Anda di halaman 1dari 3

Thema : Emansipasi Wanita di Era Digital

Surat RA. Kartini demi Pendidikan dan Karir Wanita


(Oleh TP. PKK Kec. Sawo untuk Bahan Lomba Bercerita Isi Surat RA. Kartini Tingkat PKK
Kab. Nias Utara dalam rangka Peringatan Hari Kartini 2022)

Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat atau yang dikenal


dengan R.A. Kartini adalah salah seorang pahlawan Indonesia dan tokoh
emansipasi wanita di Indonesia, penggerak emansipasi wanita agar
wanita mendapatkan hak atas pendidikan yang bebas dan setinggi-
tingginya.
Emansipasi adalah pembebasan dari perbudakan yang berkaitan
dengan persamaan hak dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Sedangkan Emansipasi Wanita adalah proses pelepasan diri para wanita dari kedudukan sosial
ekonomi yang rendah atau dari pengekangan hukum yang membatasi kemungkinan seorang
wanita untuk berkembang dan maju di segala bidang dalam kehidupan masyarakat. Emansipasi
wanita bertujuan menuntut persamaan hak-hak kaum wanita terhadap hak-hak kaum pria dan
memberi wanita kesempatan bekerja, belajar, dan berkarya seimbang dengan kemampuannya
seperti layaknya para pria.
R.A. Kartini, wanita priyayi jawa lahir di Mayong, Jepara pada 21 April 1879. Ia
merupakan putri dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat (Seorang patih yang
kemudian diangkat menjadi bupati Jepara) dengan M.A. Ngasirah, anak ke lima dari sebelas
bersaudara kandung dan tiri, cucu dari Pangeran Ario Tjondronegoro, seorang bupati Demak.
Saat usia 6,5 tahun, Kartini memiliki keinginan untuk sekolah. Padahal, saat itu masa
penjajahan, pendidikan merupakan suatu hal yang dianggap tabu, hanya boleh bagi anak laki-laki
dan anak perempuan keturunan Belanda. Pada masa itu, wanita hanya melayani suami (ranjang)
dan mengurusi dapur yang justru mengunci peran wanita menunjukkan dan mengembangkan
potensinya. Kartini kecil pun memberontak karena melihat kakak laki-lakinya, Sosrokartono
bersekolah. Hingga sang ayah memasukkan Kartini ke sekolah. Menempuh pendidikan di ELS
(Europese Legare School). Kartini hanya mendapatkan pendidikan formal hingga lulus dari ELS,
karena sang ayah memiliki keterbatasan dan harus menghargai adat istiadat yang berlaku di
masyarakat. Masa Muda Saat berusia 12 tahun, Kartini harus dipingit. Saat masa ini, beberapa
temannya menjenguknya. Namun, seiring berjalannya waktu, tidak ada lagi yang menjenguknya
karena teman-teman Kartini harus kembali ke Belanda. Sehingga Kartini tetap belajar secara
mandiri di rumah, ia membaca banyak buku bahasa Belanda serta mengirimkan surat kepada
temannya di Eropa. Kartini sangat suka dengan kemajuan berpikir perempuan Eropa, ia membaca
buku, koran, serta majalah Eropa. Dan mulai dari sinilah, ia memiliki keinginan untuk
memajukan perempuan Indonesia, karena melihat status sosial yang rendah perempuan
Indonesia.
Pemikirannya yang maju diusung dan diekspresikan melalui surat-surat koresponden berisi
pemikiran-pemikirannya tentang pendidikan wanita kepada sahabat penanya yang berada di Belanda,
Abendanon dan Stella Zeehandelar untuk bertukar pandangan tentang buku-buku tentang
pergerakan perempuan. Kumpulan surat dimaksud kemudian disusun oleh Mr. JH Abendanon,
Direktur Departemen Pendidikan, Agama dan Kerajinan Pemerintah Hindia-Belanda, menjadi sebuah
buku berjudul Door Duisternis tot Licht, Gedachten van RA Kartini. Kemudian buku ini diterjemahkan
oleh Armijn Pane terbit tahun 1938 dengan judul Habis Gelap Terbitlah Terang.
Surat Kartini yang kami kembangkan sebagai bahan lomba bercerita tentang Isi Surat RA. Kartini
kali ini adalah :

