Tugas Makalah Kelompok 1
Tugas Makalah Kelompok 1
Disusun Oleh
Kelompok 1 :
1. Dede Yusup (2111210006)
2. Aditya Febby Yahya (2111210002)
3. Nanan Sunanda (2111210060)
4. Ahmad Fauzan (2111210001)
5. Aldo Mahendra (2111210004)
6. Anwar Fallah (2111210005)
1
KATA PENGANTAR
Penulis
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................4
1.2 Perumusan Masalah......................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................6
2.1 Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa
Indonesia...........................................................................................................6
2.2 Alasan Diperlukannya Pancasila dalam Sejarah Bangsa Indonesia................23
2.3 Menggali Sumber Historis,Sosiologis,Politis tentang Pancasila dalam Sejarah
Bangsa Indonesia............................................................................................26
2.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan
Pancasila..........................................................................................................28
2.5 Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia untuk Masa Depan..........................................................................28
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................31
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah proses perumusan pancasila pada masa kerajaan?
b. Apa sajakah alasan perlunya pancasila dalam kajian sejarah?
c. Bagaimanakah proses pembentukan dasar negara dalam kajian sejarah?
d. Siapakah para tokoh perumusan pancasila?
5
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa
Indonesia
Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa
memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya atau
jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu
adalah dalam bahaya. Begitu kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwa
bangsa menjadikan Pancasila terus berjaya sepanjang masa. Hal tersebut
disebabkan ideologi Pancasila tidakhanya sekedar “confirm and deepen”
identitas Bangsa Indonesia. Ia lebih dari itu. Ia adalah identitas Bangsa
Indonesia sendiri sepanjang masa. Sejak Pancasila digali kembali dan
dilahirkan kembali menjadi Dasar dan Ideologi Negara, maka ia
membangunkan dan membangkitkan 2 identitas yang dormant, yang
“tertidur” dan yang “terbius” selama kolonialisme.
Pancasila pun merupakan khasanah budaya Indonesia, karena nilai-nilai
tersebut hidup dalam sejarah Indonesia yang terdapat dalam beberapa
kerajaan yang ada di Indonesia, seperti berikut :
a. Pada kerajaan Kutai, masyarakat Kutai merupakan pembuka zaman
sejarah Indonesia untuk pertama kali, karena telah menampilkan nilai
sosial politik, dan Ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri dan
sedekah kepada para Brahmana.
b. Perkembangan kerajaan Sriwijaya oleh Mr. Muhammad Yamin
disebut sebagai Negara Indonesia Pertama dengan dasar kedatuan, itu
dapat ditemukan nilai-nilai Pancasila material yang paling berkaitan satu
sama lain, seperti nilai persatuan yang tidak terpisahkan dengan nilai ke-
Tuhanan yang tampak pada raja sebagai pusat kekuasaan dengan
kekuatan religius berusaha mempertahankan kewibawaannya terhadap
para datu. Demikian juga nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomi yang
terjalin satu
6
sama lain dengan nilai internasionalisme dalam bentuk hubungan dagang
yang terentang dari pedalaman sampai ke negeri-negeri seberang lautan
pelabuhan kerajaan dan Selat Malaka yang diamankan oleh para nomad
laut yang menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan Sriwijaya
c. Pada masa kerajaan Majapahit, di bawah raja Prabhu Hayam Wuruk
dan Apatih Mangkubumi, Gajah Mada telah berhasil mengintegrasikan
nusantara. Faktorfaktor yang dimanfaatkan untuk menciptakan wawasan
nusantara itu adalah: kekuatan religio magis yang berpusat pada Sang
Prabhu, ikatan sosial kekeluargaan terutama antara kerajaan-kerajaan
daerah di Jawa dengan Sang Prabhu dalam lembaga Pahom Narandra.
