Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH PENDIDIKAN PANCASILA

“PANCASILA DALAM ARUS


SEJARAH BANGSA INDONESIA”

Disusun Oleh
Kelompok 1 :
1. Dede Yusup (2111210006)
2. Aditya Febby Yahya (2111210002)
3. Nanan Sunanda (2111210060)
4. Ahmad Fauzan (2111210001)
5. Aldo Mahendra (2111210004)
6. Anwar Fallah (2111210005)

PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI


UNIVERSITAS TANGERANG RAYA
2021

1
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang


Maha Esa, atas berkat rahmat-Nya makalah ini dapat di selesaikan tepat pada
waktunya.
Adapun penulisan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu tugas semester
1 dengan mata kuliah Pendidikan Pancasila. Dan makalah ini berjudul “Pancasila
Dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia”
Selain itu juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penulisan ini. Kami juga berharap dengan adanya makalah
ini dapat menjadi salah satu sumber informasi.
Namun kami menyadari makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh
karena itu, kami memohon maaf jika ada hal-hal yang kurang berkenan. Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menjadikan ini
lebih sempurna, semoga ini dapat bermaanfaat bagi kita semua. Amin.

Tangerang, 14 Oktober 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...........................................................................2

BAB I PENDAHULUAN.....................................................................4
1.1 Latar Belakang.............................................................................................4
1.2 Perumusan Masalah......................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan..........................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................6

2.1 Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa
Indonesia...........................................................................................................6
2.2 Alasan Diperlukannya Pancasila dalam Sejarah Bangsa Indonesia................23
2.3 Menggali Sumber Historis,Sosiologis,Politis tentang Pancasila dalam Sejarah
Bangsa Indonesia............................................................................................26
2.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan
Pancasila..........................................................................................................28
2.5 Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Indonesia untuk Masa Depan..........................................................................28

BAB III KESIMPULAN.....................................................................30

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................31

3
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pancasila sebagai dasar filsafat Negara merupakan hasil kesepakatan
bersama yang kemudian disebut sebagai perjanjian luhur bangsa Indonesia,
di dalamnya terkandung semangat kekeluargaan sebagai inti ajaran
Pancasila. Dasar filsafat Negara Indonesia yang diberi nama Pancasila ini
secara resmi dirumuskan dalam UUD 1945.
Oleh karena itu, pembukaan UUD 1945 disebut sebagai tempat
terdapatnya rumusan Pancasila. Nilai-nilai Pancasila telah ada pada bangsa
Indonesia sejak zaman dulu kala sebelum bangsa Indonesia mendirikan
negara. Proses terbentuknya negara Indonesia melalui proses sejarah yang
cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya kerajaan-
kerajaan pada abad ke-IV, ke V kemudian dasar-dasar kebangsaan
Indonesia telah mulai nampak pada abad ke VII, yaitu ketika timbulnya
kerajaan Seriwijaya dibawah Syailendra di Palembang, kemudian kerajaan
Airlangga dan Majapahit di Jawa Timur serta kerajaan-kerajaan lainnya.
Pancasila pada dasarnya telah ada pada zaman nenek moyang kita, dan
pada zaman kerajaan-kerajaan di Indonesia Berjaya. Walaupun dulu bukan
nama Pancasila tapi isi dan kandungannya sama. Pancasila yang menjadi
dasar negara perlu diadakan peninjauan terhadap perkembangan budaya.
Dasar- dasar pembentukan nasionalisme modern dirintis oleh para pejuang
kemerdekaan bangsa, antara lain rintisan yang dilakukan oleh tokoh
pejuang kebangkitan nasional pada tahun 1908, kemudian dicetuskan pada
sumpah pemuda 1928.

4
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah proses perumusan pancasila pada masa kerajaan?
b. Apa sajakah alasan perlunya pancasila dalam kajian sejarah?
c. Bagaimanakah proses pembentukan dasar negara dalam kajian sejarah?
d. Siapakah para tokoh perumusan pancasila?

1.3 Tujuan Penulisan


Makalah ini kami susun dengan tujuan agar kita mengetahui
bagaimana cikal bakal awal mula lahirnya pancasila di Indonesia dalam
kajian sejarah pada zaman nenek moyang kita sampai sekarang ini. Kita
sebagai generasi Penerus Bangsa sangat perlu menjaga keutuhan Bangsa
kita dengan selalu mempelajari sejarah-sejarah kebangsaan agar kita bisa
mengambil pelajaran dari setiap perjuangan para pahlawan-pahlawan
terdahulu.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa
Indonesia
Arus sejarah memperlihatkan dengan nyata bahwa semua bangsa
memerlukan suatu konsepsi dan cita-cita. Jika mereka tidak memilikinya atau
jika konsepsi dan cita-cita itu menjadi kabur dan usang, maka bangsa itu
adalah dalam bahaya. Begitu kuat dan mengakarnya Pancasila dalam jiwa
bangsa menjadikan Pancasila terus berjaya sepanjang masa. Hal tersebut
disebabkan ideologi Pancasila tidakhanya sekedar “confirm and deepen”
identitas Bangsa Indonesia. Ia lebih dari itu. Ia adalah identitas Bangsa
Indonesia sendiri sepanjang masa. Sejak Pancasila digali kembali dan
dilahirkan kembali menjadi Dasar dan Ideologi Negara, maka ia
membangunkan dan membangkitkan 2 identitas yang dormant, yang
“tertidur” dan yang “terbius” selama kolonialisme.
Pancasila pun merupakan khasanah budaya Indonesia, karena nilai-nilai
tersebut hidup dalam sejarah Indonesia yang terdapat dalam beberapa
kerajaan yang ada di Indonesia, seperti berikut :
a. Pada kerajaan Kutai, masyarakat Kutai merupakan pembuka zaman
sejarah Indonesia untuk pertama kali, karena telah menampilkan nilai
sosial politik, dan Ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri dan
sedekah kepada para Brahmana.
b. Perkembangan kerajaan Sriwijaya oleh Mr. Muhammad Yamin
disebut sebagai Negara Indonesia Pertama dengan dasar kedatuan, itu
dapat ditemukan nilai-nilai Pancasila material yang paling berkaitan satu
sama lain, seperti nilai persatuan yang tidak terpisahkan dengan nilai ke-
Tuhanan yang tampak pada raja sebagai pusat kekuasaan dengan
kekuatan religius berusaha mempertahankan kewibawaannya terhadap
para datu. Demikian juga nilai-nilai kemasyarakatan dan ekonomi yang
terjalin satu

