Anda di halaman 1dari 187

MANAJEMEN PENERIMAAN NEGARA

Pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara

Hemidon
Isti’anah
Sutarman
MANAJEMEN PENERIMAAN NEGARA
Pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara

Hemidon
Isti’anah
Sutarman

Penerbit
Direktorat Sistem Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan
Manajemen Penerimaan Negara pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara

Penulis
Hemidon
Isti’anah
Sutarman

Perancang Sampul
Kholid Harisfauzi

Desainer logo SPAN


Roy Abdurrachman Pasha

Penerbit
Direktorat Sistem Perbendaharaan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan
Kementerian Keuangan
Gedung Prijadi Praptosuhardjo III Lantai IV
Jalan Budi Utomo No. 6
Jakarta 10710
Email: litbangdsp@kemenkeu.go.id

Diterbitkan tahun 2021.


Hak cipta pada penulis.

Ciptaan disebarluaskan di bawah Lisensi Creative Commons Atribusi-NonKomersial-


BerbagiSerupa 4.0 Internasional (https://creativecommons.org/licenses/by-nc-
sa/4.0/deed.id). Dipersilakan menggunakan sebagian atau seluruh isi buku ini dengan
menyebut sumbernya. Dipersilakan untuk menggunakan, memperbanyak, menggandakan,
membagikan, dan menyebarkan buku ini dengan bentuk, format, dan cara apa pun bukan
untuk tujuan komersial. Dilarang menggunakan, memperbanyak, menggandakan,
membagikan, dan menyebarkan sebagian atau seluruh isi buku ini untuk tujuan komersial.

Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan

ISBN 978-623-97069-4-4 (cetak)


ISBN 978-623-97095-4-9 (pdf)

x + 168 halaman; 21 x 30 cm
SAMBUTAN PENERBIT

Salah satu faktor penting untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah ketersediaan
buku-buku bermutu yang dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Buku bukan hanya
sebagai jendela dunia, tapi juga menjadi jendela bagi masa lalu dan masa depan. Dengan
membaca buku, peradaban Indonesia akan semakin maju.
Dari berbagai genre buku yang tersedia di pasar, buku-buku tentang perbendaharaan
negara, hukum keuangan negara, manajemen keuangan publik, reformasi keuangan negara,
dan tema-tema sejenis dalam konteks Indonesia relatif terbatas. Padahal kebutuhan
masyarakat sangat tinggi. Begitu juga diskursus kebijakan publik sering terkait dengan topik-
topik tersebut. Dengan mengambil peran strategis sebagai penerbit, Direktorat Sistem
Perbendaharaan akan mengisi kebutuhan ini dan bertindak menjadi pelopor dan pembuka
jalan.
Sebagai penerbit, Direktorat Sistem Perbendaharaan akan menerbitkan buku-buku
berkualitas dengan berbagai tema yang terkait dengan perbendaharaan, keuangan negara,
dan kebijakan publik. Selain didistribusikan pada sejumlah perpustakaan dan perguruan tinggi
di Indonesia, buku-buku tersebut akan tersedia pada berbagai platform dan repositori yang
dapat diakses secara gratis. Harapannya upaya ini membawa pencerahan bagi akademisi,
peneliti, praktisi, dan masyarakat umum.
Untuk inisiatif pertama, buku-buku yang diterbitkan adalah sejumlah naskah akademis
yang digunakan sebagai dasar pengembangan proses bisnis Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN) dan marketplace pemerintah. Ada sejumlah pertimbangan
signifikansi, relevansi, dan urgensi untuk menerbitkan naskah-naskah tersebut.
Pertama, SPAN merupakan salah satu tonggak sejarah penting dalam reformasi
keuangan negara setelah pengesahan paket undang-undang di bidang keuangan negara. Perlu
dilakukan upaya rekonstruksi sejarah pengembangan proses bisnis SPAN yang terjadi dalam
periode yang singkat pada tahun 2009-2010. Periode ini cukup kritis mengingat sudah lewat
10 tahun yang jika tidak segera dikumpulkan, maka naskah-naskah tersebut dikhawatirkan
akan hilang atau rusak. Salah satu penulis utamanya juga telah meninggal dunia yang jika tidak
segera dicari hasil karyanya, maka dikhawatirkan akan hilang untuk selamanya.
Kedua, SPAN merupakan transformasi sukses terbesar yang pernah dilakukan
Kementerian Keuangan yang tidak hanya berdampak pada perubahan proses bisnis dan
struktur organisasi di Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb), tetapi juga pada sejumlah
pihak seperti Bank Indonesia, bank umum, unit eselon I lainnya di Kementerian Keuangan,
kementerian/lembaga, dan masyarakat umum. SPAN sendiri telah menjadi standar
pengembangan sistem informasi di DJPb dan Kementerian Keuangan, serta telah
mendapatkan pengakuan internasional dan menjadi rujukan bagi sejumlah negara. Pesan
moral dari perjalanan SPAN ini adalah dibutuhkan kemampuan literasi yang baik untuk
menghasilkan reformasi fundamental dalam pengelolaan keuangan negara. Sebagaimana
disampaikan Direktur Jenderal Perbendaharaan pada Pengantar Literasi Perbendaharaan
tahun 2020, “seluruh pencapaian ini tentu tidak dapat diraih jika orang-orang di balik SPAN
tidak memiliki kemampuan literasi yang sangat baik”.
Ketiga, referensi akademis, empiris, dan pragmatis tentang pengembangan sistem
berskala besar dalam konteks Indonesia relatif sedikit. Naskah akademis SPAN tentu dapat
menjadi salah satu referensi bagi inisiatif penyempurnaan proses bisnis dan pengembangan
sistem berskala besar, tidak saja di Indonesia, tetapi juga bagi negara-negara lain. Studi
banding yang dilakukan oleh sejumlah negara ke DJPb menunjukkan pentingnya publikasi
naskah akademis tersebut.
Keempat, desain proses bisnis SPAN merupakan langkah maju di zamannya. Selain
revolusioner, desain proses bisnis tersebut meletakkan fondasi bagi modernisasi manajemen
keuangan negara. Sebagai contoh, interkoneksi SPAN dan perbankan yang menggantikan
mekanisme manual penyampaian dokumen Surat Perintah Transfer ke Bank Indonesia dan
Surat Perintah Pencairan Dana ke Bank Operasional dengan teknologi digital telah berhasil
meningkatkan efisiensi, efektivitas, akurasi, dan akselerasi sistem pembayaran pemerintah.
Dan, kelima, saat ini DJPb sedang mengembangkan sistem pembayaran pemerintah
pada platform marketplace. Namun demikian, literatur manajemen keuangan publik belum
menjelaskan teori marketplace dalam konteks Indonesia dan kaitannya dengan sistem
pembayaran pemerintah. Naskah akademis yang diterbitkan akan mengisi kekosongan
literatur tersebut sekaligus menjelaskan strategi pengembangan dan operasionalisasinya.
Atas dasar kelima pertimbangan tersebut, tim Subdirektorat Penelitian dan
Pengembangan, dan Kerjasama Kelembagaan pada Direktorat Sistem Perbendaharaan telah
melakukan upaya pengumpulan naskah akademis SPAN dan marketplace pemerintah, dan
berhasil mengumpulkan 32 naskah dengan total sekitar 4.200 halaman. Untuk menjaga
orisinalitas gagasan, tulisan yang diterbitkan adalah sesuai aslinya tanpa mengubah isi.
Buku yang berjudul Manajemen Penerimaan Negara pada Sistem Perbendaharaan
dan Anggaran Negara ini merupakan salah satu dari naskah akademis yang diterbitkan
tersebut. Kami mengucapkan terima kasih dan apresiasi kepada Hemidon, Isti’anah, dan
Sutarman, tidak hanya atas peranannya pada upaya modernisasi manajemen keuangan publik
di Indonesia, tapi juga atas kontribusinya bagi kemajuan ilmu pengetahuan di Indonesia. Kami
juga berterima kasih pada seluruh pihak yang telah membantu penerbitan buku ini.
Tidak ada gading yang tak retak. Kami menyadari bahwa upaya ini masih memiliki
kekurangan. Kami menantikan masukan dan saran untuk penyempurnaan inisiatif penerbitan
berikutnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberi rahmat pada setiap langkah kebaikan
yang kita lakukan.

Jakarta, April 2021


Naskah Akademis
Pengembangan Proses Bisnis SPAN
dan Marketplace Pemerintah

No. Judul Buku Penulis


1. Manajemen Pelaksanaan Anggaran Bungkus Sasongko Purnomo
2. Manajemen Komitmen pada Sistem Perbendaharaan Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
dan Anggaran Negara Muslim
3. Manajemen Supplier pada Sistem Perbendaharaan Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
dan Anggaran Negara Muslim
4. Manajemen Pembayaran pada Sistem Rahadian Setyo Noegroho, Dicky
Perbendaharaan dan Anggaran Negara Zahkria Iman, Rianto Hadi Jatmiko
5. Manajemen Penerimaan Negara pada Sistem Hemidon, Isti’anah, Sutarman
Perbendaharaan dan Anggaran Negara
6. Penggunaan Kode Lokasi BPS pada Sistem Hemidon
Perbendaharaan dan Anggaran Negara
7. Blueprint Proses Bisnis Modul Penerimaan Negara Hemidon
Generasi II (MPN G2)
8. Kartu Kredit Pemerintah: Transformasi Sistem Dody Dharma Hutabarat, Windasena
Pembayaran Pemerintah Winarno, Rizky Diananto
9. Manajemen Kas pada Sistem Perbendaharaan dan Windasena Winarno, Dody Dharma
Anggaran Negara Hutabarat, Rizky Diananto
10. Restrukturisasi Rekening Bendahara Pemerintah Dody Dharma Hutabarat, Windasena
Winarno, Rizky Diananto
11. Manajemen Keuangan Satuan Kerja Luar Negeri Dody Dharma Hutabarat, Windasena
Winarno, Rizky Diananto
12. Pencairan Dana Pemerintah pada Sistem Dody Dharma Hutabarat, Windasena
Perbendaharaan dan Anggaran Negara Winarno, Rizky Diananto
13. Tanda Tangan Elektronik untuk Transaksi Keuangan Dody Dharma Hutabarat, Windasena
Negara Winarno
14. Buku Besar dan Bagan Akun Standar pada Sistem Ingelia Puspita, Rudy Iskandar, I Putu
Perbendaharaan dan Anggaran Negara Danny Hadi Kusuma
15. Sistem Akuntansi Pemerintah pada Sistem Ingelia Puspita, Rudy Iskandar
Perbendaharaan dan Anggaran Negara
16. Kerangka Bagan Akun Standar pada Sistem Ingelia Puspita, Rudy Iskandar, I Putu
Perbendaharaan dan Anggaran Negara Danny Hadi Kusuma
17. Manajemen Pelaporan pada Sistem Perbendaharaan Slamet Mulyono, Haris Roseno, Parji
dan Anggaran Negara
18. Reformulasi Proses Rekonsiliasi Laporan Keuangan Slamet Mulyono, Haris Roseno, Parji
Pemerintah Pusat
19. Integrasi Pelaporan Keuangan dengan Pelaporan Slamet Mulyono, Haris Roseno, Parji
Kinerja pada Pemerintah Pusat
20. Pelaporan Keuangan Bendahara Umum Negara Slamet Mulyono, Haris Roseno, Parji
21. Harmonisasi Pelaporan Berbasis Government Finance Slamet Mulyono, Haris Roseno, Parji
Statistics
22. Manajemen DIPA: Integrasi dan Interkoneksi Proses Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
Bisnis dengan Satker Muslim
23. Manajemen Komitmen: Integrasi dan Interkoneksi Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
Proses Bisnis dengan Satker Muslim
No. Judul Buku Penulis
24. Manajemen Pembayaran: Integrasi dan Interkoneksi Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
Proses Bisnis dengan Satker Muslim
25. Integrasi Pelaporan Unit Akuntansi Kuasa Pengguna Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
Anggaran dan Laporan Pertanggungjawaban Muslim
Bendahara
26. Manajemen Uang Persediaan: Integrasi Aktivitas Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
Pembukuan dan Pelaporan di Satuan Kerja Muslim
27. Manajemen Kas: Integrasi dan Interkoneksi Proses Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
Bisnis dengan Satker Muslim
28. Akuntansi dan Pelaporan: Integrasi dan Interkoneksi Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
Proses Bisnis dengan Satker Muslim
29. Interkoneksi Proses Bisnis Perbendaharaan pada Adi Setiawan, Pramudia Mulyono
Bendahara Umum Negara dengan Satuan Kerja Muslim
selaku Kuasa Pengguna Anggaran
30. Manajemen Keuangan Anggaran Transfer ke Daerah Dody Dharma Hutabarat, Windasena
pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara Winarno, Rizky Diananto
31. Kebijakan Sistem Pengeluaran Kas Negara pada Dody Dharma Hutabarat
Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara
32. Marketplace Pemerintah: Kerangka Teori dan Dody Dharma Hutabarat
Operasional Pengembangan dan Implementasi
Marketplace Pemerintah di Indonesia

Seluruh naskah di atas dapat diakses secara gratis pada: https://bit.ly/SPAN-Marketplace


RINGKASAN
EKSEKUTIF

Penatausahaan penerimaan negara perlu dilakukan secara cepat, tepat dan


efisien agar dapat dihasilkan laporan yang dapat dipertanggungjawabkan. Saat ini
penatausahan penerimaan negara telah mengalami banyak perubahan. Meski telah
mengalami perubahan yang signifikan dengan penyatuan database melalui
pengelolaan MPN, namun disadari masih diperlukan penyempurnaan atas beberapa
aspek penatausahaan penerimaan negara.
Penyusunan naskah akademis ini dilaksanakan untuk memenuhi dua tujuan
utama, yaitu untuk memetakan secara lengkap proses bisnis penatausahaan
penerimaan Negara baik yang telah ada melalui KPPN, dan Bank Indonesia dan
sebagai bagian dari upaya penyempurnaan atas proses bisnis baik yang masih
sebatas konsep dasar penerimaan negara yang tercakup dalam konfigurasi umum
dalam rangka pembangunan MPN-G2 melalui sistem billing dan switching maupun
yang tidak termasuk dalam sistem tersebut. Disadari terdapat beberapa titik lemah
pada penatausahaan penerimaan negara yang perlu disempurnakan. Dalam proses
perbaikan dan penyempurnaannya, ditetapkan stategi yang sistematis, terencana
dan menyentuh berbagai aspek dalam penatsusahan penerimaan negara
serta memperhatikan skala prioritas yang perlu mendapatkan perhatian.

GR ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya buku Manajemen
Penerimaan Negara pada Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. Sebagai Tim Penyusun,
kami menyadari bahwa hanya dengan izin-Nya, proses penyusunan buku ini dapat berjalan dengan
baik dan lancar.
Disusunnya buku ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran mengenai Transformasi
Proses Bisnis Penatausahaan Penerimaan Negara – berkaitan dengan penerapan Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN). Dalam buku ini diusulkan konsep penatausahaan
penerimaan negara pada SPAN termasuk menjelaskan hubungannya dengan Modul Penerimaan
Negara (MPN) sebagai wujud dari pembangunan sistem pengelolaan keuangan negara yang
terintegrasi.
Pada kesempatan ini, Tim Penyusun mengucapkan terima kasih kepada Bapak Paruli Lubis
selaku Direktur Transformasi Perbendaharaan yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama
proses penyusunan buku ini. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Bapak Sudarto selaku
Kepala Subdit Transformasi Proses Bisnis Eksternal serta semua pihak yang telah memberikan
masukan dan pandangan bagi penyelesaian naskah ini.
Akhir kata, Tim Penyusun berharap bahwa buku ini dapat memberikan kontribusi dan
manfaat pada implementasi SPAN, serta berguna dalam perkembangan reformasi di lingkungan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan. Tim Penyusun juga menyadari bahwa buku ini masih belum
sempurna, sehingga kritik, saran dan masukan dari para pembaca sangat kami harapkan.

Hormat kami,

Tim Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................ i

RINGKASAN EKSEKUTIF .................................................................................... ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................ iii

DAFTAR ISI ...................................................................................................... iv

DAFTAR TABEL ................................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1

1.2. Tujuan .......................................................................................... 2

1.3. Ruang Lingkup ............................................................................. 3

BAB II DASAR HUKUM DAN KAJIAN TEORI ..................................................... 4

2.1. Dasar Hukum ............................................................................... 4

2.2. Landasan teori ............................................................................. 4

BAB III PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA SAAT INI .......................... 14

3.1. MPN Untuk Setoran Non PBB/BPHTB (Existing) .......................... 15

3.2. MPN Untuk Setoran PBB/BPHTB (Existing) .................................. 17

BAB IV PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA


PELAKSANAAN SISTEM PERBENDAHARAAN DAN ANGGARAN NEGARA 20
(SPAN)
4.1. Penatausahaan Penerimaan Melalui Setoran Pada Bank/Pos MPN
Persepsi …………….……………… ……………...…..………………………………… 23

4.1.1. Proses Bisnis Penerimaan Negara Yang Ditatausahakan


Dalam MPN Melalui Bank Persepsi (Existing) …..…………… 26

4.1.2. …………………………………
Penerimaan PBB Melalui BO III ......................................... 30

4.1.3. Penerimaan Negara melalui Bank Persepsi Valuta Asing .. 33

GR iv
4.1.4. Setoran Pada Bank/Pos Persepsi Melalui MPN G2 ......... 37

4.1.5. Rekstrukturisasi Rekening Penerimaan Negara ............... 44

4.2. Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui KPPN .................... 49

4.2.1. Potongan SPM ................................................................. 51

4.2.1.1. Pajak ................................................................. 52

4.2.1.2. Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP


(Sewa Rumah Dinas) …..………………………………… 53

4.2.1.3. Pengembalian Sisa Uang Persediaan (UP) ......... 53

4.2.1.4. Penerimaan PFK .................................................. 55

4.2.1.5. Penerimaan Pengembalian Belanja .................... 56

4.2.2. SPM Pengesahan BLU ...................................................... 67

4.2.3. SPM Pengembalian Pendapatan (Pengurang Pendapatan) 69

4.2.3.1. Pengembalian Pajak ......................................... 70

4.2.3.2. Pengembalian PBB ........................................... 70

4.2.3.3. Pengembalian BPHTB ...................................... 71

4.2.3.4. Pengembalian Bea dan Cukai ........................... 71

4.2.3.5. Pengembalian PNBP ......................................... 72

4.2.3.6. Pengembalian Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) .... 73

4.2.4. Penerimaan Pembiayaan Melalui SP4HLN (LC/PL) ......... 74

4.3. Pencatatan Penerimaan Melalui BI ............................................. 77

4.3.1 Pencatatan Penerimaan Negara yang Disetor


Langsung ke RKUN …..………………..………………………………… 80

4.3.2 Penerimaan Melalui Surat Utang Negara (SUN) .............. 82

4.3.3 Penerimaan Melalui Rekening Khusus (Reksus) .............. 85

4.3.4 Penerimaan Melalui Rekening Pemerintah Lainnya ......... 90

4.3.4.1. Penerimaan Migas ............................................. 90

4.3.4.2. Penerimaan Non Migas ...................................... 95

GR v
4.3.5 Penerimaan Pengembalian Penerusan Pinjaman (RDI/PD) 97

4.3.6 Penatausahaan Penerimaan PBB Migas dan Minyak Bumi 102

4.4. Pokok-pokok Perubahan (Improvement) Penatausahaan


Penerimaan Negara ……………………………………………………………….… 106

BAB V KONEKSITAS SPAN DENGAN SISTEM LAIN DALAM RANGKA


PENERIMAAN NEGARA …………………………………………………………...…… 108

5.1. Interfacing Data Penerimaan Negara dari Sistem Diluar SPAN ke


SPAN ……….…………………………………………………………………………….… 110

5.1.1. Bank/Pos Persepsi ........................................................... 110

5.1.2. MPN G2 ............................................................................. 115

5.1.3. Bank Indonesia ................................................................. 117

5.1.4. Rincian Pendapatan PBB Migas (DJP) ............................. 121

5.1.5. Satker BLU ........................................................................ 124

5.2. Interfacing Data Penerimaan Negara dari SPAN ke MPN G2 ..... 125

BAB V PENUTUP ………………………………...………………………………………………………….. 129

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 131

GR vi
DAFTAR GAMBAR

No. Judul Hal.

2.1. Sebaran Data Transaksi Penerimaan Negara Melalui MPN ................ 13

3.1. Alur Penerimaan Negara melalui MPN untuk setoran Non PBB/BPHTB
(existing) ................................................................................................ 15

3.2. MPN untuk setoran PBB/BPHTB (existing) ........................................... 17

4.1. Pelaksanaan TSA Pada Penatausahaan Penerimaan Negara ............... 21

4.2. Penatausahaan Pada Penerimaan Negara (Future) ............................. 22

4.3. Alur Penatausahaan Penerimaan Negara Yang Ditatausahakan Dalam


MPN Melalui Bank Persepsi (Existing) ………………………………………………… 27

4.4. Alur Penatausahaan Penerimaan Dari Sektor PBB ................................ 30

4.5. Alur Penatausahaan Penerimaan Negara Valuta Asing Melalui Bank


Persepsi Valuta Asing ………………………………………………………………………… 35

4.6. Alur Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui MPN G2 .................. 40

4.7. Struktur Rekening Pemerintah di Bidang Penerimaan Negara Saat Ini 45

4.8. Restrukturisasi Rekening Pemerintah di Bidang Penerimaan Negara …… 46

4.9. Proses Bisnis Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui KPPN ........... 50

4.10. Proses Bisnis Penatausahaan Penerimaan Negara melalui SPM ........... 51

4.11. Jenis-Jenis Pengembalian Belanja ........................................................ 57

4.12. Proses Pengembalian Sisa Pagu atas Pengembalian Belanja TA Berjalan 60

4.13. Pengembalian Belanja Karena Kecurangan ........................................... 62

4.14. Penerimaan Rekening Retur (Kesalahan Rekening pada SP2D) ........... 64

4.15. Proses Bisnis Pencatatan Penerimaan BLU ........................................... 67

4.16. Proses Bisnis SPM Pengembalian Pendapatan ...................................... 69

4.17. Proses Bisnis Penerimaan Pembiayaan (existing) ................................ 75

4.18. Proses Bisnis Penerimaan Pembiayaan (Future) .................................. 76

GR vii
No. Judul Hal.

4.19. Jenis-jenis Penerimaan Negara Melalui Bank Indonesia ....................... 77

4.20. Proses Penerimaan Melalui Bank Indonesia ........................................ 79

4.21. Penerimaan Negara yang Langsung disetor ke RKUN di BI ................ 80

4.22. Alur Penerimaan SUN Melalui Bank Indonesia ..................................... 83

4.23. Proses Pengisian Rekening Khusus (Reksus) .......................................... 86

4.24. Proses Penarikan Dana Dengan Reksus di KPPN Non-KBI ................ 87

4.25. Proses Replenishment dan Reimbursement ........................................ 89

4.26. Bagan Alur Penerimaan Migas ............................................................. 93

4.27. Bagan Alur Penerimaan Non Migas ...................................................... 96

4.28. Proses Penerimaan Pengembalian Pembiayaan .................................. 99

4.29. Penatausahaan PBB Migas dan Panas Bumi ........................................ 103

5.1. Koneksitas SPAN dengan Sistem Lain Dalam Rangka Penatausahaan


Penerimaan Negara …..…………………………………………………………………… 108

5.2. …………………………………………….……………………………………………………….……
Proses Bisnis Upload ADK Bank/Pos Persepsi ke KPPN ......................... 112

5.3. ………………………............................................................................................
Proses Bisnis Upload ADK Bank/Pos Persepsi ke Direktorat PKN ......... 116
.............
5.4. Proses Bisnis Upload ADK Rekening Koran Bank Indonesia ................. 120

5.5. Proses Bisnis Upload ADK PBB Migas .................................................. 121

5.6. Koneksitas MPN-G2 dan SPAN ............................................................ 124

5.7. Proses Bisnis Interface Data Penerimaan ke MPN G2 .......................... 126

GR viii
DAFTAR TABEL

No. Judul Hal.

4.1. Jurnal Pencatatan Transaksi Penerimaan (Existing) ............................. 29

4.2. Pembagian Hasil PBB dan BPHTB antara Pusat dan Daerah .................. 32

4.3. Jurnal Lengkap Transaksi Penerimaan RKUN ........................................ 81

4.4. Jurnal Transaksi Penerimaan SUN ........................................................ 85

4.5. Jurnal Transaksi Penerimaan Non Migas ............................................... 97

4.6. Jenis Rekening RPD dan RDI ................................................................. 98

4.7. Jurnal Transaksi Penerimaan Pengembalian Penerusan Pinjaman ....... 102

4.8. Pokok-pokok Perubahan Penatausahaan Penerimaan Negara ……………. 107

5.1. Metode Interface Dalam Rangka Pencatatan Penerimaan Negara


(SPAN) ....................................……………………………………........................... 109

5.2. Tabel Struktur Struktur Data Yang Dipersyaratkan Dalam ADK dari
Bank/Pos Persepsi .................……………………………………........................... 114

5.3. Jenis Kesalahan Pada Saat Proses Validasi Upload ADK Dari Bank/Pos
Persepsi ke Dalam SPAN ................................................…………….............. 115

5.4. Struktur Data ADK Sekaligus Mapping Validasi Pada Saat Proses upload 118

5.5. Kelengkapan Elemen Data Sesuai Dengan Struktur CoA SPAN ............. 119

5.6. Contoh Default Elemen Data Yang Secara Otamatis Terisi Pada Saat
Mengisi/Melengkapi Elemen Data (CoA) ..................…………….............. 120

5.7. Elemen Data ADK dari DJP ke DJA Terkait Pendapatan PBB Migas ....... 124

5.8. Informasi Penerimaan dari SPAN ke MPN G2 ...................................... 128

GR ix
DAFTAR LAMPIRAN

No. Judul Hal.

1. Daftar Penerimaan Per Rekening Bank/Pos Persepsi ........................... 134

2. Rekapitulasi Penerimaan Per Bank/Pos Persepsi ................................... 135

3. Daftar Penerimaan Per KPPN ............................................................... 136

4. Rekapitulasi Penerimaan Per KPPN .................................................. 137

5. Rekapitulasi Penerimaan Per Mata Anggaran ..................................... 138

6. Daftar Penerimaan Harian Per Satuan Kerja ........................................ 139

7. Daftar Penerimaan dan Saldo Satker BLU ........................................... 140

8. Rekapitulasi Pembayaran Pengembalian Penerimaan/Pendapatan …. 141

9. Rekapitulasi Pembayaran Imbalan Bunga ............................................. 142

10. Persentase Pembagian Pengembalian Penerimaan PFK ...................... 143

11. Jurnal Transaksi Penerimaan Sektor Minyak dan Gas ........................... 144

12. Kontrak PO ............................................................................................ 145

13. Jurnal Kontrak PO .................................................................................. 146

14. Resume Tagihan: Invoice ...................................................................... 147

15. Jurnal Resume Tagihan ......................................................................... 148

16. S P 2 D .................................................................................................... 149

17. Jurnal S P 2 D ....................................................................................... 150

18. Pengembalian Belanja ........................................................................... 151

19. Jurnal Pengembalian Belanja ................................................................. 152

20. Debit Memo Pengembalian Pagu ......................................................... 153

21. Jurnal: Debit Memo Pengembalian Pagu .............................................. 154

22. Penyesuaian Kontrak PO Dengan Debit Memo ………………………………. 155


23. Mapping Kode KPP Terhadap Kode Satker ………………………………………. 156

GR x
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Administrasi keuangan negara secara tertib merupakan tuntutan yang
tidak dapat dihindari. Pelaksanaan pembangunan yang selama ini didorong
penyelenggaraannya sangat membutuhkan perencanaan keuangan negara yang
memadai, dan hal tersebut membutuhkan penyelenggaraan administrasi
keuangan negara yang tertib dan memenuhi syarat sebagaimana yang diatur
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (Domai, 2002:29). Atas
dasar itu proses administrasi keuangan negara dalam sistem pemerintahan
sangat penting dan berpengaruh besar terhadap pelaksanaan pembangunan,
bahkan ada yang mengatakan maju mundumya pembangunan salah satunya
ditentukan oleh penyelenggaraan administrasi keuangan negara (Domai,
2002:102).
Sejak tahun 2003, telah diterbitkan tiga undang-undang di bidang
pengelolaan keuangan negara, yaitu UU 17/2003 Tentang Keuangan Negara,
UU 1/2004 Tentang Perbendaharaan Negara, dan UU 15/2004 Tentang
Pemeriksaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara. Hal yang terpenting di
dalam perundang-undangan tersebut adalah penggabungan anggaran rutin dan
pembangunan, dan penerapan anggaran berbasis kinerja, dimana setiap
penggunaan anggaran harus dapat dipertanggungjawabkan hasilnya (output,
outcome). Perubahan tersebut menuntut penerapan pengawasan yang dapat
menjamin tercapainya hasil dengan penggunaan anggaran yang telah
ditetapkan. Namun demikian, hingga saat ini reformasi dalam pengelolaan
keuangan negara ini masih menghadapi kendala, antara lain belum
terbangunnya sistem atau manajemen yang mampu mendukung penerapan
kebijakan pengelolaan keuangan negara yang benar-benar didasarkan pada
kinerja unit kerja atau lembaganya.

GR 1
Salah satu wujud dari kegiatan administrasi keuangan negara adalah
penatausahaan atas penerimaan negara (Government Receipt). Hingga saat ini
Indonesia belum mempunyai sistem baku yang terintegrasi dalam pengelolaan
Government Receipt. Saat ini sedang diupayakan salah satu sistem dalam
penatausahaan Government Receipt dengan menggunakan yang diberi nama
MPN (Modul Penerimaan Negara) dan juga telah diupayakan integrasinya
dengan jajaran eselon satu lainnya di kemeterian keuangan melalui
penyempurnaan MPN dengan sistem MPN-G2. Secara umum penatausahaan
penerimaan negara melalui MPN diharapkan mampu untuk menciptakan suatu
sistem penerimaan negara yang terintegrasi dalam satu database, di mana
sebelumnya penatausahaan penerimaan negara dilakukan secara terpisah oleh
Direktorat Jenderal Pajak, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat
Jenderal Perbendaharaan. Dengan hanya satu data base, maka tujuan utama
pengelolaan keuangan Negara yaitu memudahkan koordinasi dari masing-
masing institusi dan dapat diarahkan sesuai dengan apa yang diprioritaskan dan
dituju oleh Pemerintah dapat dicapai (Devas, 1989).
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik mengamanatkan pemanfaatan teknologi informasi harus dilakukan
secara baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat
diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat. Maka
pengembangan MPN difokuskan dengan cara mengoptimalkan pemanfaatan
teknologi informasi yang salah satunya adalah pengembangan sistem
pembayaran penerimaan negara yang lebih modern (transaksi elektronik) yang
selanjutnya disebut/ditulis dengan istilah MPN-G2 (electronic - Modul
Penerimaan Negara).

1.2. Tujuan
Secara umum penyusunan naskah akademik ini bertujuan untuk
memberikan masukan kepada unsur pimpinan Ditjen Perbendaharaan terkait
penyempurnaan penatausahaan penerimaan negara pada secara keseluruhan.
Termasuk dalam naskah akademik ini bagaimana penyempurnaan MPN agar
GR 2
dapat dilaksanakan secara mudah, aman, cepat, akurat, dan efisien dalam
rangka menghasilkan laporan yang dapat dipertanggungjawabkan.

1.3. Ruang Lingkup


Ruang lingkup penyusunan naskah akademik Government Receipt ini
seluruh penerimaan negara baik yang telah ada melalui KPPN, dan Bank
Indonesia maupun yang masih sebatas konsep dasar penerimaan negara itu
sendiri, baik yang tercakup dalam konfigurasi umum dalam rangka
pembangunan MPN-G2 melalui sistem billing dan switching maupun yang tidak
termasuk dalam sistem tersebut. Sehingga naskah akademik ini belum
mengarah kepada final, tetapi masih terus akan ter-update sesuai dengan
perkembangan dan penggalian informasi di segenap tataran kementerian
keuangan. Jenis penerimaan negara yang ditatausahakan melalui Government
Receipt adalah apa yang telah dan sedang ditatausahakan pada MPN saat ini
seperti penerimaan perpajakan dan non perpajakan yang melalui bank/pos
persepsi, dan juga penerimaan lain yang di luar penatausahaan MPN seperti
penerimaan BLU dan lain-lain penerimaan yang dilakukan melalui Bank
Indonesia. Adapun penerimaan terkait dengan potongan SPM, pengembalian
belanja, pengembalian penerimaan, penerimaan hibah, penerusan pinjaman
dan penerimaan dari SP2D return akan ditatausahakan melalui modul
pengeluaran (payment management).

GR 3
BAB II
DASAR HUKUM DAN KAJIAN TEORI

2.1. DASAR HUKUM


Beberapa dasar hukum terkait dengan pedoman pelaksanaan
penerimaan negara, yaitu:
a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
b. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.
c. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul
Penerimaan Negara sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir
dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007.
e. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.05/2009 tentang
Pelaksanaan Uji Coba.
f. Peraturan Menteri Keuangan No. 32/PMK.05/2010 tentang Pelaksanaan
Rekening Penerimaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Bersaldo
Nihil dalam rangka Penerapan Treasury Single Account (TSA).
g. Keputusan Menteri Keuangan No. 100/KMK.01/2008 tentang Struktur
Organisasi Departemen Keuangan.

2.2. Landasan Teori


Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
mengamanatkan berbagai perubahan mendasar dalam pendekatan
penganggaran. Perubahan-perubahan itu didorong oleh berbagai faktor
termasuk diantaranya perubahan yang begitu cepat di bidang politik,
desentralisasi dan berbagai tantangan pembangunan yang dihadapi
pemerintah. Berbagai perubahan ini membutuhkan dukungan sistem
penganggaran yang lebih responsive, yang dapat memfasilitasi upaya
memenuhi tuntutan masyarakat atas peningkatan kinerja pemerintah dalam

GR 4
bidang pembangunan, pelayanan dan efisiensi pemanfaatan sumber daya.
Perubahan mendasar atas struktur APBN dan jenis, format serta cara
pelaporannya dimuat dalam Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 Tentang
Keuangan Negara, Undang-Undang Nomor 1 tahun 2004 Tentang
Perbendaharaan Negara, dan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2004 Tentang
Pemeriksaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN) sebagai salah satu unit
eselon I Departemen Keuangan merupakan salah satu entitas yang harus
melaksanakan ketentuan tersebut. Dalam rangka melaksanakan ketentuan
tersebut, maka DJPBN telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. Selain
penyempurnaan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, direktorat jenderal
ini juga telah berhasil menyusun Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara
(LK-BUN) sejak 2008 lalu.
Upaya lainnya, direktorat jenderal ini juga berupaya melakukan
penyempurnaan sistem penerimaan negara. Sejalan dengan pelaksanaan
reformasi administrasi keuangan negara, beberapa rekening liar dan anggaran
nonbujeter, yang sangat menonjol dalam masa Orde Baru mulai ditertibkan dan
diintegrasikan dengan APBN/APBD. Instansi negara tidak boleh lagi mendirikan
badan usaha, yayasan dan koperasi yang marak pada masa Orde Baru dan pada
hakikatnya merongrong instansi induknya. Sementara itu, pemungutan
Penerimaan Bukan Pajak semakin ditertibkan termasuk penertiban asset
(Barang Milik Negara) ataupun peningkatan kompetensi K/L dalam penyusunan
LK. Upaya-upaya tersebut dilakukan sebagai wujud nyata dari komitmen DJPBN
pada khususnya dan pemerintah pada umumnya dalam memberikan pelayanan
yang terbaik kepada masyarakat.
Managemen GR yang efektif adalah starting point utk pengelolaan kas
yang efektif.Dengan meminjam konsep Grindle dan Thomas (1991:4), kebijakan
(policy) reformasi haruslah diarahkan untuk mencermati dan membenahi
berbagai kesalahan kebijakan di masa lalu maupun kebijakan yang berlaku

GR 5
sekarang serta mekanisme pengaturan kelembagaan yang ada. Kebijakan atas
government receipt haruslah bisa menjadi dasar bagi pengambil kebijakan
sekaligus informasi bagi yang berkepentingan atas berapa total penerimaan
yang dimiliki oleh Negara Indonesia pada setiap saat. Dengan demikian fungsi
penataan keuangan Negara yang salah satunya agar negara mampu memenuhi
kewajibannya, mampu melunasi semua ikatan keuangan jangka pendek dan
jangka panjang dapat terpenuhi (Devas : 1989).
Salah satu implementasi dari Government Receipt saat ini adalah MPN.
Dalam perjalanannya MPN masih mengalami beberapa permasalahan. Selain
permasalahan wajib pajak/wajib setor/wajib bayar belum terlayani dengan baik
dan adanya beberapa transaksi pada MPN masih diragukan keakuratan
datanya, juga belum diterapkannya accrual basis dalam sistem ini. Saat ini
implementasi accrual basis diyakini secara mendunia sebagai cara membawa
pemerintahan menjadi lebih akuntabel dan transparan dalam penggunaan
resources dan kebijakan oleh pemerintah guna menjalankan dan melaksanakan
tugas-tugas negara (Kaganova dkk, 2002).
Pengimplementasian Goverment Receipt dengan basis akrual
merupakan solusi yang tepat atas kekurangakuratan data, karena basis akrual
menyediakan informasi yang paling komprehensif karena seluruh arus sumber
daya dicatat, termasuk transaksi internal, in-kind transaction, dan arus ekonomi
lainnya. Kelebihan lain accrual basis diantaranya: perencanaan kebijakan yang
lebih baik, pendekatan yang lebih informatif terhadap manajemen asset dan
fokus pada keadilan antar generasi (inter-generational equity) (IFAC : 2002) .
Perubahan dari cash basis menjadi accrual basis merupakan elemen yang
penting dalam reformasi sektor public (Ryan, 1998). Pengenalan akuntansi
akrual dimaksudkan untuk memfasilitasi transparansi yang lebih besar dalam
kegiatan instansi sektor publik, selain itu dimaksudkan pula untuk memperkuat
akuntabilitas pemerintah dan untuk meningkatkan kualitas pengambilan
keputusan (Christensen, 2002). Penerapan accrual accounting dalam
Government Receipt juga sudah menjadi keharusan karena UU No.17 tahun

GR 6
2003 yang merupakan salah satu paket UU Keuangan Negara mengamanahkan
demikian.
Selain accrual accounting, penatausahaan penerimaan negara yang
lebih mudah, aman, cepat, akurat, dan efisien dalam rangka menghasilkan
laporan yang dapat dipertanggu ngjawabkan juga menjadi alasan perlunya
pengembangan lebih lanjut terhadap MPN kedepan. Hal ini sejalan dengan
pendapat Dadang (2001) bahwa ada beberapa prinsip yang harus dipegang
dalam penatausahaan penerimaan negara yaitu tertib, taat pada peraturan
perundang-undangan yang beriaku, efisien, efektif, transparan dan
bertanggung jawab dengan memperhatikan asas keadilan dan kepatutan.
Mardiasmo (2002) perubahan dalam pengelolaan keuangan Negara
harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara
(anggaran) yang baik. Prinsip manajemen keuangan yang diperlukan untuk
mengontrol kebijakan keuangan tersebut meliputi:
a. Akuntabilitas.
Akuntabilitas adalah prinsip pertanggungjawaban publik yang berarti bahwa
proses penganggaran mulai dari perencanaan, penyusunan dan pelaksanaan
harus benar-benar dapat dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada
DPR dan masyarakat. Akuntabilitas mensyaratkan bahwa pengambil
keputusan berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Untuk ini,
perumusan kebijakan, bersama-sama dengan cara dan hasil kebijakan
tersebut harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal maupun
horizontal dengan baik.
b. Value for Money.
Value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses
penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitan
dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan kualitas
tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa penggunaan
dana masyarakat (public money) tersebut dapat menghasilkan output yang
maksimal (berdaya guna). Efektivitas berarti bahwa penggunaan anggaran

GR 7
tersebut harus mencapai target-target atau tujuan kepentingan publik.
Untuk mendukung dilakukannya pengelolaan dana publik (public money)
yang mendasarkan konsep value for money, maka diperlukan sistem
pengelolaan keuangan Negara dan anggaran Negara yang baik. Hal tersebut
dapat tercapai apabila pemerintah memiliki sistem akuntansi yang baik.
c. Kejujuran dalam mengelola keuangan publik (probity).
Pengelolaan keuangan negara harus dipercayakan kepada staf yang
memiliki kejujuran dan integritas tinggi, sehingga praktik korupsi dapat
diminimalkan.
d. Transparansi.
Transparansi adalah keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakan
keuangan sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPR dan masyarakat.
Transparansi pengelolaan keuangan pada akhirnya akan menciptakan
horizontal accountability antara pemerintah dengan masyarakatnya
sehingga tercipta pemerintahan daerah yang bersih, efektif, efisien,
akuntabel, dan responsif terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat.
e. Pengendalian.
Penerimaan dan pengeluaran Negara (APBN) harus selalu dimonitor, yaitu
dibandingkan antara yang dianggarkan dengan yang dicapai. Untuk itu perlu
dilakukan analisis varians (selisih) terhadap penerimaan dan pengeluaran
daerah agar dapat sesegera mungkin dicari penyebab timbulnya varians dan
tindakan antisipasi ke depan.
Lebih lanjut Mardiasmo (2002) menegaskan bahwa prinsip-prinsip yang
mendasari pengelolaan keuangan negara tersebut harus senantiasa dipegang
teguh dan dilaksanakan oleh penyelenggara pemerintahan, karena pada
dasarnya masyarakat (publik) memiliki hak dasar terhadap pemerintah, yaitu:
a. Hak untuk mengetahui (right to know), yaitu:
 Mengetahui kebijakan pemerintah.
 Mengetahui keputusan yang diambil pemerintah.
 Mengetahui alasan dilakukannya suatu kebijakan dan keputusan tertentu.

