan kelompok kecil atau pun secara mandiri
sehingga memungkinkan adanya pengembangan rasa tanggung jawab
siswa dalam pemecahan masalah.
d. Guru bertindak sebagai fasilitator dalam upaya siswa untuk memecahkan
masalah
e. Pembelajarannya mengahasilkan suatu karya atau produk

8
f. Adanya kesempatan siswa untuk bertukar pengetahuan sehingga dapat
melatih kemampuan berpikir siswa.

3. Langkah-langkah Problem Based Learning


Problem Based Learning memiliki langkah-langkah pembelajaran
yang tersusun secara sistematis. Endang (2011:221) menyebutkan ada 4
langkah dalam proses pembelajaran berbasis masalah, yaitu : (1) guru
menjelaskan tujuan pembelajaran kemudian memberi tugas atau masalah
untuk dipecahkan. Masalah yang dipecahkan adalah masalah yang memiliki
jawaban kompleks atau luas, (2) guru menjelaskan prosedur yang harus
dilakukan dan memotivasi siswa agar lebih aktif dalam pemecahan masalah,
(3) guru membantu siswa menyusun laporan hasil pemecahan masalah yang
sistematis, (4) guru membatu siswa untuk melakukan evalusai dan refleksi
proses-proses yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah.
Sedangkan menurut Nur (dalam Rusman, 2011:243) menyebutkan ada
5 langkah dalam PBL, yaitu: (1) Orientasi siswa terhadap masalah, (2)
Mengorganisasi siswa untuk belajar, (3) Membimbing penyelidikan individual
dan kelompok, (4) Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, (5)
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah. Kelima langkah
dalam PBL menuntun siswa untuk menemukan masalah, menganalisis,
memecahkannya, serta mengevaluasi sebuah permasalahan. Melalui langkah
tersebut siswa akan terlibat langsung dalam memecahkan masalah,
pengalaman dan konsep-konsep yang akan ditemukan pada pemecahan
masalah yang disajikan.
Kedua pendapat di atas dirincikan dan dipertegas oleh Huda (2013: 272-273)
yang juga menjelaskan tentang langkah-langkah pembelajaran berbasis
masalah, yaitu sebagai berikut:
a. Siswa diberi permasalahan oleh guru (atau permasalahan diungkap dari
pengalaman siswa
b. Siswa melakukan diskusi kelompok kecil dan melakukan hal-hal sebagai
berikut:
1. Mengklarifikasi kasus permasalahan yang diberikan
2. Mendefinisikan masalah
3. Melakukan tukar pikiran berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
4. Menetapkan hal-hal yang diperlukan dalam menyelesaikan masalah
5. Menetapkan hal-hal yang harus dilakukan dalam menyeleaikan
masalah
6. Siswa melakukan kajian secara independen berkaitan dengan masalah
yang harus diselesaikan. Siswa dapat melakukannya dengan cara

9
mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal
atau melakukan observasi.
7. Siswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar
informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah.
8. Siswa menyajikan solusi yang telah ditemukan
9. Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh
kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauh mana pengetahuan
yang sudah diperoleh siswa serta bagaimana peran masing-masing
siswa dalam kelompok.

Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa langkah-


langkah pembelajaran Problem Based Learning yang memungkinkan untuk
dikembangkan dalam pembelajaran Matematika yaitu:
(1) Orientasi siswa pada masalah,
(2) Mengorganisasi siswa untuk belajar,
(3)Membimbing pengalaman individu/kelompok,
(4)Mengembangkan dan menyajikan hasil karya,
(5)Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.

4. Tujuan Model pembelajaran Problem Based Learning


Problem Based Learning memiliki beberapa tujuan yang diharapkan dapat
dicapai dalam pembelajaran. Daryanto (2014: 30) menyatakan Problem Based
Learning memiliki tujuan-tujuan yang ingin dicapai, diantaranya ialah:
a. Keterampilan berpikir dan memecahkan masalah
b. Belajar pengarahan sendiri (self directed learning). Problem Based
Learning berpusat pada siswa sehingga siswa harus menentukan sendiri apa
yang harus dipelajarai dan dari mana informasi harus diperoleh, di bawah
bimbingan guru
c. pemodelan peranan orang dewasa yakni Problem Based Learning menjadi
penengah antara pembelajaran di sekolah formal dan aktivitas-aktivitas
mental di luar sekolah yang dapat dikembangkan antara lain:
1. Problem Based Learning mendorong kerja sama menyelesaikan tugas
2. Problem Based Learning memiliki elemen-elemen magang yang
mendorong pengamatan dan dialog dengan siswa lain, sehingga secara
bertahap siswa dapat memiliki peran yang dapat diamati tersebut.
3. Problem Based Learning melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan
sendiri yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan
menjelaskan fenomena dunia nyata.

