Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
“ANALISIS VOLUMETRI”
DISUSUN OLEH :
NAMA : APRIYANTI
JURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS PANCASAKTI
MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Analisa titrimetri atau analisa volumetric adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan
suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya
secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung
secara kuantitatif.
Dalam percobaan dalam laboratorium kita sebagai mahasiswa kimia sering dipertemukan
dengan yang disebutdengan titrasi. titrasi sendiri merupakan suatu metoda untuk menentukan
kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redoks
untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi
yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya.
1.2 Rumusan Masalah
1. Pengertian Analisa titrimetri atau volumetric
2. Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik
3. klasifikasi analisa titrimetri atau volumetric
4. Pembagian Analisa Volumetri
1.3 Tujuan
1. Agar dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan analisa titrimetri atau volumetric
2. Agar dapat mengetahui pembagian analisa titrimetri
3. Dapat mengetahui prinsip dasar pada pembagian analisa volumetric
4. Agar dapat mengetahui reaksi –reaksi kimia pada analisa titrimeti
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian analisa titrimetri atau volumetri
Beberapa Pengertian dan Istilah Titrimeti
Analisa titrimetri atau analisa volumetrik adalah analisis kuantitatif dengan mereaksikan
suatu zat yang dianalisis dengan larutan baku (standar) yang telah diketahui konsentrasinya
secara teliti, dan reaksi antara zat yang dianalisis dan larutan standar tersebut berlangsung
secara kuantitatif.
Larutan baku (standar) adalah larutan yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti, dan
konsentrasinya biasa dinyatakan dalam satuan N (normalitas) atau M (molaritas).
Indikator adalah zat yang ditambahkan untuk menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
Umumnya indicator yang digunakan adalah indicator azo dengan warna yang spesifik pada
berbagai perubahan pH.
Titik Ekuivalen adalah titik dimana terjadi kesetaraan reaksi secara stokiometri antara zat
yang dianalisis dan larutan standar.
Titik akhir titrasi adalah titik dimana terjadi perubahan warna pada indicator yang
menunjukkan titik ekuivalen reaksi antara zat yyang dianalisis dan larutan standar.
Pada umumnya, titik ekuivalen lebih dahulu dicapai lalu diteruskan dengan titik akhir titrasi.
Ketelitian dalam penentuan titik akhir titrasi sangat mempengaruhi hasil analisis pada suatu
senyawa. Pada kebanyakan titrasi titik ekuivalen ini tidak dapat diamati, karena itu perlu
bantuan senyawa lain yang dapat menunjukkan saat titrasi harus dihentikan. Senyawa ini
dinamakan indikator.
2.2 Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik
Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk dapat dilakukan analisis volumetrik adalah sebagai
berikut :
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat.
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi yang
kuantitatif/stokiometrik.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada saat titik ekuivalen tercapai, baik secara
kimia maupun secara fisika.
4. Harus ada indikator jika reaksi tidak menunjukkan perubahan kimia atau fisika.
Indikator potensiometrik dapat pula digunakan.
Alat-alat yang digunakan pada analisa titrimetri ini adalah sebagai berikut :
1. Alat pengukur volume kuantitatif seperti buret, labu tentukur, dan pipet volume yang
telah di kalibrasi
2. Larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya secara teliti atau baku primer
dan sekunder dengan kemurnian tinggi.
3. Indikator atau alat lain yang dapat menunjukkan titik akhir titrasi telah di capai.
2.3 klasifikasi analisa titrimetri atau volumetric
Penggolongan analisis titrimetri ini, berdasarkan ;
1. Reaksi Kimia
Reaksi asam-basa (reaksi netralisasi)
Jika larutan bakunya adalah larutan basa, maka zat yang akan ditentukan haruslah
bersifat asam dan sebaliknya.
Berdasarkan sifat larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
a. Asidimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku asam. Contoh :
HCl, H2SO4
b. Alkalimetri adalah titrasi penetralan yang menggunakan larutan baku basa. Contoh :
NaOH, KOH
2. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)
Yang terjadi adalah reaksi antara senyawa/ ion yang bersifat sebagai oksidator dengan
senyawa/ ion yang bersifat sebagai reduktor dan sebaliknya.
Berdasarkan larutan bakunya, titrasi dibagi atas :
Oksidimetri adalah metode titrasi redoks yang dimana larutan baku yang digunakan
bersifat sebagai oksidator.