GR 8
b. Hak untuk diberi informasi (right to be informed) yang meliputi hak untuk
diberi penjelasan secara terbuka atas permasalahan-permasalahan tertentu
yang menjadi perdebatan publik.
c. Hak untuk didengar aspirasinya (right to be heard and to be listened to).

Pelaksanaan MPN-G2 yang merupakan bagian dari Government Receipt


juga merupakan salah satu wujud pelaksanaan wewenang Menteri Keuangan
selaku Bendaharawan Umum Negara dalam mengelola penerimaan negara
berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan
Negara ini memanfaatkan tehnologi dalam 2 (dua) aktivitasnya yaitu:
a. Pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses
kerja dilakukan secara elektronis.
b. Pemanfaatan kemajuan teknologi informasi, agar pelayanan publik dapat
diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah
negara.
Melalui MPN-G2 pencatatan penerimaan negara sepenuhnya
menggunakan sistem switching dan billing. Sistem switching adalah sebuah
sistem yang mengatur lalu lintas data antar pihak dalam MPN-G2 System. Selain
itu, Sistem Switching juga bertugas melakukan rekonsiliasi antara MPN-G2
system dengan sistem di Collecting Agent. Sedangkan system Billing adalah
kombinasi perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan untuk
menghasilkan data tagihan bagi wajib pajak/wajib setor/wajib bayar, serta
menghasilkan laporan baik bagi manajemen (biller) maupun wajib pajak/wajib
setor/wajib bayar.
Sebagai salah alat pengelolaan keuangan Negara, arah Government
Receipt harus juga mengacu pada penyelenggaraan pemerintahan yang
berpedoman pada Asas Umum Penyelenggaraan Negara sebagaimana tertuang
dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara
yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu terdiri atas:
a. Asas kepastian hukum.
b. Asas tertib penyelenggara Negara.
GR 9
c. Asas kepentingan umum.
d. Asas keterbukaan.
e. Asas proporsionalitas.
f. Asas profesionalitas.
g. Asas akuntabilitas.
h. Asas efisiensi.
i. Asas efektivitas.

Dalam lingkup yang lebih kecil, Government Receipt juga diarahkan


dapat menjadi sebuah sub sistem yang mendukung bagi masing-masing eselon
I dalam rangka pembangunan sistem/project yang sedang dilaksanakan pada
masing-masing eselon I tersebut. Seperti diketahui bahwa sistem/project yang
sedang dibangun tersebut antara lain adalah Sistem Perbendaharaan dan
Anggaran Negara (SPAN) melalui Government Financial Management and
Revenue Administration Project (GFMRAP) pada Direktorat Jenderal
Perbendaharaan dan Direktorat Jenderal Anggaran, Project for Indonesia Tax
Administration Reform (PINTAR) pada Direktorat Jenderal Pajak serta Indonesia
National Single Window (INSW) pada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Aspek teknologi merupakan salah satu faktor penting dalam
pembangunan Government Receipt. Aspek teknologi ini terutama berkaitan
dengan infrastruktur baik perangkat keras maupun jaringan komunikasi data,
perangkat lunak aplikasi, sistem operasi dan database. Penggunaan masing-
masing aspek teknologi ini akan mempengaruhi proses pengelolaan
Government Receipt secara keseluruhan. Penetapan kebijakan untuk
menerapkan teknologi tertentu dalam implementasi Government Receipt akan
berdampak luas terhadap investasi yang telah dikeluarkan oleh masing-masing
instansi. Hal ini dapat menimbulkan pemborosan yang sangat besar dan
merugikan keuangan negara secara keseluruhan. Sebagaimana terjadi pada
negara-negara sedang berkembang alasan utama menurunnya penerimaan
pemerintah adalah kelemahan yang melekat dalam pengumpulan pendapatan
secara kelembagaan (Mudenda, 1994). Kebutuhan akan integrasi data dan
GR 10
informasi merupakan suatu keharusan di masa depan. Berkaitan dengan
kepentingan integrasi dan kolaborasi data dan informasi di antara unit eselon 1
terkait, perlu dirumuskan secara bersama metode dan teknologinya. Adanya
tuntutan interaksi data yang lebih luas dan komprehensif di antara unit eselon
1 terkait terutama dalam hal penggunaan data dan informasi secara bersama-
sama, seharusnya mendorong adanya kesepahaman dan keserempakan tindak
untuk menyelenggarakan Government Receipt tersebut. Pada sisi aplikasi, salah
satu wujudnya adalah layanan MPN-G2, perkembangan internet dan teknologi
pendukungnya menunjukkan kecenderungan pemanfaatan yang semakin luas.
Internet berkembang menjadi media yang kuat untuk komunikasi marketing
secara global (Angelides, 1997; Carey, 1998; Dou et al, 2002) Pengembangan
aplikasi berbasis web khususnya persiapan proses billing akan mempermudah
integrasi data dan informasi serta perlu mendapat perhatian secara memadai.
Hal penting lainnya dalam integrasi data dan informasi adalah
pengelolaan keamanan. Perlu dirumuskan sejak awal bagaimana skenario
pengelolaan keamanan data dan informasi yang dipertukarkan serta dampak-
dampaknya terhadap aplikasi dan sistem secara keseluruhan. Dalam konteks
keamanan ini, perlu dikembangkan prosedur-prosedur kerja sesuai kultur dan
nature dari teknologi informasi itu sendiri. Perumusanan teknologi informasi
dalam MPN berbasis elektronik akan berpengaruh besar dalam pengelolaan
keamanan dan efisiensi proses-prosesnya. Pengembangan konsep dan strategi
interoperabilitas merupakan salah satu agenda penting pengembangan MPN
secara menyeluruh untuk mencapai pemanfaatan data dan informasi yang
terintegrasi, aman dan efisien.
Mengingat pengembangan aplikasi MPN-G2 lingkupnya mencakup skala
cukup besar yang melibatkan beberapa unit eselon 1, maka diperlukan
kerangka komunikasi antar sub sistem aplikasi MPN untuk saling berhubungan
dan saling bekerjasama. Di samping itu, masing-masing sub sistem aplikasi
MPN-G2 tersebut lingkup fungsinya juga cukup besar (menyangkut semua hal
yang berhubungan dengan penerimaan negara yang ditatausahakan) sehingga

GR 11
dalam pembangunannya memungkinkan dilakukan secara berbeda, sehingga
diperlukan mekanisme komunikasi baku antar sub sistem, sehingga masing-
masing sub sistem aplikasi dapat saling bersinergi untuk membentuk layanan
MPN-G2 yang lebih besar dan kompleks. Oleh karena itu, dalam membangun
MPN-G2 selanjutnya diperlukan standardisasi kebutuhan pengembangan
sistem aplikasi yang akan menjamin bahwa komunikasi antar sistem aplikasi
tersebut dapat dilakukan.
Berikut adalah Standar Kebutuhan Sistem MPN-G2- yang harus dipenuhi
oleh setiap sub sistem MPN-G2:
a. Reliable, menjamin bahwa sub sistem akan dapat berjalan dengan handal,
robust terhadap kesalahan pemasukan data, perubahan sistem operasi dan
bug free.
b. Interoperable, menjamin bahwa sub sistem akan dapat saling berkomunikasi
serta bertukar data dan informasi dengan sub sistem lain untuk membentuk
sinergi sistem.
c. Scalable, menjamin bahwa sub sistem akan dapat dengan mudah
ditingkatkan kemampuannya, terutama penambahan fitur baru,
penambahan user dan kemampuan pengelolaan data yang lebih besar.
d. User Friendly, menjamin bahwa sub sistem akan mudah dioperasikan
dengan user interface (antar muka pengguna) yang lazim berlaku di
pemerintahan dan dan perbankan (collecting agent) sesuai dengan
kebiasaan bahasa dan budaya penggunanya.
e. Integrateable, menjamin bahwa sub sistem mempunyai fitur untuk
kemudahan integrasi dengan sub sistem lain, terutama untuk melakukan
transaksi pertukaran data dan informasi antar sub sistem MPN-G2, baik
dalam lingkup satu sub sistem dengan sub sistem lainnya.

MPN-G2 disusun berdasarkan pendekatan fungsional layanan dari


sistem penerimaan negara yang harus diberikan oleh pengelola MPN-G2
kepada masyarakatnya, dan urusan penatausahaan penerimaan negara serta
fungsi lain yang berhubungan dengan penerimaan negara secara keseluruhan,
GR 12
yang pada akhirnya diperlukan guna terselenggaranya sistem keuangan negara
yang baik dan efisien. Potensi penerapan MPN-G2 ini sangatlah besar, anggap
saja pada tahap awal penerapan MPN-G2 difokuskan kepada kota-kota besar
(ibukota provinsi) yang disadari bahwa wajib pajak/wajib setor/wajib bayar
lebih bersifat IT minded dan tingkat literacy yang dinilai cukup tinggi.
Berdasarkan data penerimaan negara yang ditatausahakan melalui MPN
diketahui bahwa pada sektor perkotaan inilah sebagian besar penerimaan
negara didapatkan. Berikut ini, dapat digambarkan sebaran data transaksi
penerimaan negara melalui MPN yang dibukukan pada KPPN di ibukota
provinsi.

Sumber: diolah dari data MPN Tahun 2008

Gambar 2.1. Sebaran data transaksi penerimaan negara melalui MPN

Data tersebut belum termasuk kota-kota (bukan KPPN ibukota provinsi)


yang memberikan kontribusi penerimaan negara yang relatif cukup besar
seperti pada KPPN Tangerang, Bogor, Bekasi, maupun KPPN lainnya di Pulau
Jawa. Tentunya nilai tersebut diatas akan jauh lebih besar lagi. Dengan
demikian, penerapan MPN-G2 kiranya sudah menjadi keharusan dalam
pengelolaan penerimaan negara saat ini.

GR 13
BAB III
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA SAAT INI

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 100/KMK.01/2008 tentang


Struktur Organisasi Departemen Keuangan, tugas dan fungsi masing-masing unit
eselon I terkait dalam rangka penatausahaan dan pengelolaan penerimaan negara
adalah sebagai berikut:
1. Direktorat Jenderal Pajak.
a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang perpajakan.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakan.
c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria, dan prosedur di bidang
perpajakan.
2. Direktorat Jenderal Bea dan Cukai
a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang kepabeanan
dan cukai.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang kepabeanan dan cukai.
3. Direktorat Jenderal Anggaran
a. Pelaksanaan penagihan dan atau pemungutan di bidang PNBP.
b. Penatausahaan di bidang PNBP dan subsidi yang ditugaskan pada direktorat.
4. Direktorat Jenderal Perbendaharaan
a. Penyusunan petunjuk teknis di bidang penerimaan dan pengeluaran kas.
b. Pengendalian dan monitoring pelaksanaan sistem penerimaan negara.
Dari tugas dan fungsi masing-masing unit eselon I tersebut diatas terlihat jelas
bahwa Direktorat Jenderal Perbendaharaan mempunyai tugas dan fungsi yang lebih
spesifik dan menyeluruh dalam rangka pelaksanaan sistem penerimaan negara
terutama terkait dengan penerimaan kas dibandingkan unit eselon I lainnya. Unit
eselon I lainnya (DJP, DJBC, dan DJA) dibatasi oleh ruang lingkup bidang tugas dan
fungsi dimana sebagian besar tugas dan fungsi tersebut adalah melakukan penyiapan
perumusan kebijakan yang sekaligus melaksanakan dari pada kebijakan tersebut
sesuai dengan bidang tugas dan fungsi masing-masing unit eselon I. Sudah
GR 14
sewajarnya jika sistem penerimaan negara secara keseluruhan haruslah dirancang
dan dikendalikan oleh DJPBN dan tentunya dikoordinasikan dengan pihak-pihak
terkait termasuk DJP, DJBC, DJA, bank/pos persepsi dan pihak lainnya.
Dalam rangka penatausahaan penerimaan negara tersebut telah ditetapkan
ketentuan penatausahaan penerimaan negara yaitu diantaranya melalui Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara dan
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang
Penatausahaan Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan Negara.
Konsep pembangunan MPN pada awalnya adalah menciptakan suatu sistem
penerimaan negara yang terintegrasi dengan menggunakan satu database, dimana
sebelumnya sistem penerimaan negara dikelola secara terpisah oleh masing-masing
unit eselon I di lingkungan Departemen Keuangan, yaitu Direktorat Jenderal Pajak
dengan MP3-nya, Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan EDI-nya dan Direktorat
Jenderal Perbendaharaan dengan SISPEN-nya. Adapun penatausahaan penerimaan
negara melalui MPN (existing) dapat digambarkan sebagai berikut:
3.1. MPN Untuk Setoran Non PBB/BPHTB (existing)

Gambar 3.1. Alur Penerimaan Negara melalui MPN untuk


setoran Non PBB/BPHTB (existing)
GR 15
Catatan:
LHP : Laporan Hasil Penerimaan, yang terdiri dari rekapitulasi penerimaan
dan pelimpahan, rekapitulasi nota kredit, DNP dan BPN.
ADK : Arsip Data Komputer, yang berisikan data transaksi penerimaan negara.
LKP : Laporan Kas Posisi yang memuat data penerimaan dan pengeluaran.

Adapun Penjelasan gambar alur penerimaan negara tersebut di atas


dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Wajib pajak/wajib bayar/wajib Setor/bendahara penerimaan dapat
melakukan pembayaran setiap saat melalui bank/pos persepsi yang
terhubung dengan MPN.
2. Informasi mengenai data transaksi penerimaan negara disampaikan oleh
bank/pos persepsi ke dalam sistem MPN. Setelah menerima pembayaran
setoran oleh wajib pajak/wajib pajak/wajib bayar/wajib setor/bendahara
penerimaan, maka bank/pos persepsi melakukan pelaporan transaksi
penerimaan negara (memproses NTPN) berupa pajak kepada sistem MPN
dengan menyertakan NTB (Nomor Transaski Bank) dan NTP (Nomor
Transaksi Pos). Sistem MPN kemudian menerbitkan dan menyampaikan
Nomor Transaski Penerimaan Negara (NTPN) kepada bank/pos persepsi.
3. Selanjutnya, bank/pos persepsi melakukan pelimpahan kas setiap hari ke
rekening 501 pada Bank Indonesia.
4. Bank/pos persepsi melakukan pelaporan kepada KPPN dalam bentuk
Laporan Harian Penerimaan (LHP) dan Arsip Data Komputer (ADK) untuk di
tatausahakan. Dalam hal terjadi kesalahan perekaman atas elemen-elemen
data, maka Bank/Pos melakukan prosedur pembalikan (reversal) sebelum
dilakukan penyampaian LHP ke KPPN.
5. KPPN mengesahkan data penerimaan yang berasal dari potongan SPM (e-
Pay Point) yang sudah diterbitkan SP2D-nya untuk mendapatkan NTPN
paling lambat setiap akhir hari kerja.
6. Selanjutnya dari rekening Kas Negara (501) di Bank Indonesia, pelimpahan
kas ke RKUN dilakukan dengan fasilitas transfer Bank Indonesia.
GR 16
7. KPPN menyampaikan LKP (Laporan Kas Posisi) yang memuat data
penerimaan ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
8. Bank Indonesia mengeluarkan rekening Koran (nota Kredit) untuk
disampaikan kepada Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
9. Selanjutnya dilakukan rekonsiliasi antara Direktorat Pengelolaan Kas Negara
dengan sistem MPN mengenai data penerimaan negara.

3.2. MPN Untuk Setoran PBB/BPHTB (Existing)

Gambar 3.2. Alur Penerimaan Negara melalui MPN untuk setoran Non
PBB/BPHTB (existing) untuk setoran PBB/BPHTB

Catatan:
LHP : Laporan Hasil Penerimaan, yang terdiri dari rekapitulasi penerimaan
dan pelimpahan, rekapitulasi nota kredit, DNP dan BPN.
ADK : Arsip Data Komputer, yang berisikan data transaksi penerimaan negara.
LKP : Laporan Kas Posisi yang memuat data penerimaan dan pengeluaran.
GR 17
Keterangan gambar untuk setoran PBB/BPHTB (existing) tersebut di atas
sebagai berikut:
1. Wajib Pajak (WP)/Wajib Bayar (WB)/Wajib Setor (WS)/Bendahara
Penerimaan dapat melakukan pembayaran setiap saat melalui Bank/Pos
yang terhubung dengan MPN.
2. Informasi mengenai data transaksi penerimaan negara disampaikan oleh
bank/pos persepsi ke dalam MPN. Setelah menerima pembayaran setoran
oleh WP)/WB/WS/Bendahara Penerimaan, maka Bank/pos persepsi
melakukan pelaporan transaksi penerimaan negara (memproses NTPTN)
berupa pajak kepada MPN dengan menyertakan NTB (Nomor Transaski
Bank) dan NTP (Nomor Transaksi Pos). MPN kemudian menerbitkan Nomor
Transaski Penerimaan Negara (NTPN) kepada bank/pos persepsi.
3. Selanjutnya, bank/pos persepsi melakukan pelimpahan kas ke rekening Bank
Operasional III (BO III) setiap hari Jumat atau hari kerja berikutnya jika hari
Jumat adalah hari libur.
4. Bank/pos persepsi melakukan pelaporan kepada KPPN dalam bentuk
Laporan Harian Penerimaan (LHP) dan Arsip Data Komputer (ADK) untuk di
tatausahakan. Dalam hal terjadi kesalahan perekaman atas elemen-elemen
data, maka Bank/Pos dapat melakukan prosedur pengembalian (reversal)
maupun perbaikan data sebelum LHP disampaian kepada KPPN.
5. Selanjutnya, dilakukan rekonsiliasi antara Bank/pos persepsi dengan KPPN
perihal penerimaan PBB/BPHTB.
6. KPPN menyampaikan LKP (Laporan Kas Posisi) yang memuat data
penerimaan ke Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
7. Berdasarkan LHP dan ADK yang diterima dari Bank/pos persepsi, KPPN
menerbitkan SP2D Bagi Hasil PBB/BPHTB kepada BO III.
8. BO III mentransfer bagian Pemda secara langsung sedangkan untuk bagian
pemerintah, pusat BO III melakukan transfer kepada Rekening 501 di KBI.
9. Selanjutnya BO III menyampaikan rekening Koran (Nota Kredit/Debet)
kepada KPPN.

GR 18
10. Bagi hasil untuk pemerintah pusat selanjutnya ditransfer ke Rekening KUN
di Bank Indonesia.
11. Bank Indonesia menyampaikan rekening Koran (Nota Kredit) kepada
Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
12. Selanjutnya dilakukan rekonsiliasi antara Direktorat Pengelolaan Kas
Negara dengan sistem MPN sehubungan dengan data penerimaan negara.

GR 19
BAB IV
PENATAUSAHAAN PENERIMAAN NEGARA DALAM RANGKA PELAKSANAAN
SISTEM PERBENDAHARAAN DAN ANGGARAN NEGARA (SPAN)

Sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor


02/PMK.05/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor
99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara disebutkan bahwa Modul
Penerimaan Negara adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur
mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran
sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan penerimaan negara dan
merupakan bagian dari SPAN. Pada pelaksanaannya, Sistem MPN diharapkan mampu
menatausahakan penerimaan negara secara cepat, mudah, tepat dan efisien
sehingga dapat menyajikan laporan yang transparan dan akuntabel.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2010 tentang
Pelaksanaan Rekening Penerimaan KPPN Bersaldo Nihil dalam rangka Penerapan
Treasury Single Account (TSA). Pelaksanaan rekening penerimaan bersaldo nihil
meliputi semua rekening penerimaan KPPN selaku kuasa BUN di daerah pada bank
persepsi/bank devisa persepsi/pos persepsi kecuali rekening penerimaan yang
menampung penerimaan PBB dan BPHTB. Rekening tersebut dioperasikan sebagai
rekening bersaldo nihil, yang seluruh penerimaannya wajib dilimpahkan ke Rekening
501.00000X Sub Rekening KUN. Bank Persepsi/Bank Devisa Persepsi/Pos Persepsi
mitra kerja KPPN wajib melimpahkan seluruh penerimaan negara pada Rekening
Penerimaan ke Rekening 501.00000X Sub Rekening KUN KPPN pada Kantor Bank
Indonesia pada akhir hari kerja bersangkutan.
Dalam rangka menerapkan TSA sebagimana diuraikan di atas, penerimaan
yang berasal dari wajib bayar/wajib pajak/harus disetorkan melalui bank/pos
persepsi untuk segera dilimpahkan ke Rekening KUN di Bank Indonesia. Adapun
mekanisme penerapan TSA terkait dengan penerimaan negara dapat dijelaskan
dengan gambar sebagai berikut:

GR 20
Gambar 4.1. Pelaksanaan TSA Pada Penatausahaan Penerimaan Negara

Penjelasan dari gambar tersebut di atas dapat diuraikan sebagai berikut:


1. Wajib bayar/wajib pajak melakukan penyetoran tagihan/utangnya ke bank/pos
persepsi atau bank persepsi PBB yang ditunjuk.
2. Pada setiap akhir hari kerja, bank/pos persepsi melimpahkan seluruh penerimaan
pada hari tersebut ke rekening SubRKUN (501 terpusat) di Bank Indonesia dan
selanjutnya bank persepsi tersebut menyampaikan Laporan Harian Penerimaan
(LHP) kepada KPPN mitra yang ditunjuk setiap akhir hari kerja atau esok harinya
paling lambat pukul 09.00 waktu setempat.
3. Untuk bank persepsi PBB menyampaikan Laporan Harian Penerimaan (LHP)
kepada KPPN mitranya setiap akhir hari kerja atau esok harinya paling lambat
pukul 09.00 waktu setempat. Sedangkan pelimpahan penerimaan dilakukan per
minggu (hari Jumat berikutnya) ke Bank Operasional III (BO III).
4. Untuk penerimaan PBB, BO III memberikan laporan penerimaan PBB setiap
harinya kepada KPPN serta membagi habis penerimaan tersebut sesuai
ketentuan berlaku.

GR 21
5. Selanjutnya dilakukan rekonsiliasi antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan cq.
Direktorat PKN dengan Bank Indonesia terkait dengan pencatatan penerimaan
negara dengan kas yang diterima.

Dengan diberlakukannya Treasury Single Account (TSA), diharapkan


pengelolaan penerimaan negara akan berjalan secara sederhana dan efisien.
Opportunity cost yang terjadi akibat adanya idle cash. Pengelolaan rekening
penerimaan yang efisien akan meminimalkan selang waktu (gap) penerimaan negara
sampai ke rekening kas negara. Dengan demikian, negara akan memperoleh
keuntungan terkait dengan TSA antara lain dari remunerasi yang diperoleh dari
terkumpulnya uang pada satu rekening serta mampu menjamin adanya ketersediaan
dana terkait dengan perencanaan pengeluaran/belanja dan pembayaran angsuran
pokok hutang dan bunganya. Hal tersebut dapat mengurangi biaya pinjaman (cost of
capital) sehingga pada akhirnya mampu mengurangi beban keuangan negara.
Adapun penerimaan negara sejalan dengan akan dilaksanakannya SPAN dan
MPN G2 dikelompokkan menjadi 3 bagian yaitu penerimaan negara melalui Bank
Indonesia, Bank Persepsi dan KPPN sebagaimana dijelaskan dalam gambar berikut:

Gambar 4.2. Penatausahaan Pada Penerimaan Negara (Future)


GR 22
Adapun gambar proses bisnis penatausahaan pada penerimaan negara di
atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penerimaan negara melalui bank/pos persepsi dapat langsung ditatausahakan
melalui sistem MPN G2 maupun dalam sistem MPN G1 khusus untuk penerimaan
PBB maupun penerimaan lain yang belum bisa dilaksanakan di MPN G2.
2. Selanjutnya dilakukan transfer informasi transaksi penerimaan negara secara
interface/batch dari MPN G2 ke dalam sistem SPAN. Khusus untuk penerimaan
PBB atau penerimaan lain yang masih dikelola dalam sistem MPN G1,
penyampaian informasi untuk pencatatan penerimaan dilakukan secara
konvensional (saat ini) dengan mengunggah LHP/ADK.
3. Adapun untuk penerimaan negara yang tidak dapat langsung ditatausahakan
melalui sistem MPN G2 maupun MPN G1 (melalui bank/pos persepsi) seperti
penerimaan negara melalui Bank Indonesia dan penerimaan negara melalui
potongan SPM (termasuk pengembalian pendapatan), maka penatausahaan
penerimaan negara tersebut terlebih dahulu ditatausahakan pada sistem yang
dimiliki oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam hal ini SPAN dan pada
tahap selanjutnya informasi tentang penerimaan negara dimaksud dapat
disampaikan seperlunya ke sistem MPN G2 apabila diperlukan itupun sebatas
penerimaan negara terkait penerimaan perpajakan.
4. Rancangan koneksitas tersebut didasarkan oleh konsep proses bisnis masing-
masing jenis penerimaan yang ditatausahakan yang tentunya mengutamakan
prinsip pelayanan terhadap stakeholders (Satker, Bank Indonesia, WP/WS/WB).
Khusus untuk penerimaan negara melalui KPPN, pencatatan penerimaannya akan
dilakukan oleh Modul Manajemen Pembayaran (Payment Management) karena
penerimaan tersebut merupakan bagian dari proses pencairan pembayaran.

4.1. Penatausahaan Penerimaan Melalui Setoran Pada Bank/Pos Persepsi.


Ruang lingkup Sistem Penerimaan Negara (MPN G1) sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul
Penerimaan Negara ini meliputi beberapa penerimaan negara sebagai berikut:
a. Penerimaan Pajak.
GR 23
Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak
dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. Yang termasuk dalam
klasifikasi penerimaan pajak (non PBB/BPHTB) adalah: Pajak Penghasilan
(PPh), Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa (PPN), Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (PPn-BM), Pajak Ekspor dan pajak lainnya. Dokumen yang
digunakan sebagai dasar pencatatan penerimaannya adalah Surat Setoran
Pajak (SSP).
b. Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
PBB adalah Pajak Negara yang dikenakan terhadap bumi dan atau bangunan
berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 1994 yang terdiri dari:
 PBB Pedesaan
 PBB Perkotaan
 PBB Perkebunan
 PBB Kehutanan
 PBB Pertambangan
 Pendapatan PBB Lainnya.
Dokumen yang digunakan sebagai dasar pencatatan penerimaannya adalah
Surat Setoran Pajak Bumi dan Bangunan (SSPBB).
c. Penerimaan Bea dan Cukai.
Surat Setoran Pabean, Cukai, Surat Setoran Cukai atas Barang kena Cukai
(SSPCP) digunakan sebagai dokumen untuk pencatatan penerimaan dalam
rangka impor berupa bea masuk, bea masuk dari SPM Hibah, denda
administrasi, penerimaan pabean lainnya, cukai, penerimaan cukai lainnya,
jasa pekerjaan, bunga dan PPh pasal 22 impor, PPN impor serta PPNBM
Impor. Sedangkan untuk penerimaan cukai digunakan Surat Setoran Cukai
Atas Barang Kena Cukai dan PPN Hasil Tembakau (SSCP).
d. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Pengertian PNBP berdasarkan Pasal (1) angka (1) Undang-undang Nomor 20

GR 24
Tahun 1997 yang dimaksud dengan PNBP adalah seluruh penerimaan
pemerintah Pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Dokumen
yang digunakan sebagai dasar pencatatan penerimaannya adalah Surat
Setoran Bukan Pajak (SSBP). Saat ini PNBP dapat dikelompokkan menurut
sifat pemungutannya dalam dua kelompok besar yaitu:
1) PNBP umum yaitu PNBP yang secara umum terdapat pada setiap
departemen/lembaga seperti: penerimaan penjualan seperti penjualan
barang yang dihapuskan, penjualan kenderaan bermotor; penerimaan
sewa seperti sewa rumah dinas, sewa gedung dan sewa barang milik
negara lainnya dan penerimaan lain-lain.
2) PNBP fungsional yaitu PNBP yang bersumber dari hasil penyelenggaraan
tugas/fungsi teknis suatu departemen/lembaga seperti: penerimaan
rutin luar negeri seperti penerimaan visa/paspor, penerimaan
pemeriksaan, penerimaan khusus seperti pembagian laba BUMN,
penerimaan kembali pinjaman dan lain-lain.
e. Penerimaan Non Anggaran (PFK).
PFK adalah sejumlah dana yang dipotong langsung dari gaji pokok pegawai
negeri dan tunjangan keluarga, serta iuran asuransi kesehatan yang disetor
oleh provinsi/kabupaten/kota untuk disalurkan kepada Pihak Ketiga.
Penerimaan PFK meliputi Pegawai pusat dan pegawai daerah. Namun
demikian masih terdapat penerimaan PFK yang berasal dari pengembalian
SP2D. Pengelolaan PFK meliputi penerimaan, pengujian, pengembalian
penerimaan, dan penetapan perhitungan rampung (definitif). Adapun
Penerimaan dan pengembalian penerimaan PFK merupakan transaksi non
anggaran dan pencairannya tidak memerlukan DIPA. Dokumen sumber
penerimaan PFK adalah Surat Perintah Membayar Langsung (SPM-LS).
f. Penerimaan Pengembalian Sisa UP.
Penerimaan Negara melalui Bank/Pos Persepsi untuk pengembalian sisa
Uang Persediaan (UP) diakui ketika uang masuk ke rekening kas negara pada
bank/pos persepsi sebagai pengembalian sisa UP.

GR 25
g. Penerimaan Pengembalian Belanja.
1) Pengembalian Belanja Tahun Anggaran Berjalan.
 Berdasarkan ADK dari bank/pos persepsi, KPPN mengurangi realisasi
belanja Satker bersangkutan tanpa mengembalikan pagu DIPA.
 Untuk mengembalikan pagu, harus ada permintaan tertulis dari Satker
ke KPPN yang melampirkan secara lengkap kode akun belanja
bersangkutan (CoA). Dokumen sumbernya adalah SSBP dengan
melampirkan nomor SPM, Surat Pertanggungjawaban Mutlak dan
NTPN setorannya.
 KPPN mengembalikan pagu DIPA satker bersangkutan dengan
melengkapi segmen akun dalam account (CoA) di SPAN sesuai dengan
belanja sebelumnya.
2) Pengembalian Belanja Tahun Anggaran Yang lalu.
Pengembalian belanja pada tahun anggaran yang lalu tidak bisa
menambah pagu belanja pada tahun anggaran berjalan.
Jenis-jenis penerimaan di atas disetor oleh perorangan/badan dan/atau
Bendahara melalui Bank Persepsi/Devisa Persepsi/Pos Persepsi dan penerimaan
yang berasal dari SPM yang dibukukan oleh KPPN.

4.1.1. Proses Bisnis Penerimaan Negara Yang Ditatausahakan Dalam MPN


melalui Bank/Pos Persepsi (MPN G1/Existing)
Sejalan dengan penyempurnaan MPN G2 yang dimodifikasi
sedemikian rupa yang menggunakan sistem billing, switching dan
berbagai fitur lainnya, tidak serta merta mengeliminasi keberadaan dari
MPN G1 (existing). Sebab tidak semua penerimaan negara akan
ditatausahakan melalui MPN G2, terutama terkait dengan penerimaan
dari sektor PBB yang masih melibatkan keberadaan dari Bank
Operasional III (BO III) dimana penerimaan PBB kedepannya tidak lagi
dikelola oleh pemerintah pusat dan akan diserahkan sepenuhnya ke
daerah masing-masing sesuai amanat Undang-undang Nomor 28 Tahun
2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Dengan demikian pada

GR 26
saat pelaksanaan MPN G2 nanti, MPN G1 tetap dijalankan dalam rangka
mengantisipasi apabila tidak semua sistem pembayaran dapat dilakukan
secara penuh pada saat diimplementasikannya SPAN.
Dalam gambar maupun dalam penjelasan pada bagian ini kurang
banyak menyinggung MPN G1, dikarenakan alur pencatatan penerimaan
tidak secara langsung melibatkan MPN G1, atau dengan kata lain bahwa
pencatatan penerimaan melalui KPPN dilakukan berdasarkan pada data
penerimaan yang disampaikan oleh bank/pos persepsi melalui Laporan
Harian Penerimaan (LHP) dan Arsip Data Komputer (ADK). Berikut adalah
gambar alur penatausahaan penerimaan negara baik penerimaan pajak
maupun non-pajak yang belum menggunakan sistem pembayaran
secara elektronik (sistem pembayaran billing).

Gambar 4.3. Alur Penatausahaan Penerimaan Negara Yang


Ditatausahakan Dalam MPN Melalui Bank Persepsi (Existing)

Adapun keterangan dari gambar tersebut di atas adalah:


1. Wajib bayar/wajib pajak/wajib setor melakukan pembayaran setiap
saat melalui bank/pos persepsi.
GR 27
2. Berdasarkan setoran dan data yang diterima, Bank Persepsi
melimpahkan uang ke Rekening Sub RKUN (501 terpusat) di Bank
Indonesia.
3. Selanjutnya pada saat yang sama penerimaan tersebut langsung
dilimpahkan ke Rekening RKUN (502) pada Bank Indonesia.
4. Bank/pos persepsi melakukan pelaporan kepada KPPN dalam bentuk
LHP dan ADK untuk di tatausahakan. Dalam hal terjadi kesalahan
perekaman atas elemen-elemen data, maka bank/pos persepsi
melakukan prosedur reversal sesuai ketentuan sebelum dilakukan
penyampaian LHP ke KPPN.
5. Bank Indonesia mengeluarkan rekening koran (nota kredit) untuk
disampaikan kepada Direktorat Pengelolaan Kas Negara.
6. Selanjutnya dengan menggunakan rekening Koran (nota Kredit)
tersebut, dilakukan rekonsiliasi antara Direktorat Pengelolaan Kas
Negara dengan sistem MPN mengenai data penerimaan negara.