Jadi dapatlah dikatakan bahwa nilai-nilai religious sosial dan politik yang
merupakan materi Pancasila sudah muncul sejak memasuki zaman
sejarah Bahkan, pada masa kerajaan ini, istilah Pancasila dikenali yang
terdapat dalam buku Nagarakertagama karangan Prapanca dan buku
Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku tersebut istilah
Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dalam
bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang
lima” (Pancasila Krama), yaitu:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras
Kedua zaman, baik Sriwijaya maupun Majapahit dijadikan tonggak
sejarah karena pada waktu itu bangsa telah memenuhi syarat-syarat
sebagai bangsa yang mempunyai negara. Baik Sriwijaya maupun
Majapahit waktu itu merupakan negara-negara yang berdaulat,
bersatu serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh Nusantara.
Selain zaman kerajaan, masih banyak fase-fase yang harus dilewati
menuju Indonesia merdeka hingga tergalinya Pancasila yang setelah
sekian lama tertimbun oleh penjajahan Belanda. Sebagai salah satu
7
tonggak sejarah yang merefleksikan dinamika kehidupan kebangsaan
yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila adalah termanifestasi dalam
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.
8
sampai dengan 1 Juni 1945. BPUPKI dibentuk oleh Pemerintah
Pendudukan Jepang pada 29 April 1945 dengan jumlah anggota 60 orang.
Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Wedyodiningrat yang didampingi
oleh dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu Raden Panji Suroso dan
Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi
Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28 Mei 1945.
Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang
pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara.
Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut
menampilkan beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno,
Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut
menyampaikan usulan tentang dasar negara menurut pandangannya
masing-masing. Meskipun demikian perbedaan pendapat di antara
mereka tidak mengurangi semangat persatuan dan kesatuan demi
mewujudkan Indonesia merdeka.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah seorang pengusul calon
dasar negara dalam sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato
pada 1 Juni 1945. Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan lima butir
gagasan tentang dasar negara sebagai berikut:
a) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
b) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
c) Mufakat atau Demokrasi,
d) Kesejahteraan Sosial,
e) Ketuhanan yang berkebudayaan.
Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh
Soekarno diberi nama Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga
mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak menyukai angka 5,
maka ia menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-
Nasionalisme, (2) Sosio- Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa.
Soekarno akhirnya juga menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi
asas Gotong-Royong. Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno
inilah yang di kemudian
9
hari diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam
bentuk buku yang berjudul Lahirnya Pancasila (1947). Perlu kita ketahui
bahwa dari judul buku tersebut menimbulkan kontroversi seputar lahirnya
Pancasila. Di satu pihak, ketika Soekarno masih berkuasa, terjadi
semacam pengutusan terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan
sebagai hari lahirnya Pancasila. Di lain pihak, ketika pemerintahan
Soekarno jatuh, muncul upaya-upaya “de-Soekarnoisasi” oleh penguasa
Orde Baru sehingga dikesankan seolah-olah Soekarno tidak besar jasanya
dalam penggalian dan perumusan Pancasila.
Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila
bagi dasar filsafat negara yang diusulkan oleh Soekarno, dan kemudian
dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid
Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan
Moh. Hatta) yang bertugas menampung usul-usul seputar calon dasar
negara. Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini
berhenti untuk sementara
10
Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam
Jakarta” ini di kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan
sejumlah perubahan di sana-sini. Ketika para pemimpin Indonesia sedang
sibuk mempersiapkan kemerdekaan menurut skenario Jepang, secaratiba-
tiba terjadi perubahan peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya
perubahan peta politik dunia itu ialah takluknya Jepang terhadap Sekutu.
Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada
6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah
Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi:
a) Pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan
bagi Indonesia (PPKI),
b) Panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai
bersidang 19 Agustus 1945
c) Direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.
Esok paginya, 8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil
Jenderal Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara)
yang berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama Ho
Chi Minh). Ketiga tokoh tersebut diberi kewenangan oleh Terauchi untuk
segera membentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia
sesuai dengan maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi.
