Anda di halaman 1dari 7

Nama : Freska Ela Melati

Kelas : X MIPA 3

No Absen : 16

Kehidupan Penuh Warna


Semburat jingga menyapa, terdengar kokokan ayam begitu nyaringnya. Dengan langkah
pasti, seorang gadis tampak menapaki jalanan sambil melihat betapa indahnya suasana di pagi
hari. Ya, namanya Frezna Rafiliana. Tepatnya seorang gadis remaja berumur 16 tahun yang
memilki jiwa semangat membara dan selalu ceria.

Sampainya di sekolah, Frezna mulai melangkah pasti menuju gerbang sekolah sambil
mengucap basmallah. Memasuki area sekolah, sesekali dia menyapa beberapa temannya dengan
seulas senyum indahnya. Ya, sampai juga dia di kelas 11 MIPA 8. Di kelas inilah, banyak kisah
suka duka masa putih abu-abu Frezna.

Kegiatan hari-hari Frezna di sekolah, bisa dibilang sibuk. Mengikuti ekskul Karya Ilmiah
Remaja dan Rohani Islam. Selain itu, dia juga mengikuti beberapa organisasi, baik di sekolah
maupun di luar sekolah. Seperti organisasi Pusat Informasi Konseling Remaja, Forum
Komunikasi Peduli Bocah, Juga Forum Rohis Kabupaten. Mengikuti banyak kegiatan, nyatanya
banyak suka duka yang dia alami. Tinggal bagaimana bisa mengatur waktu dan membawa diri
lebih baik lagi.

Bel masuk berbunyi, tandanya materi pembelajaran siap untuk dipelajari. Guru pun mulai
memasuki kelas dengan pasti. Ya, pagi ini Pak Gemi memasuki kelas Frezna dengan
menjelaskan materi pedulinya generasi muda untuk kemajuan negri.

“Assalamualaikum anak-anak. Baik kali ini, bapak akan menjelaskan tentang pentingnya
kesadaran generasi muda untuk kemajuan negri. Nah anak-anak, negri kita ini memang kaya raya
akan alamnya. Tak heran, dahulu banyak penjajah mengambil rempah-rempah di negri kita.
Meskipun nyatanya negri kita sudah merdeka. Ada yang tahu, mengapa , setelah merdeka Negara
kita masih berkembang dan belum maju?” Tanya Pak Gemi kepada murid-muridnya.

“Kalau menurut saya pak, meskipun Negara kita sudah merdeka secara sah, tetapi
nyatanya Negara kita masih terjajah akan teknologi dan pengaruh globalisasi pak. Tapi, itu
semua tergantung pribadi sendiri bisa menyikapinya. Semisal terbawa arus akan teknologi juga
globalisasi tak terkendali, nantinya akan terbentuk pribadi yang bisa saja hedonisme, individual
maupun salah kaprah. Boro-boro mereka memikirkan nasib bangsa, mereka malahan akan lebih
suka hal-hal tren seperti produk luar negri, budaya luar dsb pak. Dengan hal tersebut, maka tak
heran, budaya yang diwariskan nenek moyang akan luntur, produk buatan dalam negri akan
kalah saing dan parahnya terbentuk generasi yang apatis terhadap negri kedepan pak.” Jawab
Frezna panjang lebar.

“Penjelasan yang bagus nak, memang hal tersebut sangat membahayakan. Untuk itu, mari
anak-anak sudah sepatutnya kalian belajar yang rajin, dapat memilah perkembangan dengan
bijak, dan jangan lupa harus selalu bangga juga lestarikan apa yang negri kita miliki. Kalau
bukan kalian semua, siapa yang akan bapak dan orang tua harapkan? Ingat, semakin pesatnya
globalisasi, kita jangan kalah dengan budaya luar negri. Tapi, kita harus buktikan bahwa negri
kita bisa hebat. Selain itu, tetap jaga karakter dan sopan santun yang baik dimanapun kalian
berada. Dengan hal tersebut, inshaAllah kalian akan menjadi generasi muda yang sukses
membawa negri kedepan lebih baik. Karena bel sudah berbunyi, bapak akhiri sekian, mohon
maaf akan kesalahan ucapan. Terima kasih. Wassalamualaikum warahmatullahi
wabarakatuh.”Tutur Pak Gemi kepada murid-muridnya.
Murid-murid SMA N 1 Tunas Hebat mulai berhamburan keluar kelas. Ada yang menuju
kantin, ada yang membaca di perpustakaan, ada yang sibuk ngerjain PR, ada juga beberapa yang
menuju masjid untuk menunaikan Sholat Dhuha.