Rekening Sub RKUN (501) Terpusat


Seperti yang terlihat pada gambar diatas bahwa terdapat
rekening Sub RKUN (501). Rekening 501 tersebut nantinya hanya ada
satu rekening saja yaitu rekening 501 terpusat yang dibuka di Bank
Indonesia. Berbeda dengan rekening 501 yang ada saat ini dimana
masing-masing KPPN (KPPN KBI) mempunyai dan mengelola rekening
501 yang dibuka di Kantor Bank Indonesia (KBI) sebagai mitranya.
Dengan demikian bahwa nantinya KPPN tidak perlu lagi mengelola
rekening 501 pada KBI, rekening 501 terpusat akan dikelola langsung
secara terpusat oleh Direktorat PKN. Setiap pelimpahan dari bank/pos
persepsi akan selalu dilimpahkan langsung dari rekening KPPN (MPN G1)
pada masing-masing bank/pos persepsi ke rekening Sub RKUN (501
terpusat) pada Bank Indonesia. Dengan digunakan Sub RKUN 501
terpusat ini, selain efisiensi terhadap pengelohan rekening pemerintah

GR 28
yang terpenting juga adalah mendukung terlaksananya konsep Treasury
Single Account secara penuh.
Pencatatan penerimaan melalui bank/pos persepsi (existing)
menggunakan cash basis dengan contoh jurnal pencatatan berikut:

Jenis
No Jurnal SAKUN Jurnal SAU
Penerimaan
1. Pajak (non Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KUN
PBB/BPHTB) (KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Penerimaan PPN
Cr. Penerimaan PPN Dalam Negeri
Dalam Negeri (411211) (411211)
2. BPHTB Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KUN
(KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Pendapatan BPHTB
Cr. Pendapatan BPHTB Perkotaan (411411)
Perkotaan (411411)
3. PNBP Umum Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KU
(KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Pendapatan + uraian
Cr. Pendapatan + Uraian akun
Akun (4XXXXX)
4. PNBP Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KUN
Fungsional (KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Pendapatan + uraian
Cr. Pendapatan + Uraian akun
Akun (4XXXXX)
5. Bea dan Cukai Dr. Kas di KUN Dr. Utang kepada KUN
(KPPN/BUN/REKSUS) Cr. Pendapatan + uraian
Cr. Pendapatan + Uraian akun
Akun (4XXXXX)
6. PFK Dr. Kas di KPPN
Cr. Penerimaan PFK
(811xxx)
7. Penerimaan Dr. Kas di KUN Dr. Uang Muka dari KUN
Pengembalian (KPPN/BUN/REKSUS) (KPPN/BUN/REKSUS)
Sisa UP
Cr. Penerimaan Transito Cr. Kas di Bendahara
(8151xx) Pembayar
8. Penerimaan Dr. Kas di KPPN/BUN Dr. Piutang Kepada KUN
Pengembalian Cr. Pengembalian Belanja Cr. Pengembalian +
Belanja
+ Uraian Akun Uraian Akun (5XXXXX)
(5XXXXX)

Tabel 4.1 : Jurnal Pencatatan Transaksi Penerimaan (Existing)


GR 29
4.1.2. Penerimaan PBB Melalui BO III (MPN G1).
Untuk penerimaan dari sektor Pajak Bumi dan Bangunan (PBB),
alur penatausahaan penerimaannya agak berbeda dengan penerimaan-
penerimaan pada umumnya. Keberadaan Bank Operasional III (BO III)
masih dipertahankan mengingat fungsinya antara lain sebagai pihak
yang melakukan pembayaran bagi hasil atas realisasi penerimaan PBB.
Adapun alur penatausahaan penerimaan dari sektor PBB dapat
dijelaskan dengan gambar berikut:

Gambar 4.4. Alur penatausahaan penerimaan dari sektor PBB

Adapun keterangan gambar alur di atas adalah sebagai berikut:


1. Wajib pajak membayar tagihan PBB melalui bank/pos persepsi,
untuk beberapa jenis PBB misalnya PBB pedesaan, pembayaran
dapat ditampung dulu sementara pada tempat pembayaran (TP)
sebelum disetor ke bank persepsi PBB secara berkala (mingguan).
2. Bank Persepsi menerima setoran PBB mulai hari Jumat sampai
dengan hari Kamis pada minggu berikutnya. Dari hasil penerimaan

GR 30
PBB tersebut, selanjutnya bank persepsi melimpahkan penerimaan
PBB pada hari jumat di minggu berikutnya ke BO III.
3. Pada hari Jumat minggu berikutnya paling lambat pukul 10.00 waktu
setempat, bank persepsi PBB menyampaikan Laporan Harian
Peneruimaan (LHP) ke mitra KPPN yang terdiri dari rekapitulasi
penerimaan, Daftar Nominatif Penerimaan (DNP), Rekening Koran,
Nota Kredit, Nota Debit, BPN, Bukti Setoran, yang disertai dengan
ADK.
4. Selanjutnya dilakukan upload ADK yang disampaikan oleh Bank
Persepsi PBB yang dilakukan pada Modul Government Receipt
(SPAN). Kemudian KPPN atau unit khusus yang ditunjuk melakukan
pemeriksaan realisasi penerimaan PBB tersebut sebagai dasar
penerbitan SPM Dana Bagi Hasil Pajak Bumi dan Bangunan (DBH
PBB). Selanjutnya KPPN mengeluarkan SP2D bagi hasil PBB sebagai
dasar bagi BO III dalam melakukan transfer bagi hasil PBB sesuai
dengan bagian pemerintah pusat maupun Pemda (Termasuk upah
pungut). Penerbitan SP2D DBH PBB tersebut dilakukan dalam Modul
Payment Management (PM).
5. Adapun bagi hasil untuk Pemda ditransfer secara periodik
(mingguan) langsung kepada Pemda sesuai dengan porsi bagi hasil
atas realisasi penerimaan PBB tersebut.
6. Untuk penerimaan yang menjadi bagian pusat, transfer kas akan
dilakukan oleh BO III ke rekening sub RKUN 501 pada Bank Indonesia.
7. Selanjutnya bagian pusat terkait bagi hasil realisasi penerimaan PBB
tersebut tersebut dilimpahkan ke RKUN pada Bank Indonesia.

Peruntukan bagi hasil realisasi penerimaan PBB akan dibagikan


pusat, pemerintah propinsi, kabupaten/kota, dan upah pungut
berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-
39/PB/2009 tentang Pembagian Hasil PBB dan BPHTB antara Pusat dan
Daerah yaitu sebagai berikut:
GR 31
Bagi Hasil PBB Rasio
A. Bagian Pusat 10%
B. Bagian Daerah: 90%
1. Daerah provinsi yang bersangkutan . 16,2%
2. Daerah kabupaten/kota yang bersangkutan . 64,8%
3. Biaya Pemungutan. 9%
Peruntukan biaya pemungutan PBB adalah sebagai berikut:
a. Pembagian untuk obyek pajak sektor pedesaan
Bagian Ditjen Pajak sebesar 10% dan bagian daerah sebesar 90%.
b. Untuk obyek pajak sektor perkotaan.
Bagian Ditjen Pajak sebesar 20% dan bagian daerah sebesar 80%.
c. Untuk obyek pajak sektor perkebunan.
Bagian Ditjen Pajak sebesar 60% dan bagian daerah sebesar 40%.
d. Untuk obyek pajak sektor perhutanan.
Bagian Ditjen Pajak sebesar 65% dan bagian daerah sebesar 35%.
e. Untuk obyek pajak sektor pertambangan.
Bagian Ditjen Pajak sebesar 70% dan bagian daerah sebesar 30%.
C. Pembagian Khusus untuk DKI Jakarta: 90%
1. Daerah Propinsi DKI. 81%
2. Biaya Pemungutan. 9%
Peruntukan biaya pemungutan PBB adalah sebagai berikut:
a. Untuk obyek pajak sektor pedesaan.
Bagian Ditjen Pajak sebesar 10% dan bagian DKI sebesar 90%.
b. Untuk obyek pajak sektor perkotaan.
Bagian Ditjen Pajak sebesar 20% dan bagian DKI sebesar 80%.
c. Untuk obyek pajak sektor perkebunan.
Bagian Ditjen Pajak sebesar 60% dan bagian DKI sebesar 40%.
d. Untuk obyek pajak sektor perhutanan.
Bagian Ditjen Pajak sebesar 65% dan bagian DKI sebesar 35%.
e. Untuk obyek pajak sektor pertambangan.
Bagian Ditjen Pajak sebesar 70% dan bagian DKI sebesar 30%.

Tabel 4.2. Pembagian Hasil PBB antara Pusat dan Daerah

Berdasarkan formulasi di atas, SPAN akan melakukan perhitungan


otomatis secara sistem dan membuat daftar rincian bagi hasil menurut
KPPN yang bersangkutan dengan rincian per kabupaten/kota termasuk
untuk bagian bagian pusat, pemerintah propinsi dan upah pungut.
Penerimaan PBB diakui pada waktu uang masuk ke rekening kas negara
pada bank/pos persepsi sebagai penerimaan/pendapatan negara. Dalam
MPN existing, pencatatan penerimaan PBB menggunakan SSPBB sebagai
GR 32
dokumen sumber, sedangkan dalam MPN-G2 hanya menggunakan Bukti
Penerimaan Negara (BPN). Adapun akun yang akan digunakan dalam
pencatatan penerimaan PBB adalah 4113xx, pencatatan penerimaan
PBB tersebut dilakukan pada saat data penerimaan (ADK) dari bank
persepsi PBB di-upload ke dalam SPAN pada Modul GR. Adapun jurnal
pencatatan penerimaan PBB tersebut sebagai berikut:

Cash/Accrual Basis Journal

Dr. Kas di Rekeing Kas Umum Negara (1xxxxx)


Cr. Kas dalam perjalanan (cash in transit) (1xxxxx)

4.1.3. Penerimaan Negara melalui Bank Persepsi Valuta Asing.


Saat ini, Modul Penerimaan Negara (MPN) belum
mengakomodasi penerimaan negara dengan menggunakan valuta asing.
Dan untuk melaksanakan setoran penerimaan negara dengan
menggunakan valuta asing saat ini Direktorat Jenderal Perbendarahaan
(Dit. PKN) sedang menyusun peraturan terkait tata cara pelaksanaan
setoran penerimaan negara dengan valuta asing khusunya terkait
penerimaan pajak maupun bukan pajak termasuk pengembalian belanja.
Pada dasarnya penatausahaan penerimaan negara dengan
menggunakan valuta asing ini tidak jauh berbeda dengan penatausahaan
penerimaan negara melalui bank/pos persepsi seperti saat ini (MPN G1)
dilakukan oleh KPPN. Hanya saja mungkin valuta asing yang baru dapat
diterapkan masih sebatas mata uang US Dollar (USD). Namun
kedepannya akan dimungkinkan bagi bank persepsi untuk menerima
setoran dalam valuta asing lainnya.
Beberapa hal yang berbeda lainnya dalam pelaksanaan
penatausahaan setoran penerimaan negara dengan menggunakan
valuta asing tersebut, antara lain sebagai berikut:
1) Pemerintah (Kuasa BUN Pusat) menunjuk bank umum selaku bank
persepsi valuta asing sesuai dengan ketentuan dan kriteria tertentu

GR 33
(misalnya: memiliki cabang diluar negeri yang on line dengan kantor
pusatnya dan terhubung dengan sistem MPN);
2) Pemerintah (Kuasa BUN Pusat) membuka satu rekening kas negara
pada kantor pusat bank persepsi atau salah satu kantor cabang di
Indonesia (Jakarta) yang ditunjuk sebagai bank persepsi valuta asing
koordinator untuk menampung setoran penerimaan negara valuta
asing dari para wajib pajak/wajib setor/wajib bayar. Tentunya
rekening tersebut dibuka satu rekening untuk masing-masing valuta
asing yang akan diterapkan dalam sistem penerimaan negara
dimaksud termasuk dalam hal penyampaian laporan penerimaannya
(LHP). Hal ini sejalan dengan rencana penerapan MPN yang
disempurnakan melalui MPN G2 dan mendukung pelaksanaan
Treasury Single Account (TSA).
3) Untuk menampung pelimpahan penerimaan negara dengan
menggunakan valuta asing tersebut ke Rekening Kas Umum Negara
(RKUN) maka pelimpahan dilakukan ke RKUN valuta asing pula
(RKUN Valas USD 600.xxxxxxxx) atau rekening RKUN lainnya yang
paling menguntungkan jika nantinya akan terdapat beberapa valuta
asing yang dapat disetorkan melalui bank persepsi valuta asing.
4) Hampir dipastikan bahwa penerimaan negara dengan menggunakan
valuta asing ini tidak akan mungkin sama harinya antara setoran saat
diterima pada bank persepsi valuta asing dengan saat diterima pada
RKUN. Hal ini disebabkan oleh adanya proses kiriman uang antar
bank yang melibatkan bank koresponden dalam rangka kiriman uang
bervaluta asing. Biasanya proses kiriman uang ini memerlukan waktu
lebih kurang 2-3 hari dari bank persepsi valuta asing sampai diterima
pada RKUN.

GR 34
Gambar 4.5. Alur Penatausahaan Penerimaan Negara Valuta Asing
Melalui Bank Persepsi Valuta Asing

Dari gambar alur proses penatausahaan penerimaan negara


valuta asing diatas, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Wajib pajak/wajib setor/wajib bayar melakukan penyetoran
penerimaan negara dalam valuta asing pada bank persepsi
(channeling) valuta asing baik yang ada di luar negeri maupun dalam
negeri.
2. Berdasarkan setoran dan data yang diterima, bank persepsi valuta
asing yang bertindak selaku channel pembayaran meneruskan data
penerimaan ke kantor pusat bank persepsi atau salah satu kantor
cabang bank persepsi valuta asing koordinator dan mengkreditkan
rekening kas negara pada kantor pusat bank persepsi dimaksud
sesuai ketentuan perundang-undangan.
3. Berdasarkan setoran dan data yang diterima, bank persepsi valuta
asing selaku kantor pusat atau bank persepsi koordinator
melimpahkan dana valuta asing ke RKUN Valas (600) di Bank
Indonesia yang terlebih dahulu melalui bank koresponden setiap
GR 35
akhir hari kerja. Perintah transfer tersebut disampaikan dalam
bentuk Message Type (MT) 202 yang intinya berupa perintah kepada
bank koresponden bank persepsi valuta asing yang bersangkutan
untuk mengkreditkan rekening bank persepsi valuta asing yang
berada pada bank koresponden. Pada saat yang sama pula, bank
persepsi valuta asing tersebut memberitahukan bahwa bank persepsi
valuta asing yang bersangkutan telah mengirimkan uang melalui
bank korespondennya dengan tujuan Rekening Kas Umum Negara
pada Bank Indonesia atau dengan kata lain Bank Indonesia akan
menerima sejumlah uang dari bank pengirim (bank persepsi valuta
asing) dalam bentuk MT 210. Selanjutnya pada akhir hari kerja, bank
persepsi valuta asing tersebut wajib menyampaikan laporan harian
penerimaan (secara elektronik) yang dilampiri copy dari MT 202 ke
Direktorat Pengelolaan Kas Negara (Subdit Penerimaan Negara).
4. Bank Koresponden dari bank persepsi valuta asing melakukan
transfer dana ke rekening RKUN Valas di Bank Indonesia. Apabila
Bank Koresponden dari bank persepsi valuta asing adalah sama
dengan bank korespondennya Bank Indonesia maka transfer
tersebut dilakukan hanya dengan pemindahbukuan saja. Bentuk
pesan yang disampaikan kepada Bank Indonesia dari bank
koresponden tersebut adalah melalui MT 910/940/950 yang intinya
adalah informasi/konfirmasi adanya pengkreditan rekening Bank
Indonesia pada bank koresponden yang disertai dengan statement of
account.
5. Setelah menerima pelimpahan penerimaan negara dari bank
persepsi valuta asing melalui bank koresponden, Bank Indonesia
menyampaikan rekening rekening korannya (secara elektronik) ke
Direktorat Pengelolaan Kas Negara (Subdit Penerimaan Negara).

Adapun jurnal pencatatannya akan sedikit berbeda dengan jurnal


pencatatan untuk penerimaan negara melalui bank/pos persepsi biasa
GR 36
yaitu seperti contoh sebagai berikut:
 Pada saat setoran diterima di bank persepsi valuta asing yang dicatat
berdasarkan data penerimaan (ADK) dari kantor pusat bank persepsi
valuta asing atau salah satu kantor cabang persepsi koordinator yang
ditunjuk:
Cash/Accrual Basis Journal

Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi Valuta Asing) (1xxxxx)


Cr. Penerimaan PPN Dalam Negeri (411211)

 Pada saat dilimpahkan penerimaan negara valuta asing tersebut


dilimpahkan oleh bank persepsi valuta asing ke RKUN melalui bank
koresponden dan dicatat berdasarkan rekening koran dan nota debet
dari bank persepsi valuta asing atau salah satu kantor cabang persepsi
koordinator yang ditunjuk. Proses ini dilakukan pada Modul CM,
adapun jurnal yang terbentuk adalah:

Cash/Accrual Basis Journal

Dr. Kas dalam perjalanan (cash in transit) (1xxxxx)


Cr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi Valuta Asing) (1xxxxx)

 Pada saat pelimpahan dari bank persepsi valuta asing diterima di

RKUN melalui bank koresponden dan dicatat berdasarkan rekening


koran dan nota kredit dari Bank Indonesia. Proses ini juga dilakukan
pada Modul CM dan jurnal yang terbentuk adalah:

Cash/Accrual Basis Journal

Dr. Kas di Rekeing Kas Umum Negara (1xxxxx)


Cr. Kas dalam perjalanan (cash in transit) (1xxxxx)

4.1.4. Setoran Pada Bank/Pos Persepsi Melalui MPN G2


Dalam usaha menciptakan efisiensi penatausahaan penerimaan
negara, dilakukan berbagai hal terkait dengan tagihan antara lain

GR 37
dengan cara melakukan penyederhanaan isian (elemen data) surat
setoran seperti: SSP, SSPBB, SSB, SSPCP, SSCP, SSBP, SSPB dan lain-lain.
Selain itu, dalam proses pembangunan MPN G2, penambahan
Kode billing ditambahkan dalam struktur ADK bank/pos persepsi. Hal ini
terinspirasi dari sistem pembayaran elektronik yang sekarang telah lazim
digunakan dalam transaksi pembayaran sehari-hari yang dilakukan pada
sistem perbankan seperti pembayaran tagihan listrik, telepon dan lain-
lain.
Secara mendasar, penatausahaan penerimaan negara pada SPAN
melalui MPN G2 terletak pada proses pencatatan data penerimaan
negara yang dilakukan langsung dari sistem MPN G2 ke dalam SPAN
secara otomatis (interface).
Masing-masing biller diwajibkan menyediakan sistem billing yang
memadai sesuai dengan karakteristik atau bidang penerimaan negara
yang ditatausahakan. Penatausahaan sistem billing oleh masing-masing
unit eselon 1 terkait adalah bertujuan agar masing-masing unit eselon 1
tersebut dapat mengelola penerimaan negara sesuai dengan bidang
tugas dan fungsi masing-masing Baik itu untuk tujuan dalam rangka
pengambilan keputusan dan kebijakan maupun dalam rangka
peningkatan pelayanan kepada stakeholders yang terlibat. Dengan
demikian akan menimbulkan unit khusus penerimaan negara secara
terpusat pada masing-masing unit eselon 1. Hal ini sesuai dengan arah
strategi penatausahaan penerimaan negara yang terpusat dengan single
database. Selain itu, pembangunan sistem billing pada masing-masing
unit eselon 1 tersebut juga diharapkan mampu mengurangi beban kerja
pada sistem MPN saat ini.
Dengan sistem billing tersebut diharapkan segala kebutuhan
data dan informasi terkait dengan tegihan dapat diperoleh dengan cepat
dan akurat. Hal ini juga harus ditindaklanjuti dengan kemudahan akses
dan kualitas pelayanan yang lebih baik. Sistem billing dengan hanya

GR 38
menggunakan kode billing tentunya akan mengembalikan pihak
perbankan pada nature proses bisnisnya tanpa dibebani dengan
serangkaian proses tambahan (handling) yang selama ini berjalan pada
pelaksanaan penerimaan negara melalui MPN existing.
Dengan adanya billing yang dimodifikasi dengan kode satker
diharapkan penetausahaan penerimaan pada rekening tunggal tidak
akan mengalami hambatan yang disebabkan oleh keberadaan lokasi
Satker yang selama ini telah ditentukan kemitraannya dengan KPPN atau
bank/pos persepsi tertentu. Untuk setoran penerimaan negara yang
nantinya menggunakan MPN G2, Modul GR tidak lagi melakukan upload
ADK dari Bank/pos persepsi tetapi langsung dilakukan interfacing antara
SPAN dengan MPN G2. Penerimaan negara akan dicatat dalam Modul
GR (SPAN) setelah ada data penerimaan yang masuk dari MPN G2.
Seperti penjelasan sebelumnya, bahwa tidak semua penerimaan
negara melalui bank persepsi dapat dikelola dalam MPN G2, khususnya
penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dengan demikian
pengelolaan penerimaan PBB tetap dilakukan pada MPN G1 (existing)
dan tetap menggunakan ADK/LHP sebagai media penyampian informasi
untuk pencatatan penerimaan.
Dengan adanya MPN G2 yang dikelola secara terpusat dan
sejalan dengan konsep SPAN yang juga menggunakan single database,
maka dimungkinkan terjadinya sistem pencatatan penerimaan secara
tersentralisasi (menggunakan satu rekening) terutama untuk
penerimaan negara melalui bank/pos persepsi dan penerimaan pada BI
yang dikelola pada Direktorat PKN. Dan dalam hal ini Direktorat PKN
memperoleh data melalui proses interfacing dengan MPN G2. Adapun
mekanismenya dapat digambarkan sebagai berikut:

GR 39
Gambar 4.6. Alur Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui MPN G2

Adapun keterangan dari gambar tersebut di atas adalah:


1. Wajib Bayar/Wajib Pajak/Wajib Setor melakukan pembayaran setiap
saat melalui Bank/Pos yang terhubung dengan MPN.
2. Cabang-cabang bank persepsi yang ditunjuk terkait pembayaran
tersebut melakukan transfer kepada bank persepsi pusat.
3. Berdasarkan setoran dan data yang diterima, Bank Persepsi pusat
melimpahkan uang kepada Rekening Sub RKUN (501XXXXXXXX) di
Bank Indonesia.
4. Selanjutnya penerimaan tersebut segera dilimpahkan ke Rekening
RKUN (502XXXXXXXX) pada Bank Indonesia.
5. Bank Perspsi koordinator menyampaikan laporan data penerimaan
(LHP) ke dalam Database MPN G2.
6. Untuk setoran penerimaan negara menggunakan MPN G2, Modul GR
(SPAN) tidak lagi melakukan upload ADK dari Bank/pos persepsi
tetapi langsung dilakukan interfacing antara SPAN dengan MPN G2.

GR 40
Penerimaan negara akan dicatat dalam Modul GR (SPAN) setelah ada
data penerimaan yang masuk dari MPN G2.
7. Bank Indonesia mengirimkan rekening Koran terkait dengan
pelimpahan setoran uang kepada rekening sub RKUN(501XXXXXXXX).
8. Bank Indonesia mengirimkan rekening Koran terkait dengan
pelimpahan setoran uang kepada rekening RKUN (502XXXXXXXX).
Kemudian pada Modul CM dilakukan rekonsiliasi terkait penerimaan
rekening Koran tersebut.

Note: Penjelasan lebih detail mengenai proses bisnis rencana penerapan MPN G2
Dapat dapat dibaca Naskah Akademis kami lainnya yang berjudul “Blueprint Usulan
Proses Pengembangan Modul Penerimaan Negara (MPN G2)”.

Pada saat upload (perekaman) data transaksi penerimaan negara


yang berasal dari ADK bank/pos persepsi tentunya akan menjadi jurnal
akuntansi dalam SPAN yang jurnalnya sesuai dengan jenis
penerimaannya (mata anggaran/akun). Jurnal akuntansi dalam SPAN
yang menggunakan oracle akan membentuk dua jurnal sekaligus yaitu
jurnal accrual basis dan cash basis. Sehubungan dengan tetap
dijalankannya MPN G1 dimana pencatatan penerimaan negara hanya
dapat dilakukan pada saat upload ADK dari bank/pos persepsi yaitu
setelah pembayaran dilakukan (pendekatan cash basis) maka
pencatatan penerimaan secara accrual akan sulit dilakukan. Dengan
demikian pencatatan akuntansi untuk penerimaan dalam pelaksanaan
SPAN dilakukan secara bersamaan secara accrual maupun cash basis.
Adapun untuk jurnal pencatatan penerimaan Pembukuan penerimaan
negara melalui MPN G2 adalah sebagai berikut:
1. Penerimaan Pajak (non PBB dan BPHTB)
Data Pendapatan Pajak diterima KPPN dari bank/pos persepsi dalam
bentuk ADK dengan format teks (.txt). Data ini kemudian diunggah
(upload) kedalam SPAN dan dicatat dalam Modul Government
Receipt pada menu ‘miscellaneous receipts’. Penerimaan setoran
GR 41
pajak (Non PBB dan BPHTB) pada bank terpusat di bawah Direktorat
PKN. Jurnal pencatatannya adalah sebagai berikut:

Cash/Accrual Basis Journal

Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)


Cr. Penerimaan PPN Dalam Negeri (411211)

2. Penerimaan Bea dan cukai


Data Pendapatan Bea dan Cukai diterima KPPN dari bank/pos
persepsi dalam bentuk ADK dengan format teks (.txt). Data ini
kemudian diunggah (upload) kedalam SPAN dan dicatat dalam Modul
Government Receipt pada menu ‘miscellaneous receipts’.
Penerimaan Bea dan Cukai sering kali dalam satu surat setoran
digunakan untuk lebih dari satu jenis setoran.
Jurnal pencatatannya adalah sebagai berikut:

Cash/Accrual Basis Journal


Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)
Cr. Pendapatan PPh Pasal 22 Impor (411123)
Cr. Pendapatan PPN Impor (411212)
Cr. Pendapatan Bea Masuk (412111)

3. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP - Fungsional).


Data Pendapatan PNBP Fungsional diterima KPPN dari bank/pos
persepsi dalam bentuk ADK dengan format teks (.txt). Data ini
kemudian diunggah (upload) ke dalam SPAN dan dicatat dalam
Modul Government Receipt pada menu ‘miscellaneous receipts’.
Penerimaan setoran PNBP diterima di Rekening Bank/Pos Persepsi
yang dikelola oleh KPPN. Jurnal pencatatannya adalah sebagai
berikut:

Cash/Accrual Basis Journal

Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)


Cr. Pendapatan Surat Keterangan, Visa, Paspor, SIM, STNK, dan BPKB
(423213)

GR 42
4. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP - Umum).
Data Pendapatan PNBP Umum diterima KPPN dari bank/pos persepsi
dalam bentuk ADK dengan format teks (.txt). Data ini kemudian
diunggah (upload) kedalam SPAN dan dicatat dalam Modul
Government Receipt pada menu ‘miscellaneous receipts’.
Penerimaan setoran PNBP diterima di Rekening Bank/Pos Persepsi
yang dikelola oleh KPPN. Jurnal pencatatannya sebagai berikut:

Cash/Accrual Basis Journal

Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)


Cr. Pendapatan Sewa Rumah Dinas/Rumah Negeri (423141)

5. Pengembalian Uang Persediaan (UP)


Penerimaan Negara melalui Bank/Pos Persepsi untuk pengembalian
sisa Uang Persediaan (UP) diakui ketika uang masuk ke rekening kas
negara pada bank/pos persepsi sebagai pengembalian sisa UP.
Jurnal pencatatannya adalah sebagai berikut:

Cash/Accrual Basis Journal


Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)
Cr. Penerimaan Pengembalian Uang Persediaan Dana Rupiah (815111)

6. Penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran yang lalu.


Pengembalian belanja tahun anggaran yang lalu tidak dapat
digunakan untuk menambah pagu bagi anggaran tahun berjalan.
Jurnal pencatatannya adalah sebagai berikut:
Cash/Accrual Basis Journal
Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)
Cr. Penerimaan Kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL (423911)

7. Penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran berjalan


 Satuan kerja menyetor pengembalian belanja menggunakan form
SSBP di Bank/Pos Persepsi.
 Berdasarkan ADK dari bank/pos persepsi KPPN akan mengurangi

GR 43
realisasi belanja, tetapi tidak mengembalikan pagu DIPAnya.
 Untuk mengembalikan pagu, Satker harus membuat permintaan
tertulis ke KPPN dengan lampiran kode akun belanja
bersangkutan (CoA) secara lengkap. Dokumen sumbernya: SSBP,
nomor SPM, Surat Pertanggungjawaban Mutlak dan NTPN
setorannya.
 KPPN mengembalikan pagu DIPA satker bersangkutan dengan
melengkapi segmen akun dalam account (CoA) di SPAN sesuai
dengan belanja sebelumnya.
Jurnal pencatatannya adalah sebagai berikut:
Cash/Accrual Basis Journal
Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)
Cr. Belanja Barang (52xxx9) (belum mengembalikan pagu)
Dr. Belanja Barang (52xxx9) (belum mengembalikan pagu)
Cr. Belanja Barang (52xxx9) (mengembalikan pagu)

8. Penerimaan PFK
Penerimaan PFK meliputi Pegawai pusat dan pegawai daerah.
Adapun Jurnal pencatatannya adalah sebagai berikut:
Cash/Accrual Basis Journal
Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)
Cr. Setoran/Potongan PFK 10% Gaji PNS Daerah (811111)

4.1.5. Rekstrukturisasi Rekening Penerimaan Negara


Saat ini jumlah rekening pemerintah dalam rangka pelaksanaan
penerimaan negara adalah lebih dari 5.000 (lima ribu) rekening yang
tersebar pada lebih dari 2.000 (dua ribu) bank/pos persepsi di seluruh
Indonesia dengan asumsi setiap bank/pos persepsi mempunyai sekitar 2
atau 3 rekening penerimaan yaitu untuk PBB, BPHTB, dan penerimaan
lainnya. Jumlah ini belum termasuk rekening penerimaan pada Kantor
Bank Indonesia yang tersebar di hampir seluruh provinsi di Indonesia

GR 44
yang jumlahnya mencapai lebih kurang 44 (empat puluh empat)
rekening dan rekening penerimaan pada Bank Operasional III (BO III)
yang jumlahnya sekitar 960 (sembilan ratus) rekening.
Sangat banyaknya rekening penerimaan tersebut diatas tidaklah
efektif dan efisien, disamping menyulitkan pengendalian dan monitoring
terhadap rekening-rekening tersebut juga dapat menjadi penghambat
dalam rangka pelaksanaan Teasury Single Account (TSA) yang saat ini
telah menerapkan uji coba pelimpahan kas setiap hari (H+0, dibaca: H
plus nol). Contoh sederhana yang mengidentifikasikan bahwa rekening
kas negara dalam rangka penerimaan negara saat ini sulit dikelola atau
dipantau adalah apakah kita mampu menyajikan dengan cepat seluruh
nomor, nama, dan saldo rekening yang tersebar diseluruh Indonesia.
Jangankan nomor, nama, dan saldo rekening tersebut, nama-nama bank
persepsi yang terlibat saja belum tentu dapat disajikan dengan benar
dan cepat. Artinya jumlah rekening kas negara yang lebih dari 5.000
tersebut sangatlah tidak efektif dan efisien dalam pengelolaannya.
Untuk itu kiranya sudah menjadi pertimbangan yang serius untuk
dilakukan restrukturisasi terhadap rekening kas negara dimaksud.

Keterangan: Jumlah seluruh rekening lebih dari 5.000 rekening.

Gambar 4.7. Struktur Rekening Pemerintah di Bidang Penerimaan


Negara Saat Ini
GR 45
Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara pada Pasal 22 angka (6) bahwa “Saldo Rekening
Penerimaan setiap akhir hari kerja wajib disetorkan seluruhnya ke
Rekening Kas Umum Negara pada bank sentral”, maka dipandang perlu
untuk merestrukturisasi rekening pemerintah khususnya rekening dalam
rangka penerimaan negara. Dalam rangka pelaksanaan TSA secara
penuh dibidang penerimaan negara yang sejalan dengan penatausahaan
penerimaan negara secara terpusat dengan penerapan pelimpahan kas
setiap hari (H+0) dapat kiranya dilakukan restrukturisasi rekening
pemerintah di bidang penerimaan negara sebagaimana digambarkan
sebagai berikut:

Keterangan: Jumlah seluruh rekening diperkirakan tidak lebih dari 100 rekening.

Gambar 4.8. Restrukturisasi Rekening Pemerintah di Bidang


Penerimaan Negara

Dari Gambar 4.6 dan 4.7 diatas terdapat beberapa perbedaan


mendasar dalam restrukturisasi rekening penerimaan antara lain:
1) Tidak lagi melibatkan Kantor Bank Indonesia (Rekening 501.00000X)
dalam rangka penampungan sementara dana pelimpahan kas dari
bank/pos persepsi. Penghapusan rekening ini juga disebabkan oleh
struktur penerimaan negara secara terpusat yang hanya melibatkan

GR 46
kantor pusat bank/pos persepsi untuk pelimpahan penerimaan
negara.
2) Tidak ada lagi rekening penerimaan pada setiap cabang bank/pos
persepsi. Rekening penerimaan tersebut digantikan dengan hanya
membuka satu rekening penerimaan pada kantor pusat atau cabang
bank/pos persepsi yang ditunjuk sebagai koordinator. Rekening
penerimaan tersebut tidak lagi dibuka terpisah antara penerimaan
PBB, dan penerimaan lainnya pada bank/pos persepsi. Sehingga
seluruh penerimaan negara yang melalui bank/pos persepsi
terkumpul ke satu rekening penerimaan saja. Sedangkan untuk
keperluan pemisahan jenis penerimaan dapat dibedakan dengan
melihat kode akun atau mata anggaran yang digunakan. Bank/pos
persepsi diharuskan menunjuk satu cabang bank/pos persepsi
sebagai bank/pos persepsi koordinator dan seluruh transaksi
pembayaran elektronik dibukukan pada rekening penerimaan negara
di bank/pos persepsi koordinator.
3) Tidak ada lagi rekening penerimaan pada BO III dalam rangka
pembagian hasil PBB karena seluruh transaksi penerimaan negara
yang terjadi selama satu hari kerja periode penerimaan pada
bank/pos persepsi harus dilimpahkan ke rekening kas negara (RKUN
502.000000) setiap akhir hari kerja. Sedangkan untuk pembagian
hasil PBB kepada pemerintah daerah (provinsi maupun
kabupaten/kota), dilakukan secara terpusat oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan melalui mekanisme pengeluaran APBN (SP2D)
secara periodik (mingguan atau bulanan).
4) Setiap minggu/bulan, DJPB dalam hal ini adalah salah satu KPPN yang
ditunjuk/unit khusus yang akan dibentuk, harus menerbitkan SP2D
sebanyak jumlah kab/kota ditambah provinsi se-Indonesia (kurang
lebih 500 SP2D) lengkap dengan lampiran berupa rincian PHP dan
Upah pungut per sektor penerimaan (PBB). Atau pembagian PBB

GR 47
tersebut dapat juga dilakukan dengan menerbitkan 1 (satu) SP2D
dengan lampiran kurang lebih 500 rekening. Mengingat banyaknya
rekening tujuan dalam rangka pembagian penerimaan PBB tersebut,
tentunya akan membutuhkan cukup waktu dalam proses persiapan
dan penyelesaiannya, sehingga diusulkan proses transfer dana dalam
rangka pembagian penerimaan PBB tersebut ke masing-masing
rekening penerima (yang berhak) dilakukan per bulan.
5) Tidak ada lagi rekening penerimaan negara (500.000000) pada Bank
Indonesia. Pelimpahan langsung dilakukan dari ke Rekening Kas
Umum Negara (RKUN 502.000000). Namun jika masih diperlukan
rekening antara untuk menampung seluruh penerimaan negara
sebelum masuk ke RKUN atau sebagai pengganti rekening
500.000000 dapat dibuka rekening 501.000000 yang terpusat berada
di BI dimana fungsinya adalah sebagai rekening penampung untuk
seluruh pelimpahan dari rekening kas negara yang ada pada
bank/pos persepsi.
6) Berkurangnya jenjang tahapan pelimpahan kas dari rekening
penerimaan pada bank/pos persepsi sampai ke Rekening Kas Umum
Negara (RKUN). Dan dengan hilangnya keterlibatan BO III dan Bank
Indonesia untuk rekening 501.00000X dan 500.000000 dalam
rangkaian proses pelimpahan penerimaan negara, tentunya
menghilangkan tiga jenjang tahapan pelimpahan kas menjadi hanya
satu jenjang pelimpahan.
7) Jumlah rekening penerimaan negara diperkirakan tidak lebih dari 100
rekening dimana saat ini jumlah rekening penerimaan negara
tersebut hampir mencapai 5.000 rekening. Pengurangan jumlah
rekening penerimaan yang signifikan diperoleh dari restrukturisasi
rekening itu sendiri yang diakibatkan dari penerapan pada angka 1
dan 2 diatas.

GR 48
Dengan dilakukannya restrukturisasi rekening seperti tersebut
diatas, maka pengendalian dan monitoring terhadap rekening-rekening
tersebut menjadi lebih mudah dan akan meningkatkan kecepatan,
efisiensi, akurasi proses pelimpahan penerimaan negara dalam rangka
mewujudkan pelaksanaan Teasury Single Account (TSA) secara penuh
sesuai yang diamanatkan undang-undang. Perubahan yang cukup
mendasar dapat dilihat pada dihapusnya rekening penerimaan untuk
PBB dimana pada saat ini dapat dipastikan bahwa uang yang mengendap
pada bank/pos persepsi PBB dan BO III untuk lebih dari satu minggu. Hal
ini belum lagi uang yang mengendap pada rekening antara pada bank
umum untuk penerimaan PBB atau apa yang disebut dengan rekening TP
(Tempat Pembayaran). Akan tetapi pelaksanaan TSA secara penuh untuk
penerimaan PBB diatas dengan melakukan restrukturisasi rekening PBB
masih perlu dipertimbangkan lagi mengingat adanya keinginan maupun
rencana bahwa penerimaan PBB untuk sektor perdesaan dan perkotaan
akan diserahkan sepenuhnya (100%) ke pemerintah daerah, dengan kata
lain bahwa penerimaan PBB sektor perdesaan dan perkotaan tidak ada
lagi bagi hasil untuk pemerintah pusat.