10
Kaitannya dengan tujuan PBL ini, Sanjaya (2008:216) juga berpendapat
bahwa tujuan lain yang ingin dicapai dari Problem Based Learning adalah
kemampuan siswa berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk
menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara
empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah. Kemudian Ibrahim dan
Nur (dalam Rusman, 2011:242) menambahkan tujuan Problem Based
Learning, yaitu:
a. Megembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah
b. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan siswa dalam
pengalaman nyata
c. Menjadi para siswa yang otonom

Berdasarkan konsep yang telah dijelaskan di atas, peneliti menyimpulkan


bahwa tujuan Problem Based Learning yang sesuai untuk siswa SMPK BPK
PENABUR Metro antara lain: (1) Melatih kemampuan berpikir atas
pemecahan masalah, (2) Membantu siswa untuk mampu mengarahkan diri, (3)
Membekali siswa untuk mampu memecahkan masalah khususnya yang
berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, (4) Membatu siswa untuk lebih aktif
dalam berkomunikasi secara matematis kepada guru dan kepada teman
sejawat saat kerja kelompok.

5. Kelebihan Model Pembelajaran Problem Based Learning


Dalam pelaksanaannya, Pembelajaran Problem Based Learning tentunya
memiliki kelebihan seperti halnya dengan model pembelajaran yang lainnya.
Berikut ini adalah kelebihan dari Problem Based Learning (Thobroni,
2016:231)
a. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam
situasi nyata
b. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui
aktivitas belajar
c. pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubungannya tidak perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi
beban siswa dengan menghafal atau menyimpan informasi
d. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
e. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari
perpustakaan, internet, wawancara, dan observasi.
f. Siswa memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri
g. Siswa memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam
kegiaan diskusi atau presnetasi hasil pekerjaan mereka

11
h. Kesulitan belajar siswa secara individu dapat diatasi melalui kerja
kelompok dalam bentuk peer teaching

6. Kekurangan Model pembelajaran Problem Based Learning


Pembelajaran berdasarkan masalah juga memiliki beberapa kelemahan
dari model pembelajaran problem based learning ialah sebagai berikut:
a. Ketika siswa tidak memiliki minat atau mempunyai kepercayaan bahwa
masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan mereka akan merasa
enggan untuk mencoba; (teori Sanjaya)
b. Keberhasilan pembelajaran melalui Problem Based Learning ini
membutuhkan waktu cukup lama untuk persiapan; (teori Sanjaya)
c. Tanpa pemahaman mengapa mereka berusaha untuk memecahkan masalah
yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang ingin
mereka pelajari; (teori Sanjaya)
d. Persiapan pembelajaran (alat, prolem, konsep) yang kompleks; (teori
Trianto)
e. Sulitnya memberikan problem yang relevan; (teori Trianto)
f. Tidak dapat diterapkan untuk setiap materi pelajaran, ada bagian materi
yang mengharuskan guru berperan aktif dalam menyajikan materi; (teori
Lidinillah)
g. Kesulitan dalam pembagian tugas pada kelas yang memiliki tingkat
keragaman siswa yang tinggi; (teori Lidinillah)
h. Membutuhkan kemampuan guru yang dapat mendorong kerja siswa dalam
kelompok secara efektif, artinya guru harus memiliki kemampuan
memotivasi siswa dengan baik; (teori Lidinillah)
i. Adakalanya sumber yang dibutuhkan tidak tersedia dengan lengkap (teori
Lidinillah)

7. Kemampuan Komunikasi Matematis


Kemampuan berasal dari kata “mampu” yang berarti kuasa (bisa,
sanggup, melakukan sesuatu, dapat, berada, kaya, mempunyai harta
berlebihan). Kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan
(Depdikbud, 1999 : 623). Seseorang dikatakan mampu apabila ia bisa atau
sanggup melakukan sesuatu yang harus ia lakukan. Kemampuan adalah suatu
kesanggupan dalam melakukan sesuatu.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia 1998, komunikasi berasal dari bahasa
latin “communis” yang artinya “sama” dalam arti “sama makna” mengenai
satu hal. Sedangkan dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia (KUBI dalam
Zainab, 1996) secara terminology, komunikasi berarti proses penyampaian
suatu pesan dari seseorang kepada orang lain.

