Anda di halaman 1dari 73

KOMITE TENAGA KESEHATAN LAIN

RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala


rahmatNYA sehingga Buku Pedoman Etika Profesi Tenaga Kesehatan Lain
ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan pikiran terutama teman-teman sejawat yang
tergabung dalam Komite Tenaga Kesehatan Lain RSUD Dr Soetomo.
Harapan kami semoga Buku Pedoman Etika Profesi Tenaga
Kesehatan Lain ini dapat menjadi pedoman ETIK semua profesi lain (selain
dokter dan perawat ) di RSUD Dr Soetomo dalam menerapkan tugas dan
wewenang pelayanan kepada masyarakat, sehingga profesi kita bukanlah
profesi yang semat-mata pekerjaan untuk mencari nafkah, akan tetapi
merupakan pekerjaan kepercayaan, dalam hal ini kepercayaan dari
masyarakat yang memerlukan pelayanan profesi, percaya kepada ketulusan
hati, percaya kepada kesetiaannya dan percaya kepada kemampuan
profesionalnya.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa
masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata
bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari sejawat agar kelak buku ini menjadi lebih baik
Akhir kata kami berharap semoga Tuhan Yang Maha Esa meridhoi
setiap langkah kita di masa kini dan yang akan datang, sehingga kelak
tenaga kesehatan lain mampu bertindak lebih etis dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat.

Surabaya, Februari 2018

Penyusun
Tim Penyusun,
1. Budi Prijo W, S.ST, MM ( Ketua Nakes Lain)
2. Pramono,S.ST ( Ketua Sub Etik Dan Disiplin Nakes Lain)
3. Perwakilan masing-masing profesi nakes lain

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................. i
Daftar Isi........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
BAB II PENGERTIAN ETIKA, NILAI, DAN MORAL..................................... 2
A. Pengertian Etika........................................................................................ 2
B. Pengertian Nilai......................................................................................... 3
C. Pengertian Moral....................................................................................... 3
Bab III BEBERAPA ASPEK YANG TERKAIT DENGAN PROFESI DAN
ETIKA PROFESI............................................................................................ 4
A. Pengertian Profesi..................................................................................... 4
B. Standar Profesi.......................................................................................... 4
C. Ciri-Ciri Profesi.......................................................................................... 5
D. Syarat –syarat Suatu Profesi.................................................................... 5
E. Prinsip-Prinsip Etika Profesi...................................................................... 6
Bab IV KODE ETIK PROFESI, TUJUAN DAN FUNGSI SERTA SANGSI
PELANGGARAN........................................................................................... 7
A. Kode Etik Profesi....................................................................................... 7
B. Tujuan dan Fungsi Kode Etik Profesi........................................................ 7
C. Pelanggaran Kode Etik Profesi.................................................................. 8
Bab V MEKANISME PERADILAN DAN SIDANG PELANGGARAN
KODE ETIK NAKES LAIN............................................................................. 9
A. Peradilan Dalam Profesi............................................................................ 9
B. Mekanisme Persidangan........................................................................... 9
Bab VI PENUTUP.......................................................................................... 10
LAMPIRAN
A. Kode Etik Psikologi Klinis.......................................................................... 11
B. Kode Etik Apoteker.................................................................................... 21
C. Kode Etik Radiografer............................................................................... 24
D. Kode Etik Teknik Elektromedik.................................................................. 27
E. Kode Etik Ahli gizi...................................................................................... 35
F. Kode Etik Fisioterapi.................................................................................. 39
G. Kode Etik Tenaga Ahli Teknologi Laboratorium........................................ 50
H. Kode Etik Sanitarian / AHLI KESEHATAN LINGKUNGAN....................... 51
I. Kode Etik Perekam Medis.......................................................................... 54
J. Kode Etik Apoteker..................................................................................... 57
K. Kode Etik Terapis Wicara.......................................................................... 60
L. Kode Etik Okupasi Terapi.......................................................................... 67

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Etika profesi merupakan prinsip-prinsip moral yang digunakan


untuk menjalankan profesi. Dengan adanya etika profesi ini diharapkan
anggota profesi dapat bertindak dengan kapasitas professional. Untuk bisa
bertindak sebagai seorang yang profesional selain etika juga dibutuhkan
ilmu dan ketrampilan sesuai dengan profesinya.
Seorang anggota profesi harus selalu mengikuti perkembangan
ilmu pengetauan dan penemuan-penemuan baru dibidang yang digelutinya
sehingga mampu memberikan pelayanan profesi kepada masyarakat sesuai
dengan kemajuan jaman. Profesi tenaga kesehatan mempunyai otonomi
dalam mengatur dirinya sendiri, dan salah satu ciri khasnya adalah patuh
terhadap kode etik.
Kode etik adalah seperangkat aturan profesi yang harus
dipatuhi oleh anggota profesinya, dan sebagai seorang profesional tenaga
kesehatan menerima tanggung jawab dan mengemban tanggung gugat
untuk membuat keputusan dan mengambil langkah-langkah tentang
tindakan yang diberikan dalam menjalankan profesinya.
Etika profesi tenaga kesehatan lain (nakes lain) selain perawat dan
dokter adalah kelompok profesional yang memiliki keahlian dan
berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan pelatihan yang
berkualitas dan berstandar tinggi, dimana dalam menerapkan semua
keahlian dan kemahirannya dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan
sejawat, sesama profesi sendiri, yaitu organisasi profesi.
Kehadiran organisasi profesi dengan perangkat “built-in
mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal ini jelas akan diperlukan
untuk menjaga martabat serta kehormatan setiap profesi, dan di sisi lain
melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalah-gunaan kehlian. Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa
setipa profesi yang terhimpun dalam profesi nakes lain akan memperoleh
kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para profesional tersebut
ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi yang telah tersirat
dalam kode etik masing-masing profesi tenaga kesehatan lain, saat mereka
memberikan jasa keahlian profesinya kepada masyarakat

1
BAB II
PENGERTIAN ETIKA, NILAI,
DAN MORAL

Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga


pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang
mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan
pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan sebutan
sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman
pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-masing yang
terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa merugikan
kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah dijalankan
sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan
hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya
etika di masyarakat kita.

A. Pengertian Etika
Etika adalah ilmu pengetahuan yang terkait dengan nilai-nilai dan
moral, oleh karena itu tenaga kesehatan lain perlu memahami pengertian
tentang etika, nilai serta moral.
Ada beberapa pengertian tentang etika, yang antara lain adalah
sebagai berikut:
1. Etika berasal dari kata ethos yang pada bentuk tunggal berarti:
kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berpikir.
Sedangkan pada bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat
kebiasaan. Jadi etika adalah ilmu tentang apa yang biasa dilakukan
atau ilmu tentang adat kebiasaan (Berten, 2000)
2. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, etika diterjemahkan sebagai
ilmu pengetahuan tentang azas-azas akhlak (moral)
3. Menurut Darr K, (1997) Definisi tentang etika tidak terlalu mudah,
karena mempunyai banyak arti. Ahli filosofi menerjemahkan etika
sebagai suatu studi formal tentang moral. Ahli sosiologi memandang
etika sebagai adat istiadat, kebiasaan dan budaya dalam
berperilaku.
Bagi tenaga kesehatan lain yang profesional etika adalah suatu
pedoman yang digunakan sebagai tuntunan dalam melaksanakan tugas
profesi secara benar serta untuk pengambilan keputusan, pemecahan
masalah etik, baik dalam area praktik, pendidikan, administrasi maupun
penelitian.

2
B. Pengertian Nilai
Beberapa pengertian tentang nilai dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Menurut seorang filsof Jerman-Amerika, Hans Jonas; yang dikutip
oleh Bertens ( 2000 ), nilai adalah sesuatu yang ditujukan
untukmemperoleh jawaban “ya”. Nilai selalu mempunyai konotasi
positif dan sebaliknya sesuatu yang sifatnya negatif harus
dihindarkan. Menurut Bertens (1990 ) Nilai-nilai adalah pramoral yang
mendahului seseorang untuk bertindak, nilai merumuskan bagaimana
seharusnya hidup supaya sungguh-sungguh baik. Nilai-nilai itu
absolut tetapi juga tidak ada aturan konkritnya
2. Menurut Kozier B.,dkk (1997). Nilai adalah kebebasan dalam
menentukan pilihan dan kepercayaan atau perilaku yang sangat
berharga bagi seseorang, objek, ide atau kegiatan. Nilai didapat dari
budaya seseorang, adat istiadat, agama, tradisi dan juga kelompok
seumat serta keluarga. Nilai akan mendasari perilaku.Jika seseorang
telah menyadari tentang nilai-nilai yang dianut, maka secara
konsisten orang tersebut akan mencerminkan pola perilakunya
karena telah mempunyai kontrol internal. Etika adalah ilmu
pengetahuan yang terkait dengan nilai-nilai moral, sedangkan nilai
adalah keyakinan pribadi tentang kebenaran dan manfaat dari
pemikiran, objek atau perilaku. Jadi nilai sangat erat hubungannya
dengan etika, bahkan penerapan etika sangat tergantung dari nilai-
nilai yang dianut seseorang.

C. Pengertian Moral
Beberapa pengertian tentang moral dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Menurut Kozier, B dan Erb,G (1988) moral mirip dengan etika. Moral
selalu dikaitkan dengan standar personal individu dalam penerapan
tingkah laku, karakter dan sikap. Etika selalu merujuk pada standar
moral yang disepakati oleh suatu kelompok profesi seperti; dokter
dan perawat.
2. Menurut Bertens.(2000) moral berasal dari bahasa latin “mos” yang
dalam bentuk jamak menjadi “mores” yang berarti juga; kebiasaan
dan adat. Dalam etimologi kata “etika” sama dengan etimologi kata
“moral” karena keduanya berasal dari kata yang berarti adat
kebiasaan hanya bahasa asalnya yang berbeda.

3
BAB III
BEBERAPA ASPEK YANG TERKAIT
DENGAN PROFESI DAN ETIKA PROFESI

A. PENGERTIAN PROFESI
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal
yang berkaitan dengan bidang yang dipengaruhi oleh pendidikan dan
keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap, sesuai sesuai
pendidikan dan keahlianya. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh
dari pendidikan/ kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu
penguasaan teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan
hubungan antara teori dan penerapan dalam praktek.
PROFESI, adalah pekerjaan yang dilakukan sebagai kegiatan
pokok untuk menghasilkan nafkah hidup dan yang mengandalkan suatu
keahlian.
Sedangkan PROFESIONAL, adalah orang yang mempunyai profesi
atau pekerjaan purna waktu dan hidup dari pekerjaan itu dengan
mengandalkan suatu keahlian yang tinggi dan Bangga akan
pekerjaannya. Atau seorang profesional adalah seseorang yang hidup
dengan mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat
dalam suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian.( Isnanto, ST, MM,
MT Etika Profesi, 2009)

B. Standar Profesi
Perkembangan setiap profesi tidak sama karena dipengaruhi oleh
adanya tingkat kesadaran, pencapaian intelektual dan komitmen dari
profesi itu sendiri. Penanganan masalah etik tergantung dari karakter,
persepsi peran, sumber-sumber pribadi, maupun performa sejawatnya
yang dapat menciptakan kebaikan atau merusak profesi itu sendiri.
Suatu izin praktik / ijin kerja tidak membolehkan seorang
profesional untuk berpraktik buruk. Jadi izin hanya diberikan kepada
anggota profesi yang berpraktik baik. Oleh karena itu pemberian izin ini
harus dipertimbangkan secara cermat dan dipantau kinerja praktiknya.
Sebagai anggota profesi diwajibkan untuk bekerja sesuai dengan
standar profesi yang telah ditentukan oleh setiap profesi masing-masing
nakes lain.
Selain itu juga perlu memahami falsafah yang dianut serta dapat
membangun kerjasama yang baik dengan semua disiplin ilmu yang ada.
Kewajiban lain yang harus dilakukan adalah
memelihara/mempertahankan standar profesi agar tetap konsisten serta

4
bekerja dengan penuh Ketelitian sesuai kewenangannya dan
kemampuan (UU KESEHATAN No.23 Th 2003 pasal 50 dan 51)

C. Ciri-Ciri Profesi
Secara umum ada beberapa ciri atau sifat yang selalu melekat pada
profesi, yaitu :
1. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan
keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman
yang bertahun-tahun.
2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini
biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode
etik profesi.
3. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana
profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan
masyarakat.
4. Ada izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi
akan selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-
nilai kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan
hidup dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus
terlebih dahulu ada izin khusus.
5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas, kita dapat
menyimpulkan bahwa kaum profesional adalah orang-orang yang
memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas ratarata lainnya.

D. Syarat –syarat Suatu Profesi


1. Melibatkan kegiatan intelektual.
2. Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3. Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar
latihan.
4. Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5. Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6. Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
8. Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

5
E. Prinsip-Prinsip Etika Profesi
1. Tanggung jawab
Terhadap pelaksanaan pekerjaan dan terhadap hasilnya, dan
dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.
2. Keadilan
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa
yang menjadi haknya.
3. Otonomi
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di beri
kebebasan dalam menjalankan profesinya.

6
BAB IV
KODE ETIK PROFESI, TUJUAN DAN FUNGSI
SERTA SANGSI PELANGGARAN

A. KODE ETIK PROFESI


Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata,
tulisan atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu,
misalnya untuk menjamin suatu berita, keputusan atau suatu
kesepakatan suatu organisasi. Kode juga dapat berarti kumpulan
peraturan yang sistematis.
Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu
kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di
masyarakat maupun di tempat kerja
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari-hari.(
UU NO. 8 POKOK-POKOK KEPEGAWAIAN). Kode etik profesi
Umumnya ada didalam Standar Profesi masing-masing organisasi nakes
lain, yang bersifat nasional dan akan dilampirkan untuk menjadi
pedoman pelaksanakan dari masing-masing nakes lain.

B. Tujuan Dan Fungsi Kode Etik Profesi


1. Tujuan
a. Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
b. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota
c. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
d. Untuk meningkatkan mutu profesi
e. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
f. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi
g. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat
h. Menentukan baku standarnya sendiri

2. Fungsi Kode Etik Profesi


a. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
b. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
c. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi. (Biggs dan Blocher
1986:10)

7
C. Pelanggaran Kode Etik Profesi
Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang
dikenakan pada pelanggar kode etik, yaitu sebagai berikut :
1. Sanksi moral
2. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh
suatu dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu.
Karena tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis,
seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional,
seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode
etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self regulation yang
terwujud dalam kode etik.
Dengan demikian kode etik profesi adalah sistem norma atau
aturan yang ditulis secara jelas dan tegas serta terperinci tentang apa
yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa yang salah dan
perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh seorang
profesional sesuai profesi masing masing, yang mana etika kesehatan
berlaku hanya dalam pelayanan kesehatan dan pelanggaran etika
kesehatan sifatnya tidak mengikat serta pelanggarannya tidak dapat
dituntut secara hukum.
Sedangkan hukum kesehatan bukan hanya objeknya semata-mata
dalam pelayanan kesehatan tetapi melihat nilai-nilai hidup masyarakat,
yang mana hukum berlaku umum dan hukum bersifat mengikat sehingga
pelanggarnya dapat dituntut, misalnya : Nakes Lain ( Radiografer) dapat
memberi suntikan tanpa ada dokter, tapi Hukum Kesehatan tidak
membenarkan hal ini. Sanksi kode etik antara lain sebagai berikut :
1. Teguran baik lisan maupun tulisan
2. Mengucilkan pelanggar dari kelompok profesi
3. Memberlakukan tindakan hukum dengan sanksi keras

8
BAB V
MEKANISME PERADILAN DAN SIDANG PELANGGARAN
KODE ETIK NAKES LAIN

A. Peradilan Dalam Profesi


1. Peradilan profesi dipimpin komisi etik
2. Komisi etik terdiri 3 orang dan dipimpin oleh pimpinan profesi
3. Pelanggar etik didampingi penasehat etik
4. Pelanggaran kode etik disampaikan oleh penuntut kode etik
5. Putusan pelanggaran kode etik ditetapkan oleh komisi etik

B. Mekanisme Persidangan
1. Pemanggilan pelanggar kode etik
2. Pemeriksaan kode etik
3. Persidangan kode etik
4. Penyampaian bentuk pelanggaran dan sanksi yang dikenakan
5. Pembelaan oleh pelanggar kode etik
6. Pembuktian
7. Putusan

9
BAB VI
PENUTUP

Buku ini merupakan dasar yang dapat digunakan oleh profesi nakes
lain untuk mempelajari tentang etika profesi, sehingga setiap profesi
memahami dan dapat menerapkannya dalam praktik sehari-hari.
Setiap insan profesi harus selalu mendalami dan mempelajari berbagai
aspek yang terkait dengan masalah etik agar terhindar dari tindakan yang
melanggar etik, yaitu dengan membaca buku ini, standar profesi maupun
buku lainnya.

