Anda di halaman 1dari 10

KEPRIBADIAN

Kepribadian mengacu pada bagian karakteristik psikologi dalam diri seseorang yang
menentukan dan mencerminkan bagaimana orang tersebut merespons lingkungannya. Kepribadian
adalah inti sari dari perbedaan individu. Kepribadian cenderung bersifat konsisten dan kronis.
Konsep kepribadian dan pengetahuan tentang komponennya adalah penting karena memungkinkan
untuk memprediksikan perilaku. Kepribadian, bagaimana pun juga, dapat berubah. Para akuntan
perilaku dapat menghadapi efektivitas orang-orang jika mereka memahami bagaimana kepribadian
dikembangkan dan bagaimana kepribadian tersebut dapat diubah.
Aplikasi utama teori kepribadian dalam organisasi adalah memprediksikan perilaku.
Pengujian perilaku ditentukan oleh banyaknya efektivitas dalam tekanan pekerjaan, siapa yang akan
menanggapi kritikan dengan baik, siapa yang pertama harus dipuji dahulu sebelum berbicara
mengenai perilaku tidak diinginkan, siapa yang menjadi seorang pemimpin potensial, siapa yang
bekerja lebih baik dalam suatu lingkungan pekerjaan partisipatif, siapa yang kelihatannya dapat
dipercaya, dan seterusnya. Semuanya itu merupakan bentuk pemahaman atas kepribadian.

PENENTU KEPRIBADIAN
Pernyataan awal dalam riset kepribadian adalah apakah kepribadian seseorang merupakan
hasil keturunan atau lingkungan. Kepribadian tampaknya merupakan hasil dari kedua pengaruh
tersebut. Selain itu, dewasa ini dikenal faktor ketiga, yaitu faktor situasi. Jadi, kepribadian seorang
dewasa umumnya dianggap terbentuk dari faktor keturunan dan lingkungan, yang diperlunak oleh
kondisi situasi.
Keturunan: Sebagian besar peneliti mengemukakan bahwa keturunan merupakan penentu pada
saat pembuahan. Sosok fisik, daya tarik wajah, kelamin, temperamen komposisi otot dan refleks,
tingkat energi, dan ritme hayati merupakan karakteristik yang umumnya dianggap sebagai sesuatu
yang sepenuhnya atau sebagian besar dipengaruhi oleh susunan hayati, faali (fisiologis), dan
psikologis yang melekat pada kedua orang tua.
Lingkungan: Di antara faktor-faktor yang menekankan pada pembentukan kepribadian adalah
budaya di mana seseorang dibesarkan, pengondisian dini, norma di antara keluarga, teman, dan
kelompok sosial, serta pengaruh lain yang dialami
Situasi: Faktor ini memengaruhi dampak keturunan dan lingkungan terhadap kepribadian.
Kepribadian seseorang, walaupun pada umumnya mantap dan konsisten berubah dalam situasi yang
berbeda.

JENIS INDIKATOR KEPRIBADIAN MYERS-BRIGGS


Salah satu kerangka kerja kepribadian yang digunakan secara luas disebut jenis indikator Myers-
Briggs. Jenis indikator ini secara substansial 100 pertanyaan yang menguji kepribadian dengan
menanyakan orang-orang bagaimana mereka biasanya merasakan atau bertindak dalam situasi
tertentu. Myers-Briggs mengklasifikasikan orang-orang berdasarkan pada bagaimana mereka
terfokus pada apa yang mereka perhatikan, mengumpulkan informasi, memproses dan
mengevaluasi informasi, dan mengorientasikan diri mereka sendiri terhadap dunia luar. Klasifikasi ini
kemudian digabungkan ke dalam 16 jenis kepribadian. Ringkasnya, kepribadian diklasifikasikan
sepanjang mengikuti dimensi berikut ini.
a. Extraversion/Introversion (E or 1). Dimensi ini mengacu pada bagaimana orang terfokus pada
diri mereka sendiri: di dalam (introversion) atau di luar (extraversion).
b. Sensing/Intuiting (S or N). Dimensi ini mengacu pada bagaimana orang mengumpulkan
informasi: secara sistematik (sensing) atau secara intuisi (intuiting).
c. c.Thinking/Feeling (T or F). Dimensi ini mengacu pada bagaimana orang untuk mengambil
keputusan: secara objektif dan secara impersonal (thinking) atau secara subjektif dan
interpersonal (feeling).
d. Judging/Perceiving (or P). Dimensi ini mengacu pada bagaimana orang menawarkan
kehidupan sehari-hari mereka: dimensi ini mengacu pada bagaimana orang menawarkan
hidupnya sehari-hari: menjadi tegas dan berencana (menghakimi) atau secara spontan dan
fleksibel (melihat).

