Kognitif 33419263
Kognitif 33419263
PENDAHULUAN
umum antara lain dapat dilihat dari menurunnya angka kematian ibu dan bayi
serta meningkatnya angka umur harapan hidup. Jumlah usia lanjut pada tahun
2000 adalah 2,28% dan diproyeksikan pada tahun 2020 akan meningkat sebesar
(Kinsella,1993).
Usia lanjut adalah suatu tahap terakhir dari siklus hidup manusia, merupakan
bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat dihindarkan dan akan dialami oleh
setiap individu. Kejadiannya pasti akan dialami oleh semua orang yang dikaruniai
usia panjang, terjadinya tidak bisa dihindari oleh siapapun namun kemunduran
maupun sosial dalam berinteraksi dengan orang lain. Proses menua akan terjadi
secara terus menerus secara alami mulai dari lahir sampai menjadi tua. Proses
1
2
menua bukan suatu penyakit tetapi merupakan proses menurunnya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan internal dan eksternal tubuh ( Miller, 2004).
Pada umumnya warga lanjut usia dapat digolongkan menjadi kondisi menua
dan mengkaji mereka yang dalam keadaan menua patologis yaitu dalam keadaan
abnormal, tidak sehat, dan berpenyakit. Padahal jumlahnya hanya 6-15 persen,
sisanya yang berjumlah 85-94 persen dari populasi lanjut usia yang dalam
keadaan sehat tidak cocok apabila dibandingkan dengan kondisi mereka yang
mencanangkan tahun 1990-an sebagai “ Decade of the Brain “, kini setelah tahun
1990-an, penekanan dekade tersebut adalah pada proses informasi yang cepat
sebagai pola hidup dan bisnis. Dalam lingkungan yang penuh data informasi ini
orang membutuhkan peningkatan potensi dan sumber daya otak. Yang diperlukan
adalah kebugaran fisik dan kebugaran otak ( brain fitness ). Orang harus
mengikuti keadaan jaman, harus berpikir lebih cepat, lebih tajam, lebih efisien,
dan lebih kreatif. Orang harus belajar lebih cepat, lebih dalam, dan lebih luas,
orang tidak boleh dengan mudah mengabaikan dan melupakan sesuatu. Orang
daya otaknya dan orang tersebut akan tersisih dari lingkungannya. Keadaan itu
berlaku pula bagi mereka yang berusia setengah baya dan berusia lanjut
3
( Kusumoputro, 2003 ).
sehingga angka kematian sebelum masa usia lanjut dapat diperkecil dan
sebaliknya mereka yang telah melampaui usia di atas 60 tahun jumlahnya semakin
besar. Pematangan jaringan yang biasanya dipakai sebagai indeks umur biologis.
mempunyai penampilan fisik dan mental berbeda. Untuk tampak awet muda,
proses biologis ini yang dicegah. Dalam Geriatri ( Ilmu Kesehatan Lanjut Usia )
yang dianggap penting adalah usia biologik seseorang bukan usia kronologiknya
( Aswin 2003 ) dimana sering kita melihat seorang muda usia yang kelihatan
sudah tua dan sebaliknya orang yang usianya tua terlihat masih segar bugar
jasmaninya.
asupan nutrisi yang kurang, polusi, serta radikal bebas sangat mempengaruhi
terhadap 10.255 orang lansia di atas usia 75 tahun, menunjukkan bahwa pada
(55%), keseimbangan berdiri (50%), fungsi kognitif pada susunan saraf pusat
4
napas (20%), serta gangguan miksi/ngompol (10%), dari sekian gangguan yang
menurunnya kualitas hidup pada lansia sehingga usia harapan hidup (life
fungsi pada lansia secara fisiologis, hal yang perlu diperhatikan kepada para lansia
Menurunnya fungsi kognitif, gejala ringan adalah mudah lupa dan jika parah
akan menyebabkan kepikunan, sering kali dianggap sebagai masalah biasa dan
merupakan hal yang wajar terjadi pada mereka yang berusia lanjut. Padahal,
penurunan fungsi belahan kanan otak yang berlangsungnya lebih cepat daripada
yang kiri. Tidak heran bila pada para lansia terjadi penurunan berupa kemunduran
daya ingat visual (misalnya, mudah lupa wajah orang), sulit berkonsentrasi, cepat
beralih perhatian. Juga terjadi kelambanan pada tugas motorik sederhana seperti
berlari, mengetuk jari, kelambanan dalam persepsi sensoris serta dalam reaksi
tugas kompleks. Sifat gangguan ini sangat individual, tidak sama tingkatnya satu
5
orang dengan orang lain. Kemunduran yang paling dominan ditemui adalah
Namun, kebanyakan proses lanjut usia ini masih dalam batas-batas normal
berkat proses plastisitas. Proses ini adalah kemampuan sebuah struktur dan fungsi
otak yang terkait untuk tetap berkembang karena stimulasi. Sebab itu, agar tidak
2003 ).
membutuhkan konsentrasi atau atensi, orientasi (tempat, waktu, dan situasi) dan
memori.
kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat usia lanjut
kemampuan akan turun antara 30-50%,( Kusmana, 1992 ).Oleh karena itu, bila
para usia lanjut ingin berolahraga atau meningkatkan kebugaran fisiknya harus
memilih jenis kegiatan olahraga yang sesuai dengan umurnya, dan kemungkinan
Pemberian latihan olahraga pada usia lanjut dimulai dengan intensitas dan
waktu yang ringan kemudian meningkat secara pelahan-lahan serta tidak bersifat
terutama ke organ otak. Hal ini didukung oleh penelitian selama 10 tahun pada
pria usia lanjut berdasarkan data dari Finlandia, Italia dan Belanda oleh B. M. van
intensitas dan durasi aktifitas akan mempercepat proses penurunan fungsi kognitif.
kebugaran fisik secara umum juga dapat dilakukan dengan pelatihan otak yang
Penelitian selama 1 (satu) tahun tentang kaitan latihan fisik terhadap fungsi
kognitif pada kelompok usia beresiko (70-89 tahun) oleh Williamson dan kawan-
penelitian Matthews dan kawan-kawan (2004) dengan latihan Tai Chi pada usia
68-84 tahun (mean rerata 76,6) menunjukan adanya hubungan yang positif.
yaitu dengan melakukan gerakan olahraga atau latihan fisik. Seseorang bukannya
tidak mau bergerak karena tua, tapi menjadi tua karena tidak mau bergerak.
kebugaran fisik secara umum dalam bentuk melakukan senam otak ( Senam
Efek yang lain dengan senam vitalisasi otak para peserta menyatakan bisa
tidur lebih nyenyak, senam ini juga dapat menjaga pikiran tetap segar sehingga
para peserta dapat mempertahankan ingatan, makanya mereka tidak pikun terlebih
mereka yang setiap hari latihan, otomatis sering menghafal gerakan dan otak
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan
mengkaji lebih dalam melalui penelitian dan dipaparkan dalam tesis dengan judul
1. Apakah senam vitalisasi otak tiga kali seminggu selama dua belas
2. Apakah senam lansia tiga kali seminggu selama dua belas minggu dapat
3. Apakah senam vitalisasi otak tiga kali seminggu selama dua belas
Tujuan umum:
Tujuan Khusus
vitalisasi otak tiga kali seminggu selama dua belas minggu pada
lansia tiga kali seminggu selama dua belas minggu pada kelompok
senam lansia tiga kali seminggu selama dua belas minggu dalam
pelayanan kesehatan pada para lanjut usia dengan memberikan informasi dan
sosialisasi senam kebugaran fisik ( senam lansia ) dan senam vitalisasi otak pada
lanjut usia.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Gerontologi
berasal dari kata "Geras" dari bahasa yunani berarti umur tua dan "Logos"
pelajaran atau penjelasan tentang sesuatu. Istilah gerontologi mempunyai arti luas
upaya perbaikan dari perubahan patologi faali pada orang-orang yang berumur
lanjut.
tindakan sehingga orang-orang usia lanjut selama mungkin tetap dalam keadaan
sehat, baik fisik, mental dan sosial sehingga masih berguna bagi masyarakat,
( Darmojo, 1979 ). Pendapat ini di tunjang oleh Takemi (1977) Healthy aging
artinya menjadi tua dalam keadaan sehat yang pertama kali menyatakan”
Gerontology is concend primarily with problem of healthy aging rather than the
preven tion of aging” disini hanyalah mencegah agar proses menua tadi tidak
yang dipengaruhi oleh faktor endogen ( kearah proses menuanya organ tubuh )
Secara pasti seseorang yang memasuki masa umur lanjut akan mengalami
suatu proses alami yang tidak dapat dihindari, berjalan terus-menerus, dan
fisiologis, dan biokimia pada tubuh, sehingga akan memengaruhi fungsi dan
umur.
masih banyak yang berpendapat mengenai hal ini, beberapa pendapat mengenai
a. WHO (1989) menetapkan batasan usia lansia adalah kelompok usia 45-59
usia 60-74 tahun disebut lansia (ederly), umur 75-90 tahun disebut tua
dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
d. Menurut Prof Dr. Ny. Sumiati Ahmad Mohamad Guru Besar pada
manusia sebagai berikut 0-1 tahun masa bayi, 1-6 tahun masa prasekolah,
6-10 tahun masa sekolah, 10-20 tahun masa pubertas, 40-65 tahun masa
( Bandiah S, 2009 ).
13
Dalam penelitian ini batasan usia lanjut yang dipakai sebagai subyek
Semua organ pada proses menua akan mengalami perubahan strktural dan
fisiologis, begitu pula organ otak. Dalam hal perubahan fisiologis sampai
normal dan senility menandakan penuaan yang abnormal, tetapi batasnya masih
tidak jelas. Senility juga dipakai sebagai indikasi gangguan mental yang ringan
pada usia lanjut yang tidak mengalami demensia (Cummings, Benson, 1992).
