Anda di halaman 1dari 6

Sampah

Cerpen Karangan: Pratiwi Nur Zamzani


Kategori: Cerpen Inspiratif, Cerpen Perjuangan, Cerpen Persahabatan
Lolos moderasi pada: 7 April 2016

“Felly! Lo yakin kita bakalan menciptakan yang begituan? Bukannya temanya flora
sama fauna?” tanya Bram yang masih menentang pikiran Felly tentang rancangan baju yang
akan mereka garap untuk acara Fhasion Show minggu depan. Menyambut hari jadi kota
mereka.

“Tahu, nih! Bukannya itu terlalu menghina jika mereka tahu bahan yang kita buat,
Fel!” lanjut Riska yang masih terus berpikir tentang otak Felly yang aneh saat ini.

“Nggak biasanya lo berpikiran rendah seperti ini, Fel! Lagian, lo juga dari mana sih
dapet ide begituan?! Kalau lo kena penjara, jangan bawa-bawa nama kita yah, Fel!” lirik
Billy sinis.

“Guys, mereka kan tidak membatasi ide yang kita keluarkan! Lagi pula, mereka juga
bakalan suka dengan design kita kalau itu benar-benar bagus! Dan, gue yakin itu!”

“Tapi! Ide lo gila Felly! Gue tahu lo adalah anak yang paling baik dalam mendesign
baju dibandingkan dengan anak-anak remaja di sekolah ini yang mempunyai kemampuan
dalam bidang yang sama. Tapi, apa nggak salah kalau lo bakalan menggunakan sampah untuk
bahan pokok dan dasar dari design baju kita?! Terlalu rendahan Felly! Mereka semua
memakai bahan kain sutra dan juga pernak-pernik yang mewah! Sedangkan lo? Lo pakai
sampah dan kain perca batik! Percuma model kita bagus kalau pakaiannya nggak bagus!”
jawab Riska.

“Oke. Gue berani nantangin kalian kalau design gue bakalan jadi yang terbaik! Toh,
model kita juga berdarah luar. Lo, tahu kan kalau Larissa berturunan Spanyol. Dia nggak
akan malu kalau sedikit membuka pahanya yang mulus dengan gaun ekor panjang dan juga
mahkota yang indah. Toh, sandalnya nggak akan polos dengan pernak-pernik itu aja. Gua
bakalan menambah pernak-pernik yang akan membuat kakinya lebih anggun dan terlihat
seksi. Apalagi, kakinya dia jenjang. Percuma kalau nggak dimanfaatin!”
“Oke, gue akan terima dengan design lo! Tapi, jangan suruh gue untuk belanja
bahannya di toko yang telah ditentukan oleh sekolah ini. Malu, Fel kalau ketemu dengan anak
desainer kelas lain. Billy aja yang berangkat!” ucap Bram.

“Siapa juga yang bakalan nyuruh lo! Emang lo aja yang bakalan belanja
bahan-bahannya? Kita semua kali yang bakalan belanja bahan-bahannya!”

Mereka semua melolot dengan raut wajah memelas. Akan tetapi, Felly tidak
mempedulikan mereka semua. Melangkah meninggalkan ruangan bengkel tempat mereka
mengerjakan baju itu. Apa boleh buat setelah mereka mendapatkan campakan dari Felly.
Mereka membuntuti Felly dari belakang. Menjalankan roda mobil mereka untuk ke toko yang
sudah ditentukan dan membeli pernak-pernik yang mereka butuhkan. Sesampainya di sana, ia
mendapatkan pemandangan yang sangat eksotis saat desainer saingannya menghampirinya
dengan manyakan design miliknya. Tanpa rasa malu, Felly menjawabnya dengan tegas dan
percaya diri. Hal tersebut membuat mereka tertawa.