10
A. KODE ETIK PSIKOLOGI KLINIS
MUKADIMAH

Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila dan


UUD 1945, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menghormati harkat
dan martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak
asasi manusia. Dalam kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog
Indonesia mengabdikan dirinya untuk meningkatkan pengetahuan
tentang perilaku manusia dalam bentuk pemahaman bagi dirinya dan
pihak lain serta memanfaatkan pengetahuan dan kemampuan tersebut
bagi kesejahteraan manusia.
Kesadaran diri tersebut merupakan dasar bagi Ilmuwan Psikologi
dan Psikolog Indonesia untuk selalu berupaya melindungi
kesejahteraan mereka yang meminta jasa/praktik beserta semua pihak
yang terkait dalam jasa/praktik tersebut atau pihak yang menjadi
obyek studinya. Pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki hanya
digunakan untuk tujuan yang taat asas berdasarkan nilai-nilai luhur
Pancasila dan UUD 1945 serta nilai-nilai kemanusiaan pada umumnya
dan mencegah penyalahgunaannya oleh pihak lain.
Tuntutan kebebasan menyelidiki dan berkomunikasi dalam
melaksanakan kegiatannya di bidang penelitian, pengajaran, pelatihan,
jasa/praktik konsultasi dan publikasi dipahami oleh Ilmuwan Psikologi
dan Psikolog dengan penuh tanggung jawab.Kompetensi dan
obyektivitas dalam menerapkan kemampuan profesional terikat dan
sangat memperhatikan pemakai jasa, rekan sejawat, dan masyarakat
pada umumnya.
Pokok-pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam KODE ETIK
PSIKOLOGI INDONESIA sebagai perangkat nilai-nilai untuk ditaati dan
dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan kegiatan
selaku Ilmuwan Psikologi dan Psikolog di Indonesia.

11
BAB I PEDOMAN UMUM

Pasal 1
PENGERTIAN

a) ILMUWAN PSIKOLOGI adalah para lulusan perguruan tinggi dan


universitas di dalam maupun di luar negeri, yaitu mereka yang telah
mengikuti pendidikan dengan kurikulum nasional (SK Mendikbud No.
18/D/O/1993) untuk pendidikan program akademik (Sarjana Psikologi);
lulusan pendidikan tinggi strata 2
b) (S2) dan strata 3 (S3) dalam bidang psikologi, yang pendidikan strata
(S1) diperoleh bukan dari fakultas psikologi. Ilmuwan Psikologi yang
tergolong kriteria tersebut dinyatakan DAPAT MEMBERIKAN JASA
PSIKOLOGI TETAPI TIDAK BERHAK DAN TIDAK BERWENANG
UNTUK MELAKUKAN PRAKTIK PSIKOLOGI DI INDONESIA.
c) PSIKOLOG adalah Sarjana Psikologi yang telah mengikuti pendidikan
tinggi psikologi strata 1 (S1) dengan kurikulum lama (Sistem Paket
Murni) Perguruan Tinggi Negeri (PTN); atau Sistem Kredit Semester
(SKS) PTN; atau Kurikulum Nasional (SK Mendikbud No. 18/D/O/1993)
yang meliputi pendidikan program akademik (Sarjana Psikologi) dan
program pendidikan profesi (Psikolog); atau kurikulum lama Perguruan
Tinggi Swasta (PTS) yang sudah mengikuti ujian negara sarjana
psikologi; atau pendidikan tinggi psikologi di luar negeri yang sudah
mendapat akreditasi dan disetarakan dengan psikolog Indonesia
oleh Direktorat Pendidikan Tinggi (Dikti) Departemen Pendidikan
Nasional (Depdiknas RI).
d) Sarjana Psikologi dengan kriteria tersebut dinyatakan BERHAK DAN
BERWENANG untuk melakukan PRAKTIK PSIKOLOGI di wilayah
hukum Negara Republik Indonesia. Sarjana Psikologi menurut kriteria ini
juga dikenal dan disebut sebagai PSIKOLOG. Untuk melakukan praktik
psikologi maka Sarjana Psikologi yang tergolong kriteria ini
DIWAJIBKAN MEMILIKI IZIN PRAKTIK PSIKOLOGI sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
e) JASA PSIKOLOGI adalah jasa kepada perorangan atau kelompok/
organisasi/institusi yang diberikan oleh ilmuwan psikologi Indonesia
sesuai kompetensi dan kewenangan keilmuan psikologi di bidang
pengajaran, pendidikan, pelatihan, penelitian, penyuluhan masyarakat.

12
f) PRAKTIK PSIKOLOGI adalah kegiatan yang dilakukan oleh psikolog
dalam memberikan jasa dan praktik kepada masyarakat dalam
pemecahan masalah psikologis yang bersifat individual maupun
kelompok dengan menerapkan prinsip psikodiagnostik. Termasuk dalam
pengertian praktik psikologi tersebut adalah terapan prinsip
psikologi yang berkaitan dengan melakukan kegiatan DIAGNOSIS,
PROGNOSIS, KONSELING, dan PSIKOTERAPI.
g) PEMAKAI JASA PSIKOLOGI adalah perorangan, kelompok, lembaga
atau organisasi/institusi yang menerima dan meminta jasa/praktik
psikologi. Pemakai Jasa juga dikenal dengan sebutan KLIEN.

Pasal 2
TANGGUNG JAWAB

Dalam melaksanakan kegiatannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog


mengutamakan kompetensi, obyektivitas, kejujuran, menjunjung tinggi
integritas dan norma-norma keahlian serta menyadari konsekuensi
tindakannya.

Pasal 3
BATAS KEILMUAN

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog menyadari sepenuhnya batas-batas ilmu


psikologi dan keterbatasan keilmuannya.

Pasal 4
PERILAKU DAN CITRA PROFESI

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog harus menyadari bahwa dalam


melaksanakan keahliannya wajib mempertimbangkan dan
mengindahkan etika dan nilai-nilai moral yang berlaku dalam
masyarakat.
b) lmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menyadari bahwa perilakunya
dapat mempengaruhi citra Ilmuwan Psikologi dan Psikolog serta profesi
psikologi.

13
BAB II HUBUNGAN PROFESIONAL

Pasal 5
HUBUNGAN ANTAR REKAN PROFESI

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati dan


menjaga hak-hak serta nama baik rekan profesinya, yaitu sejawat
akademisi Keilmuan Psikologi/Psikolog.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog seyogianya saling memberikan
umpan balik untuk peningkatan keahlian profesinya.
c) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib mengingatkan rekan
profesinya dalam rangka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik
psikologi.
d) Apabila terjadi pelanggaran kode etik psikologi yang di luar batas
kompetensi dan kewenangan maka wajib melaporkan kepada organisasi
profesi.

Pasal 6
HUBUNGAN DENGAN PROFESI LAIN

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai, menghormati


kompetensi dan kewenangan rekan dari profesi lain.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib mencegah dilakukannya
pemberian jasa atau praktikpsikologi oleh orang atau pihak lain yang
tidak memiliki kompetensi dan kewenangan.

BAB III PEMBERIAN JASA/PRAKTIK PSIKOLOGI

Pasal 7
PELAKSANAAN KEGIATAN SESUAI BATAS KEAHLIAN/KEWENANGAN

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog hanya memberikan jasa/praktik


psikologi dalam hubungannya dengan kompetensi yang bersifat obyektif
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam pengaturan terapan
keahlian Ilmuwan Psikologi dan Psikolog.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam memberikan jasa/praktik psikologi
wajib menghormati hak-hak lembaga/organisasi/institusi tempat
melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan, pelatihan, dan pendidikan
sejauh tidak bertentangan dengan kompetensi dan kewenangannya.
14
Pasal 8
SIKAP PROFESIONAL DAN PERLAKUAN TERHADAP PEMAKAI JASA
ATAU KLIEN

Dalam memberikan jasa/praktik psikologi kepada pemakai jasa atau klien,


baik yang bersifat perorangan, kelompok, lembaga atau organisasi/institusi
sesuai dengan keahlian dan kewenangannya, Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog berkewajiban untuk:
a) Mengutamakan dasar-dasar profesional
b) Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang
membutuhkannya.
c) Melindungi klien atau pemakai jasa dari akibat yang merugikan sebagai
dampak jasa/praktik yang diterimanya.
d) Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan pemakai jasa
atau klien dan pihak-pihak yang terkait dalam pemberian pelayanan
tersebut.
e) Dalam hal pemakai jasa atau klien yang menghadapi kemungkinan akan
terkena dampak negatif yang tidak dapat dihindari akibat pemberian
jasa/praktik psikologi yang dilakukan oleh Ilmuwan Psikologi dan
Psikolog maka pemakai jasa atau klien tersebut harus diberitahu.

Pasal 9
ASAS KESEDIAAN

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghormati dan menghargai hak


pemakai jasa atau klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian
jasa/praktik psikologi, mengingat asas sukarela yang mendasari pemakai
jasa dalam menerima atau melibatkan diri dalam proses pemberian
jasa/praktik psikologi.

Pasal 10
INTERPRETASI HASIL PEMERIKSAAN

Interpretasi hasil pemeriksaan psikologik tentang klien atau pemakai jasa


psikologi hanya boleh dilakukan oleh Psikolog berdasarkan kompetensi dan
kewenangan.

15
Pasal 11
PEMANFAATAN DAN PENYAMPAIAN HASIL PEMERIKSAAN

Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengan memperhatikan


ketentuan yang berlaku dalam praktik psikologi. Penyampaian hasil
pemeriksaan psikologik diberikan dalam bentuk dan bahasa yang mudah
dipahami klien atau pemakai jasa.

Pasal 12
KERAHASIAAN DATA DAN HASIL PEMERIKSAAN

Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib memegang teguh rahasia yang


menyangkut klien atau pemakai jasa psikologi dalam hubungan dengan
pelaksanaan kegiatannya. Dalam hal ini keterangan atau data mengenai
klien yang diperoleh Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dalam rangka
pemberian jasa/praktik psikologi wajib mematuhi hal-hal sebagai berikut:
a) Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang mengetahuinya dan
hanya memuat hal-hal yang langsung dan berkaitan dengan tujuan
pemberian jasa/praktik psikologi.
b) Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak yang
secara langsung berwenang atas diri klien atau pemakai jasa psikologi.
a) Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau tertulis
kepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini diperlukan untuk
kepentingan klien, profesi, dan akademisi. Dalam kondisi tersebut
identitas orang atau klien yang bersangkutan tetap dirahasiakan.
b) Keterangan atau data klien dapat diberitahukan kepada orang lain atas
persetujuan klien atau penasehat hukumnya.
c) Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak
mampu untuk memberikan persetujuan secara sukarela, maka Psikolog
wajib melindungi orang-orang ini agar tidak mengalami hal-hal yang
merugikan.

Pasal 13
PENCANTUMAN IDENTITAS PADA LAPORAN HASIL PEMERIKSAAN
DARI PRAKTIK PSIKOLOGI

Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik psikologi sesuai


keahlian yang dimilikinya, pada pembuatan laporan secara tertulis

16
Psikolog yang bersangkutan wajib membubuhkan tanda tangan, nama
jelas, dan nomor izin praktik sebagai bukti pertanggungjawaban.

BAB IV PERNYATAAN

Pasal 14
PERNYATAAN

a) Dalam memberikan pernyataan dan keterangan/penjelasan ilmiah


kepada masyarakat umum melalui berbagai jalur media baik lisan
maupun tertulis, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog bersikap
bijaksana, jujur, teliti, hati-hati, lebih mendasarkan pada kepentingan
umum daripada pribadi atau golongan, dengan berpedoman pada dasar
ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahlian/kewenangan selama
tidak bertentangan dengan kode etik psikologi. Pernyataan yang
diberikan Ilmuwan Psikologi dan Psikolog mencerminkan keilmuannya,
sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara benar.
b) Dalam melakukan publikasi keahliannya, Ilmuwan Psikologi dan Psikolog
bersikap bijaksana, wajar dan jujur dengan memperhatikan
kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku untuk menghindari
kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa
psikologi.

BAB V KARYA CIPTA

Pasal 15
PENGHARGAAN TERHADAP KARYA CIPTA PIHAK LAIN DAN
PEMANFAATAN KARYA CIPTA PIHAK LAIN

Karya cipta psikologi dalam bentuk buku dan alat tes atau bentuk lainnya
harus dihargai dan dalam pemanfaatannya hendaknya memperhatikan
ketentuan perundangan mengenai hak cipta atau hak intelektual yang
berlaku.
a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menghargai karya cipta pihak
lain sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan untuk mengutip,
menyadur hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumbernya.
c) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog tidak dibenarkan menggandakan,
memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian maupun
17
seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari pemegang hak
cipta.

Pasal 16
PENGGUNAAN DAN PENGUASAAN SARANA PENGUKURAN
PSIKOLOGIK

a) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib membuat kesepakatan dengan


lembaga/institusi/organisasi tempat bekerja mengenai hal- hal yang
berhubungan dengan masalah pengadaan, pemilikan, penggunaan,
penguasaan sarana pengukuran. Ketentuan mengenai hal ini diatur
tersendiri.
b) Ilmuwan Psikologi dan Psikolog wajib menjaga agar sarana pengukuran
agar tidak dipergunakan oleh orang-orang yang tidak berwenang dan
yang tidak berkompeten.

BAB VI PENGAWASAN PELAKSANAAN KODE ETIK

Pasal 17
PELANGGARAN

Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian psikologi dan setiap


pelanggaran terhadap Kode Etik Psikologi Indonesia dapat dikenakan
sanksi organisasi oleh aparat organisasi yang berwenang sebagaimana
diatur dalam Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga Himpunan
Psikologi Indonesia dan Pedoman Pelaksanaan Kode Etik Psikologi
Indonesia

Pasal 18
PENYELESAIAN MASALAH PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI
INDONESIA

a) Penyelesaian masalah pelanggaraan Kode Etik Psikologi Indonesia oleh


Ilmuwan Psikologi dan Psikolog dilakukan oleh Majelis Psikologi dengan
memperhatikan laporan dan memberi kesempatan membela diri.
b) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik psikologi
yang belum diatur dalam Kode Etik Psikologi Indonesia maka Himpunan
Psikologi Indonesia wajib mengundang Majelis Psikologi untuk

18
membahas dan merumuskannya, kemudian disahkan dalam
kongres.

Pasal 19
PERLINDUNGAN TERHADAP ILMUWAN PSIKOLOGI DAN PSIKOLOG

a) Ilmuwan Psikologi atau Psikolog tidak ikut serta dalam kegiatan di mana
orang lain dapat menyalahgunakan keterampilan dan data mereka,
kecuali ada mekanisme yang dapat memperbaiki penyalahgunaan ini.
b) Apabila Ilmuwan Psikologi atau Psikolog mengetahui tentang adanya
penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan atau pemberitahuan
tentang pekerjaan mereka, maka Ilmuwan Psikologi atau Psikolog
mengambil langkah-langkah yang layak untuk memperbaiki atau
memperkecil penyalahgunaan atau kesalahan dalam pemaparan/
pemberitaan itu.

