Berdasarkan hasil dari pencarian data yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa krisis
ekonomi di Indonesia pada tahun 1998 dan 2008 memiliki sumber dan karakteristik yang
berbeda, seperti pada tahun 1998 krisis ekonomi akibat dari utang masif swasta yang jatuh
tempo. Terjadi rush money akibat ketidakpercayaan pasar dan dunia usaha. Sejumlah
indikator ekonomi menunjukkan kondisi memprihatinkan. Pertumbuhan PDB minus 13,7%
yoy (PDB berkisar Rp955,63 triliun), rasio utang negara 57,7% terhadap PDB. Krisis
moneter malah berujung krisis politik dan kepercayaan. Kepercayaan masyarakat, terutama
mahasiswa, terhadap Soeharto berada pada titik nadir. Dengan karekteristik yang terjadi saat
itu yaitu krisis keuangan terjadi akibat adanya kombinasi masalah dari ekonomi dan politik
yang terjadi di dalam negeri. Akibatnya, beberapa sektor mengalami kerugian, akibat adanya
penjarahan di mana-mana, yang berdampak sangat buruk pada manajemen penanganan dan
birokrasi yang sarat korupsi. Kurs rupiah terhadap dolar AS anjlok hingga 254% yoy dari
level Rp3.030 (September 1997) ke level Rp10.725 (September 1998), bahkan menembus
level Rp16.000. Tingkat inflasi 78,2% (Agustus 1998). Strategi penyelamatan krisis 1998
melalui bail out dalam bentuk Bantuan Likuiditas Bank Indonesia terhadap 16 Bank senilai
total Rp670 triliun hingga mereformasi UU kebebasan pers dan kebebasan HAM.
Sedangkan pada tahun 2008 krisis ekonomi disebabkan oleh resesi global 2008 terletak
pada kredit macet perumahan AS (subprime mortage crisis) dan meroketnya harga minyak
dunia. Kenaikan harga minyak per barel mencapai titik rekor tertinggi pada Juli 2008
(US$147,50 di London dan US$147,27 di New York). Kenaikan drastis harga minyak
mentah dunia berimplikasi serius terhadap beban APBN menanggung subsidi energi. Dan
juga ketika itu harga komoditas dunia jatuh, krisis tersebut menyasar ke sektor keuangan dan
korporasi di Indonesia. Namun, tidak semua negara terdampak dalam krisis ini, ditambah lagi
saat itu, pemerintah juga dalam masa-masa pemulihan pasca tsunami Aceh yang terjadi pada
2004 silam, sehingga lumayan berat untuk menghadapi krisis 2008. Krisis ini berdampak
pada Dana-dana asing keluar dan menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
merosot tajam. BEI bahkan harus melakukan suspensi perdagangan pada 9 dan 10 Oktober
2008, untuk memberikan jeda kepada investor agar bisa berpikir rasional di tengah gejolak
pasar keuangan.
Saran
Krisis moneter telah memberikan pelajaran yang sangat berharga untuk menentukan
kebijakan di masa depan, maka upaya yang paling utama dan mendesak bagi Indonesia,Inti
dari pemecahan krisis moneter dalam jangka pendek haruslah ditujukan kepada pencegahan
penumpukan pembayaran utang luar negeri, baik swasta maupun pemerintah, pada suatu saat
tertentu dan membagi (spread-out) pembayaran ini secara merata dalam jangka waktu yang
lebih panjang pada tingkat yang terkendali (manageable). Beberapa saran dari penulis untuk
mengatasi krisis ekonomi dewasa ini adalah sebagai berikut: