Anda di halaman 1dari 4

MENGELOLA KECEMASAN BERKOMUNIKASI

DEFINISI

Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi yang berupa ide atau gagasan individu yang
satu kepada individu lain. Menurut KBBI definisi dari komunikasi adalah pengiriman dan penerimaan pesan
atau berita antara dua orang atau lebih sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Umumnya komunikasi
dapat dibagi menjadi komunikasi lisan dan komunikasi tulisan. Komunikasi terkesan mudah, tetapi pada
penerapannya juga membutuhkan usaha/keterampilan dari masing-masing individu. Penelitian Richmond dan
McCroskey (2009) menyebutkan bahwa 20% siswa menengah atas di Amerika Serikat pernah mengalami
kecemasan berkomunikasi. Siswa dan bahkan mahasiswa di Indonesia juga pernah mengalami kecemasan
berkomunikasi. Sebagai contoh penelitian Dharmayanti (2013) menemukan bahwa dari 75 orang siswa
Sekolah Menengah Kejuruan di Seririt sekitar 56% mengalami kecemasan berkomunikasi.

Kecemasan adalah pengalaman takut yang dialami individu dengan penyebab tidak jelas, dan bersifat
umum. Nevid,Rathus, & Greene (2005) menyebutkan bahwa kecemasan merupakan suatu keadaan khawatir
yang dialami individu terkait dengan bahwa hal buruk yang akan terjadi. Sedangkan, McCroskey (2016)
menyebutkan bahwa kecemasan berkomunikasi (communication apprehension) merupakan istilah yang
mengacu pada kecemasan seseorang terkait dengan komunikasi yang sedang dan akan dilakukan, kondisi
tersebut meliputi komunikasi antar individu ataupun komunikasi individu dengan kelompok (public).
Kecemasan berkomunikasi umumnya dapat terjadi ketika individu berbicara di depan umum ataupun pada
situasi-situasi yang baru dan berbeda (DeVito,2015).

PENYEBAB

McCroskey (2016) menyebutkan bahwa penyebab dari munculnya kecemasan berkomunikasi dapat dibagi
berdasarkan dari jenis kecemasan berkomunikasi yang dialami oleh individu, sebagai berikut :

a. Trait-like communication apprehension


Kecemasan berkomunikasi yang bersifat trait dapat terjadi karena faktor keturunan dan faktor
lingkungan. Faktor keturunan berkaitan dengan genetik dan dapat saja bersifat menetap pada diri
individu. Individu yang mengalami trait-like communication akan mengalami kecemasan
berkomunikasi pada berbagai konteks/situasi yang dialami individu. Penelitian yang dilakukan oleh
McCroskey dan Richmond (1980, dalam McCroskey, 2016) menyebutkan bahwa pembelajaran
berdasarkan lingkungan memiliki dampak yang besar terhadap kecenderungan individu berperilaku.
Contoh anak kecil yang baru belajar meniru perilaku melakukan komunikasi dengan oranglain, apabila
mendapat respon positif maka perilaku tersebut diulangi. Jika individu melakukan komunikasi dan
mendapat respon negatif maka perilaku komunikasi akan dihindari.
b. Situational communication apprehension
Kecemasan berkomunikasi yang bergantung pada situasi yang dialami individu ketika melakukan
komunikasi. Buss (1980) menyebutkan bahwa faktor penyebab kecemasan berkomunikasi pada
konteks situasi yakni hal baru (asing/tidak familiar), situasi formal, penilaian personal individu seperti
status rendah (misalnya karyawan baru harus memimpin rapat para direktur atau pemilik perusahaan),
individu merasa terlalu mencolok, sikap/fokus perhatian yang diberikan oleh audiens (McCroskrey,
2016).

GEJALA

Kecemasan berkomunikasi pasti dialami oleh setiap individu, yang membedakan hal tersebut adalah tingkat
kecemasan yang dialami dan kemampuan mengelola pengalaman kecemasan berkomunikasi yang dialami.
Berdasar teori Nevid,dkk (2005) gejala kecemasan berkomunikasi dapat dikelompokkan sebagai berikut :

a. Gejala fisik yang dialami individu ketika muncul kecemasan berkomunikasi adalah peningkatan reaksi
fisiologis (jantung berdebar dengan sangat kencang), tangan bergetar, pipi yang memerah, dahi terasa
terikat, dan bahu terasa tegang dan kaku.
b. Gejala kognitif yang dialami individu ketika muncul kecemasan berkomunikasi adalah tidak mampu
menghilangkan pikiran mengganggu terutama hal buruk tentang masa depan, selalu khawatir berlebih
tentang berbagai hal, sulit memfokuskan pikiran (sulit berkonsentrasi), rentan mengalami
kebingungan.
c. Gejala perilaku yang dialami individu ketika muncul kecemasan betkomunikasi yakni individu
menunjukkan perilaku menghindari segala sesuatu yang berkaitan dengan sumber kecemasan yang
dirasakan, shock/terguncang/mematung sesaat karena ketidakmampuan mengendalikan pengalaman
kecemasan yang menguasai individu, individu menjadi lebih sensitif/mudah tersinggung/mudah
marah, dan perilaku gelisah meningkat.