Yang termasuk titrasi oksidimetri adalah
Permanganometri, larutan bakunya : KMnO4
Dikromatometri, larutan bakunya : K2Cr2O7
Serimetri, larutan bakunya : Ce(SO4)2, Ce(NH4)2SO4
Iodimetri, larutan bakunya : I2
Reduksimetri adalah titrasi redoks dimana larutan baku yang digunakan bersifat
sebagai reduktor. Yang termasuk titrasi reduksimetri adalah :
Iodometri, larutan bakunya : Na2S2O3 . 5H2O
3. Reaksi Pengendapan (presipitasi)
Yang terjadi adalah reaksi penggabungan ion yang menghasilkan endapan/ senyawa
yang praktis tidak terionisasi.
Yang termasuk titrasi pengendapan adalah :
a. Argentometri, larutan bakunya : AgNO3
b. Merkurimetri, larutan bakunya : Hg(NO3)2/ logam raksa itu sendiri.
Bobot Ekuivalen
BE dalam titrasi asam – basa adalah banyaknya mol suatu zat yang setara dengan ion
OH- atau ion H+. Contoh :
· HCl H+ + Cl-
1mol HCl setara dengan 1mol H+ BE HCl = 1 mol
· H2SO4 2H+ + SO42-
1mol H2SO4 setara dengan 2mol H+
½ mol H2SO4 setara dengan 1mol H+ BE H2SO4 = ½ mol
Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan
berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat
tambahan, dan sangat praktis.Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator
yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit
mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes.Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi
maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat
dilakukan dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan
dilakukan.Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator
disebut sebagai “titik akhir titrasi”.
Dalam percobaan,Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu
erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai reaksi selesai.
Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan warna Perubahan ini dapat
dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau karena penambahan suatu zat yang disebut
indikator. Titik di mana terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi.
Secara ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik ekuivalen).
Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut kesalahan titrasi .
Untuk analisis titrimetri atau volumetri lebih mudah kalau kita memakai sistem ekivalen
(larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekivalen dari zat yang dititrasi = jumlah
ekivalen zat penitrasi. Berat ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung
dari macam reaksinya. Pada titrasi asam basa, titik akhir titrasi ditentukan oleh indikator.
Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu warna jika
konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada sutau harga tertentu dan suatu warna lain jika
konsentrasi itu lebih rendah.
Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-ekuivalent basa,
maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus
diatas dapat kita tulis sebagai:
NxV asam = NxV basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
Titrasi pengendapan
titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan terbentuknya
endapan dari zat-zat yang saling bereaksi (analit dan titran ). Suatu reaksi endapan dapat
berkesudahan bila kelarutan endapannya cukup kecil. konsentrasi ion-ion yang akan
mengalami perubahan yang besar di dekat titik ekuvalennya.
Terdapat 3 cara penentuan suatu senyawa dengan titrasi pengendapan yaitu :
Ø cara mohr
Ø cara volhard dan,
Ø cara fayans
pada penentuan dengan cara mohr,dilakukan titrasi langsung dalam larutan netral dan sebagai
indicator digunakan ion kromat, ion kromat bertindak sebagai indikator yang banyak
digunakan untuk titrasi argentometri ion klorida dan bromida. Titik akhir titrasi dalam
metode ini ditandai dengan terbentuknya endapan merah bata dari perak kromat.
Cara volhard digunakan untuk menetapkan kadar ion klorida secara tidak langsung
dalam suasana asam kuat ke dalam larutan klorida ditambahkan larutan baku perak nitrat
dalam jumlah sedikit dan berlebihan. Kelebihan ion perak dititrasi dengan larutan baku
tiosianat mengunakan indicator Fe(III).Titik akhir titrasi ditandai dengan terbentuknya larutan
berwarna merah senyawa Fe(CNS)2+.titasi ini merupakan titrasi balik digunakan jika reaksi
berjalan lambat atu jika tidak ada indicator pemastian TE.
Cara Fajans menggunakan indikator suatu senyawa organik yang dapat diserap pada
permukaan endapan yang terbentuk selama titrasi argentometri
berlangsung.AgNO3digunakan sebagai titran dan indicator, eiosin,fluoceein.metode ini
digunakan untuk menentukan Cl-,Br-,I-,SCN-.
jika suatu larutan klorida di titrasi maka endapan klorida akan mengapsorsi ion Cl-(suatu
endapan mempunyai kecenderungan untuk mengapsorpsi ionnya sendiri), ini disebut lapisan
absopsi kedua muatan yang berlawanan.
