Hemidon
Isti’anah
Sutarman
MANAJEMEN PENERIMAAN NEGARA
Pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
Hemidon
Isti’anah
Sutarman
Penerbit
Direktorat Sistem Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan
Manajemen Penerimaan Negara pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
Penulis
Hemidon
Isti’anah
Sutarman
Perancang Sampul
Kholid Harisfauzi
Penerbit
Direktorat Sistem Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan
Gedung Prijadi Praptosuhardjo III Lantai IV
Jalan Budi Utomo No. 6
Jakarta 10710
Email: litbangdsp@kemenkeu.go.id
x + 168 halaman; 21 x 30 cm
SAMBUTAN PENERBIT
Salah satu faktor penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah ketersediaan
buku-buku bermutu yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Buku bukan hanya
sebagai jendela dunia, tapi juga menjadi jendela bagi masa lalu dan masa depan. Dengan
membaca buku, peradaban Indonesia akan semakin maju.
Dari berbagai genre buku yang tersedia di pasar, buku-buku tentang perbendaharaan
negara, hukum keuangan negara, manajemen keuangan publik, reformasi keuangan negara,
dan tema-tema sejenis dalam konteks Indonesia relatif terbatas. Padahal kebutuhan
masyarakat sangat tinggi. Begitu juga diskursus kebijakan publik sering terkait dengan topik-
topik tersebut. Dengan mengambil peran strategis sebagai penerbit, Direktorat Sistem
Perbendaharaan akan mengisi kebutuhan ini dan bertindak menjadi pelopor dan pembuka
jalan.
Sebagai penerbit, Direktorat Sistem Perbendaharaan akan menerbitkan buku-buku
berkualitas dengan berbagai tema yang terkait dengan perbendaharaan, keuangan negara,
dan kebijakan publik. Selain didistribusikan pada sejumlah perpustakaan dan perguruan tinggi
di Indonesia, buku-buku tersebut akan tersedia pada berbagai platform dan repositori yang
dapat diakses secara gratis. Harapannya upaya ini membawa pencerahan bagi akademisi,
peneliti, praktisi, dan masyarakat umum.
Untuk inisiatif pertama, buku-buku yang diterbitkan adalah sejumlah naskah akademis
yang digunakan sebagai dasar pengembangan proses bisnis Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN) dan marketplace pemerintah. Ada sejumlah pertimbangan
signifikansi, relevansi, dan urgensi untuk menerbitkan naskah-naskah tersebut.
Pertama, SPAN merupakan salah satu tonggak sejarah penting dalam reformasi
keuangan negara setelah pengesahan paket undang-undang di bidang keuangan negara. Perlu
dilakukan upaya rekonstruksi sejarah pengembangan proses bisnis SPAN yang terjadi dalam
periode yang singkat pada tahun 2009-2010. Periode ini cukup kritis mengingat sudah lewat
10 tahun yang jika tidak segera dikumpulkan, maka naskah-naskah tersebut dikhawatirkan
akan hilang atau rusak. Salah satu penulis utamanya juga telah meninggal dunia yang jika tidak
segera dicari hasil karyanya, maka dikhawatirkan akan hilang untuk selamanya.
Kedua, SPAN merupakan transformasi sukses terbesar yang pernah dilakukan
Kementerian Keuangan yang tidak hanya berdampak pada perubahan proses bisnis dan
struktur organisasi di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), tetapi juga pada sejumlah
pihak seperti Bank Indonesia, bank umum, unit eselon I lainnya di Kementerian Keuangan,
kementerian/lembaga, dan masyarakat umum. SPAN sendiri telah menjadi standar
pengembangan sistem informasi di DJPb dan Kementerian Keuangan, serta telah
mendapatkan pengakuan internasional dan menjadi rujukan bagi sejumlah negara. Pesan
moral dari perjalanan SPAN ini adalah dibutuhkan kemampuan literasi yang baik untuk
menghasilkan reformasi fundamental dalam pengelolaan keuangan negara. Sebagaimana
disampaikan Direktur Jenderal Perbendaharaan pada Pengantar Literasi Perbendaharaan
tahun 2020, “seluruh pencapaian ini tentu tidak dapat diraih jika orang-orang di balik SPAN
tidak memiliki kemampuan literasi yang sangat baik”.
Ketiga, referensi akademis, empiris, dan pragmatis tentang pengembangan sistem
berskala besar dalam konteks Indonesia relatif sedikit. Naskah akademis SPAN tentu dapat
menjadi salah satu referensi bagi inisiatif penyempurnaan proses bisnis dan pengembangan
sistem berskala besar, tidak saja di Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara lain. Studi
banding yang dilakukan oleh sejumlah negara ke DJPb menunjukkan pentingnya publikasi
naskah akademis tersebut.
Keempat, desain proses bisnis SPAN merupakan langkah maju di zamannya. Selain
revolusioner, desain proses bisnis tersebut meletakkan fondasi bagi modernisasi manajemen
keuangan negara. Sebagai contoh, interkoneksi SPAN dan perbankan yang menggantikan
mekanisme manual penyampaian dokumen Surat Perintah Transfer ke Bank Indonesia dan
Surat Perintah Pencairan Dana ke Bank Operasional dengan teknologi digital telah berhasil
meningkatkan efisiensi, efektivitas, akurasi, dan akselerasi sistem pembayaran pemerintah.
Dan, kelima, saat ini DJPb sedang mengembangkan sistem pembayaran pemerintah
pada platform marketplace. Namun demikian, literatur manajemen keuangan publik belum
menjelaskan teori marketplace dalam konteks Indonesia dan kaitannya dengan sistem
pembayaran pemerintah. Naskah akademis yang diterbitkan akan mengisi kekosongan
literatur tersebut sekaligus menjelaskan strategi pengembangan dan operasionalisasinya.
Atas dasar kelima pertimbangan tersebut, tim Subdirektorat Penelitian dan
Pengembangan, dan Kerjasama Kelembagaan pada Direktorat Sistem Perbendaharaan telah
melakukan upaya pengumpulan naskah akademis SPAN dan marketplace pemerintah, dan
berhasil mengumpulkan 32 naskah dengan total sekitar 4.200 halaman. Untuk menjaga
orisinalitas gagasan, tulisan yang diterbitkan adalah sesuai aslinya tanpa mengubah isi.
Buku yang berjudul Manajemen Penerimaan Negara pada Sistem Perbendaharaan
dan Anggaran Negara ini merupakan salah satu dari naskah akademis yang diterbitkan
tersebut. Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Hemidon, Isti’anah, dan
Sutarman, tidak hanya atas peranannya pada upaya modernisasi manajemen keuangan publik
di Indonesia, tapi juga atas kontribusinya bagi kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia. Kami
juga berterima kasih pada seluruh pihak yang telah membantu penerbitan buku ini.
Tidak ada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa upaya ini masih memiliki
kekurangan. Kami menantikan masukan dan saran untuk penyempurnaan inisiatif penerbitan
berikutnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat pada setiap langkah kebaikan
yang kita lakukan.
GR ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya buku Manajemen
Penerimaan Negara pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Sebagai Tim Penyusun,
kami menyadari bahwa hanya dengan izin-Nya, proses penyusunan buku ini dapat berjalan dengan
baik dan lancar.
Disusunnya buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai Transformasi
Proses Bisnis Penatausahaan Penerimaan Negara – berkaitan dengan penerapan Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Dalam buku ini diusulkan konsep penatausahaan
penerimaan negara pada SPAN termasuk menjelaskan hubungannya dengan Modul Penerimaan
Negara (MPN) sebagai wujud dari pembangunan sistem pengelolaan keuangan negara yang
terintegrasi.
Pada kesempatan ini, Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Paruli Lubis
selaku Direktur Transformasi Perbendaharaan yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
proses penyusunan buku ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Sudarto selaku
Kepala Subdit Transformasi Proses Bisnis Eksternal serta semua pihak yang telah memberikan
masukan dan pandangan bagi penyelesaian naskah ini.
Akhir kata, Tim Penyusun berharap bahwa buku ini dapat memberikan kontribusi dan
manfaat pada implementasi SPAN, serta berguna dalam perkembangan reformasi di lingkungan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Tim Penyusun juga menyadari bahwa buku ini masih belum
sempurna, sehingga kritik, saran dan masukan dari para pembaca sangat kami harapkan.
Hormat kami,
Tim Penyusun
DAFTAR ISI
4.1.2. …………………………………
Penerimaan PBB Melalui BO III ......................................... 30
GR iv
4.1.4. Setoran Pada Bank/Pos Persepsi Melalui MPN G2 ......... 37
GR v
4.3.5 Penerimaan Pengembalian Penerusan Pinjaman (RDI/PD) 97
5.2. Interfacing Data Penerimaan Negara dari SPAN ke MPN G2 ..... 125
GR vi
DAFTAR GAMBAR
3.1. Alur Penerimaan Negara melalui MPN untuk setoran Non PBB/BPHTB
(existing) ................................................................................................ 15
GR vii
No. Judul Hal.
5.2. …………………………………………….……………………………………………………….……
Proses Bisnis Upload ADK Bank/Pos Persepsi ke KPPN ......................... 112
5.3. ………………………............................................................................................
Proses Bisnis Upload ADK Bank/Pos Persepsi ke Direktorat PKN ......... 116
.............
5.4. Proses Bisnis Upload ADK Rekening Koran Bank Indonesia ................. 120
GR viii
DAFTAR TABEL
4.2. Pembagian Hasil PBB dan BPHTB antara Pusat dan Daerah .................. 32
5.2. Tabel Struktur Struktur Data Yang Dipersyaratkan Dalam ADK dari
Bank/Pos Persepsi .................……………………………………........................... 114
5.3. Jenis Kesalahan Pada Saat Proses Validasi Upload ADK Dari Bank/Pos
Persepsi ke Dalam SPAN ................................................…………….............. 115
5.4. Struktur Data ADK Sekaligus Mapping Validasi Pada Saat Proses upload 118
5.5. Kelengkapan Elemen Data Sesuai Dengan Struktur CoA SPAN ............. 119
5.6. Contoh Default Elemen Data Yang Secara Otamatis Terisi Pada Saat
Mengisi/Melengkapi Elemen Data (CoA) ..................…………….............. 120
5.7. Elemen Data ADK dari DJP ke DJA Terkait Pendapatan PBB Migas ....... 124
GR ix
DAFTAR LAMPIRAN
11. Jurnal Transaksi Penerimaan Sektor Minyak dan Gas ........................... 144
GR x
BAB I
PENDAHULUAN
GR 1
Salah satu wujud dari kegiatan administrasi keuangan negara adalah
penatausahaan atas penerimaan negara (Government Receipt). Hingga saat ini
Indonesia belum mempunyai sistem baku yang terintegrasi dalam pengelolaan
Government Receipt. Saat ini sedang diupayakan salah satu sistem dalam
penatausahaan Government Receipt dengan menggunakan yang diberi nama
MPN (Modul Penerimaan Negara) dan juga telah diupayakan integrasinya
dengan jajaran eselon satu lainnya di kemeterian keuangan melalui
penyempurnaan MPN dengan sistem MPN-G2. Secara umum penatausahaan
penerimaan negara melalui MPN diharapkan mampu untuk menciptakan suatu
sistem penerimaan negara yang terintegrasi dalam satu database, di mana
sebelumnya penatausahaan penerimaan negara dilakukan secara terpisah oleh
Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat
Jenderal Perbendaharaan. Dengan hanya satu data base, maka tujuan utama
pengelolaan keuangan Negara yaitu memudahkan koordinasi dari masing-
masing institusi dan dapat diarahkan sesuai dengan apa yang diprioritaskan dan
dituju oleh Pemerintah dapat dicapai (Devas, 1989).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik mengamanatkan pemanfaatan teknologi informasi harus dilakukan
secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat
diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Maka
pengembangan MPN difokuskan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan
teknologi informasi yang salah satunya adalah pengembangan sistem
pembayaran penerimaan negara yang lebih modern (transaksi elektronik) yang
selanjutnya disebut/ditulis dengan istilah MPN-G2 (electronic - Modul
Penerimaan Negara).
1.2. Tujuan
Secara umum penyusunan naskah akademik ini bertujuan untuk
memberikan masukan kepada unsur pimpinan Ditjen Perbendaharaan terkait
penyempurnaan penatausahaan penerimaan negara pada secara keseluruhan.
Termasuk dalam naskah akademik ini bagaimana penyempurnaan MPN agar
GR 2
dapat dilaksanakan secara mudah, aman, cepat, akurat, dan efisien dalam
rangka menghasilkan laporan yang dapat dipertanggungjawabkan.
GR 3
BAB II
DASAR HUKUM DAN KAJIAN TEORI
GR 4
bidang pembangunan, pelayanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya.
Perubahan mendasar atas struktur APBN dan jenis, format serta cara
pelaporannya dimuat dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN) sebagai salah satu unit
eselon I Departemen Keuangan merupakan salah satu entitas yang harus
melaksanakan ketentuan tersebut. Dalam rangka melaksanakan ketentuan
tersebut, maka DJPBN telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Selain
penyempurnaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, direktorat jenderal
ini juga telah berhasil menyusun Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara
(LK-BUN) sejak 2008 lalu.
