Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Tugas Akhir Latihan Evektifitas Belajar Mengajar
(LEBM)
Oleh :
NIK : 1119002
2021
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................2
A. LATAR BELAKANG........................................................................................2
B. IDENTIFIKASI MASALAH.............................................................................4
C. PEMBATASAN MASALAH............................................................................4
D. RUMUSAN MASALAH...................................................................................4
E. MANFAAT PENELITIAN................................................................................5
A. DESKRIPSI TEORI...........................................................................................6
C. KERANGKA BERFIKIR.................................................................................20
D. HIPOTESIS PENELITIAN..............................................................................20
A. TUJUAN PENELITIAN..................................................................................21
C. SUBJEK PENELITIAN...................................................................................21
D. JENIS PENELITIAN.......................................................................................21
F. INSTRUMEN PENELITIAN...........................................................................23
H. INDIKATOR KEBERHASILAN....................................................................25
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................26
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi informasi yang sangat
pesat tidak terlepas dari perkembangan ilmu pengetahuan berbagai disiplin ilmu
yang mendasarinya. Salah satu ilmu tersebut adalah matematika. Matematika
merupakan mata pelajaran yang terstruktur, terorganisasi, dan berjenjang, artinya
materi satu dengan materi yang lainnya saling berkaitan. Matematika tidak
sekedar alat bantu berfikir dalam menjawab soal, namun matematika adalah
bahasa untuk mengkomunikasikan gagasan secara praktis, efisien dan sistematis.
Dalam pembelajaran matematika, siswa dituntut untuk dapat
mengkomunikasikan pemahamannya agar dimengerti oleh orang lain.
Pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua siswa sejak berada di
bangku sekolah dasar, bahkan pada pendidikan sebelumnya untuk membekali
siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, kreatif, dan
kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut diperlukan agar siswa dapat
memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi
untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan
kompetitif seperti sekarang ini.
Komunikasi adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan
matematika. Karena komunikasi menjadi cara untuk berbagi ide dan
mengklasifikasi pemahaman dan melalui komunikasi, ide menjadi objek refleksi,
perbaikan, diskusi, dan perubahan. Komunikasi merupakan hal yang mampu
menciptakan pemahaman atau pengertian bersama. Saling memahami atau
mengerti bukan berarti harus menyetujui, akan tetapi dengan adanya suatu
komunikasi terjadi suatu perubahan sikap, pendapat, perilaku ataupun perubahan
secara sosial. Hal yang terpenting adalah bagaimana membangun komunikasi
tersebut agar dapat mencapai tujuannya, meskipun ada perbedaan dalam hal
pendapat. Bila komunikasi tidak berjalan dengan baik maka dapat menghambat
suatu pola interaksi dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini pun terjadi pada
pembelajaran matematika karena matematika bukan hanya tentang logika tetapi
juga tentang bahasa. Dalam artian, pada proses pembelajaran matematika setiap
siswa mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda-beda terhadap suatu materi
meskipun materi tersebut dipelajari secara bersama-sama.
Kemampuan komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting dan
perlu ditingkatkan dalam pembelajaran matematika karena komunikasi bisa
membantu pembelajaran siswa tentang konsep matematika ketika mereka
memerankan situasi, menggambar, menggunakan objek, memberikan laporan
dan penjelasan verbal. Keuntungan sampingannya adalah bisa mengingatkan
siswa bahwa mereka berbagi tanggung jawab dengan guru atas pembelajaran
2
yang muncul dalam pembelajaran tertentu. Hal ini sesuai dengan yang
diungkapkan oleh Huinker dan Laughlin (Hulukati, 2005:5) bahwa :
“Salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran matematika adalah
memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada para siswa untuk
mengembangkan dan mengintegrasikan keterampilan berkomunikasi melalui
lisan maupun tulisan serta mempresentasikan apa yang telah dipelajari. Dengan
komunikasi, baik lisan maupun tulisan dapat membawa siswa pada pemahaman
yang mendalam tentang matematika dan dapat memecahkan masalah dengan
baik”.