Mekanisme kerja dari indicator absorpsi ialah bahwa pada titik ekuvalen, indicator akan
diabsopsi oleh endapan dan selama proses penyerapan ini terjadi perubahan warna pada
indicator. Setelah titik ekuvalen tercapai , ion Ag+ terdapat dalam keadaan kelebihan dan ion
Ag+ ini akan menjadi lapisan adsopsi pertama dan ion NO3- menjadi absopsi kedua. Jika
terdapat flouresien dalam larutan , ion negatif dan floresien akan diapsopsi lebih dahulu
karena lebih kuat dari ion NO3- dan ditandai dengan warna merah muda dari senyawa
kompleks antara ion floresienada dan ion perak pada permukaan setelah kelebihan ion perak.
Titrasi pengendapan mempunyai beberapa cirri-ciri :
Ø jumlah metode tidak sebanyak titrasi asam basa.
Ø Kesulitan mencari inkitor yang sesuai.
Ø Komposisi endapan sering tidak diketahui pasti.
Titrasi reduksi-oksidasi
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator
akan tereduksi.
Agar dapat digunakan sebagai dasar titrasi, maka reaksi redoks harus memenuhi persyaratan
umum sebagai berikut :
Ø Reaksi harus cepat dan sempurna.
Ø Reaksi berlangsung secara stiokiometrik, yaitu terdapat kesetaraan yang pasti antara
oksidator dan reduktor.
Ø Titik akhir harus dapat dideteksi, misalnya dengan bantuan indikator redoks atau secara
potentiometrik.
Oleh karena itu banyak unsur-unsur mempunyai lebih dari satu tingkat oksidasi, maka
dikenal beberapa macam titrasi redoks yaitu :
Titrasi permanganometri.
Titrasi Iodo-Iodimetri
Titrasi Bromometri dan Bromatometri
Titrasi serimetri
Jenis Jenis Titrasi Redoks
Yodometri dengan Na2S2O3 sebagai titran
Analat harus berbentuk suatu oksidator yang cukup kuat, karena dalam metode ini analat
selalu direduksi dulu dengan KI sehingga terjadi I2. I2 inilah yang dititrasi dengan
Na2S2O3.
Oks analat + I- Red analat + I2 (tanpa indicator, warna iod hilang )
2S2O3 - + I2 S4O6- + 2I- ( indicator amilum )
Reaksi S2O3 - dengan I2 berlansung baik dari segi kesempurnaannya berdasrkan potensial
reduksi masing-masing.
Sumber kesalahan pada titrasi yodometri ini adalah :
1. Kesalahan oksigen; oksidasi diudara dapat meyebabkan hasil titrasi terlalu tinggi
karena dapat mengoksidasi ion iodide menjadi I2.
2. pada pH tinggi I2 yang terbentuk dapat bereaksi dengan air ( hidolisis )
3. perubahan indiator amilum yang terlalu awal.
4. Waktu reaksi anaklat dengan KI yang berjalan lambat, menyebabakan kemungkinan
iod menguap.
Yodimetri dengan I2 sebagai titran
Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat sehingga banyak zat-zat yang merupakan
reduktor yang cukupk uat dapat dititrasi ,indicator ialah amilum dengan perubahan tak
berwarna menjadi biru.
Ketidakstabilan iod disebabkan oleh :
1. Penguapan iod
2. Reaksi iod dengan karet, gabus, dan bahan organic lain yang mungkin masuk dalam
larutan lewat debu dan asap.
3. Oksidasi oleh udara pada pH rendah ; oksodasi ini dipercepat oleh cahaya dan panas.
Titrasi Kompleksometri
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara
kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi
yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral
yang terdisosiasi dalam larutan. Kompleksometri merupakan jenis titrasi dimana titran dan
titrat saling mengkompleks, membentuk hasil berupa kompleks. Reaksi–reaksi pembentukan
kompleks atau yang menyangkut kompleks banyak sekali dan penerapannya juga banyak,
tidak hanya dalam titrasi. Karena itu perlu pengertian yang cukup luas tentang kompleks,
sekalipun disini pertama-tama akan diterapkan pada titrasi.
Titrasi kompleksometri adalah salah satu metode kuantitatif dengan memanfaatkan reaksi
kompleks antara ligan dengan ion logam utamanya, yang umum di indonesia EDTA.
EDTA adalah pereaksi luar biasa:
a. Dapat membentuk kelat dengan semua kation
b. Kelat-kelat tersebut cukup stabil membrntuk dasar pada metode titrimetri.kestebialn
yang besar disebabkan karena kompleks yang terbentuk berupa molekul dengan struktur
melingkar dalam kation yang dikelilingi dan diisolasi dari molekul pelarut.