6
sama lain dengan nilai internasionalisme dalam bentuk hubungan dagang
yang terentang dari pedalaman sampai ke negeri-negeri seberang lautan
pelabuhan kerajaan dan Selat Malaka yang diamankan oleh para nomad
laut yang menjadi bagian dari birokrasi pemerintahan Sriwijaya
c. Pada masa kerajaan Majapahit, di bawah raja Prabhu Hayam Wuruk
dan Apatih Mangkubumi, Gajah Mada telah berhasil mengintegrasikan
nusantara. Faktorfaktor yang dimanfaatkan untuk menciptakan wawasan
nusantara itu adalah: kekuatan religio magis yang berpusat pada Sang
Prabhu, ikatan sosial kekeluargaan terutama antara kerajaan-kerajaan
daerah di Jawa dengan Sang Prabhu dalam lembaga Pahom Narandra.
Jadi dapatlah dikatakan bahwa nilai-nilai religious sosial dan politik yang
merupakan materi Pancasila sudah muncul sejak memasuki zaman
sejarah Bahkan, pada masa kerajaan ini, istilah Pancasila dikenali yang
terdapat dalam buku Nagarakertagama karangan Prapanca dan buku
Sutasoma karangan Empu Tantular. Dalam buku tersebut istilah
Pancasila di samping mempunyai arti “berbatu sendi yang lima” (dalam
bahasa Sansekerta), juga mempunyai arti “pelaksanaan kesusilaan yang
lima” (Pancasila Krama), yaitu:
1. Tidak boleh melakukan kekerasan
2. Tidak boleh mencuri
3. Tidak boleh berjiwa dengki
4. Tidak boleh berbohong
5. Tidak boleh mabuk minuman keras
Kedua zaman, baik Sriwijaya maupun Majapahit dijadikan tonggak
sejarah karena pada waktu itu bangsa telah memenuhi syarat-syarat
sebagai bangsa yang mempunyai negara. Baik Sriwijaya maupun
Majapahit waktu itu merupakan negara-negara yang berdaulat,
bersatu serta mempunyai wilayah yang meliputi seluruh Nusantara.
Selain zaman kerajaan, masih banyak fase-fase yang harus dilewati
menuju Indonesia merdeka hingga tergalinya Pancasila yang setelah
sekian lama tertimbun oleh penjajahan Belanda. Sebagai salah satu

7
tonggak sejarah yang merefleksikan dinamika kehidupan kebangsaan
yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila adalah termanifestasi dalam
Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928.

1) Periode Pengusulan Pancasila Pada Era Kemerdekaan


Jauh sebelum periode pengusulan Pancasila, cikal bakal munculnya
ideology bangsa itu diawali dengan lahirnya rasa nasionalisme yang
menjadi pembuka ke pintu gerbang kemerdekaan bangsa Indonesia. Ahli
sejarah, Sartono Kartodirdjo, sebagaimana yang dikutip oleh Mochtar
Pabottinggi dalam artikelnya yang berjudul Pancasila sebagai Modal
Rasionalitas Politik, menengarai bahwa benih nasionalisme sudah mulai
tertanam kuat dalam gerakan Perhimpoenan Indonesia yang sangat
menekankan solidaritas dan kesatuan bangsa. Perhimpoenan Indonesia
menghimbau agar segenap suku bangsa bersatu teguh menghadapi
penjajahan dan keterjajahan. Kemudian, disusul lahirnya Soempah
Pemoeda 28 Oktober 1928 merupakan momen-momen perumusan diri
bagi bangsa Indonesia. Kesemuanya itu merupakan modal politik awal
yang sudah dimiliki tokoh-tokoh pergerakan sehingga sidang-sidang
maraton BPUPKI yang difasilitasi Laksamana Maeda, tidak sedikitpun
ada intervensi dari pihak penjajah Jepang.
Para peserta sidang BPUPKI ditunjuk secara adil, bukan hanya atas
dasar konstituensi, melainkan juga atas dasar integritas dan rekam jejak
di dalam konstituensi masing-masing.. Dengan demikian, Pancasila
tidaklah sakti dalam pengertian mitologis, melainkan sakti dalam
pengertian berhasil memenuhi keabsahan prosedural dan keabsahan
esensial sekaligus. Selanjutnya, sidang-sidang BPUPKI berlangsung
secara bertahap dan penuh dengan semangat musyawarah untuk
melengkapi goresan sejarah bangsa Indonesia hingga sampai kepada
masa sekarang ini.
Perlu di ketahui bahwa perumusan Pancasila itu pada awalnya
dilakukan dalam sidang BPUPKI pertama yang dilaksanakan pada 29 Mei

8
sampai dengan 1 Juni 1945. BPUPKI dibentuk oleh Pemerintah
Pendudukan Jepang pada 29 April 1945 dengan jumlah anggota 60 orang.
Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman Wedyodiningrat yang didampingi
oleh dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu Raden Panji Suroso dan
Ichibangase (orang Jepang). BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi
Harada, panglima tentara ke-16 Jepang di Jakarta, pada 28 Mei 1945.
Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang yang
pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara.
Menurut catatan sejarah, diketahui bahwa sidang tersebut
menampilkan beberapa pembicara, yaitu Mr. Muh Yamin, Ir. Soekarno,
Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Soepomo. Keempat tokoh tersebut
menyampaikan usulan tentang dasar negara menurut pandangannya
masing-masing. Meskipun demikian perbedaan pendapat di antara
mereka tidak mengurangi semangat persatuan dan kesatuan demi
mewujudkan Indonesia merdeka.
Sebagaimana kita ketahui bahwa salah seorang pengusul calon
dasar negara dalam sidang BPUPKI adalah Ir. Soekarno yang berpidato
pada 1 Juni 1945. Pada hari itu, Ir. Soekarno menyampaikan lima butir
gagasan tentang dasar negara sebagai berikut:
a) Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia,
b) Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan,
c) Mufakat atau Demokrasi,
d) Kesejahteraan Sosial,
e) Ketuhanan yang berkebudayaan.
Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir gagasan itu oleh
Soekarno diberi nama Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga
mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak menyukai angka 5,
maka ia menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas (1) Sosio-
Nasionalisme, (2) Sosio- Demokrasi, dan (3) Ketuhanan Yang Maha Esa.
Soekarno akhirnya juga menawarkan angka 1, yaitu Ekasila yang berisi
asas Gotong-Royong. Sejarah mencatat bahwa pidato lisan Soekarno
inilah yang di kemudian

