Anda di halaman 1dari 21

MODUL ORGANISASI DAN MANAJEMEN RS SERTA MANAJMEEN UNIT

PELAYANAN RS
(ARS 101)

MODUL SESI 11
PELAYANAN INSTLASI GAWAT DARURAT DAN BEDAH SENTRAL

DISUSUN OLEH
Dr Rokiah Kusumapradja, MHA

UNIVERSITAS ESA UNGGUL


2020

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 0 / 21
SUB TOPIK 1 SESI SEPULUH

A. Kemampuan Akhir Yang Diharapkan

Tujuan istruksional umum diharapkan agar mahasiswa :


1. mampu menggunakan konsep dan teori Pelayanan INstalasi Gawat Darurat
2. Memahami dan mengimplementasikan Pelayanan Bedah Sentral
3. Menjelaskan Perbedadaan Pelayanan Gawat Darurat dan Bedah Sentral di
ERa Covid 19

Uraian sub topik 1 : Pelayanan Instalasi Gawat Darurat


Pengertian :
 Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh
pasien gawat darurat dalam waktu segera untuk menyelamatkan nyawa dan
pencegahan kecacatan.
 Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah suatu alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik promotif,
preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
 Gawat Darurat adalah keadaan klinis yang membutuhkan tindakan medis segera
untuk penyelamatan nyawa dan pencegahan kecacatan.
 Pasien Gawat Darurat yang selanjutnya disebut Pasien adalah orang yang
berada dalam ancaman kematian dan kecacatan yang memerlukan tindakan
medis segera.
 Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan Gawat Darurat.
 Pengaturan Pelayanan Kegawatdaruratan bertujuan untuk memberikan acuan
bagi Dokter, Dokter Gigi, tenaga kesehatan lain, dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan dalam memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan.
 Pelayanan Kegawatdaruratan harus memenuhi kriteria kegawatdaruratan.
 Kriteria kegawatdaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
 mengancam nyawa, membahayakan diri dan orang lain/lingkungan;
 adanya gangguan pada jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 1 / 21
 adanya penurunan kesadaran;
 adanya gangguan hemodinamik; dan/atau
 memerlukan tindakan segera.
 Pelayanan Kegawatdaruratan meliputi penanganan
kegawatdaruratan:
 prafasilitas pelayanan kesehatan;
 intrafasilitas pelayanan kesehatan; dan
 antarfasilitas pelayanan kesehatan.
 Pelayanan Kegawatdaruratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
melalui sistem penanggulangan gawat darurat terpadu sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
 Penanganan kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a meliputi :
 tindakan pertolongan; dan/atau
 evakuasi medik, terhadap Pasien.
 Tindakan pertolongan terhadap Pasien sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a dilakukan di tempat kejadian atau pada saat evakuasi medik.
 Evakuasi medik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan
upaya memindahkan Pasien dari lokasi kejadian ke Fasilitas Pelayanan
Kesehatan sesuai kebutuhan medis Pasien dengan menggunakan ambulans
transportasi atau ambulans Gawat Darurat disertai dengan upaya menjaga
resusitasi dan stabilisasi.
 Dalam hal tidak terdapat ambulans transportasi atau ambulans Gawat Darurat,
evakuasi medik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat menggunakan alat
transportasi lain di sekitar lokasi kejadian dengan tetap melakukan upaya
menjaga resusitasi dan stabilisasi.
 Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus melakukan penanganan
Kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan dan antarfasilitas
pelayanan kesehatan
 Fasilitas Pelayanan Kesehatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
 Puskesmas;
 Klinik;
 tempat praktik mandiri Dokter;
 tempat praktik mandiri Dokter Gigi;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 2 / 21
 tempat praktik mandiri tenaga kesehatan lain; dan
 Rumah Sakit.
 Penanganan kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b merupakan pelayanan Gawat Darurat
yang diberikan kepada Pasien di dalam Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai
standar.
 Penanganan kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan
sdikategorikan berdasarkan atas kemampuan pelayanan:
 sumber daya manusia;
 sarana;
 prasarana;
 obat;
 bahan medis habis pakai; dan
 alat kesehatan.
 Dalam hal penanganan kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan
dilakukan di Rumah Sakit, kategori sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri
atas Pelayanan Kegawatdaruratan level I, level II, level III, dan level IV.
 Pasien dapat mengakses langsung setiap level kategori penanganan
kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit
sebagaimana dimaksud pada ayat (3).
 Penanganan antarfasilitas pelayanan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) huruf c merupakan tindakan rujukan terhadap Pasien dari suatu
Fasilitas Pelayanan Kesehatan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain
yang lebih mampu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Pelayanan Kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan dilakukan di:
 ruang pelayanan Gawat Darurat atau ruang tindakan untuk Puskesmas,
Klinik, dan tempat praktik mandiri Dokter, Dokter Gigi, serta tenaga
kesehatan; dan
 Instalasi Gawat Darurat (IGD) untuk Rumah Sakit.