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KECEMASAN BERKOMUNKASI

Setiap individu pasti pernah mengalami kecemasan berkomunikasi. DeVito (2015) menyebutkan terdapat
beberapa faktor yang memengaruhi tingakt kecemasan berkomunikasi yang dialami individu, diantaranya
adalah sebagai berikut:

a. Ketika individu merasa dievaluasi/dinilai oleh individu lain maka tingkat kecemasan
berkomunikasi akan meningkat
b. Status rendah yakni ketika individu merasa oranglain memiliki pengalaman yang lebih luas dan
kemampuan komunikasi yang lebih baik maka kecemasan berkomunikasi akan meningkat.
c. Pusat perhatian, ketika individu menjadi pusat perhatian dari seluruh audiens yang hadir. Contoh
ketika individu berbicara di kelompok kecil dua atau tiga orang, akan berbeda dengan individu
ketika berbicara di depan kelas saat presentasi
d. Tingkat ketidaksamaan yakni tingkat ketidaksamaan atau ketidaksetaraan akan berdampak pada
kecemasan individu. Contoh seorang siswa SMA yang melakukan presentasi di hadapan dosen S3
e. Pengalaman sukses dan pengalaman gagal yang pernah dialami oleh individu (pengalaman negatif
bagi individu akan menyebabkan individu menghindari perilaku yang melibatkan komunikasi).
f. Kemampuan berkomunikasi yang minim yakni kurangnya mencari pengalaman dan individu
kurang mengasah kemampuan komunikasi yang dimiliki. Serta diperparah dengan motivasi
internal individu yang rendah untuk meningkatkan kemampuan yang dimiliki.

TIPS MENGELOLA KECEMASAN BERKOMUNIKASI YANG DIMILIKI

Penelitian terkait pengelolaan kecemasan berkomunikasi yang dialami oleh individu sudah banyak dilakukan
di Indonesia. Penelitian tersebut menyasar kemampuan proses berpikir individu dan fokus membentuk
perilaku untuk meminimalkan kecemasan berkomunikasi yang dilakukan. Individu yang mengalami
kecemasan berkomunikasi dapat dikelola dan diminimalisir melalui beberapa hal sebagai berikut:

1. Sumber kecemasan berkomunikasi yang berasal dari situasi yang dihadapi individu misalnya
membawakan materi seminar di hadapan puluhan audiens. Cara untuk mengelola kecemasan tersebut
adalah dengan mempertimbangkan pemilihan kata yang akan digunakan agar lebih santai saat
memaparkan materi/topik pembicaraan, adakan dialog dengan audiens melalui penggunaan kalimat
retoris contohnya “bukankah menyebarkan berita palsu/hoax itu melanggar peraturan perundang-
undangan?”, kalimat retoris akan memicu adanya dialog atau komunikasi dengan audiens yang
menghidupkan situasi saat berbicara dalam kelompok besar (Nurzal,2020)
2. Melakukan olah vokal atau senam wajah agar lebih rileks dan mengurangi salah ucap karena grogi
(pelafalan kata lebih jelas) (Nurzal, 2020)
3. Untuk mengelola kecemasan berkomunikasi yang dialami oleh individu salah satunya dengan bermain
peran (roleplay). Penelitian yang dilakukan oleh Ni Made Swasti Wulanyani, I Made Sudarmaja, dan
Edwin Adrianta Surijah (2008) membuktikan bahwa sekelompok mahasiswa yang mengalami
kecemasan berkomunikasi dan diberikan pelatihan bernain peran. Hasil yang didapatkan adalah ada
penurunan tingkat kecemasan berkomunikasi yang dialami individu
4. Membuat catatan kecil atau rangkuman materi yang akan dipresentasikan
5. Berlatih dan meniru dari model/tokoh yang kita idolakan. Berlatih merujuk pada sumber efikasi diri
menurut bandura yakni pengalaman menguasai sesuatu (efikasi diri adalah keyakinan individu bahwa
dirinya dapat menguasai suatu situasi dan memberikan hasil yang positif (Bandura,1997)). Apabila
individu dapat mengaplikasikan berbagai strategi efektif pada konteks berbeda (misal percakapan
personal, percakapan dalam kelompok kecil, percakapan presentasi di depan kelas, dan bertingkat terus
kesulitannya) agar menjadi perilaku yang konsisten.
6. Meniru model/tokoh merujuk pada individu melihat kesuksesan dan keberhasilan oranglain yang
dijadikan model atau contoh. Jika individu buntu menghadapi tantangan kecemasan berkomunikasi
maka disarankan untuk mencari sumber inspirasi/informasi yang berisi strategi atau cara yang efektif
yang dapat diaplikasikan oleh individu pada situasi yang dihadapi. Proses meniru cenderung akan
berhasil apabila ada kesamaan karakteristik personal antara individu dengan tokoh yang ditiru
(Bandura, 1997).
DAFTAR PUSTAKA

Bandura, A. (1997). Self-efficacy the exercise of control. New York: W.H Freeman and Company
DeVito,Joseph A. (2015). Human communication. London: Sage Publication
Dharmayanti, P. A. (2013). Teknik role playing dalam meningkatkan keterampilan komunikasi interpersonal siswa SMK. Jurnal
Universitas Pendidikan Ganesha, 3 (4), 256-265
McCroskey, J. (2016). An introduction to rhetorical communication: a western cultural perspective 9th ed. New York: Routledge.
Nevid,S.F., Rathus,A.S.,Greene,B. (2005). Psikologi Abnormal Edisi Kelima, Erlangga: Jakarta
Nurzal, Erry Ricardo. (2020). Dikutip dari https://erry-ricardo.com/2020/09/21/tiga-sumber-kekhawatiran-ketika-anda-presentasi-
dan-cara-mengatasinya/#more-1488. Diakses pada 12 Oktober 2021
Richmond, V.P. & McCroskey, J.C. (2009). Implementation of a Systematic Desensitization Program and Classroom Instruction to
Reduce Communication Apprehension in Pharmacy Student. American Journal of Pharmaceutical Education. Vol. 46. 227-234
Wulanyani, N. S., Sudarmaja, I., Laksemi, D. A., & Surijah, E. A. (2008). Role playing method decreases communication anxiety
of medical students. Anima Indonesian Psychological Journal, 23(4), 317-324

Anda mungkin juga menyukai