Istirahat kali ini, seperti biasa Frezna dan sahabatnya yaitu Feysa menuju masjid untuk
melaksanakan sholat dhuha. Setelah menjalankan sholat dhuha, seperti biasa di minggu ini
Frezna disibukkan oleh kegiatan ilmiahnya di laboratorium Biologi. Dengan cekatan dan teliti
Frezna mulai membuat alat pin kejujuran. Harapannya semoga pin itu dapat bermanfaat untuk
sekolahnya.

Setelah beberapa jam pelajaran terlewati, bel pulang sekolah bunyi. Frezna pun
berkemas-kemas langsung menuju Ruang organisasi PIK-Remaja. Sampainya di ruangan,
ternyata sudah banyak teman-teman yang kumpul. Rapat pun dimulai.

“Assalamualaikum teman-teman. Alhamdulillah hari ini kita bisa dipertemukan kembali


di ruangan dalam keadaan sehat. Ya langsung saja, berhubung mulai sore, pembahasan kita kali
ini, ialah aksi kita untuk membuat sebuah kegiatan pembentukan karakter siswa. Silakan tunjuk
tangan bila ada ingin usul.”Ucap Devon membuka rapat PIK-Remaja.

“Saya kak, gimana kalau kita membuat aksi satu hari diluar kelas kak. Nantinya awal
acara ialah senam bersama, lalu kita buat permainan tradisional. Nah setelah itu, setiap kelas
menampilkan drama tentang bahaya pergaulan remaja yang salah.”Usul Frezna.

“Ya kak aku setuju dengan usul Frezna. Nanti acaranya pas hari jumat aja. Sekalian
ditambah kegiatan bersih sekolah juga. Jadi, aksi yang kita lakukan gak monoton gitu
kak.”Tambah Asyril.

“Ya bagus sekali usulannya. Di sini ada yang ingin menambahkan lagi atau cukup dengan
kegiatan tersebut? Bila cukup, kita langsung ke pembentukkan kepanitian ya.” Ucap Devon.

“Ya, untuk ketua panitianya Frezna, nanti wakilnya Khelno. Lalu sekretarisnya Asyril,
bendaharanya Dino. Untuk seksi perlengkapan alat permainan tradisional biar aku, Dicky, sama
Reno. Seksi dokumentasi Fatan, dan yang lainnya membantu perjalanan acara ya. Sebelumnya
ada yang keberatan , silakan ajukan?” Tanya Devon mengatur jalannya rapat.

“Kak, harus gitu ya aku wakilnya Khelno, dia itu nyebelin kak, kaya papan es berjalan.
Jawabnya singkat-singkat terus. Malahan kalau aku lagi ngajak dia ngomong gak nyaut.” Ucap
frezna.

“Khelno bisa diandalkan kok. Tenang aja. Ya mungkin dicukupkan dulu rapatnya.
Sekian. Wassalamualaikum.” Ucap Devon mengakhiri rapat.

Setelah rapat selesai hingga malam, Frezna pulang menuju rumahnya menggunakan
transportasi umum sambil menunggu di halte. Karena jalanan mulai sepi, kendaraan umum pun
langka.

“Ayo pulang. Aku anterin.” Tawar Khelno.

“Gimana ya. Yaudahlah ayo, eh tapi mampir dulu ke toko roti ya, lalu ke jalan Rawa
dulu.”Jawab Frezna.