Proses untuk menjadi tua ini memang sudah dimulai sebelum suatu
kelahiran terjadi, selama manusia hidup, akan terjadi suatu perubahan fungsi dan
struktur sel tubuh manusia. maturitas akan terjadi pada sekitar usia 20 atau 25
tahun. pertumbuhan akan berhenti, dan proses ketuaan akan mulai nampak usia 30
tubuh untuk beradaptasi atau pulih dari suatu rangsangan. Begitu pula orang tua
keadaan sehat (healthy aging). Penuaan dibagi menjadi 2, yaitu (1) penuaan sesuai
kronologis usia (penuaan primer) yang dipengaruhi oleh faktor endogen, dimana
perubahan dimulai dari sel, jaringan, organ dan sistem pada tubuh, (2) penuaan
sekunder yang dipengaruhi oleh faktor eksogen, yaitu lingkungan, sosial budaya/
14
gaya hidup dan lingkungan. Faktor eksogen dapat juga mempengaruhi faktor
Healthy aging akan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu endogenic dan exogenic
factor ( Darmojo , 2009 ). Endogenic factor yang dimulai dengan cellular aging,
lewat tissue dan anatomical aging ke arah proses menuanya organ tubuh. Proses
ini seperti jam yang terus berputar. Sedangkan Exogenic factor, yang dapat dibagi
sosiobudaya yang paling tepat disebut gaya hidup ( life style ). Faktor exogenic
mempercepat jalannya jam waktu tadi, endogenic dan exogenic factors ini
maka bila faktor-faktor tersebut tidak dapat dicegah terjadinya maka orang
Faktor endogenic dan exogenic ini lebih dikenal dengan sebutan faktor
resiko, hubungan antara faktor resiko dengan penyakit degeneratif pada para
lanjut usia dapat lebih jelas dilihat pada gambar menyerupai laba-laba di bawah
Gambar 2.2. Hubungan antara faktor resiko dengan penyakit degeneratif pada
para lanjut usia
Sumber: Darmojo,2009
16
Dalam kaitan dengan proses penuaan, beberapa teori menjelaskan tentang hal
Teori genetik adalah menua telah terprogram secara genetik untuk spesies
tertentu, menua terjadi sebagai akibat dari perubahan biokimia yang diprogram
oleh molekul-molekul atau DNA dan setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi, jam ini akan
menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar. Jadi
menurut konsep ini bila jam itu berhenti akan meninggal dunia meskipun tanpa
dalam waktu yang cukup lama, terjadi kesalahan dalam proses transkripsi maupun
dan akan menyebabkan reaksi metabolisme yang salah sehingga akan mengurangi
fungsional sel, maka akan terjadi kesalahan yang makin banyak sehingga
Salah satu hipotesis yang yang berhubungan dengan mutasi sel somatik
mengakibatkan kerusakan sel dan fungsi sel secara perlahan (Martono, 2000 ).
Teori rusaknya sistem imun tubuh dimana mutasi yang berulang atau
sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi somatik menyebabkan
terjadinya kelainan pada antigen permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan
sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai
permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap
sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya.
(Darmojo,2000).
pula oleh Ballin dan Allen (1989), (dikutip oleh Suhana 1994). Menurut mereka
(Suhana, 1994). Peristiwa menua akibat metabolisme badan sendiri, antara lain
karena kalori yang berlebihan, kurang aktivitas dan sebagainya (Darmojo, 2000).
bebas, dan didalam tubuh jika fagosit pecah, dan sebagai produk sampingan
merusak karena sangat reaktif sehingga dapat bereaksi dengan DNA, protein,
asam lemak tak jenuh, seperti dalam membrane sel dan dengan gugus SH.
Walaupun ada system penangkal namun sebagian radikal bebas tetap lolos,
bahkan makin lanjut usia makin banyak radikal bebas yang terbentuk sehingga
proses pengrusakan terus terjadi, kerusakan organela sel makin lama makin
banyak dan akhirnya sel mati (Oen, 1993).Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak
dapat regenerasi
bebas, kedua sistem imun tubuh, ketiga melalui metabolisme/ makanan dan
aktifitas fisik.
19
exogenic ( Darmojo, 2009 ). yang dapat diartikan sebagai faktor internal dan
fisiologik dan perubahan psikososial pada proses menua makin besar, penurunan
ini akan menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit dimana batas antara
Martono, 2000).
Penurunan anatomik dan fisiologik meliputi sistem otak dan syaraf otak,
pusat.
2009 ).
Pada beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan
psikomotor yang masih wajar, disebut sebagai sifat pelupa benigna akibat
mengulang pertanyaan yang sama atau lupa kejadian yang baru terjadi.
b. Sistem kardiovaskuler
Dinding ventrikel kiri sampai usia 80 tahun menjadi 25% lebih tebal dari
usia 30 tahun, cardiac output turun 40% atau kira-kira kurang dari 1%
pada wanita 116/70 pria 122/76 dan pada umur 60-64 tahun wanita
( Martono, 2009 ).
c. Sistem pernapasan
d. Sistem metabolisme
e. Sistem ekskresi
Berat ginjal pada usia 60 tahun = 250 gr, umur 70 tahun = 230 gr, umur
( Tilarso, 1988 ).
terlihat atropi, aliran darah di ginjal pada usia 75 tahun tinggal sekitar
50% dibanding usia muda tetapi fungsi ginjal dalam keadaan istirahat
tidak terlihat menurun, barulah apabila terjadi stress fisik ginjal tidak
f. Sistem musculoskeletal
Menurut Tilarso ( 1988 ), jumlah sel-sel lurik akan turun 50% pada usia
\80 tahun, berat otot lurik pada 21 tahun = 45% dari berat badan dan
pada 70 tahun = 27% dari berat badan sedangkan pada tulang kecepatan
kehilangan tinggi pada umur 65-74 = 1,5 inch ( 3,7 cm ), umur 85-94 = 3
inch ( 7,5 cm ).
aktifitas juga akibat gangguan metabolic atau denervasi syaraf, hal ini
berakibat sering mudah patah tulang akibat benturan ringan atau spontan
( Martono, 2009 ).
predisposisi yaitu, gangguan memori, cemas dan gangguan tidur yang dapat
faktor biologi, psikologik dan sosial, lansia mengalami kehilangan dan kerusakan
banyak sel-sel saraf pada lobus frontal dan lobus temporal yang berfungsi dalam
marah atau pendiam. Gangguan memori pada depresi sangat berhubungan dengan
cognitif impairment yang terjadi pada lansia. Gangguan tidur dapat terjadi sebagai
sebab atau akibat pada depresi Faktor predisposisi dapat diperberat dengan
perasaan kurang percaya diri, merasa diri menjadi beban orang lain, merasa
rendah diri, putus asa dan dukungan sosial yang kurang. Faktor sosial meliputi
respon stress dan bekerja menghambat aksi stress. Kegiatan sosial adalah kegiatan
ini agar lansia bersangkutan dapat berinteraksi dengan sesama lansia maupun
( Hurlock,1996 ).
Lansia, 2009 ).
Frekuensi kontak sosial dan tingginya integrasi sosial dan keterikatan sosial
dapat mengurangi atau memperberat efek stress pada hipotalamus dan sistim saraf
pusat. Hubungan sosial ini dapat mengurangi kerusakan otak dan efek penuaan
(Zunzunegui et al, 2003). Makin banyaknya jumlah jaringan sosial pada usia
25
beraktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutrisi yang tidak teratur. Hal tersebut
dapat diatasi dengan strategi pencegahan yang diterapkan secara individual pada
usia lanjut yaitu dengan menghentikan merokok, seperti diketahui bahwa merokok
akan menyebabkan berbagai penyakit antara lain PPOM (penyakit paru obstruksi
ada hubungan hipertensi dengan penurunan fungsi kognitif selama 4 tahun follow
yang secara langsung dapat berpengaruh pada proses menua karena penurunan
kemampuan sel, faktor-faktor ini antara lain zat-zat radikal bebas seperti asap
mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen sehingga kulit tampak lebih tua.
26
usia walaupun ada penangkalnya seperti enzim katalase, vitamin C,A,E, namun
demikian radikal bebas ini tetap lolos dan sangat reaktif serta cepat bereaksi
terhadap protein, DNA, dan lemak tak jenuh menyebabkan kanker , semakin usia
Radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil mempunyai
satu elektron atau lebih yang tidak berpasangan diorbit luarnya, molekul ini sangat
reaktif mencari pasangan elektronnya, jika terbentuk dalam tubuh maka akan
terjadi reaksi berantai yang menghasilkan radikal bebas baru dan terus bertambah.
dengan semakin banyaknya sel-sel yang rusak yang pada akhirnya sel tersebut
mati, adanya radikal bebas sel-sel tidak dapat regenerasi.Reaksi antara radikal
2.6 Kognitif
dari proses berfikir. Proses yang dilakukan adalah memperoleh pengetahuan dan
perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan memori. Sebanyak 75% dari
bagian otak besar merupakan area kognitif (Saladin, 2007). Kemampuan kognitif
seseorang berbeda dengan orang lain, dari hasil penelitian diketahuai bahwa
kemunduran sub sistem yang membangun proses memori dan belajar mengalami
tingkat kemunduran yang tidak sama. Memori merupakan proses yang rumit
bertambahnya usia, kurang dari 3% terjadi pada kelompok usia 65-75 tahun dan
lebih dari 25% terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas (WHO, 1998).
diteruskan oleh sensory register yang dipengaruhi oleh perhatian (attention), ini
merupakan bagian dari proses input. Setelah itu informasi akan diterima dan
masuk dalam ingatan jangka pendek (short term memory), bila menarik perhatian
28
dan minat maka akan disimpan dalam ingatan jangka panjang (long term
(Ellis, 1993).
bertambahnya usia adalah fungsi memori (daya ingat) berupa kemunduran dalam
memory). Penurunan fungsi memori secara linier itu terjadi pada kemampuan
Black,1992).