ATRIBUT KEPRIBADIAN UTAMA YANG MEMENGARUHI PERILAKU


Pada bagian ini, kita akan mengevaluasi atribut kepribadian spesifik yang telah menemukan
prediktor yang kuat atas perilaku dalam organisasi. Pertama, berhubungan dengan locus of control,
yaitu seberapa besar kekuatan melampaui tujuan memikirkan apa yang dimiliki. Kedua, adalah
machiavellianism, self-esteem, kekuatan pemantauan (monitoring), pengambilan risiko, dan jenis A
dan kepribadian proaktif. Jika menginginkan mengetahui lebih tentang karakteristik pribadi diri
sendiri.

 Locus of Control

Jenis pertama, semua percaya bahwa mereka mengendalikan tujuannya, memiliki label internal,
selanjutnya, yang melihat hidup mereka seperti dikendalikan oleh kekuatan luar eksternal. Persepsi
seseorang dari sumber terhadap nasibnya dimasukkan ke dalam istilah locus of control. Seseorang
dengan locus of control internal sepertinya lebih pada pemecahan masalah ketika mereka
menyelesaikan atau menghadapi sesuatu untuk mencapai tujuan. Seseorang dengan locus of control
eksternal dari pengendalian lebih untuk melihat rintangan yang disebabkan oleh kekuatan luar, dan
mereka tidak perlu mengetahui apa yang harus dilakukan dalam menghadapi rintangan itu. Manajer
dengan demikian butuh kesadaran lebih dari rintangan yang dihadapi karyawan yang memiliki locus
of control eksternal, dan melakukan apa yang mereka dapat untuk menyingkirkan rintangan itu.

 Machiavellianism

Karakteristik kepribadian dari machiavellisme (machiavellianism-Mach) dinamai menurut


Niccolò Machiavelli, seorang penulis pada abad kesembilanbelas tentang bagaimana caranya
memperoleh dan mempergunakan kekuatan. Seorang individu yang tinggi dalam machiavellianism
adalah seorang yang memiliki praktik yang sangat tinggi, memelihara jarak emosional, dan
membenarkan arti. Jika digunakan pada situasi bekerja, perspektif High Mach adalah meyakini
bahwa akhirnya dapat konsisten. Adapun perspektif High Machs mencakup:
1) orang melakukan interaksi secara langsung dengan yang lainnya dibanding orang
yang tidak berinteraksi secara
2) ketika peran situasi memiliki sejumlah peraturan minimum, sikap perlu
diimprovisasi,
3) ketika Low Machs keterlibatan emosional, kebebasan yang tidak sesuai perlu
diperinci. mengalami kekacauan disebabkan

 Harga Diri

Orang-orang berbeda pada tingkat di mana mereka suka atau tidak menyukai diri mereka
sendiri. Ciri ini disebut self esteem. Penelitian pada harga diri (SE) menawarkan pengertian yang
mendalam ke dalam PO. Misalnya, harga diri secara langsung terkait dengan harapan untuk sukses.
SE yang tinggi meyakini bahwa mereka memiliki kemampuan untuk berhasil di tempat kerja. Individu
dengan harga diri yang tinggi akan mengambil lebih risiko dalam pilihan pekerjaan dan lebih
mungkin untuk memilih pekerjaan di luar kebiasaan dibandingkan dengan orang-orang dengan harga
diri yang rendah. SE yang tinggi juga cenderung untuk menekankan hal positif ketika menghadapi
kegagalan. Hal yang paling umum menemukan harga diri adalah SE rendah lebih mudah dipengaruhi
oleh faktor eksternal dibandingkan SE tinggi. SE rendah bergantung pada penerimaan dari evaluasi
positif atas yang lainnya. Sebagai hasilnya, mereka sepertinya memiliki SE lebih tinggi untuk mencari
kesesuaian dari yang lainnya dan lebih mudah untuk menyesuaikan dengan kepercayaan dan
perilaku dari mereka semua. Pada posisi manajerial, SE rendah cenderung mempunyai kaitan dengan
kesenangan yang lain dan karena itu, sedikit sepertinya mengambil hal-hal yang tidak disukai
dibandingkan SE tinggi. Tidak mengherankan, harga diri juga ditemukan berhubungan dengan
kepuasan kerja. Sejumlah penelitian melaporkan bahwa SE yang tinggi lebih memuaskan dengan
pekerjaan mereka dibandingkan dengan SE rendah. Jika menginginkan menemukan skor harga diri
sendiri. Penelitian terbaru menyarankan bahwa faktor yang biasanya mengukur harga dirt dapat
diterapkan secara cross-cultural.