4.2. Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui KPPN (diluar MPN)


Sebagaimana kita ketahui bersama, KPPN adalah ujung tombak dari
Ditjen Perbendaharaan dalam melayani satker dalam hal penatausahaan
keluarnya uang negara untuk membiayai operasional pemerintahan dalam
melayani masyarakat melalui penerbitan SP2D. Disamping fungsi tersebut,
melekat juga fungsi penatausahaan penerimaan negara terkait dengan
pembayaran melalui potongan SPM sebagaimana digambarkan dibawah ini:

GR 49
Gambar 4.9. Proses Bisnis Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui KPPN

Proses bisnis untuk penatausahaan penerimaan negara melalui KPPN


diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Satker menyampaikan SPM/SPM BLU dan SPM Pengembalian Pendapatan
kepada KPPN, khusus untuk SP4HLN (yang ditarik secara LC atau PL),
disampaikan ke KPPN Khusus Jakarta VI.
2. Selanjutnya dalam proses pencairan SP2D/SP3 terdapat unsur penerimaan
negara berupa potongan SPM (pajak, PNBP, pengembalian sisa UP,
penerimaan PFK, pengembalian belanja), penerimaan satker BLU,
penerimaan pembiayaan (bersifat pengesahan) serta transaksi yang bersifat
mengurangi penerimaan negara seperti SPM-KP, SPM-KC, SPM-K-BM,
SPM-PP dll.
3. Dalam hal penerimaan melalui KPPN yang terkait erat dengan proses
pembayaran melalui KPPN, maka untuk mempermudah/menyederhanakan
prosesnya dilakukan pada Modul Payment Management (Modul PM)
dimana modul ini memiliki akses untuk melakukan pencatatan penerimaan
GR 50
negara melalui KPPN tersebut ke dalam SPAN pada saat yang sama dengan
diterbitkannya SP2D/SP3.
4. Selanjutnya dari SPAN dilakukan transfer informasi mengenai penerimaan
yang berkaitan dengan pajak dan pengembalian pendapatan baik secara
interface (batch) ke MPN-G2.

Sebagaimana diuraiakan pada gambar di atas, penatausahaan


penerimaan negara melalui SPM pada KPPN dapat dilakukan melalui
mekanisme potongan SPM, SPM Pengesahan BLU, SPM Pengembalian
Pendapatan, maupun penerimaan pembiayaan melalui SP4HLN untuk LC/PL
sebagaimana akan diuraikan dibawah ini.
4.2.1. Potongan SPM
Terkait dengan proses SPM menjadi SP2D, maka melekat juga
fungsi KPPN untuk melakukan pemotongan (mengambil hak penerimaan
negara) sebelum SPM tersebut menjadi SP2D. Adapun proses bisnis
penatausahaan penerimaan negara melalui potongan SPM dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.10. Proses Bisnis Penatausahaan Penerimaan


Negara Melalui SPM
GR 51
Proses bisnis untuk penatausahaan penerimaan negara melalui
potongan SPM hampir sama dengan proses bisnis pembayaran, karena
memang penerimaan disini benar-benar melekat dengan pembayaran.
Adapun secara detailnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Satker mengajukan SPM (dilampiri ADK) ke KPPN dan KPPN
memproses penerbitan SP2D melalui front office, middle office dan
back office.
2. Dari General Ledger (GL), terkait data pemotongan pajak, maka akan
dilakukan interface ke MPN-G2.
3. Setelah pencatatan GL, maka semua data penerimaan melalui
pemotongan SPM yang terdiri dari penerimaan Pajak, Penerimaan
PNBP (sewa Rumah Dinas), Pengembalian sisa UP, penerimaan PFK
dan Penerimaan Pengembalian belanja diteruskan dalam sistem
data base SPAN.
Untuk pencatatan jurnal atas penerimaan-penerimaan tersebut
di atas, karena sifatnya melekat pada SPM (pembayaran), jurnalnyapun
sama dengan yang ada di Modul PM. Untuk menghindari redundancy
maka modul ini tidak menyediakan jurnal atas potongan SPM di atas.
Adapun jenis penerimaan-penerimaan dari potongan SPM ini terdiri
dari:
4.2.1.1 . Pajak.
Lingkup pajak yang melekat dalam proses operasional
pembayaran adalah: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn
BM) dan juga pajak ekspor. Adapun PPh yang dipungut oleh
KPPN yaitu untuk PPh Pasal 21. Diantaranya adalah:
a) PPh yang berkaitan dengan penghasilan pegawai di
lingkungan satker berkenaan seperti: pembayaran gaji,
honorarium dan lembur, uang sidang, uang makan dan
sebagainya.

GR 52
b) PPh pasal 21 yang berkaitan dengan pembayaran yang
dilakukan dengan orang pribadi dari pihak luar satker yang
bersangkutan, misal: pembayaran honor, pembayaran upah
harian/mingguan/satuan/borongan, beasiswa, hadiah dll.
c) PPh pasal 26 yang berkaitan dengan pembayaran Wajib
Pajak orang Pribadi Luar Negeri atas suatu pekerjaan,
kegiatan/jasa.
d) PPh pasal 22 yang berkaitan dengan penyerahan barang
kepada instansi pemerintah pusat/daerah, baik yang berasal
dari dalam negeri/luar negeri.
e) PPh pasal 23 atas pembayaran pekerjaan, jasa/kegiatan
yang belum diatur dalam PPh pasal 21.
f) PPh yang bersifat khusus dan PPh yang bersifat final.
Adapun PPN, PPn BM yang sering dipungut melalui
potongan SPM adalah PPN, PPn BM dalam negeri dan Luar
Negeri serta perpajakan yang berkaitan dengan
proyek/kegiatan yang dananya berasal dari pinjaman/hibah
Luar negeri.
4.2.1.2 . Penerimaan Negara Bukan Pajak/PNBP (sewa rumah dinas).
Umumnya penyetoran PNBP dilakukan melalui Bank/Pos
Persepsi, namun khusus untuk sewa rumah dinas terutama
untuk rumah negara golongan I dan golongan II dilakukan oleh
KPPN dengan memotong langsung dari daftar gaji. Hal ini sesuai
dengan keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah
No.373/KPTS/2001 tentang Sewa Rumah Dinas pasal 4.
4.2.1.3 . Pengembalian Sisa Uang Persediaan (UP)
Uang Persediaan (UP) adalah uang muka kerja dengan
jumlah tertentu yang bersifat daur ulang (revolving), diberikan
kepada Bendahara Pengeluaran hanya untuk membiayai
kegiatan operasional kantor sehari-hari yang tidak dapat

GR 53
dilakukan dengan pembayaran langsung. Pada MPN existing,
Penerimaan Negara melalui Bank/Pos Persepsi untuk
pengembalian sisa Uang Persediaan (UP) diakui ketika uang
masuk ke rekening kas negara pada bank/pos persepsi sebagai
pengembalian sisa UP. Setelah dana UP dipergunakan
sekurang-kurangnya 75% dari jumlah yang diterima, segala
pengeluaran yang telah dilakukan dapat dilakukan penggantian
untuk mengisi kembali dana UP sehingga saldonya kembali
normal. Penggantian dana UP berlaku sekaligus sebagai
pengesahan atas pengeluaran yang dilakukan. Pengajuan
penggantian UP dilakukan dengan SPM-GU yang dilampiri Surat
Pernyataan Tanggung Jawab Belanja (SPTB). Pembayaran yang
dapat dilakukan oleh Bendahara Pengeluaran kepada satu
rekanan/penerima dengan menggunakan UP tidak boleh
melebihi Rp. 10.000.000,- kecuali untuk pembayaran honor.
Dalam hal satker yang bersangkutan belum dapat mengajukan
penggantian karena penggunaan belum mencapai 75%,
sementara dibutuhkan pendanaan melebihi sisa dana yang
tersedia, maka satker dimaksud dapat mengajukan permintaan
Tambahan UP. Tambahan UP dimungkinkan sampai batas Rp.
200.000.000,- atau jika hendak melebihi batas itu harus
mendapat dispensasi dari Kepala Kantor Wilayah Ditjen
Perbendaharaan setempat.
Mekanisme yang sedang diusulkan dalam SPAN, terkait
dengan reklasifikasi rekening pemerintah, nantinya semua
rekening pengeluaran adalah rekening milik negara yang akan
dikelola oleh negara. Dengan sistem baru tersebut, setiap hari
semua rekening akan di nol-kan by system untuk besok hari diisi
lagi by system. Dengan demikian pengendapan dalam rekening
negara terkait dengan UP tidak menjadi masalah.

GR 54
4.2.1.4 . Penerimaan PFK
Perhitungan Fihak Ketiga (PFK) adalah sejumlah dana
yang dipotong langsung dari gaji pokok pegawai negeri dan
tunjangan keluarga, serta iuran asuransi kesehatan yang disetor
oleh provinsi/kabupaten/kota untuk disalurkan kepada Pihak
Ketiga. Namun demikian masih terdapat penerimaan PFK yang
berasal dari pengembalian SP2D. Pengelolaan PFK meliputi
penerimaan, pengujian, pengembalian penerimaan, dan
penetapan perhitungan rampung (definitif). Adapun
Penerimaan dan pengembalian penerimaan PFK merupakan
transaksi non anggaran dan pencairannya tidak memerlukan
DIPA. Dalam Peraturan ini yang dipergunakan sebagai dokumen
sumber penerimaan PFK adalah SPM-LS Gaji yang sudah
diterbitkan Surat Perintah Pencairan Dana dan Surat Setoran
Bukan Pajak.
Penerimaan PFK menurut Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-48/PB/2008 Tentang Perubahan
Atas Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-
37/PB/2006 Tentang Pengelolaan Perhitungan Fihak Ketiga
antara lain meliputi:
a. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 10% Gaji PNS Pusat, PNS
Daerah, POLRI, PNS POLRI, TNI dan PNS Dephan.
b. Penerimaan Setoran/Potongan PFK 2% Gaji Pembayaran Gaji
Terusan PNS Pusat, PNS Daerah, POLRI, PNS POLRI, TNI dan
PNS Dephan.
c. Penerimaan Setoran PFK PT KAI-Past Service Liability,
Kontribusi PT KAI dan Iuran Pegawai PT KAI.
d. Iuran Asuransi Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota,
Bidan/Dokter PTT, Pensiun TNI/PNS Dephan dan Pensiun
POLRI/PNS POLRI.

GR 55
e. Penerimaan Setoran Potongan PFK Tabungan Wajib
Perumahan PNS Pusat dan Daerah.

Adapun Pihak Ketiga yang berhak mendapatkan pengembalian


penerimaan PFK adalah:
1. PT Taspen (Persero).
2. PT Askes (Persero).
3. PT Asabri (Persero).
4. Pusku POLRI.
5. Pusku Dephan.
6. Perum Bulog.
7. Sekretariat Tetap Bapertarum-PNS.

Persentase Pembagian Pengembalian Penerimaan PFK


adalah Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor
PER-48/PB/2008 Tentang Perubahan Atas Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-37/PB/2006 Tentang
Pengelolaan Perhitungan Fihak Ketiga. Adapun Pengakuan
sebagai penerimaan non anggaran PFK dilakukan pada waktu
uang masuk ke rekening kas negara pada bank/pos persepsi.
Adapun dokumen sumber yang dijadikan sebagai dasar
pengakuan penerimaannya adalah SP2D yang diterbitkan oleh
KPPN selaku Kuasa Bendahara Umum Negara di daerah untuk
pembayaran PFK berdasarkan SPMPP-PFK.

4.2.1.5. Penerimaan Pengembalian Belanja.


Pencatatan Penerimaan Penerimaan Pengembalian
mencakup penerimaan pengembalian belanja tahun anggaran
yang lalu dan tahun berjalan secara umum dapat dijelaskan
dengan gambar berikut:

GR 56
Gambar 4.11. Jenis-Jenis Pengembalian Belanja

Berdasarkan gambar di atas, dapat diuraikan beberapa


jenis pengembalian belanja sebagai berikut:
a. Penerimaan Pengembalian Belanja Tahun Anggaran Yang
Lalu.
Pengembalian Belanja Tahun Anggaran yang Lalu
tidak dapat lagi menjadi pengurang belanja dan tidak bisa
digunakan untuk menambah pagu belanja dari tahun
anggaran di tahun yang berjalan. Hal ini dikarenakan, tahun
anggaran pada saat terjadinya belanja tersebut sudah
ditutup. Setoran Pengembalian Belanja Tahun Anggaran yang
Lalu dianggap sebagai pendapatan PNBP umum yang akan
menambah Sisa Lebih Anggaran (SILPA). Penyetorannya ada
yang mengikuti proses penyetoran PNBP yang lain yakni
melalui bank/pos persepsi dengan menggunakan Surat
Setoran Bukan Pajak. Ada juga metode pengembalian belanja
tahun anggaran yang lalu yang melalui potongan SPM.
Karena melalui potongan SPM, maka mekanismenya belanja
tahun yang lalu juga dicatat pada Modul PM.
b. Penerimaan Pengembalian Belanja Tahun Anggaran Berjalan.
Dalam proses pembayaran tagihan Pihak Ketiga
(Pemasok/supplier) kepada Negara, KPPN selaku kuasa
GR 57
Bendahara Umum Negara mengeluarkan Surat Perintah
Pencairan Dana (SP2D) atas dasar SPM dari Satker yang
memperoleh manfaat dari perikatan dengan pihak ketiga
untuk membayar sejumlah tagihan atas beban APBN yang
tertuang dalam DIPA. Ada kalanya proses pembayaran
tersebut bermasalah sehingga harus dibayarkan kembali ke
Rekening Kas Umum Negara. Permasalahan dalam proses
pembayaran yang membebani Anggaran Belanja tersebut
menyebabkan Belanja yang telah dikeluarkan dari Rekening
Kas Umum Negara tersebut harus dikembalikan kembali
dengan cara dibayarkan oleh Satuan Kerja bersangkutan dan
atau Pihak Ketiga maupun oleh Bank Operasional I jika
rekening pihak ketiganya tidak dikenal atau salah.
Pengembalian Belanja yang disetorkan ke RKUN
tersebut merupakan pengembalian atas beban anggaran
tahun berjalan, maka harus dicatat sebagai kontra akun dari
belanjanya bersangkutan dengan catatan yang menyetorkan
harus menyertakan dengan lengkap Bagan akun termasuk
nomor referensi SP2D-nya.
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan No 59/PB/2009 tentang Tata Cara
Penyesuaian Sisa Pagu Tahun Anggaran Berjalan Karena
Adanya Setoran Pengembalian Belanja, Pengembalian
Belanja Tahun Belanja akibat kecurangan dan akibat
Rekening Retur dapat mengembalikan pagu anggaran dalam
DIPA satuan kerja bersangkutan, serta penggunaan Rekening
Retur yang digunakan untuk menampung sementara dana
SP2D yang rekening penerimanya salah, mengharuskan
pengelolaan Pengembalian Belanja Tahun Berjalan dikelola
dengan baik. Mengingat peluang terjadinya Pengembalian

GR 58
Belanja saat ini masih cukup tinggi, maka perlu dilakukan
perbaikan-perbaikan dalam proses pengelolaannya seperti
bagaimana pengelolaan Rekening Retur, prosedur
pengembalian pagu DIPA serta usaha untuk meminimalkan
terjadinya kesalahan nomor rekening penerima dana SP2D.
Sejalan dengan penyempurnaan proses bisnis
pembayaran dalam SPAN, seyogyanya proses bisnis
pengembalian belanja tahun berjalan juga melakukan
perbaikan-perbaikan yang sama. Sehingga potensi terjadinya
kesalahan tersebut dapat dikurangi dimasa depan.
Pengembalian Belanja dalam proses pelaksanaan
APBN dapat dibedakan berdasarkan waktu terjadinya
transaksi tersebut, apakah terjadi dalam tahun anggaran
yang sama dengan belanjanya, maupun pengembalian
belanja yang terjadi setelah tahun anggaran berakhir. Untuk
pengembalian belanja tahun anggaran berjalan akan dicatat
sebagai pengurang belanja, sedangkan untuk pengembalian
belanja yang melewati tahun anggaran akan dicatat sebagai
pendapatan PNBP lain-lain.
Pengembalian belanja tahun berjalan dapat dibagi
berdasarkan boleh tidaknya pagu DIPA di sesuaikan dengan
besarnya pengembalian belanja yang disetor ke RKUN yaitu:
1. Pengembalian Belanja Yang Dapat Menyesuaikan Pagu.
Proses pengembalian belanja dan penyesuaian
pagu DIPA ini diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor PER-59/PB/2009 yang
menyatakan bahwa pengembalian belanja yang
disetorkan ke kas Negara dapat menyesuaikan kembali
pagu DIPA sepanjang pengembalian belanja tersebut
terjadi karena kecurangan atau rekening penerima salah.

GR 59
Adapun proses bisnis pengembalian sisa pagu atas
pengembalian belanja tahun anggaran berjalan dapat
digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4.12. Proses Pengembalian Sisa Pagu Atas


Pengembalian Belanja TA Berjalan

Gambar proses bisnis pengembalian pagu di atas


dapat dijelaskan bahwa satuan Kerja dapat mengajukan
permohonan pengembalian pagu belanja didalam DIPA-
nya jika disebabkan oleh dua hal, yakni pengeluaran
negara yang terlanjur terjadi harus dikembalikan ke kas
negara akibat terjadinya kecurangan dan karena Rekening
Pihak Ketiga salah sehingga menyebabkan SP2D retur.
Selain kedua sebab tersebut, Satker tidak dapat
mengembalikan pagu DIPA satker tersebut meskipun telah
mengembalikan belanja bersangkutan.
Prosedur Pengajuan pengembalian pagu DIPA oleh
satker sebenarnya serupa dengan proses revisi DIPA yang
lain seperti halnya pembukaan blokir (jika ada blokir pada

GR 60
kegiatan di DIPA). Proses Pengajuan tersebut dimulai
dengan penyetoran pengembalian belanja melalui bank
persepsi oleh satker/pihak ketiga. Setoran tersebut
kemudian dicatat melalui Modul GR ketika bank persepsi
mengirimkan ADK LHP ke KPPN.
Selanjutnya, satker akan membuat surat
permohonan pengembalian pagu DIPA yang dilampiri oleh
SSBP bukti penyetoran pengembalian belanja ke KPPN.
Surat tersebut dapat disertai dengan ADK pengembalian
belanja untuk memudahkan proses upload ke dalam
SPAN. Kemudian, KPPN akan melakukan melakukan
pengujian formal mengenai informasi yang ada dalam
Surat serta ADK menggunakan Modul Payment
Management, serta melakukan pengecekan dengan
setoran yang telah dilakukan dan dicatat melalui Modul
GR. Selain melakukan pengecekan terhadap setoran yang
dilakukan, petugas KPPN juga harus mengecek dengan
SPM terkait pengembalian belanja tersebut. Jika valid dan
sesuai dengan SPM belanja bersangkutan, maka KPPN
akan menyetujui pengembalian belanja tersebut dengan
cara membuat jurnal untuk mengurangi besarnya belanja
satker bersangkutan (dalam Oracle yang digunakan oleh
SPAN disebut sebagai debit memo) dan mengembalikan
pagu DIPA Satker tersebut dengan mengubah kode
anggaran dari 7 menjadi 2, sehingga pagu DIPA satker
bersangkutan bertambah sesuai dengan besarnya setoran
pengembalian belanja dari pagu setelah pencairan belanja
terakhir (SPM terakhir).
Secara formal, KPPN dapat menerbitkan surat
pengembalian pagu DIPA yang berisi pemberitahuan

GR 61
kepada Satker bahwa pagu DIPAnya telah disesuaikan
dengan setoran pengembalian belanjanya. Detail proses
pengembalian pagu DIPA dapat dilihat dalam lampiran.
Adapun pengembalian belanja tahun berjalan
dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a) Karena Kecurangan.

Gambar 4.13. Pengembalian Belanja Karena Kecurangan.

Gambar proses bisnis pengembalian belanja di


atas dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Setelah dipastikan bahwa memang terjadi
kecurangan yang menyebabkan pengeluaran/
belanja negara lebih besar dari pada seharusnya,
maka Satuan Kerja/Pihak Ketiga yang diduga
melakukan kecurangan diharuskan mengembalikan
belanja Negara yang terlanjur dibayarkan dari
Rekening KUN dengan cara membayar di bank
persepsi menggunakan surat setoran
pengembalian belanja (SSPB).

GR 62
2) Bank Persepsi yang menerima setoran
pengembalian belanja tersebut akan
melaporkannya bersamaan dengan semua
penerimaan dalam sehari kepada KPPN
menggunakan Laporan Harian Penerimaan (LHP).
3) Setelah melakukan penyetoran pengembalian
belanja, satuan kerja melalui Kuasa Pengguna
Anggaran (KPA) melakukan permohonan
penyesuaian pagu DIPA dengan melampirkan
salinan SSPB kepada KPPN.
4) Berdasarkan permintaan tersebut, KPPN
melakukan pengecekan dengan LHP dari bank
untuk memastikan bahwa satker dimaksud
memang telah menyetorkan pengembalian belanja
melalui bank persepsi.
5) Jika memang benar telah ada setoran
Pengembalian Pajak dimaksud, maka Kepala KPPN
akan menyetujui penyesuaian pagu DIPA dan
menyampaikannya kepada Satker bersangkutan.
6) Jika tidak, maka permohonan tersebut ditolak, dan
dikembalikan ke satuan kerja.

b) Pengembalian Belanja Tahun Berjalan Karena


Kesalahan Rekening.
Secara umum, bagan alur penerimaan rekening
retur (Kesalahan Rekening pada SP2D) dapat
digambarkan melalui bagan alur sebagai berikut:

GR 63
Gambar 4.14. Penerimaan Rekening Retur (Kesalahan
Rekening pada SP2D)

Gambar di atas dapat djelaskan dengan uraian


bahwa penerimaan rekening retur terjadi karena
rekening rekanan satker yang ada dalam berkas SPM
yang diajukan Satker salah. Kesalahan tersebut
diketahui setelah BO I (RPK-BUN P) melakukan transfer
dana ke rekening dimaksud dan gagal. Jika pada
praktik sekarang (existing) dana yang gagal ditransfer
tersebut ditampung dahulu di BO I (Rekening rr)
sebelum dilimpahkan ke Rekening Retur Besar (RR).
Maka, dengan mekanisme yang baru seiring
pengembangan SPAN, nantinya tidak akan ada lagi
Rekening rr, tetapi setiap ada kegagalan transfer akibat
kesalahan akan langsung di tampung di rekening RPK
BUN P selama 7 hari sesuai dengan Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan tentang Rekening Retur.
KPPN secepatnya memberitahukan kepada
Satker tentang kesalahan rekening tersebut, dan
satker harus memberitahukan kepada rekanan untuk

GR 64
memberikan rekening bank yang masih aktif. Jika
dalam jangka waktu tersebut, Satker dapat
memberikan nomor rekening rekanan yang masih
valid, maka KPPN akan memerintahkan kepada kepada
BO I/RPK BUN P untuk melakukan transfer ulang ke
nomor rekening yang baru.
Jika dalam jangka waktu tujuh hari satker tidak
dapat memberikan kepada KPPN Nomor Rekening
yang valid atau sebelum tujuh hari Satker
memberitahukan bahwa tidak dapat memberi nomor
rekening bank rekanan yang benar, maka KPPN
memerintahkan kepada RPK BUN P /BO I untuk
meindahbukukan uang retur SP2D tersebut ke kas
negara. Berdasarkan pemindahbukuan tersebut, SPAN
akan mencatat adanya pengembalian belanja tahun
berjalan. Untuk dapat mengembalikan pagu DIPA,
Satker bersangkutan harus mengajukan permohonan
ke KPPN seperti yang dijelaskan pada poin 4.3.7
sebagaimana disebutkan di atas.

2. Pengembalian Belanja Yang Tidak Dapat Menyesuaikan


Pagu.
Selain pengembalian belanja karena kecurangan
dan rekening salah, pengembalian belanja karena sebab
lain pada tahun anggaran berjalan tidak dapat
menyesuaikan pagu. Sebagai contoh, jika terjadi salah
bayar kepada pegawai bukan karena kelalaian, maka akan
dicatat sebagai pengurang belanja tetapi tidak akan dapat
memulihkan pagu DIPA satker Bersangkutan. Accrual basis
yang diterapkan pada SPAN atas penerimaan
pengembalian belanja akan diakui pada waktu uang

GR 65
masuk ke rekening kas negara pada bank/pos persepsi
sebagai pengembalian belanja yang kemudian akan
mengurangi realisasi belanja (menambah sisa pagu
anggaran).
Untuk pencatatan jurnal atas penerimaan-
penerimaan tersebut di atas, karena sifatnya melekat
pada SPM (pembayaran), jurnalnyapun sama dengan yang
ada di modul PM. Untuk menghindari redundancy maka
modul ini tidak menyediakan jurnal atas potongan SPM di
atas. Namun dalam perkembangannya, terdapat usulan
untuk menambah akun baru dalam pencatatan
penerimaan pengembalian belanja sebagai berikut:

Cash/Accrual Basis Journal

Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi)


(111422)
Cr. Penerimaan pengembalian belanja lain-lain tahun
berjalan (42xxx9)

Jika Satker yang bersangkutan ingin


mengembalikan pagu, harus ada permintaan tertulis dari
Satker ke KPPN. Dalam hal ini dokumen sumbernya adalah
SSBP dan melampirkan Nomor SPM dan NTPTN. Setelah
itu akun tahun berjalan dibalik untuk mengembalikan
pagu. Proses pengembalian pagu tersebut dilakukan
dalam modul Payment Management (PM) dengan jurnal
pembalik sebagai berikut:

Cash Basis Journal

Dr. Penerimaan pengembalian belanja lain-lain tahun


berjalan (42xxx9)
Cr. Belanja Biaya Pemeliharaan Gedung dan Bangunan
(523111)

GR 66
4.2.2. SPM Pengesahan BLU
Dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi
dan produktivitas serta penerapan praktek bisnis yang sehat maka
pemerintah memberikan dispensasi khusus atas beberapa pengelolaan
PNBP (PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum/BLU). Dengan payung hukum tersebut satker yang telah
ditetapkan menjadi BLU bisa menggunakan pendapatan yang diperoleh
dari jasa layanan yang diberikan kepada masyarakat, hibah tidak terikat,
serta hasil kerjasama BLU dengan pihak lain dan/atau hasil usaha lainnya
secara langsung untuk membiayai belanja operasional BLU sesuai
dengan peraturan berlaku. Penatausahaan atas penerimaan dan
pengeluarannya dikelola langsung oleh satker terkait. Namun akhirnya
mereka tetap harus melaporkan seluruh aktifitasnya tersebut ke KPPN.
Atas dispensasi yang diterima satker berstatus BLU tersebut,
KPPN selaku kuasa BUN di level terdepan, melakukan penatausahaan
dengan menerbitkan SP2D pengesahan atas pengajuan SPM pengesahan
dari satker. Secara umum penatausahaan penerimaan BLU pada SPAN
dapat digambarkan pada bagan alur berikut:

Gambar 4.15. Proses Bisnis Pencatatan Penerimaan BLU


GR 67
Sekarang pencatatan penerimaan BLU tidak menyertakan
pencatatan saldo BLU dalam SPAN, kedepannya akan ada pencatatan
saldo BLU dalam SPAN, Sedangkan mekanismenya tidak banyak
berubah. Saldo bank BLU ini adalah selisih antara pendapatan BLU dan
Belanja BLU yang dilaporkan oleh Satker BLU dengan SPM Pengesahan
per triwulan.
SPM Pengesahan ini dicatat oleh dua modul dalam SPAN, yaitu
Modul PM untuk mengakui belanja BLU, serta Modul GR untuk
mengakui Pendapatannya. Adapun penjelasan proses bisnis pencatatan
penerimaan BLU dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Satker BLU mengirimkan ADK SPM Pengesahan ke KPPN.
2) KPPN memproses SP2D pengesahan dan mengajukan create account
ke GL, dari GL akan dimasukkan dalam SPAN.
3) SPAN akan mencatat penerimaan negara ke Modul GR, jika
diperlukan dapat dihasilkan laporan atas ADK penerimaan yang
diunggah dari Bank/Pos Persepsi.
4) Laporan atas penerimaan selanjutnya akan direkonsiliasi.

Penerimaan BLU diakui pada waktu penerbitan SP2D Pengesahan


Satker BLU yang dilakukan pada Modul PM. Adapun jurnalnya adalah
sebagai berikut:

Cash/Accrual Basis Journal

Dr. Kas Pemerintah yang ada di BLU (111323)


Cr. Pendapatan Jasa Pelayanan Rumah Sakit (424111)

Selanjutnya dalam SPAN, dilakukan pencatatan sebagai berikut:

Accrual Basis Journal

Dr. Kas di BLU (111323)


Cr. Saldo Dana Lancar BLU

GR 68
4.2.3. SPM Pengembalian Pendapatan (Pengurang Pendapatan)
Secara umum Pengembalian Penerimaan/Pendapatan dapat
digambarkan pada bagan alur berikut:

Gambar 4.16. Proses Bisnis SPM Pengembalian Pendapatan

Penjelasan gambar bagan alur proses bisnis diatas dapat


disampaikan sebagai berikut:
1) Biller (KPP, KPBC dan KPPN) mengeluarkan SPM pengembalian (SPM
KP, SPM KC, SPM PP, dll) dan ADK ke KPPN.
2) Selanjutnya KPPN memeriksa SPM Pengembalian dan ADK sebagai
dasar pengesahan SP2D pengembalian pendapatan.
3) KPPN melakukan upload data potongan SPM dan mengirimkan data
pengembalian belanja ke sistem SPAN.
4) Untuk selanjutnya, SP2D pengembalian pendapatan tersebut
ditatausahakan dalam modul Payment Management.

GR 69
Pengeluaran Negara dapat terjadi karena adanya kelebihan
penyetoran dan pelimpahan penerimaan negara. Pengembalian
Penerimaan/Pendapatan merupakan pengeluaran kas yang dapat
dikelompokkan menjadi:
4.2.3.1. Pengembalian Pajak.
Kelebihan pembayaran pajak oleh Kepala KPP a.n. Dirjen
Pajak dengan menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian
Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP), sebagai dasar
penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan
Pembayaran Pajak menerbitkan Surat Perintah Membayar
Kelebihan Pajak (SPMKP). Berdasarkan SKPKPP dan SPMKP
tersebut KPPN menerbitkan SP2D. Pada MPN G2, pengakuan
pengeluaran dilakukan pada saat KPPN menerbitkan SP2D,
Dengan pencatatan sebagai berikut:

Accrual/Cash Basis Journal


Dr. Penerimaan PPN Dalam Negeri (411211)
Cr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi)
(111422)

4.2.3.2. Pengembalian PBB.


Paling lama 12 bulan setelah diterimanya permohonan
wajib pajak, kepala KPPBB/KPP Pratama a.n. Dirjen Pajak
menerbitkan Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran PBB
(SKKP PBB) apabila PBB yang dibayar lebih besar dari yang
terutang. SKKP PBB tersebut dijadikan sebagai dasar pengajuan
SPMKP (Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak) PBB. Dan
KPPN menerbitkan SP2D setelah menerima SKKP PBB/SPMKP
PBB tersebut. Pada MPN existing, pengakuan pengeluaran
terjadi ketika kas keluar dari Rekening KUN. Sedangkan pada
MPN G2, pengakuan pengeluaran Negara untuk pengembalian
PBB terjadi ketika SP2D diterbitkan oleh KPPN.
GR 70
Adapun jurnal pencatatannya sebagai berikut:

Accrual Basis Journal

Dr. Pendapatan PBB Perkotaan (411312)


Cr. Penerimaan Kembali Belanja Pegawai Pusat TAYL (423911)
Cash Basis Journal

Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi) (111422)


Cr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi)
(111422)
Dr. Pendapatan PBB Perkotaan (411312)
Cr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi)
(111422)

4.2.3.3. Pengembalian BPHTB.


Kepala KPPBB/KPP Pratama a.n. Dirjen Pajak menerbitkan
Surat Keputusan Kelebihan Pembayaran BPHTB (SKPKPB)
apabila tagihan BPHTB yang dibayar oleh wajib pajak lebih
besar dari yang terutang paling lama 12 bulan setelah
diterimanya permohonan wajib pajak. SKPKPB tersebut
dijadikan sebagai dasar pengajuan SPMK BPHTB. Dan KPPN
menerbitkan SP2D setelah menerima SKPKPB dan SPMK BPHTB
tersebut. Pada MPN existing, pengakuan pengeluaran terjadi
ketika kas keluar dari Rekening KUN, sedangkan pada e-MPN,
pengakuan pengeluaran Negara untuk pengembalian BPHTB
terjadi ketika SP2D diterbitkan oleh KPPN. Adapun jurnal
pencatatannya adalah sebagai berikut:

Accrual/Cash Basis Journal


Dr. Pendapatan BPHTB Perkotaan (411411)
Cr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi)
(111422)

4.2.3.4. Pengembalian Bea dan Cukai.


Kepala KPPBB/KPP Pratama a.n. Dirjen Pajak menerbitkan
Surat Keputusan Pembayaran Fasilitas Pengembalian Bea
GR 71
Masuk dan atau Cukai (SKPFP BM-C). SKPFP BM-C tersebut
dijadikan sebagai dasar pengajuan SPMK. Selanjutnya, KPPN
menerbitkan SP2D setelah menerima SKPFP BM-C dan SPMK
tersebut. Pada MPN existing, pengakuan pengeluaran terjadi
ketika kas keluar dari Rekening KUN, sedangkan pada e-MPN,
pengakuan pengeluaran Negara untuk pengembalian Bea dan
cukai terjadi ketika SP2D diterbitkan oleh KPPN. Adapun jurnal
pencatatannya adalah:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Pendapatan Bea Masuk (412111)


Cr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi)
(111422)

4.2.3.5. Pengembalian PNBP.


Pengembalian PNBP dilakukan dalam hal terjadi
kelebihan/kesalahan atas penyetoran PNBP atau karena
adanya kelebihan/kesalahan pemotongan SPM.
Penerimaan kembali belanja tahun anggaran yang lalu
yang berasal dari DIPA Sebagai dasar pengembalian PNBP
terlebih dahulu diterbitkan Surat Keterangan Telah Dibukukan
(SKTB) oleh seksi Vera KPPN. Pengembalian PNBP tahun
anggaran yang lalu dilaksanakan oleh Kantor Pusat Ditjen
Perbendaharaan c.q. Direktorat Pengelolaan Kas Negara,
karena akan mengurangi ekuitas dana. Ada 2 cara
pengembalian PNBP yaitu:
a. SPM Pengembalian PNBP melalui KPPN.
Penerbitan SPM untuk S atker yang tidak memiliki DIPA
dilakukan oleh subbag Umum, contoh PT Taspen dan
ASABRI.
b. SPM Pengembalian PNBP melalui Kantor Pusat Ditjen
Perbendaharaan.
GR 72
Berdasarkan surat permintaan pembayaran dari KPA
dilengkapi dengan bukti pendukung, seksi Vera KPPN
menerbitkan SKTB. Atas dasar SKTB tersebut kepala KPPN
menerbitkan surat persetujuan pengembalian PNBP.
Selanjutnya SKTB dan surat persetujuan pengembalian PNBP
beserta surat permohonan dari yang berhak disampaikan
kepada Direktur PKN. Untuk selanjutnya diproses SPM PP
sebagai dasar penerbitan SP2D. Adapun jurnal
pencatatannya adalah sebagai berikut:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Pendapatan Surat Keterangan, Visa Paspor, SIM, STNK dan


BPKB(423213)
Cr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi)
(111422)

4.2.3.6. Pengembalian Perhitungan Fihak Ketiga (PFK).


Perhitungan Pihak Ketiga pada umumnya diperoleh
dari potongan SPM Gaji dan setoran oleh pemerintah daerah.
Namun demikian masih terdapat penerimaan PFK yang
berasal dari pengembalian SP2D. PFK adalah sejumlah dana
yang dipotong langsung dari gaji pokok pegawai negeri dan
tunjangan keluarga, serta iuran asuransi kesehatan yang
disetor oleh provinsi/kabupaten/kota untuk disalurkan
kepada Pihak Ketiga. Namun demikian masih terdapat
penerimaan PFK yang berasal dari pengembalian SP2D.
Pengelolaan PFK meliputi penerimaan, pengujian,
pengembalian penerimaan, dan penetapan perhitungan
rampung (definitif). Adapun Penerimaan dan pengembalian
penerimaan PFK merupakan transaksi non anggaran dan
pencairannya tidak memerlukan DIPA. Dalam Peraturan ini

GR 73
yang dipergunakan sebagai dokumen sumber pengembalian
penerimaan PFK adalah SPM-PP-PFK yang sudah diterbitkan
Surat Perintah Pencairan Dana. Adapun SPM-PP-PFK
diterbitkan paling lambat 2 hari kerja sejak diterimanya SPP-
PFK dari Pihak Ketiga. Adapun jurnal pencatatannya sebagai
berikut:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas di Rekening Penerimaan (Persepsi/Devisa Persepsi)


(111422)
Cr. Cr. Penerimaan Transito (811xxx )

4.2.4. Penerimaan Pembiayaan Melalui SP4HLN (untuk LC/PL)

Penerimaan pembiayaan adalah sebuah penerimaan yang terkait


erat Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (PHLN). Prinsip utama dari PHLN
adalah sumber pembiayaan untuk mengatasi defisit APBN yang mana
didalamnya juga termasuk pinjaman dalam negeri. Adapun metode
penarikan dana PHLN terdiri dari :
1) Pembayaran Langsung (Direct Payment)
2) Letter of Credits (L/C)
3) Pembayaran Pendahuluan (Pre Financing)
4) Rekening Khusus (special account)
Hanya metode penarikan melalui pembayaran langsung dan
Letter of Credit yang dicatat dalam penerimaan, karena dua mekanisme
tersebut menyebabkan uang masuk ke kas negara dan dikeluarkan
melalui SP3. Pembayaran langsung adalah mekanisme penarikan dana
PHLN dari lender secara langsung kepada rekening pihak ketiga atas
permintaan dari Menteri Keuangan yang dalam hal ini dikuasakan
kepada KPPN Khusus Jakarta VI. Mekanisme pembayaran melalui
pembayaran langsung (PL) menggunakan instrumen yang dinamakan
Withdrawal Application (WA). Masing-masing lender memiliki prosedur

GR 74
dan format dokumen WA tersendiri. Sedangkan Letter of Credits (L/C)
adalah mekanisme penarikan dana PHLN untuk transaksi yang
berhubungan dengan kegiatan ekspor/impor. L/C biasanya diperlukan
sebagai garansi atas suatu kontrak ekspor/impor baik bagi buyer
maupun supplier. Lender berfungsi sebagai guarantor (penjamin) atas
pembayaran, sedangkan issuer L/C dilakukan oleh pihak ketiga. Dalam
rangka pengelolaan PHLN ditetapkan bahwa L/C harus dibuka di Bank
Indonesia.
Adapun proses bisnis yang berlaku saat ini sebagai berikut:

Gambar 4.16. Proses Bisnis Penerimaan Pembiayaan (existing)

Dari gambar proses bisnis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :


1) Satker mengajukan Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran
Langsung (APDPL) atau Aplikasi Penarikan Dana Letter of Credit
(APDLC) ke KPPN.
2) KPPN memproses aplikasi dimaksud dan mengeluarkan cover letter
untuk APDPL dan SKP untuk APDLC, kemudian dilakukan pembayaran
(dibahas di Modul Manajemen Pembayaran).
GR 75
3) Untuk pembayaran langsung lender menyampaikan NOD/bukti
pembayaran ke DJPU dan ke Bank Indonesia untuk L/C.
4) DJPU memproses NOD menjadi SP4HLN dan meneruskan ke KPPN
sebagai dasar penerbitan SP3 (Surat Perintah
Pembukuan/Pengesahan).
5) Bank Indonesia meneruskan NOD atas realisasi LC dalam bentuk
NODIS (Nota Disposisi) ke KPPN sebagai dasar penerbitan SP3.
6) KPPN memproses SP3 dan menyimpan data transaksi tersebut dalam
database KPPN, dan secara periodic KPPN akan melaporkan
penerimaan pembiayaan dimaksud ke Direktorat PKN.
Semua proses di atas masih dilakukan secara manual.
Kedepannya akan dilakukan by sistem disertai penyempurnaan
mekanisme dengan mendahulukan pencatatan penerimaan di SP3 baru
kemudian ke pelaporan ke DJPU maupun BI dengan memberikan
tembusan SP3 dimaksud ke BI, DJPU dan satker bersangkutan
sebagaimana digambarkan di bawah ini.

