PENDAHULUAN
Banyak prosedur bedah mulut yang bisa dilakukan dengan aman di tempat
praktek dokter gigi, tetapi beberapa prosedur dan beberapa pasien tertentu
membutuhkan penanganan di rumah sakit, baik untuk pembedahan itu sendiri
ataupun untuk keselamatan penderita. Pembedahan yang harus dilakukan di
rumah sakit adalah pembedahan yang membutuhkan kondisi asepsis yang sangat
tinggi atau prosedur pembedahan yang membutuhkan pemberian antibiotic secara
intravena, misalnya graft tulan dan kulit, penanganan infeksi parah, dan kasus-
kasus yang membutuhkan anestesi umum dalam jangka waktu yang lama. Pasien
yang mengalami gangguan kesehatan mungkin membutuhkan penanganan di
rumah sakit, untuk prosedur yang relatuf minor. Keputusan untuk
merawatinapkan pasien didasarkan atas penilaian perorangan, dan biasanya
dilakukan bersama dengan dokter umum yang merawat pasien tersebut. Tata cara
dan peraturan di rumah sakit biasanya terstandar sesuai dengan organisasi
akreditasi nasional.
BAB II
PEMBAHASAN
2. Gambaran Klinis
Kelemahan pada otot-otot ekspresi wajah dan ptosis. Wajah
seperti terjatuh dan tertarik ke sisi lainnya saat tersenyum. Kelopak
mata tidak dapat menutup sempurna dan dapat menyebabkan kerusakan
pada conjunctiva dan cornea.
o Pada paralisis partial, wajah sebelah bawah umumnya lebih sering
terkena.
o Pada kasus yang parah, seringkali terdapat hilangnya kemampuan
pengecapan pada lidah bagian depan dan intoleransi terhadap suara
nada tinggi atau volume suara tinggi. Dapat menyebabkan
dysarthria ringan dan kesulitan saat makan.
o Pada suatu lesi LMN pasien tidak dapat mengerutkan dahinya –
jalur komun ikasi akhir ke otot-otot mengelami kerusakan. Lesinya
bisa terjadi pada pons, atau di luar batang otak (fossa posterior,
canalis osseosa, telinga tengah ataupun diluar tulang tengkorak).
o Pada lesi UMN, otot-otot wajah sebelah atas sebagian tidak
terganggu karena jalur alternatif di batang otak sehingga pasien
dapat mengerutkan dahinya (kecuali lesinya bilateral) sehingga
kerutan-kerutan wajah yang terlihat pada lower motor neurone
palsies tidak terlalu mencolok. Tampaknya terdapat jalur yang
berbeda antara pergerakan volunter adn emosional.
3. Etiopatogenesis
Facial palsy timbul karena berbagai etiologi dengan proses patogenesis
yang bervariasi, yaitu :
a. Trauma
Facial palsy bisa terjadi karena trauma kepala, terutama jika terjadi
fraktur basis cranii, khususnya bila terjadi fraktur longitudinal.
Selain itu luka tusuk, luka tembak serta penekanan forsep saat lahir
juga bisa menjadi penyebab.
b. Tumor
Tumor yang bermetastasis ke tulang temporal merupakan penyebab
yang paling sering ditemukan. Biasanya berasal dari tumor payudara,
paru-paru, dan prostat. Juga dilaporkan bahwa penyebaran langsung
dari tumor regional dan sel schwann, kista dan tumor ganas maupun
jinak dari kelenjar parotis bisa menginvasi cabang akhir dari nervus
fasialis yang berdampak sebagai bermacam-macam tingkat
kelumpuhan. Pada kasus yang sangat jarang, karena pelebaran
aneurisma arteri karotis dapat mengganggu fungsi motorik nervus
fasialis.2
c. Paralisis nervus fasialis perifer telah dijelaskan dalam banyak kasus
embriopati talidomid..Larutan antiseptic kloroseksol yang banyak
digunakan dalam pasta elektroda dan berbagai krim kulit, telah
dilaporkan bahwa dapat menyebabkan paralisis fasialis yang tiba-
tiba.Ingesti etilenglikol, baik dalam percobaan bunuh diri maupun
mabuk, dapat mengakibatkan kelemahan fasial tipe perifer, baik
permanen ataupun temporer.2
d. Kongenital
Facial palsy bilateral kadang merupakan kelainan congenital yang
kemungkinan terjadi karena adanya gangguan perkembangan nervus
fasialis dan seringkali bersamaan dengan kelemahan okular (sindrom
Moibeus).3
e. Bell’s Palsy
Bell’s palsy merupakan lesi nervus fasialis yang tidak diketahui
penyebabnya atau tidak menyertai penyakit lain. Karena proses yang
dikenal awam sebagai masuk angin atau dalam bahasa inggris “cold”
nerfus facialis bisa sembab. Karena terjepit di dalam foramen
stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan tipe LMN yang
disebut sebagai Bell’s Palsy.4
f. Penyakti-penyakit tertentu
Facial palsy dapat terjadi pada penyakit-penyakit tertentu, misalnya
DM, hepertensi berat, anestesi local pada pencabutan gigi, infeksi
telinga tengah, sindrom Guillian Barre.4
4. Penatalaksanaan
a. Proteksi mata sebelum tidur
b. Masase otot yang lumpuh. Pasien hendaknya melakukan masase otot
wajah selama 5 menit dua kali sehari. Masase ini dimulai dari dagu
dan bibir dan diarahkan ke atas
c. Sebuah bidai untuk mencegah kendurnya otot wajah bagian bawah
yang dipakai secara umum dalam penanganan beberapa kasus.