Setelah itu mereka sampailah di jalan Rawa. Seperti biasa, frezna memberi roti untuk
anak jalanan juga mengajari mereka membaca dan menulis. Kali ini, Khelno yang biasanya
kalem pun, Ikut turut andil mengajarkan mereka sambil memberikan dongeng yang menarik.
Setelah selesai, akhirnya Frezna dan Khelno pulang.

Setelah beberapa hari dipadatkan persiapan aksi PIK-R, akhirnya hari ini aksi pun
dimulai. Dengan antusiasnya, para siswa mengikuti kegiatan dengan ceria dan bahagia. Acaranya
pun berjalan lancar. Herannya, Frezna sadar bahwa Khelno bisa diandalkan dalam setiap sesi
kegiatan.

setelah sekian lama menyiapkan persiapan untuk membuat pin kejujuran, akhirnya pin
pun jadi. Tepatnya hari ini, Frezna dengan timnya mengikuti lomba KIR di Pusat kota. Dengan
cekatan dan mahirnya, Frezna dan timnya yaitu Desfi mampu menjelaskan dengan baik dan
tampak memukau. Tak heran, mereka akhirnya mendapatkan medali emas & dinobatkan sebagai
juara pertama tingkat nasional.

Keesokkan harinya di sekolah, berita Frezna dan Desfi yang memenangkan lomba KIR
tingkat nasional menjadi berita heboh. Ada yang memberi ucapan dan ternyata ada yang diam-
diam iri terhadap prestasi Frezna.

“Eh guys, Frezna itu anaknya nyebelin banget sumpah. Gimana kalau kita siksa dia, kalau
bisa kita musnahkan aja.” Ucap seorang gadis bernama Fitri.

“Eh nanti terlalu berisiko. Mending itu aja, kalau dia pulang sekolah, kita kan naik mobil,
nah nanti tabrak aja. Kan aman.” Balas Sani selaku pendukung Fitri.

Ya, tanpa mereka ketahui, obrolan mereka didengarkan oleh Khelno yang tidak sengaja
didengar.

“Frezna, ikut aku sebentar bisa.” Ucap Khelno kepada Frezna.

“Oh ya, ayuk aku juga mau bilang sama kamu.” Balas Frezna

Sampai di Taman..

“Aku dulu ya yang bilang, jadi gini Khel, pin kejujuran yang aku buat, mau dipasang
disetiap murid SMA kita sewaktu ada ujian. Jadi, guru bisa tahu mana yang ketahuan nyontek.
Aku juga punya rencana mau ngadain pengumpulan buku, ya kaya semacam nyumbangin buku
cerita kita semua buat anak jalanan gitu. Jadi, aku mau minta bantuan kamu mau yaa?” Tawar
Frezna dengan Khelno.

“Siap Frez, kabari waktunya aja. Oh ya aku ngajak kamu ke sini mau beritahu kamu
supaya hati-hati kalau gaul sama Fitri ya. Kalau pulang juga lebih baik bareng aku aja.” Ucap
Khelno.

“Fitri baik kok sama aku. Tenang aja Khel. Eh kalau setiap pulang bareng kamu
kayaknya gak bisa deh. Nanti ngrepotin.” Balas Frezna.

“ Yaudah yang penting jangan lupa berdoa dimanapun. Ngomong-ngomong, udah banyak
buku sumbangannya? Kalau udah mending nanti aja lebih baik. Tapi nanti aku nyusul ke
sananya gimana?” Tanya Khelno.

“Udah banyak si. Oke nanti aku langsung ke sana sendiri aja. Biar buku-buku yang sudah
aku tata di kardus nanti dianter sama Mang Ujang. Soalnya buku-bukunya aku taruh rumah.”
Jelas Frezna.

Sepulang sekolah frezna tampak bahagia dan semangat. Terlihat kendaraan tampak
ramai. Frezna pun membalas panggilan dari Khelno sambil menyebrang. Tiba-tiba saja dari arah
berlawanan tampak mobil melaju cepat menabrak Frezna hingga Frezna tergeletak tak berdaya.