Upaya lainnya, direktorat jenderal ini juga berupaya melakukan
penyempurnaan sistem penerimaan negara. Sejalan dengan pelaksanaan
reformasi administrasi keuangan negara, beberapa rekening liar dan anggaran
nonbujeter, yang sangat menonjol dalam masa Orde Baru mulai ditertibkan dan
diintegrasikan dengan APBN/APBD. Instansi negara tidak boleh lagi mendirikan
badan usaha, yayasan dan koperasi yang marak pada masa Orde Baru dan pada
hakikatnya merongrong instansi induknya. Sementara itu, pemungutan
Penerimaan Bukan Pajak semakin ditertibkan termasuk penertiban asset
(Barang Milik Negara) ataupun peningkatan kompetensi K/L dalam penyusunan
LK. Upaya-upaya tersebut dilakukan sebagai wujud nyata dari komitmen DJPBN
pada khususnya dan pemerintah pada umumnya dalam memberikan pelayanan
yang terbaik kepada masyarakat.
Managemen GR yang efektif adalah starting point utk pengelolaan kas
yang efektif.Dengan meminjam konsep Grindle dan Thomas (1991:4), kebijakan
(policy) reformasi haruslah diarahkan untuk mencermati dan membenahi
berbagai kesalahan kebijakan di masa lalu maupun kebijakan yang berlaku
GR 5
sekarang serta mekanisme pengaturan kelembagaan yang ada. Kebijakan atas
government receipt haruslah bisa menjadi dasar bagi pengambil kebijakan
sekaligus informasi bagi yang berkepentingan atas berapa total penerimaan
yang dimiliki oleh Negara Indonesia pada setiap saat. Dengan demikian fungsi
penataan keuangan Negara yang salah satunya agar negara mampu memenuhi
kewajibannya, mampu melunasi semua ikatan keuangan jangka pendek dan
jangka panjang dapat terpenuhi (Devas : 1989).
Salah satu implementasi dari Government Receipt saat ini adalah MPN.
Dalam perjalanannya MPN masih mengalami beberapa permasalahan. Selain
permasalahan wajib pajak/wajib setor/wajib bayar belum terlayani dengan baik
dan adanya beberapa transaksi pada MPN masih diragukan keakuratan
datanya, juga belum diterapkannya accrual basis dalam sistem ini. Saat ini
implementasi accrual basis diyakini secara mendunia sebagai cara membawa
pemerintahan menjadi lebih akuntabel dan transparan dalam penggunaan
resources dan kebijakan oleh pemerintah guna menjalankan dan melaksanakan
tugas-tugas negara (Kaganova dkk, 2002).
Pengimplementasian Goverment Receipt dengan basis akrual
merupakan solusi yang tepat atas kekurangakuratan data, karena basis akrual
menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber
daya dicatat, termasuk transaksi internal, in-kind transaction, dan arus ekonomi
lainnya. Kelebihan lain accrual basis diantaranya: perencanaan kebijakan yang
lebih baik, pendekatan yang lebih informatif terhadap manajemen asset dan
fokus pada keadilan antar generasi (inter-generational equity) (IFAC : 2002) .
Perubahan dari cash basis menjadi accrual basis merupakan elemen yang
penting dalam reformasi sektor public (Ryan, 1998). Pengenalan akuntansi
akrual dimaksudkan untuk memfasilitasi transparansi yang lebih besar dalam
kegiatan instansi sektor publik, selain itu dimaksudkan pula untuk memperkuat
akuntabilitas pemerintah dan untuk meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan (Christensen, 2002). Penerapan accrual accounting dalam
Government Receipt juga sudah menjadi keharusan karena UU No.17 tahun
GR 6
2003 yang merupakan salah satu paket UU Keuangan Negara mengamanahkan
demikian.
Selain accrual accounting, penatausahaan penerimaan negara yang
lebih mudah, aman, cepat, akurat, dan efisien dalam rangka menghasilkan
laporan yang dapat dipertanggu ngjawabkan juga menjadi alasan perlunya
pengembangan lebih lanjut terhadap MPN kedepan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Dadang (2001) bahwa ada beberapa prinsip yang harus dipegang
dalam penatausahaan penerimaan negara yaitu tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan yang beriaku, efisien, efektif, transparan dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.
Mardiasmo (2002) perubahan dalam pengelolaan keuangan Negara
harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara
(anggaran) yang baik. Prinsip manajemen keuangan yang diperlukan untuk
mengontrol kebijakan keuangan tersebut meliputi:
a. Akuntabilitas.
Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa
proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan
harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada
DPR dan masyarakat. Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil
keputusan berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Untuk ini,
perumusan kebijakan, bersama-sama dengan cara dan hasil kebijakan
tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun
horizontal dengan baik.
b. Value for Money.
Value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses
penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitan
dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas
tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan
dana masyarakat (public money) tersebut dapat menghasilkan output yang
maksimal (berdaya guna). Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran
GR 7
tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik.
Untuk mendukung dilakukannya pengelolaan dana publik (public money)
yang mendasarkan konsep value for money, maka diperlukan sistem
pengelolaan keuangan Negara dan anggaran Negara yang baik. Hal tersebut
dapat tercapai apabila pemerintah memiliki sistem akuntansi yang baik.
c. Kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity).
Pengelolaan keuangan negara harus dipercayakan kepada staf yang
memiliki kejujuran dan integritas tinggi, sehingga praktik korupsi dapat
diminimalkan.
d. Transparansi.
Transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan
keuangan sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPR dan masyarakat.
Transparansi pengelolaan keuangan pada akhirnya akan menciptakan
horizontal accountability antara pemerintah dengan masyarakatnya
sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien,
akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
e. Pengendalian.
Penerimaan dan pengeluaran Negara (APBN) harus selalu dimonitor, yaitu
dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu
dilakukan analisis varians (selisih) terhadap penerimaan dan pengeluaran
daerah agar dapat sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians dan
tindakan antisipasi ke depan.
Lebih lanjut Mardiasmo (2002) menegaskan bahwa prinsip-prinsip yang
mendasari pengelolaan keuangan negara tersebut harus senantiasa dipegang
teguh dan dilaksanakan oleh penyelenggara pemerintahan, karena pada
dasarnya masyarakat (publik) memiliki hak dasar terhadap pemerintah, yaitu:
a. Hak untuk mengetahui (right to know), yaitu:
Mengetahui kebijakan pemerintah.
Mengetahui keputusan yang diambil pemerintah.
Mengetahui alasan dilakukannya suatu kebijakan dan keputusan tertentu.
GR 8
b. Hak untuk diberi informasi (right to be informed) yang meliputi hak untuk
diberi penjelasan secara terbuka atas permasalahan-permasalahan tertentu
yang menjadi perdebatan publik.
c. Hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to).
GR 11
dalam pembangunannya memungkinkan dilakukan secara berbeda, sehingga
diperlukan mekanisme komunikasi baku antar sub sistem, sehingga masing-
masing sub sistem aplikasi dapat saling bersinergi untuk membentuk layanan
MPN-G2 yang lebih besar dan kompleks. Oleh karena itu, dalam membangun
MPN-G2 selanjutnya diperlukan standardisasi kebutuhan pengembangan
sistem aplikasi yang akan menjamin bahwa komunikasi antar sistem aplikasi
tersebut dapat dilakukan.
Berikut adalah Standar Kebutuhan Sistem MPN-G2- yang harus dipenuhi
oleh setiap sub sistem MPN-G2:
a. Reliable, menjamin bahwa sub sistem akan dapat berjalan dengan handal,
robust terhadap kesalahan pemasukan data, perubahan sistem operasi dan
bug free.
b. Interoperable, menjamin bahwa sub sistem akan dapat saling berkomunikasi
serta bertukar data dan informasi dengan sub sistem lain untuk membentuk
sinergi sistem.
c. Scalable, menjamin bahwa sub sistem akan dapat dengan mudah
ditingkatkan kemampuannya, terutama penambahan fitur baru,
penambahan user dan kemampuan pengelolaan data yang lebih besar.
d. User Friendly, menjamin bahwa sub sistem akan mudah dioperasikan
dengan user interface (antar muka pengguna) yang lazim berlaku di
pemerintahan dan dan perbankan (collecting agent) sesuai dengan
kebiasaan bahasa dan budaya penggunanya.
e. Integrateable, menjamin bahwa sub sistem mempunyai fitur untuk
kemudahan integrasi dengan sub sistem lain, terutama untuk melakukan
transaksi pertukaran data dan informasi antar sub sistem MPN-G2, baik
dalam lingkup satu sub sistem dengan sub sistem lainnya.
GR 13
BAB III
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA SAAT INI
Gambar 3.2. Alur Penerimaan Negara melalui MPN untuk setoran Non
PBB/BPHTB (existing) untuk setoran PBB/BPHTB
Catatan:
LHP : Laporan Hasil Penerimaan, yang terdiri dari rekapitulasi penerimaan
dan pelimpahan, rekapitulasi nota kredit, DNP dan BPN.
ADK : Arsip Data Komputer, yang berisikan data transaksi penerimaan negara.
LKP : Laporan Kas Posisi yang memuat data penerimaan dan pengeluaran.
GR 17
Keterangan gambar untuk setoran PBB/BPHTB (existing) tersebut di atas
sebagai berikut:
1. Wajib Pajak (WP)/Wajib Bayar (WB)/Wajib Setor (WS)/Bendahara
Penerimaan dapat melakukan pembayaran setiap saat melalui Bank/Pos
yang terhubung dengan MPN.
2. Informasi mengenai data transaksi penerimaan negara disampaikan oleh
bank/pos persepsi ke dalam MPN. Setelah menerima pembayaran setoran
oleh WP)/WB/WS/Bendahara Penerimaan, maka Bank/pos persepsi
melakukan pelaporan transaksi penerimaan negara (memproses NTPTN)
berupa pajak kepada MPN dengan menyertakan NTB (Nomor Transaski
Bank) dan NTP (Nomor Transaksi Pos). MPN kemudian menerbitkan Nomor
Transaski Penerimaan Negara (NTPN) kepada bank/pos persepsi.
3. Selanjutnya, bank/pos persepsi melakukan pelimpahan kas ke rekening Bank
Operasional III (BO III) setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya jika hari
Jumat adalah hari libur.
4. Bank/pos persepsi melakukan pelaporan kepada KPPN dalam bentuk
Laporan Harian Penerimaan (LHP) dan Arsip Data Komputer (ADK) untuk di
tatausahakan. Dalam hal terjadi kesalahan perekaman atas elemen-elemen
data, maka Bank/Pos dapat melakukan prosedur pengembalian (reversal)
maupun perbaikan data sebelum LHP disampaian kepada KPPN.
5. Selanjutnya, dilakukan rekonsiliasi antara Bank/pos persepsi dengan KPPN
perihal penerimaan PBB/BPHTB.
6. KPPN menyampaikan LKP (Laporan Kas Posisi) yang memuat data
penerimaan ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
7. Berdasarkan LHP dan ADK yang diterima dari Bank/pos persepsi, KPPN
menerbitkan SP2D Bagi Hasil PBB/BPHTB kepada BO III.
8. BO III mentransfer bagian Pemda secara langsung sedangkan untuk bagian
pemerintah, pusat BO III melakukan transfer kepada Rekening 501 di KBI.
9. Selanjutnya BO III menyampaikan rekening Koran (Nota Kredit/Debet)
kepada KPPN.
GR 18
10. Bagi hasil untuk pemerintah pusat selanjutnya ditransfer ke Rekening KUN
di Bank Indonesia.
11. Bank Indonesia menyampaikan rekening Koran (Nota Kredit) kepada
Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
12. Selanjutnya dilakukan rekonsiliasi antara Direktorat Pengelolaan Kas
Negara dengan sistem MPN sehubungan dengan data penerimaan negara.
GR 19
BAB IV
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA PELAKSANAAN
SISTEM PERBENDAHARAAN DAN ANGGARAN NEGARA (SPAN)
GR 20
Gambar 4.1. Pelaksanaan TSA Pada Penatausahaan Penerimaan Negara
GR 21
5. Selanjutnya dilakukan rekonsiliasi antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan cq.
Direktorat PKN dengan Bank Indonesia terkait dengan pencatatan penerimaan
negara dengan kas yang diterima.
GR 24
Tahun 1997 yang dimaksud dengan PNBP adalah seluruh penerimaan
pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Dokumen
yang digunakan sebagai dasar pencatatan penerimaannya adalah Surat
Setoran Bukan Pajak (SSBP). Saat ini PNBP dapat dikelompokkan menurut
sifat pemungutannya dalam dua kelompok besar yaitu:
1) PNBP umum yaitu PNBP yang secara umum terdapat pada setiap
departemen/lembaga seperti: penerimaan penjualan seperti penjualan
barang yang dihapuskan, penjualan kenderaan bermotor; penerimaan
sewa seperti sewa rumah dinas, sewa gedung dan sewa barang milik
negara lainnya dan penerimaan lain-lain.
2) PNBP fungsional yaitu PNBP yang bersumber dari hasil penyelenggaraan
tugas/fungsi teknis suatu departemen/lembaga seperti: penerimaan
rutin luar negeri seperti penerimaan visa/paspor, penerimaan
pemeriksaan, penerimaan khusus seperti pembagian laba BUMN,
penerimaan kembali pinjaman dan lain-lain.
e. Penerimaan Non Anggaran (PFK).
PFK adalah sejumlah dana yang dipotong langsung dari gaji pokok pegawai
negeri dan tunjangan keluarga, serta iuran asuransi kesehatan yang disetor
oleh provinsi/kabupaten/kota untuk disalurkan kepada Pihak Ketiga.