9
hari diterbitkan oleh Kementerian Penerangan Republik Indonesia dalam
bentuk buku yang berjudul Lahirnya Pancasila (1947). Perlu kita ketahui
bahwa dari judul buku tersebut menimbulkan kontroversi seputar lahirnya
Pancasila. Di satu pihak, ketika Soekarno masih berkuasa, terjadi
semacam pengutusan terhadap Soekarno sehingga 1 Juni selalu dirayakan
sebagai hari lahirnya Pancasila. Di lain pihak, ketika pemerintahan
Soekarno jatuh, muncul upaya-upaya “de-Soekarnoisasi” oleh penguasa
Orde Baru sehingga dikesankan seolah-olah Soekarno tidak besar jasanya
dalam penggalian dan perumusan Pancasila.
Setelah pidato Soekarno, sidang menerima usulan nama Pancasila
bagi dasar filsafat negara yang diusulkan oleh Soekarno, dan kemudian
dibentuk panitia kecil 8 orang (Ki Bagus Hadi Kusumo, K.H. Wahid
Hasyim, Muh. Yamin, Sutarjo, A.A. Maramis, Otto Iskandar Dinata, dan
Moh. Hatta) yang bertugas menampung usul-usul seputar calon dasar
negara. Kemudian, sidang pertama BPUPKI (29 Mei - 1 Juni 1945) ini
berhenti untuk sementara

2) Periode Perumusan Pancasila Pada Era Kemerdekaan


Hal terpenting yang mengemukan dalam sidang BPUPKI kedua pada
10 - 16 Juli 1945 adalah disetujuinya naskah awal “Pembukaan Hukum
Dasar” yang kemudian dikenal dengan nama Piagam Jakarta. Piagam
Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan Indonesia.
Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila
sebagai berikut.
a) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk pemeluknya.
b) Kemanusiaan yang adil dan beradab.
c) Persatuan Indonesia
d) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan.
e) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

10
Naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang dijuluki “Piagam
Jakarta” ini di kemudian hari dijadikan “Pembukaan” UUD 1945, dengan
sejumlah perubahan di sana-sini. Ketika para pemimpin Indonesia sedang
sibuk mempersiapkan kemerdekaan menurut skenario Jepang, secaratiba-
tiba terjadi perubahan peta politik dunia. Salah satu penyebab terjadinya
perubahan peta politik dunia itu ialah takluknya Jepang terhadap Sekutu.
Peristiwa itu ditandai dengan jatuhnya bom atom di kota Hiroshima pada
6 Agustus 1945. Sehari setelah peristiwa itu, 7 Agustus 1945, Pemerintah
Pendudukan Jepang di Jakarta mengeluarkan maklumat yang berisi:
a) Pertengahan Agustus 1945 akan dibentuk Panitia Persiapan
Kemerdekaan
bagi Indonesia (PPKI),
b) Panitia itu rencananya akan dilantik 18 Agustus 1945 dan mulai
bersidang 19 Agustus 1945
c) Direncanakan 24 Agustus 1945 Indonesia dimerdekakan.
Esok paginya, 8 Agustus 1945, Sukarno, Hatta, dan Rajiman dipanggil
Jenderal Terauchi (Penguasa Militer Jepang di Kawasan Asia Tenggara)
yang berkedudukan di Saigon, Vietnam (sekarang kota itu bernama Ho
Chi Minh). Ketiga tokoh tersebut diberi kewenangan oleh Terauchi untuk
segera membentuk suatu Panitia Persiapan Kemerdekaan bagi Indonesia
sesuai dengan maklumat Pemerintah Jepang 7 Agustus 1945 tadi.
Sepulang dari Saigon, ketiga tokoh tadi membentuk PPKI dengan total
anggota 21 orang, yaitu: Soekarno, Moh. Hatta, Radjiman, Ki Bagus
Hadikusumo, Otto Iskandar Dinata, Purboyo, Suryohamijoyo, Sutarjo,
Supomo, Abdul Kadir, Yap Cwan Bing, Muh. Amir, Abdul Abbas,
Ratulangi, Andi Pangerang, Latuharhary, I Gde Puja, Hamidan, Panji
Suroso, Wahid Hasyim, T. Moh. Hasan.
Jatuhnya Bom di Hiroshima belum membuat Jepang takluk, Amerika
dan sekutu akhirnya menjatuhkan bom lagi di Nagasaki pada 9 Agustus
1945 yang meluluhlantakkan kota tersebut sehingga menjadikan kekuatan
Jepang semakin lemah. Kekuatan yang semakin melemah, memaksa