Sepulang dari Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total
anggota 21 orang, yaitu: Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki Bagus
Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Purboyo, Suryohamijoyo, Sutarjo,
Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas,
Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde Puja, Hamidan, Panji
Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan.
Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika
dan sekutu akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus
1945 yang meluluhlantakkan kota tersebut sehingga menjadikan kekuatan
Jepang semakin lemah. Kekuatan yang semakin melemah, memaksa
11
Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus
1945. Konsekuensi dari menyerahnya Jepang kepada sekutu, menjadikan
daerah bekas pendudukan Jepang beralih kepada wilayah perwalian
sekutu, termasuk Indonesia. Sebelum tentara sekutu dapat menjangkau
wilayah-wilayah itu, untuk sementara bala tentara Jepang masih ditugasi
sebagai sekadar penjaga kekosongan kekuasaan.
Kekosongan kekuasaan ini tidak disia-siakan oleh para tokoh nasional.
PPKI yang semula dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak
berkuasa lagi, maka para pemimpin nasional pada waktu itu segera
mengambil keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu
berupa melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan
mempercepat rencana kemerdekaan bangsa Indonesia. Periode
Pengesahan Pancasila Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus
1945, ketika itu Soekarno, Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil
oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan ke Saigon untuk membahas
tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan.
Namun, di luar dugaan ternyata pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah
kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan
Rajiman kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka disambut oleh para
pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa Indonesia
diproklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan
situasi politik dunia pada masa itu.
Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada
sekutu sehingga Jepang tidak memiliki kekuasaan secara politis di
wilayah pendudukan, termasuk Indonesia. Perubahan situasi yang cepat
itu menimbulkan kesalahpahaman antara kelompok pemuda dengan
Soekarno dan kawan-kawan sehingga terjadilah penculikan atas diri
Soekarno dan
M. Hatta ke Rengas Dengklok (dalam istilah pemuda pada waktu itu
“mengamankan”), tindakan pemuda itu berdasarkan keputusan rapat yang
diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang 16 Agustus 1945 Melalui
jalan
12
berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada
17 Agustus 1945.
Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta dan ditulis oleh
Soekarno pada dini hari. Dengan demikian, naskah bersejarah teks
proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini digagas dan ditulis oleh duatokoh
proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan Dwitunggal.
Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Rancangan
pernyataan kemerdekaan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI yang
diberi nama Piagam Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus
1945 karena situasi politik yang berubah.
Perlu di ketahui bahwa sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, yakni 18 Agustus 1945, PPKI bersidang untuk menentukan
dan menegaskan posisi bangsa Indonesia dari semula bangsa terjajah
menjadi bangsa yang merdeka. PPKI yang semula merupakan badan
buatan pemerintah Jepang, sejak saat itu dianggap mandiri sebagai badan
nasional. Atas prakarsa Soekarno, anggota PPKI ditambah 6 orang lagi,
dengan maksud agar lebih mewakili seluruh komponen bangsa Indonesia.
Mereka adalah Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman
Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa Koesoema Soemantri, dan Ahmad
Subarjo. Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat
dan kelengkapan kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-
Undang Dasar, Pemimpin negara, dan perangkat pendukung lainnya.
Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
13
Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila
yang disahkan PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang
termaktub dalam Piagam Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan
dari wakil yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia Bagian Timur
yang menemui Bung Hatta yang mempertanyakan 7 kata di belakang kata
“Ketuhanan”, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Tuntutan ini ditanggapi secara arif oleh para
pendiri negara sehingga terjadi perubahan yang disepakati, yaitu
dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi hambatan di kemudian haridan
diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”. Setelah kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan yang kemudian diikuti dengan pengesahaan Undang-
Undang Dasar 1945, maka roda pemerintahan yang seharusnya dapat
berjalan dengan baik dan tertib, ternyata menghadapi sejumlah tantangan
yang mengancam kemerdekaan negara dan eksistensi Pancasila.