Sumber daya manusia


Sumber daya manusia sebagaimana dimaksud meliputi:
 Dokter;
 Dokter Gigi;

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 3 / 21
 perawat; dan/atau
 tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan.
 Dokter, Dokter Gigi, perawat, dan/atau tenaga kesehatan lain harus memiliki
kompetensi kegawatdaruratan.
Jenis dan jumlah tenaga kesehatan lain dan tenaga nonkesehatan disesuaikan
dengan kategori dan kemampuan Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Dokter atau Dokter Gigi pada Puskesmas, Klinik, praktik mandiri Dokter atau praktik
mandiri Dokter Gigi, dan Rumah Sakit merupakan penanggung jawab Pelayanan
Kegawatdaruratan.
Dokter atau Dokter Gigi penanggung jawab pelayanan memiliki
kewenangan untuk menetapkan kondisi pasien memenuhi kriteria kegawatdaruratan
Dalam hal Pelayanan Kegawatdaruratan diselenggarakan di Puskesmas, Klinik, dan
Rumah Sakit, penanggung jawab Pelayanan Kegawatdaruratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) harus dokter atau dokter spesialis.
Dokter atau Dokter Gigi penanggung jawab pelayanan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus ditetapkan oleh pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan atau kepala
atau direktur Rumah Sakit.
Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikecualikan untuk praktik mandiri
Dokter atau Dokter Gigi.
Penanggungjawab Pelayanan Kegawatdaruratan di tempat praktik mandiri tenaga
kesehatan lain disesuaikan dengan jenis tenaga yang melaksanakan praktik tenaga
kesehatan.

Sarana, prasarana, obat dan bahan medis habis pakai, dan alat kesehatan dipenuhi
berdasarkan standar masing-masing jenis Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Ketentuan lebih lanjut mengenai Pelayanan Kegawatdaruratan dalam Lampiran
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Menteri ini.
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PRAFASILITAS PELAYANAN
KESEHATAN
 Penanganan Kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan merupakan
tindakan pertolongan terhadap Pasien yang cepat dan tepat di tempat kejadian
sebelum mendapatkan tindakan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Penanganan
Kegawatdaruratan prafasilitas ini turut berperan penting dalam menentukan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 4 / 21
keselamatan jiwa maupun menurunkan risiko kecacatan pada Pasien. Waktu
tanggap secara umum untuk tindakan penanganan Pasien trauma atau
nontrauma dilakukan segera mungkin. Penanganan kegawatdaruratan
prafasilitas pelayanan kesehatan meliputi triase, resusitasi, stabilisasi awal, dan
evakuasi.
 Berpedoman pada respon cepat, penanganan kegawatdaruratan prafasilitas
pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga kesehatan yang ada pada Pusat
Pelayanan Keselamatan Terpadu/Public Safety Center (PSC) 119 atau Fasilitas
Pelayanan Kesehatan terdekat, dan dapat melibatkan masyarakat awam dengan
bantuan operator. Selain pelayanan kesehatan dilakukan oleh tenaga
kesehatan, dibutuhkan pelayanan ambulans dan sistem komunikasi sebelum
dibawa ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Keberhasilan penanganan
kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan bergantung pada
keberadaan dan kemampuan dari:
 Akses dan Komunikasi
 Pusat komunikasi adalah nomor panggilan kegawatdaruratan 119, yang
merupakan komponen paling vital pada penanganan kegawatdaruratan
prafasilitas pelayanan kesehatan. Pusat komunikasi berperan dalam
mengumpulkan informasi dari penelpon dan memberikan bimbingan
pertolongan pertama bagi Pasien serta mendistribusikan informasi kepada
PSC 119 di daerah dekat kejadian/lokasi kejadian. Bagi daerah yang belum
memiliki nomor panggilan kegawatdaruratan 119 dapat menggunakan
saluran komunikasi lainnya.
 Petugas pusat komunikasi berperan dalam mencarikan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan terdekat yang sesuai dengan kebutuhan sehingga Pasien dibawa ke
Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang tepat. Selain itu Fasilitas Pelayanan
Kesehatan yang dituju dapat mempersiapkan ruangan, peralatan maupun
Dokter dan Dokter Gigi serta tenaga kesehatan bagi Pasien.
 Pelayanan Kegawatdaruratan di Tempat Kejadian Dalam rentang kondisi
prafasilitas pelayanan kesehatan, kegawatdaruratan dapat terjadi dimana saja
dan kapan saja sehingga diperlukan peran serta dan bantuan masyarakat serta
tenaga kesehatan dengan ambulans dari PSC 119 maupun dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan. Adapun tindakan yang dapat dilakukan dalam
penanganan kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan kesehatan antara lain:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 5 / 21
 Masyarakat awam:
 Menyingkirkan benda-benda yang dapat menimbulkan risiko bertambahnya
Pasien.
 Meminta pertolongan kepada orang sekitar, aparat dan petugas keamanan.
 Menghubungi call center 119 atau nomor kegawatdaruratan lain jika belum
tersedia PSC 119.
 Melakukan pertolongan yang dapat dilakukan dengan panduan call center
119/petugas.
Tenaga kesehatan dari PSC 119 ataupun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan:
 Triase
 memilah kondisi Pasien agar mendapatkan pelayanan yang sesuai
dengan tingkat kegawatdaruratannya. Tindakan ini berdasarkan prioritas
ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disability, Environment).
 Stabilisasi/Resusitasi
 Resusitasi diperuntukkan bagi Pasien yang mengalami henti jantung
ataupun yang mengalami krisis tanda vital (jalan napas, pernapasan, sirkulasi,
kejang).
 Evakuasi Medik
 Evakuasi medik merupakan upaya memindahkan Pasien dari lokasi
kejadian ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan yang dibutuhkan oleh Pasien dengan
menggunakan ambulans transportasi atau ambulans Gawat Darurat disertai
dengan upaya menjaga resusitasi dan stabilisasi. Apabila tidak terdapat
ambulans transportasi atau ambulans Gawat Darurat, evakuasi medik dapat
dilakukan dengan menggunakan alat transportasi lain di sekitar lokasi kejadian
dengan tetap melakukan upaya menjaga resusitasi dan stabilisasi.
Ambulans Gawat Darurat harus memenuhi persyaratan sesuai dengan standar,
yang meliputi persyaratan kelayakan jalan kendaraan, kelengkapan peralatan medis,
kelengkapan peralatan nonmedis, dan ketenagaan yang meliputi tenaga kesehatan
dan tenaga nonkesehatan.
PENANGANAN KEGAWATDARURATAN INTRAFASILITAS PELAYANAN
KESEHATAN
 Pelayanan Kegawatdaruratan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
dilakukan di:

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 6 / 21
 Ruangan Gawat Darurat atau ruang tindakan untuk Puskesmas, Klinik, atau
tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi/tenaga kesehatan lain; dan
 Instalasi Gawat Daurat untuk Rumah Sakit.
 Tempat Pelayanan Kegawatdaruratan tersebut berperan sebagai gerbang
utama jalan masuknya Pasien.
Kemampuan suatu Fasilitas Pelayanan Kesehatan secara keseluruhan dalam
hal kualitas dan kesiapan sebagai tempat pelayanan maupun sebagai pusat
rujukan penderita dari prafasilitas pelayanan kesehatan tercermin dari
kemampuan tempat Pelayanan Kegawatdaruratan. Pasien dari tempat
Pelayanan Kegawatdaruratan tersebut dapat dikirim ke ruang lain, misalnya ke
ruang rawat inap di Puskesmas atau Klinik, unit perawatan intensif, ruang bedah
sentral, ataupun ruang perawatan di Rumah Sakit, untuk mendapatkan
penanganan selanjutnya. Jika dibutuhkan, penderita dapat dirujuk ke Fasilitas
Pelayanan Kesehatan lain (penanganan kegawatdaruratan antarfasilitas
pelayanan kesehatan).
 Penanganan kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan dikategorikan
berdasarkan kemampuan pelayanan, sumber daya manusia, sarana, prasarana,
obat dan bahan medis habis pakai, dan alat kesehatan. Untuk pelayanan
kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan rumah sakit, kategori pelayanan
kegawatdaruratan terdiri atas level I, level II, level III, dan level IV
 Setiap Fasilitas Pelayanan Kesehatan wajib memiliki Pelayanan
Kegawatdaruratan yang minimal mempunyai kemampuan:
 Pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu untuk Rumah
Sakit.
 Memberikan pelayanan Kegawatdaruratan sesuai jam operasional untuk
Puskesmas, Klinik, dan tempat praktik mandiri Dokter, Dokter Gigi, dan tenaga
kesehatan.
 Menangani Pasien segera mungkin setelah sampai di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
 Memberikan Pelayanan Kegawatdaruratan berdasarkan kemampuan pelayanan,
sumber daya manusia, sarana, prasarana, obat dan bahan medis habis pakai,
dan alat kesehatan.proses triase untuk dipilah berdasarkan tingkat
kegawatdaruratannya, sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh profesi
kedokteran dan/atau pimpinan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 7 / 21
 Membuat alur masuk Pasien dengan penyakit infeksius khusus atau yang
terkontaminasi bahan berbahaya sebaiknya berbeda dengan alur masuk Pasien
lain. Jika fasilitas ruang isolasi khusus dan dekontaminasi tidak tersedia, Pasien
harus segera dirujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain yang memiliki
fasilitas ruang isolasi khusus.
 Keberhasilan penanganan kegawatdaruratan intrafasilitas pelayanan kesehatan
sangat ditentukan oleh penanganan kegawatdaruratan prafasilitas pelayanan
kesehatan. Bisa diilustrasikan dengan Pasien yang terus mengalami perdarahan
dan tidak dihentikan selama periode prafasilitas pelayanan kesehatan, maka
akan sampai ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan dalam kondisi gagal ginjal.
Begitu cedera terjadi maka berlakulah apa yang disebut waktu emas (The
Golden periode).
 Satu jam pertama juga sangat menentukan sehingga dikenal istilah The Golden
Hour. Setiap detik sangat berharga bagi kelangsungan hidup penderita. Semakin
panjang waktu terbuang tanpa bantuan pertolongan yang memadai, semakin
kecil harapan hidup Pasien.
 Penanganan Kegawatdaruratan Intrafasilitas Pelayanan Kesehatan di
Puskesmas, Klinik, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi/Tenaga
Kesehatan.
 Puskesmas rawat inap dan Klinik rawat inap harus memiliki ruang
 Gawat Darurat sebagai tempat Pelayanan Kegawatdaruratan. Bagi Puskesmas
nonrawat inap, Klinik nonrawat inap, dan tempat praktik mandiri Dokter dan
Dokter Gigi/tenaga kesehatan melaksanakan Pelayanan Kegawatdaruratan di
ruang tindakan.
PELAYANAN
 Pelayanan Kegawatdaruratan yang dilaksanakan di Puskesmas, Klinik, dan
tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi meliputi pelayanan triase, survei
primer, survei sekunder, tatalaksana definitif dan rujukan. Sedangkan bagi
tempat praktik mandiri tenaga kesehatan, pelayanan Kegawatdaruratan meliputi
pelayanan triase, survei primer, dan rujukan. Apabila diperlukan evakuasi,
Fasilitas Pelayanan Kesehatan tingkat pertama yang menjadi bagian dari
SPGDT dapat melaksanakan evakuasi tersebut.
 Triase

