Anda di halaman 1dari 5

[25/12 02.

18] neliintan: BERDAMAI DENGAN INNER CHILD

Oleh : Sukmadiarti Perangin-angin, M.Psi, Psikolog

Setiap manusia pasti tidak luput dari masa lalu. Baik itu masa lalu yang meninggalkan bekas
bahagia atau luka.

Jika masa lalu itu banyak memberikan bahagia tentu tidak menjadi masalah. Berbeda
halnya, jika masa lalu itu banyak meninggalkan bekas luka, tentu akan berbahaya bagi
perkembangan diri seseorang.

Jika luka itu berupa luka fisik, akan mudah menemukan obatnya. Bisa dibeli di apotek, toko
herbal, atau ke rumah sakit terdekat untuk segera mendapatkan penanganan.

Menjadi sulit jika luka itu adalah "luka psikologis", karena akan membekas ke dalam jiwa
seseorang dan bisa terbawa sepanjang masa jika tidak segera ditangani.

Tidak mudah menyembuhkan luka psikologis. Karena terkadang orang yang mengalami
tidak menyadari atau mengabaikan saja luka psikologis yang dialaminya.

Menjadi lebih parah ketika luka itu hadir sejak masa kecil. Bila orang tua tidak membantu
anak untuk menangani dan mengobati luka psikologis ini tentu akan masuk jauh ke alam
bawah sadar dan berefek panjang pada perkembangan anak.

Luka psikologis di masa kecil, seringkali disebabkan oleh orang-orang terdekat anak. Baik
itu orang tua, kakek- nenek, teman sekolah, sepupu, dan sosok lainnya yang sering
berinteraksi dengan anak sehari-hari.

Anak yang di bully di rumah atau sekolah, korban broken home, mengalami penolakan,
diabaikan, penuh tekanan, dicubit, dipukul, dibentak, adalah beberapa contoh kejadian yang
dapat meninggalkan luka psikologis pada anak.

Luka psikologis yang diperoleh pada masa kecil inilah yang sering disebut dengan INNER
CHILD.

Luka masa lalu yang tanpa sadar sudah masuk ke alam bawah sadar seseorang dan akan
kembali muncul saat ia menemukan suatu kondisi yang kurang lebih sama dengan kondisi
masa lalu.

Kebanyakan muncul saat seseorang telah berumah tangga dan memiliki anak. Inner child
tentang kondisi rumah tangga, hubungan dengan pasangan, hubungan dengan anak, akan
terpanggil dan terbayang akan gambaran kondisi masa lalu yang dialami dan dirasakan
sebelumnya.

Sehingga tidak jarang, anak yang dahulu melihat orang tua mengasuh dengan keras, kasar,
mudah marah, ketika kini memiliki anak akan mengadopsi perilaku tersebut pada anaknya.
Tidak jarang pula anak yang dahulu melihat orang tuanya tidak harmonis, ketika menikah
akan menjadi seorang yang paranoid pada pasangannya, mudah curiga, mudah tersulut
emosi, dan menjadi kurang harmonis pula pada pasangannya kini.

Luka psikologis memiliki efek yang sangat besar dalam kejiwaan seseorang kini dan nanti.

Sama halnya dengan luka fisik, luka psikologis juga butuh untuk segera ditangani, diobati,
dan dipulihkan kembali. Agar luka itu tidak menjadi semakin parah dan bisa kambuh
sewaktu-waktu bila terus diabaikan.

Untuk itu, penting bagi setiap diri untuk mengenali dan segera menyadari luka psikologis
yang ia rasakan.

Ketika menyadari bahwa ada suatu kejadian yang membuat diri terluka hati, perasaan
tersakiti, merasa kecewa, benci, marah, tersinggung, segera kenali penyebabnya dan
lakukan pengobatan sedini mungkin.

Jangan biarkan rasa itu "hilang sendiri oleh waktu" tanpa penanganan. Karena bila belum
secara sadar diobati maka luka itu sesungguhnya masih tersimpan.

Banyak kita lihat pasangan yang kemudian bercerai karena mengalami puncak
pertengkaran hebat.