Sebuah metode sederhana yakni dengan membidai otot yang lumpuh
dengan cara menggunakan plaster adhesive yang direkatkan pada
dahi yang dibelah pada bagian bawahnya sehingga berbentuk seperti
huruf “Y“ terbalik kemudian direkatkan pada bibir atas dan bawah
seperti sedemikian rupa sehingga keduanya terangkat.
d. Stimulasi energi listrik dengan aliran galvanik berenergi lemah
dianggap cukup bermanfaat.
e. Pemberian prednison (40-60 mg/hari) selama seminggu pertama
hingga 10 hari setelah onset cukup menguntungkan, dan hal tersebut
dapat menurunkan kemungkinan terjadinya paralisis yang permanen
akibat adanya pembengkakan dari nervus dalam kanalis fasialis yang
sempit.
f. Prosedur operasi biasanya cukup bermanfaat ketika penyembuhan
spontan tidak terjadi. Neurolisis atau sambungan end to end dapat
diindikasikan untuk lesi di eksrakranial atau pada cabang nervus
fasialis. Ketika kerusakan saaf berada diatas foramen stilomastodeus,
maka cara tersebut tidak efektif lagi dan perbaikan persarafan otot
wajah hanya dapat dicapai dengan menyambungkan bagian distalnya
nervus fasialis dengan bagian pusat dari salah satu saraf kranialis
liannya, misalnya dengan saraf XII.
g. Tidak ada bukti yang nyata bahwa operasi dekompresi saraf fasialis
cukup efektif dan bahkan hal tersebut bisa membahayakan.Ketika
fungsi motorik pulih kembali, pasien hendaknya latihan
mengerakkan berbagai otot wajahnya ketika sedang bercermin.4
5. Pemeriksaan
Serologi - lyme, herpes dan zoster. Mungkin tidak mempengaruhi
penatalaksanaannya, namun dapat mengungkapkan etiologinya.
Periksa tekanan darah pada anak-anak dengan Bell's palsy (ada
laporan kasus kmengenai koartasio aorta yang timbul dengan nervus
facialis palsy dan hipertensi)
Pemeriksaan berikut jarang dilakukan namun dikombinasikan
dengan pemahaman yang baik mengenai neuroanatomi dapat
menentukan tingakt kelumpuhannya:
Uji air mata Schirmer (menentukan kadar kekurangan air mata
pada sisi yang terkena yang mempengaruhi nervus palatinus
magnus).
Refleks Stapedial.
Pemeriksaan Electrodiagnostik.
6. Prognosis
Jika dengan stimulasi listrik teridentifikasi adanya aktivitas dari
motorik unit dan jika dalam beberapa hari nervus fasialis sama sekali
tidak dapat terstimulasi maka prognosisnya kurang baik. Dilaporkan
bahwa adanya fibrilasi spontan dari otot dalam 2 atau 3 minggu
menandakan bahwa setidaknya beberapa serabut saraf telah mengalami
degenersi Wallerian. Kadang kadang dapat timbul gejala berupa spasme
klonik otot wajah meskipun hal tersebut jarang parah. Sindrom air mata
buaya, suatu lakrimasi unilateral pada saat makan bisa terjadi beberapa
kasus, yang terjadi akibat berpindahnya serabut saraf dari ganglion
genikulatum ke glandula lakrimalis. Lebih dari 50% kasus Bell’s palsy
sembuh sempurna dalam kurun waktu beberapa bulan.3
BAB III
KESIMPULAN