Bagi mereka, Felly yang saat ini ada di depan mereka bukanlah Felly yang mereka
hadapi. Mereka mengenal Felly dengan design-design yang glamour dan eksotis. Tentunya,
dengan bahan-bahan yang sesuai dengan namanya. Glamour. Harganya pun tidak diragukan
untuk menjual satu mobil. Hanya untuk bahan. Belum perlengkapan. Setelah Felly
berbelanja, ia menjalankan roda mobilnya ke arah butik mamanya. Mencari kain perca yang
ia cari. Yah… kain batik. Berbagai kain batik telah diproduksi oleh butik mamanya untuk
berbagai gaun yang mereka ciptakan sendiri. Banyak pegawai yang menanyakan hal tersebut
kepada Felly. Karena, bagi pegawai mamanya, Felly tidak pernah datang untuk memungut
sampah dari butik itu. Melainkan mencari data kain termahal yang biasa digunakan oleh butik
mamanya.

Sedangkan, sekarang sebaliknya. Felly memakai kain batik yang digunakan untuk
selipan hiasan gaun saja. Bahkan, Felly memesan ke toko butik mamanya untuk
mendatangkan kain perca dari cabang butik mamanya dalam beberapa hari. Tentunya,
pegawai mereka menuruti permintaan anak majikannya itu. Sedangkan Bram, Billy dan
Riska, mencemaskan design Felly. Mereka takut akan memalukan timnya. Mengingat,
namanya yang telah berulang kali terbit di media massa. Serta, design mereka yang berulang
kali dicari oleh orang kalangan atas untuk diganti dengan uang. Sesampainya mereka dari
perjalanan membeli bahan-bahan yang mereka butuhkan, mereka mulai membuat designnya
menjadi benda nyata yang dapat dipakai oleh sang modelnya. Dalam artian lain, mewujudkan
sketsa mereka.

Billy menggarap untuk sandalnya. Ia memulai dengan menata burcinya dalam selipan
benang yang telah terikat dengan jarumnya. Bram, masih memikirkan mahkota yang tepat
bersama Riska. Tentunya, dengan berbagai perdebatan dari keduanya. Akan tetapi, tetap
menjadi satu ide pokok untuk mewujudkan hasil perdebatan mereka berdua. Tentunya,
dengan pendapat Felly dan Billy. Felly, tidak hanya diam dengan memperhatikan
rekan-rekannya bekerja, ia mulai membentuk bunga mawar dari limbah plastik yang ia
kumpulkan dari sampah dan mencucinya hingga bersih. Menjahitnya dengan sematan renda
emas di sampingnya. Nuansa full colour yang ada dalam bunga plastiknya akan memperindah
gaunnya yang penuh bunga dengan batik yang glamour.

“Felly, ada yang kurang bahannya!” seru Bram di tengah ia mulai membentuk pola
mahkotanya.

“Apaan?” tanya Felly tanpa menoleh ke arah Bram.

“Lihat gue, dodol!” Felly pun menoleh dan menghentikan mesin jahitnya.

“Nih, lihat sketsa gue sama Riska! Kita butuh bulu berwarna untuk menghias
sampingnya. Tentor utara yang ada di samping telinga akan gue kasih warna merah dan biru
dengan paduan emas. Untuk pasangan atasnya, gue kasih bulu dengan bentuk helaian daun.
Menyematkan burci di sana dengan bunga mawar yang lo contohkan. Sehingga, bisa serasi
dengan bajunya.”

“Mana ada bulu berwarna-warni?” sela Billy di tengah ia mengggarap tugasnya.

“Makanya itu, Bil. Itulah kendalanya.”

“Tinggal ganti design lain aja!”

“Enak aja lo, tinggal bilang begitu! Nggak! Gue nggak mau terima tentang begituan!
Lo pikir cari ide nggak susah apa? Gue aja ampe debat sama Riska!”

“Iya, iya. Terserah lo, deh! Emang, mau cari bulu di mana? Warna-warni pula! Nyabut
bulu bebek dari peternak bebek?! Belum sampai dicabut, lo bakalan kalang kabut sama
mulutnya tuh bebek!”
“Makanya itu, bantuin pecahin masalahnya kenapa?! Lo jangan ribut sama tuh sandal!
Entar kalau mahkotanya nggak jadi gimana? Kita bakalan pakai jepit biasa? Atau cuma
menghias dengan model rambut?! Nggak etis man!”