11
Jepang akhirnya menyerah tanpa syarat kepada sekutu pada 14 Agustus
1945. Konsekuensi dari menyerahnya Jepang kepada sekutu, menjadikan
daerah bekas pendudukan Jepang beralih kepada wilayah perwalian
sekutu, termasuk Indonesia. Sebelum tentara sekutu dapat menjangkau
wilayah-wilayah itu, untuk sementara bala tentara Jepang masih ditugasi
sebagai sekadar penjaga kekosongan kekuasaan.
Kekosongan kekuasaan ini tidak disia-siakan oleh para tokoh nasional.
PPKI yang semula dibentuk Jepang karena Jepang sudah kalah dan tidak
berkuasa lagi, maka para pemimpin nasional pada waktu itu segera
mengambil keputusan politis yang penting. Keputusan politis penting itu
berupa melepaskan diri dari bayang-bayang kekuasaan Jepang dan
mempercepat rencana kemerdekaan bangsa Indonesia. Periode
Pengesahan Pancasila Peristiwa penting lainnya terjadi pada 12 Agustus
1945, ketika itu Soekarno, Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat dipanggil
oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan ke Saigon untuk membahas
tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan.
Namun, di luar dugaan ternyata pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah
kepada Sekutu tanpa syarat. Pada 15 Agustus 1945 Soekarno, Hatta, dan
Rajiman kembali ke Indonesia. Kedatangan mereka disambut oleh para
pemuda yang mendesak agar kemerdekaan bangsa Indonesia
diproklamasikan secepatnya karena mereka tanggap terhadap perubahan
situasi politik dunia pada masa itu.
Para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang menyerah kepada
sekutu sehingga Jepang tidak memiliki kekuasaan secara politis di
wilayah pendudukan, termasuk Indonesia. Perubahan situasi yang cepat
itu menimbulkan kesalahpahaman antara kelompok pemuda dengan
Soekarno dan kawan-kawan sehingga terjadilah penculikan atas diri
Soekarno dan
M. Hatta ke Rengas Dengklok (dalam istilah pemuda pada waktu itu
“mengamankan”), tindakan pemuda itu berdasarkan keputusan rapat yang
diadakan pada pukul 24.00 WIB menjelang 16 Agustus 1945 Melalui
jalan

12
berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada
17 Agustus 1945.
Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta dan ditulis oleh
Soekarno pada dini hari. Dengan demikian, naskah bersejarah teks
proklamasi Kemerdekaan Indonesia ini digagas dan ditulis oleh duatokoh
proklamator tersebut sehingga wajar jika mereka dinamakan Dwitunggal.
Selanjutnya, naskah tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Rancangan
pernyataan kemerdekaan yang telah dipersiapkan oleh BPUPKI yang
diberi nama Piagam Jakarta, akhirnya tidak dibacakan pada 17 Agustus
1945 karena situasi politik yang berubah.
Perlu di ketahui bahwa sehari setelah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia, yakni 18 Agustus 1945, PPKI bersidang untuk menentukan
dan menegaskan posisi bangsa Indonesia dari semula bangsa terjajah
menjadi bangsa yang merdeka. PPKI yang semula merupakan badan
buatan pemerintah Jepang, sejak saat itu dianggap mandiri sebagai badan
nasional. Atas prakarsa Soekarno, anggota PPKI ditambah 6 orang lagi,
dengan maksud agar lebih mewakili seluruh komponen bangsa Indonesia.
Mereka adalah Wiranatakusumah, Ki Hajar Dewantara, Kasman
Singodimejo, Sayuti Melik, Iwa Koesoema Soemantri, dan Ahmad
Subarjo. Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat
dan kelengkapan kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-
Undang Dasar, Pemimpin negara, dan perangkat pendukung lainnya.
Rumusan Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 adalah sebagai
berikut:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

13
Sejarah bangsa Indonesia juga mencatat bahwa rumusan Pancasila
yang disahkan PPKI ternyata berbeda dengan rumusan Pancasila yang
termaktub dalam Piagam Jakarta. Hal ini terjadi karena adanya tuntutan
dari wakil yang mengatasnamakan masyarakat Indonesia Bagian Timur
yang menemui Bung Hatta yang mempertanyakan 7 kata di belakang kata
“Ketuhanan”, yaitu “dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemeluk-pemeluknya”. Tuntutan ini ditanggapi secara arif oleh para
pendiri negara sehingga terjadi perubahan yang disepakati, yaitu
dihapusnya 7 kata yang dianggap menjadi hambatan di kemudian haridan
diganti dengan istilah “Yang Maha Esa”. Setelah kemerdekaan Indonesia
diproklamasikan yang kemudian diikuti dengan pengesahaan Undang-
Undang Dasar 1945, maka roda pemerintahan yang seharusnya dapat
berjalan dengan baik dan tertib, ternyata menghadapi sejumlah tantangan
yang mengancam kemerdekaan negara dan eksistensi Pancasila.
3) Pancasila Era Orde Lama
Terdapat dua pandangan besar terhadap Dasar Negara yang
berpengaruh terhadap munculnya Dekrit Presiden. Pandangan tersebut
yaitu mereka yang memenuhi “anjuran” Presiden/Pemerintah untuk
“kembali ke Undang-Undang Dasar 1945” dengan Pancasila
sebagaimana dirumuskan dalam Piagam Jakarta sebagai Dasar Negara.
Sedangkan pihak lainnya menyetujui ‘kembali ke Undang-Undang Dasar
1945”, tanpa cadangan, artinya dengan Pancasila seperti yang
dirumuskan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar yang disahkan
PPKI tanggal 18 Agustus 1945 sebagai Dasar Negara. Namun, kedua
usulan tersebut tidak mencapai kuorum keputusan sidang konstituante.
Konstituante ini menemui jalan buntu pada bulan Juni 1959. Kejadian ini
menyebabkan Presiden Soekarno turun tangan dengan sebuah Dekrit
Presiden yang disetujui oleh kabinet tanggal 3 Juli 1959, yang kemudian
dirumuskan di Istana Bogor pada tanggal 4 Juli 1959 dan diumumkan
secara resmi oleh presiden pada tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 di depan
Istana Merdeka Dekrit Presiden tersebut berisi:

14
1) Pembubaran konstituante
2) Undang-Undang Dasar 1945 kembali berlaku; dan
3) Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.
Sosialisasi terhadap paham Pancasila yangkonklusif menjadi prelude
penting bagi upaya selanjutnya, Pancasila dijadikan “ideologi negara”
yang tampil hegemonik. Ikhtiar tersebut tercapai ketika Ir. Soekarno
memberi tafsir Pancasila sebagai satu kesatuan paham dalam doktrin
“Manipol/USDEK”. Manifesto politik (manipol) adalah materi pokok
dari pidato Soekarno tanggal 17 Agustus 1959 berjudul “Penemuan
Kembali Revolusi Kita” yang kemudian ditetapkan oleh Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) menjadi Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN). Belakangan, materi pidato tersebut dikukuhkan dalam
Penetapan Presiden (Penpres) Nomor 1 tahun 1960 dan Ketetapan MPRS
No. 1/MPRS1960 tentang GBHN. Manifesto politik Republik Indonesia
tersebut merupakan hasil perumusan suatu panitia yang dipimpin oleh
D.N. Aidit yang disetujui oleh DPA pada tanggal 30 September 1959
sebagai haluan negara.
Oleh karena itu, mereka yang berseberangan paham memilih taktik
“gerilya” di dalam kekuasaan Ir. Soekarno. Mereka menggunakan jargon-
jargon Ir. Soekarno dengan agenda yang berbeda. Taktik demikian
digunakan oleh sebagian besar kekuatan politik. Tidak hanya PKI,
mereka yang anti komunisme pun sama. Walaupun kepentingan politik
mereka berbeda, kedua arus tersebut sama-sama menggunakan Pancasila
sebagai justifikasi. Ir. Soekarno menghendaki persatuan di antara
beragam golongan dan ideologi termasuk komunis, di bawah satu payung
besar, bernama Pancasila (doktrin Manipol/USDEK), sementara
golongan antikomunis mengkonsolidasi diri sebagai kekuatan berpaham
Pancasila yang lebih “murni” dengan menyingkirkan paham komunisme
yang tidak ber-Tuhan (ateisme). Dengan adanya pertentangan yang
sangat kuat ditambah carut marutnya perpolitikan saat itu, maka Ir.
Soekarno pun dilengserkan sebagai Presiden Indonesia melalui sidang
MPRS.

15
4) Pancasila Era Orde Baru
Setelah lengsernya Ir. Soekarno sebagai presiden, selanjutnya
Jenderal Soeharto yang memegang kendali terhadap negeri ini. Dengan
berpindahnya kursi kepresidenan tersebut, arah pemahaman terhadap
Pancasila pun mulai diperbaiki. Pada peringatan hari lahir Pancasila, 1
Juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan, “Pancasila makin banyak
mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan
Pancasila”. Selain itu, Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila
sama sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan, Pancasila
bukan dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah
UUD, melainkan Pancasila harus. Jadi, Pancasila dijadikan sebagai
political force di samping sebagai kekuatan ritual. Begitu kuatnya
Pancasila digunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 1968
Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan
hidup bangsa akan membuat bangsa Indonesia tidak loyo, bahkan jikaada
pihak-pihak tertentu mau mengganti, merubah Pancasila dan
menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan. Selanjutnya pada tahun
1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12
tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai
dasar negara, yaitu:
Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa
Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab
Tiga : Persatuan Indonesia
Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968.


Pada tanggal 22 Maret 1978 ditetapkan ketetapan (disingkat TAP) MPR
Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila (Ekaprasetya Pancakarsa) yang salah satu pasalnya tepatnya

16
Pasal 4 menjelaskan, “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan pancasila
merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi setiap warga negara
Indonesia, setiap penyelenggara negara serta setiap lembaga kenegaraan
dan lembaga kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan
dilaksanakan secara bulat dan utuh”. Adapun nilai dan norma-norma
yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila
(Ekaprasetya Pancakarsa) berdasarkan ketetapan tersebut meliputi 36
butir, yaitu:
1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan
agama dan kepercayaan masingmasing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama
dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda,
sehingga terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai
dengan agama dan kepercayaannya
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang
lain.

2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab


a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan
kewajiban antara sesama manusia.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.

17
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh
umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat
menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.

3. Sila Persatuan Indonesia


a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan
bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang
ber-Bhinneka Tunggal Ika.

4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan


dalam permusyawaratan perwakilan.
a. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
e. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati
nurani yang luhur.
g. Keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan.

18
5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
a. Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang
mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-
royongan.
b. Bersikap adil.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
d. Menghormati hak-hak orang lain.
e. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
f. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
g. Tidak bersifat boros.
h. Tidak bergaya hidup mewah.
i. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum.
j. Suka bekerja keras.
k. Menghargai hasil karya orang lain.
i. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan
berkeadilan sosial.

Nilai-nilai Pancasila yang terdiri atas 36 butir tersebut, kemudian


pada tahun 1994 disarikan/dijabarkan kembali oleh BP-7 Pusat menjadi
45 butir P4. Perbedaan yang dapat digambarkan yaitu: Sila Kesatu,
menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Kedua, menjadi 10 (sepuluh) butir; Sila
Ketiga, menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Keempat, menjadi 10 (sepuluh)
butir; dan Sila Kelima, menjadi 11 (sebelas) butir. Sumber hukum dan
tata urutan peraturan perundangundangan di negara Indonesia diatur
dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. Ketetapan ini
menegaskan, “Amanat penderitaan rakyat hanya dapat diberikan dengan
pengamalan Pancasila secara paripurna dalam segala segi kehidupan
kenegaraan dan kemasyarakatan dan dengan pelaksanaan secara murni
dan konsekuen jiwa serta ketentuan-ketentuan UUD 1945, untuk
menegakkan Republik Indonesia sebagai suatu negara hukum yang
konstitusionil sebagaimana yang dinyatakan dalam pembukaan UUS
1945”. Ketika itu, sebagian golongan Islam menolak reinforcing oleh
pemerintah dengan menyatakan
19
bahwa pemerintah akan mengagamakan Pancasila. Kemarahan
Pemerintah tidak dapat dibendung sehingga Presiden Soeharto bicara
keras pada Rapim ABRI di Pekanbaru 27 Maret 1980. Intinya Orba tidak
akan mengubah Pancasila dan UUD 1945, malahan diperkuat sebagai
comparatist ideology. Jelas sekali bagaimana pemerintah Orde Baru
merasa perlu membentengi Pancasila dan TAP itu meski dengan gaya
militer. Tak seorang pun warga negara berani keluar dari Pancasila.
Selanjutnya pada bulan Agustus 1982 Pemerintahan Orde Baru
menjalankan “Azas Tunggal” yaitu pengakuan terhadap Pancasila
sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai politik harus mengakui posisi
Pancasila sebagai pemersatu bangsa. Dengan semakin terbukanya
informasi dunia, pada akhirnya pengaruh luar masuk Indonesia pada
akhir 1990-an yang secara tidak langsung mengancam aplikasi Pancasila
yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Demikian pula demokrasi
semakin santer mengkritik praktek pemerintah Orde Baru yang tidak
transparan dan otoriter, represif, korup dan manipulasi politik yang
sekaligus mengkritik praktek Pancasila. Meski demikian kondisi ini
bertahan sampai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998