Penerimaan PFK meliputi Pegawai pusat dan pegawai daerah. Namun
demikian masih terdapat penerimaan PFK yang berasal dari pengembalian
SP2D. Pengelolaan PFK meliputi penerimaan, pengujian, pengembalian
penerimaan, dan penetapan perhitungan rampung (definitif). Adapun
Penerimaan dan pengembalian penerimaan PFK merupakan transaksi non
anggaran dan pencairannya tidak memerlukan DIPA. Dokumen sumber
penerimaan PFK adalah Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS).
f. Penerimaan Pengembalian Sisa UP.
Penerimaan Negara melalui Bank/Pos Persepsi untuk pengembalian sisa
Uang Persediaan (UP) diakui ketika uang masuk ke rekening kas negara pada
bank/pos persepsi sebagai pengembalian sisa UP.
GR 25
g. Penerimaan Pengembalian Belanja.
1) Pengembalian Belanja Tahun Anggaran Berjalan.
Berdasarkan ADK dari bank/pos persepsi, KPPN mengurangi realisasi
belanja Satker bersangkutan tanpa mengembalikan pagu DIPA.
Untuk mengembalikan pagu, harus ada permintaan tertulis dari Satker
ke KPPN yang melampirkan secara lengkap kode akun belanja
bersangkutan (CoA). Dokumen sumbernya adalah SSBP dengan
melampirkan nomor SPM, Surat Pertanggungjawaban Mutlak dan
NTPN setorannya.
KPPN mengembalikan pagu DIPA satker bersangkutan dengan
melengkapi segmen akun dalam account (CoA) di SPAN sesuai dengan
belanja sebelumnya.
2) Pengembalian Belanja Tahun Anggaran Yang lalu.
Pengembalian belanja pada tahun anggaran yang lalu tidak bisa
menambah pagu belanja pada tahun anggaran berjalan.
Jenis-jenis penerimaan di atas disetor oleh perorangan/badan dan/atau
Bendahara melalui Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan penerimaan
yang berasal dari SPM yang dibukukan oleh KPPN.
GR 26
saat pelaksanaan MPN G2 nanti, MPN G1 tetap dijalankan dalam rangka
mengantisipasi apabila tidak semua sistem pembayaran dapat dilakukan
secara penuh pada saat diimplementasikannya SPAN.
Dalam gambar maupun dalam penjelasan pada bagian ini kurang
banyak menyinggung MPN G1, dikarenakan alur pencatatan penerimaan
tidak secara langsung melibatkan MPN G1, atau dengan kata lain bahwa
pencatatan penerimaan melalui KPPN dilakukan berdasarkan pada data
penerimaan yang disampaikan oleh bank/pos persepsi melalui Laporan
Harian Penerimaan (LHP) dan Arsip Data Komputer (ADK). Berikut adalah
gambar alur penatausahaan penerimaan negara baik penerimaan pajak
maupun non-pajak yang belum menggunakan sistem pembayaran
secara elektronik (sistem pembayaran billing).
GR 28
yang terpenting juga adalah mendukung terlaksananya konsep Treasury
Single Account secara penuh.
Pencatatan penerimaan melalui bank/pos persepsi (existing)
menggunakan cash basis dengan contoh jurnal pencatatan berikut:
Jenis
No Jurnal SAKUN Jurnal SAU
Penerimaan
1. Pajak (non Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KUN
PBB/BPHTB) (KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Penerimaan PPN
Cr. Penerimaan PPN Dalam Negeri
Dalam Negeri (411211) (411211)
2. BPHTB Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KUN
(KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Pendapatan BPHTB
Cr. Pendapatan BPHTB Perkotaan (411411)
Perkotaan (411411)
3. PNBP Umum Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KU
(KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Pendapatan + uraian
Cr. Pendapatan + Uraian akun
Akun (4XXXXX)
4. PNBP Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KUN
Fungsional (KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Pendapatan + uraian
Cr. Pendapatan + Uraian akun
Akun (4XXXXX)
5. Bea dan Cukai Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KUN
(KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Pendapatan + uraian
Cr. Pendapatan + Uraian akun
Akun (4XXXXX)
6. PFK Dr. Kas di KPPN
Cr. Penerimaan PFK
(811xxx)
7. Penerimaan Dr. Kas di KUN Dr. Uang Muka dari KUN
Pengembalian (KPPN/BUN/REKSUS) (KPPN/BUN/REKSUS)
Sisa UP
Cr. Penerimaan Transito Cr. Kas di Bendahara
(8151xx) Pembayar
8. Penerimaan Dr. Kas di KPPN/BUN Dr. Piutang Kepada KUN
Pengembalian Cr. Pengembalian Belanja Cr. Pengembalian +
Belanja
+ Uraian Akun Uraian Akun (5XXXXX)
(5XXXXX)
GR 30
PBB tersebut, selanjutnya bank persepsi melimpahkan penerimaan
PBB pada hari jumat di minggu berikutnya ke BO III.
3. Pada hari Jumat minggu berikutnya paling lambat pukul 10.00 waktu
setempat, bank persepsi PBB menyampaikan Laporan Harian
Peneruimaan (LHP) ke mitra KPPN yang terdiri dari rekapitulasi
penerimaan, Daftar Nominatif Penerimaan (DNP), Rekening Koran,
Nota Kredit, Nota Debit, BPN, Bukti Setoran, yang disertai dengan
ADK.
4. Selanjutnya dilakukan upload ADK yang disampaikan oleh Bank
Persepsi PBB yang dilakukan pada Modul Government Receipt
(SPAN). Kemudian KPPN atau unit khusus yang ditunjuk melakukan
pemeriksaan realisasi penerimaan PBB tersebut sebagai dasar
penerbitan SPM Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH
PBB). Selanjutnya KPPN mengeluarkan SP2D bagi hasil PBB sebagai
dasar bagi BO III dalam melakukan transfer bagi hasil PBB sesuai
dengan bagian pemerintah pusat maupun Pemda (Termasuk upah
pungut). Penerbitan SP2D DBH PBB tersebut dilakukan dalam Modul
Payment Management (PM).
5. Adapun bagi hasil untuk Pemda ditransfer secara periodik
(mingguan) langsung kepada Pemda sesuai dengan porsi bagi hasil
atas realisasi penerimaan PBB tersebut.
6. Untuk penerimaan yang menjadi bagian pusat, transfer kas akan
dilakukan oleh BO III ke rekening sub RKUN 501 pada Bank Indonesia.
7. Selanjutnya bagian pusat terkait bagi hasil realisasi penerimaan PBB
tersebut tersebut dilimpahkan ke RKUN pada Bank Indonesia.
GR 33
(misalnya: memiliki cabang diluar negeri yang on line dengan kantor
pusatnya dan terhubung dengan sistem MPN);
2) Pemerintah (Kuasa BUN Pusat) membuka satu rekening kas negara
pada kantor pusat bank persepsi atau salah satu kantor cabang di
Indonesia (Jakarta) yang ditunjuk sebagai bank persepsi valuta asing
koordinator untuk menampung setoran penerimaan negara valuta
asing dari para wajib pajak/wajib setor/wajib bayar. Tentunya
rekening tersebut dibuka satu rekening untuk masing-masing valuta
asing yang akan diterapkan dalam sistem penerimaan negara
dimaksud termasuk dalam hal penyampaian laporan penerimaannya
(LHP). Hal ini sejalan dengan rencana penerapan MPN yang
disempurnakan melalui MPN G2 dan mendukung pelaksanaan
Treasury Single Account (TSA).
3) Untuk menampung pelimpahan penerimaan negara dengan
menggunakan valuta asing tersebut ke Rekening Kas Umum Negara
(RKUN) maka pelimpahan dilakukan ke RKUN valuta asing pula
(RKUN Valas USD 600.xxxxxxxx) atau rekening RKUN lainnya yang
paling menguntungkan jika nantinya akan terdapat beberapa valuta
asing yang dapat disetorkan melalui bank persepsi valuta asing.
4) Hampir dipastikan bahwa penerimaan negara dengan menggunakan
valuta asing ini tidak akan mungkin sama harinya antara setoran saat
diterima pada bank persepsi valuta asing dengan saat diterima pada
RKUN. Hal ini disebabkan oleh adanya proses kiriman uang antar
bank yang melibatkan bank koresponden dalam rangka kiriman uang
bervaluta asing. Biasanya proses kiriman uang ini memerlukan waktu
lebih kurang 2-3 hari dari bank persepsi valuta asing sampai diterima
pada RKUN.
GR 34
Gambar 4.5. Alur Penatausahaan Penerimaan Negara Valuta Asing
Melalui Bank Persepsi Valuta Asing
GR 37
dengan cara melakukan penyederhanaan isian (elemen data) surat
setoran seperti: SSP, SSPBB, SSB, SSPCP, SSCP, SSBP, SSPB dan lain-lain.
Selain itu, dalam proses pembangunan MPN G2, penambahan
Kode billing ditambahkan dalam struktur ADK bank/pos persepsi. Hal ini
terinspirasi dari sistem pembayaran elektronik yang sekarang telah lazim
digunakan dalam transaksi pembayaran sehari-hari yang dilakukan pada
sistem perbankan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon dan lain-
lain.
Secara mendasar, penatausahaan penerimaan negara pada SPAN
melalui MPN G2 terletak pada proses pencatatan data penerimaan
negara yang dilakukan langsung dari sistem MPN G2 ke dalam SPAN
secara otomatis (interface).
Masing-masing biller diwajibkan menyediakan sistem billing yang
memadai sesuai dengan karakteristik atau bidang penerimaan negara
yang ditatausahakan. Penatausahaan sistem billing oleh masing-masing
unit eselon 1 terkait adalah bertujuan agar masing-masing unit eselon 1
tersebut dapat mengelola penerimaan negara sesuai dengan bidang
tugas dan fungsi masing-masing Baik itu untuk tujuan dalam rangka
pengambilan keputusan dan kebijakan maupun dalam rangka
peningkatan pelayanan kepada stakeholders yang terlibat. Dengan
demikian akan menimbulkan unit khusus penerimaan negara secara
terpusat pada masing-masing unit eselon 1. Hal ini sesuai dengan arah
strategi penatausahaan penerimaan negara yang terpusat dengan single
database. Selain itu, pembangunan sistem billing pada masing-masing
unit eselon 1 tersebut juga diharapkan mampu mengurangi beban kerja
pada sistem MPN saat ini.
Dengan sistem billing tersebut diharapkan segala kebutuhan
data dan informasi terkait dengan tegihan dapat diperoleh dengan cepat
dan akurat. Hal ini juga harus ditindaklanjuti dengan kemudahan akses
dan kualitas pelayanan yang lebih baik. Sistem billing dengan hanya
GR 38
menggunakan kode billing tentunya akan mengembalikan pihak
perbankan pada nature proses bisnisnya tanpa dibebani dengan
serangkaian proses tambahan (handling) yang selama ini berjalan pada
pelaksanaan penerimaan negara melalui MPN existing.
Dengan adanya billing yang dimodifikasi dengan kode satker
diharapkan penetausahaan penerimaan pada rekening tunggal tidak
akan mengalami hambatan yang disebabkan oleh keberadaan lokasi
Satker yang selama ini telah ditentukan kemitraannya dengan KPPN atau
bank/pos persepsi tertentu. Untuk setoran penerimaan negara yang
nantinya menggunakan MPN G2, Modul GR tidak lagi melakukan upload
ADK dari Bank/pos persepsi tetapi langsung dilakukan interfacing antara
SPAN dengan MPN G2. Penerimaan negara akan dicatat dalam Modul
GR (SPAN) setelah ada data penerimaan yang masuk dari MPN G2.
Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa tidak semua penerimaan
negara melalui bank persepsi dapat dikelola dalam MPN G2, khususnya
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dengan demikian
pengelolaan penerimaan PBB tetap dilakukan pada MPN G1 (existing)
dan tetap menggunakan ADK/LHP sebagai media penyampian informasi
untuk pencatatan penerimaan.
Dengan adanya MPN G2 yang dikelola secara terpusat dan
sejalan dengan konsep SPAN yang juga menggunakan single database,
maka dimungkinkan terjadinya sistem pencatatan penerimaan secara
tersentralisasi (menggunakan satu rekening) terutama untuk
penerimaan negara melalui bank/pos persepsi dan penerimaan pada BI
yang dikelola pada Direktorat PKN. Dan dalam hal ini Direktorat PKN
memperoleh data melalui proses interfacing dengan MPN G2. Adapun
mekanismenya dapat digambarkan sebagai berikut:
GR 39
Gambar 4.6. Alur Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui MPN G2
GR 40
Penerimaan negara akan dicatat dalam Modul GR (SPAN) setelah ada
data penerimaan yang masuk dari MPN G2.
7. Bank Indonesia mengirimkan rekening Koran terkait dengan
pelimpahan setoran uang kepada rekening sub RKUN(501XXXXXXXX).
8. Bank Indonesia mengirimkan rekening Koran terkait dengan
pelimpahan setoran uang kepada rekening RKUN (502XXXXXXXX).
Kemudian pada Modul CM dilakukan rekonsiliasi terkait penerimaan
rekening Koran tersebut.
Note: Penjelasan lebih detail mengenai proses bisnis rencana penerapan MPN G2
Dapat dapat dibaca Naskah Akademis kami lainnya yang berjudul “Blueprint Usulan
Proses Pengembangan Modul Penerimaan Negara (MPN G2)”.
GR 42
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP - Umum).
