Anda di halaman 1dari 3

WAJIB PAJAK PERUSAHAAN PENERBANGAN DALAM NEGERI

Wajib Pajak yang dicakup dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor:


475/KMK.04/1996 adalah Wajib Pajak perusahaan penerbangan yang bertempat kedudukan di
Indonesia yang memperoleh penghasilan berdasarkan perjanjian carter.
Yang dimaksud dengan perjanjian carter meliputi semua bentuk carter, termasuk sewa
ruangan pesawat udara baik untuk orang dan/atau barang ("spacecarter").

PEREDARAN BRUTO PERUSAHAAN PENERBANGAN DALAM NEGERI


Peredaran bruto Wajib Pajak perusahaan penerbangan dalam negeri yang dijadikan dasar
penghitungan norma penghasilan bruto adalah semua nilai pengganti atau imbalan berupa uang
atau nilai uang yang diterima atau diperoleh dari pengangkutan orang dan/atau barang yang
dimuat dari suatu Pelabuhan ke Pelabuhan lain di Indonesia dan/atau dari Pelabuhan di Indonesia
ke Pelabuhan diluar negeri berdasarkan perjanjian carter.

NORMA PENGHASILAN NETO DAN TARIF PPH PERUSAHAAN PENERBANGAN


DALAM NEGERI
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dilunasi adalah 1,8% dari peredaran bruto dan
bersifat tidak final.

PEMBAYARAN PPh MELALUI PEMOTONGAN OLEH PENCARTER


Pembayaran PPh yang terutang dilakukan melalui pemotongan oleh pencarter sepanjang
pencarter tersebut adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara
kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
Pemotongan dilakukan pada saat pembayaran atau saat terutangnya imbalan atau nilai
pengganti.

PEMOTONGAN PPh PERUSAHAAN PENERBANGAN DALAM NEGERI


Atas pemotongan PPh tersebut pencarter wajib:
1. Memberikan Bukti Pemotongan PPh kepada pihak yang menerima atau memperoleh
penghasilan;
2. Menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya
tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya imbalan atau nilai
pengganti, dengan menggunakan SSP;
3. Melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak
selambat lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya
imbalan atau nilai pengganti;

HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN BERDASARKAN PERJANJIAN


CHARTER
Jika Anda pemilik perusahaan penerbangan yang berkedudukan di Indonesia
(Subjek Pajak Dalam Negeri Badan) yang memperoleh penghasilan berdasarkan
perjanjian charter maka hal-hal ini harus anda perhatikan :
1. pihak penyewa akan melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar : 1,8% dari peredaran
bruto.
2. meminta dan menyimpan bukti pemotongan PPh Pasal 15 ;
3. melaporkan seluruh penghasilan yang diterima dalam suatu tahun buku ke dalam SPT
Tahunan PPh, dan mengkreditkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong dalam SPT Tahunan
PPh.
4. dalam hal pihak Penyewa tidak melakukan pemotongan atas PPh Pasal 15 atau bukan
Pemotong Pajak, maka Anda harus melakukan penyetoran sendiri PPh Pasal 15 yang
terutang dengan formula perhitungan seperti yang telah dijelaskan di atas, paling lambat
tanggal 15 bulan berikutnya, dan melaporkan SPT PPh Pasal 15 paling lambat tanggal 20
bulan berikutnya;

Jika Anda menyewa pesawat charter milik wajib pajak orang pribadi, dan Anda bertindak
sebagai Pemotong Pajak, maka hal-hal yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut :
1. melakukan pemotongan PPh Pasal 15 sebesar 1,8% dari peredaran bruto yang dibayarkan ke
perusahaan penerbangan dalam negeri;
2. memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 15 kepada perusahaan jasa penerbangan dalam
negeri untuk dikreditkan dalam SPT Tahunan PPh nya karena bersifat non final;
3. peredaran bruto dihitung dari perjanjian charter angkutan dari pelabuhan Indonesia ke
pelabuhan lain di Indonesia dan dari pelabuhan Indonesia ke pelabuhan luar Indonesia.
Dengan demikian, atas angkutan dari luar pelabuhan Indonesia ke pelabuhan di Indonesia
tidak terutang PPh Pasal 15;
4. menyetorkan PPh Pasal 15 yang telah dipotong ke kas negara paling lambat tanggal 10 bulan
berikutnya, menggunakan kode billing dengan Kode MAP 411129 dan kode jenis setoran
101.

CONTOH SOAL PENERBANGAN DALAM NEGERI


1. Sebuah perusahaan penerbangan PT Blue Indo Airline dalam negeri mendapatkan carter
pesawat sebesar Rp2.000.000.000,00.
Pembahasan:
PPh dipotong oleh penyewa/pencarter sebesar
= 1,8% x Rp2.000.000.000 = Rp36.000.000
Sumber: http://www.ocw.upj.ac.id/files/Slide-ACT106-ACT106-Slide-13.pdf

2. PT Officindo mencharter pesawat terbang dari perusahaan penerbangan dalam negeri yakni
PT Jizzy Airline dengan nilai sewa Rp750.000.000.
PPh Pasal 15 yang harus dipotong atas sewa pesawat
= 1,8% x Rp750.000.000
= Rp13.500.000
PPh tersebut bersifat tidak final, kemudian dipotong dan disetor oleh PT Officindo selaku
pemberi penghasilan.
Sumber: https://blog.pajak.io/contoh-perhitungan-pph-pasal-15/

Anda mungkin juga menyukai