12
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide,
gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi
diantaranya (Muh.Nurul Huda, Komunikasi pendidikan). Sedangkan menurut
persepsi penulis, yang dimaksudkan dengan komunikasi dalam dunia
pendidikan adalah proses penyampaian pesan antara guru dan siswa, dan
antara siswa yang satu dan siswa yang lainnya. Komunikasi merupakan
bagian yang sangat penting pada matematika dan pendidikan matematika.
Ketika siswa ditantang berfikir tentang matematika dan mengkomunikasikan
hasil pikiran mereka secara lisan atau dalam bentuk tulisan, berarti mereka
sedang belajar menjelaskan dan menyakinkan apa yang ada didalam benak
mereka. Seorang siswa memperoleh informasi berupa konsep matematika
yang diberikan guru maupun yang diperoleh dari bacaan, maka saat itu terjadi
transformasi informasi matematika dan sumber kepada siswa tersebut.
Komunikasi matematis adalah cara bagi siswa untuk mengomunikasikan
ide-ide, strategi maupun solusi matematika baik secara tertulis maupun lisan.
Komunikasi adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan
matematika. Sedangkan, kemampuan komunikasi matematis dalam menjawab
soal menurut National Council of Teachers of Mathematics (2000: 348) dapat
dilihat ketika siswa menganalisis dan menilai pemikiran dan strategi
matematis orang lain dan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan
ide matematika dengan tepat.
Clark (2005: 5) menyatakan bahwa “Math is communication. You have to
be able to communicate the concepts. You have to be able to communicate
your thinking. Numbers are not enough for any good mathematician. You
have to prove. You have to convince” (Matematika adalah komunikasi. Anda
harus bisa mengkomunikasikan konsep. Anda harus bisa mengkomunikasikan
pemikiran anda. Bilangan saja tidak cukup untuk matematika yang baik. Anda
harus bisa membuktikan. Anda harus bisa meyakinkan).
Hal ini menunjukkan bahwa siswa harus mampu menyampaikan isi
pemikirannya tentang masalah matematika, bukan hanya dalam hal
menghitung tapi juga bagaimana mengkomunikasikan matematika tersebut
baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu Hirschfeld (2008: 4) juga
berpendapat bahwa dengan adanya komunikasi siswa mengenai ide dan apa
yang mereka pikirkan, guru bisa mengerti apa yang diketahui dan apa yang
tidak diketahui oleh siswa. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Borasi and
Rose dalam Kosko and Wilkins (2010: 81) yaitu:
“Students who write to explain or describe solution strategies experience
an improvement in their problem solving skills”. (Seseorang yang menulis
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan strategi solusi mengalami
peningkatan keterampilan dalam menyelesaikan masalah).

13
Menurut Jacobs (2002: 380-381) komunikasi ide-ide matematika dapat
dilihat melalui lima aspek yaitu aspek representasi, aspek mendengar, aspek
membaca, aspek diskusi, dan aspek menulis. Kemampuan komunikasi
matematis merupakan kesanggupan/kecakapan seorang siswa untuk dapat
menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau
mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal matematis (Departemen
Pendidikan Nasional, 2004: 24).
Komunikasi mempunyai peranan penting dalam pembelajaran
matematika. Ada 2 alasan yang mendasari pentingnya komunikasi dalam
matematika yaitu matematika pada dasarnya merupakan suatu bahasa dan
belajar matematis merupakan aktivitas sosial. Melalui komunikasi matematis
siswa dapat belajar untuk menerima ide-ide matematika melalui pendengaran,
penglihatan, dan visualisasian, mampu menyajikan ide-ide matematika dengan
bicara, tulisan, gambar, diagram, dan, grafik serta mampu berdiskusi dan
mengajukan pertanyaan tentang matematika (Herry Sukarman, 2000: 42).
Ada beberapa indikator yang menunjukkan adanya komunikasi (TIM
PPPG Matematika, 2005: 59) antara lain: menyajikan pernyataan matematika
secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram, mengajukan dugaan (conjegtures),
melakukan manipulasi matematika, menarik kesimpulan, menyussun bukti,
memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi, menarik kesimpulan
dari pernyataan, memeriksa kesahihan suatu argumen, menemukan pola atau
sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Berdasarkan definisi
di atas, maka aspek kemampuan berkomunikasi secara matematis meliputi:
a. Kemampuan siswa memberikan alasan secara rasional terhadap suatu
pernyataan. Siswa yang berpikir rasional akan menggunakan alasan yang
logis dalam menjawab suatu pertanyaan dan memberikan pendapat tehadap
suatu pernyataan.
b. Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika dan
sebaliknya. Kemampuan ini meliputi kemampuan mengubah bentuk uraian
ke rumus, grafik, tabel, gambar, skema, dan diagram serta menafsirkannya.
Dengan kemampuan ini, siswa diharapkan dapat menyelesaikan soal-soal
cerita.
c. Kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian
yang relevan. Kemampuan ini adalah kemampuan menyatakan pikiran dan
ide-ide atau gagasan matematika ke dalam kata-kata, lambang matematika
dan bilangan ketika menyelesaikan masalah.