 Pemantauan Diri

Beberapa orang mampu secara lebih baik memperhatikan lingkungan eksternalnya dan mampu
menanggapinya menurut karakteristik yang dikenal dengan pemantauan (monitoring) diri. Individu
yang tinggi dalam monitoring diri memperlihatkan kemampuan yang layak dipertimbangkan untuk
disesuaikan dan menyesuaikan perilaku mereka dengan keberadaan keadaan mereka. Mereka
sangat sensitif terhadap faktor eksternal dan dapat berbeda perilaku dalam situasi berbeda.
Monitor diri yang tinggi mampu menampilkan benturan kontradiksi di antara mereka dengan publik
dan di antara diri pribadi mereka sendiri. Monitoring diri yang rendah tidak dapat menyembunyikan
diri mereka sendiri pada cara yang sama Mereka cenderung menampilkan disposisi benar mereka
dan sikap pada tiap-tiap keadaan, karenanya tingginya perilaku konsisten di antara siapa mereka
dan apa yang mereka lakukan.

 Pengambilan Risiko

Setiap orang memiliki perbedaan maupun keinginannya dalam membuat perubahan pada
sebuah organisasi atau pada setiap peluang yang dia dapatkan. Keberanian dalam membuat
perubahan kadangkala berbeda antara seseorang terhadap orang lainnya. Manajer yang mengambil
risiko tinggi umumnya mengharapkan return yang tinggi. Manajer yang cenderung menyukai risiko
yang rendah, biasanya mendapatkan return yang rendah. Artinya, semakin besar risiko yang
ditempuh, semakin besar peluang yang di dapat. Semakin kecil risiko yang ditempuh, semakin kecil
peluang yang dihasilkan. Oleh karena itu, besar kecilnya risiko yang diambil dapat memengaruhi
kinerja dari orang-orang yang mengambil risiko tersebut.

 Kepribadian Proaktif

Orang-orang dengan satu kepribadian proaktif mengidentifikasi kesempatan, menunjukkan


inisiatif, mengambil tindakan, dan menambah hingga perubahan menjadi berarti. Mereka
menciptakan perubahan positif pada lingkungannya, dengan tanpa melihat atau bahkan dalam
konstrain batasan atau rintangan. Sayangnya, proaktif memiliki banyak keinginan perilaku yang
ditampilkan organisasi. Misalnya, bukti menandai bahwa proaktif sepertinya lebih mungkin dilihat
sebagai pemimpin dan sepertinya untuk bertindak sebagai agen perubahan pada organisasi.
Tindakan lainnya dari proaktif dapat secara positif atau negatif, bergantung pada organisasi dan
situasi.

KEPRIBADIAN DAN BUDAYA NASIONAL


Terdapat kepastian bahwa tidak ada jenis kepribadian umum untuk satu negara tertentu.
Terdapat bukti bahwa budaya berbeda dalam istilah dari hubungan orang-orang untuk lingkungan
mereka. Dalam beberapa budaya, seperti di Amerika Utara, orang-orang percaya bahwa mereka
dapat mendominasi lingkungannya. Orang-orang pada masyarakat lain, seperti negara-negara Asia
Tenggara, percaya bahwa hidup sebenarnya ditentukan lebih dahulu.

EMOSI
Emosi adalah perasaan intens yang diarahkan pada seseorang atau sesuatu. Emosi berbeda
dari suasana hati (moods), yaitu merasakan bahwa kecenderungan untuk sedikit intensnya
dibandingkan emosi dan kekurangan satu rangsangan kontekstual.
Emosi merupakan reaksi terhadap satu objek, mereka akhirnya tidak bertahan pada ciri
kepribadian dan memperlihatkan emosi (marah) ke arah satu objek spesifik (teman Anda). Akan
tetapi, kemudian dalam suatu hari, Anda mungkin menemukan sendiri umumnya melemahkan
semangat.
Pengalaman dan perilaku manusia pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari emosi karena
emosi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari diri kita sebagai manusia. Emosi (bukan
intelektual) merupakan mekanisme dasar survival suatu organisasi. Oleh karena itu, emosi tak dapat
dilepaskan dari bagaimana seseorang mengartikan perubahan yang akan dan sedang terjadi dalam
organisasi. Untuk dapat memahami emosi sebagai bagian integral dalam perubahan organisasi,
maka beberapa hal mengenai peran emosi dalam organisasi perlu diperjelas:

1) Emosi merupakan bagian tak terpisahkan dari proses pemaknaan dalam proses
keorganisasian, termasuk perubahan organisasi
2) Emosi merupakan bagian integral dari proses adaptasi dan motivasi.