Biasanya pemicunya adalah masalah sepele. Namun masalah-masalah yang terjadi


sebelumnya, ikut memperbesar masalah kecil yang ada.

Sehingga masalah yang tadinya sepele menjadi besar ketika emosi negatif yang
"terpendam" selama bertahun-tahun akhirnya ke luar semua pada puncaknya dan semakin
sulit untuk ditangani.

Lantas apa yang harus dilakukan segera ketika mengalami luka psikologis?

Dalam ajaran Islam dikenal dengan istilah *tadzkiyatun nafs* yaitu mensucikan jiwa. Dalam
istilah psikologi disebut dengan *self healing*.

Caranya adalah dengan *menyadari* terlebih dulu luka atau kesalahan diri.

Adanya kesadaran ini akan membantu diri untuk melakukan *penerimaan* atas segala yang
telah terjadi.

Setelah menerima, berusaha untuk *memaafkan* baik terhadap kesalahan yang dilakukan
oleh orang lain mau pun kesalahan oleh diri sendiri.

*Memperbaiki* diri dan berusaha tidak mengulangi atau mengingat kembali kesalahan yang
lalu.
Tidak ada seorang pun yang dapat kembali dan mengubah masa lalu. Tapi, setiap orang
punya kebebasan untuk memilih berdamai dengan masa lalu dan memiliki masa depan yang
bahagia dan penuh cinta.

Allah tidak melihat masa lalu seseorang tapi Allah melihat proses dan hasil akhir kehidupan
manusia.

Semoga masa lalu yang pernah ada tidak membuat diri menjadi lemah, tapi sebaliknya
semakin menguatkan diri untuk lebih hebat di masa depan dengan memetik hikmah dari
setiap kejadian yang ada.
[25/12 02.19] neliintan: THE POWER OF FORGIVENESS

Tahukah anda mengapa memaafkan (forgiveness) itu jauh lebih baik dari meminta maaf?
Sehingga dalam hadist pun dikatakan bahwa orang yang memaafkan terlebih dahulu jauh
lebih mulia dari yang meminta maaf.

Ternyata begitu banyak manfaat dari memaafkan, baik dalam hubungan personal maupun
interpersonal.

Ketika anda merasa kesal, marah, tidak suka pada orang lain karena satu dan lain hal, apa
yang anda rasakan? Tidak mau dekat, malas bertemu, tidak mau bicara, pikiran menjadi
negatif, mood jadi berubah, perasaan tidak nyaman, dan sejenisnya.

Perasaan tidak suka itu membuat diri secara pribadi mengalami pergolakan dan berakibat
menjadi tidak produktifnya pikiran, perasaan, dan perilaku. Selain merugikan bagi pribadi,
hubungan satu dan lainnya pun menjadi semakin berjarak.

Berharap suatu saat orang yang tidak disukai akan berubah, menyadari kesalahannya, dan
meminta maaf. Dan selama masa pengharapan tersebut, jarak terus terbentang.

Iya kalau yang bersangkutan merasa, sadar, kemudian dengan rendah hati meminta maaf.
Bila tidak? Bila sebaliknya, yang bersangkutan juga berharap yang sama dari diri kita? Tentu
diri akan kehilangan banyak energi dan pertemanan.

Untuk itulah, mengapa memaafkan jauh lebih baik. Bagi diri sendiri dan hubungan dengan
sesama.

#forgiveness
[25/12 02.19] neliintan: Saya tambahkan materi forgiveness / memaafkan

Sebagai salah satu cara untuk berdamai dengan inner child


[25/12 02.20] neliintan: Perasaan diabaikan, tidak dianggap, dibeda-bedakan, dan
sejenisnya, tentu tidak nyaman. Baik dari keluarga broken home atau utuh sekalipun, akan
merasa hal sama jika diperlakukan beda dari lainnya.
Maka memang dalam agama, ketika mengasuh anak, orangtua harus berlaku adil. Jika ada
tiga anak dan ingin membelikan hadiah, maka ketiganya diberi hak yang sama. Jika ada
satu anak yang dipeluk dan cium maka kedua anak lainnya juga diperlakukan sama.