8. Materi Garis Dan Sudut


Standar Kompetensi mata pelajaran matematika Sekolah Menengah
Pertama kurikulum 2006 menyebutkan bahwa garis dan sudut adalah salah

14
satu materi matematika yang harus dipelajari siswa. Untuk menyelesaikan
soal yang berkaitan dengan garis dan sudut, peneliti akan menjelaskan
kedudukan dua garis (sejajar, berimpit, berpotongan, bersilangan) melalui
contoh nyata, mengenal satuan sudut (derajat), memberi nama serta mengukur
besar sudut dengan busur derajat, menjelaskan perbedaan jenis sudut (siku,
lancip, tumpul). Berikut akan dijelaskan materi yang terkait dengan pokok
bahasan garis dan sudut (Adinawan, M.C, Sugijono: 2007).
A. Konsep Titik, Garis dan Bidang
Dalam geometri, ada istilah yang disebut dengan istilah primitive.
Istilah primitive ditujukan untuk konsep-konsep sederhana yang mudah
dipahami dan sulit dibuatkan batasannya. Kemudian oleh para ahli
geometri modern konsep-konsep tersebut dikelompokkan ke dalam istilah-
istilah yang tidak didefinisikan (undefined). Unsur yang tidak didefinisikan
atau pengertian pangkal adalah konsep primitive yang mudah dipahami dan
sulit dibuatkan definisinya seperti titik, garis dan bidang. Dalam geometri,
titik adalah konsep abstrak yang tidak berwujud atau tidak berbentuk, tidak
mempunyai ukuran, tidak mempunyai berat, atau tidak mempunyai
panjang, lebar, atau tinggi. Titik adalah ide atau gagasan abstrak yang
hanya ada dalam benak orang yang memikirkannya. Dalam geometri titik
di gambarkan sebagai berikut . yaitu gambar yang dihasilkan dari ujung
pensil/pena pada kertas. Titik biasanya diberi nama menggunakan huruf
kapital. Seperti halnya titik garis juga merupakan pengertian pangkal. Garis
adalah ide atau gagasan abstrak yang bentuknya lurus, memanjang ke dua
arah, tidak terbatas atau tidak bertitik akhir, dan tidak tebal. Garis adalah
ide atau gagasan yang hanya ada dalam benak pikiran orang yang
memikirkannya. Garis dapat disimbolkan dengan gambar yang terjadi jika
ujung pensil/pena digeser pada sebuah kertas tanpa berhenti. Sehingga
garis tidak memiliki ujung di kedua arahnya. Untuk memudahkan dalam
menggambar garis maka pada kedua ujungnya kita beri simbol tanda panah
untuk menunjukkan bahwa garis itu memanjang pada kedua arahnya.
Nama dari sebuah garis dapat menggunakan satu huruf latin atau
menggunakan dua huruf kapital pada dua titik berbeda yang terletak pada
garis itu. Selanjutnya bidang juga merupakan pengertian pangkal. Bidang
adalah ide atau gagasan abstrak yang hanya ada dalam benak pikiran orang
yang memikirkannya. Bidang diartikan sebagai permukaan yang rata,
meluas ke segala arah dengan tidak terbatas, dan tidak memiliki tebal.
B. Kedudukan Dua Garis
Kedudukan dua garis dapat dikelompokkan menjadi:
a. Dua Garis Sejajar

15
l

Gambar 2. 1 Dua Garis Sejajar

Jika dua (garis k dan l) terletak dalam satu bidang dan tidak
berpotongan, maka dapat dikatakan kedua garis tersebut merupakan
garis sejajar. Dua garis yang sejajar dinotasikan dengan “//”.
Dua garis atau lebih dikatakan sejajar apabila garis-garis tersebut
terletak pada bidang datar dan tidak berpotongan.
Sifat-sifat garis sejajar:

1)

Jika sebuah garis memotong salah satu dari dua garis yang sejajar,
maka garis itu akan memotong garis yang kedua.