Koordinasi horizontal dan vertikal menghendaki sikap aktif anggota organisasi, yang lebih
menekankan pada terbentuknya pola hubungan antarindividu maupun antarunit organisasi. Ini
berarti anggota organisasi akan lebih mudah mengalami konflik antar-sesama dan konflik selalu
melibatkan faktor emosi. Kondisi seperti ini memudahkan timbulnya rasa cemburu, marah, ditolak,
kecewa, dan benci yang akan mewarnai kehidupan dalam organisasi Pola hubungan yang akhirnya
tercipta mengandung beberapa implikasi, antara lain:

a. Tidak mudah untuk memberikan prescriptive solutions, yang menyatakan apa yang boleh
dilakukan dan tidak boleh dilakukan ketika faktor emosi ikut bermain.
b. Pola pengelolaan emosi mengandaikan hubungan dengan pola saling ketergantungan
Keterampilan sosial yang sering dilatihkan dalam program pelatihan seyogyanya
memperhitungkan emosi yang muncul dalam pola interaksi dalam organisasi, sering bersifat
specific-contextual.
c. Cara pengelolaan emosi bukanlah sesuatu yang tetap (fixed), tetapi harus bersifat fleksibel
dan kontekstual. Ini dikarenakan karateristik emosi seseorang yang tidak dapat diprediksikan
secara pasti dari satu situasi ke situasi lainnya, dari waktu ke waktu.
d. Emosi tidak jarang merupakan pendorong perilaku individu dalam organisasi. Pengakuan
akan emosi dalam organisasi menjadikan organisasi lebih terbuka terhadap masalah-masalah
emosional anggotanya sehingga memungkinkan dilakukan pengelolaan bersama secara
sadar
e. Pengelolaan emosi akan menjadikan organisasi lebih fleksibel, adaptif, dan memudahkan
pengelolaan saling ketergantungan antarunit organisasi maupun antarindividu.

Penelitian telah mengidentifikasi enam komponen emosi secara universal, yaitu kemarahan,
ketakutan, kesedihan, kebahagiaan, jijik, dan kaget. Enam emosi yang dapat dikonseptualisasikan
sebagai keberadaan sepanjang satu rangkaian. Semakin dekat setiap dua emosi terhadap yang
lainnya pada rangkaian ini, semakin banyak orang-orang sepertinya mungkin untuk mengacaukan
mereka. Misalnya, kebahagiaan dan kejutan sering disalahartikan untuk satu sama lain, sementara
kebahagiaan dan rasa jijik (disgust) jarang membingungkan. Sadar bahwa faktor-faktor budaya dapat
juga memengaruhi interpretasi dari ungkapan facial.

Emosi Tenaga Kerja


Emosi tenaga kerja mengacu pada kebutuhan bahwa karyawan mengungkapkan emosi tertentu di
tempat kerja (misalnya, gairah atau kegembiraan) guna memaksimalkan produktivitas organisasi.
Istilah ini diungkapkan pertama kali oleh Profesor Arlie Hochschild dari Universitas California,
Berkeley, dan mengacu pada tuntutan organisasi untuk membuat karyawan mereka menampilkan
"ketepatan"

Rangkaian Emosi
1) Kebahagiaan
2) Kejutan
3) Ketakutan
4) Kesedihan
5) Kemarahan
6) jijik

Emosi sepanjang transaksi interpersonal. Awalnya konsep emosional tenaga kerja


dikembangkan dalam hubungannya dengan jasa pekerjaan. Misalnya, pramugari diharapkan ceria
dan dokter diharapkan netral secara emosional.

 Kenapa Seharusnya Kita Peduli dengan Emosi di Tempat Kerja?