Indahnya islam sudah mengajarkan keadilan itu sampai hal yang sedetail-detailnya
termasuk dalam pengasuhan anak.

Apa yang bunda rasakan, sakitnya diperlakukan berbeda, adalah efek dari ketidakadilan
yang mungkin *secara tidak sadar* dilakukan orangtua. Karena sejatinya, tidak ada orangtua
yang ingin membeda-bedakan anaknya, walau kenyataannya mungkin ada yang berbeda.

💝💝💝
Apa yang kemudian dilakukan bila orangtua masih berbuat seperti itu?

Pertama, lakukan komunikasi. Sampaikan perasaan Bunda ke orangtua. Karena bisa jadi
mereka memang tidak menyadarinya.

Kedua, prinsip bahagia itu adalah MEMBERI. Kalau kita menuntut orang lain berubah kita
akan terus kecewa dan kecewa. Karena itu diluar kontrol kita.

Yang bisa dilakukan adalah mengubah cara bahagianya kita. YAKNI DENGAN MEMBERI.
Kalau orang lain tidak bisa membuat saya bahagia, *saya lah yang akan membahagiakan
mereka.*

Dengan begitu yang terjadi tidak lagi berupa tuntutan tapi justru pengabdian. Bukankan ciri
anak yang sholeh adalah anak yang berbakti. Dengan memberi dan membahagiakan maka
kita akan bisa berbakti pada orang tua.

Insya Allah dengan itu akan terjadi perubahan signifikan dalam hubungan dengan orangtua.
Karena melakukan cara2 yang dirihoi Allah.
[25/12 02.21] neliintan: *Pertanyaan 4*
Bunda Sholihah

Bagaimana cara berdamai dengan innerchild bagi anak yang punya masalalu brokenhome,
tetapi perasaan tidak dianggap dan dibedakan masih berlanjut sampai sekarang?

*Pertanyaan 5*
Bunda Sholihah

Bun, saya mau tanya...


Saya merasa saya adalah org sangat tertutup. Saya sdh pindah ke sebuah daerah tempat
tinggal suami saya selama 1 th ini, tapi saya msh blm banyak kenal dgn tetangga2. Pdahal
posisi kami di desa bukan dikota besar.
Saya sering muncul rasa malu untuk keluar rumah dan bertegur sapa. Saya merasa
ketakutan. Takut nanti gk di dengar, takut nanti dikatain macam2 yg bikin saya sakit hati, dll
nya.
Maka saya lbh memilih 'mengurung' diri di dlm rumah.

Saya tdk tau sejak kapan saya mulai 'anti-sosial- seperti ini. Sejauh yg saya ingat, sewaktu
SD saya masih lah seorang anak yg biasa saja berbaur dgn lingkungan.

Saya ingin berubah, tapi lagi2 rasa malu dan takut menghantui saya.

😭
Mhn sarannya bun.

[25/12 02.21] neliintan: Jawaban no 5

Faktanya bagaimana, sudah pernah keluar belum, ngobrol, atau sejenisnya? Bagaimana
hasilnya?

Kalau tidak pernah dicoba tentu sulit mau menilai dan mengevaluasi.

Tapi kalai hari ini sudah dicoba keluar dan mulai komunikasi, malamnya bisa evaluasi.

Alhamdulillah, hari ini saya sudah bisa ngobrol ke satu orang. Walau mungkin masih kaku.

Besok brati ngobrolnya ke dua orang, besok lagi ke tiga orang, dan seterusnya.

Atau selain tingkatkan kuantitas bisa dengan kualitas. Misal kemarin ngobrolnya cuma 5
menit, besok coba dipanjangin jadi 10 menit.

Kalau ada usaha kita bisa evaluasi. Tapi kalau hanya berangan-angan atau menutup diri
tentu nggak akan ada perubahan sampai kiamat datang.

Padahal pahala silaturahim banyak kan. Menambah saudara, makin murah rejeki juga.

Kebaikan itu harus diPAKSAKAN pada awalnya.

Termasuk kebaikan dalam hal silaturahim dengan tetangga 😊

Anda mungkin juga menyukai