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 8 / 21
 Adalah proses khusus memilah Pasien berdasarkan beratnya cedera atau
penyakit untuk menentukan jenis penanganan/intervensi kegawatdaruratan.
 Prinsip Triase adalah pemberlakuan sistem prioritas dengan
penentuan/penyeleksian Pasien yang harus didahulukan untuk
mendapatkan penanganan, yang mengacu pada tingkat ancaman jiwa yang
timbul berdasarkan:
 Ancaman jiwa yang dapat mematikan dalam hitungan menit
 Dapat mati dalam hitungan jam
 Trauma ringan
 Sudah meninggal
 Prosedur triase:
 Pasien datang diterima tenaga kesehatan di ruang Gawat Darurat atau ruang
tindakan. Bila jumlah Pasien lebih dari kapasitas ruangan, maka triase dapat
dilakukan di luar ruang Gawat Darurat atau ruang tindakan.
 Penilaian dilakukan secara singkat dan cepat (selintas) untuk menentukan
kategori kegawatdaruratan Pasien oleh tenaga kesehatan dengan cara:
 Menilai tanda vital dan kondisi umum Pasien
 Menilai kebutuhan medis
 Menilai kemungkinan bertahan hidup
 Menilai bantuan yang memungkinkan
 Memprioritaskan penanganan definitif
 Mengkategorikan status Pasien menurut kegawatdaruratannya, apakah
masuk ke dalam kategori merah, kuning, hijau atau hitam berdasarkan prioritas atau
penyebab ancaman hidup. Tindakan ini berdasarkan prioritas ABCDE (Airway,
Breathing, Circulation, Disability, Environment). Kategori merah merupakan prioritas
pertama (Pasien cedera berat mengancam jiwa yang kemungkinan besar dapat
hidup bila ditolong segera). Kategori kuning merupakan prioritas kedua (Pasien
memerlukan tindakan definitif, tidak ada ancaman jiwa segera). Kategori hijau
merupakan prioritas ketiga (Pasien degan cederaminimal, dapat berjalan dan
menolong diri sendiri atau mencari pertolongan). Kategori hitam merupakan Pasien
meninggal atau cedera fatal yang jelas dan tidak mungkin diresusitasi.
 Bagi Puskesmas atau Klinik yang melayani Pasien saat terjadi bencana alam
ataupun kejadian bencana lainnya yang menyebabkan Pasien dalam jumlah banyak,
penggunaan Tag Triase (pemberian label pada Pasien) perlu dilakukan.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 9 / 21
 Status Triase ini harus dinilai ulang terus menerus karena kondisi Pasien
dapat berubah sewaktu-waktu. Apabila kondisi Pasien berubah maka dilakukan
retriase.
 Melakukan komunikasi dengan pusat komunikasi (misal PSC
 119) dan Rumah Sakit rujukan, bila diperlukan.
 Survei Primer (Resusitasi dan Stabilisasi)
 Tindakan resusitasi segera diberikan kepada Pasien dengan kategori merah
setelah mengevaluasi potensi jalan nafas (airway), status pernafasan (breathing)
dan sirkulasi ke jaringan (circulation) serta status mental Pasien yang diukur Alert
Verbal Pain Unresponsive (AVPU).
 Batasan waktu (respon time) untuk mengkaji keadaan dan memberikan
intervensi secepatnya untuk Pasien yang membutuhkan pelayanan resusitasi adalah
segera.
 Melakukan monitoring dan retriase terhadap tindakan resusitasi yang
diberikan. Monitoring kondisi Pasien berupa pemasangan peralatan medis untuk
mengetahui status tanda vital, pemasangan kateter urine, dan penilaian ulang status
mental Pasien.
 Apabila kondisi Pasien memerlukan tindakan definitif segera namun pada
Puskesmas/Klinik/tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi tidak tersedia
tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, maka harus dilakukan
rujukan segera sesuai prosedur tanpa melakukan survei sekunder.
 Bagi tempat praktik mandiri tenaga kesehatan, Pasien harus segera dirujuk
setelah melaksanakan survei primer.
 Survei Sekunder
 Survei sekunder tidak diwajibkan apabila kondisi pasien memerlukan tindakan
definitif segera namun pada Puskesmas/Klinik/tempat praktik mandiri Dokter dan
Dokter Gigi tidak tersedia tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang
memadai. Pada kondisi ini, pasien harus segera dilakukan rujukan sesuai prosedur
tanpa melakukan survei sekunder.
 Melakukan anamnesa (alloanamnesa/autoanamnesa) untuk mendapatkan
informasi mengenai apa yang dialami Pasien pada saat ini.
 Pemeriksaan fisik, neurologis dan status mental secara menyeluruh (head to
toe) dengan menggunakan GCS (Glasgow Coma Scale).