BAB VII PENUTUP

Kode Etik Psikologi Indonesia ini disertai lampiran, yaitu Pedoman


Pelaksanaan Kode Etik Psikologi Indonesia.Lampiran tersebut tidak
terpisahkan dari kode etik ini, dan sifatnya menjelaskan dan melengkapi
Kode Etik Psikologi Indonesia.

Ditetapkan di : Bandung

Pada tanggal : 22 Oktober 2000

Kongres VIII Himpunan Psikologi Indonesia

Lafal Sumpah Psikologi

Demi Tuhan saya berjanji, bahwa:

Saya akan membaktikan ilmu saya sesuai martabat dan tradisi luhur profesi
saya sebagai psikolog,

Saya akan menjaga martabat dan tradisi luhur profesi saya

sebagai psikolog,

19
Saya akan melaksanakan pekerjaan saya dengan memperhatikan
perikemanusiaan dan mengutamakan kepentingan masyarakat sesuai
norma dan kaidah yang berlaku,

Saya akan menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang saya ketahui karena
pekerjaan saya dan karena keilmuan saya sebagai psikolog,

Saya akan berupaya sungguh-sunggu untuk tidak terpengaruh oleh


pertimbangan yang bersifat keberpihakan berdasarkan alasan tertentu
dalam menjalankan profesi saya, seperti keagamaan, kebangsaan,
kesukuan, politik kepartaian, kedudukan sosial ata kemampuan ekonomi,
dalam menunaikan kewajiban terhadap klien, Saya tidak akan
memanfaatkan pengetahuan saya selaku psikolog untuk sesuatu yang
bertentangan dengan etika psikologi,

Saya akan mentaati dan mengamalkan kode etik psikologi

Indonesia,

Saya akan bersikap saling menghormati dengan sejawat saya, Saya


ikrarkan sumpah ini dengan sungguh-sunggu dan dengan mempertaruhkan
kehormatan diri saya.

Saya ikrarkan

20
B. KODE ETIK APOTEKER

MUKADIMAH

Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas


kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus
senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha
Esa.
Apoteker di dalam pengabdiannya serta dalam mengamalkan
keahliannya selalu berpe-gang teguh kepada sumpah/janji
Apoteker.Menyadari akan hal tersebutApoteker di dalam pengabdian
profesinya.

KODE ETIK APOTEKER INDONESIA

BAB I KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1

Seorang Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan


mengamalkan Sumpah Janji Apoteker.

Pasal 2

Seorang Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati


dan menga-malkan Kode Etik Apoteker Indonesia.

Pasal 3

Seorang Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai


kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang
teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.

Pasal 4

Seorang Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang


kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.

21
Pasal 5

Di dalam menjalankan tugasnya Seorang Apoteker harus menjauhkan


diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.

Pasal 6

Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi
orang lain.Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai
dengan profesinya.

Pasal 7

Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan


perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang
farmasi pada khususnya.

BAB II KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP PASIEN

Pasal 8

Seorang Apoteker dalam melakukan praktik kefarmasian harus


mengutamakan kepentin-

gan masyarakat. menghormati hak azasi pasien dan melindungi makhluk


hidup insani.

BAB Ill KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 10

Seorang Apoteker harus memperlakukan teman Sejawatnya


sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 11

Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati


untuk mema-tuhi ketentuan-ketentuan kode Etik.

22
Pasal 12

Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk


meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara
keluhuran martabat jaba- tan kefarmasian, serta mempertebal rasa
saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.

BAB IV KEWAJIBAN APOTEKER TERHADAP SEJAWAT PETUGAS


KESEHATAN LAIN

Pasal 13

Seorang Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk


membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai,
menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan lain.

Seorang Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan


yang dapat mengakibatkan berkurangnya atau hilangnya kepercayaan
masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lain.

BABV PENUTUP

Pasal 15

Seorang Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan


mengamalkan kode etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas
kefarmasiannya sehari-hari.

Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja


melanggar atau tidak mematuhi kode etik Apoteker Indonesia, maka dia
wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi
profesi farmasi yang menanganinya (IAI) dan memper-
tanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Ditetapkan di Jakarta

Pada tanggal 08 Desember 2009

23
C. KODE ETIK RADIOGRAFER
1. Mukadimah
Ahli Radiografi Adalah salah satu profesi yang baik langsung
maupun tldak langsung ikut berperan dldalam upaya menuju
kesejahteraan fislk material dan mental spiritual bagi masyarakat
Indonesia Oleh karena ltu, segala sesuatu yang menyangkut
profest Ahli Radiografi selalu berorientasi kepada tuntutan
masyarakat.
Ahli Radiografi adalah suatu profesi yang melakukan pelayanan
kepada masyarakat, bukanlah profesi yang semat-mata pekenaan
untuk mencarl nafkah, akan tetapi merupakan pekerjaan
kepercayaan, dalam hal ini kepercayaan dari masyarakat yang
memerlukan pelayanan profesi, percaya kepada ketulusan hatl,
percaya kepada kesetiaannya dan percaya kepada kemampuan
profesionalnya.
Adanya limpahan dari anggota masyarakat tersebut, menuntut
setiap anggota profesi agar dalam mempersembahkan pelayanan
dengan cara yang terhomat, dengan disadari sepenuhnya bahwa
anggota profesi selain memikul tanggung jawab kehormatan
pribadi, juga memikul tanggung jawab terhadap kehormatan
profesi dalam mengamalkan pelayanannya. Dan disamping itu juga
dengan penuh kesadaran bahwa pelayanannya merupakan bagian
dari usaha meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Oleh sebab itu Anggota Profesl Ahli Radiografi
memandang perlu menyusun rumusan-rumusan sebagal petunjuk
dengan harapan dapat menjadi ikatan moral bagi anggota -
anggotanya. Dan anggota Profesi Radiologi menyadari sepenuhnya
bahwa hanya karena bimbingan Tuhan Yang Maha Esa anggota
Profesl Ahli radiografi dapat melaksanakan tugas pengabdlannya
demi kepentlngan kemanusiaan, bangsa dan Negara dengan
berdasarkan pancasila dan UUD 1945.

2. Kewajiban Umum
a) Setiap Ahli Radiografi didalam melaksanakan pekerjaan
profesinya tidak dibenarkan membeda-bedakan kebangsaan,
kesukuan, warna kulit, jenis kelamin, agama, politik serta status
sosial kliennya
24
b) Setiap Ahli radiografi didalam melaksanakan pekerjaan
profesinya selalu memakai standard profesi
c) Setiap Ahli radiografi Indonesia didalam melaksanakan
pekerjaan
d) profesi, tidak dibenarkan melakukan perbuatan yang
dipengaruhi pertimbangan keuntungan pribadi
e) Setiap Ahli radiografi Indonesia didalam melaksanakan
pekerjaan
f) profesinya, selalu berpegang teguh pada sumpah jabatan dan
kode etik serta standard profesi Ahli Rad1ografi

3. Kewajiban Terhadap Profesinya


a) Ahli Radiografi harus menjaga dan menjunjung linggi nama baik
profesinya
b) Ahli Radiografi hanya melakukan pekerjaan radiografi, lmeJing
dan radioterap: atas permintaan Dokter dengan tldak
menlnggalkan prosedur yang telah digariskan
c) Ahli Radiografi tidak dibenarkan menyuruh orang lain yang
bukan Ahlinya untuk melakukan pekerjaan radiografi,
lmejing danRadioterapi.
d) Ahli Radiografi tidak dibenarkan menentukan diagnosa Radlolog
danperencanaan dosis Radioterapi

4. Kewajiban Terhadap Pasien


a) Setiap Ahli radiografi dalam melaksanakan pekerjaan profesinya
senantiasa memelihara suasana dan lingkungan dengan
menghayati nilai-nilai budaya, adat istiadat, agama dari
penderita, keluarga penderita dan masyarakat pada umumnya.
b) Setiap Ahli radiografi dalam melaksanakan pekerjaan profesinya
wajib dengan tulus dan ikhlas terhadap pasien dengan
memberikan pelayanan terbaik terhadapnya Apabila la tldak
mampu atau menemul kesulitan, la wajib berkonsultasi dengan
teman sejawat yang Ahli atau Ahli lalnnya.
c) Setiap Ahli radiografi wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahui baik hasil pekerjaan profesinya maupun dari bidanq
lainnya tentang keadaan pasien, karena kepercayaan pasien
yang telah bersedia dirinya untuk diperiksa

25
d) Setiap Ahli Radiografi wajib melaksanakan peraturan-peraturan
kebijakan yang telah digariskan oleh Pemerintah di dalam
bidang kesehatan
e) Setiap Ahli Radiografi demi kepentingan penderita setiap saat
bekerjasama dengan Ahli lain yang terkait dan melaksanakan
tugas secara cepat, tepat dan terhormat serta percaya diri
akan kemampuan profesinya
f) Setiap Ahli Radiografl wajib membina hubungan kerja yang baik
antara profesinya dengan profesi lainnya demi kepentingan
pelayanan terhadap masyarakat

5. Kewajiban Terhadap Diri Sendiri


a) Setiap Ahli Radiografi harus menjaga kesehatan dan
keselamatan dirinya baik terhadap bahaya radlasi maupun
terhadap penyakitnya.
b) Setiap Ahli Radiografi senantiasa berusaha meningkatkan
kemampuanprofesinya baik secara sendiri-sendiri maupun
bersama dengan jalan mengikuti perkembangan ilmu dan
teknologi, meningkatkan keterampilan dan pengalaman yang
bermanfaat bagi pelayanan terhadap masyarakat.

6. Penutup
Demlkianlah Standar Profesi Radiografer ini dipersembahkan untuk
seluruh radiografer di Indonesia agar dapat dipergunakan sebagai
pedoman dalam menjalankan tugas profesi dengan baik dan benar
sesuai ketentuan standar pelayanan kesehatan bidang radiologi
sehingga pelayanan kesehatan prima dapat terwujud.
Standar Profesi radiografer ini disusun dengan memperhitungkan
kondisi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, oleh
karenanya senantiasa memungkinkan untuk di revisi dan dilengkapi
sesuai kebutuhan tuntutan pelayanan
Akhirnya semoga standar profesi ini dapat dipergunakan oleh seluruh
radiografer Indonesia dan bermanfaat bagi eksistensi
wewenang,tugas dan fungsinya sebagai radiografer.

26
D. KODE ETIK TEKNIK ELEKTROMEDIK

Mukadimah
Teknisi elektromedis dalam segala aktifitas profesional dan
pelayanan kepada individu dan masyarakat harus selalu menjaga citra
profesi berdasarkan kode etik yang telah ditetapkan oleh organisasi
profesi teknik elektromedik, menjunjung tinggi kehormatan profesi dalam
setiap perbuatan dan dalam keadaan apapun, mematuhi peraturan dan
kebijakan yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi.
Teknisi elektromedis adalah salah satu profesi yang baik langsung
maupun tidak langsung ikut berperan didalam upaya menuju
kesejahteraan fisik material dan mental spiritual bagi masyarakat
Indonesia.Oleh karena itu, segala sesuatu yang menyangkut profesi
teknisi elektromedis selalu berorientasi kepada tuntutan masyarakat.
Teknisi elektromedis adalah suatu profesi yang melakukan
pelayanan kepada masyarakat, bukanlah profesi yang semata-mata
pekerjaan untuk mencari nafkah, akan tetapi merupakan pekerjaan
kepercayaan, dalam hal ini kepercayaan dari masyarakat yang
memerlukan pelayanan profesi, percaya kepada ketulusan hati, percaya
kepada kesetiaannya dan percaya kepada kemampuan profesionalnya.
Adanya limpahan dari anggota masyarakat tersebut, menuntut
setiap anggota profesi agar dalam mempersembahkan pelayanan
dengan cara yang terhormat, dengan disadari sepenuhnya bahwa
anggota profesi selain memikul tanggung jawab kehormatan pribadi, juga
memikul tanggung jawab terhadap kehormatan profesi dalam
mengamalkan pelayanannya. Dan disamping itu juga dengan penuh
kesadaran bahwa pelayanannya merupakan bagian dari usaha
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Oleh sebab itu anggota profesi teknisi elektromedis memandang
perlu menyusun rumusan-rumusan sebagai petunjuk dengan harapan
dapat menjadi ikatan moral bagi anggota-anggotanya.Anggota profesi
teknisi elektromedis menyadari sepenuhnya bahwa hanya karena
bimbingan Tuhan Yang Maha Esa anggota profesi teknisi elektromedis
dapat melaksanakan tugas pengabdiannya demi kepentingan
kemanusiaan, bangsa dan negara dengan berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945.
A. Kewajiban Umum
a. Memberikan pelayanan profesional secara jujur, berkompeten
27
danbertanggung jawab.
Tanggung jawab teknisi elektromedis:
1) Teknisi elektromedis mengemban tugas dan tanggung jawab
yang dipercayakan kepadanya dengan memanfaatkan
keterampilan dan keahlian secara efektif untuk kepentingan
individu dan masyarakat.
2) Teknisi elektromedis dimanapun berada hendaknya selalu
meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat di
lingkungannya.
3) Teknisi elektromedis memberikan jaminan bahwa pelayanan
r
yang diberikan, sesuai paramete standar, prosedur dan
alokasi sumber daya dirancang untuk pelayanan yang
berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan individu,
masyarakat, kolega dan profesi lain
4) Teknisi elektromedis hendaknya selalu mencari, memberi dan
menerima informasi agar dapat meningkatkan pelayanan.
5) Teknisi elektromedis harus menghindari praktik ilegal yang
bertentangan dengan kode etik profesi.
6) Teknisi elektromedis harus mencantumkan gelar secara benar
untuk menggambarkan status profesinya.
7) Teknisi elektromedis wajib memberikan informasi yang benar
kepada masyarakat dan profesi kesehatan lainnya tentang
teknik elektromedik dan pelayanan profesionalnya sehingga
mereka menjadi tahu dan mau menggunakannya.
8) Teknisi elektromedis dalam menentukan tarif pelayanan harus
layak, rasional dan tidak memanfaatkan profesi untuk semata-
mata mencari keuntungan.
9) Jasa profesional yang diterima teknisi elektromedik harus
didapatkan dengan cara yang jujur.
10) Teknisi elektromedis dalam memanfaatkan teknologi
berdasarkan efektifitas dan efisiensi demi peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan individu dan masyarakat.
Tanggung jawab organisasi profesi:
1) Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia (IKATEMI)
menjamin pelayanan profesi yang diberikan secara jujur,
komplit berdasarkan pada penelitian dan informasi aktual
dalam rangka ikut meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
28
2) Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia (IKATEMI)
membuat dan memantau pelaksanaan standar profesi dalam
praktik profesional.
3) Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia (IKATEMI) akan
secara aktif mempromosikan profesi teknik elektromedik
kepada masyarakat secara jujur.
4) Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia (IKATEMI) ikut
mengatur sumber daya yang ada secara efektif, efisien dan
bertanggung jawab.
5) Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia (IKATEMI)
memberikan dukungan kepada anggotanya untuk
mendapatkan informasi pendidikan, program dan kebijakan
organisasi.
6) Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia (IKATEMI)
memperjuang-kan agar anggotanya mendapatkan
penghasilan yang wajar.
7) Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia (IKATEMI)
bertanggung jawab kepada anggotanya.
b. Mengakui batasan dan kewenangan profesi dan hanya
memberikanpelayanan dalam lingkup profesi teknik elektromedik.
1) Teknisi elektromedis memberikan pelayanan dan tindakan
sesuai dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara profesional.
2) Teknisi elektromedis dilarang melakukan aktivitas profesional
yang dapat merugikan klien, kolega atau masyarakat.
3) Teknisi elektromedis senantiasa selalu melaksananakan
pelayanannya dengan standar pelayanan teknik elektromedik.
4) Teknisi elektromedis dalam mengambil keputusan
berdasarkan kepada pengetahuan dan kehati-hatian.
5) Teknisi elektromedis berkewajiban menyumbangkan gagasan,
pengetahuan dan ketrampilan untuk memajukan profesi dan
organisasi.
6) Apabila teknisi elektromedis menjumpa; pilihan yang
kurangmemadai untuk mengatasi kondisi tertentu.maka
diharuskan :
a) Meminta petunjuk dan saran kepada yang lebih
berpengalaman pada kondisi yang tepat.
b) Merujuk klien kepada profesi atau lembaga lain yang tepat.
29
7) Apabila teknisi elektromedis menerima klien yang dirujuk
kepadanya untuk konsultasi, maka ia tidak akan melakukan
intervensi atau mengkonsulkan kepada kolega atau profesi
lain tanpa persetujuan klien yang merujuk.
8) Menghargai hubungan multidisiplioner dengan profesi lain.
9) Teknisi elektromedis bekerjasama dengan profesi lain yang
terlibat dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan kompetensi yang diperlukan.
10) Teknisi elektromedis berperan serta dalam pelayanan
kesehatan masyarakat sebagai anggota tim kesehatan.
11) Teknisi elektromedis menciptakan komunikasi yang efektif,
baik dalam tim teknik elektromedik maupun dengan anggota
tim profesi lainnya.
12) Teknisi elektromedis menyesuaikan diri dengan permasalahan
dan kesulitan lingkungan kerja untuk memberikan pelayanan
kesehatan secara efektif.
13) Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan
pengembangan pelayanan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat.
14) Teknisi elektromedis mempunyai tugas dan kewajiban untuk
bekerjasama dengan profesi lain dalam perencanaan dan
pengelolaan pelayanan agar mampu memberikan pelayanan
yang baik.
15) Teknisi elektromedis hendaknya menyesuaikan diri secara
profesional-isme dan melengkapi diri dengan ketrampilan
yang memadai untuk perencanaan dan pengelolaan dalam
situasi tertentu yang dihadapinya, sehingga sadar akan
keberadaan pelayanannya dalam konteks sosial dan ekonomi
secara menyeluruh.
16) Teknisi elektromedis mempunyai hak dan kewajiban untuk
melakukan dan mendukung penelitian untuk perencanaan dan
pengembangan.
17) Teknisi elektromedis memberikan dorongan dan dukungan
kepada sejawat dalam menyusun perencanaan pelayanan
dan strategi pengembangan.