Data Pendapatan PNBP Umum diterima KPPN dari bank/pos persepsi
dalam bentuk ADK dengan format teks (.txt). Data ini kemudian
diunggah (upload) kedalam SPAN dan dicatat dalam Modul
Government Receipt pada menu ‘miscellaneous receipts’.
Penerimaan setoran PNBP diterima di Rekening Bank/Pos Persepsi
yang dikelola oleh KPPN. Jurnal pencatatannya sebagai berikut:
GR 43
realisasi belanja, tetapi tidak mengembalikan pagu DIPAnya.
Untuk mengembalikan pagu, Satker harus membuat permintaan
tertulis ke KPPN dengan lampiran kode akun belanja
bersangkutan (CoA) secara lengkap. Dokumen sumbernya: SSBP,
nomor SPM, Surat Pertanggungjawaban Mutlak dan NTPN
setorannya.
KPPN mengembalikan pagu DIPA satker bersangkutan dengan
melengkapi segmen akun dalam account (CoA) di SPAN sesuai
dengan belanja sebelumnya.
Jurnal pencatatannya adalah sebagai berikut:
Cash/Accrual Basis Journal
Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)
Cr. Belanja Barang (52xxx9) (belum mengembalikan pagu)
Dr. Belanja Barang (52xxx9) (belum mengembalikan pagu)
Cr. Belanja Barang (52xxx9) (mengembalikan pagu)
8. Penerimaan PFK
Penerimaan PFK meliputi Pegawai pusat dan pegawai daerah.
Adapun Jurnal pencatatannya adalah sebagai berikut:
Cash/Accrual Basis Journal
Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)
Cr. Setoran/Potongan PFK 10% Gaji PNS Daerah (811111)
GR 44
yang jumlahnya mencapai lebih kurang 44 (empat puluh empat)
rekening dan rekening penerimaan pada Bank Operasional III (BO III)
yang jumlahnya sekitar 960 (sembilan ratus) rekening.
Sangat banyaknya rekening penerimaan tersebut diatas tidaklah
efektif dan efisien, disamping menyulitkan pengendalian dan monitoring
terhadap rekening-rekening tersebut juga dapat menjadi penghambat
dalam rangka pelaksanaan Teasury Single Account (TSA) yang saat ini
telah menerapkan uji coba pelimpahan kas setiap hari (H+0, dibaca: H
plus nol). Contoh sederhana yang mengidentifikasikan bahwa rekening
kas negara dalam rangka penerimaan negara saat ini sulit dikelola atau
dipantau adalah apakah kita mampu menyajikan dengan cepat seluruh
nomor, nama, dan saldo rekening yang tersebar diseluruh Indonesia.
Jangankan nomor, nama, dan saldo rekening tersebut, nama-nama bank
persepsi yang terlibat saja belum tentu dapat disajikan dengan benar
dan cepat. Artinya jumlah rekening kas negara yang lebih dari 5.000
tersebut sangatlah tidak efektif dan efisien dalam pengelolaannya.
Untuk itu kiranya sudah menjadi pertimbangan yang serius untuk
dilakukan restrukturisasi terhadap rekening kas negara dimaksud.
Keterangan: Jumlah seluruh rekening diperkirakan tidak lebih dari 100 rekening.
GR 46
kantor pusat bank/pos persepsi untuk pelimpahan penerimaan
negara.
2) Tidak ada lagi rekening penerimaan pada setiap cabang bank/pos
persepsi. Rekening penerimaan tersebut digantikan dengan hanya
membuka satu rekening penerimaan pada kantor pusat atau cabang
bank/pos persepsi yang ditunjuk sebagai koordinator. Rekening
penerimaan tersebut tidak lagi dibuka terpisah antara penerimaan
PBB, dan penerimaan lainnya pada bank/pos persepsi. Sehingga
seluruh penerimaan negara yang melalui bank/pos persepsi
terkumpul ke satu rekening penerimaan saja. Sedangkan untuk
keperluan pemisahan jenis penerimaan dapat dibedakan dengan
melihat kode akun atau mata anggaran yang digunakan. Bank/pos
persepsi diharuskan menunjuk satu cabang bank/pos persepsi
sebagai bank/pos persepsi koordinator dan seluruh transaksi
pembayaran elektronik dibukukan pada rekening penerimaan negara
di bank/pos persepsi koordinator.
3) Tidak ada lagi rekening penerimaan pada BO III dalam rangka
pembagian hasil PBB karena seluruh transaksi penerimaan negara
yang terjadi selama satu hari kerja periode penerimaan pada
bank/pos persepsi harus dilimpahkan ke rekening kas negara (RKUN
502.000000) setiap akhir hari kerja. Sedangkan untuk pembagian
hasil PBB kepada pemerintah daerah (provinsi maupun
kabupaten/kota), dilakukan secara terpusat oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan melalui mekanisme pengeluaran APBN (SP2D)
secara periodik (mingguan atau bulanan).
4) Setiap minggu/bulan, DJPB dalam hal ini adalah salah satu KPPN yang
ditunjuk/unit khusus yang akan dibentuk, harus menerbitkan SP2D
sebanyak jumlah kab/kota ditambah provinsi se-Indonesia (kurang
lebih 500 SP2D) lengkap dengan lampiran berupa rincian PHP dan
Upah pungut per sektor penerimaan (PBB). Atau pembagian PBB
GR 47
tersebut dapat juga dilakukan dengan menerbitkan 1 (satu) SP2D
dengan lampiran kurang lebih 500 rekening. Mengingat banyaknya
rekening tujuan dalam rangka pembagian penerimaan PBB tersebut,
tentunya akan membutuhkan cukup waktu dalam proses persiapan
dan penyelesaiannya, sehingga diusulkan proses transfer dana dalam
rangka pembagian penerimaan PBB tersebut ke masing-masing
rekening penerima (yang berhak) dilakukan per bulan.
5) Tidak ada lagi rekening penerimaan negara (500.000000) pada Bank
Indonesia. Pelimpahan langsung dilakukan dari ke Rekening Kas
Umum Negara (RKUN 502.000000). Namun jika masih diperlukan
rekening antara untuk menampung seluruh penerimaan negara
sebelum masuk ke RKUN atau sebagai pengganti rekening
500.000000 dapat dibuka rekening 501.000000 yang terpusat berada
di BI dimana fungsinya adalah sebagai rekening penampung untuk
seluruh pelimpahan dari rekening kas negara yang ada pada
bank/pos persepsi.
6) Berkurangnya jenjang tahapan pelimpahan kas dari rekening
penerimaan pada bank/pos persepsi sampai ke Rekening Kas Umum
Negara (RKUN). Dan dengan hilangnya keterlibatan BO III dan Bank
Indonesia untuk rekening 501.00000X dan 500.000000 dalam
rangkaian proses pelimpahan penerimaan negara, tentunya
menghilangkan tiga jenjang tahapan pelimpahan kas menjadi hanya
satu jenjang pelimpahan.
7) Jumlah rekening penerimaan negara diperkirakan tidak lebih dari 100
rekening dimana saat ini jumlah rekening penerimaan negara
tersebut hampir mencapai 5.000 rekening. Pengurangan jumlah
rekening penerimaan yang signifikan diperoleh dari restrukturisasi
rekening itu sendiri yang diakibatkan dari penerapan pada angka 1
dan 2 diatas.
GR 48
Dengan dilakukannya restrukturisasi rekening seperti tersebut
diatas, maka pengendalian dan monitoring terhadap rekening-rekening
tersebut menjadi lebih mudah dan akan meningkatkan kecepatan,
efisiensi, akurasi proses pelimpahan penerimaan negara dalam rangka
mewujudkan pelaksanaan Teasury Single Account (TSA) secara penuh
sesuai yang diamanatkan undang-undang. Perubahan yang cukup
mendasar dapat dilihat pada dihapusnya rekening penerimaan untuk
PBB dimana pada saat ini dapat dipastikan bahwa uang yang mengendap
pada bank/pos persepsi PBB dan BO III untuk lebih dari satu minggu. Hal
ini belum lagi uang yang mengendap pada rekening antara pada bank
umum untuk penerimaan PBB atau apa yang disebut dengan rekening TP
(Tempat Pembayaran). Akan tetapi pelaksanaan TSA secara penuh untuk
penerimaan PBB diatas dengan melakukan restrukturisasi rekening PBB
masih perlu dipertimbangkan lagi mengingat adanya keinginan maupun
rencana bahwa penerimaan PBB untuk sektor perdesaan dan perkotaan
akan diserahkan sepenuhnya (100%) ke pemerintah daerah, dengan kata
lain bahwa penerimaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan tidak ada
lagi bagi hasil untuk pemerintah pusat.
GR 49
Gambar 4.9. Proses Bisnis Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui KPPN
GR 52
b) PPh pasal 21 yang berkaitan dengan pembayaran yang
dilakukan dengan orang pribadi dari pihak luar satker yang
bersangkutan, misal: pembayaran honor, pembayaran upah
harian/mingguan/satuan/borongan, beasiswa, hadiah dll.
c) PPh pasal 26 yang berkaitan dengan pembayaran Wajib
Pajak orang Pribadi Luar Negeri atas suatu pekerjaan,
kegiatan/jasa.
d) PPh pasal 22 yang berkaitan dengan penyerahan barang
kepada instansi pemerintah pusat/daerah, baik yang berasal
dari dalam negeri/luar negeri.
e) PPh pasal 23 atas pembayaran pekerjaan, jasa/kegiatan
yang belum diatur dalam PPh pasal 21.
f) PPh yang bersifat khusus dan PPh yang bersifat final.
Adapun PPN, PPn BM yang sering dipungut melalui
potongan SPM adalah PPN, PPn BM dalam negeri dan Luar
Negeri serta perpajakan yang berkaitan dengan
proyek/kegiatan yang dananya berasal dari pinjaman/hibah
Luar negeri.
4.2.1.2 . Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP (sewa rumah dinas).
Umumnya penyetoran PNBP dilakukan melalui Bank/Pos
Persepsi, namun khusus untuk sewa rumah dinas terutama
untuk rumah negara golongan I dan golongan II dilakukan oleh
KPPN dengan memotong langsung dari daftar gaji. Hal ini sesuai
dengan keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
No.373/KPTS/2001 tentang Sewa Rumah Dinas pasal 4.
4.2.1.3 . Pengembalian Sisa Uang Persediaan (UP)
Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja dengan
jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan
kepada Bendahara Pengeluaran hanya untuk membiayai
kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat
GR 53
dilakukan dengan pembayaran langsung. Pada MPN existing,
Penerimaan Negara melalui Bank/Pos Persepsi untuk
pengembalian sisa Uang Persediaan (UP) diakui ketika uang
masuk ke rekening kas negara pada bank/pos persepsi sebagai
pengembalian sisa UP. Setelah dana UP dipergunakan
sekurang-kurangnya 75% dari jumlah yang diterima, segala
pengeluaran yang telah dilakukan dapat dilakukan penggantian
untuk mengisi kembali dana UP sehingga saldonya kembali
normal. Penggantian dana UP berlaku sekaligus sebagai
pengesahan atas pengeluaran yang dilakukan. Pengajuan
penggantian UP dilakukan dengan SPM-GU yang dilampiri Surat
Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB). Pembayaran yang
dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satu
rekanan/penerima dengan menggunakan UP tidak boleh
melebihi Rp. 10.000.000,- kecuali untuk pembayaran honor.
Dalam hal satker yang bersangkutan belum dapat mengajukan
penggantian karena penggunaan belum mencapai 75%,
sementara dibutuhkan pendanaan melebihi sisa dana yang
tersedia, maka satker dimaksud dapat mengajukan permintaan
Tambahan UP. Tambahan UP dimungkinkan sampai batas Rp.
200.000.000,- atau jika hendak melebihi batas itu harus
mendapat dispensasi dari Kepala Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan setempat.
Mekanisme yang sedang diusulkan dalam SPAN, terkait
dengan reklasifikasi rekening pemerintah, nantinya semua
rekening pengeluaran adalah rekening milik negara yang akan
dikelola oleh negara. Dengan sistem baru tersebut, setiap hari
semua rekening akan di nol-kan by system untuk besok hari diisi
lagi by system. Dengan demikian pengendapan dalam rekening
negara terkait dengan UP tidak menjadi masalah.
GR 54
4.2.1.4 . Penerimaan PFK
Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) adalah sejumlah dana
yang dipotong langsung dari gaji pokok pegawai negeri dan
tunjangan keluarga, serta iuran asuransi kesehatan yang disetor
oleh provinsi/kabupaten/kota untuk disalurkan kepada Pihak
Ketiga. Namun demikian masih terdapat penerimaan PFK yang
berasal dari pengembalian SP2D. Pengelolaan PFK meliputi
penerimaan, pengujian, pengembalian penerimaan, dan
penetapan perhitungan rampung (definitif). Adapun
Penerimaan dan pengembalian penerimaan PFK merupakan
transaksi non anggaran dan pencairannya tidak memerlukan
DIPA. Dalam Peraturan ini yang dipergunakan sebagai dokumen
sumber penerimaan PFK adalah SPM-LS Gaji yang sudah
diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana dan Surat Setoran
Bukan Pajak.