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 10 / 21
 Bagi Puskesmas/Klinik, melakukan pemeriksaan penunjang sesuai dengan
ketersediaan fasilitas yang dimiliki.
 Pemeriksaan penunjang yang dilakukan seperti pemeriksaan laboratorium
dan pencitraan yang diinstruksikan oleh dokter berdasarkan hasil kesimpulan
anamnesa dan pemeriksaan fisik.
 Pemeriksaan penunjang dilakukan bila kondisi Pasien telah stabil, yaitu:
tanda-tanda vital normal, tidak ada lagi kehilangan darah, keluaran urin normal 0,5-1
cc/kg/jam, dan atau tidak ada bukti kegagalan fungsi organ.
 Tindakan restraint sesuai indikasi dengan teknik terstandar yang aman,
dengan tujuan untuk mengamankan Pasien, orang lain dan lingkungan dari perilaku
Pasien yang tidak terkontrol.
 Apabila kondisi Pasien memerlukan tindakan definitif namun pada
Puskesmas/Klinik/tempat praktik mandiri Dokter dan Dokter Gigi tidak tersedia
tenaga yang berkompeten ataupun fasilitas yang memadai, maka harus dilakukan
rujukan segera sesuai prosedur.
 Tata Laksana Definitif
 Penanganan/pemberian tindakan terakhir untuk menyelesaikan
permasalahan setiap Pasien.
 Penentuan tindakan yang diambil berdasarkan hasil kesimpulan dari
anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Yang berwenang
melakukan tata laksana definitif adalah Dokter dan Dokter Gigi yang terlatih.
 Rujukan
 Rujukan dilaksanakan jika tindak lanjut penanganan terhadap Pasien tidak
memungkinkan untuk dilakukan di Puskesmas/Klinik/tempat praktik mandiri Dokter
dan Dokter Gigi/tenaga kesehatan karena keterbatasan sumber daya.
 Sebelum Pasien dirujuk, terlebih dahulu dilakukan koordinasi dengan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan yang dituju mengenai kondisi Pasien, serta tindakan medis
yang diperlukan oleh Pasien.
 Proses pengiriman Pasien dilakukan bila kondisi Pasien stabil, menggunakan
ambulans Gawat Darurat atau ambulans transportasi yang dilengkapi dengan
penunjang resusitasi, didampingi oleh tenaga kesehatan terlatih untuk melakukan
tindakan resusitasi dan membawa surat rujukan. Bagi tempat praktik mandiri Dokter
dan Dokter Gigi/tenaga kesehatan, penyediaan ambulans dilaksanakan
berkoordinasi dengan Fasilitas Pelayanan Kesehatan rujukan atau PSC 119.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 11 / 21
TOPIK 2 : Pelayanan Kamar Operasi
Pengertian.
 Bangunan gedung.
konstruksi bangunan yang diletakkan secara tetap dalam suatu lingkungan, di
atas tanah/perairan, ataupun di bawah tanah/perairan, tempat manusia
melakukan kegiatannya, baik untuk tempat tinggal, berusaha, maupun kegiatan
sosial dan budaya.
 Ruangan di rumah sakit.
gabungan/kumpulan dari ruang-ruang/kamar-kamar di unit rumah sakit yang
saling berhubungan dan terkait satu sama lain dalam rangka pencapaian tujuan
pelayanan kesehatan.
 Prasarana
Benda maupun jaringan/instalasi yang membuat suatu bangunan yang ada bisa
berfungsi sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
 Ruang Operasi Rumah Sakit.
suatu unit khusus di rumah sakit yang berfungsi sebagai tempat untuk
melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun akut, yang
membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya.
 Ruang Pendaftaran.
a) Ruang ini digunakan untuk menyelenggarakan kegiatan administrasi,
khususnya pelayanan bedah.
b) Ruang ini berada pada bagian depan Ruang Operasi Rumah Sakit dengan
dilengkapi loket, meja kerja, lemari berkas/arsip, telepon/interkom.
c) Pasien bedah dan Pengantar (Keluarga atau Perawat) datang ke ruang
pendaftaran.
d) Pengantar (Keluarga atau Perawat), melakukan pendaftaran di Loket
pendaftaran, petugas pendaftaran Ruang Operasi Rumah Sakit melakukan
pendataan pasien bedah dan penandatanganan surat pernyataan dari
keluarga pasien bedah, selanjutnya pengantar menunggu di ruang tunggu.
e) Kegiatan administrasi meliputi : (a) Pendataan pasien bedah.