Disisi lain, Khelno yang sudah menunggu, tampak khawatir dan langsung saja menyusul
Frezna. Sampai di halte, tampak kerumunan orang melingkar. Seperti ada kecelakaan tabrak lari.
Dengan menerobos, terlihat Khelno yang begitu syoknya melihat Frezna yang ternyata korban
kecelakaan.
“Khel, aku mohon. Setelah aku gak ada, jaga dan didik anak jalanan jadi lebih baik
ya.”Mohon Frezna. Setelah mengucapkan itu, khelno ingin menjawab, tapi terlebih dahulu napas
Frezna sudah tak ada dan dinyatakan telah meninggal dunia.

Sampai di rumah Frezna, tampak keluarga, tetangga, teman sekolah bahkan anak-anak
jalanan didikan Frezna berduka cita. Mengingat Frezna seorang gadis yang ceria, baik hati dan
penuh jasa. Khelno pun berjanji pada dirinya sendiri atas nama Tuhan, ingin selalu menjaga dan
mendidik anak jalanan sesuai permintaan terakhir Frezna. Baginya, Frezna seperti malaikat tanpa
sayap yang patah semangat dan memberi virus kebaikan dimanapun berada.
Hikmah di Balik Pengalaman
Namaku Sefriya Ayunda. Umurku 15 tahun. Tapi, aku mempunyai cita-cita besar ingin
membuat anak-anak pedalaman pintar. Kisahku berawal dari aku yang terpilih 10 besar juara
generasi hebat tingkat nasional.

Disaat teman-temanku saling menggemari artis artis Korea maupun Indonesia, aku
malahan mengidolakan para pahlawan bangsa. Salah satunya Ir.Soekarno. aku ingat betul kata-
katanya, intinya jika dia diberi oleh 10 pemuda maka dia akan mengguncang dunia. Dari kata-
katanyalah, aku termotivasi ingin membuat perubahan untuk negri.

“Sef, kamu dipanggil tuh sama Bu Astrid suruh keruangannya.” Beritahu Pricil, sambil
menepuk bahuku.

“Siap Pricilia. Kalau ada guru masuk aku izinin yaps.” Ucapku.

Dengan langkah ceria, sesekali ku sapa teman lain kelas, sampailah juga aku di ruangan
kesiswaan, tepatnya di meja Bu Astrid.

“Assalamualaikum bu, tadi katanya saya dipanggil ibu, kalau boleh tahu, ada apa ya bu?”
Tanyaku.

“Walaikumsalam. Jadi gini nak, kamu sama Yusuf ibu ikutkan lomba Generasi Hebat.
Lombanya itu langsung tingkat nasional. Di lomba itu, ada beberapa lomba didalamnya. Untuk
tema dan kriteria lomba, silakan kamu baca sendiri di kertas ini.” Beritahu Bu Astrid.

“Siap bu, inshaAllah saya bersedia. Nanti saya sama Yusuf latihannya mulai kapan ya
bu?” Tanyaku.

“Karena lombanya satu minggu lagi, kamu sama Yusuf latihan mulai besok setelah
pulang sekolah ya.” Jawab bu Astrid.

“siap bu, kalau begitu saya permisi. Assalamualaikum bu.”Balasku kemudian.

Sampainya di kelas, aku mengikuti pelajaran dengan semangat. Hingga tanpa terasa, bel
pulang sekolah berbunyi. Sambil berkemas-kemas, seperti biasa aku mengajak Pricil pulang
bersama.

“Pricilia, pulang yuk.”Tawarku sambil menggendong tasku.

Sampainya di halte, seperti biasa aku dan Pricil menaiki transportasi umum, dan
sampailah kita di rumah masing-masing.

Sampainya di rumah, aku langsung bebersih diri dsb. Setelah itu, aku mulai menyiapkan
persiapan tuk sekolah besok.

Keesokkan harinya, pelajaran kulalui seperti biasa. Hingga di beberapa minggu ini,
setelah pulang sekolah, aku langsung menuju ruang perpustakaan untuk latihan menyiapkan
lomba.

Tanpa terasa, hari ini, aku bersama Yusuf sudah sampai di Pekanbaru, Riau untuk
mengikuti lomba. Sebelum lomba dilaksanakan, terlebih dahulu para peserta diberi pelatihan
selama dua hari.