Penerimaan PFK menurut Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-48/PB/2008 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-
37/PB/2006 Tentang Pengelolaan Perhitungan Fihak Ketiga
antara lain meliputi:
a. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 10% Gaji PNS Pusat, PNS
Daerah, POLRI, PNS POLRI, TNI dan PNS Dephan.
b. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 2% Gaji Pembayaran Gaji
Terusan PNS Pusat, PNS Daerah, POLRI, PNS POLRI, TNI dan
PNS Dephan.
c. Penerimaan Setoran PFK PT KAI-Past Service Liability,
Kontribusi PT KAI dan Iuran Pegawai PT KAI.
d. Iuran Asuransi Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota,
Bidan/Dokter PTT, Pensiun TNI/PNS Dephan dan Pensiun
POLRI/PNS POLRI.
GR 55
e. Penerimaan Setoran Potongan PFK Tabungan Wajib
Perumahan PNS Pusat dan Daerah.
GR 56
Gambar 4.11. Jenis-Jenis Pengembalian Belanja
GR 58
Belanja saat ini masih cukup tinggi, maka perlu dilakukan
perbaikan-perbaikan dalam proses pengelolaannya seperti
bagaimana pengelolaan Rekening Retur, prosedur
pengembalian pagu DIPA serta usaha untuk meminimalkan
terjadinya kesalahan nomor rekening penerima dana SP2D.
Sejalan dengan penyempurnaan proses bisnis
pembayaran dalam SPAN, seyogyanya proses bisnis
pengembalian belanja tahun berjalan juga melakukan
perbaikan-perbaikan yang sama. Sehingga potensi terjadinya
kesalahan tersebut dapat dikurangi dimasa depan.
Pengembalian Belanja dalam proses pelaksanaan
APBN dapat dibedakan berdasarkan waktu terjadinya
transaksi tersebut, apakah terjadi dalam tahun anggaran
yang sama dengan belanjanya, maupun pengembalian
belanja yang terjadi setelah tahun anggaran berakhir. Untuk
pengembalian belanja tahun anggaran berjalan akan dicatat
sebagai pengurang belanja, sedangkan untuk pengembalian
belanja yang melewati tahun anggaran akan dicatat sebagai
pendapatan PNBP lain-lain.
Pengembalian belanja tahun berjalan dapat dibagi
berdasarkan boleh tidaknya pagu DIPA di sesuaikan dengan
besarnya pengembalian belanja yang disetor ke RKUN yaitu:
1. Pengembalian Belanja Yang Dapat Menyesuaikan Pagu.
Proses pengembalian belanja dan penyesuaian
pagu DIPA ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-59/PB/2009 yang
menyatakan bahwa pengembalian belanja yang
disetorkan ke kas Negara dapat menyesuaikan kembali
pagu DIPA sepanjang pengembalian belanja tersebut
terjadi karena kecurangan atau rekening penerima salah.
GR 59
Adapun proses bisnis pengembalian sisa pagu atas
pengembalian belanja tahun anggaran berjalan dapat
digambarkan sebagai berikut:
GR 60
kegiatan di DIPA). Proses Pengajuan tersebut dimulai
dengan penyetoran pengembalian belanja melalui bank
persepsi oleh satker/pihak ketiga. Setoran tersebut
kemudian dicatat melalui Modul GR ketika bank persepsi
mengirimkan ADK LHP ke KPPN.
Selanjutnya, satker akan membuat surat
permohonan pengembalian pagu DIPA yang dilampiri oleh
SSBP bukti penyetoran pengembalian belanja ke KPPN.
Surat tersebut dapat disertai dengan ADK pengembalian
belanja untuk memudahkan proses upload ke dalam
SPAN. Kemudian, KPPN akan melakukan melakukan
pengujian formal mengenai informasi yang ada dalam
Surat serta ADK menggunakan Modul Payment
Management, serta melakukan pengecekan dengan
setoran yang telah dilakukan dan dicatat melalui Modul
GR. Selain melakukan pengecekan terhadap setoran yang
dilakukan, petugas KPPN juga harus mengecek dengan
SPM terkait pengembalian belanja tersebut. Jika valid dan
sesuai dengan SPM belanja bersangkutan, maka KPPN
akan menyetujui pengembalian belanja tersebut dengan
cara membuat jurnal untuk mengurangi besarnya belanja
satker bersangkutan (dalam Oracle yang digunakan oleh
SPAN disebut sebagai debit memo) dan mengembalikan
pagu DIPA Satker tersebut dengan mengubah kode
anggaran dari 7 menjadi 2, sehingga pagu DIPA satker
bersangkutan bertambah sesuai dengan besarnya setoran
pengembalian belanja dari pagu setelah pencairan belanja
terakhir (SPM terakhir).
Secara formal, KPPN dapat menerbitkan surat
pengembalian pagu DIPA yang berisi pemberitahuan
GR 61
kepada Satker bahwa pagu DIPAnya telah disesuaikan
dengan setoran pengembalian belanjanya. Detail proses
pengembalian pagu DIPA dapat dilihat dalam lampiran.
Adapun pengembalian belanja tahun berjalan
dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a) Karena Kecurangan.
GR 62
2) Bank Persepsi yang menerima setoran
pengembalian belanja tersebut akan
melaporkannya bersamaan dengan semua
penerimaan dalam sehari kepada KPPN
menggunakan Laporan Harian Penerimaan (LHP).
3) Setelah melakukan penyetoran pengembalian
belanja, satuan kerja melalui Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) melakukan permohonan
penyesuaian pagu DIPA dengan melampirkan
salinan SSPB kepada KPPN.
4) Berdasarkan permintaan tersebut, KPPN
melakukan pengecekan dengan LHP dari bank
untuk memastikan bahwa satker dimaksud
memang telah menyetorkan pengembalian belanja
melalui bank persepsi.
5) Jika memang benar telah ada setoran
Pengembalian Pajak dimaksud, maka Kepala KPPN
akan menyetujui penyesuaian pagu DIPA dan
menyampaikannya kepada Satker bersangkutan.
6) Jika tidak, maka permohonan tersebut ditolak, dan
dikembalikan ke satuan kerja.
GR 63
Gambar 4.14. Penerimaan Rekening Retur (Kesalahan
Rekening pada SP2D)
GR 64
memberikan rekening bank yang masih aktif. Jika
dalam jangka waktu tersebut, Satker dapat
memberikan nomor rekening rekanan yang masih
valid, maka KPPN akan memerintahkan kepada kepada
BO I/RPK BUN P untuk melakukan transfer ulang ke
nomor rekening yang baru.
Jika dalam jangka waktu tujuh hari satker tidak
dapat memberikan kepada KPPN Nomor Rekening
yang valid atau sebelum tujuh hari Satker
memberitahukan bahwa tidak dapat memberi nomor
rekening bank rekanan yang benar, maka KPPN
memerintahkan kepada RPK BUN P /BO I untuk
meindahbukukan uang retur SP2D tersebut ke kas
negara. Berdasarkan pemindahbukuan tersebut, SPAN
akan mencatat adanya pengembalian belanja tahun
berjalan. Untuk dapat mengembalikan pagu DIPA,
Satker bersangkutan harus mengajukan permohonan
ke KPPN seperti yang dijelaskan pada poin 4.3.7
sebagaimana disebutkan di atas.
GR 65
masuk ke rekening kas negara pada bank/pos persepsi
sebagai pengembalian belanja yang kemudian akan
mengurangi realisasi belanja (menambah sisa pagu
anggaran).
Untuk pencatatan jurnal atas penerimaan-
penerimaan tersebut di atas, karena sifatnya melekat
pada SPM (pembayaran), jurnalnyapun sama dengan yang
ada di modul PM. Untuk menghindari redundancy maka
modul ini tidak menyediakan jurnal atas potongan SPM di
atas. Namun dalam perkembangannya, terdapat usulan
untuk menambah akun baru dalam pencatatan
penerimaan pengembalian belanja sebagai berikut:
GR 66
4.2.2. SPM Pengesahan BLU
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi
dan produktivitas serta penerapan praktek bisnis yang sehat maka
pemerintah memberikan dispensasi khusus atas beberapa pengelolaan
PNBP (PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum/BLU). Dengan payung hukum tersebut satker yang telah
ditetapkan menjadi BLU bisa menggunakan pendapatan yang diperoleh
dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah tidak terikat,
serta hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya
secara langsung untuk membiayai belanja operasional BLU sesuai
dengan peraturan berlaku. Penatausahaan atas penerimaan dan
pengeluarannya dikelola langsung oleh satker terkait. Namun akhirnya
mereka tetap harus melaporkan seluruh aktifitasnya tersebut ke KPPN.
Atas dispensasi yang diterima satker berstatus BLU tersebut,
KPPN selaku kuasa BUN di level terdepan, melakukan penatausahaan
dengan menerbitkan SP2D pengesahan atas pengajuan SPM pengesahan
dari satker. Secara umum penatausahaan penerimaan BLU pada SPAN
dapat digambarkan pada bagan alur berikut:
GR 68
4.2.3. SPM Pengembalian Pendapatan (Pengurang Pendapatan)
Secara umum Pengembalian Penerimaan/Pendapatan dapat
digambarkan pada bagan alur berikut:
GR 69
Pengeluaran Negara dapat terjadi karena adanya kelebihan
penyetoran dan pelimpahan penerimaan negara. Pengembalian
Penerimaan/Pendapatan merupakan pengeluaran kas yang dapat
dikelompokkan menjadi:
4.2.3.1. Pengembalian Pajak.
Kelebihan pembayaran pajak oleh Kepala KPP a.n. Dirjen
Pajak dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP), sebagai dasar
penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak (SPMKP). Berdasarkan SKPKPP dan SPMKP
tersebut KPPN menerbitkan SP2D. Pada MPN G2, pengakuan
pengeluaran dilakukan pada saat KPPN menerbitkan SP2D,
Dengan pencatatan sebagai berikut:
GR 73
yang dipergunakan sebagai dokumen sumber pengembalian
penerimaan PFK adalah SPM-PP-PFK yang sudah diterbitkan
Surat Perintah Pencairan Dana. Adapun SPM-PP-PFK
diterbitkan paling lambat 2 hari kerja sejak diterimanya SPP-
PFK dari Pihak Ketiga. Adapun jurnal pencatatannya sebagai
berikut:
GR 74
dan format dokumen WA tersendiri. Sedangkan Letter of Credits (L/C)
adalah mekanisme penarikan dana PHLN untuk transaksi yang
berhubungan dengan kegiatan ekspor/impor. L/C biasanya diperlukan
sebagai garansi atas suatu kontrak ekspor/impor baik bagi buyer
maupun supplier. Lender berfungsi sebagai guarantor (penjamin) atas
pembayaran, sedangkan issuer L/C dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam
rangka pengelolaan PHLN ditetapkan bahwa L/C harus dibuka di Bank
Indonesia.
Adapun proses bisnis yang berlaku saat ini sebagai berikut:
GR 76
Gambar proses bisnis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Satker mengajukan Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung
(APDPL)/Aplikasi Penarikan Dana Letter of Credit (APDLC) ke KPPN.
2) KPPN memproses aplikasi dimaksud, KPPN mengeluarkan cover letter
untuk APDPL dan SKP untuk APDLC, kemudian dilakukan pembayaran
(dibahas di Modul Manajemen Pembayaran) dan data APDPL
amaupun APDLC disimpan dalam SPAN belum dicreate accounting
belum ada penerimaan real dan juga belum membebani DIPA.
3) Untuk pembayaran langsung/LC, lender menyampikan NOD langsung
ke KPPN khusus Jakarta VI.
4) KPPN Khusus Jakarta VI (Back Office) memproses invoice atas dasar
NOD yang diterima dan melakukan cross check dengan data SPAN .
Setelah itu KPPN memproses SP3 dimaksud dan melakukan create
accounting (dibahas dalam Modul Manajemen Pembayaran).
GR 78
Gambar 4.20. Proses Penerimaan Melalui Bank Indonesia
GR 79
sebagai penerimaan sementara sebelum mendapatkan kepastian
penggunaannya sebagai contoh adalah rekening SUN, rekening khusus,
ataupun rekening pemerintah lainnya (RPL).
Proses administrasi penerimaan negara melalui BI di mulai ketika
Direktorat PKN menerima rekening koran dari BI dan mengunggah Arsip Data
Komputer (ADK) Rekening Koran tersebut ke Modul GR. Karena format ADK
Rekening Koran dari BI tidak memuat kode akun yang dibutuhkan dalam SPAN,
maka untuk penerimaan dari BI, selama proses unggah ini, Dit. PKN diharuskan
mengisi kode akun. Agar dapat diunggah ke SPAN, maka sebaiknya disepakati
terlebih dahulu format ADK Rekening Koran yang harus dikirimkan oleh BI ke
Direktorat PKN.
GR 80
2. Selanjutnya, bank akan melakukan transfer ke RKUN (pada Bank
Indonesia).
3. Direktorat PKN (Subdit KUN) membukukan transaksi penerimaan
tersebut setelah menerima rekening koran dari BI yang
memberitahukan bahwa ada setoran dari pihak ketiga di RKUN.
Notifikasi tersebut dapat berupa data elektronik rekening Koran/data
lain yang dijadikan sebagai dokumen sumber pencatatan tersebut.
4. Selanjutnya, akan ditayangkan di layar hasil entri data tersebut dan
dilakukan validasi dengan rekening koran yang diterima dari BI.
5. Jika telah benar, maka akan di jurnal ke General Ledger dan jika salah
/perlu dilakukan perbaikan data, maka akan ada peringatan bahwa
ada kesalahan, dan transaksi tidak dapat diproses. Selanjutnya,
kesalahan tersebut disampaikan ke BI untuk diperbaiki.