Namun kenyataanya, siswa masih kurang baik dalam melakukan
komunikasi, baik komunikasi melalui lisan atau tulisan. Siswa kesulitan untuk
mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada
di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam
mengungkapkan gagasan-gagasannya, di samping itu siswa juga kurang terbiasa
dengan mengkomunikasikan gagasannya secara lisan. Untuk mendorong siswa
agar mampu melakukan komunikasi matematis dengan baik dalam
pembelajaran, perlu dikembangkan model pembelajaran yag mendukung.
Model pembelajaran yang dikembangkan harus memberikan kesempatan yang
luas kepada siswa untuk menggali segala kamampuan dan pengalaman yang
dimiliki.
3
Dalam proses pembelajaran yang sudah dilakukan peneliti pada tahun ajaran
sebeblumnya dengan menggunakan metode diskusin sudah sering terjadi
komunikasi matematis baik secara lisan maupun secara tertulis antara siswa
dengan siswa dan siswa dengan guru. Namun hanya beberapa siswa saja yang
berkomunikasi matematis dengan berani bertanya tetapi hanya itu-itu saja yang
berani bertanya sedangkan siswa yang lain hanya menerima. Hal ini
menyebabkan komunikasi matematis siswa rendah. Oleh karena itu, diadakan
suatu penelitian yang bertujuan mendeskripsikan hasil dari model pembelajaran
Problem Based Learning pada pembelajaran matematika yang ditinjau dari
komunikasi matematis siswa kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memiliki gagasan untuk
melakukan penelitian dengan judul: Upaya Peningkatan Kemampuan
Komunikasi Matematis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based
Learning Bagi Siswa SMPK BPK PENABUR Metro Kelas VII Pada Materi
Garis Dan Sudut
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, terdapat permasalahan yang dapat
di identifikasikan yaitu peneliti meyakini komunikasi matematis itu penting
tetapi yang menjadi kendala bagi siswa adalah waktu tidak mencukupi untuk
berkomunikasi secara mendalam untuk setiap materi yang diajarkan oleh
peneliti dan komunikasi secara matematis belum sering dilakukan oleh siswa.
C. PEMBATASAN MASALAH
1. Siswa yang menjadi subyek data penelitian ini adalah siswa kelas VII
SMPK BPK PENABUR Metro.
2. Materi pembelajaran yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah
garis dan sudut.
D. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning untuk membelajarkan materi garis dan sudut
pada siswa kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro ?
2. Bagaimana hasil dari model pembelajaran Problem Based Learning pada
pembelajaran matematika ditinjau dari komunikasi matematis siswa kelas
kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro ?
4
3. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kelas VII
SMPK BPK PENABUR Metro setelah mengikuti proses pembelajaran
dengan model pembelajaran Problem Based Learning ?
E. MANFAAT PENELITIAN
Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi orang lain, khususnya
dapat bermanfaat bagi siswa dan peneliti sendiri. Manfaat yang diharapkan
adalah sebagai berikut:
1. Menjadi inspirasi bagi guru untuk mengelola pembelajaran dengan
penerapan model pembelajaran Problem Based Learning di kelas VII
SMPK BPK PENABUR Metro.
2. Diharapkan dapat meningkatkan kemampuan siswa kelas VII SMPK BPK
PENABUR Metro untuk berkomunikasi secara matematis dalam
pembelajaran matematika. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan keberanian siswa dalam mengungkapkan ide, pendapat,
pertanyaan atau saran.
3. Menambah wawasan peneliti mengenai bagaimana proses pembelajaran
matematika dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning yang ditinjau dari kemampuan komunikasi matematis untuk
siswa kelas di kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro pada materi garis
dan sudut.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. DESKRIPSI TEORI
1. Model Pembelajaran Problem Based Learning
Model Pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning)
dirancang untuk membantu siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan pendapat Silver
(dalam Eggen dan Kauchak, 2012: 307) yang menyatakan bahwa
pembelajaran berbasis masalah adalah seperangkat model mengajar yang
menggunakan masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah, materi, dan pengaturan diri. Hal serupa juga
diungkapkan oleh Tung (2015: 228) bahwa Problem Based Learning adalah
model pembelajaran yang menekankan pada pemcahan masalah autentik
seperti masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Proses
pembelajarannya melibatkan siswa untuk memecahakan masalah sehingga
siswa mendapat kesempatan untuk mempelajari pengetahuan yang
berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan
untuk memcahkan masalah.