30
B. Kewajiban Teknisi Elektromedis Terhadap Pasien/Klien
a. Tidak bersikap diskriminatif dalam memberikan pelayanan teknik
elektromedik kepada siapapun yang membutuhkan:
1) Teknisi elektromedis mempunyai kewajiban moral
untukmemberikan pelayanan kepada yang membutuhkan
tanpamembedakan umur, jenis kelamin, suku/ras,
kondisi, agama/kepercayaan, politik dan status sosial
ekonomi.
2) Teknisi elektromedis harus selalu mempertimbangkan
konsekuensi dari keputusan yang dipilih bagi individu dan
masyarakat.
3) Teknisi elektromedis dituntut untuk menghargai adat
istiadat/kebiasaan dari klien dalam memberi pelayanan.
4) Teknisi elektromedis berkewajiban untuk berkarya mendukung
kebijakan pelayanan kesehatan.
b. Menjaga rahasia klien yang dipercayakan kepadanya kecuali
untuk kepentingan hukum/pengadilan.
Tenaga teknik elektromedik wajib merahasiakan segala sesuatu
yang diketahuinya sehubungan dengan tugas yang dipercayakan
kepadanya, kecuali jika diperlukan oleh pihak yang berwenang
sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

C. Kewajiban Teknisi Elektromedis Terhadap Teman Sejawat


Menghargai hak dan martabat individu.
Menghargai hak dan martabat individu sebagai landasan dalam
pelayanan profesional.Hubungan yang terjadi antar teknisi
elektromedis dengan klien didasari sikap sating percaya dan
menghargai hak masing-masing.
Hak klien :
a. Klien berhak atas pelayanan teknik elektromedik yang sebaik
mungkin.
b. Klien berhak atas perlindungan terhadap pelayanan teknik
elektromedik yang tidak sesuai dan hanya menerima pelayanan
yang bermanfaat.
c. Klien berhak atas pelayanan teknik elektromedik yang
menghargai privasi dan martabatnya.

31
d. Klien atau kuasa hukumnya berhak atas informasi yang cukup
tentang hasil kajian, pilihan, tindakan dan risiko yang dapat
ditimbulkan.
e. Klien berhak atas pemanfaatan sumber daya yang terbaik, jika
dipandang perlu teknisi elektromedis dapat merujuk kepada pihak
lain/profesi lain yang lebih berkompeten.
f. Klien berhak menentukan dan membuat keputusan sendiri dalam
hal:
1) Memilih pelayanan teknik elektromedik atau alternatif lain.
2) Menghentikan tindakan dan menerima ketidakmam-puannya
walaupun tindakan teknik elektromedik dapat meningkatkan
keadaannya.

Hak-hak teknisi elektromedis:


a. Teknisi elektromedis berhak atas kemandirian profesi dan
otonomi.
b. Teknisi elektromedis berhak atas rasa bebas dari ancaman
terhadap kehormatan, reputasi dan kompetensi serta hak untuk
mendapatkan perlindungan dan kesempatan untuk membela diri
terhadap gugatan sesuai keadilan.
c. Teknisi elektromedis berhak untuk bekerjasama dengan teman
sejawat.
d. Teknisi elektromedis berhak menolak melakukan intervensi
apabila dipandang bukan merupakan cara yang terbaik bagi klien.
e. Teknisi elektromedis berhak atas jasa yang layak dari pelayanan
profesionalnya.
Hak-hak profesi Organisasi Ikatan Ahli Teknik Elektromedik
Indonesia (IKATEMI):
a. IKATEMI berhak atas loyalitas anggotanya dan memberi
perlindungan dari akibat kelalaian pelayanan yang menyimpang
dengan kode etik profesi teknik elektromedik.
b. IKATEMI berhak atas nama baik dengan menolak pelayanan
yang bertentangan dengan kode etik profesi dari siapapun.
c. IKATEMI berhak atas pengajaran teknik elektromedik yang
berkualitas, kompeten dan berpengalaman di bidangnya.
d. IKATEMI berhak atas praktik teknik elektromedik yang profesional
dan menolak ajakan yang tidak bertanggung jawab secara
semena-mena oleh individu atau kelompok lain.
32
D. Kewajiban Teknisi Elektromedis Terhadap Diri Sendiri
Selalu memelihara standar kompetensi profesi teknik elektromedik
dan selalu meningkatkan pengetahuan/ketrampilan dan sikap.
a. Tenaga teknik elektromedik sating memberikan informasi dalam
IPTEK kepada teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan
dalam bidang teknik elektromedik.
b. Tenaga teknik elektromedik melakukan pelayanan teknik
elektromedik sesuai dengan prosedur yang berlaku dan
senantiasa bertanggung jawab sesuai dengan kompetensinya.
c. Tenaga teknik elektromedik senantiasa meningkatkan mutu
pelayanan teknik elektromedik dan tidak menyalahgunakan
kemampuan dan ketrampilan untuk tujuan yang merugikan.
d. Tenaga teknik elektromedik senantiasa melaksanakan tugasnya
dengan memperhatikan kesehatan dan keselamatan kerja dan
mempunyai motivasi untuk meningkatkan kemampuan.
Tanggung jawab teknisi elektromedis:
a. Teknisi elektromedis bertanggung jawab untuk memberikan
pelayanan prima kepada pelanggan.
b. Teknisi elektromedis secara terns menerus meningkatkan
pengetahuan dan ketrampilan profesi melalui literatur dan
pendidikan.
c. Teknisi elektromedis bertanggung jawab dalam menggunakan
teknik yang mereka kuasai, oleh karen? itu hendaknya
1) Mendelegasikan hanya kepada teknisi elektromedis yang
berkualitas.
2) Memberikan instruksi yang jelas kepada klien, asisten dan
pihak lain apabila dipandang perlu.
d. Teknisi elektromedis sebagai pemilik institusi pelayanan harus
memastikan bahwa karyawannya mampu untuk menerima
tanggung jawabnya.
e. Teknisi elektromedis sebagai pemilik institusi pelayanan
hendaknya memberikan kepada karyawannya untuk berkembang
sebagai teknisi elektromedis profesional.
f. Teknisi elektromedis dalam melaksanakan penelitian harus
mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh Ikatan Ahli Teknik
Elektromedik Indonesia (IKATEMI).

33
Tanggung jawab Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia
(IKATEMI):
a. Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia (IKATEMI) hendaknya
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan profesional.
b. Ikatan Ahli Teknik Elektromedik Indonesia (IKATEMI) menjamin
agar kode etik Teknik elektromedik dijalankan oleh setiap teknisi
elektromedis.

5. Penutup
Standar Profesi Teknisi Elektromedis merupakan ketentuan
yang telah diatur dan disahkan oleh pimpinan Munas istimewa
sebagai tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam mencapai teknisi
elektromedis yang profesional.
Standar Kompetensi Teknisi Elektromedis merupakan bagian
standar profesi yang disiapkan untuk peningkatan sumber daya
manusia di bidang peralatan kesehatan pada sarana pelayanan
kesehatan.
Dengan tersusunnya Standar Kompetensi Teknisi Elektromedis
ini dapat memperjelas tugas dan fungsi Teknisi Elektromedis sesuai
profesi agar diperoleh kesamaan/keseragaman pelaksanaan tugas di
semua sarana pelayanan kesehatan.Uraian rinci tentang Standar
Kompetensi Teknisi Elektromedis ini dapat mendukung pelaksanaan
tugas Teknisi Elektromedis.Dengan pelaksanaan tugas sesuai
Standar Kompetensi Teknisi Elektromedis di lingkungan sarana
pelayanan kesehatan maka pelayanan prima dan standar kepada
masyarakat dapat dilakukan dengan optimal.
Pembinaan manajerial dan teknis oleh organisasi profesi
(IKATEMI) kepada teknisi dengan mengacu pada Standar Profesi
Teknisi Elektromedis ini sangat diharapkan.

Segala sesuatu yang belum cukup diatur dalam Standar Profesi


Teknisi Elektromedis akan ditetapkan kemudian setelah dilakukan
pembahasan lanjut bersama-sama dengan team/pokja pengembangan
profesi. Standar profesi ini berlaku sebagai acuan, pedoman, sebagai
rambu program pengembangan profesi saat ini

34
E. KODE ETIK AHLI GIZI
Mukadimah
Ahli Gizi yang melaksanakan profesi glzi mengabdikan diri dalam upaya
memelihara dan memperbaiki keadaan gizi, kesehatan, kecerdasan dan
kesejahteraan rakyat melalui upaya perbaikan gizi, pendidikan gizi,
pengembangan ilmu dan teknologi gizi, serta ilmu-ilmu terkait. Ahli Gizi
dalam menjalankan profesinya harus senantiasa bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, menunjukkan sikap dan perbuatan terpuji yang
dilandasi oleh falsafah dan nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar
1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Persatuan
Ahli Gizi Indonesia serta etik profesinya.
1. KEWAJIBAN UMUM
a. Ahli Gizi berperan meningkatkan keadaan gizi dan kesehatan
serta berperan dalam meningkatkan kecerdasan dan
kesejahteraan rakyat
b. Ahli Gizi berkewajiban menjunjung tinggi nama baik profesi gizi
dengan menunjukkan sikap, perilaku, dan budi luhur serta tidak
mementingkan diri sendiri
c. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya
menurut standar profesi yang telah ditetapkan.
d. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjalankan profesinya
bersikap jujur, tulus dan adil.
e. Ahli Gizi berkewajiban menjalankan profesinya berdasarkan
prinsip keilmuan, informasi terkini, dan dalam
menginterpretasikan informasi nendaknya objektif tanpa
membedakan individu dan dapat menunjukkan sumber rujukan
yang benar.
f. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa mengenal dan memahami
keterbatasannya sehingga dapat bekerjasama dengan fihak lain
atau membuat rujukan bila diperlukan.
g. Ahli Gizi dalam melakukan profesinya mengutamakan
kepentingan masyarakat dan berkewajiban senantiasa berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenarnya.
h. Ahli Gizi dalam berkerjasama dengan para profesional lain di
bidang kesehatan maupun lainnya berkewajiban senantiasa
memelihara pengertian yang sebaik-baiknya.

35
2. KEWAJIBAN TERHADAP KLIEN
a. Ahli Gizi berkewajiban sepanjang waktu senantiasa berusaha
memelihara dan meningkatkan status gizi klien baik dalam
lingkup institusi pelayanan gizi atau di masyarakat umum.
b. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa menjaga kerahasiaan klien
atau masyarakat yang dilayaninya baik pada saat klien masih
atau sudah tidak dalam pelayanannya, bahkan juga setelah klien
meninggal dunia kecuali bila diperlukan untuk keperluan
kesaksian hukum.
c. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya senantiasa menghormati
dan menghargai kebutuhan unik setiap klien yang dilayani dan
peka terhadap perbedaan budaya, dan tidak melakukan
diskriminasi dalam hal suku, agama, ras, status sosial, jenis
kelamin, usia dan tidak menunjukkan pelecehan seksual.
d. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memberikan pelayanan gizi
prima, cepat, dan akurat.
e. Ahli Gizi berkewajiban memberikan informasi kepada klien
dengan tepat dan jelas, sehingga memungkinkan klien mengerti
dan mau memutuskan sendiri berdasarkan informasi tersebut.
f. Ahli Gizi dalam melakukan tugasnya, apabila mengalami
keraguan dalam memberikan pelayanan berkewajiban senantiasa
berkonsultasi dan merujuk kepada ahli gizi lain yang mempunyai
keahlian.

3. KEWAJIBAN TERHADAP MASYARAKAT


a. Ahli Gizi berkewajiban melindungi masyarakat umum khususnya
tentang penyalahgunaan pelayanan, informasi yang salah dan
praktek yang tidak etis berkaitan dengan gizi, pangan termasuk
makanan dan terapi gizi/diet, ahli gizi hendaknya senantiasa
memberikan pelayanannya sesuai dengan informasi faktual,
akurat dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
b. Ahli Gizi senantiasa melakukan kegiatan pengawasan pangan
dan gizi sehingga dapat mencegah masalah gizi di masyarakat.
c. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa peka terhadap status gizi
masyarakat untuk mencegah terjadinya masalah gizi dan
meningkatkan status gizi masyarakat.
d. Ahli Gizi berkewajiban memberi contoh hidup sehat dengan pola
makan dan aktifitas fisik yang seimbang sesuai dengan nilai

36
paktek gizi individu yang baik.
e. Dalam bekerja sama dengan profesional lain di masyarakat, Ahli
Gizi berkewajiban hendaknya senantiasa berusaha memberikan
dorongan, dukungan, inisiatif, dan bantuan lain dengan sungguh-
sungguh demi tercapainya status gizi dan kesehatan optimal di
masyarakat.
f. Ahli Gizi dalam mempromosikan atau mengesahkan produk
makanan tertentu berkewajiban senantiasa tidak dengan cara
yang salah atau, menyebabkan salah interpretasi atau
menyesatKan masyarakat

4. KEWAJIBAN TERHADAP TEMAN SEPROFESI DAN MITRA


KERJA
a. Ahli Gizi dalam bekerja melakukan promosi gizi, memelihara dan
meningkatkan status gizi masyarakat secara optimal,
berkewajiban senantiasa bekerjasama dan menghargai berbagai
disiplin ilmu sebagai mitra kerja di masyarakat.
b. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memelihara hubungan
persahabatan yang harmonis dengan semua organisasi atau
disiplin ilmu/profesional yang terkait dalam upaya meningkatkan
status gizi, kesehatan, kecerdasan dan kesejahteraan rakyat.
c. Ahli Gizi berkewajiban selalu menyebarluaskan ilmu pengetahuan
dan keterampilan terbaru kepada sesama profesi dan mitra kerja.