Penandatanganan surat pernyataan dari keluarga pasien bedah. (c) Rincian


biaya pembedahan.
 Ruang tunggu Pengantar.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 12 / 21
Ruang di mana keluarga atau pengantar pasien menunggu. Di ruang ini perlu
disediakan tempat duduk dengan jumlah yang sesuai aktivitas pelayanan bedah.
Bila memungkinkan, sebaiknya disediakan pesawat televisi dan ruangan yang
dilengkapi sistem pengkondisian udara.
 Ruang Transfer (Transfer Room).
a) Pasien bedah dibaringkan di stretcher khusus ruang operasi. Untuk pasien
bedah yang datang menggunakan stretcher dari ruang lain, pasien tersebut
dipindahkan ke stretcher khusus Ruang Operasi Rumah Sakit.Transfer bed
ruang operasi.
b) Pasien melepaskan semua perhiasan dan diserahkan kepada keluarga
pasien.
c) Selanjutnya Pasien dibawa ke ruang persiapan (preperation room)
 Ruang Tunggu Pasien (Holding Room).
Ruang tunggu pasien dimaksudkan untuk tempat menunggu pasien sebelum
dilakukan pekerjaan persiapan (preparation) oleh petugas Ruang Operasi
Rumah Sakit dan menunggu sebelum masuk ke kompleks ruang operasi.
Apabila luasan area Ruang Operasi Rumah Sakit tidak memungkinkan,
kegiatan pada ruangan ini dapat di laksanakan di Ruang Transfer.

 Ruang Persiapan Pasien.


a) Ruang yang digunakan untuk mempersiapkan pasien bedah sebelum
memasuki ruang operasi.
b) Di ruang persiapan, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit membersihkan
tubuh pasien bedah, dan mencukur bagian tubuh yang perlu dicukur.
c) Petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengganti pakaian pasien bedah
dengan pakaian khusus pasien bedah.
d) Selanjutnya pasien bedah dibawa ke ruang induksi atau langsung ke ruang
operasi.

 Ruang Induksi.

Di ruang induksi, petugas Ruang Operasi Rumah Sakit mengukur tekanan darah
pasien bedah, memasang infus, memberikan kesempatan pada pasien untuk

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 13 / 21
beristirahat/ menenangkan diri, dan memberikan penjelasan pada pasien bedah
mengenai tindakan yang akan dilaksanakan.
Anastesi dapat dilakukan pada ruangan ini. Apabila luasan area Ruang Operasi
Rumah Sakit tidak memungkinkan, kegiatan anastesi dapat di laksanakan di
kamar bedah.

Ruang Penyiapan Peralatan/Instrumen Bedah.


Peralatan/Instrumen dan bahan-bahan yang akan digunakan untuk pembedahan
dipersiapkan pada ruang ini.
 Kamar bedah.
a) Kamar bedah digunakan sebagai ruang untuk melakukan tindakan operasi
dan atau pembedahan. Luas ruangan harus cukup untuk memungkinkan
petugas bergerak sekeliling peralatan bedah. Kamar bedah harus dirancang
dengan faktor keselamatan yang tinggi.
b) Di kamar bedah, pasien dipindahkan dari stretcher khusus Ruang Operasi
ke meja operasi/bedah.
c) Di kamar ini pasien bedah dilakukan pembiusan (anestesi).
d) Setelah pasien bedah tidak sadar, selanjutnya proses bedah dimulai oleh
Dokter Ahli Bedah dibantu petugas medik lainnya.

 Ruang Pemulihan (Recovery).


a) Ruang pemulihan ditempatkan berdekatan dengan kamar bedah dan
diawasi oleh perawat. Pasien bedah yang ditempatkan di ruang pemulihan
secara terus menerus dipantau karena pasien masih dalam kondisi
pembiusan normal atau ringan. Daerah ini memerlukan perawatan
berkualitas tinggi yang dapat secara cepat menilai pasien tentang status :
jantung, pernapasan dan physiologis, dan bila diperlukan melakukan
tindakan dengan memberikan pertolongan yang tepat.

b) Setiap tempat tidur pasien pasca bedah dilengkapi dengan minimum


satu outlet Oksigen, suction, udara tekan medis, peralatan monitor dan 6
(enam) kotak kontak listrik,

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 14 / 21
c) Kereta darurat (emergency cart) secara terpusat disediakan dan dilengkapi
dengan defibrillator, saluran napas (airway), obat-obatan darurat, dan
persediaan lainnya.
d) Di beberapa rumah sakit, ruang pemulihan sering juga dinamakan ruang
PACU (Post Anaesthetic Care Unit). Komunikasi ruang pemulihan atau
ruang PACU langsung ke ruang dokter bedah dan perawat bedah dengan
perangkat interkom. Tombol panggil darurat ditempatkan diseluruh Ruang
Operasi Rumah Sakit.
 Ruang ganti pakaian (Loker).
a) Loker atau ruang ganti pakaian, digunakan untuk Dokter dan petugas medik
mengganti pakaian sebelum masuk ke lingkungan ruang operasi.
b) Pada loker ini disediakan lemari pakaian/loker dengan kunci yang
dipegang oleh masing-masing petugas dan disediakan juga lemari/tempat
menyimpan pakaian ganti dokter dan perawat yang sudah disteril. Loker
dipisah antara pria dan wanita. Loker juga dilengkapi dengan toilet.