Perubahan atau gangguan memori pada penuaan otak hanya terjadi pada
aspek tertentu, sebagai contoh, memori primer (memori jangka pendek/ Short
Dari sebuah penelitian pada orang dengan kognisi normal berusia 62-100
disimpulkan bahwa MCI merupakan keadaan transisi antara kognitif normal dan
subjek MCI mempunyai gangguan memori sesuai usia dan pendidikan tetapi tidak
ada demensia, sehingga diagnosis MCI dibuat pada pasien dengan kriteria berikut:
(a) ada keluhan memori, (b) aktifitas hidup sehari-hari normal, (c) fungsi kognisi
umum normal, (d) memori abnormal untuk usia, (e) tidak ada demensia.
(severity), gangguan fungsi dapat dibagi 3 yaitu : a) tidak ada gangguan fungsi
Sepersepuluh atau sebanyak 100 miliar sel otak tersebut adalah sel otak aktif
sementara sisanya adalah sel pendukung. Di dalam setiap sel otak (neuron)
memiliki cabang-cabang yang disebut dendrit. Setiap cabang besar dan panjang
yang dinamakan akson yang berfungsi sebagai jalan keluar utama dalam
oleh jumlah sel otak yang dimiliki, kecerdasan seseorang juga ditentukan oleh
seberapa banyak koneksi yang biasanya terjadi diantara masing-masing sel otak
(neuron) kemungkinan koneksi yang dapat terjadi antara setiap sel otak mulai dari
seseorang, bagaimana cara kita untuk menambah jumlah koneksi antar sel otak
dengan cara menggunakan dan melatih otak sesering mungkin. Semakin sering
intelektual secara fisiologis, kemunduran dapat berupa mudah lupa sampai pada
Otak manusia bukan terdiri dari gumpalan protein utuh, tetapi terdiri dari
berbagai bagian yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu, otak terdiri dari
otak besar (serebrum) dengan dua belahan (hemisfer) otak kanan dan kiri yang
yang lain, batang otak (brain stem) dan otak kecil (serebelum). Otak besar diliputi
pada permukaannya oleh kulit otak (kortek serebri) yang dikenal sebagai “
thinking cup “ atau “ kopiah pintar “ karena memang di tempat itulah tersimpan
otak ), pusat perabaan di lobus postsentral (atas otak), pusat penghidu di bagian
lobus temporalis, pusat pergerakan berada di lobus presentral (atas otak). Pusat-
masuk.
Sumber daya otak akan meningkat atau dengan kata lain kemampuan
kognitif akan bertambah secara optimal apabila bagian-bagian sensoris dan area
memberi alasan serta penghayatan tentang kedua sisi otak dan tubuh (Ayres,
1979).
seperti perhatian atau konsentrasi berada di lobus frontalis (di bagian dahi)
terutama bagian otak sisi kanan, pusat berbahasa di lobus frontalis dan temporalis
terutama bagian otak sisi kiri, pusat visuospasial (persepsi dan orientasi) di lobus
parietal (di bagian atas otak) terutama bagian otak sisi kanan, pusat daya ingat di
lobus temporalis (di bagian pelipis otak), untuk daya ingat visual (apa yang
Lobus yang paling besar dan paling akhir berkembang adalah lobus frontalis
yang berada di daerah dahi, lobus ini merupakan pusat integrasi dari semua fungsi
lobus yang ada. Bersama dengan bagian lobus yang ada di depannya, lobus
prefrontal dan struktur lain mempunyai peran yang sangat penting dalam
yang berada di dalam otak yang disebut system limbic dan berpengaruh terhadap
kemampuan emosional.
Kedua belahan otak (hemisfer kanan dan kiri) disekat oleh sebuah struktur
sel-sel otak di kulit permukaan kedua belahan otak (korteks serebri) saling
dihubungkan langsung oleh serabut saraf melalui korpus kalosum ini. Struktur ini
merupakan sarana untuk kerjasama kedua belah hemisfer dengan cara peralihan,
pergeseran dan integrasi fungsi kedua belahan otak dan struktur ini begitu
33
daya otak, fungsinya menyalurkan stimulus dari belahan otak kanan ke kiri dan
sebaliknya.
manusia merupakan fungsi dari korpus kalosum), hal ini dibenarkan karena
korpus kalosum mengintegrasikan pola pikir analitis (belahan otak kiri) dengan
pola pikir intuitif (belahan otak kanan) dan mengintegrasikan setiap struktur
behavior) dan kebudayaan manusia (human culture) yang merupakan fungsi dari
perilaku manusia.
hemisfer ini merupakan pusat kecakapan hidup (life skills) yang berarti
Pengkajian dan penelitian otak pada era pasca 1960 membuktikan hal yang
lain, bahkan sebaliknya. Perkembangan otak menjadi tua terbukti dapat berlanjut
terus sampai usia berapapun kalau saja otak memperoleh stimulasi yang terus
menerus, baik secara fisik dan mental ( Kusumoputro, 2003 ). Hal ini disebut
juga kemampuan plastisitas otak yang terjadi juga pada usia lanjut. Walaupun
34
jumlah sel-sel otak berkurang setiap hari dengan beberapa puluh ribu sehari, tetapi
pengurangan ini tidak bermakna bila dibandingkan jumlah sel yang masih ada
dampaknya sumber daya otak dan kemampuan kognitif usia lanjut dapat terus
berkembang.
Proses menua sehat (normal aging) secara fisiologi juga terjadi kemunduran
memori kerja (working memory) yang amat berperan dalam aktifitas hidup sehari-
hari, hal ini menjelaskan mengapa pada sebagian lanjut usia menjadi pelupa.
Selain itu fungsi belahan otak sisi kanan (right brain) sebagai pusat
intelegensi dasar akan mengalami kemunduran lebih cepat daripada belahan otak
sisi kiri (left brain) sebagai pusat inteligensi kristal yang memantau pengetahuan.
Dampak dari kemunduran belahan otak sisi kanan pada lanjut usia antara lain
Tabel 2.1
Kemampuan hemisfer kanan dan kiri (Burns,1985 )
otak menjadi tua terjadi kemunduran fungsi hemisfer kanan lebih cepat daripada
hemisfer kiri maka mereka akan mengalami hambatan kemampuan vital seperti
tersebut di atas.
suatu tes skreening yang valid terhadap gangguan kognitif. Tes tersebut
diperkenalkan oleh Folstein pada tahun 1975 dan telah banyak digunakan di
(Dahlan, 1999).
36
standar status mental yang berfungsi untuk membedakan gangguan organik dan
fungsional pada pasien kejiwaan. Pengalaman penggunaan uji ini telah meningkat
pada beberapa bidang yaitu waktu dan tempat tes, mengulangi kata, aritmatika,
Penilaian mini mental status terdiri atas dua bagian, bagian pertama
merupakan respon fokal meliputi pemeriksaan orientasi, daya ingat dan perhatian
dengan jumlah skor 21. Bagian kedua meliputi kemampuan untuk menyebutkan
Skor maksimal seluruhnya adalah 30 (tiga puluh), Pemeriksaan status mini mental
telah diuji oleh National Institute of Mental Health USA, terdapat korelasi yang
baik dengan nilai IQ pada RAIS ( TVechsler Adult Intelegence Scale) dan CT
Scan otak dan elektro enselografi dengan sensitivitas 87% dan spesifisitas 82%
Interpretasi tes adalah jika skor lebih atau sama dengan 25-30 poin berarti
gangguan intelektual total (0-10 poin). Poin yang sangat rendah mengindikasikan
rendahnya skor MMSE terlihat pada tabel 2.2. Terdapatnya masalah fisik murni
Nilai skor dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti jenis kelamin, usia, dan
tingkat pendidikan. Berbagai faktor bias lain yang dapat mempengaruhi hasil tes
adalah status pernikahan dan pekerjaan yang pernah dialaminya, sikap kooperatif
dari pasien, masalah bahasa, dan operasional saat melakukan tes. Selain itu
pada otak akibat bertambahnya usia antara lain fungsi penyimpanan informasi
dalam waktu lebih dari lima tahun akan mengalami penurunan fungsi kognitif dua
kali lebih sering dibandingkan laki-laki yang telah menikah, atau hidup dengan
terutama saat mengalami tekanan emosi baik stress maupun gejala depresi yang
fungsi kognitifnya, dimana pekerjaan yang terus menerus melatih kapasitas otak
mental kognitif seringkali tidak dikenali profesional kesehatan karena sering tidak
dilakukan pengujian status mental secara rutin. Diperkirakan 30% sampai 80%
lanjut usia yang mengalami demensia tidak terdiagnosis oleh dokter, melainkan
mental mini antara lain: a) tes orientasi (orientation) untuk menilai kesadaran dan
daya ingat, b) tes registrasi (registration) untuk menilai fungsi memori, c) tes
meliputi tes menyebutkan nama benda (naming) dan tes mengulangi kalimat
perintah bertahap. Tes menulis kalimat spontan dan menyalin gambar pentagon,
Interpretasi tes adalah; 1)skor 25-30 poin berarti normal (intak). 2)skor 20-25 poin
gangguan sedang. 3) skor 10-20 gangguan berat. 4) skor 0-10 poin gangguan
intelektual total.
adaptasi jaringan neuron saraf terjadi setelah 4-6 minggu dimana hubungan antara
latihan fisik dengan fungsi kognitif terjadi melalui kontraksi otot yang akan
memberikan pengaruh pada otak melalui jalur muscle spindle, adanya suatu
rangsangan yang terjadi pada golgi tendon organ akan diteruskan ke central
nervus system melalui jaras-jaras. Jaras-jaras ini yang menerima informasi berupa
proprioseptik, dan lain-lain akan diproses dan diintegrasikan pada semua tingkat
sistem saraf, menurut Suhartono, 2005 dalam waktu singkat kurang lebih 150
mikro detik akan terbentuk suatu respon yang benar dan disimpan di otak.