Terdapat sejumlah alasan terkait dengan pemahaman emosi di tempat kerja. Orang-orang yang
mengetahui emosinya sendiri dan ahli membaca emosi orang lain mungkin lebih efektif dalam
pekerjaan mereka. Oleh karena itu, hal ini menjadi tema yang mendasari penelitian terbaru
berdasarkan inteligensi emosional. Seluruh tempat kerja dapat terpengaruh oleh emosi positif atau
negatif di tempat kerja. Satu pembahasan terbaru menemukan bahwa ketika para pemimpin berada
dalam suasana hati positif, pengalaman anggota kelompok individu mengalami suasana hati yang
lebih baik, dan kelompok memiliki satu nada positif.

 Inteligensi Emosional

Inteligensi emosional (emotional intelligence) mengacu pada berbagai keterampilan nonkognitif,


kemampuan, serta kompetensi yang memengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil dalam
tuntutan lingkungan dan tekanan. Hal ini disusun dari lima dimensi berikut.

1. Kesadaran diri. Senantiasa sadar akan apa yang Anda rasakan. Hal ini digambarkan oleh
keyakinan diri, penilaian diri yang realistis, dan kemunduran rasa humor terhadap diri
sendiri.
2. Manajemen diri. Kemampuan mengatur emosi diri sendiri. Hal ini digambarkan oleh
kepercayaan dan integritas yang disertai dengan ambiguitas dan keterbukaan untuk
berubah.
3. Motivasi diri. Kemampuan berkeras dalam menghadapi kemunduran dan kegagalan.

Hal ini digambarkan oleh arah yang kuat untuk dicapai, optimisme, dan komitmen organisasi yang
tinggi.
1. Empati. Kemampuan memahami perasaan orang lain. Hal ini digambarkan oleh keahlian
dalam membangun sensitivitas lintas budaya dan jasa terhadap klien dan pelanggan.
2. Keterampilan sosial. Kemampuan menangani emosi orang lain. Hal ini digambarkan oleh
kemampuan membujuk, serta keahlian dalam membangun dan memimpin kelompok.

Inteligensi emosional berbeda dengan emosi tenaga kerja karena emosi tenaga kerja merupakan
satu kebutuhan pekerjaan (tuntutan untuk senyum, ungkapan kegairahan, dan seterusnya),
sementara intelegensi emosional dipengaruhi oleh ciri kepribadian. Seseorang dengan inteligensi
emosional yang rendah mungkin dikendalikan oleh emosinya karena permintaan dari seorang
manajer (sehingga melibatkan emosi pekerja): sementara, jika tidak diminta maka hal tersebut tidak
dilakukan.

 Emosi Negatif di Tempat Kerja

Emosi negatif dapat mengarah pada sejumlah penyimpangan perilaku di tempat kerja. Siapa
pun yang menghabiskan banyak waktu dalam suatu organisasi akan menyadari orang-orang sering
terlibat dalam tindakan sukarela yang melanggar norma yang telah ditetapkan serta mengancam
organisasi, anggota, atau keduanya. Tindakan ini disebut penyimpangan karyawan. Tindakan
tersebut masuk dalam kategori, seperti produksi (sengaja meninggalkan tempat kerja lebih cepat,
sengaja mengerjakan tugasnya secara perlahan): hak milik (pencurian, sabotase); politik
(pergunjingan, menyalahkan rekan kerja); dan agresi pribadi (pelecehan seksual, penyalahgunaan
secara lisan).

TAHAP RESPONS EMOSIONAL DALAM PERUBAHAN ORGANISASI


Perubahan organisasi, berdasarkan definisi, merupakan reorientasi fundamental mengenai
cara organisasi beroperasi, sehingga selalu bersifat menyeluruh (organization wide). Namun harus
diingat bahwa perubahan itu dimulai dan dilakukan oleh individu dalam organisasi. Organisasi hanya
berubah melalui perubahan anggotanya, baik secara individual maupun secara kolektif. Pengertian
mengenai proses perubahan individu. perubahan pada tingkat individu diperlukan apabila diinginkan
pengertian yang lebih menyeluruh terhadap perubahan organisasi. Freeman (1996)50 meneliti
perubahan yang terjadi pada industri otomotif di Amerika menemukan bahwa konsep kehilangan
(loss) yang dikemukakan oleh Kubler-Ross ternyata dapat digunakan untuk memahami emosi yang
terjadi selama proses perubahan organisasi. Emosi yang terjadi dalam menanggapi perubahan
organisasi, mengikuti secara umum tahapan yang dikemukakan oleh Kubler-Ross meliputi: 1)
Penyangkalan dan pengasingan diri (denial & shock), 2) Marah (anger and irritability), 3) Menawar
(bargaining), 4) Depresi (depression and beginning acceptace), 5) Penerimaan (acceptance). Freeman
(1996) merangkum tahapan di atas dalam suatu bentuk model seperti Tabel 4.5 berikut ini.