Hari ini, akhirnya lomba mulai dilaksanakan. Selama lomba, aku dan yusuf berpisah
ruangan. Karena, lokasi lomba untuk perempuan dan laki-laki terpisah. Meskipun begitu, di sana
aku juga memiliki banyak kenalan dari berbagai daerah.

Setiap perlombaan, kumulai dengan basmallah & selalu berusaha tampil tenang. Hingga
tak terasa besok, tibalah pengumuman kejuaraan.
Keesokkan harinya…………….

“Assalamualaikum. Baik para peserta pastinya sudah tidak sabar menunggu pengumuman
kan?”Tanya pembawa acara antusias.

“Walaikumsalam. Ya…” Ucap serempak peserta.

“Oke kali ini dibacakan juara umum Generasi Hebat. Sebelumnya, untuk juara beberapa
lomba beserta peringkatnya akan dipasang di sudut ruangan. Baik, untuk juara umum 1 putra
ialah…. Dwiki Cahyono. Juara umum 2 putra ialah Yusuf Dirgantara. Dan juara umum ketiga
ialah setyono. Silakan kepada para juara untuk maju kedepan. Selanjutnya untuk juara umum 3
putri ialah sefrina. Juara umum 2 putri ialah Juliana dan juara umum 1 putri ialah Sefriyana
Ayunda. Silakan kepada para juara untuk maju ke depan.” Ucap pembawa acara.

“Alhamdulillah ya Suf, gak sia-sia kita jauh ke sini pulang bawa juara.” Syukur Sefri
kepada Yusuf.

“iya ya. Habis ini kita langsung menuju ruang rapat. Soalnya bagi juara putra & putri 10
besar nanti akan terbentuk sebuah organisasi peduli pendidikan. Yuk Sef, keruang rapat.” Ajak
Yusuf.

Sampainya di ruang rapat, terlihat tampak ramai, selain ada para juara tadi, ada juga para
alumni juara.

“Assalamualaikum. Baik sebelum kita membuat program kerja, terlebih dahulu kita buat
struktur kepengurusan. Di sini, saya selaku perwakilan alumni sudah memutuskan nama-nama
pengurus. Setelah disebutkan, kalian semua membuat program kerja dengan dipimpin ketua
pengurus kalian. Ya, untuk ketua ialah Dwiki, wakilnya Sefriya, sekretarisnya Yusuf & Sefrina,
bendaharanya Juliana & Setyono, seksi keagamaannya Tengku, seksi seni dan budaya Selisa dan
yang lainnya menjadi anggota. Sekian dari kami, silakan Dwiki rapat selanjutnya saya serahkan
ke kamu.” Ucap kakak alumni.

“Ya baik, teman-teman, langsung saja, silakan yang punya usulan acungkan tangannya
ya.”Ucap Dwiki.

“Aku Tengku mau usul, gimana kalau kita ke suku-suku pedalaman. Nanti kita ajak
belajar bersama.” Usul Tengku.

“Aku setuju dengan usul Tengku, nanti pembelajarannya semacam permainan di alam.
Biar nantinya tidak bosan. Ya semacam petualang gitu.” Imbuhku.

“Oke setuju, gimana yang lain, setuju tidak?” Tanya Dwiki

“Setuju.” Jawab serempak.

“Baik, karena sudah setuju, kegiatannya kita adakan di suku Sasaw. Di suku itu orangnya
ramah dan tidak berbahaya kok. Lokasinya pas di tengah Indonesia. Nanti kegiatan diadakan
selama satu minggu gimana? Tapi saat libur semester. Jadinya tidak menganggu pelajaran.”
Ucap Dwiki bijak.

“Setuju.” Ucap serempak.

“Baik rapat cukup. Aku tutup. Sekian. Wassalamualaikum.” Ucap akhir Dwiki dalam
rapat.