2)

Jika sebuah garis sejajar dengan dua garis lainnya, maka kedua garis
itu sejajar.

b. Dua Garis Berpotongan

a
P b

Gambar 2. 2 Dua Garis Berpotongan

Pada gambar di atas garis a dan garis b berpotongan di titik P


dimana keduanya terletak pada bidang yang sama. Dua garis dikatakan
berpotongan apabila garis tersebut terletak pada satu bidang datar dan
mempunyai tepat satu titik persekutuan.

c. Dua Garis Berhimpit

k=l

Gambar 2. 3 Dua Garis Berhimpit

16
Gambar 2.3 di atas menjukkan garis k dan garis l yang saling
menutupi, sehingga hanya terlihat sebagai satu garis saja. Dalam hal
ini dikatakan kedudukan masing-masing garis k dan l terletak pada satu
garis lurus. Kedudukan yang demikian dinamakan pasangan garis lurus
yang berhimpit. Dua buah garis dikatakan berimpit jika keduanya
saling berpotongan dibanyak titik.

d. Dua Garis Bersilangan

Gambar 2. 4 Dua Garis Bersilangan

Gambar di atas menunjukkan sebuah balok ABCD.EFGH.


Pada gambar tersebut terdapat dua buah ruas garis berbeda yaitu ruas

garis ̅𝐴̅𝐶̅ dan ruas garis ̅𝐻̅𝐹̅ . Dua buah garis dikatakan saling
bersilangan jika dan hanya jika keduanya tidak terletak pada satu
bidang yang sama.

C. Sudut
1) Pengertian Sudut
Sudut adalah gabungan dua buah sinar garis yang memiliki titik
pangkal yang sama.

Titik sudut
Kaki sudut
Gambar 2. 5
Sudut

Berdasarkan gambar 2.5 di atas, maka bagian-bagian sudut terdiri dari


dua buah kaki sudut, titik sudut, dan besar sudut. Kaki sudut adalah
sinar garis yang membentuk suatu sudut. Titik sudut adalah titik
pangkal sinar dari kaki sudut. Sudut dinotasikan dengan “∠”.

2) Besar Sudut
Satuan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur besar
sudut adalah Derajat (°), Menit (´), dan Detik (´´). Hubungan antara

17
Derajat (°), Menit (´), dan Detik (´´) .

3) Mengukur Besar Sudut dengan Busur Derajat


Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur suatu sudut
adalah busur derajat seperti tampak pada Gambar 2.6

Gambar 2. 6 Busur Derajat


Untuk mengukur besar sudut perhatikan langkah-langkah berikut.
1. Tempatkan pusat busur derajat pada titik sudut yang akan diukur.
2. Tempatkan garis horizontal busur derajat yang tertulis angka 0 pada
salah satu kaki sudutnya.
3. Bacalah angka pada busur derajat yang berhimpit dengan kaki sudut
yang lain. Angka inilah yang merupakan besar sudut itu.

4) Jenis-Jenis Sudut
a. Sudut Lancip
Sudut lancip adalah sudut yang besarnya kurang dari 90°.

Gambar 2. 7 Sudut Lancip

b. Sudut Siku-Siku
Sudut siku-siku adalah sudut yang besarnya 90°.

Gambar 2. 8 Sudut Siku-siku

c. Sudut Tumpul

18
Sudut tumpul adalah sudut yang besarnya lebih dari 90° dan
kurang dari 180°

Gambar 2. 9 Sudut Tumpul


d. Sudut Refleks
Sudut refleks adalah sudut yang ukurannya lebih dari 180° dan
kurang dari 360°.

Gambar 2. 10 Sudut Refleks

e. Sudut Lurus
Sudut lurus adalah sudut yang besarnya 180°.

Gambar 2. 11 Sudut Lurus

B. HASIL PENELITIAN YANG RELEVAN


Dalam penelitian ini penulis mengacu pada penelitian terdahulu yang relevan
dengan penelitian yang dilaksanakan pada saat ini. Penelitian tersebut dilakukan
oleh:
1) Ni Nyoman Parwati (2003), meneliti tentang “Pembelajaran Matematika
dengan Pendekatan Kontekstual pada Siswa SMP Negeri 2 Singaraja”. Dalam
proses penelitian, data dikumpulkan dengan tes, angket, lembar observasi, dan
catatan harian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rencana pembelajaran
yang disusun oleh berkualitas baik, aktivitas belajar siswa mengalami
peningkatan, prestasi belajar siswa mengalami peningkatan, dan tanggapan
guru dan siswa ‘sangat positif’ terhadap pelaksanaan tindakan menggunakan
pendekatan kontekstual.
2) Asiatul Rofiah (2010), dalam penelitiannya yng berjudul ”Peningkatan
Kemampuan Komunikasi Matematika pada Siswa Kelas VII SMPN 2 Depok
Yogyakarta dalam Pembelajaran Matematika Melalui Pendekatan Inkuiri”.
Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus, yakni siklus pertama terdiri dari 4
kali pertemuan dan siklus kedua terdiri dari 3 kali pertemuan. Instrumen yang
digunakan dalam penelitian ini adalah tes untuk mengukur kemampuan
komunikasi matematika, pedoman observasi pelaksanaan pembelajaran
melalui pendekatan inkuiri, angket respons siswa terhadap pembelajaran