sub cortical dan disimpan oleh bagian memori yaitu corpus amigdale
yang pendek / short term memory dilakukan secara berulang-ulang sehingga akan
berarti dan masih memiliki cadangan tenaga untuk menikmati waktu senggangnya
bahwa latihan olah raga yang teratur pada populasi usia lanjut masih
organ lain ( Williamson,1985). Hanya saja intensitas dan jenis latihan harus
orang tua akan berbeda dengan dewasa muda. Beban awal diberikan lebih ringan,
harus lebih lambat. Anjuran latihan yang diberikan juga harus disesuaikan dengan
lansia yang akan melakukan program latihan harus dilakukan evaluasi medis.
kekuatan otot dan daya tahan otot, (3) Meningkatkan atau mempertahankan
dan kegairahan hidup, (5) Meningkatkan kontrol berat badan dan makanan, (6)
cepat lelah, tulang dan tendo degenerasi, gangguan koordinasi neuromuskuler dan
orang tua harus lebih rendah. Program latihan dimulai dengan beban yang rendah
(ringan) misalnya untuk usia 60 tahun, beban dapat dimulai dengan 2-3 METs
(misalnya berjalan kaki 2-3 mph = 3,2- 4,8 Km/jam ) Intensitas dipertahankan
lama baru ditingkatkan misalnya 50-70% VO2 max. Smith dan Giligan
menetapkan 40-70% karena orang tua kurang cepat adaptasi dan menurun
angsur (meningkat/menurun ) jadi orang tua harus lebih lama pemanasan dan
Orang tua berlatih tidak untuk menjadi atlet yang dipentingkan adalah
peningkatan/perbaikan secara faali dan psikologis. Hal ini dapat dicapai dengan
Bagi mereka yang berusia lebih dari 60 tahun, selain melatih otak perlu
komponen dasar kesegaran jasmani yang terdiri atas (1) ketahanan jantung,
peredaran darah dan pernapasan, (2) ketahanan otot, (3) kekuatan otot serta
kekuatan otot rangka dan kelenturan, keseimbangan dan koordinasi gerak serta
kelincahan
panjang dapat meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani secara utuh, kesehatan
organ tubuh seperti jantung yang akan lancar memompa darah sehingga mampu
hubungan antara aktifitas fisik dengan fungsi kognitif yaitu aktifitas fisik menjaga
dan menjamin perfusi jaringan otak yang kuat, efek langsung terhadap otak yaitu
Pada prinsipnya dasar latihan otak adalah ingin agar otak tetap bugar dan
mencegah kepikunan. Salah satu cara menjaga kebugaran otak adalah dengan
oleh Markam 2006 berdasarkan ide dari Adre Mayza, bekerjasama dengan Herry
44
Pujiastuti ahli fisioterapi yang gerakan-gerakannya didasari oleh gerakan silat dan
tarian di Indonesia, senam ini disusun terutama untuk para usia lanjut, oleh karena
meningkatkan frekuensi jantung dan tekanan darah, senam ini juga dapat
latihan ini merupakan penyelarasan fungsi gerak, pernapasan, dan pusat berpikir
otak tidak hanya melibatkan pusat-pusat gerakan otot-otot tertentu di otak dengan
korpus kalosum tetapi juga melibatkan beberapa pusat yang lebih tinggi di otak.
merangsang kerjasama antar belahan otak dan antar bagian-bagian otak yang
diikuti dengan bertambahnya aliran darah ke dalam otak, gerakan yang dilakukan
juga lambat sehingga tidak akan membebani kerja jantung dan dapat disesuaikan
dengan pernapasan dimana dengan napas yang lebih dalam oksigen dari udara
rupa dengan memperhatikan konsep dan kaidah anatomi dan fisiologi otak
1. Lambat
gerak otot, gerak pernapasan, dan metabolisme pada bagian-bagian otak yang
terstimulasi, gerakan yang lambat tidak member beban berat pada jantung
Diupayakan sistematika gerak dari arah tubuh bagian bawah terus ke tubuh
bagian atas dengan tujuan untuk melatih bagian otot-otot yang lebih kecil
sampai otot yang lebih besar, hal ini dilakukan agar gangguan-gangguan
terutama pada gerakan halus dan gerakan kasar yang sering terjadi pada orang
3. Berulang-ulang
proprioseptif/rasa sendi)
Setiap gerakan yang dilakukan senantiasa melibatkan pandangan mata, hal ini
ruang)
Gerakan harus dilakukan sampai batas maksimal sendi karena latihan ini juga
6. Melibatkan pernapasan
Pernapasan senantiasa dilakukan secara teratur pada setiap gerakan, hal ini
penting guna mencapai upaya oksigenasi yang optimal menuju otak karena
7. Diresapi
ini berguna un tuk mencapai harmonisasi antara gerak (otot dan sendi), otak,
dan emosi karena tujuan akhir dari latihan ini adalah tercapainya
2. Melatih konsentrasi.
3. Maelatih visuo-spasial.
4. Meningkatkan keseimbangan.
5. Meningkatkan koordinasi.
7. Melatih pernapasan.
nusantara Latihan inti 1 : tapak menyusur, menata jejak, langkah pasti, rengkuhan,
Senam lansia serangkaian gerak dengan nada yang teratur dan terarah serta
terencana yang diikuti oleh orang yang berusia diatas 60 tahun. Keuntungan utama
senam ini adalah melatih fisik, fokusnya utama pada kekuatan tulang, melibatkan
dari latihan pemanasan, latihan inti dan diikuti dengan latihan pendinginan.
Gerakan 1
Gerakan 2
tangan di depan, lalu tarik tangan di belakang dan tepukkan tangan diatas pinggang
Gerakan 3
Tumpuan tumit kaki bergantian, langkahkan kaki kanan ke depan dengan bertumpu
pada tumit, angkat telapak kaki. Kaki kiri lurus ke belakang, ayun tangan ke atas
seiring gerakan kaki. Lakukan bergantian untuk kaki kiri dan kanan.
Gerakan 4
Kaki ke belakang diikuti gerakan tangan. Tarik kaki kanan ke belakang secara
ringan. Diikuti gerakan kedua tangan ditarik ke belakang. Gerakan ini juga dapat
Gerakan 5
Kaki ke depan, tangan tarik keatas. Langkahkan kaki kanan ke depan dengan
ringan, kaki kiri lurus ke belakang. Tarik tangan kanan keatas dengan gerakan
seperti mengambil air dimulai dari bawah, tangan kiri letakkan di belakang
Gerakan 6
Melangkah pelan. Tarik kaki kiri untuk maju dengan posisi jalan pelan-pelan
sambil diikuti kaki kanan. Ayunkan tangan seirama gerakan kaki yang berjalan
ringan.
Gerakan 7
Mundur, buka dan silang. Selanjutnya, lakukan gerakan kaki kiri mundur ke
belakang, lalu buka ke samping dan silangkan. Saat kaki kiri dibuka ke samping,
Gerakan 8
Jalan ke samping. Langkahkan kaki menyilang ke samping badan kanan atau kiri
penyeimbang.
Gerakan 9
Kaki melangkah maju mundur. Kaki kanan melakukan gerakan silang ke depan,
kaki kiri tarik mundur ke belakang dengan posisi agak ditekuk. Kedua tangan tarik
secara bergantian.
50
BAB III
berikut, bahwa proses menua sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan
fisiologik dan perubahan psikososial pada proses menua makin besar, penurunan
ini akan menyebabkan lebih mudah timbulnya penyakit dimana batas antara
2009).
Penurunan anatomik dan fisiologik meliputi sistem otak dan saraf otak,
degeneratif.
Pada beberapa penderita tua terjadi penurunan daya ingat dan gangguan
psikomotor yang masih wajar, disebut sebagai sifat pelupa benigna keadaan ini
oleh keluarga atau teman karena sering mengulang pertanyaan yang sama atau
lupa kejadian yang baru terjadi. Perlu observasi beberapa bulan untuk
predisposisi yaitu, gangguan memori, cemas dan gangguan tidur yang dapat
mempengaruhi proses ketuaan dengan adanya depresi pada lansia. Depresi pada
lansia merupakan interaksi faktor biologi, psikologik dan sosial, lansia mengalami
kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel saraf pada lobus frontal dan lobus
diri, merasa diri menjadi beban orang lain, merasa rendah diri, putus asa dan
Faktor eksternal yang berpengaruh pada percepatan proses menua antara lain
beraktifitas fisik, perokok, kurang tidur dan nutrisi yang tidak teratur, hal tersebut
dapat diatasi dengan strategi pencegahan yang diterapkan secara individual pada
usia lanjut yaitu dengan menghentikan merokok, seperti diketahui bahwa merokok
akan menyebabkan berbagai penyakit antara lain PPOM (penyakit paru obstruksi
yang secara langsung dapat berpengaruh pada proses penuaan karena penurunan
kemampuan sel, faktor-faktor ini antara lain zat-zat radikal bebas seperti asap
mengakibatkan perubahan pigmen dan kolagen sehingga kulit tampak lebih tua.
dalam jangka waktu tertentu dapat memperpendek usia, semakin usia lanjut
Karena pada proses menua tingkat kesegaran jasmani akan turun, semakin
terlihat setelah usia 40 tahun, sehingga usia lanjut kemampuan akan turun 30-
50%, (Kusmana, 1992 ), maka untuk memperoleh kesegaran jasmani yang baik,
lansia harus melatih semua komponen dasar kesegaran jasmani yang terdiri dari
serta kelenturan tubuh dengan cara melakukan olahraga yang disesuaikan dengan
fisiologis, psikologis dan sosial. Salah satu olahraga yang dianjurkan adalah
Senam atau latihan vitalisasi otak mempunyai perinsip dasar agar otak tetap
senam vitalisasi otak diharapkan fungsi kognitif pada lansia dapat lebih baik lagi
dengan meningkatnya kerja pada belahan kanan otak. Kelebihan senam ini adalah
Sedangkan pada senam lansia adalah latihan kebugaran jasmani bagi mereka
yang berusia lebih dari 60 tahun. Keuntungan utama senam ini adalah melatih
fisik, fokusnya utama pada kekuatan tulang, melibatkan otot-otot besar dan
fisik dengan fungsi kognitif yaitu aktifitas fisik menjaga dan mengatur
jaringan otak, efek langsung terhadap otak yaitu memelihara struktur saraf dan
2004 ).
Seperti diketahui pada lansia seiring dengan berjalannya waktu, akan terjadi
penurunan berbagai fungsi organ tubuh termasuk penurunan fungsi kognitif pada
susunan saraf pusat sebesar 45% ( penelitian di Inggris ), penurunan ini dapat
Gangguan memori pada penuaan otak hanya terjadi pada aspek tertentu,
penambahan usia.
Kerangka konsep pada penelitian ini adalah apakah dengan senam vitalisasi
otak akan lebih efektif dalam meningkatkan fungsi kognitif pada lansia.
Kemunduran Kognitif
3.2 Hipotesis
Berdasarkan pembahasan pada dasar teori, maka hipotesis yang akan diajukan
dalam penelitian ini adalah;
1. Senam vitalisasi otak meningkatkan fungsi kognitif kelompok lansia
2. Senam lansia meningkatkan fungsi kognitif kelompok lansia
3. Senam vitalisasi otak lebih meningkatkan fungsi kognitif kelompok
lansia daripada senam lansia
55
BAB IV
METODE PENELITIAN
yang digunakan menurut Bakta (1997), adalah randomise pre and post test
group design.
P1
O1 O2
P S R
P2
O3 O4
Keterangan;
P = Populasi
S = Sampel
R = Randomisasi
P1 = Perlakuan dengan senam vitalisasi otak
O1 = Pre tes kelompok perlakuan dengan senam vitalisasi otak
O2 = Post tes kelompok perlakuan dengan senam vitalisasi otak
P2 = Perlakuan dengan senam lansia
O3 = Pre tes kelompok perlakuan dengan senam lansia
O4 = Post tes kelompok perlakuan dengan senam lansia
56
Propinsi Banten
lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Dinas Sosial Propinsi
Banten.
Populasi terjangkau adalah lansia usia dari 60-74 tahun,WHO (1989)yang berada
4.3.2 Sampel
6. Responden kooperatif
berturut-turut atau lebih dari 3x total sehingga tidak dapat mencukupi frekuensi
latihan selama waktu penelitian yang telah ditentukan yaitu 3x per minggu selama
12 minggu.
2 σ2
n = ----------------- X ƒ (α,β )
(µ2 - µ1)2
Keterangan :
n = Jumlah Subyek
= Simpang baku
= Tingkat kesalahan I /Significance Level (ditetapkan 0,05)
diperoleh data pada sampel kelompok perlakuan µ1= 16,6 dan σ = 1,411 rerata
maka didapatkan nilai 21,8 yang dibulatkan menjadi 22. Untuk mencegah
59
kekurangan sampel akibat gugur, maka sampel ditambah menjadi 27. Penelitian
Sampel penetilian ini adalah para lanjut usia yang memenuhi syarat
mendapatkan jumlah sampel. Sampel yang dipilih dibagi menjadi dua kelompok,
diberikan senam vitalisasi otak dan senam lansia sebagai kelompok perlakuan
Variabel yang akan diukur yaitu kemampuan fungsi kognitif pada lansia
setelah perlakuan.
kemampuan kognitif
Variabel kontrol
-Umur
-pendidikan
-kegiatan sosial
1. Lansia adalah golongan lanjut usia, adalah suatu tahap terakhir dari siklus
hidup manusia, merupakan bagian dari proses kehidupan yang tidak dapat
dihindarkan oleh setiap individu. Kejadiannya pasti akan dialami oleh semua
berbagai fungsi organ tubuh termasuk fungsi cognitif Penurunan fungsi ini
berkurangnya aktivita fisik. namun kemunduran fungsi pada usia lanjut dapat
dihambat.
Menurunnya fungsi kognitif, gejala ringan adalah mudah lupa dan jika parah
akan menyebabkan kepikunan, sering kali dianggap sebagai masalah biasa dan
merupakan hal yang wajar terjadi pada mereka yang berusia lanjut(Sulianti,
2000).
2. Umur adalah usia dalam tahun berdasarkan tanggal bulan kelahiran yang
mengacu pada batasan usia lanjut menurut WHO (1989) disebut sebagai
61
sejalan bertambahnya usia, kurang dari 3% terjadi pada kelompok usia 65-75
tahun dan lebih dari 25% terjadi pada kelompok usia 85 tahun ke atas (WHO,
menunjukkan bahwa latihan olah raga yang teratur pada populasi usia lanjut
terjadi pada otak akibat bertambahnya usia antara lain fungsi penyimpanan
lansia yang tak pernah mengenyam pendidikan formal mencapai 58%, 23%
tidak tamat SD, 13,5% lulus SD, sisanya berpendidikan lebih tinggi dari SLTP,
tes kognitifnya.
dan lain-lain sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi makin
Frekuensi kontak sosial dan tingginya integrasi sosial dan keterikatan sosial
dapat mengurangi atau memperberat efek stress pada hipotalamus dan sistim
saraf pusat. Hubungan sosial ini dapat mengurangi kerusakan otak dan efek
nilai ukur. Interpretasi tes adalah jika skor lebih atau sama dengan 25-30 poin
poin), gangguan intelektual total (0-10 poin). Poin yang sangat rendah
MMSE adalah serangkaian uji khusus untuk pemeriksaan standar status mental
masalah pada beberapa bidang yaitu waktu dan tempat tes, mengulangi kata,
Tes status mini mental terdiri atas dua bagian, bagian pertama merupakan
respon fokal meliputi pemeriksaan orientasi, daya ingat dan perhatian dengan
jumlah skor 21. Bagian kedua meliputi kemampuan untuk menyebutkan nama,
telah diuji oleh National Institute of Mental Health USA, terdapat korelasi yang
baik dengan nilai IQ pada RAIS ( TVechsler Adult Intelegence Scale) dan CT
64
Scan otak dan elektro enselografi dengan sensitivitas 87% dan spesifisitasnya
tertentu di otak dengan korpus kalosum tetapi juga melibatkan beberapa pusat
yang lebih tinggi di otak yang bertujuan untuk upaya stimulasi otak, melatih
emosi yang diperuntukkan untuk para lanjut usia, dengan gerakan yang lambat
( Markam, 2005 ) dengan dosis terdiri dari : frekwensi 1minggu 3x. intensitas
dari :1 Pemanasan dilakukan selama 5-7 menit.2. Latihan inti 10-15 menit. 3
bulan.
7. Senam lansia adalah latihan kebugaran jasmani bagi mereka yang berusia lebih
dari 60 tahun. Keuntungan utama senam ini adalah melatih fisik, fokusnya
70% x HR max(220- umur). Time 20-30 menit. Terdiri dari Latihan pemanasan
5-7 menit Latihan inti 10-15 menit, latihan pendinginan 5-7 menit. Pelaksanaan
Bahan dan alat yang digunakan pada penelitian ini antara lain;
1. formulir MMSE untuk mengukur fungsi kognitif lansia pre dan post
perlakuan
penelitian;
66
penelitian
kegiatan senam
kegiatan senam
skrining/vital sign untuk kriteria inklusi dan esklusi setelah lulus dari
mengikuti penelitian
sampling
( BPS).
senam terdiri dari pemanasan 5-7 menit, Latihan inti 10-15 menit dan
terjadi setelah 4-6 minggu tapi post test MMSE dilakukan tiap 2 minggu
kognitif
software
69
10. Dari hasil analisis data dibuat kesimpulan hasil dan dilanjutkan dengan
penyusunan tesis
12 minggu
POPULASI
TEST AWAL
Kelompok I Kelompok II
TES AKHIR
Analisis Data
Penyusunan tesis
sosial.
2. Uji normalitas data dengan Saphiro Wilk Test, bertujuan untuk mengetahui
yang digunakan adalah α = 0,05. Jika hasilnya p > 0,05 maka dikatakan
bahwa data berdistribusi normal dan apabila p < 0,05 menunjukkan bahwa
hasilnya p > 0,05 maka data homogen dan apabila p < 0,05 berarti data
tidak homogen.