3) Pancasila Era Orde Lama
Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang
berpengaruh terhadap munculnya Dekrit Presiden. Pandangan tersebut
yaitu mereka yang memenuhi “anjuran” Presiden/Pemerintah untuk
“kembali ke Undang-Undang Dasar 1945” dengan Pancasila
sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara.
Sedangkan pihak lainnya menyetujui ‘kembali ke Undang-Undang Dasar
1945”, tanpa cadangan, artinya dengan Pancasila seperti yang
dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun, kedua
usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante.
Konstituante ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959. Kejadian ini
menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit
Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian
dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan
secara resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan
Istana Merdeka Dekrit Presiden tersebut berisi:
14
1) Pembubaran konstituante
2) Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.
Sosialisasi terhadap paham Pancasila yangkonklusif menjadi prelude
penting bagi upaya selanjutnya, Pancasila dijadikan “ideologi negara”
yang tampil hegemonik. Ikhtiar tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno
memberi tafsir Pancasila sebagai satu kesatuan paham dalam doktrin
“Manipol/USDEK”. Manifesto politik (manipol) adalah materi pokok
dari pidato Soekarno tanggal 17 Agustus 1959 berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita” yang kemudian ditetapkan oleh Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Belakangan, materi pidato tersebut dikukuhkan dalam
Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 tahun 1960 dan Ketetapan MPRS
No. 1/MPRS1960 tentang GBHN. Manifesto politik Republik Indonesia
tersebut merupakan hasil perumusan suatu panitia yang dipimpin oleh
D.N. Aidit yang disetujui oleh DPA pada tanggal 30 September 1959
sebagai haluan negara.
Oleh karena itu, mereka yang berseberangan paham memilih taktik
“gerilya” di dalam kekuasaan Ir. Soekarno. Mereka menggunakan jargon-
jargon Ir. Soekarno dengan agenda yang berbeda. Taktik demikian
digunakan oleh sebagian besar kekuatan politik. Tidak hanya PKI,
mereka yang anti komunisme pun sama. Walaupun kepentingan politik
mereka berbeda, kedua arus tersebut sama-sama menggunakan Pancasila
sebagai justifikasi. Ir. Soekarno menghendaki persatuan di antara
beragam golongan dan ideologi termasuk komunis, di bawah satu payung
besar, bernama Pancasila (doktrin Manipol/USDEK), sementara
golongan antikomunis mengkonsolidasi diri sebagai kekuatan berpaham
Pancasila yang lebih “murni” dengan menyingkirkan paham komunisme
yang tidak ber-Tuhan (ateisme). Dengan adanya pertentangan yang
sangat kuat ditambah carut marutnya perpolitikan saat itu, maka Ir.
Soekarno pun dilengserkan sebagai Presiden Indonesia melalui sidang
MPRS.
15
4) Pancasila Era Orde Baru
Setelah lengsernya Ir. Soekarno sebagai presiden, selanjutnya
Jenderal Soeharto yang memegang kendali terhadap negeri ini. Dengan
berpindahnya kursi kepresidenan tersebut, arah pemahaman terhadap
Pancasila pun mulai diperbaiki. Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1
Juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan, “Pancasila makin banyak
mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan
Pancasila”. Selain itu, Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila
sama sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan, Pancasila
bukan dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah
UUD, melainkan Pancasila harus. Jadi, Pancasila dijadikan sebagai
political force di samping sebagai kekuatan ritual. Begitu kuatnya
Pancasila digunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 1968
Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan
hidup bangsa akan membuat bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jikaada
pihak-pihak tertentu mau mengganti, merubah Pancasila dan
menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan. Selanjutnya pada tahun
1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12
tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai
dasar negara, yaitu:
Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa
Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tiga : Persatuan Indonesia
Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
16
Pasal 4 menjelaskan, “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila
merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi setiap warga negara
Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan
dan lembaga kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan
dilaksanakan secara bulat dan utuh”. Adapun nilai dan norma-norma
yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) berdasarkan ketetapan tersebut meliputi 36
butir, yaitu:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaan masingmasing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama
dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda,
sehingga terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai
dengan agama dan kepercayaannya
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang
lain.