Tahapan
1 Penyangkalan Apakah kita dapat mengabaikan Bila jawaban tidak proceed ke:
perubahan ini? Dapatkah kita
tetap melakukan seperti
biasanya?
2 Marah Dapatkah kita mencegah Bila jawaban tidak proceed ke:
perubahan ini?
3 Menawar Dapatkah kita nengurangi akibat Makin sedikit yang bisa dilakukan
perubahan yang akan terjadi ini?untuk mengurangi akibat perubahan,
maka makin besar kemungkinan
tahap berikutnya.
4 Depresi Perubahan apa yang harus Dapatkah kita mengonsolidasikan apa
dilakukan sehingga bisa tetap yang berhargadi masa lampau
tertahan terus? sekaligus membentukpola hubungan
baru yang bermakna
5 Penerimaan Dengan melakukan perubahan Bila ya, maka makin baik pemecahan
tersebut, apakah eksistensi masih pada tahap depresi, maka
mungkin? kemungkinan penerimaan makin
besar yang memungkinan terjadinya
adaptasi pada perubahan

PENGELOLAAN EMOSI DALAM PERUBAHAN


Emosi merupakan hal yang tak boleh diabaikan kalau organisasi menghendaki perubahan
yang dilakukan berhasil. Anggapan bahwa emosi merupakan hal yang diabaikan dan hanya
merupakan faktor pengganggu serta merupakan pandangan yang menyesatkan dalam menanggapi
perubahan organisasi
Dalam pengelolaan perubahan organisasi adanya ambiguitas, ketidakpastian akan
menjadikan organisasi rentan terhadap konflik, yang harus diantisipasi oleh pihak manajemen.
Keterbukaan pihak manajemen menjadi salah satu faktor penentu, yang dapat menerima penurunan
kompetensi dan prestasi individu karena adanya masalah emosional. Transparansi manajemen
sangat diperlukan kalau perubahan organisasi bersifat mendasar seperti melakukan perubahan pada
core beliefs dan core values, yang dapat mengganggu hubungan personal dan sosial yang ada dalam
organisasi secara berarti. Pengelolaan emosi dalam perubahan organisasi juga harus
mempertimbangkan:

1. Kejelasan visi organisasi dalam perubahan, di mana visi ini tidak saja mempertimbangkan
segi rasional, tetapi juga segi emosional sehingga visi yang dikemukakan bersifat inspiring
and motivating.
2. Komunikasi yang terbuka dan jujur dengan anggota organisasi yang mengalami perubahan
3. Jalur komunikasi yang digunakan sebaiknya jalur komunikasi yang informal, terutama kalau
anggota organisasi memiliki kepercayaan yang rendah terhadap pihak manajemen.
4. Pengakuan kewajaran akan emosi negatif yang dialami oleh anggota organisasi, dan
memperlakukan emosi negatif itu sebagai bagian dari proses perubahan itu sendiri, bukan
sebagai resistansi atau sesuatu yang irasional.
5. Menumbuhkan rasa percaya anggota organisasi kepada pihak manajemen sehingga
karyawan percaya bahwa pihak manajemen memiliki kompetensi dalam proses perubahan,
selain kepercayaan bahwa proses perubahan ini berjalan secara adil dan wajar.
6. Meningkatkan sensitivitas pada kebutuhan karyawan, apakah kebutuhan untuk peningkatan
kompetensinya ataukah kebutuhan untuk katarsis (catharsis), *memberikan kesempatan
pada karyawan untuk mengeluarkan "unek-unek" selama berlangsungnya proses perubahan.
7. Meningkatkan keterlibatan karyawan dalam proses perubahan itu sendiri, terutama
terhadap proses perubahan itu, tidak semata-mata keterlibatan yang berupa keputusan
mengenai perubahan tersebut.
8. Perubahan organisasi yang meninggalkan faktor emosi menyebabkan rendahnya faktor
keberhasilan dalam perubahan tersebut.
Pengelolaan ini tampak dari perilaku pihak manajemen yang berusaha mengurangi emosi
negatif dan mendorong emosi positif terhadap perubahan. Emosi negatif dapat dikurangi dengan
pengakuan secara sadar akan kecemasan yang timbul, serta pola dan isi komunikasi dengan pihak
karyawan. Pengelolaan emosi ini akan berpengaruh pada kepercayaan dan kompetensi pihak
manajemen dalam melakukan perubahan secara adil, transparan, dan wajar, yang mendorong rasa
keterikatan karyawan terhadap proses perubahan organisasi untuk kepentingan semua.