4. Uji komparasi nilai MMSE sebelum dan setelah perlakuan pada masing-
digunakan uji non parametrik (wilcoxont -test). Uji ini bertujuan untuk
0,05. Jika hasilnya p > 0,05, maka Ho diterima dan Ha ditolak (hipotesis
5. Uji komparasi data nilai MMSE sebelum dan setelah perlakuan antara
tidak normal digunakan uji non parametrik Mann-Whitney U test. Uji ini
sebelum dan sesudah pelatihan antar kelompok I dan kelompok II. Uji ini
adalah α = 0,05. Jika hasilnya p > 0,05 maka Ho diterima atau Ha ditolak
(hipotesis penelitian ditolak atau tidak ada perbedaan yang signifikan) dan
BAB V
HASIL PENELITIAN
group design.
digunakan untuk mengukur kognitif awal dan setiap dua minggu untuk melihat
Banten, Pelaksanaan selama 12 minggu, mulai bulan Juli 2010 sampai bulan
vitalisasi otak dan 27 orang yang melakukan senam lansia, Usia subyek 60-74
mengenai tujuan penelitian dan pengaruh dari pelatihan senam viatlisasi otak dan
senam lansia hubungannya dengan fungsi kognitif. Sampel terpilih diberikan form
informed consent untuk ditandatangani atau di cap jari dengan demikian yang
dan bersedia untuk menjadi sampel penelitian. Subyek diberikan program latihan
dengan dua metode senam yang berbeda. Pada Kelompok Perlakuan I diberikan
dan kemudian dilakukan pengukuran test untuk menentukan dan mencatat data
akhir.
kelompok senam vitalisasi otak dan kelompok senam lansia antara lain: usia,
Tabel 5.1
Karakteristik Lansia yang Melakukan Senam Vitalisasi Otak dan
Senam Lansia Berdasarkan Usia
Pada tabel 5.1. di atas diketahui bahwa lansia yang melakukan senam vitalisasi
otak pada kelompok I memiliki rentang umur antara 60 hingga 74 tahun, dengan
rerata umur 65,96 tahun dan standar deviasi 4,80 tahun. Sedangkan Kelompok II
memiliki rentang umur antara 60 hingga 74 tahun, dengan rerata umur 67,04
tahun dan standar deviasi 4,57 tahun. artinya sebagian besar lansia yang
melakukan senam vitalisasi otak dan senam lansia berumur lebih dari 65 tahun.
Hal ini menunjukkan bahwa usia bukan merupakan hambatan lansia untuk tetap
Tabel 5.2
Karakteristik Lansia yang Melakukan Senam Vitalisasi Otak dan
Senam Lansia Berdasarkan Pendidikan
Kelompok I Kelompok II
2. SD 8 29,63% 11 40,74
4. SMA - - 2 7,41
orang atau 48,15%. Juga diketahui bahwa tidak ada lansia yang melanjutkan
pendidikan SMP sebanyak 3 orang atau 11,11%, dan pendidikan SMU sebanyak 2
orang atau 7,41%. disimpulkan bahwa secara rata-rata dapat dikatakan bahwa
Tabel 5.3
Karakteristik Lansia yang Melakukan Senam Vitalisasi Otak dan
Senam Lansia Berdasarkan yang Ikut Kegiatan Sosial
Kelompok I Kelompok II
Pada tabel 5.3 lansia yang mengikuti kegiatan kejar paket A pada kelompok
orang atau 40,74% dan pengajian 25 orang atau 92,59%. Sedangkan pada
atau 29,63%, Robana 8 orang atau 29,63% dan pengajian 24 orang atau 88,89%.
orang atau 59,26% dan pengajian 2 orang atau 7,41%. Sedangkan pada kelompok
70,37%, Robana 19 orang atau 70,37% dan pengajian 3 orang atau 11,11%.
dilakukan uji normalitas dan homogenitas data hasil test MMSE sebelum dan
77
sesudah pelatihan. Untuk semua variabel, baik variabel bebas, maupun variabel
tergantung pada kelompok perlakuan I dan II, penguji melakukan uji normalitas
Tabel 5.4
Keputusan Uji Normalitas Data dan Homogenitas Data Nilai MMSE
Pada tabel 5.4 diperlihatkan bahwa hasil uji normalitas (Saphiro Wilk-
Test). Dengan mengambil nilai α= 0,05 maka untuk MMSE pada kelompok I
normal. Pada kelompok II sebelum pelatihan nilai p= 0,228 (p>0,05) atau data
berdistribusi tidak normal. Adapun data selisih MMSE sebelum dan sesudah
normal, dan pada kelompok II p = 0,240 (p>0,05) atau data berdistribusi normal.
menunjukkan nilai p lebih besar dari α=0,05 (p > 0,05), yang berarti tidak terdapat
78
perbedaan nilai varians MMSE sebelum dan sesudah Perlakuan serta selisihnya
Berdasarkan hasil uji normalitas sesuai tabel 5.4, maka untuk uji hipotesa I
dan uji hipotesa II menggunakan uji non parametrik karena salah satu kelompok
normal.
hipotesis dua sampel berpasangan pada kelompok perlakuan II (uji hipotesis II)
Untuk mengetahui perbedaan rerata senam vitalisasi otak dan senam lansia
Tabel 5.5
Uji Beda Rerata (skor) Senam Vitalisasi Otak dan Senam Lansia Sebelum
dan Sesudah Pelatihan Pada Lansia di BPS Propinsi Banten
Sebelum Setelah
Selisih z p
pelatihan pelatihan
Kelompok I 19,07±3,61 26,22±2,59 7,15±2,4 -4,558 0,000
Kelompok II 21,48±3,8 23,44±3,9 1,96±1,7 -3,886 0,000
Sumber: Analisis data primer, 2010
sebelum pelatihan 19,07 standar deviasi 3,61 dan setelah pelatihan nilai rerata
26,22 standar deviasi 2,59. Dengan uji wilcoxon test diperoleh nilai p=0,000
kelompok lansia
sebelum pelatihan 21,48 standardeviasi 3,8 dan setelah pelatihan nilai rerata
23,44 standar deviasi 3,9 Dengan uji wilcoxon test diperoleh nilai p=0,000
lansia.
80
Grafik 5.1
Uji Beda Rerata Senam vitalisasi otak dan senam lansia
Sebelum dan Sesudah Pelatihan pada lansia di BPS Propinsi
Banten
5.4 Persentase peningkatan nilai MMSE sebelum dan sesudah pelatihan pada
lansia di BPS Propinsi Banten
x per minggu selama 12 minggu pada kedua kelompok pelatihan dapat disajikan
Tabel 5.6
Data Peningkatan Nilai MMSE Sebelum dan Sesudah Pelatihan pada
Lansia Di BPS Propinsi Banten
Hasil Analisis
Untuk melihat persentase rerata peningkatan nilai MMSE sebelum dan setelah
pelatihan dari kedua kelompok dapat juga disajikan dalam bentuk Grafik 5.2
81
Grafik 5.2
Persentase peningkatan nilai MMSE sebelum dan sesudah pelatihan pada
lansia di BPS Propinsi Banten
Berdasarkan persentase rerata peningkatan MMSE sebelum dan setelah
pelatihan 3 x per minggu selama 12 minggu pada tabel 5.6 dan grafik 5.2
5.5 Uji Beda Rerata dan Selisih nilai MMSE Pada Kedua Kelompok
Uji beda ini bertujuan untuk membandingkan rerata nilai MMSE pada tes
awal (sebelum pelatihan) dan tes akhir (setelah pelatihan) antar kelompok pada
kedua kelompok yang diberikan perlakuan berupa pelatihan senam vitalisasi otak
pada kelompok I dan senam lansia pada kelompok II. Hasil analisis kemaknaan
Tabel 5.7
Uji beda rerata dan selisih nilai MMSE Senam Vitalisasi Otak dan Senam
Lansia
Nilai MMSE
Kelompok-1 27 19,07 ± 3,61
Sebelum 0,022
perlakuan Kelompok-2
27 21,48 ± 3,89
Kelompok-1 27 26,22 ± 2,59
Sesudah 0,004
perlakuan Kelompok-2
27 23,44 ± 3,95
Kelompok-1 27 7,15 ± 2,46
Selisih 0,000
Kelompok-2
27 1,96 ± 1,72
Sumber: Analisis data primer, 2010
Pada uji beda antara kedua kelompok sebelum perlakuan didapatkan hasil
p=0,022 yang berarti kedua kelompok berangkat dari keadaan yang tidak
homogen, sehingga untuk uji hipotesis III yang dianalisis adalah perbedaan selisih
Pada tabel di atas dapat diketahui bahwa nilai skor setelah perlakuan untuk
deviasi 2,46 dan pada Kelompok II skor meningkat hanya sebesar 1,96 dengan
standar deviasi 1,72. Uji statistik Independents t-test menghasilkan nilai p=0,000
Senam vitalisasi otak memberikan hasil yang lebih baik dari pada senam lansia.
83
BAB VI
PEMBAHASAN
Subyek penelitian adalah lanjut usia lanjut 60-74tahun yang berada di balai
otak dan 27 orang yang melakukan senam lansia.dengan menggunakan alat ukur
Mengingat subyek adalah penghuni di BPS, Maka otomatis subyek sudah biasa
terhadap lingkungan atau dengan kata lain lingkungan yang dipakai pengambilan
data dan pada waktu pelatihan dalam keadaan nyaman. Lingkungan yang nyaman
menjalankan metode latihan senam yang maksimal dan dapat menghasilkan hasil
Pada tabel 5.1, rerata umur subyek penelitian adalah 65,96 tahun pada
kelompok I dan 67,04 tahun pada kelompok II. Kelompok I memiliki umur relatif
lebih muda dibandingkan lansia yang berada pada kelompok II,dan akan
menyatakan bahwa perubahan yang terjadi pada otak akibat bertambahnya usia
antar individu
kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun, sehingga saat usia lanjut
kemampuan akan turun antara 30-50%,( Kusmana, 1992 ). Oleh karena itu, bila
para usia lanjut ingin berolahraga atau meningkatkan kebugaran fisiknya harus
memilih jenis kegiatan olahraga yang sesuai dengan umurnya Hal ini didukung
oleh penelitian selama 10 tahun pada pria usia lanjut berdasarkan data dari
Finlandia, Italia dan Belanda oleh Gelder dan kawan-kawan (2004) tentang
Dari tabel 5.2, pada kelompok 1 lansia yang tidak bersekolah sebanyak 6
keterbatasan sarana prasarana pendidikan pada saat itu. Pengaruh pendidikan yang
telah dicapai seseorang atau lansia dapat mempengaruhi secara tidak langsung
pada tes kognitifnya. (Farmer et al. 1995). Kebanyakan proses lanjut usia ini
masih dalam batas-batas normal berkat proses plastisitas. Proses ini adalah
kemampuan sebuah struktur dan fungsi otak yang terkait untuk tetap berkembang
karena stimulasi. Sebab itu, agar tidak cepat mundur proses plastisitas ini harus
Dari tabel 5.3, kegiatan sosial adalah kegiatan pendekatan sosial yang
olahraga dan lainnya merupakan implementasi dari pendekatan ini agar lansia
responden pada kelompok I cenderung sedikit lebih aktif dibanding kelompok II.