5. KEWAJIBAN TERHADAP PROFESI DAN DIRI SENDIRI


a. Ahli Gizi berkewajiban mentaati, melindungi dan menjunjung
tinggi ketentuan yang dicanangkan oleh profesi.
b. Ahli Gizi berkewajiban senantiasa memajukan dan memperkaya
pengetahuan dan keahlian yang diperlukan dalam menjalankan
profesinya sesuai perkembangan ilmu dan teknologi terkini serta
peka terhadap perubahan lingkungan.
c. Ahli Gizi harus menunjukan sikap percaya diri, berpengetahuan
luas, dan berani mengemukakan pendapat serta senantiasa
menunjukan kerendahan hati dan mau menerima pendapat orang
lain yang benar.
d. Ahli Gizi dalam menjalankan profesinya berkewajiban untuk tidak
boleh dipengaruhi oleh kepentingan pribadi termasuk menerima
uang selain imbalan yang layak sesuai dengan jasanya,
meskipun dengan pengetahuan klien/masyarakat (tempat dimana
37
ahli gizidiperkerjakan).
e. Ahli Gizi berkewajiban tidak melakukan perbuatan yang melawan
hukum, dan memaksa orang lain untuk melawan hukum.
f. Ahli Gizi berkewajiban memelihara kesehatan dan keadaan
gizinya agar dapat bekerja dengan baik.
g. Ahli Gizi berkewajiban melayani masyarakat umum tanpa
memandang keuntungan perseorangan atau kebesaran
seseorang.
h. Ahli Gizi berkewajiban selalu menjaga nama baik profesi dan
mengharumkan organisasi profesi.

6. PENETAPAN PELANGGARAN
Pelanggaran terhadap ketentuan kode etik ini diatur tersendiri
dalam Majelis Kode Etik Persatuan Ahli Gizi Indonesia

7. KEKUATAN KODE ETIK


Kode etik Ahli Gizi ini dibuat atas prinsip bahwa organisasi profesi
bertanggung jawab terhadap kiprah anggotanya dalam
menjalankan praktek profesinya.
Kode etik ini berlaku setelah hari dari disahkannya kode etik ini
oleh sidang tertinggi profesi sesuai dengan ketentuan yang
tertuang dalam anggaran dasar dan anggaran rumah tangga
profesi gizi.

8. PENUTUP
Demikian Standar Profesi ini disusun, standar ini diharapkan
menjadi acuan dalam melaksanakan dan mengembangkan
praktek gizi di Indonesia

38
F. KODE ETIK FISIOTERAPI
I. PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pelayanan fisioterapi yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh seorang fisioterapis yang
memiliki pengetahuan dasar dan atau ketrampilan melalui pendidikan formal
di bidang fisioterapi dan kepadanya diberikan kewenangan tertulis untuk
melakukan upaya fisioterapi. Fisioterapi sebagai salah satu profesi
kesehatan dituntut untuk melaksanakan tugas dan fungsinya secara
profesional, efektif dan efisien. Hal ini disebabkan oleh karena pasien/klien
fisioterapi secara penuh mempercayakan problematik atau permasalahan
gangguan gerak dan fungsi yang dialaminya untuk mendapatkan pelayanan
fisioterapi yang bermutu dan bertanggung jawab.
Fisioterapi sebagai profesi mempunyai wewenang dan tanggung
jawab untuk menetapkan hal-hal yang berkaitan dengan lingkup kegiatan
profesi fisioterapi.Guna meningkatkan kinerja profesi fisioterapI salah
satunya diperlukan standar profesi sebagai dasar setiap fisioterapis
dalam menjalankan profesinya.
Dengan demikian sebagai petunjuk dalam menjalankan profesi
secara profesional perlu disusun suatu pedoman yang disebut "Standar
Profesi Fisioterapi", hal ini sesuai dengan Undang-Undang No. 23
tentang Kesehatan. Dimana dinyatakan bahwa setiap tenaga kesehatan
termasuk fisioterapi berkewajiban untuk mematuhi standar profesinya.
Penyusunan "Standar Profesi Fisioterapi" dilakukan dengan mengacu
kepada standar internasional yang dikeluarkan oleh World Confederation
For Physical Therapy (WCPT) yang disesuaikan kengan keadaan di
Indonesia. Selain itu penyusunan Standar Profesi ini disesuaikan dengan
standar profesi yang belaku yang terdiri dari :
1. Pendahuluan
2. Standar Kompetensi
3. Standar Asuhan Fisioterapi
4. Etika Profesi
5. Penutup

39
Tujuan

Standar profesi Fisioterapi digunakan sebagai pedoman yang berlaku


secara nasional dengan tujuan :
1. Melindungi masyarakat dari pelayanan fisioterapi yang tidak
berkualitas dan absah serta tidak sesuai dengan standar/ketentuan
yang berlaku.
2. Sebagai pedoman bagi para fisioterapis untuk menilai dan
mengkaji segala bentuk tuntutan dari masyarakat pengguna jasa
fisioterapi atas pelayanan fisioterapi yang diberikan.
3. Sebagai pedoman bagi para fisioterapis dalam menjalankan
profesinya berdasarkan criteria dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Standar Profesi Fisioterapi ini disusun atas kerjasama Puspronakes
Depkes RI dengan lkatan Fisioterapi Indonesia dan sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi khususnya ilmu dan teknologi
fisioterapi, sebagai upaya untuk selalu mengikuti perkembangan
tersebut maka standar profesi ini akan dilakukan peninjauan
setiap lima tahun sekali.

Pengertian
1. Batasan Profesi
Fisioterapi adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan
kepada individu dan atau kelompok untuk mengembangkan,
memelihara dan memulihkan gerak dan fungsi tubuh sepanjang daur
kehidupan dengan menggunakan penanganan secara manual,
peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis dan mekanis),
pelatihan fungsi, komunikasi. Fisioterapis adalah seseorang yang
telah lulus pendidikan formal fisioterapi dan kepadanya diberikan
kewenangan tertulis untuk melakukan tindakan fisioterapi atas dasar
keilmuan dan kompetensi yang dimilikinya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
llmu Fisioterapi adalah sintesa ilmu biofisika, kesehatan dan ilmu-
ilmu lain yang mempunyai hubungan dengan upaya fisioterapi pada
dimensi promosi, pencegahan, intervensi dan pemulihan gangguan
gerak dan fungsi serta penggunaan sumber fisis untuk
penyembuhan seperti misalnya latihan, tehnik manipulasi, dingin,
panas serta modalitas elektroterapeutik. Sebagai profesi maka
Fisioterapi memiliki otonomi mandiri yaitu kebebasan dalam
melakukan keputusan-keputusan profesional (professional judgement)
40
dalam melakukan upaya-upaya promotip, preventip dan
penyembuhan serta pemulihan dalam batas pengetahuan yang
didapat sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya.
Secara umum bahwa tindakan fisioterapi yang dilakukan oleh
seorang fisioterapis adalah tanggung jawab fisioterapis secara individu
yang disertai oleh keputusan-keputusan profesi yang mereka lakukan
dan tidak dapat dikontrol dan atau diintervensi oleh profesi lainnya.
Dalam menjalankan aktifitas profesinya, profesi fisioterapi
memiliki tanggung jawab profesi yang berkesinambungan dan
tindakan atau intervensi fisioterapi yang dilakukan harus dalam
batas kewenangan, kemampuan dank ode etik profesi serta
mengikuti aturan-aturan atau ketentuan-ketentuan baik yang yang
ditetapkan oleh lkatan Fisioterapi Indonesia maupun oleh Pemerintah.
Lingkup pelayanan fisioterapi diterapkan pada dimensi promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan cakupan pelayanan sepanjang
rentang kehidupan manusia sejak praseminasi sampai dengan ajal.
Dengan demikian maka cakupan pelayanan fisioterapi adalah :
a. Promotif
Mempromosikan kesehatan dan kesejahteraan bagi individu dan
masyarakat umum.
b. Preventif
Pencegahan terhadap gangguan, keterbatasan fungsi, ketidak
mampuan individu yang berpotensi untuk mengalami gangguan
gerak dan fungsi tubuh akibat faktor-faktor kesehatan/social ekonomi
dan gaya hidup.
c. Kuratif dan Rehabilitatif.
Memberikan intervensi untuk pemulihan integritas system tubuh yang
diperlukan untuk pemulihan gerak,memaksimalkan fungsi,
meminimalkan ketidakmampuan dan meningkatkankualitas hidup
individu dan kelompok yang mengalami gangguan gerakakibat
keterbatasan fungsi dan kecacatan. Fisioterapis dalam melakukan
tindakan fisioterapi dapat melakukan tindakan tersebut dengan
rujukan dan atau tanpa rujukan.
Kewenangan untuk melakukan tindakan tanpa rujukan/langsung
hanya dilakukan bila pelayanan yang diberikan berupa pelayanan
yang bersifat promotip dan preventip, pelayanan untuk memelihara
kebugaran, memperbaiki posture, memelihara sikap tubuh, melatih
pernafasan normal, kasus ulangan,pelayanan dengan keadaan
aktualisasi rendah dan bertujuan untuk pemeliharaan. Sedangkan
41
pelayanan selain tersebut diatas yang berkaitan dengan pengobatan,
penyembuhan dan pemulihan, hanya dapat dilakukan oleh fisioterapis
berdasarkan permintaan tenaga medis. Dengan melihat cakupan
pelayanan fisioterapi tersebut diatas maka tatalaksana pelayanan
fisioterapi berdasarkan Deklarasi WCPT tahun 1999 adalah sebagai
berikut Pada upaya-upaya preventif dan promotif
pelayanan fisioterapi dapat dilakukan pada pusat
kebugaran/Spa, pusat kesehatan kerja, sekolah, Pusat/panti usia
lanjut, pusat olah raga, tempat kerja/industri dan pada pusat- pusat
perbelanjaan/pusat-pusat pelayanan umum.Pada upaya-upaya kuratif
dan rehabilitatif pelayanan fisioterapi dapat dilakukan pada
Rumahsakit, rumah perawatan, panti asuhan, pusat rehabilitasi, kantor,
tempat praktik, klinik privat, klinik rawat jalan, puskesmas, rumah tempat
tinggal, pusat pendidikan dan penelitian.Dalam memberikan pelayanan
fisioterapi kepada individu dan masyarakat maka dituntut pelayanan
yang berkualitas dan legal/absah dalam bentuk pelayanan yang
nyaman, efektif, efisien, sesuai/tepat, dapat diterima, mudah didapat,
tersedia dan aman. Fisioterapi bekerja dengan tuntutan prinsip-
prinsip etika yang dirinci secara jelas pada kode etik profesi yang
dikeluarkan oleh organisasi profesi. Sebagai anggota WCPT, kode
etik profesi fisioterapi harus sejalan dengan prinsip-prinsip kode etik
yang dikeluarkan oleh WCPT.

2. Kualifikasi Pendidikan
Berdasarkan kualifikasi pendidikannya fisioterapis terdiri dari dua
katagori yaitu fisioterapis trampil dan fisioterapis ahli. Fisioterapis
trampil adalah fisioterapis yang memiliki ijazah pendidikan ahli
madya fisioterapi yang program pendidikannya telah disahkan oleh
Pemerintah. Fisioterapis ahli adalah fisioterapis yang memiliki ijazah
pendidikan sarjana fisioterapi. Pendidikan untuk menjadi fisioterapis ahli
dipusatkan pada universitas atau studi lain setingkat universitas (
Sekolah tinggi, poltekkes dan lain-lain ) minimal 4 (empat) tahun dan
diakreditasi sebagai standar sarjana penuh secara hukum dan
diakui profesinya. Sehingga fisioterapis ahli adalah yang telah
menyelesaikan pendidikan Fisioterapi minimum 4 tahun.

42
II. STANDAR KOMPETENSI FISIOTERAPI
Pengertian
1. Standar Kompetensi Fisioterapi adalah pernyataan-pernyataan
mengenai pelaksanaan tugas seorang fisioterapis di tempat kerja yang
digambarkan dalam bentuk out put :
a. Apa yang diharapkan dapat dilakukan oleh seorang fisioterapis?
b. Tingkat kesempurnaan pelaksanaan kerja seorang fisioterapis
yang di harapkan.
c. Bagaimana menilai bahwa kemampuan seorang fisioterapis telah
berada pada tingkat yang diharapkan
2. Standar kompetensi fisioterapi tidak berarti hanya
kemampuanmenyelesaikan tugas atau pekerjaan tetapi dilandasi pula
bagaimana dan mengapa tugas itu dikerjakan.
3. Dengan kata lain standar kompetensi fisioterapi meliputi faktor-
faktor yang mendukung seperti pengetahuan, sikap dan
keterampilan untuk mengerjakan suatu tugas dalam kondisi normal di
tempat kerja serta kemampuan mentransfer dan menerapkan
kemampuan dan pengetahuan pada situasi dan lingkungan yang
berbeda.

Format Standar Kompetensi Fisioterapi


1. Butir Utama Standar Kompetensi Fisioterapi terdiri dari :
a. Kade Unit Kompetensi
b. Judul Unit Kompetensi
c. Uraian Kompetensi
d. Sub Kompetensi/elemen
e. Kriteria Unjuk Kerja
f. Kondisi Unjuk Kerja
g. Penilaian Kompetensi
2. lsi Kompetensi
a. Kompetensi Umum
1) Kompetensi berbahasa lnggris
Mampu membaca dan mengerti, berbicara dan
berkomunikasi, menulis dengan benar minimal dalam bidangnya
(fisioterapi)
2) Kompetensi menggunakan computer
Mampu mengakses data dan informasi dari tempat lain,
termasuk informasi pengembangan profesi dan informasi
lapangan kerja.

43
3) Kompetensi etos kerja (disiplin, jujur, teliti, tanggung jawab,
kematangan emosi) Disiplin, terutama disiplin waktu sangat
penting bagi perusahaan dalam melayani pelanggan. Kejujuran,
setidaknya kejujuran ilmiah harus ditanamkan sejak dini
misalnya dalam penelitian harus jujur menyajikan data yang
digunakan, mengakui dan menghargai pendapat orang lain.
Kebiasaan menyontek dan memanipulasi data akan terbawa
dalam bekerja kelak, sehingga cenderung menjadi penipu.
Ketelitian, dalam mengerjakan persoalan, penelitian,
eksperimen semua harus ditekankan. Tanggungjawab, akan
terbantu apabila orang itu mencintai dan bangga terhadap
pekerjaannya, maka orang akan berusaha bekerja dengan
sebaik mungkin.,Kematangan emosi, sangat diperlukan dalam
perusahaan, karena kalau orang mudah tersinggung cepat
marah dalam menghadapi persoalan tentu sulit untuk dapat
menyelesaikan pekerjaan dengan lancar dan baik.
4) Kompetensi bekerjasama
5) Kompetensi mengekspresikan diri
b. Kompetensi Akademik
1) Kompetensi kognitif
2) Kompetensi afektif
3) Kompetensi psikomotor
4) Kompetensi Manajemen

Manfaat Standar Kompetensi Fisioterapi


1. Untuk bidang industri dan masyarakat pengguna
a. ldentifikasi keterampilan yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan.
b. Membantu penilaian unjuk kerja.
c. Membantu rektruitmen tenaga kerja.
d. Dipakai untuk membuat uraian jabatan.
e. Membantu untuk mengembangkan program pelatihan yang spesifik.
2. Untuk lnstitusi Pendidikan
a. Memberikan informasi untuk pengembangan program dan kurikulum.
b. Sebagai bahan acuan dalam menyelenggarakan pelatihan,
penilaian dan sertifikasi.
3. Untuk Tingkat Nasional/Pemerintah
a. Lebih efisien dalam membuat pendidikan serta pelatihan
keterampilan dan lebih relevan.
b. Pembentukan keterampilan yang mampu bersaing di tingkat
44
internasional.
c. Membuat penilaian yang konsisten .Kemungkinan diakuinya
pelajaran-pelajaran yang telah diterima sebelumnya.