Jurnal yang terbentuk akibat transaksi penerimaan langsung ke
RKUN adalah sebagai berikut:
Pendapatan Laba BUMN
GR 81
Selanjutnya, Direktorat PKN (subdit KUN) juga akan mengunggah
(upload) data rekening koran tersebut sebagai dasar untuk proses
rekonsiliasi di Modul CM. Contoh jurnal transaksi dengan segmen
account yang terbentuk akibat transaksi penerimaan di RKUN adalah:
GR 82
kewajiban). Rekening 500.000003 sebagai rekening sementara
penampung setoran hasil lelang SUN diperlukan untuk memastikan
bahwa seluruh hasil penerbitan SUN telah sesuai dengan keputusan hasil
lelang yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Setelah sesuai,
dana pada rekening tersebut segera disetorkan ke RKUN sebagai
realisasi pembiayaan yang berasal dari penerbitan SUN. Sedangkan
rekening 502.000001 sebagai rekening sementara penampung dana
pemenuhan kewajiban juga diperlukan untuk hal yang sama, yaitu
memastikan bahwa telah tersedia dana yang cukup untuk pemenuhan
kewajiban sebelum dibayarkan kepada investor SUN. Untuk itu
pemerintah akan selalu melakukan pemantauan terhadap kedua
rekening tersebut.
Oleh karena naskah ini membahas tentang penatausahaan
penerimaan negara yang khususnya dilakukan oleh Modul Government
Receipt (GR) pada SPAN, maka dapat dijelaskan bagan alur administrasi
penerimaan SUN tersebut sebagaimana digambarkan dibawah ini:
GR 83
Berdasarkan gambar alur di atas dapat diuraikan bahwa pertama
kali proses dimulai saat investor yang membeli SUN melalui agen penjual
melakukan pembayaran ke bank. Pembayaran sebesar nilai bersih
pembelian SUN setelah dikurangi dengan diskon/ ditambahkan premium
(jika ada). Selanjutnya agen penjual akan melakukan transfer perolehan
penjualan SUN yang melalui perantaranya ke rekening SUN.
Informasi penerimaan penjualan SUN diterima oleh Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang dari agen penjual secara rinci dan
selanjutnya dijadikan dasar untuk melakukan reklasifikasi akun
penerimaan pembiayaan yang berasal dari SUN. Reklasifikasi dibutuhkan
karena pada saat penerimaan SUN dicatat ke dalam Modul GR di SPAN
tidak langsung pada akun penerimaan pembiayaan dari SUN. Hal ini
karena pencatatannya berdasarkan rekening koran yang diterima dari
Bank Indonesia sedangkan penyetoran dana SUN dari agen penjual telah
memperhitungkan biaya dan diskon/premiumnya. Jurnal yang dihasilkan
dari transaksi tersebut adalah:
Pada saat penerimaan kas yang dicatat berdasarkan ADK Rekening
Koran yang disampaikan oleh Bank Indonesia:
Accrual/Cash Basis Journal
GR 84
Adapun contoh jurnal transaksi lengkap dengan segmen account
yang terbentuk akibat transaksi penerimaan di RKUN adalah sebagai
berikut:
GR 85
Gambar 4.23. Proses Pengisian Rekening Khusus (Reksus)
GR 86
d. Untuk Replenishment, kurang lebih prosesnya sama, akan tetapi, EA
tidak hanya menyampaikan Surat permintaan Replenishment, tetapi
juga menyampaikan salinan SP2D atas beban Reksus tersebut
sebagai bentuk pertanggungjawaban penggunaan Reksus kepada
lender.
GR 88
Satker/
Dit PKN Bank Indonesia Lender
(EA)
WA
WA Replenishment
+
WA Reimbursement
EA
GR 89
Selain terkait dengan dana yang berasal dari loan pencatatan
dalam Reksus juga termasuk atas penerimaan Hibah.
a. Penerimaan Hibah (Hibah sudah tercatat dalam APBN)
Pada awal tahun, donor sudah berkomitmen memberikan hibah
kepada Indonesia. Kemudian pemerintah akan mencatat hibah
tersebut dalam APBN. Ketika proses realisasi, pemerintah akan
membuka Reksus di BI, tapi donor juga dapat mentransfer langsung
ke RKUN. Penerimaan negara akan dicatat pada saat uang sudah
masuk ke RKUN dengan jurnal pencatatan sebagai berikut:
GR 90
1) Pajak Penghasilan (PPh) merupakan PPh minyak bumi dan
gas alam yang disetor KKKS.
2) Bagian Pemerintah dari Sumber Daya Alam (SDA):
a. Hasil penjualan minyak mentah, merupakan penjualan
minyak mentah bagian Pemerintah dalam valuta USD;
b. Hasil penjualan gas alam, merupakan penjualan gas
bagian Pemerintah dalam valuta USD;
c. OverLifting KKKS, merupakan penerimaan yang berasal
dari kelebihan pengambilan minyak dan gas bumi oleh
KKKS; dan
3) Penerimaan lainnya terkait kegiatan hulu migas antara lain
bonus-bonus dan transfer material diantaranya penerimaan
bonus-bonus dari penandatanganan, kompensasi data,
produksi, dan dalam bentuk dan nama apapun yang
diperoleh Pemerintah dalam rangka kontrak kerja sama dan
transfer material yang berasal dari pemindahan surplus
material antar KKKS.
GR 91
Pajak Daerah, merupakan Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
(P3ABT&AP) dan Pajak Penerangan Jalan Non PLN
(PP) Non PLN) yang dibayarkan kepada Pemerintah
Daerah.
b. Pembayaran di luar perpajakan terdiri dari:
- Domestic Market Obligation (DMO) fee, merupakan
pembayaran fee kepada KKKS atas minyak mentah
yang diserahkan kepada kilang dalam negeri;
- Underlifting KKKS, merupakan kewajiban Pemerintah
kepada KKKS atas kelebihan pengambilan minyak
mentah oleh Pemerintah;
- Fee kegiatan hulu minyak dan gas bumi, merupakan
imbalan/fee yang diberikan kepada Badan Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan
Penjual minyak dan gas bumi bagian Pemerintah; dan
- Kewajiban lainnya, merupakan kewajiban lainnya
yang timbul sehubungan dengan kegiatan usaha hulu
minyak dan gas bumi.
2) Penyetoran PPh minyak dan gas bumi ke Rekening Kas
Umum Negara.
3) Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA
minyak dan gas bumi ke Rekening Kas Umum Negara,
merupakan penyetoran selisih lebih atas penerimaan bagian
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam angka 2), setelah
memperhitungkan pembayaran kewajiban Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) huruf a dan huruf b.
4) Penyetoran penerimaan lainnya ke Rekening Kas Umum
Negara.
GR 92
Rekening Migas tersebut dibuka pada Bank Indonesia
dengan nama Rekening Departemen Keuangan k/Hasil Minyak
Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411 dengan
valuta USD. Berikut dapat digambarkan alur proses penerimaan
yang masuk ke rekening Migas dimaksud.
GR 93
penerimaan terkait migas tersebut.
d. Setelah Menerima laporan dari Wajib bayar, DJP akan
mengirimkan surat konfirmasi kepada DJA yang berisi rincian
jenis pajak apa saja yang dibayarkan melalui RPL.
e. Atas dasar konfirmasi tersebut, DJA melakukan reklasifikasi
penerimaan uang melalui RPL dan mencatatnya sebagai
pendapatan sesuai dengan perincian (pada modul GR-SPAN).
Serta meneruskannya melalui surat penjelasan kepada
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat PKN.
f. Selanjutnya, Direktorat PKN c.q. Subdit KUN akan
memerintahkan akan pemindahbukuan dari rekening
bersangkutan ke RKUN dan atau ke rekening pihak ketiga jika
memang ada hak pihak ketiga di dalam setoran dari wajib
bayar tersebut menggunakan Modul CM.
GR 94
seharusnya reklasifikasi Akun atas penerimaan ini dilakukan di
DJA. Adapun jurnal setelah dilakukan reklasifikasi akun
Penerimaan Migas adalah sebagai berikut:
GR 95
Gambar 4.27. Bagan Alur Penerimaan Non Migas
GR 97
Adapun jenis rekening RPD dan RDI dibagi menurut jenis mata
uang yang digunakan, antara lain sebagai berikut:
Nama
No No Rekening Kegunaan
Rekening
GR 99
Setelah jatuh tempo, debitur harus melakukan pembayaran
cicilan pokok dan bunga kepada pemerintah melalui RDI/RPD. Proses
pembayaran tersebut dilakukan dengan melakukan transfer dari bank
umum ke Rekening RDI/RPD di Bank Indonesia. Setelah melakukan
pembayaran, debitur mengirimkan surat pemberitahuan rincian
pembayarannya ke Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Direktorat
SMI) Ditjen Perbendaharaan yang mengadministrasikan proses
penerusan pinjaman tersebut.
Direktorat PKN cq. Subdit RPL akan mencatat penerimaan
pengembalian pembiayaan tersebut ke dalam SPAN dengan cara
mengunggah ADK Rekening Koran yang diterima dari Bank Indonesia.
Penerimaan tersebut dicatat sebagai Penerimaan Pengembalian Belanja
yang ditangguhkan karena memang belum dapat dipastikan setoran
tersebut untuk membayar piutang yang mana saja.
Setelah menerima salinan (copy) Rekening koran dari Direktorat
dan surat konfirmasi setoran dari debitur, Dit. SMI akan melakukan
reklasifikasi akun dari penerimaan pembiayaan yang ditangguhkan
menjadi penerimaan pembiayaan. Jika diperlukan, Direktorat PKN cq.
Subdit KUN dapat memerintahkan pelimpahan uang dari RDI/RPD
menggunakan Modul CM, serta melakukan rekonsiliasi antara RDI/RPD
dengan RKUN.
Dari proses penerimaan pengembalian pembiayaan diatas,
setidaknya ada tiga jenis jurnal yang terbentuk dalam SPAN yakni:
Pada Saat Pengakuan Piutang Penerusan Pembiayaan, Jurnal Pengakuan
Piutang Pembiayaan terbentuk bersamaan dengan terbitnya SP2D untuk
membayar tagihan atas beban penerusan pinjaman berdasarkan SPP
dana SPM yang diajukan Direktorat SMI. Jurnal ini menjadi dasar
pengakuan penerimaan negara yang terkait dengan penerusan
pinjaman. Jurnalnya ini dibentuk pada Modul PM pada saat penerbitan
SP2D yaitu sebagai berikut:
GR 100
Accrual/Cash Basis Journal
GR 101
Jurnal pengakuan bagian lancar penerusan pinjaman:
GR 104
b. Pada saat reklasifikasi akun.
Jurnal reklasifikasi dilakukan oleh DJA setelah menerima surat
konfirmasi setoran PBB Migas/Panas Bumi dari Ditjen Pajak. Jurnal
reklasifikasi dilakukan melalui Modul GR dengan membalik
Penerimaan yang ditangguhkan menjadi pendapatan PBB Migas.
Contoh jurnalnya sebagai berikut:
6. Penerimaan pembiayaan terkait Reksus dicatat pada saat dana initial deposit
dan/atau pada saat replenishment masuk pada Reksus yang bersangkutan.
8. Penerimaan terkait pajak dan bea cukai dicatat (diakui) sebagai penerimaan
masing-masing Satker (KPP/KPBC) bersangkutan. Sehingga proses rekonsiliasi
data penerimaan dapat dilakukan di tingkat Satker dan KPPN. Untuk itu setiap
transaksi pada data MPN harus dapat di mapping sebagai penerimaan KPP/KPBC
selaku Satker.
GR 106
No Pokok-Pokok Perubahan (improvement)
12. Pembuatan daftar rincian dana bagi hasil PBB berdasarkan data transaksi
penerimaan dapat dilakukan secara sistem untuk membantu proses
pembayaran/transfer ke daerah oleh KPPN ke BO III.
13. Penyampaian LHP dan rekening koran dari bank persepsi/BI secara elektronik
dan terstandarisasi.
14. Rekonsiliasi secara sistem antara pencatatan penerimaan negara dengan kas
yang diterima pada Modul Cash Management berdasarkan informasi (ADK)
rekening koran dari bank, termasuk proses rekonsiliasi antara ADK rekening
koran dari bank persepsi dengan data penerimaan ADK LHP/DNP). Untuk itu
rekening koran harus diformat dalam bentuk ADK yang terstandarisasi dan setiap
transaksi yang muncul dalam Daftar Nominatif Penerimaan (DNP) harus muncul
pada ADK rekening korannya, sehingga Bank Persepsi harus mengkreditkan
Rekening Kas Negara pada setiap transaksinya.
15. Tidak ada proses permintaan NTPN (e-paypoint) pada MPN selain setoran melalui
bank/pos persepsi (contoh: penerimaan melalui potongan SPM, penerimaan
melalui Bank Indonesia).
16. Tidak ada proses konsolidasi laporan (LKP) ditingkat pusat karena menggunakan
single database dan laporan dapat di-generate pada setiap level kewenangan
yang diberikan.
17. Mendukung pelaksanaan Treasury Single Account (TSA) secara penuh dalam
rangka pengelolaan kas.
18. Dapat dilaksanakan proses audit trail terhadap data transaksi, karena setiap
adanya perubahan/perbaikan hanya dapat dilakukan dengan mekanisme jurnal
reversal/pembalik, sehingga setiap perubahan/perbaikan akan tercatat.