Semakin berkurangnya kegiatan sosial maka semakin tidak berkembang dan kecil
sosial dapat mengurangi atau memperberat efek stress pada hipotalamus dan
sistim saraf pusat serta mengurangi kerusakan otak dan efek penuaan.
( Zunzunegui et al, 2003 ). Makin banyaknya jumlah jaringan sosial pada usia
lanjut, mengurangi rata-rata penurunan kognitif 39% dan tingkat keterikatan sosial
Kegiatan Sosial Kejar Paket A banyak diminati lansia karena untuk meningkatkan
86
pembuatan keset, bunga kertas, menyulam, menjahit dilakukan dengan binaan dari
petugas balai. Selain untuk mengisi waktu luang juga digunakan sebagai sarana
atau keagamaan.
pada kelompok senam vitalisasi otak dan kelompok senam lansia, kedua
minggu ada perbedaan hasil pada senam vitalisasi otak, hal ini diakibatkan dari
menggunakan analisa Saphiro Wilk Test, dari tabel 5.4 dapat diartikan bahwa
nilai MMSE kelompok data setelah pelatihan berdistribusi tidak normal, baik
dengan senam vitalisasi otak maupun senam lansia, sedangkan kelompok data
sebelum pelatihan dan nilai selisih berdistribusi normal. Ini berarti untuk menguji
hipotesis I dan hipotesis II karena salah satu kelompok yang dibandingkan tidak
87
alat Uji Statistik Wilcoxon-test. Sedangkan untuk menguji hipotesis III karena
dengan Levene Test. Variabel yang diuji adalah nilai MMSE sebelum dan
sebelum pelatihan dan sesudah pelatihan pada kedua kelompok. Hasil uji
homogenitas untuk semua variabel tersebut menunjukkan p > 0,05 yang berarti
6.3 Pengaruh Pelatihan senam vitalisasi otak dan senam lansia terhadap
fungsi kognitif lansia
Setelah pelatihan senam vitalisasi otak dan senam lansia 3 x per minggu
selama 12 minggu, diperoleh data nilai MMSE pada test awal dan test akhir pada
pada kelompok I sebelum senam vitalisasi otak diperoleh rerata sebesar 19,07
dengan standar deviasi 3,61, sedangkan sesudah senam vitalisasi otak diperoleh
nilai rerata 26,22 dengan standar deviasi 2,59. Dari hasil di atas kemudian
wilcoxon test didapat hasil nilai z hitung sebesar -4,558 dibandingkan dengan nilai
Z tabel = -1,64 maka nilai z hitung berada di daerah penolakan, demikian pula
nilai p=0.000 < α ( 0,05) berarti Ho ditolak dan menerima Ha bahwa adanya
lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Dinas Sosial Propinsi
Banten.
Pada tabel 5.5 untuk kelompok II diperoleh hasil rerata sebelum senam
lansia 21,48 dengan standar deviasi 3,8, sedangkan sesudah senam lansia
menghasilkan rerata 23,44 dengan standar deviasi 3,9. Dari hasil di atas kemudian
Wilcoxon didapatkan hasil nilai z hitung sebesar -3,886 dibandingkan dengan nilai
Z tabel = -1,64 maka nilai z hitung berada di daerah penolakan, demikian pula
nilai p = 0,000 < a (0,05). Ho ditolak dan menerima Ha, Hal ini berarti bahwa
kelompok lansia yang berada di Balai Perlindungan Sosial (BPS) Dinas Sosial
Propinsi Banten.
Dengan hasil ini dapat dikatakan bahwa kedua tipe pelatihan yang
otak ternyata dapat meningkatkan kemampuan kognitif lansia yang berada di Balai
Perlindungan Sosial (BPS) Dinas Sosial Propinsi Banten. dan hipotesis II yaitu
Ho ditolak dan menerima Ha, Hal ini berarti bahwa dengan adanya senam lansia
yaitu dengan melakukan gerakan olahraga atau latihan fisik, bahwa pelatihan yang
89
dilakukan selama 12 minggu akan memberikan efek yang cukup berarti yaitu
pemberian latihan olahraga pada usia lanjut dimulai dengan intensitas dan waktu
otak, karena berat otak akan menurun sebanyak sekitar 10%-12% selama hidup.
orang tua harus lebih rendah. Program latihan dimulai dengan beban yang rendah
(ringan) misalnya untuk usia 60 tahun, beban dapat dimulai dengan 2-3 METs
(misalnya berjalan kaki 2-3 mph = 3,2- 4,8 Km/jam ) Intensitas dipertahankan
lama baru ditingkatkan misalnya 50-70% VO2 max. Smith dan Giligan
menetapkan 40-70% karena orang tua kurang cepat adaptasi dan menurun
angsur (meningkat/menurun ) jadi orang tua harus lebih lama pemanasan dan
Hal ini didukung oleh penelitian selama 10 tahun pada pria usia lanjut
berdasarkan data dari Finlandia, Italia dan Belanda oleh Gelder dan kawan-kawan
pelatihan dengan frekuensi tiga kali seminggu adalah sesuai untuk lanjut usia dan
90
akan menghasilkan peningkatan yang berarti. mereka yang berusia lebih dari 60
tahun, selain melatih otak perlu melaksanakan olahraga secara rutin untuk
langsung dapat membantu Mengatur kadar gula darah, merangsang adrenalin dan
meningkatkan kesegaran jasmani dan rohani secara utuh, kesehatan jiwa, fungsi
kognitif, penampilan dan fungsi motorik manfaat sosial dampak langsung dapat
sumber daya otak. Yang diperlukan adalah kebugaran fisik dan kebugaran otak
( brain fitness ). Orang harus mengikuti keadaan jaman, harus berpikir lebih cepat,
lebih tajam, lebih efisien, dan lebih kreatif. Orang harus belajar lebih cepat, lebih
dalam, dan lebih luas, orang tidak boleh dengan mudah mengabaikan dan
mengalami kemunduran sumber daya otaknya dan orang tersebut akan tersisih
dari lingkungannya. Keadaan itu berlaku pula bagi mereka yang berusia
91
setengah baya dan berusia lanjut proses pelatihan yang dilakukan secara
serta daya ingat sehingga penampilan lanjut usia menjadi lebih baik Mekanisme
yang menjelaskan hubungan antara aktifitas fisik dengan fungsi kognitif yaitu
endhotelial nitric oxide dan menjamin perfusi jaringan otak yang kuat, efek
Pada penelitian ini uji MMSE dilakukan setiap 2 minggu untuk melihat
perkembangan nilai kognitif. Sedangkan untuk tabulasi data pada kelompok I dan
karena adaptasi jaringan saraf terjadi setelah 4-6 minggu.Sehingga dari hasil data
tersebut Pada kelompok 1 didapatkan hasil nilai yang termasuk kategori normal /
tidak ada gangguan sebanyak 23 orang atau 85%, gangguan kognitif ringan 3
orang atau 11,1% dan gangguan kognitif berat 1 orang atau 3,7%. Sedangkan
pada kelompok 11 yang tidak ada gangguan 13 orang atau 48,2%, gangguan
kognitif ringan 11 orang atau 40,7% dan gangguan kognitif berat sebesar 3 orang
atau 11,1%. Adapun terjadinya hubungan antara latihan fisik dengan fungsi
kognitif adalah melalui kontraksi otot yang akan memberikan pengaruh pada otak
melalui jalur muscle spindle, adanya suatu rangsangan yang terjadi pada golgi
tendon organ akan diteruskan ke central nervus system melalui jaras-jaras. Jaras-
jaras ini yang menerima informasi berupa sensoris dari perifer, sistem visual,
92
sistem vestibular, muskulo skletal, proprioseptik, dan lain-lain akan diproses dan
diintegrasikan pada semua tingkat sistem saraf, menurut Suhartono (2005), dalam
waktu singkat kurang lebih 150 mikro detik akan terbentuk suatu respon yang
benar dan disimpan di otak. Informasi yang diterima akan diintegrasikan di dalam
sistem sensoris integrasi di sub cortical dan disimpan oleh bagian memori yaitu
menjadi memori yang pendek / short term memory dilakukan secara berulang-
ulang sehingga akan menjadi long term memory. Pada penelitian ini uji MMSE
dilakukan untuk setiap 2 minggu tetapi untuk mendapatkan data yang valid
terhadap perubahan yang terjadi sebelum diberikan perlakuan dan setelah selesei
perlakuan maka analisis data uji MMSE adalah untuk data pre test MMSE dan
pada sistem saraf pusat adalah memproses informasi yang masuk yang
yang penting diseleksi dan disalurkan kedaerah motoris yang sesuai otak sehingga
penyimpanan ini terjadi di kortex serebri tetapi tidak seluruhnya bisa didaerah
basal otak dan medula spinalis, disini menyimpan sedikit informasi, Penyimpanan
fungsi sinaps (tempat terjadinya hubungan satu neuron dengan neuron lain,
menghantar impuls, yang disebut proses fasilitasi. Sesudah impuls melalui sinaps
berdassarkan sensasi dari memori. Sekali memori tersimpan dalam saraf, mereka
akan menjadi bagian dalam mekanisme pengolahan. Proses berfikir dalam otak
Memori akan membantu untuk memilih informasi yang baru dan penting dan
menyebabkan respon gerakan atau adanya aktifitas fisik yang dilakukan satu
minggu tiga kali dan ber ulang- ulang dengan tujuan upaya stimulasi dan
pengaktifan otak menuju peningkatan kebugaran otak atau stimulasi gerak dapat