5) Pancasila Era Reformasi


Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara
dan aparat pelaksana Negara, dalam kenyataannya digunakan sebagai alat
legitimasi politik. Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan
hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah berbagai gerakan
masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan
masyarakat sebagai gerakan moral politik yang menuntut adanya
“reformasi” di segala bidang politik, ekonomi dan hukum. Saat Orde
Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara itu untuk
sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan
rezim Orde Baru.
Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya
sumber nilai serta kebenaran. Negara menjadi maha tahu mana yang
benar dan mana yang salah. Nilai-nilai itu selalu ditanam ke benak
20
masyarakat

21
melalui indoktrinasi. Dengan seolah-olah “dikesampingkannya”
Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidak nampak
suatu dampak negatif yang berarti, namun semakin hari dampaknya
makin terasa dan berdampaksangat fatal terhadap kehidupan berbangsa
dan bernegara Indonesia. Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan
kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-konflik horisontal dan
vertikal secara masif dan pada akhirnya melemahkan sendi-sendi
persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
Dalam bidang budaya, kesadaran masyarakat atas keluhuran budaya
bangsa Indonesia mulai luntur, yang pada akhirnya terjadi disorientasi
kepribadian bangsa yang diikuti dengan rusaknya moral generasi muda.
Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai
sektor diperparah lagi dengan cengkeraman modal asing dalam
perekonomian Indonesia. Dalam bidang politik, terjadi disorientasi
politik kebangsaan, seluruh aktivitas politik seolah-olah hanya tertuju
pada kepentingan kelompok dan golongan. Lebih dari itu, aktivitas
politik hanya sekedar merupakan libido dominandi atas hasrat untuk
berkuasa, bukannya sebagai suatu aktivitas memperjuangkan kepentingan
nasional yang pada akhirnya menimbulkan carut marut kehidupan
bernegara seperti dewasa ini. Namun demikian, kesepakatan Pancasila
menjadi dasar Negara Republik Indonesia secara normatif, tercantum
dalam ketetapan MPR.
Ketetapan MPR Nomor XVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkanbahwa
“Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah
dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus
dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara”. Ketetapan ini
terus dipertahankan, meskipun ketika itu Indonesia akan menghadapi
Amandeman Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1945. Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara,
Pancasila pun menjadi sumber hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan
MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang menyebutkan,
“Sumber

22
hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan
sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh UndangUndang
Dasar 1945”.
Semakin memudarnya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara membuat khawatir berbagai lapisan elemen
masyarakat. Oleh sebab itu, sekitar tahun 2004 Azyumardi Azra
menggagas perlunya rejuvenasi Pancasila sebagai faktor integratif dan
salah satu fundamen identitas nasional. Seruan demikian tampak
signifikan karena proses amandeman UUD 1945 saat itu sempat
memunculkan gagasan menghidupkan kembali Piagam Jakarta . Selain
keadaan di atas, juga terjadi terorisme yang mengatasnamakan agama.
Tidak lama kemudian muncul gejala Perda Syariah di sejumlah daerah.
Rangkaian gejala tersebut seakan melengkapi kegelisahan public selama
reformasi yang mempertanyakan arah gerakan reformasi dan
demokratisasi. Seruan Azyumardi Azra direspon sejumlah kalangan.
Ketidaksamaan itu berkaitan dengan realitas atau hakikat
pengetahuannya, wujud pengetahuan, kebenaran pengetahuannya serta
koherensi pengetahuannya. Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas
untuk mensosialisasikan kembali Pancasila dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegas Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2
bahwa: Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum
negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang
Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

23
Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan
Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-
nilai yang terkandung dalam Pancasila.
Hal tersebut berkorelasi bahwa Undang-Undang ini penekanannya
pada kedudukan Pancasila sebagai dasar negara. Sudah barang tentu hal
tersebut tidak cukup. Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan
hidup bangsa perlu dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen
bangsa. Kesadaran ini mulai tumbuh kembali, sehingga cukup banyak
lembaga pemerintah di pusat yang melakukan kegiatan pengkajian
sosialisasinilai- nilai Pancasila

2.2 Alasan Diperlukannya Pancasila dalam Sejarah Bangsa Indonesia


1. Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia
Sebagaimana diketahui bahwa setiap bangsa mana pun di dunia ini
pasti memiliki identitas yang sesuai dengan latar belakang budaya
masing- masing. Budaya merupakan proses cipta, rasa, dan karsa yang
perlu dikelola dan dikembangkan secara terus-menerus. Budaya dapat
membentuk identitas suatu bangsa melalui proses inkulturasi dan
akulturasi. Pancasila sebagai identitas bangsa Indonesia merupakan
konsekuensi dari proses inkulturasi dan akulturasi tersebut. Kebudayaan
itu sendiri mengandung banyak pengertian dan definisi. Salah satu
defisini kebudayaan adalah sebagai berikut:”suatu desain untuk hidup
yang merupakan suatu perencanaan dan sesuai dengan perencanaan itu
masyarakat mengadaptasikan dirinya pada lingkungan fisik, sosial, dan
gagasan”. Apabila definisi kebudayaan ini ditarik ke dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara, maka negara Indonesia memerlukan suatu
rancangan masa depan bagi bangsa agar masyarakat dapat menyesuaikan
diri dengan situasi dan lingkungan baru, yakni kehidupan berbangsa yang
mengatasi kepentingan individu atau kelompok.