III ETIKA FISIOTERAPI INDONESIA

Fisioterapis dalam segala aktifitas professional dan pelayanan kepada


individu dan masyarakat harus selalu menjaga citra profesi berdasarkan
kode etik yang telah ditetapkan oleh organisasi profesi fisioterapi,
menjunjung tinggi kehormatan profesi dalam setiap perbuatan dan dalam
keadaan apapun, mematuhi peraturan dan kebijakan yang telah
ditetapkan oleh organisasi profesi.

Garis Besar Kode Etik Fisioterapi Indonesia


1. Menghargai hak dan martabat individu.
2. Tidak bersikap diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada
siapapun yang membutuhkan.
3. Memberikan pelayanan professional secara jujur, berkompeten dan
bertanggung jawab.
4. Mengakui batasan dan kewenangan profesi dan hanya memberikan
pelayanan dalam lingkup profesi fisioterapi.
5. Menghargai hubungan multidisipliner dengan profesi pelayanan
kesehatan lain dalam merawat pasien/klien.
6. Menjaga rahasia pasien/klien yang dipercayakan kepadanya
kecuali untuk kepentingan hukum/pengadilan
7. Selalu memelihara standar kompetensi profesi fisioterapi dan
selalu
8. meningkatkan pengetahuan/ketrampiIan.
9. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan
pelayanan untuk meningkatkan derajat kesehatan individu dan
masyarakat.

Menghargai Hak dan Martabat lndividu


Menghargai hak dan martabat individu sebagai landasan dalam pelayanan
profesional. Hubungan yang terjadi antar Fisioterapis dengan
pasien/klien didasari sikap saling percaya dan menghargai hak masing-
masing.
45
Hak pasien/klien:
1. Pasien/klien berhak atas pelayanan fisioterapi yang sebaik mungkin
2. Pasien/klien berhak atas perlindungan terhadap pelayanan yang tidak
sesuai dan hanya menerima pelayanan yang bermanfaat
3. Pasien/klien berhak atas pelayanan fisioterapi yang menghargai privasi
dan martabatnya
4. Pasien/klien atau kuasa hukumnya berhak atas informasi yang cukup
tentang hasil asesmen, pilihan terapi/tindakan dan resiko yang dapat
ditimbulkan
5. Pasien/klien berhak atas pemanfaatan sumber daya yang tersedia
untuk yang terbaik dalam pemeliharaan kesehatannya, sehingga bila
dipandang perlu fisioterapis dapat merujuk kepada pihak lain/profesi lain
yang lebih berkompeten.
6. Pasien/klien berhak menentukan dan membuat keputusan sendiri dalam
hal :
a. Memilih pelayanan fisioterapi atau alternatif lain
b. Menghentikan terapi dan menerima ketidakmampuannya walaupun
tindakan fisioterapi dapat meningkatkan keadaannya.

Hak-hak fisioterapis :
1. Fisioterapis berhak atas kemandirian profesi dan otonomi
2. Fisioterapis berhak atas rasa bebas dari ancaman terhadap
kehormatan, reputasi dan kompetensi serta hak untuk mendapatkan
perlindungan dan kesempatan untuk membela diri terhadap gugatan
sesuai keadilan
3. Fisioterapis berhak untuk bekerjasama dengan teman sejawat
4. Fisioterapis berhak menolak melakukan intervensi apabila dipandang
bukan merupakan cara yang terbaik bagi pasien/klien.
5. Fisioterapis berhak atas jasa yang layak dari pelayananan
profesionalnya.

Hak-hak profesi Organisasi lkatan Fisioterapi Indonesia (IFI) :


1. IFI berhak atas loyalitas anggotanya dan memberi perlindungan diri
dari pelecehan akibat pelayanan yang inkompeten, ilegal dan
bertentangan dengan kode etik profesi fisioterapi.
2. IFI berhak atas nama baik dan menolak pelecehan dari siapapun.
3. IFI berhak atas pengajar fisioterapi yang berkualitas, kompeten dan
berpengalaman dibidangnya.
46
4. IFI berhak atas praktek fisioterapi yang profesional dan menolak
diajarkan
5. secara semena-mena kepada individu atau kelompok lain tidak bersikap
diskriminatif dalam memberikan pelayanan kepada siapapun yang
membutuhkan

Tanggung jawab fisioterapis:


1. Fisioterapis mengemban tugas dan tanggung jawab yang
dipercayakan kepadanya dan memanfaatkan ketrampilan dan keahlian
secara efektif untuk kepentingan individu dan masyarakat.
2. Fisioterapis dimanapun berada hendaknya selalu meningkatkan
kualitaskehidupan masyarakat dilingkungannya.
3. Fisioterapis harus menjamin bahwa pelayanan yang diberikan, jenis,
dosis, struktur organisasi dan alokasi sumber daya dirancang untuk
pelayanan yang berkualitas sesuai dengan tuntutan kebutuhan
individu, masyarakat, kolega dan profesi lain.
4. Fisioterapis hendaknya selalu mencari, memberi dan menerima
informasiagar dapat meningkatkan pelayanan.
5. Fisioterapis harus menghindari praktek ilegal yang bertentangan
dengan kode etik profesi.
6. Fisioterapis harus mencantumkan gelar secara benar untuk
menggambarkan status profesinya.
7. Fisioterapis wajib memberikan informasi yang benar kepada
masyarakat profesi dan profesi kesehatan lainnya tentang fisioterapi dan
pelayanan profesionalnya sehingga mereka menjadi tahu dan mau
menggunakannya.
8. Fisioterapis dalam menentukan tarif pelayanan harus masuk akal dan
tidakmemanfaatkan profesi untuk semata-mata mencari keuntungan.
9. Jasa profesional yang diterima fisioterapis harus didapatkan dengan
cara yang jujur.
10. Fisioterapis dalam memanfaatkan teknologi berdasarkan efektifitas
dan efisiensi demi peningkatan kualitas pelayanan kesehatan individu
dan masyarakat.

Tanggung jawab organisasi profesi:


1. lkatan Fisioterapi Indonesia menjamin pelayanan yang diberikan secara
jujur, komplit berdasarkan pada penelitian dan informasi aktual dalam
rangka ikut meningkatkan derajat kesehatan masyarakat danFisioterapi
Indonesia membuat dan memantau pelaksanaan standarprofesi
47
dalam praktek profesional.
2. lkatan Fisioterapi Indonesia akan secara aktif mempromosikan
profesi fisioterapi kepada masyarakat secara jujur.
3. lkatan Fisioterapi Indonesia akan mengatur sumber daya yang ada
secara efektif, efisien dan bertanggung jawab.
4. lkatan Fisioterapi Indonesia memberikan dukungan kepada anggotanya
untukmendapatkan informasi pendidikan, program dan kebijakan
organisasi.
5. lkatan Fisioterapi Indonesia memperjuangkan agar anggotanya
mendapatkan penghasilan yang wajar.
6. lkatan Fisioterapi Indonesia bertanggung jawab kepada
anggotanya.Mengakui batasan dan kewenangan profesi dan hanya
memberikan pelayanan dalam lingkup profesi fisioterapi
7. Fisioterapis memberikan pelayanan dan tindakan sesuai
denganpengetahuan dan ketrampilan yang dapat
dipertanggungjawabkan.
8. Fisioterapis tidak akan melakukan aktifitas profesional yang dapat
merugikan pasien/klien, kolega atau masyarakat.
9. Fisioterapis hendaknya selalu mensejajarkan pelayanannya dengan
standarpelayanan pasien fisioterapi.
10. Fisioterapis dalam mengambil keputusan berdasarkan kepada
pengetahuan dan kehati-hatian.
11. Fisioterapis berkewajiban menyumbangkan gagasan, pengetahuan dan
ketrampilan untuk memajukan profesi dan organisasi.,Apabila fisioterapis
memiliki pengetahuan dan pilihan yang kurang memadai untuk
mengatasi kondisi tertentu, maka harus
a. Meminta petunjuk dan saran kepada yang lebih berpengalaman
pada kondisi yang tepat Merujuk pasien/klien kepada profesi atau
lembaga lain yang tepat.
b. Apabila fisioterapis menerima pasien/klien yang dirujuk kepadanya
untuk konsultasi, maka ia tidak akan melakukan intervensi atau
mengkonsulkan kepada kolega atau profesi lain tanpa
persetujuan pasien/klien dan fisioterapis yang merujuk.

Tanggung jawab lkatan Fisioterapi Indonesia:


1. lkatan Fisioterapi Indonesia hendaknya menyelenggarakan pendidikan
yang berkelanjutan untuk meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan
profesional.
2. lkatan Fisioterapi Indonesia menjamin agar kode etik Fisioterapi
48
dijalankan oleh setiap fisioterapis.
3. Memberikan kontribusi dalam perencanaan dan pengembangan
Pelayanan untuk meningkatkan derajat kesehatan individu dan
masyarakat.
4. Fisioterapis mempunyai tugas dan kewajiban untuk bekerjasama
dengan profesi lain dalam perencanaan dan pengelolaan pelayanan agar
mampu memberikan pelayanan yang optimal bagi kesehatan individu
dan masyarakat.
5. Fisioterapis hendaknya menyesuaikan diri dengan profesionalisme
dan melengkapi diri dengan ketrampilan yang memadai untuk
perencanaan dan pengelolaan dalam situasi tertentu yang
dihadapinya, sehingga sadar akan keberadaan pelayanannya dalam
konteks sosial dan ekonomi secara menyeluruh.
6. Fisioterapis mempunyai hak dan kewajiban untuk melakukan dan
mendukung penelitian untuk perencanaan dan pengembangan.
7. Fisioterapis memberikan dorongan dan dukungan kepada sejawat
dalam menyusun perencanaan pelayanan dan strategi pengembangan.

49
G. KODE ETIK TENAGA AHLI TEKNOLOGI LABORATORIUM
1. Kode Etik Tebaga Ahli Teknologi Laboratorium
Dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi / kewajibannya. Ahli
Teknologi Laboratorium Kesehatan harus mempunyai sikap dan
kepribadian sebagai berikut:
a. Teliti dan Cekatan
b. Jujur dan dapat dipercaya
c. Rasa tanggung jawab yang tinggi
d. Mampu berkomunikasi secara efektif
e. Disiplin
f. Berjiwa Melayani

2. Penutup
Standar profesi ini disusun sebagai acuan dalam melaksnakan dan
mengembangkan kegiatan yang terkait dengan tugas pokok dan
fungsi ahli teknologi laboratorium kesehatan dengan mengacu pada
ketetapan munas patelki. Tahun 2006

50
H. KODE ETIK SANITARIAN/AHLI KESEHATAN LINGKUNGAN
1. PEMBUKAAN
Bahwa untuk mengisi kemerdekaan Indonesia yang bertujuan
mencapai masyarakat adil dan Makmur berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 diperlukan peran serta dan pengabdian dari segenap
warga negara Indonesia.
Bahwa untuk mencapai tujuan tersebut diatas dilaksanakan
pembangunan diberbagai bidang yang antara lain untuk
mencapai lingkungan kehidupan yang sehat, sehingga terwujud
derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai
bagian dari kesejahteraan rakyat dan menciptakan lingkungan
yang sehat dan harmoni. Untuk itu perlu adanya penyatuan,
pembinaan dan pengembangan profesi serta pengamalan ilmu
pengetahuan dan teknologi kesehatan lingkungan yang dilandasi
oleh semangat, moralitas yang bertanggung jawab dan
berkeadilan.
Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa disertai kesadaran dan
keinginan luhur,berdasarkan ilmu,ketrampilan dan sikap yang dimiliki
untuk mencapai tujuan tersebut, dengan ini Organisasi Profesi
Himpunan Ahli Kesehatan Lingkungan Indonesia menyusun dan
menetapkan kode etik sanitarian atau ahli kesehatan lingkungan
sebagai landasan semangat,moralitas dan tanggung jawab yang
berkeadilan dan merupakan kewajiban baik untuk dirinya sendiri,
teman seprofesinya, klien masyarakat maupun kewajiban yang
sifatnya umum sebagai insan profesi dan dalam melaksanakan
peran dan pengabdiannya sebagai berikut.

2. KEWAJIBAN UMUM
a. Seorang sanitarian harus menjunjung tinggi, menghayati dan
mengamalkan profesi sanitasi dengan sebaik-baiknya.
b. Seorang sanitarian harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi. Dalam
melakukan pekerjaan atau praktek profesi sanitasi, seorang
sanitarian tidak boleh dipengaruhi sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
c. Seorang sanitarian harus menghindarkan diri dari perbuatan
yang bersifat memuji diri sendiri.
d. Seorang sanitarian senantiasa berhati-hati dalam menerapkan
setiap penemuan teknik atau cara baru yang belum teruji
51
kehandalannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan
masyarakat.Seorang hanya memberi saran atau rekomendasi
yang telah melalui suatu proses analisis secara komprehensif.
e. Seorang sanitarian dalam menjalankan profesinya,harus
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dengan menjunjung
tinggi kesehatan dan keselamatan manusia, serta kelestarian
lingkungan.
f. Seorang sanitarian harus bersikap jujur dalam berhubungan
dengan klien atau masyarakat dan teman seprofesinya, dan
berupaya untuk mengingatkan teman seprofesinya yang dia
ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi,
atau yang melakukan penipuan atau kebohongan dalam
Menangani masalah klien atau masyarakat.
g. Seorang sanitarian harus menghormati hak-hak klien atau
masyarakat, hak-hak teman seprofesi, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan klien atau
masyarakat. Dalam melakukan pekerjaannya
h. Seorang sanitarian harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan seluruh aspek kesehatan
lingkungan secara menyeluruh, baik fisik,biologi maupun
sosial,serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi
masyarakat yang sebenar-benarnya.
i. Seorang sanitarian dalam bekerja sama dengan para pejabat di
bidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus
saling menghormati.

3. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP KLIEN I MASYARAKAT


a. Seorang sanitarian wajib bersikap tulus ikhlas dan
mempergunakan segala ilmu dan keterampilannya untuk
kepentingan penyelesaian masalah klien atau masyarakat. Dalam
hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau
penyelesaian masalah, maka ia wajib berkonsultasi,bekerjasama
dan atau merujuk pekerjaan tersebut kepada sanitarian lain yang
mempunyai keahlian dalam penyelesaian masalah tersebut.
b. sanitarian wajib melaksanakan profesinya secara bertanggung
jawab.
c. sanitarian wajib melakukan penyelesaian masalah sanitasi
secara tuntas dan keseluruhan.
d. Seorang sanitarian wajib memberikan informasi kepada kliennya
52
atas pelayanan yang diberikannya.
e. Seorang sanitarian wajib mendapatkan perlindungan atas praktek
pemberian pelayanan.

4. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP TEMAN SEPROFESI


a. Seorang sanitarian memperlakukan teman seprofesinya
sebagai bagian dari penyelesaian masalah.
b. Seorang sanitarian tidak boleh saling mengambil alih
pekerjaan dari teman seprofesi, kecuali dengan
persetujuan, atau berdasarkan prosedur yang ada.

5. KEWAJIBAN SANITARIAN TERHADAP DIRI SENDIRI


a. Seorang sanitarian harus memperhatikan dan mempraktekan
hidup bersih dan sehat supaya dapat bekerja dengan baik.
b. Seorang sanitarian harus senantiasa mengikuti perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan lingkungan,
kesehatan dan bidang-bidang lain yang terkait.