17
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh
umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
18
5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-
royongan.
b. Bersikap adil.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak-hak orang lain.
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g. Tidak bersifat boros.
h. Tidak bergaya hidup mewah.
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
j. Suka bekerja keras.
k. Menghargai hasil karya orang lain.
i. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.
21
melalui indoktrinasi. Dengan seolah-olah “dikesampingkannya”
Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidak nampak
suatu dampak negatif yang berarti, namun semakin hari dampaknya
makin terasa dan berdampaksangat fatal terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara Indonesia. Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan
kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-konflik horisontal dan
vertikal secara masif dan pada akhirnya melemahkan sendi-sendi
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Dalam bidang budaya, kesadaran masyarakat atas keluhuran budaya
bangsa Indonesia mulai luntur, yang pada akhirnya terjadi disorientasi
kepribadian bangsa yang diikuti dengan rusaknya moral generasi muda.
Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai
sektor diperparah lagi dengan cengkeraman modal asing dalam
perekonomian Indonesia. Dalam bidang politik, terjadi disorientasi
politik kebangsaan, seluruh aktivitas politik seolah-olah hanya tertuju
pada kepentingan kelompok dan golongan. Lebih dari itu, aktivitas
politik hanya sekedar merupakan libido dominandi atas hasrat untuk
berkuasa, bukannya sebagai suatu aktivitas memperjuangkan kepentingan
nasional yang pada akhirnya menimbulkan carut marut kehidupan
bernegara seperti dewasa ini. Namun demikian, kesepakatan Pancasila
menjadi dasar Negara Republik Indonesia secara normatif, tercantum
dalam ketetapan MPR.
Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkanbahwa
“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara”. Ketetapan ini
terus dipertahankan, meskipun ketika itu Indonesia akan menghadapi
Amandeman Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1945. Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara,
Pancasila pun menjadi sumber hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan
MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang menyebutkan,
“Sumber
22
hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh UndangUndang
Dasar 1945”.
Semakin memudarnya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara membuat khawatir berbagai lapisan elemen
masyarakat. Oleh sebab itu, sekitar tahun 2004 Azyumardi Azra
menggagas perlunya rejuvenasi Pancasila sebagai faktor integratif dan
salah satu fundamen identitas nasional. Seruan demikian tampak
signifikan karena proses amandeman UUD 1945 saat itu sempat
memunculkan gagasan menghidupkan kembali Piagam Jakarta . Selain
keadaan di atas, juga terjadi terorisme yang mengatasnamakan agama.
Tidak lama kemudian muncul gejala Perda Syariah di sejumlah daerah.
Rangkaian gejala tersebut seakan melengkapi kegelisahan public selama
reformasi yang mempertanyakan arah gerakan reformasi dan
demokratisasi. Seruan Azyumardi Azra direspon sejumlah kalangan.
Ketidaksamaan itu berkaitan dengan realitas atau hakikat
pengetahuannya, wujud pengetahuan, kebenaran pengetahuannya serta
koherensi pengetahuannya. Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas
untuk mensosialisasikan kembali Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2
bahwa: Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
23
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Hal tersebut berkorelasi bahwa Undang-Undang ini penekanannya
pada kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Sudah barang tentu hal
tersebut tidak cukup. Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan
hidup bangsa perlu dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen
bangsa. Kesadaran ini mulai tumbuh kembali, sehingga cukup banyak
lembaga pemerintah di pusat yang melakukan kegiatan pengkajian
sosialisasinilai- nilai Pancasila
24
Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan hasil inkulturasi, yaitu
proses perpaduan berbagai elemen budaya dalam kehidupan masyarakat
sehingga menjadikan masyarakat berkembang secara dinamis. J.W.M.