Setelah menempuh perjalanan, akhirnya Yusuf dan aku sampai juga di rumah masing-
masing. Keesokkan harinya, seperti biasa aku berangkat sekolah meskipun kondisi tubuhku
kurang sehat.
Sampai di kelas, kupeluk Pricil karena rindu. Dengan rindu yang menggebu, teman-
teman kelas menyerbuku untuk meminta oleh-oleh. Hingga bel masuk berbunyi, tubuhku rasanya
masih pening. Tanpa terasa bel pulang berbunyi. Akhirnya aku pulang sendiri. Karena hari ini,
Pricil ekskul.

Sampai di rumah, langsung saja ku minum obat kanker yang selama ini dideraku.
Penyakit ini memang aku sembunyikan dari siapapun.

Tanpa terasa, beberapa bulan berlalu, akhirnya, selesai juga ulangan semester. Tinggal
mempersiapkan untuk besok aku dan Yusuf ke suku Sasaw.

“Hai Sef, kamu kok, akhir-akhir ini kelihatan pucat sekali, besok kita ke suku Sasaw loh.
Kamu gak usah ikut aja. Takutnya kamu tambah parah.”Ucap Yusuf khawatir.

“Mukaku emang gini Yusuf. Besok pokoknya harus ikutlah.” Ucapku semangat.

Keesokkan harinya, setelah menempuh perjalanan yang cukup jauh, sampailah aku dan
Yusuf di suku Sasaw. Di sana kita bertemu teman-teman organisasi peduli pendidikan. Sebelum
masuk rumah suku Sasaw, kita semua merencanakan kegiatan apa saja dan jalan mana saja yang
harus kami tempuh.

“Oke, teman-teman. Sebelum mengawali kegiatan, kita berdoa menurut kepercayaan


masing masing ya. Berdoa mulai.” Instruksi Dwiki.

Setelah berdoa selesai, kita memulai petualangan menuju rumah suku Sasaw. Meskipun
jalanan terjal, dan suasana sepi mencekam, tetapi tak mematahkan semangat kita.

Sampainya di rumah suku Sasaw, kita di sambut ramah oleh penduduk. Kegiatan pagi
kita ialah mengajak senam anak-anak suku Sasaw, dilanjut siang kita memberikan sebuah
dongeng menarik juga belajar tulisan abjad. Sorenya kita diajak suku Sasaw berpetualang. Untuk
malamnya, kita semua bercerita ria dengan penduduk sekitar.

Tiba-tiba saja, darah menetas dari hidungku, dan kepalaku terasa pusing hebat. Segeralah
aku berlari ke kamar mengambil obat, namun, aku dicegah oleh Juliana yang menanyaiku.

“Sef, jujur ini obat apa? Pasti ini kanker kan? Jujur saja.”Tanya Juliana dengan khawatir
padaku.

“Sebenarnya aku sudah lama mengidap kanker. Maaf baru bisa beritahu.” Ucapku
akhirnya dan semua terasa gelap.

Hingga ketika mataku terbuka, aku merasa di kamar dan terlihat teman-temanku juga
bapak kepala suku berada di sini. Pak kepala suku pun memberikanku ramuan agar aku
meminumnya. Entah kenapa setelah aku meminum, tubuhku terasa enakkan. Katanya, ramuan
ini harus aku minum selama 2 hari tiga kali. Akupun menurutinya.

Setelah beberapa hari kemudian. Kita semua akhirnya pamit pulang.

Dengan menempuh perjalanan begitu panjang sampailah aku di rumah. Sebelum itu, aku
mampir sebentar di rumah sakit. Setelah di periksa, ternyata kanker yang selama ini ku derita
sudah sembuh. Sambil mengucap syukur aku sangat kagum terhadap suku Sasaw. Terima kasih
atas kebaikannya. Bersama kalian selama beberapa hari, mengajarkanku untuk selalu bisa
menjaga alam dan memanfaatkan alam secara bijak dan optimal. Dibalik kalian yang tak pernah
merasakan bangku sekolah, tapi, suku Sasaw merupakan orang-orang yang hebat. Dari situlah
aku semakin semangat belajar secara luas dan berpetualang di daerah terpencil.

Anda mungkin juga menyukai