Ø Perhitungan kesetimbangan yang melibatkan EDTA
Kurva titrasi untuk reaksi antara Kation Mn+ dengan EDTA menampilkan hubungan antar
pM vs Titran. Nilai pM secara cepat dapat dihitung pada tahap awal titrasi denga asumsi
bahawa konsentrasi pada saat kesetimbangan ion Mn+ sama dengan konsentrasi analitiknya
yang diperoleh dari data stokiometri.
Perhitungan konsentasi Mn+ pada dan setalah titik ekuivalen memerlukan persamaan
kesetimbangan. Perhitungan pada daerah ini sulit dan butuh waktu jika PH tidak diketahui
dan bervariasi tergantung pada nilsi pHnya. Beruntung sekali karena titrasi EDTA selalu
dilakukan pada pada larutan yang dipertahankan pHnya untuk mencegah gangguan kation
lain menjamin tetap berfungsinya indicator.
Ø Indicator untuk titrasi dengan EDTA
Relley dan Bernard telah mendaftarkan hamper 200 senyawa organic yang dapat digunakan
sebagai ion logam dan EDTA (sering disebut sebagai indicator metaokromatik)
Beberapa contoh antara lain :
a. Hitam eriokrom
Indikator ini peka terhadap perubahan kadar logam dan pH larutan. Pada pH 8 -10 senyawa
ini berwarna biru dan kompleksnya berwarna merah anggur. Pada pH 5 senyawa itu sendiri
berwarna merah, sehingga titik akhir sukar diamati, demikian juga pada pH 12. Umumnya
titrasi dengan indikator ini dilakukan pada pH 10.
b. Jingga xilenol
Indikator ini berwarna kuning sitrun dalam suasana asam dan merah dalam suasana alkali.
Kompleks logam-jingga xilenol berwarna merah, karena itu digunakan pada titrasi dalam
suasana asam.
c. Biru Hidroksi Naftol
Indikator ini memberikan warna merah sampai lembayung pada daerah pH 12 –13 dan
menjadi biru jernih jika terjadi kelebihan edetat.
Titrasi kompleksometri umumnya dilakukan secara langsung untuk logam yang dengan cepat
membentuk senyawa kompleks, sedangkan yang lambat membentuk senyawa kompleks
dilakukan titrasi kembali. Ion logam dapat menerima pasangan elektron dari donor elektron
membentuk senyawa koordinasi atau ion kompleks. Zat yang membentuk senyawa kompleks
disebut ligan. Ligan merupakan donor pasangan elektron logam merupakan akseptor
pasangan electron
d. Terio T (EBT) adalah contoh indiator metalokromatik yang biasa digunakan pada
titrasi beberapa kation umum. Seyaw ini mengandung gugus sulfonat yang terdisiosisasi
dalam air dan 2 gugus fenol yang terdisosiasi sebagian.
Jenis-jenis titrasi EDTA, yaitu :
1. Titrasi langsung
2. Titrasi balik
3. Titrasi penggantian atautitrasi substitusi
4. Titrasi alkalimetri
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
analisis volumetric tebagi atas beberapa macam yaitu sebagai berikut :
Titrasi asam basa adalah titrasi yang melibatkan reaksi neutralisasi dimana asam akan
bereaksi dengan basa dalam jumlah yang ekuivalen. Titran yang dipakai dalam titrasi asam
basa selalu asam kuat atau basa kuat. Titik akhir titrasi mudah diketahui dengan membuat
kurva titrasi yaitu plot antara pH larutan sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan.
titrasi pengendapan merupakan suatu proses titrasi yang dapat mengakibatkan terbentuknya
endapan dari zat-zat yang saling bereaksi (analit dan titran ).
Titrasi Reduksi oksidasi (redoks) adalah suatu penetapan kadar reduktor atau oksidator
berdasarkan atas reaksi oksidasi dan reduksi dimana redoktur akan teroksidasi dan oksidator
akan tereduksi.
Titrasi kompleksometri adalah titrasi berdasarkan pembentukan senyawa kompleks antara
kation dengan zat pembentuk kompleks. Titrasi kompleksometri juga dikenal sebagai reaksi
yang meliputi reaksi pembentukan ion-ion kompleks ataupun pembentukan molekul netral
yang terdisosiasi dalam larutan.
3.2 Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan
kritik yang sifatnya membangun sangat kami harapkan agar penulisan makalah selanjutnya
bias lebih baik lagi.