“Lo punya ide nggak, Fel?” tanya Riska setelah muak mendengar ocehan kedua
teman laki-lakinya. Felly hanya terdiam. Ia sibuk dengan pikirannya sendiri. Menerawang
entah ke mana. Namun, Bram menyadarkannya dengan getakan dan juga sentuhan senggol ke
lengan Felly yang tengah bersedekap di depan dadanya.

“Lo kenapa, hah?” tanya Bram. Felly menoleh. Lalu, menggeleng.


“Butik mama lo, kira-kira ada nggak, Fel?” tanya Billy. Felly hanya mengangkat bahunya. Ia
tetap memandang benda mentah yang belum jadi yang ada di depannya dengan pikiran yang
serius.

“Mungkin ada. Tapi, tidak bulu yang hewan. Melainkan, bulu baju yang biasa
digunakan oleh orang luar saat musim dingin selain jaket dan sarung tangan.”

“Bukan, Fel. Gue butuh yang hewan.”

“Rok rame dengan remblehan gaun belakang,” gumam Felly mengelus dagunya
frustasi.

“Mahkotanya, kita ganti gimana?” tanya Billy.

“Jangan, gue akan usahakan cari bulunya!” ucap Felly meninggalkan mereka dan
kembali berkutat dengan pekerjaannya.

“Oh, ya Bil! Buatin kalungnya yah…” lanjut Felly setelah ia mengingat sesuatu yang
kurang.

“Kalung tempel?”

“Yah.. kreasikan sendiri dengan burci lo dan juga bunga yang gue buat.”

Billy pun menghempaskan tubuhnya ke kursi kerjanya. Mendengus napas beratnya


dan mengacak rambutnya frustasi. Bram dan Riska tertawa tertahan melihat tingkah Billy.
Sedangkan, Felly tenggelam dalam imajinasi pikirannya. 5 jam mereka mengerjakan
designnya. Saat jam pulang, Felly masih menyegel teman-temannya untuk mengerjakan
tugasnya. Banyak beberapa bagian yang sedikit dirubah. Kebiasaan Felly. Kerja keras tanpa
mengenal waktu. Terkadang, Felly membiarkan temannya kelaparan di jam makan mereka.
Dan hal tersebut berlalu selama 5 hari. Hingga akhirnya, saat sentuhan terakhir hampir
selesai, mereka dikagetkan oleh kabar yang telah didengar oleh Bram. Yah.. temanya adalah
fauna dan flora. Mereka tidak memberikan sentuhan tentang itu.

Mereka hanya menggunakan bahan fauna. Bukan seperti fauna. Mengubah mahkota
mereka? Tidak mungkin. Waktu mengerjakannya akan lama jika menginginkan hasil yang
sempurna. Mereka semua kalang kabut dengan kabar itu. Wajah cemas dan bingung merayap
di wajah mereka. Akan tetapi, Felly bersikap tenang dan datar dengan pikiran yang begitu
serius. Seakan, pikirannya semakin memanas untuk mencocokkan gaun dan
perlengkapannya. Felly berjalan ke arah meja besar. Meja yang biasa mereka gunakan untuk
menyusun sketsa. Dan… di sanalah ide Felly muncul. Sayap. Yah.. sayap elang yang terbuka
lebar. Dengan warna cokelat yang berpadu putih. Kemucing. Yah.. itulah bahan dasarnya.

Bram pun mulai menggambarnya dengan tangan grafitinya. Sedangkan Billy, ke luar
membeli bahan yang dibutuhkan. Riska dan Felly membantu Bram untuk mewujudkan hal
tersebut. Bulu mahkota. Sampai sekarang, mereka belum menemukan bulu tersebut. Mereka
terus berpikir tentang bulu itu. Hingga akhirnya, mereka menemukan solusinya. Yah…
mereka menggunakan bahan kemucing. Mencelupkannya dalam cat, mengeringkannya satu
per satu. Kerena, mereka berpikir. Apabila mereka menggunakan bulu yang sama dengan
sayapnya, gaun tersebut akan bernuansa mati karena warna yang sama. Sedangkan, gaun
yang akan digunakan oleh sang model berwarna color full. Bagaimana tidak, hal tersebut
memiliki kendala tersendiri bagi mereka. Sehingga, mereka harus bekerja lebih ekstra dari
sebelumnya.

Banyak desainer lain yang menertawakan mereka kerena terlihat kuno saat melihat
sematan batiknya. Akan tetapi, mereka belum melihat keseluruhan gaun ciptaan mereka.
Felly bersumpah akan kemenangannya. Baginya, gaun ini adalah gaun inovasi pertama bagi
Felly. Dalam artian, untuk pertama kalinya Felly menciptakan gaun dari sampah.

Dua hari telah mereka lalui dengan kerja super gila. Hingga tiba saatnya, Larissa
berdiri di atas panggung dengan busana paling berbeda. Dengan sentuhan make-up yang
membuat matanya tajam serta lipstik merah dengan polesan bentuk di bibirnya, menambah
seksi bibirnya. Jalan lurusnya, tegakan dagunya, serta goyangan berbaliknya sama dengan
yang Felly ajarkan tanpa ada kesalahan dan merusak pesona ekor gaunnya.
Kalung tempel yang dibuat oleh Billy dengan bahan dasar kain perca dan juga sedikit
sentuhan pernak-perniknya, membuat segalanya terlihat sempurna. Saat Larissa telah
menampilkan show gaun mereka, pengumuman akan gaun terbaik terlontar. Terdengar
jantung mereka berdegup kencang. Berteriak dengan rasa takut dan cemas. Begitu pun
dengan Larissa. Copot!!! Jantung mereka terasa copot saat Felly membelalakkan matanya.
Kaget dan teguncang saat mahkota penghargaan beserta dengan piala dan bingkisan bunga
berada dalam genggamannya. Billy dan Bram menghela napas lega. Sedangkan Riska
berteriak gembira dengan memeluk Felly histeris. Mereka merayakan kemenangan ini.
Inovasi terbaru untuk tim mereka.

Setelah mereka turun dari panggung, mereka menerima wawancara dari beberapa
media sosial yang berebut untuk mendapat jawaban dari Felly tentang batik. Mulai dari
kenapa? Mengapa? Bagaimana? Dan dari mana Felly mendapatkan ide batik yang terkesan
kuno berubah menjadi glamour saat berada di tangan Felly. Felly hanya menjawab bahwa ia
ingin mempertahankan warisan budaya negaranya. Serta, melaksanakan pesan papanya yang
telah meninggal.

“Jagalah negaramu, dan di sanalah kau menjaga hidupmu. Negaramu adalah napasmu.
Negaramu, adalah nyawamu. Dan negaramu adalah cintamu.”

Saat sesi wawancara telah selesai, Felly tengah ditunggu oleh seseorang di ruang sesi
pertemuan. Mereka mendapatkan tawaran untuk desainer butiknya di luar negeri. Bahkan
orang itu nekat memberikan kehidupan layak di sana bila Felly mau menerima tawaran
mereka untuk pergi ke luar negeri setelah lulus SMA. Felly mendiskusikan dengan timnya.
Dan, ia memutuskan untuk pergi bersama-sama dengan teman-temannya. Dengan syarat,
orang itu harus mau menerima design Felly yang selalu tersemat batik di dalamnya tanpa
menghilangkan warisan budayanya. Orang itu setuju dan menandatangani kontrak kerjanya
dengan Felly yang berniat untuk mengenalkan batik pada dunia dan menunjukkan keelokan
negara Indonesia dengan baju rancangannya.

Anda mungkin juga menyukai