Hal serupa juga diungkapkan oleh Supama (2015:45) yang menyatakan
bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan suatu
model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang tata cara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan
konsep yang esensial dari materi pelajaran. Model ini dapat mengoptimalkan
semua potensi yang ada pada diri siswa secara aktif, baik aktif secara fisik
maupun mental. Pembelajaran PBL dapat melatih siswa aktif dan berpikir
kritis, selain itu adanya kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan
pembelajaran yang sama dan siswa memperoleh pengalaman sendiri untuk
menyelesaikan suatu masalah.
Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa model
pembelajaran Problem Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang
berorientasi pada masalah atau proses belajar yang di dalamnya menggunakan
masalah untuk belajar sehingga memungkinkan siswa untuk melatih
kemampuan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah. Permasalahan
yang dimaksud di sini ialah permasalahan riil yang terjadi di sekitar siswa dan
masih baru-baru terjadi/ menimpa masyarakat sekitar.
6
Model pembelajaran Problem Based Learning memiliki beberapa ciri atau
karakteristik yang dapat digunakan untuk membedakan dengan model
pembelajaran yang lainnya. Mulyasa, dkk (2016: 133) mengungkapkan bahwa
Problem Based Learning memiliki empat karakteristik yang juga menjadi
prinsip yang harus diperhatikan dalam Problem Based Learning, meliputi:
a. Konsep Dasar (basic concept)
Pada pembelajaran ini, fasilitator dapat memberikan konsep dasar,
petunjuk, referensi, atau link dan skill yang diperlukan dalam
pembelajaran tersebut.
b. Pendefinisian Masalah (defining the problem)
Dalam hal ini, fasilitator menyampaikan permasalahan dan peserta
didik melakukan berbagai kegiatan di dalam kelompok.
c. Pembelajaran Mandiri (self learing)
Dalam tahap ini, peserta didik mencari sendiri berbagai sumber yang
dapat memperjelas isu/ masalah yang ingin dipecahkan atau sedang
diinvestigasi, misalnya melalui artikel tertulis di perpustakaan, halaman
web, atau bahkan pakar dalam bidang yang relevan. Tujuan utama tahap
investigasi yaitu (1) agar peserta didik mencari informasi dan
megembangkan pemahaman yang relevan dengan permasalahan yang
telah didiskusikan di kelas, dan (2)informasi yang terkumpul kemudian
untuk dipresentasikan di kelas agar relevan dan mudah dipahami.
d. Pertukaran pengetahuan (exchange knowledge)
Pada tahap ini, peserta didik melakukan presentasi hasil dalam kelas
dengan mengakomodasi masukan dari pleno, menentukan kesimpulan
akhir, dan dokumentasi akhir.
7
Eggen dan kouchak (2012:307) menyatakan bahwa pembelajaran berbasis
masalah memilki tiga karakteristik, yaitu:
a. Pelajaran berfokus pada memecahkan masalah
Pembelajaran berawal dari suatu masalah dan memecahkan masalah
adalah tujuan dari masing-masing pelajaran. Artinya, kegiatan
pembelajaran berbasis masalah bermula dari satu masalah dan
memecahkannya adalah fokus pelajarannya.
b. Tanggung jawab untuk memecahkan masalah bertumpu pada siswa
Siswa bertanggung jawab untuk menyusun strategi dan
memecahkan masalah. Kegiatan pembelajaran berrbasis masalah
biasanya dilakukan secara berkelompok yang cukup kecil (tidak lebih
dari empat) sehingga semua siswa terlibat dalam proses pembelajaran
tersebut. Dengan demikian, siswa bertanggung jawab pada tugasnya
masing-masing.
c. Guru mendukung proses saat siswa mengerjakan masalah
Guru menuntun upaya siswa dengan mengajukan pertanyaan dan
memberikan dukungan pengajaran lisan saat siswa berusaha
memecahkan masalah. Karakteristik ini penting dan menuntut
keterampilan serta pertimbangan yang sangat profesional untuk
memastikan kesuksesan pelajaran Pembelajaran Berbasis Masalah.
8
f. Adanya kesempatan siswa untuk bertukar pengetahuan sehingga dapat
melatih kemampuan berpikir siswa.
9
mencari sumber di perpustakaan, database, internet, sumber personal
atau melakukan observasi.
7. Siswa kembali kepada kelompok PBM semula untuk melakukan tukar
informasi, pembelajaran teman sejawat, dan bekerja sama dalam
menyelesaikan masalah.
8. Siswa menyajikan solusi yang telah ditemukan
9. Siswa dibantu oleh guru melakukan evaluasi berkaitan dengan seluruh
kegiatan pembelajaran. Hal ini meliputi sejauh mana pengetahuan
yang sudah diperoleh siswa serta bagaimana peran masing-masing
siswa dalam kelompok.
10
Kaitannya dengan tujuan PBL ini, Sanjaya (2008:216) juga berpendapat
bahwa tujuan lain yang ingin dicapai dari Problem Based Learning adalah
kemampuan siswa berpikir kritis, analitis, sistematis, dan logis untuk
menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara
empiris dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah. Kemudian Ibrahim dan
Nur (dalam Rusman, 2011:242) menambahkan tujuan Problem Based
Learning, yaitu:
a. Megembangkan kemampuan berpikir dan memecahkan masalah
b. Belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan siswa dalam
pengalaman nyata
c. Menjadi para siswa yang otonom
11
h. Kesulitan belajar siswa secara individu dapat diatasi melalui kerja
kelompok dalam bentuk peer teaching
12
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide,
gagasan) dari satu pihak kepada pihak lain agar terjadi saling mempengaruhi
diantaranya (Muh.Nurul Huda, Komunikasi pendidikan). Sedangkan menurut
persepsi penulis, yang dimaksudkan dengan komunikasi dalam dunia
pendidikan adalah proses penyampaian pesan antara guru dan siswa, dan
antara siswa yang satu dan siswa yang lainnya. Komunikasi merupakan
bagian yang sangat penting pada matematika dan pendidikan matematika.
Ketika siswa ditantang berfikir tentang matematika dan mengkomunikasikan
hasil pikiran mereka secara lisan atau dalam bentuk tulisan, berarti mereka
sedang belajar menjelaskan dan menyakinkan apa yang ada didalam benak
mereka. Seorang siswa memperoleh informasi berupa konsep matematika
yang diberikan guru maupun yang diperoleh dari bacaan, maka saat itu terjadi
transformasi informasi matematika dan sumber kepada siswa tersebut.
Komunikasi matematis adalah cara bagi siswa untuk mengomunikasikan
ide-ide, strategi maupun solusi matematika baik secara tertulis maupun lisan.
Komunikasi adalah bagian penting dari matematika dan pendidikan
matematika. Sedangkan, kemampuan komunikasi matematis dalam menjawab
soal menurut National Council of Teachers of Mathematics (2000: 348) dapat
dilihat ketika siswa menganalisis dan menilai pemikiran dan strategi
matematis orang lain dan menggunakan bahasa matematika untuk menyatakan
ide matematika dengan tepat.
Clark (2005: 5) menyatakan bahwa “Math is communication. You have to
be able to communicate the concepts. You have to be able to communicate
your thinking. Numbers are not enough for any good mathematician. You
have to prove. You have to convince” (Matematika adalah komunikasi. Anda
harus bisa mengkomunikasikan konsep. Anda harus bisa mengkomunikasikan
pemikiran anda. Bilangan saja tidak cukup untuk matematika yang baik. Anda
harus bisa membuktikan. Anda harus bisa meyakinkan).