Pada kelompok I terdapat peningkatan nilai MMSE yang sangat kecil yaitu
pada seorang wanita usia 60 tahun ( sampel no. 6 lampiran 12 ) hal tersebut di
I, pekerjaan pembantu dan kegiatan sosialnya kurang yaitu lebih pendiam dan
tidak bersosialisasi, akibat hal tersebut fungsi dari kognitifnya sangat sedikit
dalam hal peningkatan. Sebaliknya ada responden yang menghasilkan nilai yang
tersebut sangat aktif dalam lingkungan sekitar dan memiliki banyak kegiatan yang
berpikir maka semakin banyak pula impuls yang akan teraktivasi sehingga daya
ingat dari seseorang akan jauh lebih baik dibandingkan dengan orang yang tidak
Pada kelompok II, seorang wanita usia 70 tahun ( sampel no.19 lampiran
kelas I, tidak menikah dan selama di BPS tidak ada kegiatan sehingga responden
sulit memahami dalam menjawab tes yang diberikan terutama dalam hal baca,
tulis, dan hitung, responden lain wanita berusia 70 tahun menunjukkan nilai
6.4 Perbedaan Pengaruh senam vitalisasi otak dan senam lansia Terhadap
fungsi kognitif
Selanjutnya Pada tabel 5.7 dilakukan uji hipotesis III perbandingan uji
analisis antara nilai MMSE senam vitalisasi otak dengan senam lansia
software diperoleh hasil untuk kondisi sebelum kegiatan senam dilakukan nilai
dan perlakuan II (senam lansia). Sedangkan untuk kondisi setelah kegiatan senam
dilakukan diperoleh nilai signifikansi p=0.004 < α (0,05) berarti Ho ditolak dan
menerima Ha, atau ada perbedaan signifikan antara peningkatan MMSE akibat
lansia). Selanjutnya dari nilai selisih rata-rata nilai MMSE sebelum dan sesudah
α (0,05) berarti Ho ditolak dan menerima Ha, atau ada perbedaan signifikan antara
besarnya peningkatan nilai MMSE oleh senam vitalisasi otak sebesar 7,15 jauh
lebih besar dari peningkatan nilai MMSE akibat senam lansia sebesar 1,96, maka
dapat disimpulkan bahwa senam vitalisasi otak lebih baik dibandingkan dengan
Peningkatan hasil nilai kognitif pada senam vitalisasi otak tersebut sesuai
12 minggu akan memberikan efek yang cukup berarti yaitu sebuah kenaikan
perhatian, daya ingat serta kemampuan eksekutif para lansia, sehingga pelatihan
ini sengaja diarahkan untuk para peserta usia lanjut yang memang pada umumnya
praktek sehari-hari tentu kenaikan performa kognitif ini berguna bagi aktifitas
darah, oksigen dan energi yang cukup keotak hingga diharapkan struktur otak
akan terpelihara dan fungsi otak pun menjadi lebih optimal. Pemeliharaan
fungsional otak dapat dilakukan dengan proses belajar, diantaranya belajar gerak
/aktifitas fisik, belajar mengingat, belajar merasakan, belajar melihat dan lain-lain,
96
semua proses belajar akan merangsang pusat-pusat otak karena didalam otak
terdapat pusat-pusat yang mengurus berbagai fungsi tubuh, seperti gerakan, rasa
kulit, rasa sikap, berbahasa, baca, tulis, pusat penglihatan pendengaran dan lain-
lain sehingga makin banyak proses belajar maka makin banyak juluran sel saraf
dan sinap-sinap yang terjadi, ini berarti daya mengingat meningkat. Pada
pelatihan senam vitalisasi otak dan pelatihan senam lansia diperlukan waktu
keseluruhan 30 menit karena orang tua kurang cepat adaptasi dan menurun
angsur (meningkat/menurun ) jadi orang tua harus lebih lama pemanasan dan
kalosum ( gerakan menyilang ) tetapi juga melibatkan beberapa pusat yang lebih
tinggi di otak ( High cortical function ). Gerakan –gerakan yang dilakukan dalam
senam/latihan vitalisasi otak merangsang kerjasama antar belahan otak dan antar
bagian-bagian otak yang diikuti dengan bertambahnya aliran darah ke dalam otak,
gerakan yang dilakukan juga lambat sehingga tidak akan membebani kerja
jantung dan dapat disesuaikan dengan pernapasan dimana dengan napas yang
lebih dalam oksigen dari udara akan terserap lebih banyak dan akan memperbaiki
fungsi otak. Latihan vitalisasi otak yaitu kegiatan yang merangsang intelektual
memperhatikan konsep dan kaidah anatomi dan fisiologi otak sehingga tampilan
latihan ini memiliki beberapa prinsip;lambat dan ber ulang- ulang dengan tujuan
upaya stimulasi dan pengaktifan otak menuju peningkatan kebugaran otak atau
selama satu bulan supaya dapat menghafal gerakan selanjutnya dicoba dengan
( BPS).
telah diterapkan selama 12 minggu dengan frekuensi 3 x per minggu pada kedua
daripada kelompok II. Sehingga dapat dikatakan pelatihan kelompok I lebih baik
(2003) tentang pelatihan gerak dan latih otak dengan menghasilkan peningkatan
98
performa kognitif yang lebih baik. Penelitian pada warga usia lanjut di wilayah
daya ingat yang diukur dengan test kognitif yaitu nilai MMSE lebih baik
BAB VII
I. Simpulan
bahwa :
1. Senam vitalisasi otak tiga kali seminggu selama dua belas minggu
sebesar 37,49%.
sebesar 9,12%.
3. Senam vitalisasi otak tiga kali seminggu selama dua belas minggu
Propinsi Banten secara bermakna (p < 0,05) Hal tersebut diketahui dari
selisih rerata nilai MMSE sebelum dan sesudah senam pada kedua
II. Saran
dijaga dengan melakukan olah raga yang teratur karena akan dapat
2. Senam vitalisasi otak dan senam lansia pada lansia dapat dianjurkan
lansia
101
DAFTAR PUSTAKA
Ayres, A.J. 1979. Sensory Integration and the Child: Western Psychological
Services.
Darmojo, B. 2009. Teori Proses Menua.In: H.Hadi Martono dan Kris Pranarka
(eds): Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI Edisi 4.Jakarta:Balai
Penerbit FKUI,pp.3.
Darmojo, Martono. 2000. Mild Cognitive Impairment (MCI) gangguan kognitif
ringan. Berkala Neuro sains, 1(1):11-15
Harrington, F., Saxby, B., McKeith, I., Wesnes, K, Ford, A . 2000. Cognitive
performance in hypertensive and normotensive older subjects.
Hypertension, 36:1079-1082.
Kinsella K., Taeuber. 1993. An Aging World II, US Bureau of the Census,
International Population Report. In: H. Hadi Martomo dan Kris Pranarka
(eds.): Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI Edisi 4. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI, pp. 3.
Kurlowicz L., Wallace M. 1999. The Mini Mental State Examination. Journal
geriatric nursing, 3(1):10-11.
Kusmana, D. 1992. Olahraga pada usia lanjut. Simposium Menuju Hidup Sehat
pada Usia Lanjut. Bogor 7 November.
103
Kusumoputro, S., Sidiarto, L. D., Sarmino, Munir, R., Nugroho, W. 2003. Kiat
Panjang Umur dengan Gerak dan Latih Otak, Jakarta: UI Press.
Markam, S., Mayza, A., Pujiastuti, H., Erdat, M. S., Suwardhana, Solichien, A.
2006. Latihan Vitalisasi Otak. Jakarta: Grasindo.
Martono, H., Pranaka, K. 2009. Geriatri ( Ilmu Kesehatan Usia Lanjut ). Jakarta:
Balai Penerbit FKUI.
Miller, C. A. 2004. Nursing for wellness in older adult, Theory & Practice.
Philadelphia: JB.Lippincort.CO.
Petersen, R. C., Smith, M. D., Kokmen, E., Ivnik, R. J., Tangalos, E. G., 1992.
Memory Function In Normal Aging. Neurology. 42: 396-401. In: Berkala
NeuroSains Vol. 1 No. 1. pp. 11-15.
Saladin, K . 2007. Anatomy and physiology the unity of form and function. 4th ed.
New York: McGraw-Hill Companies inc:513-561.
104
Springer, Deutsch. 1981. Left Brain, Right Brain. San Francisco: W.H Freeman
and Company.
Suhana N. 1994. Teori-Teori Tentang Proses Menua Ditinjau Dari Aspek Biologi
Dan Usaha-Usaha Penanggulangannya, Dalam Simposium Nasional
Gerontologi-Geriatri. Dewan Riset Nasional, Ed. Boedhi-Darmojo dkk,
16-39. In: H. Hadi Martomo dan Kris Pranarka (eds.): Buku Ajar Boedhi-
Darmojo GERIATRI Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, pp. 5.
Takemi,T. 1977. Aging of Population in Asia & Oceania and how the Physician is
to cope with this. Asian Med J
Tilarso, H. 1988. Latihan Fisik dan Usia Tua. Majalah Cermin Dunia Kedokteran
No.48
Tucker, J. S., Orlando, M., Elliott, M. N and Klein, D. J .2006. Affective and
behavioural responses to health-related social control. Health Psychology,
25(6):715-722.
Weuve, J., Kang, J. H., Manson, J. E., Breteler, M. B., Ware, J. H and Grodstein,
F.2004. Physical activity, including walking and cognitive function in
older women. JAMA, 292(12):1454-1461
Whitehead, J. B. 1995. Exercise in ederly. In Reichel, W (ed) Care of the ederly,
LAMPIRAN