6. PENUTUP
Seorang sanitarain dalam melaksanakan hak dan kewajibannya
senantiasa dilandasi oleh kode etik dan selalu menjujung tinggi
ketentuan yang dicanangkan oleh profesi. Di dalam melaksanakan
tugas dan fungsi dalam pengabdiannya berpedoman pada standar
kompetensi. Standar kompetensi ini senantiasa terus dilengkapi
dengan perangkat-perangkat keprofesian yang lain.

53
I. KODE ETIK PEREKAM MEDIS

1. Mukadimah
Bahwa memajukan kesejahteraan umum adalah salah satu
tujuan nasional yang ingin diwujudkan oleh bangsa Indonesia.
Kesehatan merupakan salah satu wujud dari kesejahteraan
nasional dan mempunyai andil yang besar dalam pembangunan
sumber daya manusia berkualitas yang dapat mendukung
kelangsungan kehidupan bangsa dan terwujudnya cita-cita nasional
yaitu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD
1945.
Rekam Medis dan lnformasi Kesehatan merupakan aspek
penting untuk mendukung keberhasilan pembangunan
kesehatan.Oleh karena itu pengembangan sistem dan
penerapannya didukung oleh tenaga profesi yang berkualitas.
Karena Rekam Medis dan lnformasi Kesehatan menyangkut
kepentingan kerahasiaan pribadi pasien dan rahasia jabatan, maka
Perekam Medis merasa perlu untuk merumuskan pedoman sikap
dan perilaku profesi, baik anggota Perhimpunan Profesional
Perekam Medis Indonesia (PORMIKI) maupun Perekam Medis
lainnya dalam mempertanggungjawabkan segala tindakan
profesinya,baik kepada profesi, pasien maupun masyarakat luas.
Pedoman sikap dan perilaku Perekam Medis ini
dirumuskan dalam rangka meningkatkan daya guna dan hasil
gunapartisipasi kelompok Perekam Medis dalam pembangunan
nasional khususnya pembangunan kesehatan. Maka berdasarkan
pemikiran di atas, Kongres I PORMIKI menyepakati KOde Etik
Perekam Medis sebagai berikut:

2. Pengertian
A. Definisi Perekam Medis Dan Informasi Kesehatan
Seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan formal Rekam
Medis dan lnformasi Kesehatan sehingga memiliki kompetensi
yang diakui oleh pemerintah dan profesi serta mempunyai
tugas, tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh
untuk melakukan kegiatan pelayanan Rekam Medis dan lnformasi
Kesehatan pada unit pelayanan kesehatan.

54
B. Definisi Kode Etik
Kode etik merupakan ciri profesi yang bersumber dari nilai-
nilai internal dan eksternal suatu disiplin ilmu dan merupakan
pernyataan komprehensif suatu profesi yang memberikan
tuntutan bagi anggota dalam melaksanakan pengabdian
profesi.
C. Definisi Kode Etik Perekam Medis
Pedoman sikap dan prilaku Perekam Medis dalam menjalankan
serta mempertanggungjawabkan segala tindakan
profesinya baik kepada profesi, pasien, maupun masyarakat
luas

3. Kewajiban Umum
a. Di dalam melaksanakan tugas profesi, tiap Perekam Medis selalu
bertindak demi kehormatan diri, profesi dan organisasi PORMIKI.
b. Perekam Medis selalu menjalankan tugas berdasarkan
standar profesi tertinggi.
c. Perekam Medis lebih mengutamakan pelayanan daripada
kepentingan pribadi dan selalu berusaha memberikan pelayanan
yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan kesehatan yang
bermutu
d. Perekam Medis wajib menyimpan dan menjaga data rekam
medis serta informasi yang terkandung di dalamnya sesuai
dengan ketentuan prosedur manajemen, ketetapan pimpinan
institusi dan peraturan perundangan yang berlaku.
e. Perekam Medis selalu menjunjung tinggi doktrin kerahasiaan
dan hak atas informasi pasien yang terkait dengan identitas
individu atau sosial.
f. Perekam Medis wajib melaksanakan tugas yang dipercaya
pimpinan kepadanya dengan penuh tanggungjawab, teliti dan
akurat.

4. Perbuatan/ Tindakan Yang Bertentangan Dengan Kode Etik


a. Menerima ajakan kerjasama seseorang I orang untuk melakukan
pekerjaan yang menyimpang dari standar profesi yang berlaku.
b. Menyebarluaskan informasi yang terkandung dalam rekam
medis yang dapat merusak citra Perekam Medis.
c. Menerima imbalan jasa dalam bentuk apapun atas tindakan no.1
dan 2.
55
5. Peningkatan Pengetahuan Dan Kemampuan
Peningkatan pengetahuan dan kemampuan profesional, baik anggota
maupun organisasi dituntut untuk meningkatkan pengetahuan,
kemampuan profesi melalui penerapan ilmu dan teknologi yang
berkaitan dengan perkembangan di bidang Rekam Medis dan
lnformasi Kesehatan.

6. Kewajiban Terhadap Profesi


a. Perekam Medis wajib mencegah terjadinya tindakan yang
menyimpang dari Kode Etik Profesi.
b. Perekam Medis wajib meningkatkan mutu rekam medis dan
informasi kesehatan.
c. Perekam Medis wajib berpartisipasi aktif dan berupaya
mengembangkan serta meningkatkan citra profesi.
d. Perekam Medis wajib menghormati dan mentaati peraturan
dan kebijakan organisasi profesi.

7. Kewajiban Terhadap Diri Sendiri


a. Perekam Medis wajib menjaga kesehatan dirinya agar dapat
bekerja dengan baik.
b. Perekam Medis wajib meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan sesuai dengan perkembangan IPTEK yang ada.

8. Penutup
Perekam Medis wajib menghayati dan mengamalkan Kode Etik
profesinya. Demikianlah Standar Profesi Perekam Medis
Indonesia yang disusun oleh Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan
Profesional Perekam Medis dan lnformasi Kesehatan Indonesia
(OPP PORMIKI). Semoga standar ini bermanfaat bagi seluruh
Profesi Perekam Medis di Indonesia dalam rangka meningkatkan
kualitas Sumber Daya Manusia di bidang Manajemen lnformasi
Kesehatan.

56
J. KODE ETIK ASISTEN APOTEKER
1. Mukadimah
Asisten Apoteker yang rnelaksanakan profesi kefarmasian
mengabdikan diri dalam upaya memelihara dan memperbaiki
kesehatan,kecerdasan dan kesejahteraan rakyat melalui upaya
perbaikan pelayanan Farmasi, pendidikan Farmasi, pengembangan
ilmu dan teknologi Farmasi, serta ilmu ilmu terkait. Asisten Apoteker
dalam menjalankan profesinya harus senantiasa bertaqwa kepada
Tuhan YME,menunjukan sikap dan perbuatan terpuji yang dilandasi
oleh falsafah - falsafah dan nilai - nilai pancasila, Undang - Undang
Dasar1945 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rum ah Tangga
Persatuan Ahli Farmasi Indonesia (PAFI) serta etika profesinya.
Kode etik PAFI ini sebagai landasan moral profesi yang harus
diamalkan dan dilaksanakan oleh seluruh Asisten Apoteker.

2. Kewajiban Terhadap Profesi


a. Seorang Asisten Apoteker harus menjunjung tinggi serta
memelihara martabat, kehormatan profesi, menjaga integritas
dan kejujuran serta dapat dipercaya.
b. Seorang Asisten Apoteker berkewajiban untuk meningkatkan
keahlian dan pengetahuannya sesuai dengan perkembangan
teknologi.
c. Seorang Asisten Apoteker senantiasa harus melakukan
pekerjaan profesinya sesuai dengan standar operasional
prosedur, standar profesi yang berlaku dan kode etik profesi.
d. Seorang Asisten Apoteker harus menjaga profesionalisme
dalam memenuhi panggilan tugas dan kewajiban profesi.

3. Kewajiban Terhadap Teman Sejawat


a. Seoranq Asisten Apoteker memandang teman sejawat
sebagaimana dirinya dalam memberikan penghargaan.
b. Seorang Asisten Apoteker senantiasa menghindari perbuatan
yang merugikan teman sejawat secara material maupun moril.
c. Seorang Asisten Apoteker senantiasa meningkatkan kerjasama
dan memupuk kebutuhan martabat jabatan kefarmasian,
mempertebal rasa saling percaya dalam menunaikan tugas.

57
4. Kewajiban Terhadap Pasien Pemakai Jasa
a. Seorang Asisten Apoteker harus bertanggung jawab dan
menjaga kemampuannya dalam memberikan pelayanan kepada
pasien pemakai jasa secara professional.
b. Seorang Asisten Apoteker harus menjaga rahasia kedokteran dan
rahasia
c. kefarmasian, serta hanya memberikan kepada pihak yang
berhak.
d. Seorang Asisten- Apoteker dapat berkonsultasi merujuk kepada
teman sejawat atau teman sejawat profesi lain untuk
mendapatkan hasil yang akurat atau baik.

5. Kewajiban Terhadap Masyarakat


a. Seorang Asisten Apoteker harus mampu sebagai suri tauladan
ditengah- tengah masyarakat.
b. Seorang Asisten Apoteker dalam pengabdian profesinya
memberikan semaksimal mungkin pengetahuan dari keterampilan
yang dimiliki.
c. Seorang Asisten Apoteker harus selalu aktif mengikuti
perkembangan peraturan perundang-undangan dibidang
kesehatan khususnya dibidang farmasi.
d. Seorang Asisten Apoteker harus selalu melibatkan diri dalam
usaha-usaha pembangunan nasional khususnya bidang
kesehatan.
e. Seorang Asisten Apoteker harus menghindarkan diri dari
usaha-usaha yang mementingkan diri sendiri serta
bertentangan dengan jabatan kefarmasian.

6. Kewajiban Terhadap Profesi Kesehatan Lainnya


a. Seorang Asisten Apoteker senantiasa harus menjalin kerjasama
yang baik, saling percaya, menghargai dan menghormati
terhadap profesi kesehatan lainnya.
b. Seorang Asisten Apoteker harus mampu menghindarkan diri
terhadap perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan,
menghilangkan kepercayaan, penghargaan masyarakat terhadap
profesi kesehatan lainnya.

58
7. Penutup
Standar profesi ini disusun sebagai acuan dalam melaksanakan
dan mengembangkan kegiatan yang terkait dengan tugas pokok
dan fungsi Asisten Apoteker. Standar Profesi ini disusun dengan
format yang disepakati oleh Forum Komunikasi Organisasi
Profesi Kesehatan lndonesia dan akan diperbaharui sesuai
dengan perkembangan organisasi profesi.

59
K. KODE ETIK TERAPI WICARA
1. Mukadimah
Berdasarkan kesadaran diri atas nilai-nilai luhur Pancasila
dan UUD 1945, Terapis Wicara Indonesia menghormati harkat dan
martabat ma- nusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak
asasi manusia. Dalam kegiatannya, Terapis Wicara Indonesia
mengabdikan dirinya un- tuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat Indonesia khususnya kesehatan dalam bidang bahasa
bicara.
Terapis wicara menyadari bahwa dirinya adalah pribadi,
anggota Masyarakat, dan anggota profesi dalam hidup dan
kehidupannya itu berada dan terikat oleh tata nilai, norma-norma
dan peraturan perundangan yang berlaku dan dijunjung tinggi.
Dilandasi oleh kesadaran itu, tera- pis wicara dalam mengabadikan
dirinya mengamalkan profesinya ha- rus mengacu dan mentaati tata
nilai tersebut serta bertanggungjawab terhadap pencapaian
kesejahteraan umat manusia sebagai hak asasi setiap manusia.
Kesadaran diri tersebut merupakan dasar bagi bagi Terapis
Wicara Indonesia untuk selalu berupaya melindungi hak azasi dan
nilai-nilai yang dimiliki dan diyakini oleh klien atau pasien yang
meminta jasa pelaya- nan terapis wicara beserta semua pihak yang
terkait dalam pemberian pelayanan tersebut atau pihak yang
menjadi obyek studinya. Penge- tahuan dan keterampilan yang
dimiliki hanya digunakan untuk tujuan yang taat asas berdasarkan
nilai-nilai luhur Pancasila dan UUD 1945 serta nilai-nilai
kemanusiaan pada umumnya dan mencegah penyalah- gunaannya
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung-jawab.
Pokok-pokok pikiran tersebut dirumuskan dalam KODE ETIK
TERAPIS WICARA INDONESIA sebagai perangkat nilai-nilai untuk
ditaati dan dijalankan dengan sebaik-baiknya dalam melaksanakan
pelayanan selaku Terapis Wicara Indonesia.

2. Pedoman Umum
a. Pengertian
1) Terapis wicara adalah seseorang yang telah lulus pendidikan
te- rapis wicara baik disalam maupun diluar negeri sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
ber1aku. (PER- MENKES RI No.: 867/MENKES
/PERNlll/2004 ).
60
2) Jasa Terapis Wicara adalah jasa kepada perorangan atau
kelom- pok yang diberikan oleh Terapis Wicara Indonesia
sesuai kompe- tensi dan kewenangannya.
3) Praktik Terapi Wicara adalah kegiatan yang dilakukan oleh
oleh terapis wicara dalam memberikan jasa dan praktik
kepada ma- syarakat dalam membantu masalah yang
berhubungan dengan gangguan bahasa bicara dan menelan.
Termasuk dalam penger- tian praktik Terapi Wicara tersebut
adalah tindakan annamnesa, assessmen, diagnosa,
perencanaan terapi, pelaksanaan terapl dan reevaluasi.
Seorang terapis wicara bisa melakukan praktek atau
memberikan jasa pelayanan kepada seseorang atau kelom-
pok harus memiliki Surat lzin Praktek Terapis Wicara.
{PERMEN- KES RI No.: 867/MENKES /PERNlll/2004 ).
4) Pemakai Jasa Terapi Wicara adalah perorangan, kelompok,
yang menerima dan meminta jasa/praktik Terapis Wicara.
Pemakai JasaTerapis Wicara juga dikenal dengan sebutan
KLIEN atau PASIEN.
b. Tanggung Jawab
Dalam melaksanakan kegiatannya ,Terapis Wicara
mengutamakankompetensi,obyektivitas,kejujuran menjunjung
tinggi integritas dan norma-norma keahlian serta menyadari
konsekuensi tindakannya.
c. Batas Keilmuan
Terapis Wicara menyadari sepenuhnya batas-batas ilmu Terapi
Wi- cara dan keterbatasan keilmuannya.
d. Perilaku dan Citra Profesi
1) Terapis Wicara menyadari bahwa dalam melaksanakan
kewaji- bannya sebagai tenaqa terapi wicara harus
mempertimbangkan dan mengindahkan eiika dan nilai-nilai
moral yang berlaku dalam masyarakat.
2) Terapis Wicara wajib menyadari bahwa perilakunya dapat
mem- pengaruhi citra Terapi Wicara Indonesia.

3. Hubungan Profesional
a. Hubungan Antar Rekan Profesi
1) Terapis Bicara wajib menghargai, menghormati dan
menjaga hak-hak serta nama baik rekan profesinya, yaitu
sejawat akade- misi maupun sejawat praktisi.
61
2) Terapis Wicara seyogianya saling memberikan umpan balik
un- tuk peningkatan keahlian profesinya
3) Terapis Wicara wajib mengingatkan rekan profesinya dalam
rang- ka mencegah terjadinya pelanggaran kode etik Terapi
Wicara.
4) Terapis Wicara wajib melaporkan kepada organisasi profesi
apa- bila terjadi pelanggaran kode etik yang di luar batas
kompetensi dan kewenangan terapi wicara.
b. Hubungan Dengan Profesi Lain
1) Terapis Wicara wajib menghargai, menghormati kompetensi
dan kewenangan rekan dari profesi lain.
2) terapis Wicara wajib mencegah dilakukannya pemberian
jasa atau praktikTerapi Wicara oleh orang atau pihak lain yang
tidak memiliki kompetensi dan kewenangan.