1. Surat RA. Kartini kepada Nyonya Abendon, Agustus 1900

“Kami disini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak-anak wanita, bukan
sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak wanita itu menjadi saingan laki-laki dalam
hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita,
agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya yang diserahkan alam (sunatullah) sendiri
ke dalam tangannya : menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama.”
Salah satu hal yang menjadi fokus Kartini dalam memperjuangkan hak perempuan adalah
pendidikan. Menurutnya perempuan pantas untuk mendapatkan pendidikan yang setinggi-
tingginya. Dahulu perempuan memang hanya diizinkan untuk mengenyam pendidikan hingga
tingkat dasar. Sedangkan yang diizinkan untuk mendapatkan pendidikan di tingkat menengah dan
lanjut hanyalah laki-laki. Gagasan ini dianggap salah oleh Kartini karena menurutnya perempuan
berpendidikan sangat berpengaruh terhadap kehidupan di masa mendatang terutama dalam
tugasnya sebagai seorang ibu.

2. Surat RA. Kartini kepada Prof. Anton tanggal 4 Oktober 1901:


"Saya ingin sekali berkenalan dengan seorang 'gadis modern', yang berani, yang mandiri, yang
menarik hati saya sepenuhnya. Yang menempuh jalan hidupnya dengan langkah cepat, tegap,
riang, dan gembira, penuh semangat dan keceriaan." "Gadis yang selalu bekerja tidak hanya
untuk kebahagiaan dirinya saja, tetapi juga berjuang untuk masyarakat luas, bekerja demi
kebahagiaan banyak sesama manusia."
Kepada Stella, Kartini menceritakan kondisi perempuan di Hindia Belanda, yang sulit
lepas dari belenggu adat. Sehingga, perempuan dianggap Kartini bagai hidup dalam bui. Meski
dibesarkan oleh keluarga berpendidikan, namun Kartini menulis bahwa perempuan di kalangan
bangsawan tetap sulit untuk mendapatkan hak atas pendidikan tinggi. Sebab, adat dan tradisi saat
itu tidak membolehkan perempuan yang sudah akil baligh untuk keluar rumah, termasuk ke
sekolah. "Pada usia 12 tahun saya harus tinggal di dalam rumah. Saya harus masuk 'kotak'. Saya
dikurung di dalam rumah, sama sekali terasing dari dunia luar. Saya tidak boleh kembali ke dunia
itu selagi belum didampingi suami, seorang laki-laki yang asing sama sekali, yang dipilih
orangtua kami untuk kami, tanpa sepengetahuan kami," tulis Kartini. Surat Kartini kepada Stella
itu memperlihatkan antusiasme Kartini terhadap dunia luar. Karena itu, dapat dipahami bahwa
korespondensi melalui surat menjadi salah satu cara bagi Kartini untuk mendapatkan
pengetahuan mengenai dunia luar.

Refleksi :
Emansipasi Wanita sebagai perjuangan RA. Kartini menjadi inspirasi bagi kaum wanita masa
kini, terutama PKK Kecamatan Sawo dan Kabupaten Nias Utara. Wanita berhak mendapatkan
pendidikan yang setinggi-tingginya. Wanita juga berhak mendapatkan keadilan dan derajat yang
setara dengan laki-laki. Terlebih di era digital yang sarat dengan kemajuan pesat, wanita wajib
menguasai kecanggihan IPTEK, wanita wajib menguasai system informasi dengan pemanfaatan
media social dalam peningkatan karir, berbisnis demi mewujudkan kesejahteraan keluarganya.

Anda mungkin juga menyukai