TEORI PENGUATAN DAN TANGGAPAN STIMULUS


Teori penguatan dan tanggapan stimulus dari perubahan sikap terfokus pada bagaimana
orang menanggapi rangsangan tertentu. Tanggapan sepertinya diulangi jika tanggapan tersebut
dihargai dan dikuatkan. Teori-teori ini diurutkan berdasarkan komponen stimulus dibandingkan
tanggapan.

TEORI PERTIMBANGAN SOSIAL


Teori pertimbangan sosial terhadap perubahan sikap mengambil pendekatan yang
perseptual. Teori pertimbangan sosial ini merupakan hasil perubahan mengenal bagaimana orang-
orang merasa menjadi suatu objek dan bukannya hasil perubahan dalam memercayai suatu objek.
Teori ini menjelaskan manusia dapat menciptakan perubahan dalam sikap individu jika manusia
tersebut mau memahami struktur yang menyangkut sikap orang lain dan membuat pendekatan
setidaknya untuk dapat mengubah ancaman. Asumsi yang mendasari teori ini adalah usaha untuk
menyebabkan suatu perubahan utama dalam sikap kemungkinan akan gagal, sebab perubahan
tersebut akan menghasilkan ketidaknyamanan bagi subjek. Faktor utama yang memengaruhi
keberhasilan adalah membujuk dan menengahi dua posisi bertentangan yang masing-masing
didukung oleh komunikator. Jika komunikator memosisikan terlalu jauh dari jangkar internal
(internal anchor), hasil yang dicapai mungkin bertentangan dan sikap tidak akan berubah. Jika
komunikasi semakin dekat dengan jangkar internal maka asimilasi dapat dihasilkan karena subjek
tidak memersepsikan komunikasi persuasif tersebut sebagai ancaman yang ekstrem. Jadi, orang
tersebut akan mengevaluasi pesan itu secara positif dan kemungkinan akan mengubah sikapnya.

KONSISTENSI DAN TEORI PERSELISIHAN


Beberapa teori perubahan sikap berasumsi bahwa orang-orang mencoba untuk memelihara
konsistensi atau kesesuaian antara sikap dan perilaku mereka. Teori ini menekankan pada
pentingnya kepercayaan dan gagasan masyarakat. Teori ini memandang perubahan sikap sebagai hal
yang masuk akal dan merupakan proses yang mencerminkan orang-orang yang dibuat untuk
menyadari inkonsistensi antara sikap dan perilaku mereka, sehingga mereka termotivasi untuk
mengoreksi inkonsistensi tersebut dengan mengubah sikap maupun perilakunya ke arah yang lebih
baik. Perlu digarisbawahi asumsi dari beberapa teori yang ada, di mana orang-orang tidak dapat
memahami akan inkonsistensi tersebut
Teori konsistensi menjaga hubungan antara sikap dan perilaku dalam ketidakstabilan
walaupun tidak ada tekanan teori dalam sistem. Teori perselisihan adalah suatu variasi dari teori
konsistensi. Teori ini mempunyai kaitan dengan hubungan antara unsur unsur teori. Teori disonansi
ada ketika seseorang mengamati dua hal yang berlawanan. Teori ini menganggap perselisihan
memotivasi orang-orang untuk mengurangi atau menghapuskan perselisihan, Secara psikologis,
perselisihan merupakan hal yang tidak menyenangkan sehingga orang-orang akan mencari cara
menghindarinya.