Hal ini menunjukkan bahwa siswa harus mampu menyampaikan isi
pemikirannya tentang masalah matematika, bukan hanya dalam hal
menghitung tapi juga bagaimana mengkomunikasikan matematika tersebut
baik secara lisan maupun tulisan. Selain itu Hirschfeld (2008: 4) juga
berpendapat bahwa dengan adanya komunikasi siswa mengenai ide dan apa
yang mereka pikirkan, guru bisa mengerti apa yang diketahui dan apa yang
tidak diketahui oleh siswa. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Borasi and
Rose dalam Kosko and Wilkins (2010: 81) yaitu:
“Students who write to explain or describe solution strategies experience
an improvement in their problem solving skills”. (Seseorang yang menulis
untuk menjelaskan atau mendeskripsikan strategi solusi mengalami
peningkatan keterampilan dalam menyelesaikan masalah).
13
Menurut Jacobs (2002: 380-381) komunikasi ide-ide matematika dapat
dilihat melalui lima aspek yaitu aspek representasi, aspek mendengar, aspek
membaca, aspek diskusi, dan aspek menulis. Kemampuan komunikasi
matematis merupakan kesanggupan/kecakapan seorang siswa untuk dapat
menyatakan dan menafsirkan gagasan matematika secara lisan, tertulis, atau
mendemonstrasikan apa yang ada dalam soal matematis (Departemen
Pendidikan Nasional, 2004: 24).
Komunikasi mempunyai peranan penting dalam pembelajaran
matematika. Ada 2 alasan yang mendasari pentingnya komunikasi dalam
matematika yaitu matematika pada dasarnya merupakan suatu bahasa dan
belajar matematis merupakan aktivitas sosial. Melalui komunikasi matematis
siswa dapat belajar untuk menerima ide-ide matematika melalui pendengaran,
penglihatan, dan visualisasian, mampu menyajikan ide-ide matematika dengan
bicara, tulisan, gambar, diagram, dan, grafik serta mampu berdiskusi dan
mengajukan pertanyaan tentang matematika (Herry Sukarman, 2000: 42).
Ada beberapa indikator yang menunjukkan adanya komunikasi (TIM
PPPG Matematika, 2005: 59) antara lain: menyajikan pernyataan matematika
secara lisan, tertulis, gambar, dan diagram, mengajukan dugaan (conjegtures),
melakukan manipulasi matematika, menarik kesimpulan, menyussun bukti,
memberikan alasan atau bukti terhadap beberapa solusi, menarik kesimpulan
dari pernyataan, memeriksa kesahihan suatu argumen, menemukan pola atau
sifat dari gejala matematis untuk membuat generalisasi. Berdasarkan definisi
di atas, maka aspek kemampuan berkomunikasi secara matematis meliputi:
a. Kemampuan siswa memberikan alasan secara rasional terhadap suatu
pernyataan. Siswa yang berpikir rasional akan menggunakan alasan yang
logis dalam menjawab suatu pertanyaan dan memberikan pendapat tehadap
suatu pernyataan.
b. Kemampuan mengubah bentuk uraian ke dalam model matematika dan
sebaliknya. Kemampuan ini meliputi kemampuan mengubah bentuk uraian
ke rumus, grafik, tabel, gambar, skema, dan diagram serta menafsirkannya.
Dengan kemampuan ini, siswa diharapkan dapat menyelesaikan soal-soal
cerita.
c. Kemampuan mengilustrasikan ide-ide matematika dalam bentuk uraian
yang relevan. Kemampuan ini adalah kemampuan menyatakan pikiran dan
ide-ide atau gagasan matematika ke dalam kata-kata, lambang matematika
dan bilangan ketika menyelesaikan masalah.
14
satu materi matematika yang harus dipelajari siswa. Untuk menyelesaikan
soal yang berkaitan dengan garis dan sudut, peneliti akan menjelaskan
kedudukan dua garis (sejajar, berimpit, berpotongan, bersilangan) melalui
contoh nyata, mengenal satuan sudut (derajat), memberi nama serta mengukur
besar sudut dengan busur derajat, menjelaskan perbedaan jenis sudut (siku,
lancip, tumpul). Berikut akan dijelaskan materi yang terkait dengan pokok
bahasan garis dan sudut (Adinawan, M.C, Sugijono: 2007).