 Ruang Dokter.
Ruang Dokter terdiri dari 2 bagian :
(1) Ruang kerja.
(2) Ruang istirahat/kamar jaga.

Pada ruang kerja harus dilengkapi dengan beberapa peralatan dan furnitur.
Sedangkan pada ruang istirahat diperlukan sofa. Ruang Dokter perlu dilengkapi
dengan bak cuci tangan (wastafel) dan toilet.

 Scrub Station.
a) Scrub station atau scrub up, adalah bak cuci tangan bagi Dokter ahli bedah
dan petugas medik yang akan mengikuti langsung pembedahan di dalam
ruang operasi.
b) Bagi petugas medik yang tidak terlibat tidak perlu mencuci tangannya di
scrub station.
c) Scrub station sebaiknya berada disamping atau di depan ruang operasi.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 15 / 21
d) Beberapa persyaratan dari scrub station yang harus dipenuhi, antara lain :
(a) Terdapat kran siku atau kran dengkul, minimal untuk 2 (dua) orang. (b)
Aliran air pada setiap kran cukup.
e) Dilengkapi dengan ultra violet (UV), water sterilizer. (d) Dilengkapi dengan
tempat cairan desinfektan.
f) Dilengkapi sikat kuku.

 Ruang Utilitas Kotor (Spoel Hoek, Disposal).


(1) Fasilitas untuk membuang kotoran bekas pelayanan pasien khususnya
yang berupa cairan. Spoolhoek terdiri dari :
(a) Sloop sink (lihat gambar 1.4.19.a & b).
(b) Service Sink (lihat gambar 1.4.19.a & c)
(2) Peralatan/Instrumen/Material kotor dikeluarkan dari ruang operasi ke
ruang kotor (disposal, spoel Hoek).
(3) Barang-barang kotor ini selanjutnya dikirim ke ruang Laundri dan CSSD
(Central Sterilized Support Departement). untuk dibersihkan dan disterilkan.
(4) Ruang Laundri dan CSSD berada diluar Ruang Operasi Rumah Sakit.

 Ruang Linen.
Ruang linen berfungsi menyimpan linen, antara lain duk operasi dan
pakaian bedah petugas/dokter pada Ruang Operasi Rumah sakit

 Ruang Penyimpanan Perlengkapan Bedah

(1) Ruang tempat penyimpanan instrumen yang telah disterilkan. Instrumen


berada dalam Tromol tertutup dan disimpan di dalam lemari instrumen. Bahan-
bahan lain seperti kasa steril dan kapas yang telah disterilkan juga dapat
disimpan di ruangan ini.
(2) Persediaan harus disusun rapih pada rak-rak yang titik terendahnya tidak
lebih dari 8 inci (20 cm) dari lantai dan titik tertingginya tidak kurang dari 18 inci
(45 cm) dari langit- langit. Persediaan rutin diperiksa tanggal kadaluarsanya dan
di bungkus secara terpadu.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 16 / 21
(3) Ruang Penyimpanan peralatan anastesi, peralatan implant
orthopedic, dan perlengkapan emergensi diletakkan pada ruang yang berbeda
dengan ruang penyimpanan perlengkapan bedah.

 Ruang Penyimpanan Peralatan Kebersihan (Janitor).

Ruang untuk menyimpan peralatan kebersihan dan ruang tempat menempatkan


barang- barang kotor di dalam kontainer tertutup yang berasal dari ruang-ruang
di dalam bangunan (sarana) Ruang Operasi Rumah Sakit untuk selanjutnya
dibuang ke tempat pembuangan diluar bangunan Ruang Operasi Rumah Sakit.
 Meja Operasi/bedah.

Meja operasi/bedah adalah meja yang digunakan untuk membaringkan pasien


bedah, sesuai dengan posisi yang sesuai, dimana Dokter bedah akan
melakukan operasi pembedahan.
Secara umum, ada 2 jenis meja operasi, yaitu : meja operasi yang digerakkan
secara hidarolik, dan meja operasi yang digerakkan dengan elektrohidraulik
(sebelumnya ada meja operasi yang digerakkan secara mekanik).
 Lampu Operasi/bedah.
Lampu operasi umumnya diletakkan menggantung di langit-langit ruang operasi,
dan berada di posisi diatas meja operasi (Operating Table). Namun demikian
untuk keperluan lainnya, lampu operasi juga ada dari jenis diletakkan di lantai
(floor mounted) atau jenis pemasangan di dinding (wall mounted).
 Mesin Anesthesi.
Mesin anestesi adalah peralatan medik yang berfungsi untuk pembiusan pada
pasien yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi sebelum dilakukan
pembedahan oleh dokter spesialis bedah. Lokasi peralatan anestesi ini ada di
kamar bedah. Untuk mengoperasikan mesin anestesi ini diperlukan gas oksigen
(O2), gas nitrous oksida (N2O), dan zat anestesi. Disamping gas dan zat
tersebut di atas, idealnya juga dilengkapi dengan vakum medik, udara tekan dan
sistem buangan gas anestesi.
 Ventilator.
Ventilator umumnya digunakan di ruang operasi dan di ruang ICU untuk
mengalirkan ventilasi mekanis ke paru-paru.