19
melalui pendekatan inkuiri, pedoman wawancara, dan dokumentasi. Data dari
hasil tes, observasi, dan angket dianalisis secara kuantitatif yang diperkuat
dengan hasil wawancara dan dokumentasi yang selanjutnya dari semua data
yang diperoleh tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VIIB
SMPN 2 Depok Yogyakarta mengalami peningkatan.
3) Gusni Satriawati (2004), dalam penelitiannya yang berjudul ”Pembelajaran
Dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP Jakarta (Studi Eksperiman
di SMP Bakti Mulya 400 Jakarta Selatan)”. Dalam proses penelitian, data
dikumpulkan melalui teknik observasi, catatan lapangan, dokumentasi. Data
dianalisis secara kualitatif, kemudian hasil analisis tersebut disajikan secara
deskriptif untuk penarikan kesimpulan. Kesimpulan dari penelitian ini
mengungkapkan bahwa; Kemampuan komunikasi matematik siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open-ended menunjukkan
peningkatan yang lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa, siswa memiliki sikap positif terhadap pembelajaran
dengan pendekatan open-ended, model pembelajaran ini membuat siswa lebih
tertantang, serta dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam belajar.

C. KERANGKA BERFIKIR
Model Pembelajaran Problem
Pembelajaran
Based Learning
Matematika

Kemampuan berpikir logis,


Kemampuan berfikir
analitis, sistematis, kritis,
matematis
kreatif.

Kemampuan Kemampuan
berkomunikasi matematis komunikasi tertulis Tes

Kemampuan komunikasi
Wawancara
lisan/bahasa

D. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran Problem Based Learning berpengaruh
terhadap komunikasi matematis dan hasil belajar Matematika siswa kelas VII
SMPK BPK PENABUR Metro.

20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Pada bab ini peneliti akan memaparkan tentang metode penelitian di


kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro sebagai berikut :

A. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
oleh peneliti dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning untuk membelajarkan materi garis dan sudut pada
siswa kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro.
2) Mendeskripsikan hasil penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning pada pembelajaran matematika ditinjau dari komunikasi matematis
siswa VII SMPK BPK PENABUR Metro.
3) Mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMPK
BPK PENABUR Metro setelah mengikuti proses pembelajaran model
pembelajaran Problem Based Learning

B. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN


Penelitian dilaksanakan di kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro pada
semester genap Tahun Ajaran 2021/2022 dan pengambilan data berlangsung dari
bulan April.

C. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro
2021/2022.

D. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualititatif. Penelitian deskriptif berarti penelitian yang dilakukan untuk
menggambarkan atau menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat yang
terjadi saat sekarang (Wina Sanjaya, 2013;59). Pada penelitian ini juga analisis
datanya dari situasi yang diteliti tidak dipaparkan dalam bentuk bilangan/angka
statistik, melainkan bentuk uraian naratif (Margono, 2007:39).
Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan
proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, hasil dari penerapan
pendekatan pembelajaran kontekstual dan mendeskripsikan kemampuan matematis
siswa dalam menyelesaikan soal- soal pada materi garis dan sudut. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pembelajaran menggunakan

21
pendekatan kontekstual, tes tertulis dan wawancara. Instrumen penelitian terdiri
dari instrumen utama dan instrumen bantu. Instrumen utama adalah peneliti
sendiri, sedangkan instrumen bantu terdiri dari instrumen tes tertulis dan instrumen
pedoman wawancara.