Gambar 4.18. Proses Bisnis Penerimaan Pembiayaan (Future)

GR 76
Gambar proses bisnis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Satker mengajukan Aplikasi Penarikan Dana Pembayaran Langsung
(APDPL)/Aplikasi Penarikan Dana Letter of Credit (APDLC) ke KPPN.
2) KPPN memproses aplikasi dimaksud, KPPN mengeluarkan cover letter
untuk APDPL dan SKP untuk APDLC, kemudian dilakukan pembayaran
(dibahas di Modul Manajemen Pembayaran) dan data APDPL
amaupun APDLC disimpan dalam SPAN belum dicreate accounting
belum ada penerimaan real dan juga belum membebani DIPA.
3) Untuk pembayaran langsung/LC, lender menyampikan NOD langsung
ke KPPN khusus Jakarta VI.
4) KPPN Khusus Jakarta VI (Back Office) memproses invoice atas dasar
NOD yang diterima dan melakukan cross check dengan data SPAN .
Setelah itu KPPN memproses SP3 dimaksud dan melakukan create
accounting (dibahas dalam Modul Manajemen Pembayaran).

4.3 Pencatatan Penerimaan Melalui Bank Indonesia


Selain Melalui Modul Penerimaan Negara dan Potongan SPM, ada juga
penerimaan negara yang disetorkan melalui rekening penerimaan di Bank
Indonesia. Dalam pengelolaannya, penerimaan negara melalui Bank Indonesia
dicatat dan ditatausahakan secara terpusat oleh Direktorat PKN. Secara umum,
jenis-jenis penerimaan negara melalui Bank Indonesia dapat digambarkan
sebagai berikut:

Gambar 4.19. Jenis-jenis Penerimaan Negara Melalui Bank Indonesia


GR 77
Penerimaan Melalui Bank Indonesia dapat dibedakan berdasarkan jenis
penerimaan dan rekening penampungnya menjadi 5 (lima) jenis yakni :
a. Penerimaan yang langsung disetor di RKUN BI mencakup penerimaan
Royalti penerimaan BUMN, laba atas pembelian kembali obligasi,
pendapatan premium obligasi (valas) dan program bantuan (Loan Program).
b. Rekening Sub RKUN untuk menampung penerimaan dari penjualan Surat
Utang Negara (SUN).
c. Rekening Khusus untuk menampung penerimaan yang terkait dengan
penerimaan pembiayaan, khususnya yang diperoleh dari initial deposit dan
replenishment.
d. Rekening Penerimaan Lainnya (RPL) untuk menampung penerimaan terkait
dengan SDA Migas dan Panas Bumi termasuk PBB Migas dan PPh Migas, SDA
Non Migas serta RDI.
e. Penerimaan Rekening Retur yakni rekening yang digunakan untuk menerima
pengembalian belanja tahun berjalan akibat kesalahan nomor rekening
dalam Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D).

Informasi tentang Penerimaan melalui BI akan disampaikan ke sistem


MPN hanya sebatas penerimaan terkait dengan perpajakan tanpa melalui
mekanisme permintaan NTPN. NTPN dapat mengacu pada nomor referensi
penerimaan yang dicatat dalam SPAN. Adapun bagan alur Penerimaan Negara
Melalui BI dapat digambarkan sebagai berikut:

GR 78
Gambar 4.20. Proses Penerimaan Melalui Bank Indonesia

Penerimaan negara yang diterima melalui Bank Indonesia (BI) pada


dasarnya sama dengan penerimaan negara yang diadministrasikan melalui
KPPN (MPN dan MPN G2). Perbedaan utamanya adalah tidak ada rekening bank
persepsi yang terlibat dalam proses penyetoran penerimaan negara, dan
rekening tersebut sepenuhnya dikuasai oleh Kuasa BUN pusat dalam hal ini
Direktorat PKN. Selain itu, dokumen sumber yang dijadikan dasar pencatatan
penerimaan baru rekening koran yang dikirimkan ke Direktorat PKN. Hal ini
menyebabkan rekening penerimaan yang dibuka di BI harus spesifik untuk
penerimaan tertentu. Jika tidak, apabila hanya ada satu rekening penerimaan di
BI, akan menyulitkan pada saat melakukan pencatatan ke Modul GR. Selain itu,
penyetor yang melakukan setoran ke rekening penerimaan di BI sebagian besar
adalah pihak-pihak yang telah terikat kontrak jangka panjang dan terbiasa
menggunakan rekening-rekening tersebut.
Kendala lain penerapan rekening penerimaan tunggal di BI adalah
sebagian besar setoran ke BI belum diketahui dengan jelas penggunaan
akunnya. Sehingga, sebagian penerimaan yang di setorkan ke BI harus dicatat

GR 79
sebagai penerimaan sementara sebelum mendapatkan kepastian
penggunaannya sebagai contoh adalah rekening SUN, rekening khusus,
ataupun rekening pemerintah lainnya (RPL).
Proses administrasi penerimaan negara melalui BI di mulai ketika
Direktorat PKN menerima rekening koran dari BI dan mengunggah Arsip Data
Komputer (ADK) Rekening Koran tersebut ke Modul GR. Karena format ADK
Rekening Koran dari BI tidak memuat kode akun yang dibutuhkan dalam SPAN,
maka untuk penerimaan dari BI, selama proses unggah ini, Dit. PKN diharuskan
mengisi kode akun. Agar dapat diunggah ke SPAN, maka sebaiknya disepakati
terlebih dahulu format ADK Rekening Koran yang harus dikirimkan oleh BI ke
Direktorat PKN.

4.3.1. Pencatatan Penerimaan Negara yang Langsung Disetor ke RKUN


Penerimaan Negara yang langsung disetorkan ke RKUN adalah
penerimaan-penerimaan yang sifatnya insidental dan kejadiannya
sedikit. Contohnya adalah Penerimaan laba BUMN dan Program Loan.
Proses umum penerimaan negara melalui RKUN adalah sebagai berikut:

Gambar 4.21. Penerimaan Negara yang Langsung disetor ke RKUN di BI

Uraian gambar bagan alur penerimaan negara yang langsung


disetor ke RKUN di BI diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Penyetor (Wajib Setor/Lender/Investor) melakukan penyetoran
sejumlah uang melalui bank umum dengan ditujukan ke RKUN.

GR 80
2. Selanjutnya, bank akan melakukan transfer ke RKUN (pada Bank
Indonesia).
3. Direktorat PKN (Subdit KUN) membukukan transaksi penerimaan
tersebut setelah menerima rekening koran dari BI yang
memberitahukan bahwa ada setoran dari pihak ketiga di RKUN.
Notifikasi tersebut dapat berupa data elektronik rekening Koran/data
lain yang dijadikan sebagai dokumen sumber pencatatan tersebut.
4. Selanjutnya, akan ditayangkan di layar hasil entri data tersebut dan
dilakukan validasi dengan rekening koran yang diterima dari BI.
5. Jika telah benar, maka akan di jurnal ke General Ledger dan jika salah
/perlu dilakukan perbaikan data, maka akan ada peringatan bahwa
ada kesalahan, dan transaksi tidak dapat diproses. Selanjutnya,
kesalahan tersebut disampaikan ke BI untuk diperbaiki.
Jurnal yang terbentuk akibat transaksi penerimaan langsung ke
RKUN adalah sebagai berikut:
 Pendapatan Laba BUMN

Accrual/Cash Basis Journal


Dr. Kas di RKUN (111111)
Cr. Penerimaan Laba BUMN (422111)

 Penerimaan Program Loan


Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas di RKUN (111111)


Cr. Penerimaan Program Loan (71xxxx)

Selain jurnal diatas, untuk program loan juga akan menghasilkan


jurnal Subsidiary Ledger Accounting (SLA) untuk mengakui terjadinya
Utang Jangka Panjang sebagai berikut.

Accrual/Cash Basis Journal


Dr. Penerimaan Program Loan (71xxxx)
Cr. Utang Jangka Panjang (22xxx)

GR 81
Selanjutnya, Direktorat PKN (subdit KUN) juga akan mengunggah
(upload) data rekening koran tersebut sebagai dasar untuk proses
rekonsiliasi di Modul CM. Contoh jurnal transaksi dengan segmen
account yang terbentuk akibat transaksi penerimaan di RKUN adalah:

Tabel 4.3. Jurnal Lengkap Transaksi Penerimaan RKUN

4.3.2. Penerimaan Melalui Rekening Surat Utang Negara (SUN)


Penerimaan Surat Utang Negara tidak langsung disetorkan ke
Rekening Kas Umum Negara (RKUN) dengan pertimbangan untuk
memudahkan proses pencatatannya ke dalam SPAN. Hal ini karena
setoran SUN dilakukan oleh agen penjual SUN setelah memperhitungkan
biaya dan diskon yang diberikan dalam rangka pengelolaan SUN
tersebut. Dalam pengelolaan SUN, Pemerintah membuka dua rekening
di Bank Indonesia, yaitu rekening 500.000003 untuk menampung dana
setoran hasil lelang SUN, dan rekening 502.000001 untuk menampung
dana pemenuhan kewajiban yang terkait dengan pengelolaan SUN (debt
service cost). Kedua rekening tersebut pada hakekatnya hanyalah
rekening antara sebelum dana masuk ke RKUN (untuk hasil penerbitan)
dan sebelum dana dibayarkan kepada investor SUN (untuk pemenuhan

GR 82
kewajiban). Rekening 500.000003 sebagai rekening sementara
penampung setoran hasil lelang SUN diperlukan untuk memastikan
bahwa seluruh hasil penerbitan SUN telah sesuai dengan keputusan hasil
lelang yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Setelah sesuai,
dana pada rekening tersebut segera disetorkan ke RKUN sebagai
realisasi pembiayaan yang berasal dari penerbitan SUN. Sedangkan
rekening 502.000001 sebagai rekening sementara penampung dana
pemenuhan kewajiban juga diperlukan untuk hal yang sama, yaitu
memastikan bahwa telah tersedia dana yang cukup untuk pemenuhan
kewajiban sebelum dibayarkan kepada investor SUN. Untuk itu
pemerintah akan selalu melakukan pemantauan terhadap kedua
rekening tersebut.
Oleh karena naskah ini membahas tentang penatausahaan
penerimaan negara yang khususnya dilakukan oleh Modul Government
Receipt (GR) pada SPAN, maka dapat dijelaskan bagan alur administrasi
penerimaan SUN tersebut sebagaimana digambarkan dibawah ini:

Gambar 4.22. Alur Penerimaan SUN Melalui Bank Indonesia

GR 83
Berdasarkan gambar alur di atas dapat diuraikan bahwa pertama
kali proses dimulai saat investor yang membeli SUN melalui agen penjual
melakukan pembayaran ke bank. Pembayaran sebesar nilai bersih
pembelian SUN setelah dikurangi dengan diskon/ ditambahkan premium
(jika ada). Selanjutnya agen penjual akan melakukan transfer perolehan
penjualan SUN yang melalui perantaranya ke rekening SUN.
Informasi penerimaan penjualan SUN diterima oleh Direktorat
Jenderal Pengelolaan Utang dari agen penjual secara rinci dan
selanjutnya dijadikan dasar untuk melakukan reklasifikasi akun
penerimaan pembiayaan yang berasal dari SUN. Reklasifikasi dibutuhkan
karena pada saat penerimaan SUN dicatat ke dalam Modul GR di SPAN
tidak langsung pada akun penerimaan pembiayaan dari SUN. Hal ini
karena pencatatannya berdasarkan rekening koran yang diterima dari
Bank Indonesia sedangkan penyetoran dana SUN dari agen penjual telah
memperhitungkan biaya dan diskon/premiumnya. Jurnal yang dihasilkan
dari transaksi tersebut adalah:
 Pada saat penerimaan kas yang dicatat berdasarkan ADK Rekening
Koran yang disampaikan oleh Bank Indonesia:
Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas di Rekening SUN (111xxx)


Cr. Penerimaan SUN yang Ditangguhkan (71xxxx)

 Pada saat reklasifikasi akun (Pada DJPU):

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Penerimaan SUN yang Ditangguhkan (71xxxx)


Dr. Beban Penerbitan SUN (52xxx)
Cr. Penerimaan SUN (711xxx)
Cr. Pendapatan Premium (42xxx)

 Jurnal Pengakuan Utang (SLA):

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Penerimaan SUN (711xxx)


Cr. Utang Dalam Negeri (211xxx)

GR 84
Adapun contoh jurnal transaksi lengkap dengan segmen account
yang terbentuk akibat transaksi penerimaan di RKUN adalah sebagai
berikut:

Tabel 4.4. Jurnal Transaksi Penerimaan SUN

4.3.3. Penerimaan Melalui Rekening Khusus (Reksus)


Rekening khusus adalah rekening atas nama Menteri Keuangan RI
atau Bank Pemerintah lainnya yang ditunjuk Menteri Keuangan yang
menampung penarikan dimuka (Advance) PHLN (Initial Deposit) yang
bersifat revolving dan replenishment. Penarikan dana dengan cara
tersebut dapat dilakukan diseluruh KPPN di Indonesia baik yang sekota
dengan Kantor Bank Indonesia (KBI) atau tidak sekota dengan KBI
sepanjang tagihan tersebut dalam Rupiah. Jika tagihannya berupa valas,
pembayaran tagihan valas dengan RK hanya dilakukan di KPPN Khusus
Jakarta VI. Bagun alur pengisian Reksus dapat digambarkan sebagai
berikut:

GR 85
Gambar 4.23. Proses Pengisian Rekening Khusus (Reksus)

Uraian gambar bagan alur diatas dapat dijelaskan sebagai


berikut:
a. Proses Penerimaan Pembiayaan dimulai ketika satuan kerja yang
menjadi Executing Agency (EA) mengajukan permintaan pengisian
Reksus pertama kali atau Initial Deposit kepada Direktorat PKN untuk
mengisi Rekening Khusus yang akan digunakan dalam proses
pencairan Pinjaman Luar Negeri yang didapat oleh satker tersebut.
b. Berdasarkan Surat tersebut, Direktorat PKN cq. Subdit DPH akan
mengirimkan Withdrawal Application (WA) dan Cover Letter
permintaan Initial Deposit tersebut kepada lender. Jika Lender
setuju, maka lender akan mengirim uang ke Rekening Khusus yang
dibuka di Bank Indonesia sebagai Initial Deposit Pinjaman tersebut.
c. BI yang menerima transfer dana dari pihak lender akan mengirimkan
Rekening Koran kepada Direktorat PKN yang berisi transaksi masuk
dari lender. Berdasarkan Rekening Koran ini, Direktorat PKN cq.
Subdit DPH akan melakukan pencatatan ke Modul GR dengan cara
mengunggah ADK Rekening Korannya dan menambahkan akun
penerimaannya.

GR 86
d. Untuk Replenishment, kurang lebih prosesnya sama, akan tetapi, EA
tidak hanya menyampaikan Surat permintaan Replenishment, tetapi
juga menyampaikan salinan SP2D atas beban Reksus tersebut
sebagai bentuk pertanggungjawaban penggunaan Reksus kepada
lender.

Adapun penarikan dana dengan reksus dapat dilakukan melalui:


a. Penarikan dana dengan reksus di KPPN non-KBI
Berikut ini adalah gambar penarikan dana Reksus di KPPN non-KBI:

KPPN Dit PKN Bank Indonesia

SPD/WP REKSUS Lender


SP2D Replenishment
R
 601xxx: Loan
 602xxx:
SPB Grant
isi ke RKUN
kosong
tidak 609xxx valas
609502411
ya  USD
 Yen
Rekening
Talangan
Reimbursement

Gambar 4.24. Proses Penarikan Dana Dengan Reksus di KPPN Non-KBI

Uraian gambar penarikan dana dengan reksus di KPPN Non-


KBI diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Berdasarkan SP2D yang diterima, KPPN mengeluarkan SPB (Surat
Permintaan Pembebanan kepada Direktorat PKN untuk
menggantikan dana yang dikeluarkan oleh rekening 501 pada KBI.
2) Direktorat PKN menerbitkan SPD (Surat Perintah Debet)/WPR
(Warkat Pembebanan Rekening) sebagai dasar pembebanan
pembayaran (pendebetan) pada rekening khusus (untuk initial
deposit).
3) Rekening khusus terdiri dari rekeneing nomor 601xxx untuk
GR 87
pembebanan pembiayaan atas dasar pinjaman (Loan) dan no
601xxx untuk hibah (grant).
4) Apabila dana di reksus melebihi besaran initial deposit /kosong,
pembebanan dapat dilakukan pada rekening talangan.
5) Rekening Talangan terdiri dari rekening untuk masing Lender
yaitu: IBRD, ADB dan no 601xxx: untuk pembebanan pembiayaan
atas dasar pinjaman (Loan) dan no 601xxx untuk hibah (grant).
Keberadaan rekening talangan akan dihilangkan pada tahun
2011.
6) Mekanisme WA Replenishment dilakukan untuk me-revolving
rekening khusus sedangkan untuk me-revolving rekening
talangan dilakukan dengan WA Reimbursement.

b. Penarikan dana dengan reksus di KPPN KBI.


Pada KPPN KBI, mekanisme pembebanan terhadap rekening 501
pada KBI dilakukan berdasarkan SP2D tanpa melalui Direktorat PKN.
c. KPPN Khusus Jakarta VI
Jika tagihannya berupa valas, pembayaran tagihan valas dengan
Rekening Khusus hanya dilakukan di KPPN Khusus Jakarta VI dan
langsung dibebankan pada RKUN (valas).

Adapun sebagai bentuk pertanggungjawaban atas penarikan


dana pinjaman dengan Rekening Khusus adalah replenishment yang
ditujukan untuk mengganti dana Rekening Khusus yang telah didebet
dengan penerbitan SP2D RK oleh KPPN. Replenishment diajukan oleh
Direktorat PPHLN kepada lender. Pencatatan penerimaan negara dari
replenishment perlu dilakukan untuk menghindari adanya pengeluaran
yang ineligible (biaya yang dikeluarkan melalui Rekening Khusus tidak
diganti oleh lender karena tidak sesuai persyaratan).

GR 88
Satker/
Dit PKN Bank Indonesia Lender
(EA)

Satker Salinan Rek. koran Lender

dok Rek. koran

WA
 WA Replenishment
+
 WA Reimbursement
EA

 WA Replenishment Rekening Rekening


 WA Reimbursement Khusus Talangan
Talangan
 Replenishment  Reimbursement

Gambar 4.25. Proses replenishment dan Reimbursement

Gambar proses dapat diuraikan sebagai berikut:


1) Satker menyampaikan dokumen pendukung kepada Executing Agent
di masing-masing sumber loan (Lender).
2) Executing Agent juga menerima salinan rekening koran yang
dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
3) Atas dasar dokumen pendukun dan salinan rekening koran yang
diterima, untuk selanjutnya dikirimkan ke Direktorat PKN sebagai
dasar pengajuan Withdrawal Application.
4) Direktorat PKN mengajukan Withdrawal Application kepada Lender
untuk melakukan replenishment (pada reksus) dan Reimbursement
(pada rekening talangan).

Adapun proses rekonsiliasi reksus adalah sebagai berikut:


1) Bank Indonesia mengirim LKP secara mingguan ke PKN yang berisi
SPB yang sudah di-replenish oleh Lender.
2) Direktorat PKN mengirimkan data LKP tersebut ke masing-masing
Executing Agent.
3) Executing Agent mencocokkan data tersebut secara manual dengan
data-data SP2D yang membebani reksus sehingga akan dapat
diketahui pengeluaran (yang membebani reksus) yang ineligible.

GR 89
Selain terkait dengan dana yang berasal dari loan pencatatan
dalam Reksus juga termasuk atas penerimaan Hibah.
a. Penerimaan Hibah (Hibah sudah tercatat dalam APBN)
Pada awal tahun, donor sudah berkomitmen memberikan hibah
kepada Indonesia. Kemudian pemerintah akan mencatat hibah
tersebut dalam APBN. Ketika proses realisasi, pemerintah akan
membuka Reksus di BI, tapi donor juga dapat mentransfer langsung
ke RKUN. Penerimaan negara akan dicatat pada saat uang sudah
masuk ke RKUN dengan jurnal pencatatan sebagai berikut:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas di RKUN (111214)


Cr. Hibah Terikat Luar Negeri-Lembaga/Badan Usaha (424215)

b. Penerimaan hibah untuk dana perwalian (trust fund)

Multi Donor mentransfer dana untuk rekening trust fund (bisa


berada pada bank umum) untuk tujuan khusus. Penerimaan negara
dicatat saat dana ditransfer ke rekening trust fund. Setelah
menerima rekening koran dari Bank Indonesia, Direktorat PKN akan
meng-entry transaksi :

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas di RKUN (111214)


Cr. Hibah Dalam Negeri – Lembaga/Badan Usah (431112)

4.3.4. Penerimaan Melalui Rekening Pemerintah Lainnya


4.3.4.1. Penerimaan Sumber Daya Alam Minyak dan Gas Bumi
Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
113/PMK.02/2009 tentang Rekening Minyak dan Gas Bumi
(Migas) bahwa jenis penerimaan yang masuk pada Rekening
Minyak dan Gas Bumi yang merupakan bagian dari Rekening
Pemerintah Lainnya (RPL) terdiri dari:

GR 90
1) Pajak Penghasilan (PPh) merupakan PPh minyak bumi dan
gas alam yang disetor KKKS.
2) Bagian Pemerintah dari Sumber Daya Alam (SDA):
a. Hasil penjualan minyak mentah, merupakan penjualan
minyak mentah bagian Pemerintah dalam valuta USD;
b. Hasil penjualan gas alam, merupakan penjualan gas
bagian Pemerintah dalam valuta USD;
c. OverLifting KKKS, merupakan penerimaan yang berasal
dari kelebihan pengambilan minyak dan gas bumi oleh
KKKS; dan
3) Penerimaan lainnya terkait kegiatan hulu migas antara lain
bonus-bonus dan transfer material diantaranya penerimaan
bonus-bonus dari penandatanganan, kompensasi data,
produksi, dan dalam bentuk dan nama apapun yang
diperoleh Pemerintah dalam rangka kontrak kerja sama dan
transfer material yang berasal dari pemindahan surplus
material antar KKKS.

Sedangkan jenis pengeluaran yang dibayarkan/dikeluarkan


dari rekening minyak dan gas bumi yang merupakan bagian dari
Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) meliputi:
1) Penyelesaian kewajiban Pemerintah terkait kegiatan usaha
hulu minyak dan gas bumi, berupa:
a. Pembayaran perpajakan minyak dan gas bumi terdiri dari:
 Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), yang dilaksanakan
untuk menyelesaikan kewajiban PBB KKKS kegiatan
usaha hulu minyak dan gas bumi yang telah maupun
yang belum menghasilkan setoran bagian Pemerintah.
 Reimbursement Pajak Pertambahan Nilai (PPN),
merupakan pembayaran kembali PPN kepada KKKS.

GR 91
 Pajak Daerah, merupakan Pajak Pengambilan dan
Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan
(P3ABT&AP) dan Pajak Penerangan Jalan Non PLN
(PP) Non PLN) yang dibayarkan kepada Pemerintah
Daerah.
b. Pembayaran di luar perpajakan terdiri dari:
- Domestic Market Obligation (DMO) fee, merupakan
pembayaran fee kepada KKKS atas minyak mentah
yang diserahkan kepada kilang dalam negeri;
- Underlifting KKKS, merupakan kewajiban Pemerintah
kepada KKKS atas kelebihan pengambilan minyak
mentah oleh Pemerintah;
- Fee kegiatan hulu minyak dan gas bumi, merupakan
imbalan/fee yang diberikan kepada Badan Pelaksana
Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi dan
Penjual minyak dan gas bumi bagian Pemerintah; dan
- Kewajiban lainnya, merupakan kewajiban lainnya
yang timbul sehubungan dengan kegiatan usaha hulu
minyak dan gas bumi.
2) Penyetoran PPh minyak dan gas bumi ke Rekening Kas
Umum Negara.
3) Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) SDA
minyak dan gas bumi ke Rekening Kas Umum Negara,
merupakan penyetoran selisih lebih atas penerimaan bagian
Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam angka 2), setelah
memperhitungkan pembayaran kewajiban Pemerintah
sebagaimana dimaksud dalam angka 1) huruf a dan huruf b.
4) Penyetoran penerimaan lainnya ke Rekening Kas Umum
Negara.

GR 92
Rekening Migas tersebut dibuka pada Bank Indonesia
dengan nama Rekening Departemen Keuangan k/Hasil Minyak
Perjanjian Karya Production Sharing Nomor 600.000411 dengan
valuta USD. Berikut dapat digambarkan alur proses penerimaan
yang masuk ke rekening Migas dimaksud.

Gambar 4.26. Bagan Alur Penerimaan Migas

Penjelasan dari bagan alur di atas adalah sebagai berikut:


a. Wajib bayar melakukan pembayaran kewajibannya dengan
cara melakukan transfer ke Rekening Pemerintah Lainnya
(RPL) Migas di Bank Indonesia.
b. Kemudian, Bank Indonesia mengirimkan data penerimaan
RPL ke Direktorat PKN cq. Subdirektorat RPL dalam bentuk
ADK Rekening koran. Atas dasar rekening koran dari BI,
Direktorat PKN melakukan pencatatan penerimaan migas
yang ditangguhkan pada Modul Government Receipt (GR).
c. Selanjutnya, wajib bayar akan memberikan informasi
pembayaran kepada Direktorat Jenderal Anggaran (DJA). Hal
ini menjadi dasar bagi DJA untuk melakukan perincian

GR 93
penerimaan terkait migas tersebut.
d. Setelah Menerima laporan dari Wajib bayar, DJP akan
mengirimkan surat konfirmasi kepada DJA yang berisi rincian
jenis pajak apa saja yang dibayarkan melalui RPL.
e. Atas dasar konfirmasi tersebut, DJA melakukan reklasifikasi
penerimaan uang melalui RPL dan mencatatnya sebagai
pendapatan sesuai dengan perincian (pada modul GR-SPAN).
Serta meneruskannya melalui surat penjelasan kepada
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat PKN.
f. Selanjutnya, Direktorat PKN c.q. Subdit KUN akan
memerintahkan akan pemindahbukuan dari rekening
bersangkutan ke RKUN dan atau ke rekening pihak ketiga jika
memang ada hak pihak ketiga di dalam setoran dari wajib
bayar tersebut menggunakan Modul CM.

Setidaknya ada 2 jenis jurnal yang terbentuk akibat


transaksi penerimaan RPL Migas yakni:
Pada saat uang diterima pada rekening RPL (rekening SDA
Migas) dan dicatat berdasarkan rekening koran yang
disampaikan oleh Bank Indonesia:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas di RPL (111213)


Cr. Penerimaan SDA Migas yang ditangguhkan (7xxxxx)

Kemudian pada saat Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) telah


mengetahui dan menetapkan rincian penerimaannya, maka DJA
dapat langsung melakukan reklasifikasi akun berkaitan dengan
penerimaan tersebut. Sesuai dengan PMK 100/PMK.01/2008
bahwa salah satu tugas pokok dan fungsi dari DJA (DIT PNBP)
adalah melaksanaan penghitungan dan penyiapan usulan
pemindahbukuan PNBP dari sektor migas dan pajak
penghasilan sektor migas dari hasil kegiatan KKKS maka sudah

GR 94
seharusnya reklasifikasi Akun atas penerimaan ini dilakukan di
DJA. Adapun jurnal setelah dilakukan reklasifikasi akun
Penerimaan Migas adalah sebagai berikut:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Penerimaan Migas yang ditangguhkan (7xxxxx)


Cr. Pendapatan Minyak Bumi (421xxx)
Cr. Pendapatan PPh Migas (411xxx)

Penerimaan dari PBB pertambangan migas tidak disetor


langsung oleh para wajib pajak melalui Bank Persepsi,
melainkan dibayarkan dari Rekening Menteri Keuangan pada
Bank Indonesia yang digunakan sebagai penampungan
sementara penerimaan negara dari Pertambangan Migas dan
Panas Bumi. Hal tersebut terkait dengan perjanjian kontrak
kerjasama pertambangan dengan pihak kontraktor, di mana
penerimaan bagian pemerintah termasuk di dalamnya adalah
kewajiban perpajakan yang harus dibayar kontraktor kepada
pemerintah. Pengelolaan PBB Migas dan Panas Bumi akan
dibahas tersendiri pada bab ini. Jurnal transaksi penerimaan
Migas secara lengkap dapat dilihat di lampiran.

4.3.4.2. Penerimaan Non Migas


Selain mengelola administrasi setoran melalui RPL Migas,
Subdit RPL Direktorat PKN juga menatausahakan rekening-
rekening lain yang digunakan untuk menampung setoran
penerimaan bukan Migas. Penerimaan-penerimaan yang
disetorkan melalui RPL Non Migas antara lain Penerimaan Panas
Bumi, serta Penerimaan Pertambangan dan Perikanan. Secara
umum proses bisnis penerimaan non Migas sama dengan
pengelolaan RPL Migas. Adapun bagan alur proses bisnisnya
dapat digambarkan sebagai berikut :

GR 95
Gambar 4.27. Bagan Alur Penerimaan Non Migas

Bagan alur diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :


a. Wajib bayar melakukan pembayaran kewajibannya dengan
cara melakukan transfer ke Rekening Pemerintah Lainnya
(RPL) Non Migas di BI.
b. Selanjutnya, wajib bayar akan memberikan informasi kepada
DJA terkait dengan pembayaran yang dilakukannya.
c. BI mengirimkan data penerimaan RPL ke Direktorat PKN cq.
Subdirektorat RPL dalam bentuk ADK Rekening koran. Atas
dasar Rekening Koran dari Bank Indonesia, Direktorat PKN
melakukan pencatatan penerimaan Non Migas yang
ditangguhkan ke dalam Modul Government Receipt (SPAN).
d. Setelah Menerima laporan dari Wajib bayar, DJA akan
melakukan perincian pembayaran dari wajib bayar serta
melakukan reklasifikasi penerimaan uang melalui RPL dan
mencatatnya sebagai pendapatan (pada modul GR-SPAN).
g. Selanjutnya DJA akan meneruskan informasi tersebut
dengan mengirimkan surat pemberitahuan kepada
Direktorat Jenderal Perbendaharaan c.q. Direktorat PKN.
GR 96
e. Selanjutnya, Direktorat PKN cq. Subdit KUN akan
memerintahkan pemindahbukuan dari rekening
bersangkutan ke RKUN dan atau ke rekening pihak ketiga jika
memang ada hak pihak ketiga di dalam setoran dari wajib
bayar tersebut menggunakan Modul Manajeman Kas (CM).

Adapun jurnal transaksi penerimaan non Migas dapat


digambarkan dengan tabel berikut ini:

Tabel 4.5. Jurnal Transaksi Penerimaan Non Migas

4.3.5. Penerimaan Pengembalian Penerusan Pinjaman (RDI/RPD)


Penerimaan Pengembalian Penerusan Pinjaman (RDI/RPD) adalah
penerimaan yang terkait dengan penerusan pinjaman luar negeri oleh
pemerintah pusat kepada Pemerintah daerah maupun BUMN/BUMD
serta pihak lain. Penerimaan tersebut ditampung terlebih dahulu
kedalam Rekening rekening penampung yang kita kenal sebagai
Rekening Dana Investasi (RDI) dan Rekening Pembangunan Daerah
(RPD).

GR 97
Adapun jenis rekening RPD dan RDI dibagi menurut jenis mata
uang yang digunakan, antara lain sebagai berikut:

Nama
No No Rekening Kegunaan
Rekening

1. 513.000.000 RDI Menampung Penerimaan cicilan


pengembalian pinjaman RDI dalam rupiah
2. 519.000.102 RPD Menampung Penerimaan cicilan
pengembalian pinjaman RPD dalam rupiah

3. 607.000.111 RDI Yen Menampung Penerimaan cicilan


pengembalian pinjaman RDI dalam Yen

4. 607.000.311 RDI AUD Menampung Penerimaan cicilan


pengembalian pinjaman RDI dalam AUD

5. 607.000.411 RDI USD Menampung Penerimaan cicilan


pengembalian pinjaman RDI dalam USD

6. 607.00. 511 RDI GBP Menampung Penerimaan cicilan


pengembalian pinjaman RDI dalam GBP

7. 607.000.991 RDI EUR Menampung Penerimaan cicilan


pengembalian pinjaman RDI dalam EUR

Tabel 4.6. Jenis Rekening RPD dan RDI

Secara umum rekening di atas dipergunakan untuk menampung


pengembalian pokok, bunga dan denda atas pengembalian pinjaman
pemerintah kepada BUMN, BUMD, Pemerintah Daerah dan Penerima
penerusan pinjaman lainnya, dengan uraian sebagai berikut :
a. Penerimaan pembiayaan termasuk Pengembalian pembiayaan,
dikategorikan dalam Pengembalian cicilan pokok (mencakup
pengembalian dari BUMN, Pemda, BUMD dan juga dibagi menurut
tahun anggaran yang lalu dan yang berjalan).
b. Jenis penerimaan non pokok (selain cicilan pokok) yang terdiri
dari Pendapatan bunga, pembayaran debitur atas denda dan biaya
lain-lain termasuk dalam PNBP, dicatat dengan menggunakan
akun kepala 4 (akun Pendapatan bunga pinjaman dan akun
Pendapatan denda keterlambatan).
GR 98
c. Penerimaan bunga dari penyaluran kredit program KUMK (Kredit
Usaha Kecil Mikro) dan Penerimaan lainnya misalnya pengembalian
kelebihan pembayaran subsidi bunga, dan penerimaan
pengembalian pembayaran risk sharing.
Proses penerimaan pengembalian pembiayaan dapat
digambarkan dengan bagan alur sebagai berikut.

Gambar 4.28. Proses Penerimaan Pengembalian Pembiayaan

Gambar penerimaan pengembalian pembiayaan dimulai ketika


Modul PM membayarkan sejumlah untuk SPM penerusan pinjaman baik
melalui mekanisme PL maupun melalui Rekening Khusus, dan L/C. Pada
saat penerbitan SP2D, maka akan diakui piutang penerusan pinjaman
kepada debitur. Piutang inilah yang akan dijadikan dasar untuk
melakukan tagihan kepada debitur sesuai dengan naskah perjanjian
penerusan pinjaman.