TEORI DISONANSI KOGNITIF


Pada tahun 1950-an, Leon Festinger (1957)16 mengemukakan Teori Disonansi Kognitif. Teori
ini menjelaskan hubungan antara sikap dan perilaku. Disonansi dalam hal ini berarti adanya suatu
inkonsistensi. Disonansi kognitif mengacu pada setiap inkonsistensi yang dipersepsikan oleh s
dengan h seseorang terhadap dua atau lebih sikapnya, atau terhadap perilaku sikapnya. Festinger
mengatakan setiap inkonsistensi akan menghasilkan rasa tidak nyaman, dan sebagai akibatnya
seseorang akan mencoba untuk menguranginya. Disonansi tidak bisa dilepaskan dari lingkungan
kerja organisasi. Oleh karena itu, setiap orang dapat saja terlibat dalam hal ini. Festinger mengatakan
hasrat untuk mengurangi disonansi akan ditentukan oleh pentingnya unsur-unsur yang menciptakan
disonansi itu, derajat pengaruh yang diyakini dimiliki oleh individu terhadap unsur unsur itu, dan
imbalan yang mungkin terlibat dalam disonansi. Jika unsur menciptakan disonansi itu relatif tidak
penting maka tekanan untuk r-unsur yang ketidakseimbangan ini akan rendah. Tingkatan pengaruh
yang diyakini dimiliki individu terhadap unsur-unsur itu berdampak pada bagaimana mereka
bereaksi terhadap mengoreksi disonansi tersebut. Jika mereka memersepsikan disonansi itu sebagai
suatu akibat yang tidak dapat maka mereka tidak mempunyai pilihan. Hal ini akan membuat mereka
menjadi reseptif terhadap perubahan sikap. Imbalan juga memengaruhi tingkat sampai sejauh apa
seseorang termotivasi untuk mengurangi disonansi. Imbalan tinggi yang menyertai disonansi tinggi
cenderung mengurangi ketegangan yang tertanam dalam disonansi itu. Imbalan itu berfungsi
mengurangi disonansi dengan meningkatkan sisi konsistensi dari individu tersebut.
Apakah implikasi teori disonansi kognitif bagi organisasi? Teori ini dapat membantu memprediksikan
kecenderungan untuk mengambil bagian dalam perubahan sikap dan perilaku. Misalnya, jika
seseorang diisyaratkan oleh tuntutan pekerjaannya untuk mengatakan atau melakukan hal-hal yang
berlawanan dengan sikap pribadinya, maka orang tersebut akan cenderung memodifikasi sikapnya
agar sesuai dengan kondisi dari apa yang telah dikatakan atau dilakukan olehnya.

TEORI PERSEPSI DIRI


Teori persepsi diri menganggap orang-orang mengembangkan sikap berdasarkan pada
bagaimana mereka mengamati dan menginterpretasikan perilakunya sendiri. Dengan kata lain, teori
ini mengusulkan fakta bahwa sikap tidak menentukan perilaku, tetapi sikap itu dibentuk setelah
perilaku terjadi guna menawarkan sikap yang konsisten dengan perilaku. Menurut teori ini, sikap
hanya akan berubah setelah perilaku berubah Para akuntan perilaku harus mengubah perilakunya,
kemudian baru perubahan sikap akan terjadi. Teori fungsional terhadap perubahan sikap meyakini
bahwa sikap melayani kebutuhan masyarakat. Dalam rangka mengubah sikap, manusia harus
menemukan rangsangan terhadap apa yang akan dikembangkan berdasarkan pada kebutuhannya

MOTIVASI
Kata motivasi berasal dari bahasa latin "movere" yang artinya menimbulkan pergerakan.
Motivasi didefinisikan sebagai kekuatan psikologis yang menggerakkan seseorang ke arah beberapa
jenis tindakan (Haggard, 1989).17 Manurut penulis, motivasi adalah proses yang dimulai dengan
definisi fisiologis atau psikologis yang menggerakkan perilaku atau dorongan yang ditujukan untuk
tujuan insentif. Motivasi juga berkaitan dengan reaksi subjektif yang terjadi sepanjang proses ini.
Motivasi adalah suatu konsep penting untuk perilaku akuntan karena efektivitas organisasi
bergantung pada orang yang membentuk sebagaimana karyawan mengharapkan untuk dibentuk.
Manajer dan akuntan keperilakuan harus memotivasi orang ke arah kinerja yang diharapkan dalam
rangka memenuhi tujuan organisasi.

TEORI MOTIVASI DAN APLIKASINYA


Mengarahkan dan memotivasi orang lain adalah pekerjaan para manajer. Hal ini sangat
penting karena arti manajer, sebagaimana sering didefinisikan oleh banyak buku manajemen, adalah
menyelesaikan sesuatu melalui orang lain (getting things done through other people). Manajer akan
selalu berusaha agar bawahannya selalu rajin bekerja, dan mau bekerja dengan giat. Oleh karena itu,
tidak mengherankan jika masalah motivasi menjadi salah satu pokok pembahasan yang penting
dalam manajemen.

Anda mungkin juga menyukai