E. METODE PENGUMPULAN DATA


Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
1. Observasi
Observasi adalah suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara mengadakan pengamaan sacara teliti dan sistematis (Suharsimi
Arikunto, 2006:30). Dalam penelitian ini teknik observasi digunakan untuk
memperoleh informasi memperkuat data, terutama aktivitas pembelajaran
dalam kelas. Observasi dilakukan oleh peneliti dengan cara mengamati dan
mencatat kegiatan yang terjadi selama proses pembelajaran berlangsung,
dengan demikian hasil observasi ini sekaligus dilakukan sebagai acuan dalam
latar belakang.
2. Wawancara
Wawancara dalam penelitian ini menggunakan wawancara tidak
terstruktur atau terbuka. Pedoman wawancara yang digunakan hanya garis
besar permasalahan yang akan ditanyakan (Sugiyono, 2013:140). Wawancara
akan dilakukan dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan terhadap 6 siswa
untuk mengetahui tentang komunikasi matematis siswa dalam menyelesaikan
soal-soal tes yang diberikan oleh peneliti. Wawancara ini juga bertujuan untuk
mendapatkan informasi secara lebih jelas dan mendalam, agar peneliti dapat
mendeskripsikan apa yang terjadi.
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan sumber data yang dapat digunakan untuk
menguji dan menafsirkan. Dalam penelitian ini, dokumentasi berupa foto
selama pembelajaran dengan model pembelajaran Problem Based Learning.
4. Tes
Tes merupakan pernyataan atau latihan yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan intelegensi, kemampuan atau bakat
yang dimiliki individu atau kelompok (Arikunto, 2010 : 193) dalam penelitian
ini, tes yang diberikan kepada siswa berupa tes akhir (post-test). Tes akhir
(post-test) diberikan saat pertemuan terakhir. Soal- soal yang diberikan pada
saat tes akhir (post-test) berupa tes esai. Tes esai berbentuk pertanyaan dengan
jawaban bebas (Suparno & Moh. Yunus, 2007).

22
F. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrument adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian (Suparno, 2007: 56). Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Lembar Keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Lembar ini digunakan untuk mengamati aktivitas peneliti (berperan sebagai
guru) saat pembelajaran matematika menggunakan pendekatan pembelajaran
kontekstual. Lembar pengamatan keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) ini berisi langkah-langkah pembelajaran yang sesuai pada
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh peneliti.
Lembar pengamatan ini berbentuk checklist (√) dengan alternatif jawaban “ya”
dan “tidak” untuk menandai terjadi atau tidaknya kegiatan pembelajaran yang
telah direncanakan sesuai dengan karakteristik model pembelajaran Problem
Based Learning.
2. Lembar Tes
Tes yang dilakukan peneliti adalah tes tertulis. Tes tertulis ini bertujuan
membantu peneliti dalam mengumpulkan data. Soal dalam tes tertulis dibuat
dalam bentuk uraian. Hal tersebut dimaksudkan agar peneliti dapat lebih mudah
melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal mengenai garis dan sudut.
3. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman
wawancara untuk siswa. Pedoman wawancara ini berisikan hasil wawancara
peneliti dengan siswa. Wawancara ini bertujuan untuk mengklarifikasi hasil
belajar siswa. Wawancara dilaksanakan setelah tes akhir siswa diberikan dan
pertanyaan wawancara terkait dengan materi Garis dan Sudut

G. TEKNIK ANALISIS DATA


Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan
berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu
(Sugiono, 2011). Analisis data menurut Miles dan Huberman (1984)
mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara
interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Menurut Bogdan
dan Bliken (Lexy J Moleong, 2007:248 ), analisis data kualitatif adalah upaya
yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data,
memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang
dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction (reduksi), data display
(penyajian), dan data conclusion (kesimpulan). Adapun kegiatan ini yaitu :
1. Pengumpulan data
Peneliti berada di lapangan dan memperoleh data dalam catatan, rekaman
audio dan visual. Data yang diperoleh tersebut dibuat menjadi catatan

23
deskriptif kemudian dibuat menjadi catatan reflektif yang berisi pendapat
peneliti berdasarkan fenomena yag dijumpai selama penelitian berlagsung.
2. Reduksi data
a) Data Proses Pembelajaran
Data ini diperoleh dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh
peneliti dengan pendekatan kontekstual dimana guru mengaitkan antara
materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.

