Agnostisisme
Agnostisisme
Oleh:
Nasar Lundeto
Sesuatu yang ada, keberadaan dari sesuatu, hakikat akan keberadaan dari sesuatu menjadi
dasar penggemblengan konsep ontologi dalam kajian filsafat secara umum. Teori tentang ada
dan usaha dalam menemukan hakikatnya didasari pada kegelisahan manusia akan dirinya dan
alam semesta. Hal ini bukan hanya menyangkut persoalan yang kasar (materi) melainkan satu
bentuk yang metafisik yang itu disebutkan sebagai sesuatu yang mungkin ada dan mempengaruhi
pola berfikir manusia. proses pencarian makna dan bentuk suatu wujud dalam kajian ontologi,
banyak mempengaruhi paradigma berfikir para filosof, tidak terkecuali para ulama. Hal ini
berdasarkan pengetahuan yang lahir dari sikap apriori dan aposteriori. Para filosof yang
berkecimpung dalam madzhab materialistik dan rasionalis serta empirik, tentu menganggap
sesuatu itu ada, berdasarkan relaitas ilmiah yang dapat diukur kapasitasnya. Hal ini berbalik arah
dengan filosof imateriel dan idealisme, yang menganggap keberadaan dari sesuatu berdasarkan
hukum kausalitas (sebab akibat) seperti gagasan Aristoteles, filosof klasik Yunani dengan konsep
Setidaknya Aristoteles mengambil bagian untuk memberikan gagasan akan hal yang sifatnya
metafisik.
Ontologi yang berkutat pada aspek hakikat sesuatu, menimbulkan reaksi yang cukup
serius sepanjang sejarah filsafat. mengapa demikian, ini terjadi sebab ontologi tidak sepenuhnya
mempersoalkan makna dari sesuatu yang ada (material) namun aspek pengkajiannya sampai
pada sesuatu yang mungkin ada (metafisik). mengenai pembicaraan tentang sesuatu yang abstrak
tidak akan sampai pada batas akhir, melainkan arah pemikiranya akan bermuara pada relativitas
berfikir manusia. kemudian akan dilanjutkan oleh generasi berikutnya. Tentu masih dengan
pembahasan yang sama. Hal ini kemudian memicu cara pandang baru dan sikap para filosof
Berkaitan dengan itu, kajian metafisis, banyak melahirkan pemahaman baru. Dengan kata
lain adalah teori turunan dari kajian ontologi. Kajian ontologi memang terlihat meluas dari
berbagai macam aspek pengkajiannya, sehingga dalam menemukan konsepsi yang krusial
terhadap penggalian makna ontologi, para filosof kemudian memberanikan diri untuk menyikapi
ruang pengkajian ontologi. Sikap para filosof dalam memahami aspek ontologi, tidak larut dalam
paradigma berfikir yang khas dari masing-masing tokoh filsafat. Salah satunya adalah paham
filsafat agnostisisme.
Filsafat Agnostisisme adalah sebuah paham yang bisa dibilang berada pada posisi tengah
antara teisme dan ateisme. Paham ini mengambil bagian untuk tidak ikut campur dalam polemik
tentang adanya tuhan. Mereka tidak mengetahui adanya tuhan. Bahkan yang paling kuat dalam
hal ini adalah pendapat tentang batasan manusia yang tidak dapat mengetahui tentang adanya
tuhan serta kemahabenaranya. Mereka menganggap bahwa manusia tidak akan pernah mengetahi
tuhan itu ada atau tidak. Dalam memahami hakikat sesuatu (ontologi) agnostik berangkat dari
sikap skeptis tentang adanya tuhan, hingga bermuara pada ketidak tahuan tentang zat tuhan.
Agnostik memahami adanya tuhan, terkesan tidak kreatif dalam menemukan jawaban
untuk sebuah masalah, tidak ada dedikasi dalam menemukan titik terang dalam maslah yang
dihadapi khususnyan pada aspek ketuhanan. Konsekwensinya melahirkan teori spekulatif dalam
pengkajian penciptaan alam semesta, yang berdasarkan paham materialistik dan perhitungan
ilmiah. Ada dua hipotesa yang lahir dari kajian ontologi agnostik atau agnostisisme berdasarkan
bukti. Pertama “keadaan tunak” bahwa alam semesta telah ada sebagaimana adanya dengan
kondisi saat ini untuk selamanya, dengan kepadatan materi tidak lebih besar atau lebih kecil dar
pada sekarang. Hipotesis lain, mengemukakan alam semesta terbentuk dari “Dentuman Besar”.
Yakni alam semesta lahir dan terbentuk dari ledakan besar dan sejak saat itu materi bergerak
semakin jauh. Sedangkan Di sisi lain dalam hal pembentukan spesies menurut kelompok
agnostik bahwa keragaman antar spesies muncul akibat dari kekuatan acak, tetapi variasi itu
yang kebetulan mengarah pada kesesuaian yang lebih baik, dengan tuntutan dan peluang
Agnostisisme berusaha untuk tidak melibatkan kekuasaan tuhan dalam segala hal.
Dengan menunjukan bukti-bukti yang masih bersifat spekulatif dan sintetik. Mereka
menganggap bahwa dalam memahami hakikat dari sesuatu, terdapat kausalitas yang nilainya
real. Sehingga, wajar saja jika paradigma berfikir kelompok agnostik cenderung ilmiah dan
mebutuhkan pembuktian, sebab bagi mereka manusia tidak akan pernah tahu bahwa tuhan itu
ada atau tidak. Pemaknaan mengenai aspek ketuhanan yang ditawarkan agnostik terhadap
realitas alam adalah bersifat materialistik dan tidak berlandaskan sesuatu terhadap kemampuan
diluar diri manusia. Sehingga pemahaman ini akan mengalami gejala pembatasan pikiran dan
matinya fungsi intuisi Seperti yang dipahami dan diyakini oleh kelompok Teisme.