GR 107
BAB V
KONEKSITAS SPAN DENGAN SISTEM LAIN DALAM RANGKA PENERIMAAN NEGARA
MELALUI PENDEKATAN ORACLE APPLICATION
Penatausahaan penerimaan negara dalam SPAN tidak terlepas dari sistem lain
diluarnya yang menjadi sumber data pencatatan penerimaan negara sekaligus
sebagai sumber informasi penerimaan negara. Seperti diketahui bahwa
pembangunan proyek SPAN dibuat dengan menggunakan Oracle Application (Oracle
Finance). Untuk itu pola integras maupun koneksitas penatausahaan penerimaan
negara akan dilakukan melalui pendekatan oracle application. Masing-masing sistem
diluar SPAN tersebut tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda pula baik
format atau struktur data sebelum dapat ditangkap oleh SPAN itu sendiri (inbound)
maupun mekanisme informasi yang disajikan oleh SPAN ke sistem lain (outbound).
Secara umum koneksitas SPAN dengan sistem lain dalam rangka penerimaan
negara dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
GR 108
Potongan SPM maupun penerimaan yang dicatat melalui mekanisme penerbitan
SP2D atau sejenisnya. Adapun metode interface dalam rangka pencatatan
penerimaan negara tersebut dalam SPAN dapat diurakan dalam tabel berikut:
Tabel 5.1. Metode Interface Dalam Rangka Pencatatan Penerimaan Negara (SPAN)
GR 109
Untuk itu, SPAN akan menyediakan suatu tempat (ruang) khusus dalam
media penyimpanannya untuk menampung pengiriman ADK baik pengiriman secara
elektronik data transaksi penerimaan (LHP) maupun rekening koran dari berbagai
bank persepsi maupun dari Bank Indonesia. Hal ini tentunya akan membantu dan
memudahkan Direktorat Perbendaharaan dalam menatausahakan penerimaan
negara secara tersentralisasi ke suatu sistem (SPAN). Sehingga setiap pengiriman
ADK dari bank persepsi maupun Bank Indonesia mungkin dikirimkan ke salah satu
direktori media penyimpanan yang disediakan pada SPAN. Kemudian SPAN akan
dapat mengambil ADK tersebut dalam rangka penatausahaan penerimaan negara
yang dilakukan oleh unit yang berwenang.
5.1. Interfacing Data Penerimaan Negara dari Sistem Diluar SPAN ke SPAN
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa SPAN akan menerima dan
mencatat data penerimaan dari beberapa sistem diluarnya yaitu dari Bank/Pos
Persepsi, MPN G2, Bank Indonesia, dan Satker BLU. Mekanisme pencatatannya
berbeda satu sama lainnya. Ada yang melalui mekanisme upload langsung dari
bentuk Arsip Data Komputer (ADK) yaitu untuk data penerimaan yang
disampaikan dari Bank/Pos Persepsi dan dari Satker BLU, ada pula yang melalui
proses upload modifikasi yaitu untuk data penerimaan melalui Rekening Koran
(softcopy) dari Bank Indonesia karena datanya masih perlu dilengkapi dengan
CoA (akun). Sedangkan untuk data penerimaan yang berasal dari MPN G2,
SPAN akan berinterface langsung (database to database) dengan sistem MPN
G2. Sedangkan data penerimaan dari Satker BLU diupload dari ADK SPM
Pengesahan secara bersamaan dengan proses penerbitan SP2D Pengesahan
pada Modul Pembayaran (SPAN-PM).
AAABBBCCCCCC-YYYYMMDD
Keterangan:
AAA : Kode KPPN (Operating Unit)
BBB : Kode Bank
CCCCCC : Nomor Rekening Kas Negara
(3 digit pertama + 3 digit terakhir)
YYYYMMDD : Tanggal Buku
GR 111
Bank/Pos KPPN
Persepsi (Bendum)
Mulai
[3]
Total Validasi
(5a) Tidak [4]
ADK=LHP (manual)
[5b] Ya
Validasi
(sistem)
[6]
[8a] Rekam
OK [7b] Ya Penerimaan
pada Modul GR
Cetak
Cetak
Laporan
Laporan
Harian
Un-Valid
Penerimaan
[8b]
Hapus Selesai
Data Upload
GR 112
c. Kode Bank, Kode Cabang Bank, Kode KPPN, Nomor Rekening harus
dalam satu file yang sama.
d. Kode KPPN, Kode Bank, Nomor Rekening harus sesuai dengan nama
file (AAABBBCCCCCC).
e. Tanggal Buku harus sesuai dengan nama file (YYYYMMDD).
14. Kode KPPN 3 digit Harus terisi dan harus sama dengan
nama file ADK (AAA)
GR 113
Format ADK Digit Validasi
15. Kode Sumber Dana 6 digit Akun 41XXXX Kode Sumber Dana
‘000000’
Harus terisi untuk akun 42XXXX
(kecuali akun 423216, kode sumber
dana = ‘000000’)
Akun 42XXXX dan akun <> 424XXX’
Kode Sumber Dana = ‘050001’
Akun 42XXXX dan akun = 424XXX’
Kode Sumber Dana = ‘060001’ untuk
BLU
16. Program 7 digit Harus terisi, untuk akun 41XXXX kode
program ‘0150400’
17. Kode Lokasi (PBB) 4 digit Harus terisi untuk akun 4113XX,
4114XX.
Kode Lokasi Salah Tidak terisi untuk akun 4113XX, 4114XX atau belum
terdaftar dalam tabel SPAN.
Mata Anggaran Salah Tidak terisi atau belum terdaftar dalam tabel SPAN.
Kode Bank Salah Kode Bank tidak sama dengan nama file (BBB).
Nomor Rekening Kas 3 digit pertama + 3 digit terakhir nomor rekening
Negara Salah tidak sama dengan nama file (CCCCCC ).
Tanggal Buku Salah Tanggal Buku tidak sama dengan nama file
(YYYYMMDD).
Tabel 5.3. Jenis Kesalahan Pada Saat Proses Validasi Upload ADK Dari
Bank/Pos Persepsi ke Dalam SPAN.
5.1.2. MPN G2
Proses upload data transaksi penerimaan negara yang dilakukan
pada MPN G2 hampir sama dengan yang diberlakukan pada ADK dari
Bank/Pos Persepsi. Begitu pula dengan struktur datanya akan sama
dengan struktur data sesuai yang digunakan pada ADK dari Bank/Pos
Persepsi seperti pada tabel sebelumnya. Selain itu terhadap nama file
yang akan diupload dan proses validasinya tidak berbeda dengan apa
yang ada dan dilakukan terhadap ADK dari Bank/Pos Persepsi.
Sedikit berbeda dengan upload dari ADK Bank/Pos Persepsi
dimana proses tersebut dilakukan pada KPPN sesuai mitra bank/pos
persepsinya masing-masing, sedangkan proses upload data transaksi dari
GR 115
MPN G2 dilakukan secara sentralisasi oleh unit khusus dibawah
Direktorat PKN. Hal ini sesuai dengan arah penyempurnaan MPN melalui
MPN G2 yang menganut sentralisasi pengelolaan dan penatausahaan
termasuk sentralisai terhadap rekening kas negara dalam rangka
penerimaan yang disetor oleh wajib pajak/wajib setor/wajib bayar pada
Bank/Pos Persepsi. Perbedaan lain pada proses upload data transaksi
penerimaan dari MPN G2 ke SPAN adalah dilakukan secara interface
langsung atau database to database. Proses penatausahaan
penerimaan yang dicatat dari MPN G2 sebagai berikut:
Dit.PKN
MPN G2
(Subdit Khusus)
Mulai
[3]
Total Validasi
(5a) Tidak [4]
ADK=LHP (manual)
[5b] Ya
Validasi
(sistem)
[6]
[8a] Rekam
OK [7b] Ya Penerimaan
pada Modul GR
Cetak
Cetak
Laporan
Laporan
Harian
Un-Valid
Penerimaan
[8b]
Hapus Selesai
Data Upload
GR 116
5.1.3. Bank Indonesia
Koneksitas dalam rangka penatausahaan penerimaan negara
antara SPAN dengan Sistem Bank Indonesia dilakukan/dicatat melalui
informasi penerimaan pada rekening koran dari Bank Indonesia. Saat ini
proses penyampaian rekening koran tersebut telah dapat dilakukan
melalui media elektronik dimana Ditjen Perbendaharaan (Dit. PKN)
dapat melakukan download rekening koran tersebut melalui sistem yang
dibangun oleh Bank Indonesia yang diberi nama BIG-eB (Bank Indonesia
Government Elektronic Banking). Pada awalnya BIG-eB ini dibangun
dalam rangka memberikan kemudahan (fasilitas) bagi Ditjen
Perbendaharaan (Dit. PKN) dalam melakukan transfer dana dari RKUN ke
RPK-BUN-P secara elektronik dimana sebelumnya proses tersebut
dilakukan secara konvensional melalui penyampaian Bilyet Giro secara
langsung (kurir) ke Bank Indonesia. BIG-eB tersebut merupakan media
antara yang berhubungan dengan sistemnya Bank Indonesia yaitu BI-
SOSA (Bank Indonesia- Sentralisasi Otomasi Sistem Akunting), atau
dengan kata lain BI-SOSA tersebut sederhananya adalah SPANnya Bank
Indonesia. Begitu pula dalam pelaksanaan SPAN bahwa hanya Dit. PKN
yang mempunyai kewenangan atau yang dapat mengakses rekening
koran dari Bank Indonesia tersebut.
Adapun nama file rekening koran dari Bank Indonesia
direkomendasikan adalah ”BS_” + Nomor_Rekening + ”_”+ tanggal
rekening_koran (format: DDMMMYYYY).
Contoh: BS_026101000406003_25OCT2010
GR 117
No. Format ADK Validasi
5. Saldo Awal
6. Saldo Akhir
1. Satker 6 digit
2. KPPN 3 digit
GR 119
oleh operator yang melakukan upload ke Oracle Application. Salah satu
contoh, pada saat mengisi mata anggaran (akun) untuk pendapatan atas
penempatan uang negara pada Bank Indonesia yang disetor atau
dibayarkan oleh Bank Indonesia pada Rekening Kas Umum Negara
(RKUN) maka secara otomatis akan muncul default untuk kode Satker.
Tabel berikut dibawah ini beberapa contoh default elemen data yang
secara otamatis terisi pada saat mengisi/melengkapi elemen data (CoA).
Tabel 5.6. Contoh Default Elemen Data Yang Secara Otamatis Terisi
Pada Saat Mengisi/Melengkapi Elemen Data (CoA)
GR 120
Dit.PKN
Bank Indonesia
(Subdit KUN)
Mulai
ADK
Rekening Download ADK Upload
[1] [2]
Koran dari BIG-eB ke SPAN
[3]
Validasi
[4]
(sistem)
[5b] Ya
Tayang
OK
ADK
Hapus
Lengkapi CoA
Data Upload
[7]
Interface
[8]
dan Validasi
[9a] Tidak
Rekam
OK [9b] Ya Penerimaan
pada Modul GR
[10]
Cetak
Laporan
Selesai
Harian
Penerimaan
Gambar 5.4. Proses Bisnis Upload ADK Rekening Koran Bank Indonesia
DJA
DJP
(Dit. PNBP)
Mulai
[3]
Total Validasi
(5a) Tidak [4]
ADK=Surat (manual)
[5b] Ya
Validasi
(sistem)
[6]
[8a] Rekam
OK [7b] Ya Penerimaan
pada Modul GR
Cetak
Cetak
Laporan
Laporan
Harian
Un-Valid
Penerimaan
[8b]
Hapus Selesai
Data Upload
GR 122
Dalam SPAN, proses pencatatan pendapatan PBB Migas melalui
interface (upload) ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA)
atas dasar surat dari Direktorat Jenderal Pajak(DJP). SPAN menyediakan
akses kepada Direktorat Jenderal Anggaran(DJA) dalam melakukan
proses upload (pencatatan transaksi dalam rangka pencatatan
penerimaan negara terkait pendapatan PBB Migas. Akses yang diberikan
SPAN tersebut terkait dengan penelolaan Bagian Anggaran 999 (BA-BUN)
atas penatausahaan transaksi penerimaan Sumber Daya Alam (SDA)
Migas.
Nama file ADK rincian PBB Migas yang disampaikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak ke Direktorat Jenderal Anggaran mengikuti
(sama) format ADK bank/pos persepsi yaitu:
AAABBBCCCCCCEEEE-YYYYMMDD
Keterangan:
AAA : Kode Dit.PKN selaku KPPN (999)
BBB : Kode Bank (D01)
CCCCCC : Akun Penampungan
EEEE : Nomor Urut Surat
YYYYMMDD : Tanggal Buku
GR 123
Format ADK Digit Validasi
Tabel 5.7. Elemen Data ADK dari DJP ke DJA Terkait Pendapatan PBB Migas
GR 124
5.2. Interfacing Data Penerimaan Negara dari SPAN ke MPN G2
Sesuai dengan arah pengembangan MPN yang menjadi sebuah sub
sistem yang mendukung bagi masing-masing eselon 1 di Departemen Keuangan
dalam rangka pembangunan sistem/project yang sedang dilaksanakan dimana
pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan terdapat project Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) melalui Government Financial
Management and Revenue Administration Project (GFMRAP). Sistem MPN
harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh masing-masing unit eselon
1 yang terlibat terlebih bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam rangka
menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Sejalan dengan hal
tersebut perlu dirancang koneksitas diantara keduanya.