b) Data Hasil Belajar


Data hasil belajar diperoleh peneliti dari lembar tes yang digunakan
untuk melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal. Tes
dilaksanakan pada hari terakhir penelitian. Soal yang diberikan merupakan
soal tes tertulis bentuk uraian. Soal dibuat berdasarkan indikator
pembelajaran. Terdapat empat indikator dalam pembelajaran yaitu:
menjelaskan pengertian dua garis (sejajar, berimpit berpotongan,
bersilangan), menggunakan satuan sudut (derajat), mengukur besar sudut
dengan busur derajat, dan menjelaskan perbedaan jenis sudut (siku-siku,
lancip, tumpul). Lembar jawaban siswa akan dikumpulkan dan kemudian
diperiksa oleh peneliti dengan pedoman penskoran yang telah dibuat.
Setalah mendapatkan data hasil belajar selanjutnya peneliti akan
menentukan beberapa siswa untuk diwawancarai.
c) Data Hasil Wawancara
Data ini diperoleh peneliti dari proses wawancara berupa informasi
terkait jawaban siswa. Setelah peneliti memperoleh hasil tes, kemudian
peneliti menentukan 6 orang siswa untuk diwawancarai. Bentuk yang
digunakan dalam wawancara ini bukan merupakan wawancara yang
terstruktur tetapi berbentuk mendalam. Hal tersebut berarti wawancara
yang dilakukan peneliti dapat berkembang menurut jawaban dari subyek.
Sehingga wawancara yang dilakukan bersifat terbuka dengan berbagai
kondisi subyek dan mengarah pada informasi yang dibutuhkan. Dalam
penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a. Siswa diminta mencermati dan menyelesaikan soal yang diberikan.
b. Siswa diwawancarai berdasarkan indikator dan jawaban yang sudah
dikerjakan pada soal tes tertulis.
c. Pada saat wawancara, peneliti melakukan pengamatan, merekam, dan
membuat catatan-catatan untuk mendapatkan data tentang kemampuan
penalaran matematika siswa.

24
3. Penyajian data
Menurut Mattew B. Milles dan A. Michael Huberman (1992:17), penyajian
data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk
narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Penyajian
data dilakukan dalam rangka penyusunan teks naratif yang kompleks dari
sekelumpulan informasi dari reduksi data ke dalam bentuk yang sistematis,
sehingga menjadi lebih sederhana, serta dapat dipahami. Dalam penelitian ini,
penyajian data yang dilakukan peneliti yaitu menyajikan hasil pekerjaan siswa
yang telah dipilih sebagai subjek penelitian, menyajikan hasil wawancara yang
telah dilakukan terhadap siswa yang telah dipilih sebagai subjek penelitian
kemudian membandingkan data-data yang diperoleh kedalam bentuk deskripsi.

4. Kesimpulan atau verifikasi


Kesimpulan dalam penelitian kualitatif adalah berupa deskripsi atau
gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih belum jelas sehingga setelah
diteliti menjadi jelas dan kredibel. Dalam penelitian ini, setelah semua data
terkumpul baik yang diperoleh dari hasil tes maupun wawancara kemudian
peneliti melakukan penarikan kesimpulan hasil data berdasarkan analisis yang
telah dilakukan pada reduksi dan penyajian data. Berdasarkan analisis data
tersebut, peneliti melakukan penarikan kesimpulan tentang kemampuan
komunikasi matematis siswa untuk setiap soal

H. INDIKATOR KEBERHASILAN
Indikator keberhasilan merupakan ukuran dalam menentukan apakah
penelitian yang dilaksanakan berhasil atau tidak. Penelitian ini dikatakan berhasil
apabila :
1. Siswa mampu berkomunikasi matematis yang ditinjau dari hasil dari observasi,
penelitian tindakan kelas denga model pembelajaran Problem Based Learning,
dan tes tertulis ataupun tes hasil wawancara mencapai 75% bahkan lebih.
2. Siswa mencapai nilai KKM (75) maka tujuan penelitian tindakan kelas ini yaitu
upaya peningkatan kemampuan komunikasi matematis melalui penerapan
model pembelajaran Problem Based Learning bagi siswa SMPK BPK
PENABUR Metro kelas VII pada materi garis dan sudut dapat diterapkan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Sulistyowati. 2014. Teori-Teori dan Model Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka


Grhatama.
Adinawan, M.C, Sugijono (2007). Matematika Untuk SMP Kelas VII Semester 2.
Jakarta: Erlangga.
Margono, S. (2007). Metodologi Penelitian Pendidikan (Komponen MKDK). Jakarta:
Rineka Cipta.
Asiatul Rofiah. (2010). Peningkatan Kemampuan Komunikasi Matematika Siswa
Kelas VII SMP N 2 Depok Yogyakarta Dalam Pelajaran Matematika Melalui
Pendekatan inkuiri. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Sanjaya, W. (2014). Penelitian Pendidikan (Jenis Metode dan Prosedur). Jakarta: PT
Fajar Interpratama Mandiri.
Sugiyono. (2014). Metodologi Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan Kombinasi
(Mixed Method). Bandung: Alfabeta.
Trianto, (2009).Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progesif: konsep landasan,
dan implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Jakarta:
Kencana.

26
LAMPIRAN SURAT IZIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS

27

Anda mungkin juga menyukai