GR 99
Setelah jatuh tempo, debitur harus melakukan pembayaran
cicilan pokok dan bunga kepada pemerintah melalui RDI/RPD. Proses
pembayaran tersebut dilakukan dengan melakukan transfer dari bank
umum ke Rekening RDI/RPD di Bank Indonesia. Setelah melakukan
pembayaran, debitur mengirimkan surat pemberitahuan rincian
pembayarannya ke Direktorat Sistem Manajemen Investasi (Direktorat
SMI) Ditjen Perbendaharaan yang mengadministrasikan proses
penerusan pinjaman tersebut.
Direktorat PKN cq. Subdit RPL akan mencatat penerimaan
pengembalian pembiayaan tersebut ke dalam SPAN dengan cara
mengunggah ADK Rekening Koran yang diterima dari Bank Indonesia.
Penerimaan tersebut dicatat sebagai Penerimaan Pengembalian Belanja
yang ditangguhkan karena memang belum dapat dipastikan setoran
tersebut untuk membayar piutang yang mana saja.
Setelah menerima salinan (copy) Rekening koran dari Direktorat
dan surat konfirmasi setoran dari debitur, Dit. SMI akan melakukan
reklasifikasi akun dari penerimaan pembiayaan yang ditangguhkan
menjadi penerimaan pembiayaan. Jika diperlukan, Direktorat PKN cq.
Subdit KUN dapat memerintahkan pelimpahan uang dari RDI/RPD
menggunakan Modul CM, serta melakukan rekonsiliasi antara RDI/RPD
dengan RKUN.
Dari proses penerimaan pengembalian pembiayaan diatas,
setidaknya ada tiga jenis jurnal yang terbentuk dalam SPAN yakni:
Pada Saat Pengakuan Piutang Penerusan Pembiayaan, Jurnal Pengakuan
Piutang Pembiayaan terbentuk bersamaan dengan terbitnya SP2D untuk
membayar tagihan atas beban penerusan pinjaman berdasarkan SPP
dana SPM yang diajukan Direktorat SMI. Jurnal ini menjadi dasar
pengakuan penerimaan negara yang terkait dengan penerusan
pinjaman. Jurnalnya ini dibentuk pada Modul PM pada saat penerbitan
SP2D yaitu sebagai berikut:

GR 100
Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Piutang Penerusan Pinjaman (1xxxx)


Cr. Pengeluaran Pembiayaan (72xxx)

Kemudian pengakuan Penerimaan Pembiayaan yang Ditangguhkan, yang


diakui pada saat pada saat pembayaran oleh debitur yang dicatat
berdasarkan rekening koran dari Bank Indonesia dengan cara upload
ADK Rekening Koran melalui Modul GR. Jurnalnya adalah sebagai
berikut:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas RDI/RPD (11xxxx)


Cr. Penerimaan Pengembalian Penerusan Pinjaman yang ditangguhkan
(71xxxx)

Selanjutnya pada saat menerima konfirmasi dari debitur, Direktorat


Sistem Manajemen Investasi melakukan reklasifikasi akun atas
pencatatan penerimaan pengembalian pembiayaan yang ditangguhkan
menjadi Cicilan dan bunga penerusan pinjaman. Jurnalnya adalah :

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Penerimaan Pengembalian Pembiayaan yang ditangguhkan (71xxxx)


Cr. Cicilan Pokok Penerusan Pinjaman (71xxxx)
Cr. Bunga penerusan Pinjaman (42xxxx)

Selain reklasifikasi akun, terbentuk juga jurnal SLA (korolari)


untuk mengurangi piutang penerusan pinjaman serta jurnal untuk
mengakui bagian lancar cicilan sebagai berikut:
Jurnal untuk mengakui berkurangnya piutang penerusan pinjaman

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Cicilan Pokok Penerusan Pinjaman (71xxxx)


Cr. Piutang Penerusan Pinjaman (1xxxxx)

GR 101
Jurnal pengakuan bagian lancar penerusan pinjaman:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Bagian Lancar Penerusan Pinjaman (1xxxxx)


Cr. Cadangan Piutang (3xxxxx)

Adapun contoh jurnal yang terbentuk akibat proses penerimaan


pengembalian penerusan pinjaman secara lengkap adalah sebagai
berikut :

Tabel 4.7. Jurnal Transaksi Penerimaan Pengembalian Penerusan Pinjaman

4.3.6. Penatausahaan Penerimaan PBB Migas dan Panas Bumi


Pendapatan PBB Migas dan Panas Bumi termasuk PBB yang
harus dibagi kembali ke daerah sebagai Dana Bagi Hasil. Jika PBB sektor
Perkotaan dan Perdesaan yang dibagi melalui Bank Operasional III,
maka PBB Migas dan Panas Bumi dibagi melaui Bank Operasional I yang
dikelola oleh KPPN Jakarta II. Proses pembagiannya dilakukan
berdasarkan data penerimaan PBB Migas dan Panas Bumi yang diterima
melalui rekening RPL di Bank Indonesia. Adapun bagan alur proses bisnis
penatausahaan PBB Migas dan Panas Bumi dapat digambarkan sebagai
berikut ini :
GR 102
Gambar 4.29. Penatausahaan PBB Migas dan Panas Bumi

Proses penatausahaan PBB Migas dan Panas Bumi dimulai ketika


dibukukan pendapatan Migas dan atau Panas Bumi oleh Direktorat PKN
sebagai Pendapatan yang ditangguhkan berdasarkan Rekening Koran
dari Bank Indonesia. Kontraktor yang melakukan penyetoran
selanjutnya memberikan konfirmasi ke Direktorat Jenderal Anggaran
terkait kewajiban krontrak karyanya, dan memberitahukan kepada
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terkait dengan pembayaran PBB atas
kegiatan kontrak karya Migas/Panas Buminya.
Berdasarkan laporan dari Kontraktor tersebut, maka Direktorat
Jenderal Pajak mengirimkan surat kepada DJA yang berisi rincian atas
setoran PBB Migas/Panas Bumi yang tercampur dalam setoran untuk
PNBP-nya.
Berdasarkan surat dari Direktorat Jenderal Pajak tersebut, maka
DJA akan melakukan jurnal reklasifikasi akun terhadap setoran dari
kontraktor dengan menggunakan Modul GR. Selanjutnya, DJA meminta
kepada Subdit KUN di Direktorat PKN untuk mentransfer dana yang
GR 103
menjadi pendapatan PBB Migas/Panas Bumi ke RKUN. Selanjutnya,
Subdit KUN akan melakukan transfer dari RPL ke Rekening KUN.
Proses administrasi penerimaan negara berakhir begitu dana PBB
Migas/Panas Bumi tersebut di transfer ke Rekening KUN. Proses
selanjutnya adalah proses pembagian Dana Bagi Hasil nya yang
dilakukan melalui Modul Budget Commitment (BC) dan Modul Payment
Management (PM).
Proses pembayaran Dana Bagi Hasil PBB Migas dan Panas Bumi
dimulai ketika Ditjen Perimbangan Keuangan (DJPK) menerbitkan Surat
Penetapan Alokasi Transfer (SPAT) sebagai dasar penerbitan dokumen
pembayaran oleh Satker pengelola anggaran transfer ke daerah.
Selanjutnya, satker tersebut membuat SPM yang memerintahkan KPPN
Jakarta II untuk melakukan pembaayaran Transfer Ke Daerah DBH PBB
Migas dan Panas Bumi sesuai dengan lampiran penerimanya.
Atas dasar SPM tersebut,dengan asumsi bahwa SPMnya valid dan
benar, maka KPPN Jakarta II akan menerbitkan SP2D dan
memerintahkan Bank Operasional (RPK BUN-P) untuk melakukan
pembayaran kepada penerima yang berhak.
Dari proses diatas, ada 4 jenis jurnal yang terbentuk untuk proses
administrasi penerimaan PBB Migas dan Panas Bumi ini, yaitu:
a. Pada saat pengakuan penerimaan Migas/Panas Bumi yang
ditangguhkan.
Jurnal yang terbentuk pada saat pengakuan penerimaan Migas/Panas
Bumi yang ditangguhkan ini di dasarkan atas Rekening Koran dari RPL
yang diunggah oleh Subdit RPL ke Modul GR. Contoh jurnalnya
adalah:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas di RPL (1xxxxx)


Cr. Penerimaan Migas yang ditangguhkan (7xxxxx)

GR 104
b. Pada saat reklasifikasi akun.
Jurnal reklasifikasi dilakukan oleh DJA setelah menerima surat
konfirmasi setoran PBB Migas/Panas Bumi dari Ditjen Pajak. Jurnal
reklasifikasi dilakukan melalui Modul GR dengan membalik
Penerimaan yang ditangguhkan menjadi pendapatan PBB Migas.
Contoh jurnalnya sebagai berikut:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Penerimaan Migas yang ditangguhkan (7xxxxxx)


Cr. Kas di RPL (1xxxxx)

Junal untuk mengakui Pendapatan Migas :

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas di RPL (1xxxxx)


Cr. Pendapatan PBB Migas (41xxxx)

c. Pada saat transfer ke Rekening KUN


Proses transfer ke Rekening KUN dilakukan oleh Subdit KUN setelah
menerima perintah transfer dari DJA. Karena baik RPL dan RKUN
merupakan rekening yang dikelola Pemerintah melalui Direktorat
Pengelolaan Kas Negara, maka proses transfer ini hanyalah transfer
antar rekening bank biasa dan dilakukan oleh Modul CM. Contoh
jurnal yang terbentuk adalah:

Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kas di RKUN (1xxxxx)


Cr. Kas di RPL (1xxxxx)

d. Pada saat Proses Pembayaran.


Jurnal pada saat pembayaran sebenarnya sama dengan proses
pembayaran kepada tagihan negara yang lain. Jurnal akhirnya adalah
saat dibayarkan ke rekening Pemda dengan SP2D yang dilakukan
pada Modul PM, jurnalnya adalah sebagai berikut:
GR 105
Accrual/Cash Basis Journal

Dr. Kewajiban DBH (2xxxxx)


Cr. Cash Clearing (1xxxx9)

4.4. Pokok-pokok Perubahan (Improvement) Penatausahaan Penerimaan Negara


Dari penjelasan-penjelasan yang diuraikan sebelumnya, dapat
diidentifikasikan beberapa pokok perubahan atau penyempurnaan proses
bisnis penatausahaan penerimaan negara dalam rangka implementasi Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) seperti yang terlihat pada tabel
berikut:

No Pokok-Pokok Perubahan (improvement)

1. Sentralisasi penatausahaan penerimaan negara melalui single database dalam


SPAN

2. Sentralisasi pengelolaan Modul Penerimaan Negara melalui MPN G2 untuk


setoran penerimaan negara yang disetor pada bank/pos persepsi.

3. Reposisi kewenangan pengelolaan Modul Penerimaan Negara pada penerapan


MPN G2 oleh DJPB (Dit. PKN), terutama terkait sistem pembayaran (settlement)
setoran penerimaan negara melalui bank/pos persepsi.

4. Restrukturisasi rekening penerimaan (rekening kas negara) pada bank/pos


persepsi terkait penerapan MPN G2, terutama terkait dengan pemusatan
rekening kas negara untuk masing-masing bank/pos persepsi (BP Pusat).

5. Penerimaan negara terkait Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) sudah dicatat


pada saat uang masuk pada rekening (RPL) yang bersangkutan.

6. Penerimaan pembiayaan terkait Reksus dicatat pada saat dana initial deposit
dan/atau pada saat replenishment masuk pada Reksus yang bersangkutan.

7. Pembayaran setoran penerimaan negara pada bank/pos persepsi dapat


dilakukan pada lintas (luar) wilayah kerja KPPN yang bersangkutan. Untuk itu
dilakukan jurnal intra-entity (antar satker) pada setiap setoran yang dilakukan.

8. Penerimaan terkait pajak dan bea cukai dicatat (diakui) sebagai penerimaan
masing-masing Satker (KPP/KPBC) bersangkutan. Sehingga proses rekonsiliasi
data penerimaan dapat dilakukan di tingkat Satker dan KPPN. Untuk itu setiap
transaksi pada data MPN harus dapat di mapping sebagai penerimaan KPP/KPBC
selaku Satker.

GR 106
No Pokok-Pokok Perubahan (improvement)

9. Memungkinkan pencatatan dan akuntansi penerimaan negara dilakukan secara


akrual maupun kas sejalan dengan yang diamanatkan dalam undang-undang.

10. Penerimaan dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan dapat


mengembalikan sisa pagu yang didahului dengan surat pengajuan pengembalian
sisa pagu oleh Satker.
11. Sebagian besar pencatatan penerimaan negara dilakukan melalui metode
interface/upload data (ADK) terutama terkait jumlah data transaksi yang relatif
banyak (batch/bulk) temasuk untuk pencatatan penerimaan yang berasal dari
setoran langsung pada Bank Indonesia melalui ADK rekening koran.

12. Pembuatan daftar rincian dana bagi hasil PBB berdasarkan data transaksi
penerimaan dapat dilakukan secara sistem untuk membantu proses
pembayaran/transfer ke daerah oleh KPPN ke BO III.

13. Penyampaian LHP dan rekening koran dari bank persepsi/BI secara elektronik
dan terstandarisasi.

14. Rekonsiliasi secara sistem antara pencatatan penerimaan negara dengan kas
yang diterima pada Modul Cash Management berdasarkan informasi (ADK)
rekening koran dari bank, termasuk proses rekonsiliasi antara ADK rekening
koran dari bank persepsi dengan data penerimaan ADK LHP/DNP). Untuk itu
rekening koran harus diformat dalam bentuk ADK yang terstandarisasi dan setiap
transaksi yang muncul dalam Daftar Nominatif Penerimaan (DNP) harus muncul
pada ADK rekening korannya, sehingga Bank Persepsi harus mengkreditkan
Rekening Kas Negara pada setiap transaksinya.

15. Tidak ada proses permintaan NTPN (e-paypoint) pada MPN selain setoran melalui
bank/pos persepsi (contoh: penerimaan melalui potongan SPM, penerimaan
melalui Bank Indonesia).

16. Tidak ada proses konsolidasi laporan (LKP) ditingkat pusat karena menggunakan
single database dan laporan dapat di-generate pada setiap level kewenangan
yang diberikan.

17. Mendukung pelaksanaan Treasury Single Account (TSA) secara penuh dalam
rangka pengelolaan kas.

18. Dapat dilaksanakan proses audit trail terhadap data transaksi, karena setiap
adanya perubahan/perbaikan hanya dapat dilakukan dengan mekanisme jurnal
reversal/pembalik, sehingga setiap perubahan/perbaikan akan tercatat.

19. Penatausahaan penerimaan negara dengan meminimalisasi penggunaan kertas


(less paper).

Tabel 4.8. Pokok-pokok Perubahan Penatausahaan Penerimaan Negara

GR 107
BAB V
KONEKSITAS SPAN DENGAN SISTEM LAIN DALAM RANGKA PENERIMAAN NEGARA
MELALUI PENDEKATAN ORACLE APPLICATION

Penatausahaan penerimaan negara dalam SPAN tidak terlepas dari sistem lain
diluarnya yang menjadi sumber data pencatatan penerimaan negara sekaligus
sebagai sumber informasi penerimaan negara. Seperti diketahui bahwa
pembangunan proyek SPAN dibuat dengan menggunakan Oracle Application (Oracle
Finance). Untuk itu pola integras maupun koneksitas penatausahaan penerimaan
negara akan dilakukan melalui pendekatan oracle application. Masing-masing sistem
diluar SPAN tersebut tentunya mempunyai karakteristik yang berbeda pula baik
format atau struktur data sebelum dapat ditangkap oleh SPAN itu sendiri (inbound)
maupun mekanisme informasi yang disajikan oleh SPAN ke sistem lain (outbound).
Secara umum koneksitas SPAN dengan sistem lain dalam rangka penerimaan
negara dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 5.1. Koneksitas SPAN dengan Sistem Lain Dalam Rangka


Penatausahaan Penerimaan Negara

Khusus terhadap penerimaan untuk Satker BLU pelaksanaannya dilakukan


pada Modul Payment Management (PM) sama halnya dengan penerimaan melalui

GR 108
Potongan SPM maupun penerimaan yang dicatat melalui mekanisme penerbitan
SP2D atau sejenisnya. Adapun metode interface dalam rangka pencatatan
penerimaan negara tersebut dalam SPAN dapat diurakan dalam tabel berikut:

No. Jenis Asal Tujuan Format Data Metode

1. Penerimaan melalui Bank/Pos Bank/Pos SPAN ADK Upload


Persepsi (MPN G1). Persepsi

2. Penerimaan melalui Bank/Pos Server SPAN Tabel Database Interface


Persepsi (MPN G2). MPN G2 MPN G2 (Db to Db)
3. Penerimaan melalui Bank Indonesia BI SPAN Modifikasi ADK Upload
(BI). Rek.Koran
4. Reklasifikasi pencatatan (CoA) DJP/DJA SPAN ADK (Ms.Excel) Upload
penerimaan PBB Migas.
5. Reklasifikasi pencatatan (CoA) Dokumen SPAN - Input
penerimaan Non PBB Migas:
a. Penerimaan SUN;
b. Penerimaan SDA;
c. Penerimaan pengembalian
penerusan pinjaman;
d. Penerimaan lainnya secara parsial.
6. Informasi penerimaan pajak diluar SPAN Server Tabel Database Interface
MPN G1 & G2. MPN G2 SPAN (Db to Db)

Tabel 5.1. Metode Interface Dalam Rangka Pencatatan Penerimaan Negara (SPAN)

Standarisasi pengiriman ADK

Perlu kiranya dilakukan standarisasi proses pengiriman data secara


elektronik Arsip Data Komputer (ADK) yang berasal dari berbagai bank persepsi
maupun Bank Indonesia terkait dengan penatausahaan penerimaan negara yang
dilakukan secara terpusat dalam SPAN. Seperti diketahui bahwa setiap bank/pos
persepsi maupun Bank Indonesia dapat dipastikan memiliki sistem yang berbeda
satu sama lainnya dalam melaksanakan fungsi penerimaan negara. Dan sangatlah
tidak efektif dan efisian apabila SPAN dalam rangka penanatausahaan penerimaan
negara secara tersentralisasi yang sebagian dokumen sumbernya berasal dari bank
persepsi dan Bank Indonesia diharuskan menerima masukan data dari berbagai
macam format data. Standarisasi tersebut tentunya terkait format file yang
disampaikan maupun struktur data sesuai kebutuhan SPAN itu sendiri.

GR 109
Untuk itu, SPAN akan menyediakan suatu tempat (ruang) khusus dalam
media penyimpanannya untuk menampung pengiriman ADK baik pengiriman secara
elektronik data transaksi penerimaan (LHP) maupun rekening koran dari berbagai
bank persepsi maupun dari Bank Indonesia. Hal ini tentunya akan membantu dan
memudahkan Direktorat Perbendaharaan dalam menatausahakan penerimaan
negara secara tersentralisasi ke suatu sistem (SPAN). Sehingga setiap pengiriman
ADK dari bank persepsi maupun Bank Indonesia mungkin dikirimkan ke salah satu
direktori media penyimpanan yang disediakan pada SPAN. Kemudian SPAN akan
dapat mengambil ADK tersebut dalam rangka penatausahaan penerimaan negara
yang dilakukan oleh unit yang berwenang.

5.1. Interfacing Data Penerimaan Negara dari Sistem Diluar SPAN ke SPAN
Seperti yang dijelaskan diatas bahwa SPAN akan menerima dan
mencatat data penerimaan dari beberapa sistem diluarnya yaitu dari Bank/Pos
Persepsi, MPN G2, Bank Indonesia, dan Satker BLU. Mekanisme pencatatannya
berbeda satu sama lainnya. Ada yang melalui mekanisme upload langsung dari
bentuk Arsip Data Komputer (ADK) yaitu untuk data penerimaan yang
disampaikan dari Bank/Pos Persepsi dan dari Satker BLU, ada pula yang melalui
proses upload modifikasi yaitu untuk data penerimaan melalui Rekening Koran
(softcopy) dari Bank Indonesia karena datanya masih perlu dilengkapi dengan
CoA (akun). Sedangkan untuk data penerimaan yang berasal dari MPN G2,
SPAN akan berinterface langsung (database to database) dengan sistem MPN
G2. Sedangkan data penerimaan dari Satker BLU diupload dari ADK SPM
Pengesahan secara bersamaan dengan proses penerbitan SP2D Pengesahan
pada Modul Pembayaran (SPAN-PM).

5.1.1. Bank/Pos Persepsi


Setiap hari bank/pos persepsi menyampaikan data transaksi
penerimaan negara melalui ADK ke KPPN yang merupakan bagian dari
Laporan Harian Penerimaan (LHP), selanjutnya KPPN akan melakukan
proses upload terhadap ADK tersebut ke sistem SPAN yang nantinya akan
menjadi penerimaan pada Modul Government Receipt (GR). Proses
GR 110
upload tersebut dilakukan melalui tabel interface pada SPAN. Hal ini
dilakukan untuk keperluan proses validasi atas ADK yang disampaikan
oleh Bank/Pos Persepsi, jika terdapat salah satu data transaksi yang tidak
valid/tidak sesuai dengan LHP (khususnya Daftar Nominatif Penerimaan
(DNP)) maka SPAN akan mengeluarkan Laporan Hasil Validasi ADK
sebagai dasar pengembalian LHP beserta ADK ke Bank/Pos Persepsi
untuk dilakukan perbaikan.
Nama file ADK bank/pos persepsi perlu pula dilakukan
standarisasi agar proses validasi data transaksi yang termuat dalam ADK
tersebut sesuai dengan nama file ADKnya. Jumlah file (ADK) yang
disampaikan oleh bank/pos persepsi adalah sama dengan jumlah
rekening kas negara yang ada dalam rangka penerimaan negara yang
dilaksanakannya. Sehingga satu bank persepsi bisa saja menyampaikan
lebih dari satu file ADK ke KPPN apabila bank persepsi tersebut juga
ditunjuk sebagai Bank Persepsi PBB maupun bank devisa persepsi.
format nama file ADK yang akan disampaikan ke KPPN tersebut yaitu:

AAABBBCCCCCC-YYYYMMDD

Keterangan:
AAA : Kode KPPN (Operating Unit)
BBB : Kode Bank
CCCCCC : Nomor Rekening Kas Negara
(3 digit pertama + 3 digit terakhir)
YYYYMMDD : Tanggal Buku

Dapat dicontohkan sebuah nama file ADK sesuai format dimaksud


diatas adalah 019009100319-20110309. Dari nama file ADK tersebut
dapat dijelaskan yaitu KPPN Jakarta II (019), Bank BNI (009), Nomor
Rekening 100...319, dan Tanggal Buku 09-MAR-2011. Dari uraian
tersebut digambarkan proses penatausahaan penerimaan negara melalui
proses upload ADK dari Bank/Pos Persepsi seperti gambar dibawah ini.

GR 111
Bank/Pos KPPN
Persepsi (Bendum)

Mulai

LHP + ADK Tayang


[1] Upload ADK [2]
ADK

[3]

Total Validasi
(5a) Tidak [4]
ADK=LHP (manual)

[5b] Ya

Validasi
(sistem)

[6]

[8a] Rekam
OK [7b] Ya Penerimaan
pada Modul GR

[7a] Tidak [9]

Cetak
Cetak
Laporan
Laporan
Harian
Un-Valid
Penerimaan

[8b]

Hapus Selesai
Data Upload

Gambar 5.2. Proses Bisnis Upload ADK Bank/Pos Persepsi ke KPPN

Proses validasi pada saat upload ADK pertama kali dilakukan


dengan cara manual yaitu mencocokkan antara jumlah penerimaan pada
tayangan ADK dengan jumlah penerimaan yang tercantum dalam LHP.
File ADK tersebut hanya bisa dieksekusi oleh KPPN yang bersangkutan
sesuai dengan 3 digit awal nama file ADK dimaksud. Selanjutnya proses
validasi ADK itu sendiri secara sistem diantaranya adalah
membandingkan elemen data sebagai berikut:
a. Beberapa elemen data tidak boleh ada yang kosong (misalnya untuk
penerimaan pajak: Kode KPPN, Mata Anggaran, NPWP/Kode KPP,
Jumlah Setor, Tanggal Bayar, Tanggal Buku, Log MPN).
b. Akun yang boleh ada pada ADK Bank/Pos Persepsi sesuai dengan jenis
ADK-nya.

GR 112
c. Kode Bank, Kode Cabang Bank, Kode KPPN, Nomor Rekening harus
dalam satu file yang sama.
d. Kode KPPN, Kode Bank, Nomor Rekening harus sesuai dengan nama
file (AAABBBCCCCCC).
e. Tanggal Buku harus sesuai dengan nama file (YYYYMMDD).

Tabel berikut menggambarkan struktur data yang dipersyaratkan


dalam ADK dari Bank/Pos Persepsi yang akan disampaikan ke KPPN
sekaligus mapping validasi yang akan dilakukan pada saat proses upload:

Format ADK Digit Validasi

1. Nomor Billing Maksimal Not duplicate


(unique-primary key) 30 digit

2. NTPN 16 digit Harus terisi


3. NTB Tergantung Harus terisi
Bank
4. Kode Bank 3 digit Sama seperti nama file (BBB)
5. Kode Cabang Bank Tergantung
Bank
6. Nomor Rekening Kas Tergantung 3 digit pertama + 3 digit terakhir
Negara Bank Sama seperti nama file CCCCCC
7. Tanggal Setor YYYYMMDD

8. Tanggal Buku YYYYMMDD Sama seperti nama file YYYYMMDD

9. Kode Mata Uang 3 digit Harus terisi

10. Jumlah Setor Harus terisi


11. Kode KPP 3 digit Harus terisi untuk akun 41XXXX dan
ada mapping ke kode BA dan kode
Satker.
12. Kode KPBC 6 digit Harus terisi untuk akun 423216 dan ada
mapping ke kode BA dan kode Satker
13. Kode Satker 6 digit Harus terisi untuk akun 42XXXX kecuali
akun 423216

14. Kode KPPN 3 digit Harus terisi dan harus sama dengan
nama file ADK (AAA)

GR 113
Format ADK Digit Validasi

15. Kode Sumber Dana 6 digit  Akun 41XXXX  Kode Sumber Dana
‘000000’
 Harus terisi untuk akun 42XXXX
(kecuali akun 423216, kode sumber
dana = ‘000000’)
 Akun 42XXXX dan akun <> 424XXX’
 Kode Sumber Dana = ‘050001’
 Akun 42XXXX dan akun = 424XXX’ 
Kode Sumber Dana = ‘060001’ untuk
BLU
16. Program 7 digit Harus terisi, untuk akun 41XXXX kode
program ‘0150400’

17. Kode Lokasi (PBB) 4 digit Harus terisi untuk akun 4113XX,
4114XX.

18. Mata Anggaran (akun) 6 digit Harus terisi

19. Log Date MPN

20. Log No MPN

Tabel 5.2. Tabel Struktur Data Yang Dipersyaratkan Dalam ADK


dari Bank/Pos Persepsi

Perlu dijelaskan mengenai jumlah digit terkait kode bank yang


menggunakan 3 digit dimana selama ini (MPN Existing) menggunakan 4
digit. Perubahan jumlah digit ini dilakukan dalam rangka simplikasi dan
penyeragaman jumlah digit yang digunakan baik itu bank maupun non
bank (kantor pos). Sesuai dengan standar kode bank yang diterbitkan
oleh Bank Indonesia dimana seluruh bank menggunakan kode sebanyak
3 digit dan hanya kantor pos yang menggunakan 4 digit yaitu ”9996”.
Terkait dengan kode kantor pos yang memiliki kode 4 digit dan dalam
rangka simplikasi dan penyeragaman jumlah digit maka SPAN hanya akan
mengambil 3 digit terakhir saja untuk kode kantor pos tersebut yaitu
menjadi ”996”.
Beberapa kesalahan yang terjadi saat proses validasi upload ADK
dari bank/pos persepsi ke dalam SPAN diidentifikasi sebagai berikut:
GR 114
Jenis Kesalahan Keterangan

NTPN ganda Cukup jelas


Kode KPP Salah Tidak terisi untuk akun 41XXXX atau tabel mapping
kode Satkernya belum terdaftar.
Kode KPBC Salah Tidak terisi untuk 423216 atau tabel mapping kode
Satkernya belum terdaftar.
Kode Satker Salah Tidak terisi untuk akun 42XXXX kecuali untuk 423216
belum terdaftar dalam tabel SPAN.
Kode KPPN Salah Tidak terisi atau Kode KPPN belum terdaftar dalam
tabel SPAN atau tidak sama dengan nama file (AAA).
Kode Sumber Dana Salah kode sumber dana belum terdaftar dalam tabel SPAN
Kode Program Salah Kode Program belum terdaftar dalam tabel SPAN

Kode Lokasi Salah Tidak terisi untuk akun 4113XX, 4114XX atau belum
terdaftar dalam tabel SPAN.
Mata Anggaran Salah Tidak terisi atau belum terdaftar dalam tabel SPAN.
Kode Bank Salah Kode Bank tidak sama dengan nama file (BBB).
Nomor Rekening Kas 3 digit pertama + 3 digit terakhir nomor rekening
Negara Salah tidak sama dengan nama file (CCCCCC ).
Tanggal Buku Salah Tanggal Buku tidak sama dengan nama file
(YYYYMMDD).

Tabel 5.3. Jenis Kesalahan Pada Saat Proses Validasi Upload ADK Dari
Bank/Pos Persepsi ke Dalam SPAN.

5.1.2. MPN G2
Proses upload data transaksi penerimaan negara yang dilakukan
pada MPN G2 hampir sama dengan yang diberlakukan pada ADK dari
Bank/Pos Persepsi. Begitu pula dengan struktur datanya akan sama
dengan struktur data sesuai yang digunakan pada ADK dari Bank/Pos
Persepsi seperti pada tabel sebelumnya. Selain itu terhadap nama file
yang akan diupload dan proses validasinya tidak berbeda dengan apa
yang ada dan dilakukan terhadap ADK dari Bank/Pos Persepsi.
Sedikit berbeda dengan upload dari ADK Bank/Pos Persepsi
dimana proses tersebut dilakukan pada KPPN sesuai mitra bank/pos
persepsinya masing-masing, sedangkan proses upload data transaksi dari

GR 115
MPN G2 dilakukan secara sentralisasi oleh unit khusus dibawah
Direktorat PKN. Hal ini sesuai dengan arah penyempurnaan MPN melalui
MPN G2 yang menganut sentralisasi pengelolaan dan penatausahaan
termasuk sentralisai terhadap rekening kas negara dalam rangka
penerimaan yang disetor oleh wajib pajak/wajib setor/wajib bayar pada
Bank/Pos Persepsi. Perbedaan lain pada proses upload data transaksi
penerimaan dari MPN G2 ke SPAN adalah dilakukan secara interface
langsung atau database to database. Proses penatausahaan
penerimaan yang dicatat dari MPN G2 sebagai berikut:

Dit.PKN
MPN G2
(Subdit Khusus)

Mulai

LHP + ADK Tayang


[1] Upload ADK [2]
ADK

[3]

Total Validasi
(5a) Tidak [4]
ADK=LHP (manual)

[5b] Ya

Validasi
(sistem)

[6]

[8a] Rekam
OK [7b] Ya Penerimaan
pada Modul GR

[7a] Tidak [9]

Cetak
Cetak
Laporan
Laporan
Harian
Un-Valid
Penerimaan

[8b]

Hapus Selesai
Data Upload

Gambar 5.3. Proses Bisnis Upload ADK Bank/Pos Persepsi


ke Direktorat PKN

GR 116
5.1.3. Bank Indonesia
Koneksitas dalam rangka penatausahaan penerimaan negara
antara SPAN dengan Sistem Bank Indonesia dilakukan/dicatat melalui
informasi penerimaan pada rekening koran dari Bank Indonesia. Saat ini
proses penyampaian rekening koran tersebut telah dapat dilakukan
melalui media elektronik dimana Ditjen Perbendaharaan (Dit. PKN)
dapat melakukan download rekening koran tersebut melalui sistem yang
dibangun oleh Bank Indonesia yang diberi nama BIG-eB (Bank Indonesia
Government Elektronic Banking). Pada awalnya BIG-eB ini dibangun
dalam rangka memberikan kemudahan (fasilitas) bagi Ditjen
Perbendaharaan (Dit. PKN) dalam melakukan transfer dana dari RKUN ke
RPK-BUN-P secara elektronik dimana sebelumnya proses tersebut
dilakukan secara konvensional melalui penyampaian Bilyet Giro secara
langsung (kurir) ke Bank Indonesia. BIG-eB tersebut merupakan media
antara yang berhubungan dengan sistemnya Bank Indonesia yaitu BI-
SOSA (Bank Indonesia- Sentralisasi Otomasi Sistem Akunting), atau
dengan kata lain BI-SOSA tersebut sederhananya adalah SPANnya Bank
Indonesia. Begitu pula dalam pelaksanaan SPAN bahwa hanya Dit. PKN
yang mempunyai kewenangan atau yang dapat mengakses rekening
koran dari Bank Indonesia tersebut.
Adapun nama file rekening koran dari Bank Indonesia
direkomendasikan adalah ”BS_” + Nomor_Rekening + ”_”+ tanggal
rekening_koran (format: DDMMMYYYY).

Contoh: BS_026101000406003_25OCT2010

Yang berarti ADK rekening koran Bank Indonesia dengan nomor


rekening 026101000406003 tertanggal 25 Oktober 2010. Sedangkan
struktur data atau informasi yang akan menjadi ADK sekaligus mapping
validasi yang akan dilakukan pada saat proses upload sebagai berikut:

GR 117
No. Format ADK Validasi

1. Nama Bank Harus terisi

2. Nama Cabang Bank Harus terisi

3. Nomor Rekening Harus terisi

4. Tanggal Rekening Koran Harus terisi

5. Saldo Awal

6. Saldo Akhir

7. Mata Uang (currency)

8. Nomor Baris Rekening Koran Harus terisi

9. Tanggal Transaksi Harus terisi

10. Tanggal Valuta Harus terisi

11. Nomor Transaksi Harus terisi

12. Jumlah Harus terisi

13. Nomor Rekening Bank Asal/Tujuan

14. Nama Rekening Bank Asal/Tujuan

15. Kode Transaksi Harus terisi

16. Debit / Kredit Harus terisi

Tabel 5.4. Struktur Data ADK Sekaligus Mapping Validasi Pada


Saat Proses Upload.

Berdasarkan softcopy (ADK) tersebut, tentunya yang akan dicatat


sebagai penerimaan negara adalah transaksi yang tercatat pada sisi
kredit saja itupun tidak termasuk transaksi yang bersifat
pemindahbukuan (over booking).
Rekening koran dari Bank Indonesia tersebut akan digunakan oleh
dua modul dalam SPAN yaitu Modul Cash Management (CM) dan Modul
GR itu sendiri dalam rangka pencatatan penerimaan negara yang disetor
langsung melalui Bank Indonesia. Sebenarnya yang lebih berkompeten
terhadap rekening koran tersebut adalah Modul CM yaitu dalam rangka
GR 118
monitoring atas rekening-rekening yang dalam pengelolaannya. Hanya
saja terdapat lalu lintas uang masuk (kredit) yang harus dicatat sebagai
penerimaan negara yang sumber informasinya berasal dari rekening
koran tersebut.
Atas hasil download rekening koran dari Bank Indonesia melalui
sistem BIG-eB diatas masih perlu dilakukan lagi proses editing
(perbaikan) terhadap data transaksi penerimaan yang tercantum dalam
rekening koran tersebut sebelum dilakukan proses upload ke Modul GR
dalam SPAN. Hal ini terkait dengan elemen data yang belum lengkap
sesuai dengan struktur CoA yang dimiliki SPAN. Adapun elemen data
yang perlu dilengkapi tersebut adalah diantaranya sebagai berikut:

No. CoA segment Digit

1. Satker 6 digit

2. KPPN 3 digit

3. Mata Anggaran (Akun) 6 digit

4. Sumber Dana (2+4+1) 7 digit

5. Program (3+2+2) 7 digit

6. Lokasi (2+2) 4 digit

Tabel 5.5. Kelengkapan Elemen Data Sesuai Dengan


Struktur CoA SPAN

Dalam rangka membantu dan mempermudah operator yang


mencatat/melengkapi CoA sesuai jurnal akuntansi yang butuhkan dalam
SPAN sekaligus dalam rangka mengurangi kesalahan pengisian elemen
data yang sesungguhnya dapat diantisipasi, maka pada saat ADK
rekening koran dilengkapi CoA-nya diperlukan beberapa default isian
elemen data tertentu yang secara otomatis muncul (terisi) pada elemen
data CoA yang harus dilengkapi dan tidak perlu lagi diisi secara manual

GR 119
oleh operator yang melakukan upload ke Oracle Application. Salah satu
contoh, pada saat mengisi mata anggaran (akun) untuk pendapatan atas
penempatan uang negara pada Bank Indonesia yang disetor atau
dibayarkan oleh Bank Indonesia pada Rekening Kas Umum Negara
(RKUN) maka secara otomatis akan muncul default untuk kode Satker.
Tabel berikut dibawah ini beberapa contoh default elemen data yang
secara otamatis terisi pada saat mengisi/melengkapi elemen data (CoA).

Chart of Account (CoA) Rek.


No. Akun Uraian Koran
Satker KPPN SD Prog Lok

1. 411111 Pendapatan PPh Minyak Bumi xxxxxx 999 - 999xxxx - RKUN

2. 423254 Pendapatan atas Penempatan xxxxxx 999 - 99999xx - RKUN


Uang Negara pada Bank
Indonesia

3. 422111 Pendapatan Laba BUMN xxxxxx 999 - 99999xx - RKUN


Perbankan

7. xxxxxx Penerimaan yang xxxxxx 999 - 999xxxx - RPL


ditangguhkan

8. xxxxxx Penerimaan belum/tidak xxxxxx 999 - 999xxxx -


teridentifikasi

dst. …… ………………….. …… … ……. ……. ….

Tabel 5.6. Contoh Default Elemen Data Yang Secara Otamatis Terisi
Pada Saat Mengisi/Melengkapi Elemen Data (CoA)

Setelah dilakukan proses pengisian (melengkapi) data transaksi


sesuai dengan struktur CoA yang dibutuhkan maka barulah dilakukan
proses upload data transaksi penerimaan tersebut kedalam SPAN melalui
Modul GR.
Dari uraian diatas dapat digambarkan proses penatausahaan
penerimaan yang dicatat dari proses upload ADK dari Bank Indonesia
sebagai berikut:

GR 120
Dit.PKN
Bank Indonesia
(Subdit KUN)

Mulai

ADK
Rekening Download ADK Upload
[1] [2]
Koran dari BIG-eB ke SPAN

[3]

Validasi
[4]
(sistem)

[5b] Ya
Tayang
OK
ADK

[5a] Tidak [6]

Hapus
Lengkapi CoA
Data Upload

[7]

Interface
[8]
dan Validasi

[9a] Tidak
Rekam
OK [9b] Ya Penerimaan
pada Modul GR

[10]

Cetak
Laporan
Selesai
Harian
Penerimaan

Gambar 5.4. Proses Bisnis Upload ADK Rekening Koran Bank Indonesia

5.1.4. Rincian Pendapatan PBB Migas (DJP)


Pada dasarnya pendapatan PBB Migas merupakan bagian dari
penerimaan negara yang berasal dari penerimaan yang disetor melalui
Bank Indonesia (RPL). Atau dengan kata lain, pencatatan pendapatan
PBB Migas ini merupakan proses reklasifikasi atas pencatatan
penerimaan sebelumnya yang dicatat sebagai ”penerimaan yang
ditangguhkan”. Dalam rangka pencatatan penerimaan negara terkait
pendapatan PBB Migas tersebut perlu dilakukan melalui mekanisme
interface (upload) ke dalam SPAN. Pencatatan penerimaan ini didasarkan
atas rincian per kabupaten/kota sebagai lampiran surat dari Direktorat
GR 121
Jenderal Pajak (DJP) terkait setoran PBB Migas oleh Pihak Kontraktor –
Kontrak Kerjasama (KKKS). Pertimbangan mekanisme interface ini
dilakukan atas dasar relatif sangat banyaknya data transaksi yang akan
dicatat dalam SPAN secara bersamaan (batch). Karena dirasa tidak efektif
dan efisian apabila proses pencatatan tersebut dilakukan per transaksi
(per kabupaten/kota) untuk data transaksi yang sangat banyak dan
bersamaan (sejumlah kabupaten/kota yang ada).