Bakker menyebutkan adanya beberapa saluran inkulturasi, yang meliputi:
jaringan pendidikan, kontrol, dan bimbingan keluarga, struktur
kepribadian dasar, dan self expression. Haviland menegaskan bahwa
akulturasi adalah perubahan besar yang terjadi sebagai akibat dari kontak
antar kebudayaan yang berlangsung lama. Hal-hal yang terjadi dalam
akulturasi meliputi: 1) Substitusi; penggantian unsur atau kompleks yang
ada oleh yang lain yang mengambil alih fungsinya dengan perubahan
structural yang minimal; 2) Sinkretisme; percampuran unsur-unsur lama
untuk membentuk sistem baru; 3) Adisi; tambahan unsur atau kompleks-
kompleks baru; 4) Orijinasi; tumbuhnya unsur-unsur baru untuk
memenuhi kebutuhan situasi yang berubah; 5) Rejeksi; perubahan yang
berlangsung cepat dapat membuat sejumlah besar orang tidak dapat
menerimanya sehingga menyebabkan penolakan total atau timbulnya
pemberontakan atau gerakan kebangkitan.
Pemaparan tentang Pancasila sebagai identitas bangsa atau juga
disebut sebagai jati diri bangsa Indonesia dapat ditemukan dalam
berbagai literatur, baik dalam bentuk bahasan sejarah bangsa Indonesia
maupun dalam bentuk bahasan tentang pemerintahan di Indonesia. As’ad
Ali dalam buku Negara Pancasila; Jalan Kemashlahatan Berbangsa
mengatakan bahwa Pancasila sebagai identitas kultural dapat ditelusuri
dari kehidupan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Karena
tradisi dan kultur bangsa Indonesia dapat diitelusuri melalui peran
agama-agama besar, seperti: peradaban Hindu, Buddha, Islam, dan
Kristen. Agama- agama tersebut menyumbang dan menyempurnakan
konstruksi nilai, norma, tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan yang
berkembang dalam masyarakat. Misalnya, konstruksi tradisi dan kultur
masyarakat Melayu, Minangkabau, dan Aceh tidak bisa dilepaskan dari
peran peradaban Islam. Sementara konstruksi budaya Toraja dan Papua
tidak terlepas dari
25
peradaban Kristen. Demikian pula halnya dengan konstruksi
budaya masyarakat Bali yang sepenuhnya dibentuk oleh peradaban
Hindu.
2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan.
Sikap mental, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia mempunyai
ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan bangsa lain. Kepribadian itu
mengacu pada sesuatu yang unik dan khas karena tidak ada pribadi yang
benar-benar sama. Setiap pribadi mencerminkan keadaan atau halnya
sendiri, demikian pula halnya dengan ideologi bangsa. Meskipun nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan juga
terdapat dalam ideologi bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa Indonesia
kelima sila tersebut mencerminkan kepribadian bangsa karena diangkat
dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia sendiri dan dilaksanakan
secara simultan. Di samping itu, proses akulturasi dan inkulturasi ikut
memengaruhi kepribadian bangsa Indonesia dengan berbagai variasi yang
sangat beragam. Kendatipun demikian, kepribadian bangsa Indonesia
sendiri sudah terbentuk sejak lama sehingga sejarah mencatat kejayaan di
zaman Majapahit, Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain yang
memperlihatkan keunggulan peradaban di masa itu. Nilainilai spiritual,
sistem perekonomian, politik, budaya merupakan contoh keunggulan
yang berakar dari kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.
3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia
Pancasila dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
diyakini kebenarannya, kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya
oleh bangsa Indonesia yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa dan menimbulkan tekad yang kuat untuk
mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Pancasila sebagai pandangan
hidup berarti nilai-nilai Pancasila melekat dalam kehidupan masyarakat
26
dan dijadikan norma dalam bersikap dan bertindak. Ketika Pancasila
berfungsi sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka seluruh nilai
Pancasila dimanifestasi ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
4. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Sebagaimana dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa
mempunyai jiwanya masing-masing, yang dinamakan volkgeist (jiwa
rakyat atau jiwa bangsa). Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan
dengan lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila telah ada sejak dahulu kala
bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia.
5. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Perjanjian luhur, artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan
kepribadian bangsa disepakati oleh para pendiri negara (political
consensus) sebagai dasar negara Indonesia. Kesepakatan para pendiri
negara tentang Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti bahwa
pilihan yang diambil pada waktu itu merupakan sesuatu yang tepat.
27
2. Sumber Sosiologis Pancasila
Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, keadilan) secara sosiologis telah ada dalam masyarakat
Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Salah satu nilai yang dapat
ditemukan dalam masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu hingga
sekarang adalah nilai gotong royong. Misalnya dapat dilihat, bahwa
kebiasaan bergotong royong,baik berupa saling membantu antar tetangga
maupun bekerjasama untuk keperluan umum di desa-desa. Kegiatan
gotong royong itu dilakukan dengan semangat kekeluargaan sebagai
cerminan dari sila Keadilan Sosial.
Gotong royong juga tercermin pada sistem perpajakan di Indonesia.
Hal ini disebabkan karena masyarakat secara bersama-sama
mengumpulkan iuran melalui pembayaran pajak yang dimaksudkan
untuk pelaksanaan pembangunan.
28
2.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan
Pancasila
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa
Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan
adanya pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai
Pancasila. Misalnya pada masa pemerintahan presiden Soekarno,
terutama pada 1960-an NASAKOM lebih populer daripada Pancasila.
Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, Pancasila dijadikan
pembenar kekuasaan melalui penataran P-4 sehingga pasca turunnya
Soeharto ada kalangan yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada
masa pemerintahan era reformasi, ada kecenderungan para penguasa
tidak respek terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila ditinggalkan
2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara Salah satu tantangan terhadap Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah meletakkan nilai-nilai
Pancasila tidak dalam posisi sebenarnya sehingga nilai-nilai Pancasila
menyimpang dari kenyataan hidup berbangsa dan bernegara. Salah satu
contohnya, pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS dalam TAP
No.III/MPRS/1960 Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden
Seumur Hidup. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 7 Undang-
Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, ”Presiden dan wakil
presiden memangku jabatan selama lima (5) tahun, sesudahnya dapat
dipilih kembali”. Pasal ini menunjukkan bahwa pengangkatan presiden
seharusnya dilakukan secara periodik dan ada batas waktu lima tahun.
29
berikut: alasan filosofis berdirinya suatu negara; setiap produk hukum di
Indonesia harus berdasarkan nilai Pancasila. Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa (Weltanschauung) mengandung unsur-unsur sebagai
berikut: nilai-nilai agama, budaya, dan adat istiadat.
2. Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Hasil Survei yang dilakukan KOMPAS yang dirilis pada 1 Juni
2008 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang Pancasila
merosot secara tajam, yaitu 48,4% responden berusia 17 sampai 29 tahun
tidak mampu menyebutkan silai-sila Pancasila secara benar dan lengkap.
42,7% salah menyebut sila-sila Pancasila, lebih parah lagi, 60%
responden berusia 46 tahun ke atas salah menyebutkan sila-sila Pancasila.
Fenomena tersebut sangat memprihatinkan karena menunjukkan bahwa
pengetahuan tentang Pancasila yang ada dalam masyarakat tidak
sebanding dengan semangat penerimaan masyarakat terhadap Pancasila.
Selain data tersebut, pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa
Indonesia dikarenakan hal-hal berikut: pengidentikan Pancasila dengan
ideologi lain, penyalahgunaan Pancasila sebagai alat justifikasi kekuasaan
rezim tertentu, melemahnya pemahaman dan pelaksanaan nilai Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
30
BAB III
KESIMPULAN
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal
ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan
kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan
masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia berlalu dengan
melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses waktu yang
panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak
sejarah perjuangan.
Dan Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
Pancasila. Pancasila dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur- unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaran
Negara dan seluruh kehidupan Negara Republik Indonesia.
31
DAFTAR PUSTAKA
32