4. Pemberian Jasa/Praktik Terapi Wicara


a. Pelaksanaan Kegiatan Sesuai Batas Keahlian/Kewenangan
1) Terapis Wicara hanya memberikan jasa/praktik Terapi Wicara
da- lam hubungannya dengan kompetensi yang bersifat
obyektif sesu- ai dengan ketentuan yang berlaku dalam
keahlian Terapi Wicara.
2) Terapis Wicara dalam memberikan jasa/praktik Terapi
Wicara wajib menghormati hak-hak
lembaga/organisasi/institusi tempat melaksanakan kegiatan
di bidang pelayanan, pelatihan, dan pen- didikan sejauh tidak
bertentangan dengan kompetensi dan ke- wenangannya.
b. Sikap Profesional Dan Perlakuan Terhadap Pasien Atau Klien
Dalam memberikan jasa/praktik Terapi Wicara kepada pemakai
jasa atau klien, baik yang bersifat perorangan atau kelompok
sesuai dengan keahlian dan kewenangannya, Terapis Wicara
berKewajiban untuk:
1) Mengutamakan dasar-dasar profesional.
2) Memberikan jasa/praktik kepada semua pihak yang
membutuh- kannya.
3) Melindungi pasien atau klien dari akibat yang merugikan
sebagai dampak jasa/praktik yang diterimanya.
4) Mengutamakan ketidak berpihakan dalam kepentingan
pemakai jasa atau klien dan pihak-pihak yang terkait dalam
pemberian pe- layanan tersebut.
62
5) Dalam hal dimana pasien atau klien yang menghadapi
kemungkinan akan terkena dampak negatif yang tidak
dapat dihindari akibat pemberian Terapi Wicara yang
dilakukan oleh Terapis Wicara maka pasien atau klien
tersebut harus diberitahu.
c. Asas Keadilan
Terapis Wicara wajib menghormati dan menghargai hak pasien
atau klien untuk menolak keterlibatannya dalam pemberian
jasa/praktik Terapi Wicara, mengingat asas sukarela yang
mendasari pasien dalam menerima atau melibatkan diri dalam
proses pemberian jasa/ praktik Terapi Wicara.
d. lnterpretasi Hasil Pemeriksaan
lnterpretasi hasil pemeriksaan Terapi Wicara tentang klien atau
pe- makai jasa Terapi Wicara hanya boleh dilakukan oleh Terapis
Wicara berdasarkan kompetensi dan kewenangan.
e. Pemanfaatan dan Penyampaian Hasil Pemeriksaan
Pemanfaatan hasil pemeriksaan dilakukan dengan
memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam praktik Terapi
Wicara. Penyampaian hasil pemeriksaan Terapi Wicara diberikan
dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami klien atau
pemakai jasa.
f. Kerahasiaan Data dan Hasil Pemeriksaan
Terapis Wicara wajib memegang teguh rahasia yang menyangkut
kli- en atau pemakai jasa Terapi Wicara dalam hubungan dengan
pelaks- anaan kegiatannya.Dalam hal ini keterangan atau data
mengenai klien yang diperoleh Terapis Wicara dalam rangka
pemberian jasa/ praktik Terapi Wicara wajib mematuhi hal-hal
sebagai berikut:
1) Dapat diberikan hanya kepada yang berwenang
mengetahuinya dan hanya memuat hal-hal yang langsung
dan berkaitan dengan tujuan pemberian jasa/praktik Terapi
Wicara.
2) Dapat didiskusikan hanya dengan orang-orang atau pihak
yangsecara langsung berwenang atas diri klien atau
pemakai jasa Te- rapi Wicara.
3) Dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara lisan atau
tertuliskepada pihak ketiga hanya bila pemberitahuan ini
diperlukan untuk kepentingan klien, profesi, dan akademisi.
Dalam kondisi tersebut identitas orang atau klien yang
63
bersangkutan tetap dirahasiakan.Keterangan atau data klien
dapat diberitahukan kepada orang lain atas persetujuan
klien atau penasehat hukumnya.
4) Jika klien masih kanak-kanak atau orang dewasa yang tidak
mampu untuk memberikan persetujuan secara sukarela,
maka Terapis Wicara wajib melindungi orang-orang ini agar
tidak mengalami hal- hal yang merugikan.
g. Pencantuman ldentrtas Pada Laporan Hasil Pemeriksaan
PraktikTerapi Wicara
Segala keterangan yang diperoleh dari kegiatan praktik Terapi
Wi- cara sesuai keahlian yang dimilikinya, pada pembuatan
laporan se- cara tertulis Terapis W1cara yang bersangkutan
wajib membubuh- kan tanda tangan, nama jelas, dan nomor
izin praktik sebagai bukti pertanggungjawaban.

5. Pernyataan
a. Dalam memberikan pemyataan dan keterangan/penjelasan ilmiah
kepada masyarakat umum melalui berbagai jalur media baik
lisan maupun tertulis, Terapis Wicara bersikap bijaksana, jujur,
teliti, hati- hati, lebih mendasarkan pada kepentingan umum
daripada pribadi atau golongan, dengan berpedoman pada
dasar ilmiah dan dise- suaikan dengan bidang
keahlian/kewenangan selama tidak berten- tangan dengan kode
etik Terapi Wicara. Pemyataan yang diberikan Terapis Wicara
mencerminkan keifmuannya, sehingga masyarakat dapat
menerima dan memahami secara benar.
b. Dalam melakukan publikasi keahliannya, Terapis Wicara
bersikap bijaksana, wajar dan jujur dengan memperhatikan
kewenangan se- suai ketentuan yang berlaku untuk menghindari
kekeliruan penafsi ran serta menyesatkan masyarakat pengguna
jasa Terapi Wicara.

6. Karya Cipta
a. Penghargaan Terhadap Karya Cipta Pihak Lain Dan
PemanfaatanPihak Lain
Karya cipta Terapi Wicara dalam bentuk buku dan alat tes atau
ben- tuk lainnya harus dihargai dan dalam pemanfaatannya
hendaknya memperhatikan ketentuan perundangan mengenai
hak cipta atau hak intelektual yang berlaku.
64
1) Terapis Wicara wajib menghargai karya cipta pihak lain
sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
2) Terapis Wicara tidak dibenarkan untuk mengutip, menyadur
hasil karya orang lain tanpa mencantumkan sumberya.
3) Terapis Wicara tidak dibenarkan menggandakan,
memodifikasi, memproduksi, menggunakan baik sebagian
maupun seluruh karya orang lain tanpa mendapatkan izin dari
pemegang hak cipta.
b. Penggunaan Dan Penguasaan Sarana Dan Prasarana
PelayananTerapi Wicara
1) Terapis Wicara wajib membuat kesepakatan dengan
lembaga/in- stitusi/organisasi tempat bekerja mengenai hal-
hal yang bernu- bungan dengan masalah pengadaan,
pemilikan, penggunaan, penguasaan sarana dan prasarana
pelayanan Terapi Wicara.
2) Terapis Wicara wajib menjaga agar sarana prasarana
pelayanan
3) Terapi Wicara tidak dipergunakan oleh orang-orang yang
tidak berwenang dan yang tidak berkompeten.

7. Pengawasan Pelaksanaan Kode Etik


a. Pelanggaran
Setiap penyalahgunaan wewenang di bidang keahlian Terapi
Wicara dan setiap pelanggaran terhadap Kode Etik Terapi
Wicara Indone- sia dapat dikenakan sanksi organisasi oleh
aparat organisasi yang berwenang sebagaimana diatur dalam
Anggaran Dasar, Anggaran Rumah Tangga lkatan Terapis
Wicara Indonesia (IKATWI)
b. Penyelesaianan Masalah Pelanggran Kode Etik Terapi Wicara
Indo nesia
1) Penyelesaian masalah pelanggaraan Kode Etik Terapi
Wicara Indonesia oleh Terapis Wicara dilakukan oleh Majelis
Terapi Wi- cara dengan memperhatikan laporan dan memberi
kesempatan membela diri.
2) Apabila terdapat masalah etika dalam pemberian jasa/praktik
Terapi Wicara yang belum diatur dalam Kode Etik Terapi
Wicara Indonesia maka lkatan Terapt Wicara Indonesia waJib
mengun- dang Majelis Terapi Wicara untuk membahas dan
merumuskan- nya, kemudian disahkan dalam Munas
65
8. Penutup
Kode Etik Terapi Wicara Indonesia bersifat menqtkat dan setiap
Terapis Wicara Indonesia wajib mematuhinya tanpa pandang bulu.
Demikianlah Standar Profesi ini disusun dengan mempertimbangkan
as- pek-aspek yang terkait dengan profesi Terapi Wicara. Dengan
telah dis- usunnya Standar Profesi Terapi Wicara ini, maka
diharapkan semakin kecilnya kejadian-kejadian yang tidak
diharapkan dalam pelaksanaan pe- layanan terapi yang dilakukan
oleh Terapi Wicara di Indonesia. Dengan semakin dinamisnya
perkembangan ilmu pengetahuan dan semakin tingginya arus
informasi, meningkatkan kesadaran masyarakat kesehatan akan hak
dan kewajibannya dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat
Indonesia, maka Standar Profesi ini secara periodik perlu dilakukan
penyempurnaan sejalan dengan tuntutan masyarakat pengguna
pelayanan kesehatan.

66
L. KODE ETIK OKUPASI TERAPI
Dalam rangka melaksanakan ketentuan pasal 50 ayat (1) dan
pasal 53 ayat (2) Undang Undang Nomor 23 Tahun 1992 serta
pasal 21 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996, maka
profesi okupasi terapi perlu menetapkan Kode Etik Profesi Okupasi
Terapi.
Kode Etik Profesi Okupasi Terapi berfungsi sebagai dasar
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pelayanan
okupasi terapi dalam rangka mewujudkan petayanan okupasi terapi
prima yang terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Kode Etik
Profesi Okupasi Terapi bertujuan untuk menjamin mutu
pelayananokupasi terapi prima yang dilakukan oleh setiap okupasi
terapis dalam rangka mendukung program pemerintah Indonesia untuk
menciptakan masyarakat sehat dan perilaku sehat sebagai gaya hidup
masyarakat.

1. Otonomi
a. Okupasi Terapis harus selalu memberikan pelayanan okupasi
terapi yang terbaik untuk kepuasan klien/pasien.
b. Okupasi Terapis harus memberikan pelayanan okupasi
terapi kepada klien/pasien tanpa membedakan warna kulit,
agama, suku bangsa, jenis kelamin, kondisi penyakit, status
sosial dan ekonomi, serta latar belakang budaya
c. Okupasi Terapis harus menginformasikan kepada klien/pasien
tentang kondisi penyakit pasien, hasil pengkajian dan
terapi/intervensi serta prognosis fungsional.
d. Okupasi Terapis harus menghormati hak klien/pasien bilamana
klien/pasien menolak terapi/intervensi yang diberikan oleh
okupasi terapis.
e. Okupasi Terapis harus melibatkan klien/pasien dalam proses
perencanaan dan pelaksanaan terapi.
f. Okupasi Terapis harus mempertahankan konsistensi program
terapi dan selalu menjaga hubungan baik dengan klien/pasien.
g. Okupasi Terapis harus selalu menjaga kerahasiaan informasi
tentang kondisi klien yang diperolehnya dari hasil pengkajian dan
proses terapi, kecuali diperlukan atau untuk proses peradilan.
h. Okupasi Terapis harus selalu menjaga keselamatan klien/pasien
selama proses terapi.

67
2. Kompetensi
a. Okupasi Terapis harus melaksanakan proses /intervensi okupasi
terapi berdasarkan standar profesi
b. Okupasi Terapis harus bertindak sesuai dengan kode etik profesi.
c. Okupasi Terapis harus bertindak sesuai dengan standar
kompetensi.
d. Okupasi terapis harus bertindak sesuai standar pelayanan
okupasi terapi.
e. Okupasi Terapis dianjurkan aktif berpartisipasi dalam
pengembangan profesi okupasi terapi
f. Okupasi Terapi harus merujuk dan atau mengkonsultasikan
klien/pasien kepada profesi lain untuk mendapatkan pelayanan
diluar kewenangan okupasi terapis.

3. Pelaksanaan Hukum Dan Kebijakan


Okupasi Terapis harus memahami dan mematuhi perundang-
undangan serta kebijakan ikatan okupasi terapis Indonesia.
a. lkatan Okupasi Terapis Indonesia harus menginformasikan
perundangan- undangan dan kebijakan yang berhubungan
denga•n pelayanan okupasi terapi kepada anggota ikatan,
instansi, dan organisasi terkait.
b. Okupasi Terapis dianjurkan memberikan informasi tentang
perundang- undangan yang berkaitan dengan pelayanan okupasi
terapi dan kebijakan ikatan okupasi terapi kepada stat, pimpinan,
dan teman sejawat.
c. Okupasi terapis harus mencatat dan melaporkan informasi
tentang klien/pasien secara akurat.

4. Informasi Umum
a. Okupasi Terapis harus menginformasikan pelayanan okupasi
terapi secara akurat.
b. Okupasi Terapis harus menginformasikan kompetensi dan
keahlian yang dimiliki secara akurat kepada klien/pasien,
keluarga, masyarakat serta pemangku kepentingan
(stakeholders).
c. Okupasi Terapis dilarang berbuat curang, menipu dan
memberikan informasi palsu, tidak benar, dan tidak wajar yang
berhubungan dengan pelayanan okupasi terapi.

68
5. Hubungan Profesional
Okupasi Terapis harus menunjukkan dan mendemonstrasikan
sikap profesional kepada teman sejawat dan profesi lain.
a. Okupasi Terapis harus melaporkan praktek-praktek ilegal,
inkompenten dan atau melanggar standar profesi okupasi terapi
kepada lkatan Okupasi Terapis Indonesia atau pihak yang
terkait dengan penerapan surat ijin praktek okupasi terapi.
b. Okupasi Terapis dilarang menginformasikan kebijakan ikatan
yang bersifat rahasia kepada profesi lain.
c. Okupasi Terapis dilarang menginformasikan rahasia klien/pasien
kecuali berkaitan dengan pelayanan dan proses peradilan.
d. Okupasi Terapis harus bekerja sama dengan teman sejawat
dalam memberikan pelayan okupasi terapi prima dan
penyebarluasan informasi tentang okupasi terapi kepada
klien/pasien, keluarga dan masyarakat.

6. Perilaku Profesional
a. Okupasi Terapis harus menunjukkan perilaku profesional
selama memberikan pelayanan okupasi terapi kepada
klien/pasien, keluarga dan masyarakat.
b. Okupasi Terapis dilarang terlibat segala bentuk konflik atau
hal-hal yang bisa memperburuk citra profesi okupasi terapi
baik terhadap sesama okupasi terapis maupun dengan profesi
lain.

7. Penutup
Berkat rahmat Tuhan Yang Maha Esa serta fasilitasi dari Oepartemen
Kesehatan Republik Indonesia, lkatan Okupasi Terapis Indonesia
dalam kurun waktu 3 tahun terakhir ini telah mengalami
perkembangan yang demikian pesat .
Diharapkan standar profesi ini dapat dipakai sebagai acuan dalam
pelaksanaan dan penilaian kompetensi okupasi terapis Indonesia di
tingkat nasional maupun internasional.
Mengingat terjadinya perubahan lingkungan baik internal maupun
eksternal organisasi profesi yang sangat kompleks dan pengaruh
globalisasi maka lkatan Okupasi Terapis Indonesia perlu
melakukan upaya-upaya pengkajian untuk mengikuti
perkembangan di era globalisasi.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu memberikan kekuatan
69
kepada seluruh anggota lkatan Okupasi Terapis Indonesia di
dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan okupasi terapi di
sarana kesehatan, pusat rehabilitasi, sekolah dan industri menuju
pela yanan prima.

Ditetapkan di : S U R A B A Y A
Pada tanggal : Agustus 2017

Direktur RSUD Dr. Soetomo

dr. H A R S O N O

70

Anda mungkin juga menyukai