A. Konsep Titik, Garis dan Bidang
Dalam geometri, ada istilah yang disebut dengan istilah primitive.
Istilah primitive ditujukan untuk konsep-konsep sederhana yang mudah
dipahami dan sulit dibuatkan batasannya. Kemudian oleh para ahli
geometri modern konsep-konsep tersebut dikelompokkan ke dalam istilah-
istilah yang tidak didefinisikan (undefined). Unsur yang tidak didefinisikan
atau pengertian pangkal adalah konsep primitive yang mudah dipahami dan
sulit dibuatkan definisinya seperti titik, garis dan bidang. Dalam geometri,
titik adalah konsep abstrak yang tidak berwujud atau tidak berbentuk, tidak
mempunyai ukuran, tidak mempunyai berat, atau tidak mempunyai
panjang, lebar, atau tinggi. Titik adalah ide atau gagasan abstrak yang
hanya ada dalam benak orang yang memikirkannya. Dalam geometri titik
di gambarkan sebagai berikut . yaitu gambar yang dihasilkan dari ujung
pensil/pena pada kertas. Titik biasanya diberi nama menggunakan huruf
kapital. Seperti halnya titik garis juga merupakan pengertian pangkal. Garis
adalah ide atau gagasan abstrak yang bentuknya lurus, memanjang ke dua
arah, tidak terbatas atau tidak bertitik akhir, dan tidak tebal. Garis adalah
ide atau gagasan yang hanya ada dalam benak pikiran orang yang
memikirkannya. Garis dapat disimbolkan dengan gambar yang terjadi jika
ujung pensil/pena digeser pada sebuah kertas tanpa berhenti. Sehingga
garis tidak memiliki ujung di kedua arahnya. Untuk memudahkan dalam
menggambar garis maka pada kedua ujungnya kita beri simbol tanda panah
untuk menunjukkan bahwa garis itu memanjang pada kedua arahnya.
Nama dari sebuah garis dapat menggunakan satu huruf latin atau
menggunakan dua huruf kapital pada dua titik berbeda yang terletak pada
garis itu. Selanjutnya bidang juga merupakan pengertian pangkal. Bidang
adalah ide atau gagasan abstrak yang hanya ada dalam benak pikiran orang
yang memikirkannya. Bidang diartikan sebagai permukaan yang rata,
meluas ke segala arah dengan tidak terbatas, dan tidak memiliki tebal.
B. Kedudukan Dua Garis
Kedudukan dua garis dapat dikelompokkan menjadi:
a. Dua Garis Sejajar
15
l
Jika dua (garis k dan l) terletak dalam satu bidang dan tidak
berpotongan, maka dapat dikatakan kedua garis tersebut merupakan
garis sejajar. Dua garis yang sejajar dinotasikan dengan “//”.
Dua garis atau lebih dikatakan sejajar apabila garis-garis tersebut
terletak pada bidang datar dan tidak berpotongan.
Sifat-sifat garis sejajar:
1)
Jika sebuah garis memotong salah satu dari dua garis yang sejajar,
maka garis itu akan memotong garis yang kedua.
2)
Jika sebuah garis sejajar dengan dua garis lainnya, maka kedua garis
itu sejajar.
a
P b
k=l
16
Gambar 2.3 di atas menjukkan garis k dan garis l yang saling
menutupi, sehingga hanya terlihat sebagai satu garis saja. Dalam hal
ini dikatakan kedudukan masing-masing garis k dan l terletak pada satu
garis lurus. Kedudukan yang demikian dinamakan pasangan garis lurus
yang berhimpit. Dua buah garis dikatakan berimpit jika keduanya
saling berpotongan dibanyak titik.
garis ̅𝐴̅𝐶̅ dan ruas garis ̅𝐻̅𝐹̅ . Dua buah garis dikatakan saling
bersilangan jika dan hanya jika keduanya tidak terletak pada satu
bidang yang sama.
C. Sudut
1) Pengertian Sudut
Sudut adalah gabungan dua buah sinar garis yang memiliki titik
pangkal yang sama.