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 17 / 21
Ventilator berfungsi sebagai alat bantu pernapasan pada pasien yang dalam
kondisi fisik cukup lemah. Penggunaannya di kamar bedah bersama sama
dengan mesin anestesi, seperti ditunjukkan pada gambar 1.4.26.
Ventilator dioperasikan dengan pemipaan sentral gas (oksigen atau udara
tekan) atau silinder oksigen, atau dengan kompresor udara listrik yang
diletakkan di mana saja, jika tersedia tekanan sebesar 3,5 bar sampai 4 bar.
Sistem ini cukup aman di mana sirkit aliran gas dan sirkit gas ke pasien
sepenuhnya terpisah, dan tidak ada aliran gas bertekanan tinggi dialirkan ke
pasien. Jenis alat ini seperti ditunjukkan pada gambar 1.4.26

Link: https://www.bmj.com/content/317/7150/61.pdf+html
Literatur :
Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2001. Corporate Governance: Tata
Kelola Perusahaan. Jakarta: Prentice Hall.
Kaplan, R.S., & Norton D.P. (2001). The Strategy-Focused Organization. Boston, Mass.:
Harvard Business School Press.Borkowski, Nancy,Organizational Behavior Helath
Care,2011,Jones and Barlettlett Publ, Canada
Coffman, Karen dan Katie Lutes (2007),

Lewin, Kurt pada tahun 1951

Hanafi, Mamduh. 2008. Manajemen. Yogyakarta: UPP-AMP YKPN.

Kemenkes , Standar Nasional Akreditasi Rumah sakit ed 1.1., 2019,

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Peraturan Pemerintah No 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor. 340/Menkes/PER/III/2010 Tentang


Klasifikasi Rumah Sakit.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor nomor 26/PERMENKES/2019 tentang


peraturan pelaksanaan undang-undang nomor 38 tahun 2014 tentang keperawatan

Pedoman penyususnan standar pelayanan minimum rumah sakit kementrian kesehatan republik
indonesia 2013
Permenkes no 47 tahun 2018 Pedoman Pelayanan Kegawatdaruratan

Kemenkes , Pedoman teknis bangunan rumah sakit, Kamar Operasi tahun 2012

Undang-undang nomor 4 tahun 2019 tentang kebidanan

Jones, Gareth R. dan Jennifer M George. 2010. Contemporary Management. New York: McGraw Hil

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 18 / 21
Robbin (2006 : 721), budaya organisasi merupakan suatu persepsi bersama yang ... suatu
konsep yang satu (unitary concept),

Shortel,StephenM, Kaluzny,Arnold D, att all, Health Care Management “ a Text in Organization


Theory and Behavior, second edd,1988, Delmar Publ,Canada

Srinivasan,A,V, Managing Modern Hospital, 2008,Sage Publ, California


Model perubahan

Latihan
11.1. Pelayanan Kegawatdaruratan adalah tindakan medis yang dibutuhkan oleh
pasien gawat darurat dalam waktu segera . diantarnya :
A. Mengobati kegawatan
B. menyelamatkan nyawa dan pencegahan kecacatan.
C. Menyelamatkan kedaruratan

Jawaban B
11.2 Kondisi Pasien dapat berubah sewaktu-waktu Status Triase :
A. Triase cukup sekali saja
B. Dilakukan retiase
C. Dilakukan triase sesuai peruabahan pasien .
Jawaban B
11.3. Pelayanan Gawat Darurat perlu membuat alur masuk Pasien dengan
penyakit infeksius khusus atau yang terkontaminasi bahan berbahaya ,kecuali:
A. Alur sebaiknya berbeda dengan alur masuk Pasien lain.
B. Perlu tersedia ruang isolasi khusus dan dekontaminasi
C. Segera dirujuk ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan lain.

Jawaban C

11.4 Evakuasi medik merupakan upaya memindahkan Pasien dari lokasi


kejadian ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan sesuai kebutuhan medis Pasien,
menggunakan :
A. ambulans transportasi atau ambulans Gawat Darurat disertai dengan upaya
menjaga resusitasi dan stabilisasi
B. Brancard dengan upaya menjaga resusitasi dan stabilitasi
C. Ambulan tanpa upaya menjaga resusitasi dan stabilisasi .
Jawaban A

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 19 / 21
11.5. Kondisi Kamar Operasi harus dipastikan bertekanan :

A. negatif.

B. Positif

C. Netral.

Jawaban B

Universitas Esa Unggul


http://esaunggul.ac.id 20 / 21

Anda mungkin juga menyukai