24
Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan hasil inkulturasi, yaitu
proses perpaduan berbagai elemen budaya dalam kehidupan masyarakat
sehingga menjadikan masyarakat berkembang secara dinamis. J.W.M.
Bakker menyebutkan adanya beberapa saluran inkulturasi, yang meliputi:
jaringan pendidikan, kontrol, dan bimbingan keluarga, struktur
kepribadian dasar, dan self expression. Haviland menegaskan bahwa
akulturasi adalah perubahan besar yang terjadi sebagai akibat dari kontak
antar kebudayaan yang berlangsung lama. Hal-hal yang terjadi dalam
akulturasi meliputi: 1) Substitusi; penggantian unsur atau kompleks yang
ada oleh yang lain yang mengambil alih fungsinya dengan perubahan
structural yang minimal; 2) Sinkretisme; percampuran unsur-unsur lama
untuk membentuk sistem baru; 3) Adisi; tambahan unsur atau kompleks-
kompleks baru; 4) Orijinasi; tumbuhnya unsur-unsur baru untuk
memenuhi kebutuhan situasi yang berubah; 5) Rejeksi; perubahan yang
berlangsung cepat dapat membuat sejumlah besar orang tidak dapat
menerimanya sehingga menyebabkan penolakan total atau timbulnya
pemberontakan atau gerakan kebangkitan.
Pemaparan tentang Pancasila sebagai identitas bangsa atau juga
disebut sebagai jati diri bangsa Indonesia dapat ditemukan dalam
berbagai literatur, baik dalam bentuk bahasan sejarah bangsa Indonesia
maupun dalam bentuk bahasan tentang pemerintahan di Indonesia. As’ad
Ali dalam buku Negara Pancasila; Jalan Kemashlahatan Berbangsa
mengatakan bahwa Pancasila sebagai identitas kultural dapat ditelusuri
dari kehidupan agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia. Karena
tradisi dan kultur bangsa Indonesia dapat diitelusuri melalui peran
agama-agama besar, seperti: peradaban Hindu, Buddha, Islam, dan
Kristen. Agama- agama tersebut menyumbang dan menyempurnakan
konstruksi nilai, norma, tradisi, dan kebiasaan-kebiasaan yang
berkembang dalam masyarakat. Misalnya, konstruksi tradisi dan kultur
masyarakat Melayu, Minangkabau, dan Aceh tidak bisa dilepaskan dari
peran peradaban Islam. Sementara konstruksi budaya Toraja dan Papua
tidak terlepas dari

25
peradaban Kristen. Demikian pula halnya dengan konstruksi
budaya masyarakat Bali yang sepenuhnya dibentuk oleh peradaban
Hindu.
2. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia
Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
diwujudkan dalam sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan.
Sikap mental, tingkah laku dan perbuatan bangsa Indonesia mempunyai
ciri khas, artinya dapat dibedakan dengan bangsa lain. Kepribadian itu
mengacu pada sesuatu yang unik dan khas karena tidak ada pribadi yang
benar-benar sama. Setiap pribadi mencerminkan keadaan atau halnya
sendiri, demikian pula halnya dengan ideologi bangsa. Meskipun nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan juga
terdapat dalam ideologi bangsa-bangsa lain, tetapi bagi bangsa Indonesia
kelima sila tersebut mencerminkan kepribadian bangsa karena diangkat
dari nilai-nilai kehidupan masyarakat Indonesia sendiri dan dilaksanakan
secara simultan. Di samping itu, proses akulturasi dan inkulturasi ikut
memengaruhi kepribadian bangsa Indonesia dengan berbagai variasi yang
sangat beragam. Kendatipun demikian, kepribadian bangsa Indonesia
sendiri sudah terbentuk sejak lama sehingga sejarah mencatat kejayaan di
zaman Majapahit, Sriwijaya, Mataram, dan lain-lain yang
memperlihatkan keunggulan peradaban di masa itu. Nilainilai spiritual,
sistem perekonomian, politik, budaya merupakan contoh keunggulan
yang berakar dari kepribadian masyarakat Indonesia sendiri.
3. Pancasila sebagai Pandangan Hidup bangsa Indonesia
Pancasila dikatakan sebagai pandangan hidup bangsa, artinya nilai-
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan
diyakini kebenarannya, kebaikannya, keindahannya, dan kegunaannya
oleh bangsa Indonesia yang dijadikan sebagai pedoman kehidupan
bermasyarakat dan berbangsa dan menimbulkan tekad yang kuat untuk
mengamalkannya dalam kehidupan nyata. Pancasila sebagai pandangan
hidup berarti nilai-nilai Pancasila melekat dalam kehidupan masyarakat

26
dan dijadikan norma dalam bersikap dan bertindak. Ketika Pancasila
berfungsi sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka seluruh nilai
Pancasila dimanifestasi ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara.
4. Pancasila Sebagai Jiwa Bangsa
Sebagaimana dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa
mempunyai jiwanya masing-masing, yang dinamakan volkgeist (jiwa
rakyat atau jiwa bangsa). Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan
dengan lahirnya bangsa Indonesia. Pancasila telah ada sejak dahulu kala
bersamaan dengan adanya bangsa Indonesia.
5. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur
Perjanjian luhur, artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan
kepribadian bangsa disepakati oleh para pendiri negara (political
consensus) sebagai dasar negara Indonesia. Kesepakatan para pendiri
negara tentang Pancasila sebagai dasar negara merupakan bukti bahwa
pilihan yang diambil pada waktu itu merupakan sesuatu yang tepat.