Titik sudut
Kaki sudut
Gambar 2. 5
Sudut
2) Besar Sudut
Satuan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur besar
sudut adalah Derajat (°), Menit (´), dan Detik (´´). Hubungan antara
17
Derajat (°), Menit (´), dan Detik (´´) .
4) Jenis-Jenis Sudut
a. Sudut Lancip
Sudut lancip adalah sudut yang besarnya kurang dari 90°.
b. Sudut Siku-Siku
Sudut siku-siku adalah sudut yang besarnya 90°.
c. Sudut Tumpul
18
Sudut tumpul adalah sudut yang besarnya lebih dari 90° dan
kurang dari 180°
e. Sudut Lurus
Sudut lurus adalah sudut yang besarnya 180°.
19
melalui pendekatan inkuiri, pedoman wawancara, dan dokumentasi. Data dari
hasil tes, observasi, dan angket dianalisis secara kuantitatif yang diperkuat
dengan hasil wawancara dan dokumentasi yang selanjutnya dari semua data
yang diperoleh tersebut dianalisis secara deskriptif kualitatif. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa kelas VIIB
SMPN 2 Depok Yogyakarta mengalami peningkatan.
3) Gusni Satriawati (2004), dalam penelitiannya yang berjudul ”Pembelajaran
Dengan Pendekatan Open-Ended untuk Meningkatkan Pemahaman dan
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SMP Jakarta (Studi Eksperiman
di SMP Bakti Mulya 400 Jakarta Selatan)”. Dalam proses penelitian, data
dikumpulkan melalui teknik observasi, catatan lapangan, dokumentasi. Data
dianalisis secara kualitatif, kemudian hasil analisis tersebut disajikan secara
deskriptif untuk penarikan kesimpulan. Kesimpulan dari penelitian ini
mengungkapkan bahwa; Kemampuan komunikasi matematik siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan open-ended menunjukkan
peningkatan yang lebih baik dibandingkan siswa yang memperoleh
pembelajaran biasa, siswa memiliki sikap positif terhadap pembelajaran
dengan pendekatan open-ended, model pembelajaran ini membuat siswa lebih
tertantang, serta dapat menumbuhkan rasa kebersamaan dalam belajar.
C. KERANGKA BERFIKIR
Model Pembelajaran Problem
Pembelajaran
Based Learning
Matematika
Kemampuan Kemampuan
berkomunikasi matematis komunikasi tertulis Tes
Kemampuan komunikasi
Wawancara
lisan/bahasa
D. HIPOTESIS PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, maka hipotesis dalam
penelitian ini adalah model pembelajaran Problem Based Learning berpengaruh
terhadap komunikasi matematis dan hasil belajar Matematika siswa kelas VII
SMPK BPK PENABUR Metro.
20
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pada rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai
oleh peneliti dalam penelitian tersebut adalah sebagai berikut:
1) Mengetahui proses pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran
Problem Based Learning untuk membelajarkan materi garis dan sudut pada
siswa kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro.
2) Mendeskripsikan hasil penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning pada pembelajaran matematika ditinjau dari komunikasi matematis
siswa VII SMPK BPK PENABUR Metro.
3) Mendeskripsikan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VII SMPK
BPK PENABUR Metro setelah mengikuti proses pembelajaran model
pembelajaran Problem Based Learning
C. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII SMPK BPK PENABUR Metro
2021/2022.
D. JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan
kualititatif. Penelitian deskriptif berarti penelitian yang dilakukan untuk
menggambarkan atau menjelaskan secara sistematis, faktual dan akurat yang
terjadi saat sekarang (Wina Sanjaya, 2013;59). Pada penelitian ini juga analisis
datanya dari situasi yang diteliti tidak dipaparkan dalam bentuk bilangan/angka
statistik, melainkan bentuk uraian naratif (Margono, 2007:39).
Pendekatan kualitatif dalam penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan
proses pembelajaran dengan pendekatan kontekstual, hasil dari penerapan
pendekatan pembelajaran kontekstual dan mendeskripsikan kemampuan matematis
siswa dalam menyelesaikan soal- soal pada materi garis dan sudut. Teknik
pengumpulan data dilakukan dengan melakukan pembelajaran menggunakan
21
pendekatan kontekstual, tes tertulis dan wawancara. Instrumen penelitian terdiri
dari instrumen utama dan instrumen bantu. Instrumen utama adalah peneliti
sendiri, sedangkan instrumen bantu terdiri dari instrumen tes tertulis dan instrumen
pedoman wawancara.