Terdapat dua kegiatan utama dalam rangka penatausahaan penerimaan
negara yaitu penerimaan negara melalui bank/pos persepsi (MPN-G2) dan
penerimaan negara yang langsung ditatausahakan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan (potongan SPM, setoran melalui RKUN, dan pengembalian
pendapatan melalui penerbitan SP2D). Adapun koneksitas tersebut secara garis
besar dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
GR 125
Oleh karena tidak seluruh penerimaan negara yang dapat langsung
ditatausahakan melalui sistem MPN-G2 (melalui bank/pos persepsi) khususnya
terhadap penerimaan negara melalui potongan SPM dan penerimaan negara
yang disetorkan langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN) pada Bank
Indonesia termasuk pengembalian pendapatan melalui penerbitan SP2D yang
dilakukan oleh KPPN atas Surat Perintah Membayar (SPM) seperti SPM-KP,
SPM-K-BM, SPM-PP, dll). Penatausahaan penerimaan negara tersebut terlebih
dahulu ditatausahakan pada sistem yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan yaitu SPAN dan pada tahap selanjutnya informasi tentang
penerimaan negara dimaksud dapat disampaikan seperlunya ke sistem MPN-
G2. Rancangan koneksitas tersebut didasarkan oleh konsep proses bisnis
masing-masing jenis penerimaan yang ditatausahakan yang tentunya
mengutamakan prinsip pelayanan terhadap stakeholders (Satker, Bank
Indonesia, WP/WS/WB).
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa data wajib pajak yang dimiliki
oleh Direktorat Jenderal Pajak sangat diperlukan oleh KPPN terkait dengan
penatausahaan penerimaan negara khususnya untuk penerimaan/pendapatan
pajak melalui potongan SPM. Hubungan antara database wajib pajak dengan
SPAN hanya sebatas penyediaan informasi bahwa wajib pajak yang
bersangkutan telah terdaftar dan sesuai dengan yang dicantumkan dalam SPM.
Hal ini sangat terkait dengan proses penerbitan NTPN sebagai bukti sah suatu
penerimaan negara. Database wajib pajak tersebut tidak harus dapat diakses
pada sistem tersendiri, dapat saja database tersebut dititipkan dalam sistem
billing yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak karena secara konfigurasi MPN-G2
keduanya akan terkoneksi. Dengan demikian SPAN hanya akan terkoneksi
dengan sistem MPN-G2.
Pada dasarnya sistem MPN-G2 dibangun (dititikberatkan) untuk
pelaksanaan penerimaan negara yang disetor melalui bank/pos persepsi (bukan
melalui potongan SPM dan lainnya). Pencatatan penerimaan negara melalui
bank/pos persepsi MPN-G2 tersebut kemudian akan ditransfer (interface) ke
GR 126
SPAN. Sedangkan penerimaan negara melalui potongan SPM dan penerimaan
negara yang diterima langsung di Bank Indonesia belum/tidak termasuk dalam
paket pembangunan MPN-G2 karena sudah terlebih dahulu dicatat melalui
Modul Government Receipt pada SPAN. Namun khusus informasi penerimaan
negara yang ada kaitannya dengan unit eselon 1 (biller) seperti penerimaan
pajak dan PNBP dari potongan SPM ataupun seluruh penerimaan negara yang
dicatat melalui Modul Government Receipt pada SPAN tersebut dapat
disampaikan ke unit pengguna informasi penerimaan negara melalui MPN yang
juga menggunakan interface.
Mulai
Download/Generate
Data Penerimaan Tayang
[1]
Pajak Laporan
(Non MPN)
[2]
Cetak Terima
[5] Kirim Laporan [6]
Laporan Laporan
GR 127
Format ADK Keterangan
5. Jumlah
6. Nomor Penerimaan/SP2D
GR 128
BAB VI
PENUTUP
GR 130
DAFTAR PUSTAKA
Angelides, M.C. 1997. Implementing the Internet for business: a global marketing
opportunity, International Journal of Information Management, Vol. 17, No. 6,
pp. 405-419.
Carey, J.W. 1998. The Internet and the end of the national communication system:
uncertain predictions of an uncertain future, Journalism and Mass
Communication Quarterly, Vol. 75 No. 1, pp. 28-34.
Christensen, M. 2002. Accrual accounting in the public sector: the case of the New
South Wales Government, Accounting History, November, Vol. 7, pp. 93-124.
GR 131
Olga Kaganova, James McKellar, and George Peterson, 2006. Managing Government
Property Asset, Urban Institute Press, 2006
Ryan, C. 1998. The introduction of accrual reporting policy in the Australian public
sector: An agenda setting explanation. Accounting, Auditing and
Accountability Journal, Vol. 11 No. 5, pp. 5-539.
GR 132
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
GR 133
L A M P I R A N
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
No. Tgl. Buku Kel. MAP Akun Tgl. Terima No. Penerimaan Nilai Penerimaan
Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi)
2 Sesuai nama bank yang dipilih dan cabang bank (tabel referensi)
3 Sesuai nomor rekening bank yang dipilih & kode mata uang (tabel referensi)
4 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Tanggal buku penerimaan
9 Kelompok mata anggaran (4 digit)
10 Kode mata anggaran (akun) (6 digit)
11 Tanggal transaksi penerimaan
12 Nomor penerimaan (receipt number) pada saat perekaman ke SPAN
13 Nilai/jumlah penerimaan
14 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (4 digit)
15 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (3 digit)
16 Sub total/jumlah per tanggal buku
17 Total keseluruhan per nomor rekening bank
Detail Pengisian:
1 Sesuai nama bank yang dipilih dan cabang bank (tabel referensi)
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai mata uang (currency) (tabel referensi)
4 Sesuai tanggal cetak
5 Sesuai nomor cetak halaman
6 Nomor urut
7 Kelompok mata anggaran (2 digit)
8 Uraian kelompok mata anggaran
9 Jumlah transaksi
10 Jumlah nilai penerimaan
11 Sub total/jumlah transaksi per bank
12 Sub total/jumlah nilai penerimaan per bank
13 Total/jumlah transaksi seluruh bank
14 Total/jumlah nilai penerimaan seluruh bank
No. Tgl. Buku Kel. MAP Akun Tgl. Terima No. Penerimaan No. Rekening Nilai Penerimaan
Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi)
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai rentang kode kelompok MAP yang dipilih
4 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Tanggal buku penerimaan
9 Kelompok mata anggaran (4 digit)
10 Kode mata anggaran (akun) (6 digit)
11 Tanggal transaksi penerimaan
12 Nomor penerimaan (receipt number) pada saat perekaman ke SPAN
13 Nomor rekening bank (terisi kosong untuk potongan SPM)
14 Nilai/jumlah penerimaan
15 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (4 digit)
16 Sub total/jumlah per tanggal buku
17 Total keseluruhan per KPPN
(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)
Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi), diisi kosong untuk seluruh KPPN
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai rentang kode kelompok MAP yang dipilih
4 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Kelompok mata anggaran (4 digit)
9 Tanggal buku penerimaan
10 Jumlah transaksi pada bank/pos persepsi
11 Nilai/jumlah penerimaan pada bank/pos persepsi
12 Jumlah transaksi pada potongan SPM
13 Nilai/jumlah penerimaan pada potongan SPM
14 Jumlah transaksi pada Bank Indonesia
15 Nilai/jumlah penerimaan pada Bank Indonesia
16 Jumlah transaksi pada bank/pos persepsi + potongan SPM + Bank Indonesia
17 Nilai/jumlah penerimaan pada bank/pos persepsi + potongan SPM + Bank Indonesia
18 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (4 digit)
19 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (2 digit)
20 Sub total/jumlah per KPPN
21 Total keseluruhan (seluruh KPPN)
Detail Pengisian:
1 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
2 Sesuai mata uang (currency) (tabel referensi)
3 Sesuai tanggal cetak
4 Sesuai nomor cetak halaman
5 Nomor urut
6 Kode mata anggaran (6 digit)
7 Uraian mata anggaran
8 Jumlah nilai penerimaan
9 Jumlah transaksi
10 Sub total/jumlah penerimaan per kelompok mata anggaran (4 digit)
11 Sub total/jumlah penerimaan per kelompok mata anggaran (3 digit)
12 Sub total/jumlah penerimaan per kelompok mata anggaran (2 digit)
13 Sub total/jumlah penerimaan per kelompok mata anggaran (1 digit)
14 Total/jumlah nilai penerimaan seluruh bank
No. Tgl. Buku Kel. MAP Akun Tgl. Terima No. Penerimaan No. Rekening Nilai Penerimaan
Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi)
2 Sesuai kode satker yang dipilih, diisi kosong untuk seluruh satker pada KPPN
3 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
4 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Tanggal buku penerimaan
9 Kelompok mata anggaran (4 digit)
10 Kode mata anggaran (akun) (6 digit)
11 Tanggal transaksi penerimaan
12 Nomor penerimaan (receipt number) pada saat perekaman ke SPAN
13 Nomor rekening bank
14 Nilai/jumlah penerimaan
15 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (4 digit)
16 Sub total/jumlah per tanggal buku
17 Sub total/jumlah per satuan kerja
18 Total keseluruhan per KPPN
Realisasi
No. Tgl. Buku Akun Uraian Saldo
Penerimaan Pengeluaran
Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi)
2 Sesuai kode satker yang dipilih, diisi kosong untuk seluruh satker pada KPPN
3 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
4 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Tanggal buku penerimaan
9 Mata anggaran (akun) (6 digit)
10 Uraian mata anggaran (akun)
11 Realisasi penerimaan sampai dengan SP2D pengesahan terakhir
12 Realisasi pengeluaran sampai dengan SP2D pengesahan terakhir
13 Saldo akhir sampai dengan SP2D pengesahan terakhir
14 Sub total/jumlah per Satker BLU
15 Sub total/jumlah per KPPN
16 Total seluruh KPPN
Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi), diisi kosong untuk seluruh KPPN
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
4 Sesuai tanggal cetak
5 Sesuai nomor cetak halaman
6 Nomor urut
7 Tanggal buku pengembalian penerimaan/pendapatan (tanggal SP2D)
8 Mata anggaran (akun) (6 digit)
9 Uraian mata anggaran (akun)
10 Nilai/jumlah pengembalian penerimaan/pendapatan
11 Sub total/jumlah per KPPN
12 Total seluruh KPPN
Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi), diisi kosong untuk seluruh KPPN
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
4 Sesuai tanggal cetak
5 Sesuai nomor cetak halaman
6 Nomor urut
7 Tanggal buku pengembalian penerimaan/pendapatan (tanggal SP2D)
8 Mata anggaran (akun) (6 digit)
9 Uraian mata anggaran (akun)
10 Nilai/jumlah pengembalian penerimaan/pendapatan
11 Sub total/jumlah per KPPN
12 Total seluruh KPPN
Cr PPH Ps 25 Satker KPP KPPN Code None None BA of KPP (0150400) None None 2 411126 None
Reclassification Dr Deferred Revenue (Oil) 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 211XXX None
PNBP Revenue Directorate)
account of Cr Oil Revenue 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 421111 None
Natural Resource Directorate)
of Oil & Gas Sector Cr Natural Gas Revenue 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 421211 None
Receipt Directorate)
Cr Other Revenue 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 423139 None
Directorate)
Reclassification Dr Deferred Revenue (Oil) 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 211XXX None
Third Party Directorate)
Revenue of Cr Liability of PBB Oil/Natural Gas Satker KPP KPPN Code None None BA of KPP (0150400) None None 2 411111 None
Natural Resource Cr Liability of Reimbursement 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 411112 None
of Oil & Gas Sector KKKS Directorate)
Receipt to Third
Cr Liability of DMO fee to KKKS 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 411119 None
Party
Directorate)
Cr Liability of Fee BPMIGAS 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 411126 None
Directorate)
Cr Liability of Underlifting KKKS 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 421111 None
144
Directorate)
Kontrak PO
GR: Lampiran 12 145
5
Jurnal Kontrak PO
GR: Lampiran 13 146
GR: Lampiran 14
24 128 KPP Kabanjahe 663491 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KABANJAHE 119 KPPN SIDIKALANG
GR: Lampiran 23
49 304 KPP Pangkal Pinang 119791 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PANGKAL PINANG 015 KPPN PANGKAL PINANG
GR: Lampiran 23
76 029 KPP Pratama Jakarta Gambir Tiga 635710 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA GAMBIR TIGA 019 KPPN JAKARTA II
GR: Lampiran 23
103 019 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua 635642 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA 019 KPPN JAKARTA II
GR: Lampiran 23
129 056 KPP Penanaman Modal Asing Tiga 604414 KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING TIGA 019 KPPN JAKARTA II
GR: Lampiran 23
156 444 KPP Pratama Majalaya 409442 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAJALAYA 022 KPPN BANDUNG I
GR: Lampiran 23
183 508 KPP Pratama Semarang Selatan 663562 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG SELATAN 026 KPPN SEMARANG I
GR: Lampiran 23
262 714 KPP Muara Teweh 409850 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MUARA TEWEH 080 KPPN B U N T O K
GR: Lampiran 23
288 814 KPP Pratama Mamuju 552006 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAMUJU 178 KPPN MAMUJU
GR: Lampiran 23
313 914 KPP Mataram Timur 410022 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MATARAM TIMUR 038 KPPN M A T A R A M
GR: Lampiran 23