DJA
DJP
(Dit. PNBP)

Mulai

Surat + ADK Tayang


[1] Upload ADK [2]
ADK

[3]

Total Validasi
(5a) Tidak [4]
ADK=Surat (manual)

[5b] Ya

Validasi
(sistem)

[6]

[8a] Rekam
OK [7b] Ya Penerimaan
pada Modul GR

[7a] Tidak [9]

Cetak
Cetak
Laporan
Laporan
Harian
Un-Valid
Penerimaan

[8b]

Hapus Selesai
Data Upload

Gambar 5.5. Proses Bisnis Upload ADK PBB Migas

GR 122
Dalam SPAN, proses pencatatan pendapatan PBB Migas melalui
interface (upload) ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Anggaran (DJA)
atas dasar surat dari Direktorat Jenderal Pajak(DJP). SPAN menyediakan
akses kepada Direktorat Jenderal Anggaran(DJA) dalam melakukan
proses upload (pencatatan transaksi dalam rangka pencatatan
penerimaan negara terkait pendapatan PBB Migas. Akses yang diberikan
SPAN tersebut terkait dengan penelolaan Bagian Anggaran 999 (BA-BUN)
atas penatausahaan transaksi penerimaan Sumber Daya Alam (SDA)
Migas.
Nama file ADK rincian PBB Migas yang disampaikan oleh
Direktorat Jenderal Pajak ke Direktorat Jenderal Anggaran mengikuti
(sama) format ADK bank/pos persepsi yaitu:

AAABBBCCCCCCEEEE-YYYYMMDD
Keterangan:
AAA : Kode Dit.PKN selaku KPPN (999)
BBB : Kode Bank (D01)
CCCCCC : Akun Penampungan
EEEE : Nomor Urut Surat
YYYYMMDD : Tanggal Buku

Dapat dicontohkan sebuah nama file ADK sesuai format dimaksud


diatas adalah 999D018xxxxx0001-20120625. Dari nama file ADK tersebut
dapat dijelaskan yaitu PKN selaku KPPN (999), Bank Dummy (D01), Akun
Penerimaan Migas yang ditangguhkan (8xxxxx), Nomor Urut Surat
(0001), dan Tanggal Buku 25-JUN-2012.
Adapun elemen data yang harus disediakan pada Arsip Data
Komputer (ADK) dari Direktorat Jenderal Pajak yang disampaikan ke
Direktorat Jenderal Anggaran terkait rincian pendapatan PBB Migas
sekaligus mapping validasi yang akan dilakukan pada saat proses upload,
antara lain:

GR 123
Format ADK Digit Validasi

1. Receipt Number Maksimal Not duplicate


(unique – primary key) 30 digit (PBBM_Nomorurutsurat_Kodelokasi)
2. Kode Bank 3 digit “D01”

3. Nomor Rekening Kas 6 digit Sesuai akun penampungan (8xxxxx)


Negara
4. Tanggal Setor YYYYMMDD Sama seperti nama file YYYYMMDD

5. Tanggal Buku YYYYMMDD Sama seperti nama file YYYYMMDD

6. Kode Mata Uang 3 digit Harus terisi

7. Jumlah Setor Harus terisi

8. NPWP Harus terisi

9. Kode KPP 3 digit Harus terisi, ada mapping ke kode BA


dan kode Satker

10. Kode Satker 6 digit Sesuai mapping kode KPP.

11. Kode KPPN 3 digit Kode KPPN = ‘999’

12. Kode Sumber Dana 6 digit Kode Sumber Dana = ‘000000’

13. Program 7 digit Kode Program = ‘0150400’

14. Kode Lokasi 4 digit Harus terisi


15. Mata Anggaran (akun) 6 digit Akun = ‘411111’

16. Nomor SK Sesuai nomor surat dari DJP.

17. Tanggal SK YYYYMMDD Sesuai tanggal surat dari DJP.

Tabel 5.7. Elemen Data ADK dari DJP ke DJA Terkait Pendapatan PBB Migas

5.1.5. Satker BLU


Pencatatan penerimaan negara terkait dengan pencatatan
penerimaan negara yang dikelolan oleh Satker BLU dilakukan pada
Modul Payment Management (PM) sekaligus pada saat proses
penerbitan SP2D Pengesahan Satker BLU berdasarkan pengajuan SPM
Pengesahan oleh Satker BLU secara triwulanan. Untuk itu, proses
detailnya dapat dilihat pada disain proses bisnis yang dituangkan pada
Modul Manajemen Pembayaran (Modul PM) dimaksud.

GR 124
5.2. Interfacing Data Penerimaan Negara dari SPAN ke MPN G2
Sesuai dengan arah pengembangan MPN yang menjadi sebuah sub
sistem yang mendukung bagi masing-masing eselon 1 di Departemen Keuangan
dalam rangka pembangunan sistem/project yang sedang dilaksanakan dimana
pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan terdapat project Sistem
Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) melalui Government Financial
Management and Revenue Administration Project (GFMRAP). Sistem MPN
harus dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh masing-masing unit eselon
1 yang terlibat terlebih bagi Direktorat Jenderal Perbendaharaan dalam rangka
menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Sejalan dengan hal
tersebut perlu dirancang koneksitas diantara keduanya.
Terdapat dua kegiatan utama dalam rangka penatausahaan penerimaan
negara yaitu penerimaan negara melalui bank/pos persepsi (MPN-G2) dan
penerimaan negara yang langsung ditatausahakan oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan (potongan SPM, setoran melalui RKUN, dan pengembalian
pendapatan melalui penerbitan SP2D). Adapun koneksitas tersebut secara garis
besar dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 5-6. Koneksitas MPN-G2 dan SPAN

GR 125
Oleh karena tidak seluruh penerimaan negara yang dapat langsung
ditatausahakan melalui sistem MPN-G2 (melalui bank/pos persepsi) khususnya
terhadap penerimaan negara melalui potongan SPM dan penerimaan negara
yang disetorkan langsung ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN) pada Bank
Indonesia termasuk pengembalian pendapatan melalui penerbitan SP2D yang
dilakukan oleh KPPN atas Surat Perintah Membayar (SPM) seperti SPM-KP,
SPM-K-BM, SPM-PP, dll). Penatausahaan penerimaan negara tersebut terlebih
dahulu ditatausahakan pada sistem yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal
Perbendaharaan yaitu SPAN dan pada tahap selanjutnya informasi tentang
penerimaan negara dimaksud dapat disampaikan seperlunya ke sistem MPN-
G2. Rancangan koneksitas tersebut didasarkan oleh konsep proses bisnis
masing-masing jenis penerimaan yang ditatausahakan yang tentunya
mengutamakan prinsip pelayanan terhadap stakeholders (Satker, Bank
Indonesia, WP/WS/WB).
Seperti telah diuraikan sebelumnya bahwa data wajib pajak yang dimiliki
oleh Direktorat Jenderal Pajak sangat diperlukan oleh KPPN terkait dengan
penatausahaan penerimaan negara khususnya untuk penerimaan/pendapatan
pajak melalui potongan SPM. Hubungan antara database wajib pajak dengan
SPAN hanya sebatas penyediaan informasi bahwa wajib pajak yang
bersangkutan telah terdaftar dan sesuai dengan yang dicantumkan dalam SPM.
Hal ini sangat terkait dengan proses penerbitan NTPN sebagai bukti sah suatu
penerimaan negara. Database wajib pajak tersebut tidak harus dapat diakses
pada sistem tersendiri, dapat saja database tersebut dititipkan dalam sistem
billing yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak karena secara konfigurasi MPN-G2
keduanya akan terkoneksi. Dengan demikian SPAN hanya akan terkoneksi
dengan sistem MPN-G2.
Pada dasarnya sistem MPN-G2 dibangun (dititikberatkan) untuk
pelaksanaan penerimaan negara yang disetor melalui bank/pos persepsi (bukan
melalui potongan SPM dan lainnya). Pencatatan penerimaan negara melalui
bank/pos persepsi MPN-G2 tersebut kemudian akan ditransfer (interface) ke

GR 126
SPAN. Sedangkan penerimaan negara melalui potongan SPM dan penerimaan
negara yang diterima langsung di Bank Indonesia belum/tidak termasuk dalam
paket pembangunan MPN-G2 karena sudah terlebih dahulu dicatat melalui
Modul Government Receipt pada SPAN. Namun khusus informasi penerimaan
negara yang ada kaitannya dengan unit eselon 1 (biller) seperti penerimaan
pajak dan PNBP dari potongan SPM ataupun seluruh penerimaan negara yang
dicatat melalui Modul Government Receipt pada SPAN tersebut dapat
disampaikan ke unit pengguna informasi penerimaan negara melalui MPN yang
juga menggunakan interface.

Dit. PKN (SPAN) MPN G2 DJP

Mulai

Download/Generate
Data Penerimaan Tayang
[1]
Pajak Laporan
(Non MPN)
[2]

Interface Terima Data


Data Penerimaan Penerimaan Ambil/Tarik Data
[3]
[4] ke Database MPN G2 dalam database Penerimaan
(database to database) MPN G2

Cetak Terima
[5] Kirim Laporan [6]
Laporan Laporan

Gambar 5-7. Proses Bisnis Interface Data Penerimaan ke MPN G2

Adapun informasi penerimaan negara yang akan disampaikan dari SPAN


ke MPN G2 dimaksud sebagaimana struktur data dibawah ini:

GR 127
Format ADK Keterangan

1. Type “1” = Pendapatan dari Potongan SPM


“2” = Pendapatan dari Bank Indonesia
“3” = Pengembalian Pendapatan (SPM)
“4” = Imbalan Bunga (SPM)

2. NPWP Terkait penerimaan pajak

3. Nama Wajib Pajak


4. Mata Anggaran (Akun) 6 digit

5. Jumlah
6. Nomor Penerimaan/SP2D

7. Tanggal Penerimaan/SP2D 8 digit (DDMMYYYY)

8. Masa Pajak 8 digit (MMMMYYYY)

9. Kode Satker 6 digit


10. Kode KPPN 3 digit
11. Kode Lokasi 4 digit (PPKK), terkait PBB Migas

12. Mata Uang (currency)


13. Nomor Surat DJP terkait PBB Migas

14. Tanggal Surat DJP terkait PBB Migas

Tabel 5.8. Informasi Penerimaan dari SPAN ke MPN G2

Format ADK tersebut harus dapat dibedakan untuk kepentingan


informasi dari masing-masing unit eselon 1 terkait baik untuk kepentingan
Direktorat Jenderal Pajak maupun untuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
Pembedaan distribusi data transaksi dimaksud dapat dirikan dari mata
anggaran (akun) yang digunakan. Misalnya untuk akun 41xxxx masuk dalam
ADK untuk kepentingan DJP, akun 423216 hanya untuk kepentingan DJBC.
Begitu pula dengan belanja (imbalan bunga) 52xxxx harus masuk kedalam ADK
sesuai dengan kepentingan dimaksud.

GR 128
BAB VI
PENUTUP

Penyempurnaan proses penatausahaan penerimaan negara sebagai bagian


dari administrasi keuangan negara yang tertib dan memenuhi syarat sebagaimana
yang diatur dalam peraturan perundang-undangan merupakan suatu hal yang sangat
penting dan berpengaruh besar terhadap pelaksanaan pembangunan. Meskipun
aktifitas yeng berkaitan dengan penatausahaan penerimaan negara bukanlah
sesuatu yang asing dalam proses bisnis pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara yang ada saat ini, namun aktifitas tersebut hingga saat ini belum
menajdi suatu aktifitas dengan sistem yang baku dan terintegrasi.
Naskah akademik penatausahaan penerimaan negara ini disusun sebagai
bagian dari upaya penyempurnaan atas proses bisnis yang telah dilaksanakan.
Adapun proses perbaikan dan penyempurnaan yang diusulakn telah diupayakan
dengan sistem yang stategis dan sistematis, terencana dan menyentuh berbagai
aspek terkait dengan penatausahaan penerimaan negara serta memperhatikan skala
prioritas yang perlu mendapatkan perhatian. Berdasarkan pembahasan-pembahasan
yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya, berikut adalah kesimpulan yang
dapat diambil untuk dijadikan sebagai perhatian utama dalam penyempurnaan
proses bisnis penatausahan penerimaan negara :
a. Paket Perundang-undangan di bidang keuangan negara telah menyediakan
landasan hukum yang kuat bagi pengembangan dan penerapan penatausahaan
penerimaan negara. Disisi yang lain, kerangka teori juga merupakan batasan
yang harus diperhatikan dalam memunculkan inisiataif perubahan dan pemilihan
alternatif.
b. Proses bisnis penatausahaan penerimaan negara yang existing harus menjadi
fokus perhatian dalam pelaksanaan penyempurnaan proses bisnis
penatausahaan penerimaan negara kedepan.
c. Sebagai tindak lanjut dari pemetaan atas existing proses bisnis penatausahaan
penerimaan negara tersebut, usulan penyempurnaan proses bisnis dilaksanakan
GR 129
dengan menggunakan kerangka best practices sebagai berikut:
1) Penatausahaan Penerimaan Melalui Setoran Pada Bank/Pos Persepsi yang
meliputi : proses bisnis dalam MPN maupun dalam MPN-G2 serta
penerimaan PBB melalui BO III.
2) Penatausahaan Penerimaan Negara Melalui SPM yang meliputi : Potongan
SPM (Pajak,PNBP,PfK dan Penerimaan Pengembalian Belanja), Pengesahan
BLU, Pengembalian Pendapatan, dan penerimaan Pembiayaan Melalui
SP4HLN.
3) Aktifitas yang tidak kalah penting dan perlu mendapat perhatian dalam
penyempurnaan proses penatausahaan Penerimaan yang melalui Bank
Indonesia adalah Penerimaan melalui SUN, Reksus, RPL, RDI, Pengembalian
sisa Pagu atas Pengembalian Belanja Tahun Anggaran Berjalan, serta
Penerimaan Pengembalian Retur akibat dari kesalahan rekening pada SP2D.

d. Untuk mendukung penyempurnaan proses bisnis penatausahaan penerimaan


negara, diperlukan koneksitas SPAN dengan sistem lain di luar SPAN mulai dari
interface dengan Bank/Pos Persepsi, MPN G2, Bank Indonesia, DJP (terkait
dengan Rincian Pendapatan PBB Migas), dan juga dengan Satker BLU.
e. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah interfacing Data Penerimaan Negara dari
SPAN ke MPN G2.

GR 130
DAFTAR PUSTAKA

Angelides, M.C. 1997. Implementing the Internet for business: a global marketing
opportunity, International Journal of Information Management, Vol. 17, No. 6,
pp. 405-419.

Carey, J.W. 1998. The Internet and the end of the national communication system:
uncertain predictions of an uncertain future, Journalism and Mass
Communication Quarterly, Vol. 75 No. 1, pp. 28-34.

Christensen, M. 2002. Accrual accounting in the public sector: the case of the New
South Wales Government, Accounting History, November, Vol. 7, pp. 93-124.

Dadang,D. 2001. Otonomi Penyelenggaraan Pemerintah Daerah, Jakarta: Gramedia.

Devas, N. 1989. Financing Local Government in Indonesia. Planning and


Administration (Asia and Pasific Special) IULA : OHIO University

Domai, T, 2002, Buku Ajar Administrasi Keuangan, Malang: Fakultas Ilmu


Administrasi, UNIBRAW

IFAC, 2002. RESOURCE ACCOUNTING: Framework of Accounting Standard Setting in


the UK Central, June 2002.

Mardiasmo. 2004. Akuntansi Sektor Publik, Yogyakarta : ANDI.

Munandar. 1979. Manajemen, Pokok-pokok Intermediate Accounting. Surakarta:


Charisma.

Mudenda, F. 2000. Zambia Revenue Authority: Towards Enhancing Effectiveness in


Tax Administration, Unpublished Obligatory Essay, School of Law , University
of Zambia

GR 131
Olga Kaganova, James McKellar, and George Peterson, 2006. Managing Government
Property Asset, Urban Institute Press, 2006

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan


Negara.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 37/PMK.05/2007 tentang Perubahan Kedua


atas PMK Nomor 99/PMK.06/2006 tentang Modul Penerimaan Negara.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 116/PMK.05/2009 tentang Pelaksanaan Uji


Coba Rekening Penerimaan Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara
Bersaldo Nihil dalam rangka Penerapan Treasury Single Account (TSA).

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 113/PMK.02/2009 tentang Rekening Minyak


dan Gas Bumi.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.07/2010 tentang Pelaksanaan dan


Pertanggungjawaban Anggaran Transfer ke Daerah.

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-78/PB/2006 tentang


Penatausahaan Penerimaan Negara melalui Modul Penerimaan Negara.

Ryan, C. 1998. The introduction of accrual reporting policy in the Australian public
sector: An agenda setting explanation. Accounting, Auditing and
Accountability Journal, Vol. 11 No. 5, pp. 5-539.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelengaraan


Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan


Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan


Negara.

GR 132
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik.

Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 30/PB/2009 tentang Petunjuk


Pelaksanaan Uji Coba Rekening Penerimaan KPPN bersaldo Nihil dalam
Rangka Penerapan TSA.

Keputusan Menteri Keuangan No. 100/KMK.01/2008 tentang Struktur Organisasi


Departemen Keuangan.

Analysis Document Modul Penerimaan Negara (MPN-2) Tahap I, Departemen


Keuangan.

Change Management Workshop for Ministry of Finance, Republic of Indonesia.


Accenture.

GR 133
L A M P I R A N
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

DAFTAR PENERIMAAN PER REKENING BANK/POS PERSEPSI

KPPN : XXX XXXXXXXXXXXX (1)


Bank & Cabang : XXXXXXXXXXXXXXX XXXXXXXXXX (2)
No. Rekening Bank : XXXXXXXXXXXX XXX (3) Tanggal : 01-JAN-2011 (5)
Tanggal Buku : DD-MON-YYYY s.d. DD-MON-YYYY (4) Hal : 1 of 10 (6)

No. Tgl. Buku Kel. MAP Akun Tgl. Terima No. Penerimaan Nilai Penerimaan

(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)

Sub Total per Kel. MAP xxxx (14)


Sub Total per Kel. MAP xxx (15)
Sub Total per Tanggal Buku (16)
Total per No. Rekening Bank (17)

Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi)
2 Sesuai nama bank yang dipilih dan cabang bank (tabel referensi)
3 Sesuai nomor rekening bank yang dipilih & kode mata uang (tabel referensi)
4 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Tanggal buku penerimaan
9 Kelompok mata anggaran (4 digit)
10 Kode mata anggaran (akun) (6 digit)
11 Tanggal transaksi penerimaan
12 Nomor penerimaan (receipt number) pada saat perekaman ke SPAN
13 Nilai/jumlah penerimaan
14 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (4 digit)
15 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (3 digit)
16 Sub total/jumlah per tanggal buku
17 Total keseluruhan per nomor rekening bank

GR: Lampiran 1 134


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

REKAPITULASI PENERIMAAN PER BANK/POS PERSEPSI

Bank : XXX XXXXXXXXXXXXXX (1)


Tanggal Buku : DD-MON-YYYY s.d. DD-MON-YYYY (2) Tanggal : 01-JAN-2011 (4)
Mata Uang : XXX (3) Hal : 1 of 10 (5)

No. Kel. MAP Jenis Penerimaan Transaksi Nilai Penerimaan

(6) (7) (8) (9) (10)

Sub Total per Bank (11) (12)


Total Seluruh Bank (13) (14)

Detail Pengisian:
1 Sesuai nama bank yang dipilih dan cabang bank (tabel referensi)
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai mata uang (currency) (tabel referensi)
4 Sesuai tanggal cetak
5 Sesuai nomor cetak halaman
6 Nomor urut
7 Kelompok mata anggaran (2 digit)
8 Uraian kelompok mata anggaran
9 Jumlah transaksi
10 Jumlah nilai penerimaan
11 Sub total/jumlah transaksi per bank
12 Sub total/jumlah nilai penerimaan per bank
13 Total/jumlah transaksi seluruh bank
14 Total/jumlah nilai penerimaan seluruh bank

GR: Lampiran 2 135


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

DAFTAR PENERIMAAN PER KPPN

KPPN : XXX XXXXXXXXXXXX (1)


Tanggal Buku : DD-MON-YYYY s.d. DD-MON-YYYY (2)
Kelompok MAP : XXXX s.d. XXXX (3) Tanggal : 01-JAN-2011 (5)
Mata Uang : XXX (4) Hal : 1 of 10 (6)

No. Tgl. Buku Kel. MAP Akun Tgl. Terima No. Penerimaan No. Rekening Nilai Penerimaan

(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

Sub Total per Kel. MAP xxxx (15)


Sub Total per Tanggal Buku (16)
Total per KPPN (17)

Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi)
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai rentang kode kelompok MAP yang dipilih
4 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Tanggal buku penerimaan
9 Kelompok mata anggaran (4 digit)
10 Kode mata anggaran (akun) (6 digit)
11 Tanggal transaksi penerimaan
12 Nomor penerimaan (receipt number) pada saat perekaman ke SPAN
13 Nomor rekening bank (terisi kosong untuk potongan SPM)
14 Nilai/jumlah penerimaan
15 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (4 digit)
16 Sub total/jumlah per tanggal buku
17 Total keseluruhan per KPPN

GR: Lampiran 3 136


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

REKAPITULASI PENERIMAAN PER KPPN

KPPN : XXX XXXXXXXXXXXX (1)


Tanggal Buku : DD-MON-YYYY s.d. DD-MON-YYYY (2)
Kelompok MAP : XXXX s.d. XXXX (3) Tanggal : 01-JAN-2011 (5)
Mata Uang : XXX (4) Hal : 1 of 10 (6)

Bank/Pos Persepsi Potongan SPM Bank Indonesia Total


No. Kel. MAP Tgl. Buku
Trans Nilai Trans Nilai Trans Nilai Trans Nilai

(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15) (16) (17)

Sub Total per MAP xxxx (18)

Sub Total per MAP xxxx


Sub Total per MAP xx (19)
Sub Total per KPPN (20)
Total Seluruh KPPN (21)

Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi), diisi kosong untuk seluruh KPPN
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai rentang kode kelompok MAP yang dipilih
4 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Kelompok mata anggaran (4 digit)
9 Tanggal buku penerimaan
10 Jumlah transaksi pada bank/pos persepsi
11 Nilai/jumlah penerimaan pada bank/pos persepsi
12 Jumlah transaksi pada potongan SPM
13 Nilai/jumlah penerimaan pada potongan SPM
14 Jumlah transaksi pada Bank Indonesia
15 Nilai/jumlah penerimaan pada Bank Indonesia
16 Jumlah transaksi pada bank/pos persepsi + potongan SPM + Bank Indonesia
17 Nilai/jumlah penerimaan pada bank/pos persepsi + potongan SPM + Bank Indonesia
18 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (4 digit)
19 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (2 digit)
20 Sub total/jumlah per KPPN
21 Total keseluruhan (seluruh KPPN)

GR: Lampiran 4 137


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

REKAPITULASI PENERIMAAN PER MATA ANGGARAN

Tanggal Buku : DD-MON-YYYY s.d. DD-MON-YYYY (1) Tanggal : 01-JAN-2011 3)


Mata Uang : XXX (2) Hal : 1 of 10 (4)

No. Mata Anggaran Jenis Penerimaan Nilai Penerimaan

(5) (6) (7) (8)

Sub Total per kelompok mata anggaran xxxx (9)


Sub Total per kelompok mata anggaran xxx (10)
Sub Total per kelompok mata anggaran xx (11)
Sub Total per kelompok mata anggaran x (12)
Total Penerimaan (13)

Detail Pengisian:
1 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
2 Sesuai mata uang (currency) (tabel referensi)
3 Sesuai tanggal cetak
4 Sesuai nomor cetak halaman
5 Nomor urut
6 Kode mata anggaran (6 digit)
7 Uraian mata anggaran
8 Jumlah nilai penerimaan
9 Jumlah transaksi
10 Sub total/jumlah penerimaan per kelompok mata anggaran (4 digit)
11 Sub total/jumlah penerimaan per kelompok mata anggaran (3 digit)
12 Sub total/jumlah penerimaan per kelompok mata anggaran (2 digit)
13 Sub total/jumlah penerimaan per kelompok mata anggaran (1 digit)
14 Total/jumlah nilai penerimaan seluruh bank

GR: Lampiran 5 138


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

DAFTAR PENERIMAAN HARIAN PER SATUAN KERJA

KPPN : XXX XXXXXXXXXXXX (1)


Satuan Kerja : XXXXXX XXXXXXXXXXXXXXXXXXX (2)
Tanggal Buku : DD-MON-YYYY s.d. DD-MON-YYYY (3) Tanggal : 01-JAN-2011 (5)
Mata Uang : XXX (4) Hal : 1 of 10 (6)

No. Tgl. Buku Kel. MAP Akun Tgl. Terima No. Penerimaan No. Rekening Nilai Penerimaan

(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14)

Sub Total per Kel. MAP xxxx (15)


Sub Total per Tanggal Buku (16)
Sub Total per Satuan Kerja (17)
Total per KPPN (18)

Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi)
2 Sesuai kode satker yang dipilih, diisi kosong untuk seluruh satker pada KPPN
3 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
4 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Tanggal buku penerimaan
9 Kelompok mata anggaran (4 digit)
10 Kode mata anggaran (akun) (6 digit)
11 Tanggal transaksi penerimaan
12 Nomor penerimaan (receipt number) pada saat perekaman ke SPAN
13 Nomor rekening bank
14 Nilai/jumlah penerimaan
15 Sub total/jumlah per kelompok mata anggaran (4 digit)
16 Sub total/jumlah per tanggal buku
17 Sub total/jumlah per satuan kerja
18 Total keseluruhan per KPPN

GR: Lampiran 6 139


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

DAFTAR PENERIMAAN DAN SALDO SATKER BLU

KPPN : XXX XXXXXXXXXXXX (1)


Satuan Kerja : XXXXXX XXXXXXXXXXXXXXXXXXX (2)
Tanggal Buku : DD-MON-YYYY s.d. DD-MON-YYYY (3) Tanggal : 01-JAN-2011 (5)
Mata Uang : XXX (4) Hal : 1 of 10 (6)

Realisasi
No. Tgl. Buku Akun Uraian Saldo
Penerimaan Pengeluaran

(7) (8) (9) (10) (11) (12) (13)

Sub Total per Satker BLU (14)


Sub Total per KPPN (15)
Total Seluruh KPPN (16)

Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi)
2 Sesuai kode satker yang dipilih, diisi kosong untuk seluruh satker pada KPPN
3 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
4 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
5 Sesuai tanggal cetak
6 Sesuai nomor cetak halaman
7 Nomor urut transaksi penerimaan
8 Tanggal buku penerimaan
9 Mata anggaran (akun) (6 digit)
10 Uraian mata anggaran (akun)
11 Realisasi penerimaan sampai dengan SP2D pengesahan terakhir
12 Realisasi pengeluaran sampai dengan SP2D pengesahan terakhir
13 Saldo akhir sampai dengan SP2D pengesahan terakhir
14 Sub total/jumlah per Satker BLU
15 Sub total/jumlah per KPPN
16 Total seluruh KPPN

GR: Lampiran 7 140


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

REKAPITULASI PEMBAYARAN PENGEMBALIAN PENERIMAAN/PENDAPATAN

KPPN : XXX XXXXXXXXXXXX (1)


Tanggal Buku : DD-MON-YYYY s.d. DD-MON-YYYY (2) Tanggal : 01-JAN-2011 (4)
Mata Uang : XXX (3) Hal : 1 of 10 (5)

No. Tgl. Buku Akun Uraian Nilai

(6) (7) (8) (9) (10)

Sub Total per KPPN (11)


Total Seluruh KPPN (12)

Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi), diisi kosong untuk seluruh KPPN
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
4 Sesuai tanggal cetak
5 Sesuai nomor cetak halaman
6 Nomor urut
7 Tanggal buku pengembalian penerimaan/pendapatan (tanggal SP2D)
8 Mata anggaran (akun) (6 digit)
9 Uraian mata anggaran (akun)
10 Nilai/jumlah pengembalian penerimaan/pendapatan
11 Sub total/jumlah per KPPN
12 Total seluruh KPPN

GR: Lampiran 8 141


KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN

REKAPITULASI PEMBAYARAN IMBALAN BUNGA

KPPN : XXX XXXXXXXXXXXX (1)


Tanggal Buku : DD-MON-YYYY s.d. DD-MON-YYYY (2) Tanggal : 01-JAN-2011 (4)
Mata Uang : XXX (3) Hal : 1 of 10 (5)

No. Tgl. Buku Akun Uraian Nilai

(6) (7) (8) (9) (10)

Sub Total per KPPN (11)


Total Seluruh KPPN (12)

Detail Pengisian:
1 Sesuai kode Operating Unit (OU) yang dipilih & nama KPPN (tabel referensi), diisi kosong untuk seluruh KPPN
2 Sesuai rentang tanggal buku yang dipilih
3 Sesuai kode mata uang (currency) yang dipilih
4 Sesuai tanggal cetak
5 Sesuai nomor cetak halaman
6 Nomor urut
7 Tanggal buku pengembalian penerimaan/pendapatan (tanggal SP2D)
8 Mata anggaran (akun) (6 digit)
9 Uraian mata anggaran (akun)
10 Nilai/jumlah pengembalian penerimaan/pendapatan
11 Sub total/jumlah per KPPN
12 Total seluruh KPPN

GR: Lampiran 9 142


Persentase Pembagian Pengembalian Penerimaan PFK
GR: Lampiran 10

PT PT PT Pusku Pusku Perum Baper


Pengembalian Penerimaan PFK
Taspen Askes Asabri Polri Dephan Bulog tarum
1. PFK 10% Gaji PNS Pusat/Daerah:
 Dana Pensiun PNS 4,75%
 Tunjangan Hari Tua PNS 3,25%
 Asuransi Kesehatan PNS 2,00%
2. PFK 10% Gaji Polri/PNS Polri
 Dana Pensiun Polri dan PNS Polri 4,75%
 Tunjangan Hari Tua Polri dan PNS Polri 3,25%
 Asuransi Kesehatan PNS 2,00%
3. PFK 10% Gaji TNI/PNS Dephan
 Dana Pensiun Polri dan PNS Polri 4,75%
 Tunjangan Hari Tua Polri dan PNS Polri 3,25%
 Asuransi Kesehatan PNS 2,00%
4. PFK PT KAI-Past Service Liability, Iuran Pegawai PT KAI dan ontribusi PT KAI 
5. PFK 2% Gaji Terusan
 Asuransi Kesehatan PNS Pusat 2,00%
 Asuransi Kesehatan PNS Daerah 2,00%
 Asuransi Kesehatan Polri dan PNS Polri 2,00%
 Asuransi Kesehatan TNI dan PNS Dephan 2,00%
6. PFK Beras Bulog PNS Pusat, Polri/PNS Polri, TNI/PNS Dephan 
7. Setoran PFK 2% Iuran Asuransi Kesehatan Provinsi 2,00%
8. Setoran PFK 2% Iuran Asuransi Kesehatan Kabupaten/Kota 2,00%
9. Setoran/Potongan Iuran Asuransi Kesehatan Bidan/Dokter PTT 2,00%
10. Setoran/Potongan Iuran Asuransi Kesehatan Pensiun Polri/PNS Polri 2,00%
11. Setoran/Potongan Iuran Asuransi Kesehatan Pensiun TNI/PNS Dephan 2,00%
143

12. PFK Tabungan Wajib Perumahan PNS Pusat/Daerah 


GR: Lampiran 11

Jurnal Transaksi Penerimaan Sektor Minyak dan Gas


Seg. 1 Seg.2 Seg.3 Seg.4 Seg.5 Seg.6 Seg. Seg. Seg.9 Seg.10
Business Dr/ 7 8
Source Out Loca- Budget
Case Cr Account Name SU KPPN Authority Program Account Future
of Fund put tion Code
Natural Resource Dr RPL Satker BUN of PKN None None BA BUN None None 0 111213 None
PKN
of Oil & Gas Cr Deferred Revenue (Oil) 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 211XXX None
Sector Receipt Directorate)
Reclassification Dr Deferred Revenue (Oil) 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 211XXX None
Tax Revenue Directorate)
account of Cr PPH Oil Satker KPP KPPN Code None None BA of KPP (0150400) None None 2 411111 None
Natural Resource Cr PPh Natural Gas Satker KPP KPPN Code None None BA of KPP (0150400) None None 2 411112 None
of Oil & Gas Sector
Receipt Cr PPH Other Oil/Natural Gas Satker KPP KPPN Code None None BA of KPP (0150400) None None 2 411119 None

Cr PPH Ps 25 Satker KPP KPPN Code None None BA of KPP (0150400) None None 2 411126 None
Reclassification Dr Deferred Revenue (Oil) 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 211XXX None
PNBP Revenue Directorate)
account of Cr Oil Revenue 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 421111 None
Natural Resource Directorate)
of Oil & Gas Sector Cr Natural Gas Revenue 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 421211 None
Receipt Directorate)
Cr Other Revenue 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 423139 None
Directorate)
Reclassification Dr Deferred Revenue (Oil) 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 211XXX None
Third Party Directorate)
Revenue of Cr Liability of PBB Oil/Natural Gas Satker KPP KPPN Code None None BA of KPP (0150400) None None 2 411111 None
Natural Resource Cr Liability of Reimbursement 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 411112 None
of Oil & Gas Sector KKKS Directorate)
Receipt to Third
Cr Liability of DMO fee to KKKS 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 411119 None
Party
Directorate)
Cr Liability of Fee BPMIGAS 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 411126 None
Directorate)
Cr Liability of Underlifting KKKS 983812 (Budget PKN None None BA Special Transaction None None 2 421111 None
144

Directorate)
Kontrak PO
GR: Lampiran 12 145
5
Jurnal Kontrak PO
GR: Lampiran 13 146
GR: Lampiran 14

Resume Tagihan: Invoice


147
GR: Lampiran 15

Jurnal Resume Tagihan


148
8
SP2D
GR: Lampiran 16 149
99
Jurnal S P 2 D
GR: Lampiran 17 150
Pengembalian Belanja
GR: Lampiran 18
151
Jurnal Pengembalian Belanja
GR: Lampiran 19
152
Debit Memo Pengembalian Pagu
GR: Lampiran 20
153
GR: Lampiran 21

Jurnal: Debit Memo Pengembalian Pagu


154
Penyesuaian Kontrak PO Dengan Debit Memo
GR: Lampiran 22
155
GR: Lampiran 23

MAPPING KODE KPP TERHADAP KODE SATKER

No Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


KPP SATKER KPPN
1 010 Kanwil DJP Nanggroe Aceh Darussalam 663410 KANTOR WILAYAH DJP NANGGROE ACEH DARUSSALAM 001 KPPN BANDA ACEH
1 101 KPP Pratama Banda Aceh 119642 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDA ACEH 001 KPPN BANDA ACEH
2 102 KPP Pratama Lhokseumawe 410521 KPP PRATAMA LHOKSEUMAWE 089 KPPN LHOKSEUMAWE
3 103 KPP Pratama Meulaboh 525144 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEULABOH 003 KPPN MEULABOH
4 104 KPP Pratama Bireuen 410367 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BIREUN 089 KPPN LHOKSEUMAWE
5 105 KPP Pratama Langsa 409722 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LANGSA 002 KPPN L A N G S A
6 106 KPP Pratama Tapaktuan 409731 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TAPAKTUAN 074 KPPN TAPAKTUAN
7 107 KPP Pratama Subulussalam 663487 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SUBULUSSALAM 074 KPPN TAPAKTUAN
2 020 Kanwil DJP Sumatera Utara I 119660 KANTOR WILAYAH DJP SUMATERA UTARA I 123 KPPN M E D A N II
8 111 KPP Pratama Medan Barat 119677 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BARAT 123 KPPN M E D A N II
9 112 KPP Pratama Medan Belawan 524270 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN BELAWAN 123 KPPN M E D A N II
10 113 KPP Pratama Medan Timur 561520 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN TIMUR 123 KPPN M E D A N II
11 119 KPP Pratama Binjai 560820 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINJAI 123 KPPN M E D A N II
12 121 KPP Pratama Medan Polonia 635581 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA 123 KPPN M E D A N II
13 122 KPP Pratama Medan Kota 635595 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN KOTA 123 KPPN M E D A N II
14 123 KPP Madya Medan 449746 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MEDAN 123 KPPN M E D A N II
15 124 KPP Pratama Medan Petisah 525190 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN PETISAH 123 KPPN M E D A N II
16 125 KPP Pratama Lubuk Pakam 663509 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK PAKAM 124 KPPN TEBING TINGGI
3 030 Kanwil DJP Sumatera Utara II 663424 KANTOR WILAYAH DJP SUMATERA UTARA II 123 KPPN M E D A N II
17 114 KPP Tebing Tinggi 410537 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TEBING TINGGI 124 KPPN TEBING TINGGI
18 115 KPP Kisaran 410141 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KISARAN 076 KPPN TANJUNG BALAI ASAHAN
19 116 KPP Rantau Prapat 410543 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA RANTAU PRAPAT 075 KPPN RANTAU PRAPAT
20 117 KPP Pematang Siantar 119698 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PEMATANG SIANTAR 005 KPPN PEMATANG SIANTAR
21 118 KPP Padang Sidempuan 525165 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PADANG SIDEMPUAN 006 KPPN PADANG SIDEMPUAN
22 126 KPP Sibolga 635926 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SIBOLGA 106 KPPN SIBOLGA
23 127 KPP Balige 410181 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BALIGE 125 KPPN BALIGE
156

24 128 KPP Kabanjahe 663491 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KABANJAHE 119 KPPN SIDIKALANG
GR: Lampiran 23

No Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


KPP SATKER KPPN
4 040 Kanwil DJP Riau dan Kep. Riau 410625 KANTOR WILAYAH DJP RIAU DAN KEPULAUAN RIAU 008 KPPN PEKANBARU
25 211 KPP Pratama Pekanbaru Senapelan 119731 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PEKANBARU SENAPELAN 008 KPPN PEKANBARU
26 212 KPP Pratama Dumai 410552 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DUMAI 120 KPPN D U M A I
27 213 KPP Pratama Rengat 410568 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA RENGAT 092 KPPN R E N G A T
28 214 KPP Pratama Tanjung Pinang 119752 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG PINANG 009 KPPN TANJUNG PINANG
29 215 KPP Pratama Batam 525233 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BATAM 137 KPPN B A T A M
30 216 KPP Pratama Pekanbaru Tampan 635600 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PEKANBARU TAMPAN 008 KPPN PEKANBARU
31 217 KPP Madya Batam 477173 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA BATAM 137 KPPN B A T A M
32 218 KPP Madya Pekanbaru 440904 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA PEKANBARU 008 KPPN PEKANBARU
33 219 KPP Pratama Bengkalis 635947 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BENGKALIS 120 KPPN D U M A I
34 221 KPP Pratama Bangkinang 409784 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANGKINANG 008 KPPN PEKANBARU
35 222 KPP Pratama Pangkalan Kerinci 663513 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PANGKALAN KERINCI 008 KPPN PEKANBARU
36 223 KPP Pratama Tanjung Balai Karimun 635951 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG BALAI KARIMUN 009 KPPN TANJUNG PINANG
37 224 KPP Pratama Bintan 409790 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BINTAN 009 KPPN TANJUNG PINANG
5 050 Kanwil DJP Sumatera Barat dan Jambi 663431 KANTOR WILAYAH DJP SUMATERA BARAT DAN JAMBI 010 KPPN P A D A N G
38 201 KPP Padang 119710 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PADANG 010 KPPN P A D A N G
39 202 KPP Bukit Tinggi 524287 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BUKITTINGGI 011 KPPN BUKITTINGGI
40 203 KPP Solok 525212 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SOLOK 090 KPPN S O L O K
41 204 KPP Payakumbuh 409778 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PAYAKUMBUH 011 KPPN BUKITTINGGI
42 331 KPP Jambi 119766 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAMBI 012 KPPN J A M B I
43 332 KPP Muara Bungo 549132 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MUARA BUNGO 078 KPPN MUARA BUNGO
44 333 KPP Bangko 410373 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANGKO 078 KPPN MUARA BUNGO
45 334 KPP Kuala Tungkal 663520 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KUALA TUNGKAL 143 KPPN KUALA TUNGKAL
6 060 Kanwil DJP Sumatera Selatan 119770 KANTOR WILAYAH DJP SUMATERA SELATAN 014 KPPN PALEMBANG
& Kep. Bangka Belitung DAN KEPULAUAN BANGKA BELITUNG
46 301 KPP Palembang Ilir Timur 561541 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PALEMBANG ILIR TIMUR 014 KPPN PALEMBANG
47 302 KPP Baturaja 410574 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BATURAJA 109 KPPN BATURAJA
48 303 KPP Lubuk Linggau 525296 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUBUK LINGGAU 070 KPPN LUBUK LINGGAU
157

49 304 KPP Pangkal Pinang 119791 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PANGKAL PINANG 015 KPPN PANGKAL PINANG
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
50 305 KPP Tanjung Pandan 410580 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG PANDAN 107 KPPN TANJUNG PANDAN
51 306 KPP Palembang Seberang Ulu 560834 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PALEMBANG SEBERANG ULU 014 KPPN PALEMBANG
52 307 KPP Palembang Ilir Barat 635617 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PALEMBANG ILIR BARAT 046 KPPN SAMARINDA
53 308 KPP Madya Palembang 449752 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA PALEMBANG 014 KPPN PALEMBANG
54 309 KPP Lahat 410291 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LAHAT 144 KPPN L A H A T
55 312 KPP Kayu Agung 409810 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KAYU AGUNG 014 KPPN PALEMBANG
56 313 KPP Prabumulih 410382 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PRABUMULIH 109 KPPN BATURAJA
57 314 KPP Sekayu 663534 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEKAYU 160 KPPN S E K A Y U
58 315 KPP Bangka 409825 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANGKA 015 KPPN PANGKAL PINANG
7 070 Kanwil DJP Bengkulu & Lampung 663445 KANTOR WILAYAH DJP BENGKULU DAN LAMPUNG 017 KPPN BANDAR LAMPUNG
59 311 KPP Bengkulu 409402 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BENGKULU 016 KPPN B E N G K U L U
60 321 KPP Metro 525322 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA METRO 126 KPPN METRO LAMPUNG
61 322 KPP Tanjung Karang 119813 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG KARANG 017 KPPN BANDAR LAMPUNG
62 323 KPP Kedaton 410129 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KEDATON 017 KPPN BANDAR LAMPUNG
63 324 KPP Teluk Betung 525350 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TELUK BETUNG 017 KPPN BANDAR LAMPUNG
64 325 KPP Natar 409835 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA NATAR 126 KPPN METRO LAMPUNG
65 326 KPP Kotabumi 410398 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KOTABUMI 116 KPPN KOTABUMI
66 327 KPP Curup 635960 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CURUP 146 KPPN C U R U P
67 328 KPP Argamakmur 410342 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA ARGAMAKMUR 016 KPPN B E N G K U L U
8 080 Kanwil DJP Jakarta Pusat 119127 KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA PUSAT 019 KPPN JAKARTA II
68 021 KPP Pratama Jakarta Menteng Satu 561403 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA MENTENG SATU 019 KPPN JAKARTA II
69 022 KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Satu 561410 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TANAH ABANG SATU 019 KPPN JAKARTA II
70 023 KPP Pratama Jakarta Senen 561424 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SENEN 019 KPPN JAKARTA II
71 024 KPP Pratama Jakarta Cempaka Putih 560923 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA CEMPAKA PUTIH 019 KPPN JAKARTA II
72 025 KPP Pratama Jakarta Gambir Satu 561431 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA GAMBIR SATU 019 KPPN JAKARTA II
73 026 KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Satu 561445 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR SATU 019 KPPN JAKARTA II
74 027 KPP Pratama Jakarta Kemayoran 560902 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMAYORAN 019 KPPN JAKARTA II
75 028 KPP Pratama Jakarta Gambir Dua 604392 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA GAMBIR DUA 019 KPPN JAKARTA II
158

76 029 KPP Pratama Jakarta Gambir Tiga 635710 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA GAMBIR TIGA 019 KPPN JAKARTA II
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
77 071 KPP Pratama Jakarta Menteng Dua 635727 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA MENTENG DUA 019 KPPN JAKARTA II
78 072 KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Dua 635706 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TANAH ABANG DUA 019 KPPN JAKARTA II
79 073 KPP Madya Jakarta Pusat 662791 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA JAKARTA PUSAT 019 KPPN JAKARTA II
80 074 KPP Pratama Jakarta Gambir Empat 662809 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA GAMBIR EMPAT 019 KPPN JAKARTA II
81 075 KPP Pratama Jakarta Sawah Besar Dua 662813 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SAWAH BESAR DUA 019 KPPN JAKARTA II
82 076 KPP Pratama Jakarta Menteng Tiga 662820 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA MENTENG TIGA 019 KPPN JAKARTA II
83 077 KPP Pratama Jakarta Tanah Abang Tiga 662834 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TANAH ABANG TIGA 019 KPPN JAKARTA II
9 090 Kanwil DJP Jakarta Barat 410430 KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA BARAT 019 KPPN JAKARTA II
84 031 KPP Pratama Jakarta Palmerah 561452 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PALMERAH 019 KPPN JAKARTA II
85 032 KPP Pratama Jakarta Tamansari Satu 561466 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TAMANSARI SATU 019 KPPN JAKARTA II
86 033 KPP Pratama Jakarta Tambora 561470 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TAMBORA 019 KPPN JAKARTA II
87 034 KPP Pratama Jakarta Cengkareng 561487 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA CENGKARENG 019 KPPN JAKARTA II
88 035 KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Satu 560930 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEBON JERUK SATU 019 KPPN JAKARTA II
89 036 KPP Pratama Jakarta Grogol Petamburan 635684 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA GROGOL PETAMBURAN 019 KPPN JAKARTA II
90 037 KPP Pratama Jakarta Tamansari Dua 635691 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TAMANSARI DUA 019 KPPN JAKARTA II
91 038 KPP Madya Jakarta Barat 449761 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA JAKARTA BARAT 019 KPPN JAKARTA II
92 039 KPP Pratama Jakarta Kebon Jeruk Dua 409411 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEBON JERUK DUA 019 KPPN JAKARTA II
93 085 KPP Pratama Jakarta Kalideres 636008 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KALIDERES 019 KPPN JAKARTA II
94 086 KPP Pratama Jakarta Kembangan 561012 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEMBANGAN 019 KPPN JAKARTA II
10 100 Kanwil DJP Jakarta Selatan 635553 KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA SELATAN 139 KPPN JAKARTA V
95 011 KPP Pratama Jakarta Setiabudi Satu 561321 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SETIABUDI SATU 019 KPPN JAKARTA II
96 012 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Satu 561335 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU SATU 019 KPPN JAKARTA II
97 013 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Lama 561342 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN LAMA 019 KPPN JAKARTA II
98 014 KPP Pratama Jakarta Mampang Prapatan 561356 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA MAMPANG PRAPATAN 019 KPPN JAKARTA II
99 015 KPP Pratama Jakarta Tebet 560862 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TEBET 019 KPPN JAKARTA II
100 016 KPP Pratama Jakarta Cilandak 561377 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA CILANDAK 019 KPPN JAKARTA II
101 017 KPP Pratama Jakarta Pasar Minggu 561381 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PASAR MINGGU 019 KPPN JAKARTA II
102 018 KPP Pratama Jakarta Setiabudi Dua 635638 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SETIABUDI DUA 019 KPPN JAKARTA II
159

103 019 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Dua 635642 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU DUA 019 KPPN JAKARTA II
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
104 061 KPP Pratama Jakarta Pancoran 635659 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PANCORAN 019 KPPN JAKARTA II
105 062 KPP Madya Jakarta Selatan 449777 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA JAKARTA SELATAN 019 KPPN JAKARTA II
106 063 KPP Pratama Jakarta Setiabudi Tiga 410254 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SETIABUDI TIGA 019 KPPN JAKARTA II
107 064 KPP Pratama Jakarta Kebayoran Baru Tiga 635993 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KEBAYORAN BARU TIGA 019 KPPN JAKARTA II
11 110 Kanwil DJP Jakarta Timur 655476 KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA TIMUR 019 KPPN JAKARTA II
108 001 KPP Pratama Jakarta Matraman 561300 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA MATRAMAN 019 KPPN JAKARTA II
109 002 KPP Pratama Jakarta Jatinegara 560841 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA JATINEGARA 019 KPPN JAKARTA II
110 003 KPP Pratama Jakarta Pulogadung 560897 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PULOGADUNG 019 KPPN JAKARTA II
111 004 KPP Pratama Jakarta Cakung Satu 560855 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA CAKUNG SATU 019 KPPN JAKARTA II
112 005 KPP Pratama Jakarta Kramat Jati 561314 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KRAMAT JATI 019 KPPN JAKARTA II
113 006 KPP Pratama Jakarta Cakung Dua 635621 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA CAKUNG DUA 019 KPPN JAKARTA II
114 007 KPP Madya Jakarta Timur 449783 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA JAKARTA TIMUR 019 KPPN JAKARTA II
115 008 KPP Pratama Jakarta Duren Sawit 410248 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA DUREN SAWIT 019 KPPN JAKARTA II
116 009 KPP Pratama Jakarta Pasar Rebo 635972 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PASAR REBO 019 KPPN JAKARTA II
12 120 Kanwil DJP Jakarta Utara 655480 KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA UTARA 019 KPPN JAKARTA II
117 041 KPP Pratama Jakarta Penjaringan 560880 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PENJARINGAN 019 KPPN JAKARTA II
118 042 KPP Pratama Jakarta Tanjung Priok 561398 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA TANJUNG PRIUK 019 KPPN JAKARTA II
119 043 KPP Pratama Jakarta Kelapa Gading 560876 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KELAPA GADING 019 KPPN JAKARTA II
120 044 KPP Pratama Jakarta Pademangan 635663 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PADEMANGAN 019 KPPN JAKARTA II
121 045 KPP Pratama Jakarta Koja 635670 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA KOJA 019 KPPN JAKARTA II
122 046 KPP Madya Jakarta Utara 449792 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA JAKARTA UTARA 019 KPPN JAKARTA II
123 047 KPP Pratama Jakarta Pluit 524781 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA PLUIT 019 KPPN JAKARTA II
124 048 KPP Pratama Jakarta Sunter 636012 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAKARTA SUNTER 019 KPPN JAKARTA II
13 130 Kanwil DJP Jakarta Khusus 410166 KANTOR WILAYAH DJP JAKARTA KHUSUS 019 KPPN JAKARTA II
125 052 KPP Penanaman Modal Asing Satu 410078 KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING SATU 019 KPPN JAKARTA II
126 053 KPP Badan dan Orang Asing Satu 119152 KANTOR PELAYANAN PAJAK BADAN DAN ORANG ASING SATU 019 KPPN JAKARTA II
127 054 KPP Perusahaan Masuk Bursa 567982 KANTOR PELAYANAN PAJAK PERUSAHAAN MASUK BURSA 019 KPPN JAKARTA II
128 055 KPP Penanaman Modal Asing Dua 604400 KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING DUA 019 KPPN JAKARTA II
160

129 056 KPP Penanaman Modal Asing Tiga 604414 KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING TIGA 019 KPPN JAKARTA II
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
130 057 KPP Penanaman Modal Asing Empat 635731 KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANANAM MODAL ASING EMPAT 019 KPPN JAKARTA II
131 058 KPP Penanaman Modal Asing Lima 635748 KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING LIMA 019 KPPN JAKARTA II
132 059 KPP Penanaman Modal Asing Enam 655612 KANTOR PELAYANAN PAJAK PENANAMAN MODAL ASING ENAM 019 KPPN JAKARTA II
133 081 KPP Badan dan Orang Asing Dua 655608 KANTOR PELAYANAN PAJAK BADAN DAN ORANG ASING DUA 019 KPPN JAKARTA II
14 140 Kanwil DJP Banten 635560 KANTOR WILAYAH DJP BANTEN 020 KPPN S E R A N G
134 401 KPP Pratama Serang 119415 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SERANG 020 KPPN S E R A N G
135 402 KPP Pratama Tangerang Barat 524266 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANGERANG BARAT 020 KPPN S E R A N G
136 411 KPP Pratama Serpong 560944 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SERPONG 020 KPPN S E R A N G
137 415 KPP Madya Tangerang 440935 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA TANGERANG 127 KPPN TANGERANG
138 416 KPP Pratama Tangerang Timur 410402 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANGERANG TIMUR 020 KPPN S E R A N G
139 417 KPP Pratama Cilegon 663541 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CILEGON 020 KPPN S E R A N G
140 418 KPP Pratama Kosambi 636033 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KOSAMBI 127 KPPN TANGERANG
141 419 KPP Pratama Pandeglang 409433 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PANDEGLANG 020 KPPN S E R A N G
142 451 KPP Pratama Tigaraksa 524891 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TIGARAKSA 020 KPPN S E R A N G
15 150 Kanwil DJP Jawa Barat I 119326 KANTOR WILAYAH DJP JAWA BARAT I 022 KPPN BANDUNG I
143 405 KPP Pratama Sukabumi 119368 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SUKABUMI 128 KPPN SUKABUMI
144 406 KPP Pratama Cianjur 410455 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIANJUR 128 KPPN SUKABUMI
145 409 KPP Pratama Purwakarta 410461 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PURWAKARTA 021 KPPN PURWAKARTA
146 421 KPP Pratama Cimahi 410449 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIMAHI 095 KPPN BANDUNG II
147 422 KPP Pratama Bandung Tegallega 561051 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG TEGALEGA 022 KPPN BANDUNG I
148 423 KPP Pratama Bandung Cibeunying 561089 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG CIBEUNYING 022 KPPN BANDUNG I
149 424 KPP Pratama Bandung Karees 560951 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG KAREES 022 KPPN BANDUNG I
150 425 KPP Pratama Tasikmalaya 119389 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TASIKMALAYA 025 KPPN TASIKMALAYA
151 428 KPP Pratama Bandung Bojonagara 561072 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG BOJONAGARA 022 KPPN BANDUNG I
152 429 KPP Pratama Bandung Cicadas 635773 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANDUNG CICADAS 022 KPPN BANDUNG I
153 441 KPP Madya Bandung 449803 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA BANDUNG 022 KPPN BANDUNG I
154 442 KPP Pratama Ciamis 663555 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIAMIS 025 KPPN TASIKMALAYA
155 443 KPP Pratama Garut 409515 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA GARUT 096 KPPN G A R U T
161

156 444 KPP Pratama Majalaya 409442 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAJALAYA 022 KPPN BANDUNG I
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
157 445 KPP Pratama Soreang 636040 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SOREANG 022 KPPN BANDUNG I
158 446 KPP Pratama Sumedang 410084 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SUMEDANG 022 KPPN BANDUNG I
16 160 Kanwil DJP Jawa Barat II 655497 KANTOR WILAYAH DJP JAWA BARAT II 022 KPPN BANDUNG I
159 403 KPP Pratama Cibinong 524842 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIBINONG 023 KPPN B O G O R
160 404 KPP Pratama Bogor 119347 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BOGOR 023 KPPN B O G O R
161 407 KPP Pratama Bekasi Utara 524859 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BEKASI UTARA 171 KPPN B E K A S I
162 408 KPP Pratama Karawang Utara 119372 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KARAWANG UTARA 086 KPPN KARAWANG
163 412 KPP Pratama Depok 635752 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DEPOK 023 KPPN B O G O R
164 413 KPP Pratama Cikarang Selatan 636061 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIKARANG SELATAN 171 KPPN B E K A S I
165 414 KPP Pratama Cikarang Utara 655523 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIKARANG UTARA 171 KPPN B E K A S I
166 426 KPP Pratama Cirebon 119351 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIREBON 024 KPPN C I R E B O N
167 431 KPP Madya Bekasi 440910 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA BEKASI 171 KPPN B E K A S I
168 432 KPP Pratama Bekasi Selatan 409509 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BEKASI SELATAN 171 KPPN B E K A S I
169 433 KPP Pratama Karawang Selatan 636096 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KARAWANG SELATAN 086 KPPN KARAWANG
170 434 KPP Pratama Ciawi 410260 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIAWI 023 KPPN B O G O R
171 435 KPP Pratama Cibitung 635769 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CIBITUNG 171 KPPN B E K A S I
172 436 KPP Pratama Cileungsi 636075 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CILEUNGSI 023 KPPN B O G O R
173 437 KPP Pratama Indramayu 636054 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA INDRAMAYU 024 KPPN C I R E B O N
174 438 KPP Pratama Kuningan 409489 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KUNINGAN 147 KPPN KUNINGAN
175 439 KPP Pratama Subang 655565 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SUBANG 021 KPPN PURWAKARTA
17 170 Kanwil DJP Jawa Tengah I 119436 KANTOR WILAYAH DJP JAWA TENGAH I 026 KPPN SEMARANG I
176 501 KPP Pratama Tegal 119461 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TEGAL 118 KPPN T E G A L
177 502 KPP Pratama Pekalongan 119478 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PEKALONGAN 072 KPPN PEKALONGAN
178 503 KPP Pratama Semarang Barat 410351 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG BARAT 026 KPPN SEMARANG I
179 504 KPP Pratama Semarang Timur 119440 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG TIMUR 026 KPPN SEMARANG I
180 505 KPP Pratama Salatiga 524931 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SALATIGA 026 KPPN SEMARANG I
181 506 KPP Pratama Kudus 119457 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KUDUS 129 KPPN K U D U S
182 507 KPP Pratama Pati 410470 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PATI 097 KPPN P A T I
162

183 508 KPP Pratama Semarang Selatan 663562 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG SELATAN 026 KPPN SEMARANG I
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
184 509 KPP Pratama Semarang Tengah Satu 635780 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG TENGAH SATU 026 KPPN SEMARANG I
185 511 KPP Madya Semarang 449812 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA SEMARANG 026 KPPN SEMARANG I
186 512 KPP Pratama Semarang Tengah Dua 409546 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG TENGAH DUA 026 KPPN SEMARANG I
187 513 KPP Pratama Batang 663576 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BATANG 072 KPPN PEKALONGAN
188 514 KPP Pratama Blora 409577 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BLORA 097 KPPN P A T I
189 515 KPP Pratama Demak 636118 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DEMAK 129 KPPN K U D U S
190 516 KPP Pratama Jepara 410418 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JEPARA 129 KPPN K U D U S
191 517 KPP Pratama Semarang Candisari 560965 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG CANDISARI 026 KPPN SEMARANG I
192 518 KPP Pratama Semarang Gayamsari 409552 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SEMARANG GAYAMSARI 026 KPPN SEMARANG I
18 180 Kanwil DJP Jawa Tengah II 668465 KANTOR WILAYAH DJP JAWA TENGAH II 028 KPPN SURAKARTA
193 521 KPP Pratama Purwokerto 119504 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PURWOKERTO 029 KPPN PURWOKERTO
194 522 KPP Pratama Cilacap 524948 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA CILACAP 130 KPPN CILACAP
195 523 KPP Pratama Kebumen 410486 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KEBUMEN 027 KPPN PURWOREJO
196 524 KPP Pratama Magelang 119482 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAGELANG 115 KPPN MAGELANG
197 525 KPP Pratama Klaten 409592 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KLATEN 148 KPPN K L A T E N
198 526 KPP Pratama Surakarta 119499 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURAKARTA 028 KPPN SURAKARTA
199 527 KPP Pratama Boyolali 663597 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BOYOLALI 148 KPPN K L A T E N
200 528 KPP Pratama Karanganyar 409583 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KARANGANYAR 028 KPPN SURAKARTA
201 529 KP Pratama Purbalingga 410424 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PURBALINGGA 029 KPPN PURWOKERTO
202 531 KP Pratama Purworejo 409561 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PURWOREJO 027 KPPN PURWOREJO
203 532 KPP Pratama Sukoharjo 410492 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SUKOHARJO 148 KPPN K L A T E N
204 533 KP Pratama Temanggung 410305 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TEMANGGUNG 115 KPPN MAGELANG
19 190 Kanwil DJP Daerah Istimewa Yogyakarta 655502 KANTOR WILAYAH DJP DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 030 KPPN YOGYAKARTA
205 541 KPP Pratama Yogyakarta 119525 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA YOGYAKARTA 030 KPPN YOGYAKARTA
206 542 KPP Pratama Sleman 635794 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SLEMAN 030 KPPN YOGYAKARTA
207 543 KPP Pratama Bantul 466065 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANTUL 030 KPPN YOGYAKARTA
208 544 KPP Pratama Wates 550481 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA WATES 176 KPPN W A T E S
209 545 KPP Pratama Wonosari 550500 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA WONOSARI 149 KPPN WONOSARI
163
GR: Lampiran 23

Kode Kode Kode


No UNIT KERJA NAMA SATKER NAMA KPPN
KPP SATKER KPPN
20 200 Kanwil DJP Jawa Timur I 119532 KANTOR WILAYAH DJP JAWA TIMUR I 031 KPPN SURABAYA I
210 604 KPP Pratama Surabaya Sukomanunggal 410619 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA SUKOMANUNGGAL 031 KPPN SURABAYA I
211 605 KPP Pratama Surabaya Krembangan 119546 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA KREMBANGAN 031 KPPN SURABAYA I
212 606 KPP Pratama Surabaya Gubeng 119567 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA GUBENG 031 KPPN SURABAYA I
213 607 KPP Pratama Surabaya Tegalsari 561509 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA TEGALSARI 031 KPPN SURABAYA I
214 609 KPP Pratama Surabaya Wonocolo 560986 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA WONOCOLO 031 KPPN SURABAYA I
215 611 KPP Pratama Surabaya Genteng 560972 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA GENTENG 031 KPPN SURABAYA I
216 613 KPP Pratama Surabaya Pabean Cantikan 635802 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA PABEAN CANTIKAN 031 KPPN SURABAYA I
217 614 KPP Pratama Surabaya Sawahan 635820 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA SAWAHAN 031 KPPN SURABAYA I
218 615 KPP Pratama Surabaya Rungkut 635837 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA RUNGKUT 031 KPPN SURABAYA I
219 616 KPP Pratama Surabaya Simokerto 635816 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA SIMOKERTO 031 KPPN SURABAYA I
220 618 KPP Pratama Surabaya Karangpilang 636139 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA KARANGPILANG 031 KPPN SURABAYA I
221 619 KPP Pratama Surabaya Mulyorejo 636143 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SURABAYA MULYOREJO 031 KPPN SURABAYA I
222 631 KPP Madya Surabaya 449834 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA SURABAYA 031 KPPN SURABAYA I
21 210 Kanwil DJP Jawa Timur II 655519 KANTOR WILAYAH DJP JAWA TIMUR II 165 KPPN SIDOARJO
223 601 KPP Pratama Bojonegoro 119588 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BOJONEGORO 073 KPPN BOJONEGORO
224 602 KPP Pratama Mojokerto 119571 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MOJOKERTO 098 KPPN MOJOKERTO
225 603 KPP Pratama Sidoarjo Barat 525041 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SIDOARJO BARAT 165 KPPN SIDOARJO
226 608 KPP Pratama Pamekasan 548954 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PAMEKASAN 036 KPPN PAMEKASAN
227 612 KPP Pratama Gresik Utara 604421 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA GRESIK UTARA 031 KPPN SURABAYA I
228 617 KPP Pratama Sidoarjo Selatan 409634 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SIDOARJO SELATAN 165 KPPN SIDOARJO
229 621 KPP Pratama Madiun 119592 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MADIUN 033 KPPN MADIUN
230 641 KPP Madya Sidoarjo 449828 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA SIDOARJO 165 KPPN SIDOARJO
231 642 KP Pratama Gresik Selatan 410311 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA GRESIK SELATAN 031 KPPN SURABAYA I
232 643 KPP Pratama Sidoarjo Utara 635841 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SIDOARJO UTARA 165 KPPN SIDOARJO
233 644 KPP Pratama Bangkalan 409665 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANGKALAN 036 KPPN PAMEKASAN
234 645 KPP Pratama Lamongan 663619 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LAMONGAN 073 KPPN BOJONEGORO
235 646 KPP Pratama Ngawi 409603 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA NGAWI 033 KPPN MADIUN
236 647 KPP Pratama Ponorogo 663623 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PONOROGO 033 KPPN MADIUN
237 648 KPP Pratama Tuban 550591 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TUBAN 166 KPPN TUBAN
164
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
22 220 Kanwil DJP Jawa Timur III 635574 KANTOR WILAYAH DJP JAWA TIMUR III 032 KPPN M A L A N G
238 622 KPP Pratama Kediri 119600 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KEDIRI 034 KPPN K E D I R I
239 623 KPP Pratama Malang Selatan 119614 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MALANG SELATAN 032 KPPN M A L A N G
240 624 KPP Pratama Pasuruan 410631 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PASURUAN 032 KPPN M A L A N G
241 625 KPP Pratama Probolinggo 410506 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PROBOLINGGO 035 KPPN BONDOWOSO
242 626 KPP Pratama Jember 119621 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JEMBER 131 KPPN J E M B E R
243 627 KPP Pratama Banyuwangi 410512 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANYUWANGI 100 KPPN BANYUWANGI
244 628 KPP Pratama Batu 635862 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BATU 032 KPPN M A L A N G
245 629 KPP Pratama Tulungagung 635858 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TULUNGAGUNG 150 KPPN B L I T A R
246 651 KPP Madya Malang 449840 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MALANG 032 KPPN M A L A N G
247 652 KPP Pratama Malang Utara 409671 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MALANG UTARA 032 KPPN M A L A N G
248 653 KPP Pratama Blitar 636150 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BLITAR 150 KPPN B L I T A R
249 654 KPP Pratama Kepanjen 663630 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KEPANJEN 150 KPPN B L I T A R
250 655 KPP Pratama Pare 409612 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PARE 034 KPPN K E D I R I
251 656 KPP Pratama Situbondo 409696 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SITUBONDO 035 KPPN BONDOWOSO
252 657 KPP Pratama Singosari 525123 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SINGOSARI 032 KPPN M A L A N G
23 230 Kanwil DJP Kalimantan Barat 525364 KANTOR WILAYAH DJP KALIMANTAN BARAT 042 KPPN PONTIANAK
253 701 KPP Pontianak 119820 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PONTIANAK 042 KPPN PONTIANAK
254 702 KPP Singkawang 410599 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SINGKAWANG 093 KPPN SINGKAWANG
255 703 KPP Ketapang 551512 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KETAPANG 094 KPPN KETAPANG
256 704 KPP Mempawah 409841 KANTOR PELAYANAN PAJAKPRATAMA MEMPAWAH 042 KPPN PONTIANAK
257 705 KPP Sanggau 636171 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SANGGAU 167 KPPN SANGGAU
258 706 KPP Sintang 549221 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SINTANG 079 KPPN S I N T A N G
24 240 Kanwil DJP Kalimantan Selatan 663466 KANTOR WILAYAH DJP KALIMANTAN SELATAN 045 KPPN BANJARMASIN
dan Tengah DAN KALIMANTAN TENGAH
259 711 KPP Palangkaraya 525392 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PALANGKARAYA 043 KPPN PALANGKARAYA
260 712 KPP Sampit 119841 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SAMPIT 044 KPPN S A M P I T
261 713 KPP Pangkalan Bun 663644 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PANGKALAN BUN 102 KPPN PANGKALAN BUN
165

262 714 KPP Muara Teweh 409850 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MUARA TEWEH 080 KPPN B U N T O K
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
263 731 KPP Banjarmasin 119855 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANJARMASIN 045 KPPN BANJARMASIN
264 732 KPP Banjarbaru 635883 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANJARBARU 045 KPPN BANJARMASIN
265 733 KPP Barabai 409872 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BARABAI 110 KPPN BARABAI
266 734 KPP Batulicin 655572 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BATULICIN 168 KPPN PELAIHARI
267 735 KPP Tanjung 409866 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG 045 KPPN BANJARMASIN
25 250 Kanwil DJP Kalimantan Timur 119110 KANTOR WILAYAH DJP KALIMANTAN TIMUR 047 KPPN BALIKPAPAN
268 721 KPP Pratama Balikpapan 119897 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BALIKPAPAN 047 KPPN BALIKPAPAN
269 722 KPP Pratama Samarinda 119880 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SAMARINDA 046 KPPN SAMARINDA
270 723 KPP Pratama Tarakan 119902 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TARAKAN 048 KPPN T A R A K A N
271 724 KPP Pratama Bontang 635879 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BONTANG 046 KPPN SAMARINDA
272 725 KPP Madya Balikpapan 449859 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA BALIKPAPAN 047 KPPN BALIKPAPAN
273 726 KPP Pratama Penajam 409897 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PENAJAM 047 KPPN BALIKPAPAN
274 727 KPP Pratama Tanjung Redeb 409901 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TANJUNG REDEB 048 KPPN T A R A K A N
275 728 KPP Pratama Tenggarong 409881 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TENGGARONG 046 KPPN SAMARINDA
26 260 Kanwil DJP Sulawesi Selatan, Barat 119923 KANTOR WILAYAH DJP SULAWESI SELATAN, BARAT DAN TENGGARA 136 KPPN MAKASSAR II
dan Tenggara
276 801 KPP Pratama Makassar Utara 119930 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR UTARA 136 KPPN MAKASSAR II
277 802 KPP Pratama Parepare 410600 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PARE-PARE 057 KPPN PARE - PARE
278 803 KPP Pratama Palopo 549303 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PALOPO 058 KPPN P A L O P O
279 804 KPP Pratama Makassar Barat 409948 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR BARAT 136 KPPN MAKASSAR II
280 805 KPP Pratama Makassar Selatan 635890 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAKASSAR SELATAN 136 KPPN MAKASSAR II
281 806 KPP Pratama Bulukumba 663651 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BULUKUMBA 056 KPPN BANTAENG
282 807 KPP Pratama Bantaeng 549310 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BANTAENG 056 KPPN BANTAENG
283 808 KPP Pratama Watampone 409960 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA WATAMPONE 055 KPPN WATAMPONE
284 809 KPP Pratama Maros 636192 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAROS 136 KPPN MAKASSAR II
285 811 KPP Pratama Kendari 524313 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KENDARI 060 KPPN K E N D A R I
286 812 KPP Madya Makassar 449865 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA MAKASSAR 054 KPPN MAKASSAR I
287 813 KPP Pratama Majene 636185 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAJENE 059 KPPN M A J E N E
166

288 814 KPP Pratama Mamuju 552006 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAMUJU 178 KPPN MAMUJU
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
289 815 KPP Pratama Kolaka 409979 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KOLAKA 060 KPPN K E N D A R I
290 816 KPP Pratama Bau-Bau 409985 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BAU BAU 103 KPPN B A U - B A U
27 270 Kanwil DJP Sulawesi Utara, Tengah, 410172 KANTOR WILAYAH DJP SULAWESI UTARA, TENGAH, 049 KPPN M A N A D O
Gorontalo, dan Maluku Utara GORONTALO DAN MALUKU UTARA
291 821 KPP Manado 119862 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MANADO 049 KPPN M A N A D O
292 822 KPP Gorontalo 119876 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA GORONTALO 050 KPPN GORONTALO
293 823 KPP Bitung 409917 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BITUNG 049 KPPN M A N A D O
294 824 KPP Kotamobagu 663665 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KOTAMOBAGU 049 KPPN M A N A D O
295 825 KPP Tahuna 636207 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TAHUNA 083 KPPN T A H U N A
296 831 KPP Palu 119919 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PALU 051 KPPN P A L U
297 832 KPP Luwuk 525495 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA LUWUK 053 KPPN L U W U K
298 833 KPP Poso 636228 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA POSO 052 KPPN P O S O
299 834 KPP Toli-toli 636211 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TOLI-TOLI 082 KPPN TOLI - TOLI
300 942 KPP Ternate 410150 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TERNATE 062 KPPN T E R N A T E
301 943 KPP Tobelo 410000 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TOBELO 062 KPPN T E R N A T E
28 280 Kanwil DJP Bali 525584 KANTOR WILAYAH DJP BALI 037 KPPN D E N P A S A R
302 901 KPP Pratama Denpasar Barat 119972 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DENPASAR BARAT 037 KPPN D E N P A S A R
303 902 KPP Pratama Singaraja 524320 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SINGARAJA 132 KPPN SINGARAJA
304 903 KPP Pratama Denpasar Timur 635905 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DENPASAR TIMUR 154 KPPN AMLAPURA
305 904 KPP Madya Denpasar 440929 KANTOR PELAYANAN PAJAK MADYA DENPASAR 037 KPPN D E N P A S A R
306 905 KPP Pratama Badung Selatan 410135 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BADUNG SELATAN 037 KPPN D E N P A S A R
307 906 KPP Pratama Badung Utara 636232 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BADUNG UTARA 037 KPPN D E N P A S A R
308 907 KPP Pratama Gianyar 525606 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA GIANYAR 037 KPPN D E N P A S A R
309 908 KPP Pratama Tabanan 410016 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TABANAN 132 KPPN SINGARAJA
29 290 Kanwil DJP Nusa Tenggara 663470 KANTOR WILAYAH DJP NUSA TENGGARA 038 KPPN M A T A R A M
310 911 KPP Mataram Barat 119986 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MATARAM BARAT 038 KPPN M A T A R A M
311 912 KPP Raba Bima 525610 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA RABA BIMA 071 KPPN B I M A
312 913 KPP Sumbawa Besar 655530 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SUMBAWA BESAR 101 KPPN SUMBAWA BESAR
167

313 914 KPP Mataram Timur 410022 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MATARAM TIMUR 038 KPPN M A T A R A M
GR: Lampiran 23

Kode UNIT KERJA Kode NAMA SATKER Kode NAMA KPPN


No
KPP SATKER KPPN
314 915 KPP Praya 525627 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA PRAYA 038 KPPN M A T A R A M
315 921 KPP Maumere 525631 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MAUMERE 040 KPPN E N D E
316 922 KPP Kupang 119990 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA KUPANG 039 KPPN K U P A N G
317 923 KPP Ende 549370 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA ENDE 040 KPPN E N D E
318 924 KPP Ruteng 410053 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA RUTENG 040 KPPN E N D E
319 925 KPP Atambua 410047 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA ATAMBUA 039 KPPN K U P A N G
320 926 KPP Waingapu 636253 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA WAINGAPU 041 KPPN WAINGAPU
30 300 Kanwil DJP Papua dan Maluku 525673 KANTOR WILAYAH DJP PAPUA DAN MALUKU 063 KPPN JAYAPURA
321 941 KPP Ambon 119965 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA AMBON 061 KPPN A M B O N
322 951 KPP Sorong 409391 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA SORONG 066 KPPN S O R O N G
323 952 KPP Jayapura 409382 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA JAYAPURA 063 KPPN JAYAPURA
324 953 KPP Timika 655544 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA TIMIKA 141 KPPN T I M I K A
325 954 KPP Biak 410232 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA BIAK 064 KPPN B I A K
326 955 KPP Manokwari 549420 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MANOKWARI 065 KPPN MANOKWARI
327 956 KPP Merauke 663672 KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MERAUKE 068 KPPN MERAUKE
31 310 Kanwil DJP Wajib Pajak Besar 648901 KANTOR WILAYAH DJP WAJIB PAJAK BESAR 019 KPPN JAKARTA II
328 051 KPP BUMN 119131 KANTOR PELAYANAN PAJAK BADAN USAHA MILIK NEGARA 019 KPPN JAKARTA II
329 091 KPP WP Besar Satu 648915 KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR SATU 019 KPPN JAKARTA II
330 092 KPP WP Besar Dua 648922 KANTOR PELAYANAN PAJAK WAJIB PAJAK BESAR DUA 019 KPPN JAKARTA II
168

Anda mungkin juga menyukai