22
F. INSTRUMEN PENELITIAN
Instrument adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam
penelitian (Suparno, 2007: 56). Instrumen dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Lembar Keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Lembar ini digunakan untuk mengamati aktivitas peneliti (berperan sebagai
guru) saat pembelajaran matematika menggunakan pendekatan pembelajaran
kontekstual. Lembar pengamatan keterlaksanaan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) ini berisi langkah-langkah pembelajaran yang sesuai pada
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah disusun oleh peneliti.
Lembar pengamatan ini berbentuk checklist (√) dengan alternatif jawaban “ya”
dan “tidak” untuk menandai terjadi atau tidaknya kegiatan pembelajaran yang
telah direncanakan sesuai dengan karakteristik model pembelajaran Problem
Based Learning.
2. Lembar Tes
Tes yang dilakukan peneliti adalah tes tertulis. Tes tertulis ini bertujuan
membantu peneliti dalam mengumpulkan data. Soal dalam tes tertulis dibuat
dalam bentuk uraian. Hal tersebut dimaksudkan agar peneliti dapat lebih mudah
melihat kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal mengenai garis dan sudut.
3. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman
wawancara untuk siswa. Pedoman wawancara ini berisikan hasil wawancara
peneliti dengan siswa. Wawancara ini bertujuan untuk mengklarifikasi hasil
belajar siswa. Wawancara dilaksanakan setelah tes akhir siswa diberikan dan
pertanyaan wawancara terkait dengan materi Garis dan Sudut
23
deskriptif kemudian dibuat menjadi catatan reflektif yang berisi pendapat
peneliti berdasarkan fenomena yag dijumpai selama penelitian berlagsung.
2. Reduksi data
a) Data Proses Pembelajaran
Data ini diperoleh dari proses pembelajaran yang dilakukan oleh
peneliti dengan pendekatan kontekstual dimana guru mengaitkan antara
materi dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang
dimilikinya dalam kehidupan sehari-hari.
24
3. Penyajian data
Menurut Mattew B. Milles dan A. Michael Huberman (1992:17), penyajian
data merupakan suatu rakitan organisasi informasi, deskripsi dalam bentuk
narasi yang memungkinkan kesimpulan penelitian dapat dilakukan. Penyajian
data dilakukan dalam rangka penyusunan teks naratif yang kompleks dari
sekelumpulan informasi dari reduksi data ke dalam bentuk yang sistematis,
sehingga menjadi lebih sederhana, serta dapat dipahami. Dalam penelitian ini,
penyajian data yang dilakukan peneliti yaitu menyajikan hasil pekerjaan siswa
yang telah dipilih sebagai subjek penelitian, menyajikan hasil wawancara yang
telah dilakukan terhadap siswa yang telah dipilih sebagai subjek penelitian
kemudian membandingkan data-data yang diperoleh kedalam bentuk deskripsi.
H. INDIKATOR KEBERHASILAN
Indikator keberhasilan merupakan ukuran dalam menentukan apakah
penelitian yang dilaksanakan berhasil atau tidak. Penelitian ini dikatakan berhasil
apabila :
1. Siswa mampu berkomunikasi matematis yang ditinjau dari hasil dari observasi,
penelitian tindakan kelas denga model pembelajaran Problem Based Learning,
dan tes tertulis ataupun tes hasil wawancara mencapai 75% bahkan lebih.
2. Siswa mencapai nilai KKM (75) maka tujuan penelitian tindakan kelas ini yaitu
upaya peningkatan kemampuan komunikasi matematis melalui penerapan
model pembelajaran Problem Based Learning bagi siswa SMPK BPK
PENABUR Metro kelas VII pada materi garis dan sudut dapat diterapkan.
25
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN SURAT IZIN PENELITIAN TINDAKAN KELAS
27