2.3 Menggali Sumber Historis,Sosiologis,Politis tentang Pancasila dalam


Sejarah Bangsa Indonesia
1. Sumber Historis Pancasila
Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan
agama yang berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman
kerajaan dahulu. Misalnya, sila Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu,
meskipun dalam praktik pemujaan yang beranekaragam, tetapipengakuan
tentang adanya Tuhan sudah diakui. Dalam Encyclopedia of Philosophy
disebutkan beberapa unsur yang ada dalam agama, seperti kepercayaan
kepada kekuatan supranatural, perbedaan antara yang sakral dan yang
profan, tindakan ritual pada objek sakral, sembahyang atau doa sebagai
bentuk komunikasi kepada Tuhan, takjub sebagai perasaan khas
keagamaan, tuntunan moral diyakini dari Tuhan, konsep hidup di dunia
dihubungkan dengan Tuhan, kelompok sosial seagama dan seiman.

27
2. Sumber Sosiologis Pancasila
Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, keadilan) secara sosiologis telah ada dalam masyarakat
Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. Salah satu nilai yang dapat
ditemukan dalam masyarakat Indonesia sejak zaman dahulu hingga
sekarang adalah nilai gotong royong. Misalnya dapat dilihat, bahwa
kebiasaan bergotong royong,baik berupa saling membantu antar tetangga
maupun bekerjasama untuk keperluan umum di desa-desa. Kegiatan
gotong royong itu dilakukan dengan semangat kekeluargaan sebagai
cerminan dari sila Keadilan Sosial.
Gotong royong juga tercermin pada sistem perpajakan di Indonesia.
Hal ini disebabkan karena masyarakat secara bersama-sama
mengumpulkan iuran melalui pembayaran pajak yang dimaksudkan
untuk pelaksanaan pembangunan.

3. Sumber Politis Pancasila


Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam Pancasila bersumber dan digali dari local wisdom, budaya, dan
pengalaman bangsa Indonesia, termasuk pengalaman dalam berhubungan
dengan bangsa-bangsa lain. Nilai-nilai Pancasila, misalnya nilai
kerakyatan dapat ditemukan dalam suasana kehidupan pedesaan yang
pola kehidupan bersama yang bersatu dan demokratis yang dijiwai oleh
semangat kekeluargaan sebagaimana tercermin dalam sila keempat
Kerakyatan Yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan. Semangat seperti ini diperlukan dalam
mengambil keputusan yang mencerminkan musyawarah.

28
2.4 Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pendidikan
Pancasila
1. Argumen tentang Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa
Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan
adanya pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai
Pancasila. Misalnya pada masa pemerintahan presiden Soekarno,
terutama pada 1960-an NASAKOM lebih populer daripada Pancasila.
Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, Pancasila dijadikan
pembenar kekuasaan melalui penataran P-4 sehingga pasca turunnya
Soeharto ada kalangan yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4. Pada
masa pemerintahan era reformasi, ada kecenderungan para penguasa
tidak respek terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila ditinggalkan
2. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara Salah satu tantangan terhadap Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah meletakkan nilai-nilai
Pancasila tidak dalam posisi sebenarnya sehingga nilai-nilai Pancasila
menyimpang dari kenyataan hidup berbangsa dan bernegara. Salah satu
contohnya, pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS dalam TAP
No.III/MPRS/1960 Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden
Seumur Hidup. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 7 Undang-
Undang Dasar 1945 yang menyatakan bahwa, ”Presiden dan wakil
presiden memangku jabatan selama lima (5) tahun, sesudahnya dapat
dipilih kembali”. Pasal ini menunjukkan bahwa pengangkatan presiden
seharusnya dilakukan secara periodik dan ada batas waktu lima tahun.

2.5 Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah


Bangsa Indonesia untuk Masa Depan
1. Essensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Pancasila pada hakikatnya merupakan Philosofische Grondslag
dan Weltanschauung. Pancasila dikatakan sebagai dasar filsafat negara
(Philosofische Grondslag) karena mengandung unsur-unsur sebagai

29
berikut: alasan filosofis berdirinya suatu negara; setiap produk hukum di
Indonesia harus berdasarkan nilai Pancasila. Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa (Weltanschauung) mengandung unsur-unsur sebagai
berikut: nilai-nilai agama, budaya, dan adat istiadat.
2. Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Hasil Survei yang dilakukan KOMPAS yang dirilis pada 1 Juni
2008 menunjukkan bahwa pengetahuan masyarakat tentang Pancasila
merosot secara tajam, yaitu 48,4% responden berusia 17 sampai 29 tahun
tidak mampu menyebutkan silai-sila Pancasila secara benar dan lengkap.
42,7% salah menyebut sila-sila Pancasila, lebih parah lagi, 60%
responden berusia 46 tahun ke atas salah menyebutkan sila-sila Pancasila.
Fenomena tersebut sangat memprihatinkan karena menunjukkan bahwa
pengetahuan tentang Pancasila yang ada dalam masyarakat tidak
sebanding dengan semangat penerimaan masyarakat terhadap Pancasila.
Selain data tersebut, pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa
Indonesia dikarenakan hal-hal berikut: pengidentikan Pancasila dengan
ideologi lain, penyalahgunaan Pancasila sebagai alat justifikasi kekuasaan
rezim tertentu, melemahnya pemahaman dan pelaksanaan nilai Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

30
BAB III
KESIMPULAN

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama
dengan bangsa Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang
saling berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan
kejadian masa sekarang dan semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal
ini berarti bahwa semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan
kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan
masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia berlalu dengan
melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses waktu yang
panjang itu dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak
sejarah perjuangan.

Dan Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan
mampu memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara
Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
Pancasila. Pancasila dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber
kaidah hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya
seluruh unsur- unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam
kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaran
Negara dan seluruh kehidupan Negara Republik Indonesia.

31
DAFTAR PUSTAKA

Paristiyanti Nurwardani, Hestu Yoga Saksama ,dkk .2016 , Pendidikan


Pancasila,Jakarta..
DR. Iriyanto Widisuseno, M. Hum , Dra. Ana Irhandayaningsih, M. Hum , dkk .
2007, BP UNDIP. Buku Ajar Pendidikan Pancasila,Semarang.
Anonym, 2013, Materi Ajar Pendidikan Pancasila, Jakarta.

32

Anda mungkin juga menyukai