Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

VULNUS APERTUM

DI SUSUN OLEH

NAMA : ANGGUN NUR ISLAM


NIM : 105111101319

CI LAHAN CI INSTITUSI
( ) (
)

PROGRAM D III KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2020/2021

1
1. DEFINISI
Luka adalah keadaan hilang/terputusnya kontinuitas jaringan Menurut Inetna,
luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang mengganggu proses selular
normal, luka dapat juga dijabarkan dengan adanya kerusakan pada
kuntinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai dengan kehilangan
substansi jaringan (Mansjoer, 2001). Vulnus Appertum merupakan luka
terbuka yang terjadi karena kekerasan benda tumpul yang kuat sehingga
melampaui elastisitas kulit atau otot.

2. ETIOLOGI
a. Mekanik
 Benda tajam
Merupakan luka terbuka yang terjadi akibat benda yang memiliki sisi
tajam atau runcing. Misalnya luka iris, luka bacok, dan luka tusuk
 Benda tumpul
 Ledakan atau tembakan
Misalnya luka karena tembakan senjata api
b. Non Mekanik
 Bahan kimia
Terjadi akibat efek korosi dari asam kuat atau basa kuat
 Trauma fisika

2
 Luka akibat suhu tinggi
Suhu tinggi dapat mengakibatkan terjadinya heat exhaustion
primer, heat exhaustion sekunder, heat stroke, sun stroke, dan heat
cramps.
 Luka akibat suhu rendah
Derajat Luka yang terjadi pada kulit karena suhu dingin
diantaranya hyperemia, edema dan vesikel,
 Luka akibat trauma listrik
 Luka akibat petir
 Luka akibat perubahan tekanan udara (Mansjoer, 2001)
 Radiasi

3. Klasifikasi
a. Berdasarkan derajat kontaminasi
 Luka bersih
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,
yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut
berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan orofaring,
traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan demikian
kondisi luka tersebut tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.
 Luka bersih terkontaminasi
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka
tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi luka
sekitar 3% - 11%.
 Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka
menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka

3
karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun
luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
 Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen.
Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.
Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.

b. Berdasarkan penyebab
1) Luka akibat kekerasan benda tumpul
 Vulnus kontusio/ hematom
Adalah luka memar yaitu suatu pendarahan dalam jaringan bawah
kulit akibat pecahnya kapiler dan vena yang disebabkan oleh
kekerasan tumpul
 Vulnus eksoriasi (luka lecet atau abrasi)
adalah cedera pada permukaan epidermis akibat bersentuhan
dengan benda berpermukaan kasar atau runcing. Luka ini banyak
dijumpai pada kejadian traumatik seperti kecelakaan lalu lintas,
terjatuh maupun benturan benda tajam ataupun tumpul. Walaupun
kerusakannya minimal tetapi luka lecet dapat memberikan petunjuk
kemungkinan adanya kerusakan hebat pada alat-alat dalam tubuh.
Sesuai mekanisme terjadinya luka lecet dibedakan dalam jenis:
 Luka lecet gores
Diakibatkan oleh benda runcing yang menggeser lapisan
permukaan kulit
 Luka lecet serut (grzse)/geser (friction abrasion)
Adalah luka lecet yang terjadi akibat persentuhan kulit dengan
permukaan badan yang kasar dengan arah kekerasan sejajar/
miring terhadap kulit
 Luka lecet tekan (impression, impact abrasion)

4
Luka lecet yang disebabkan oleh penekanan benda tumpul
secara tegak lurus terhadap permukaan kulit.
 Vulnus laseratum (luka robek) atau appertum
Luka dengan tepi yang tidak beraturan atau compang camping
biasanya karena tarikan atau goresan benda tumpul. Luka ini dapat
kita jumpai pada kejadian kecelakaan lalu lintas dimana bentuk
luka tidak beraturan dan kotor, kedalaman luka bisa menembus
lapisan mukosa hingga lapisan otot.

2) Luka akibat kekerasan setengah tajam


 Vulnus Morsum
Adalah luka karena gigitan binatang. Luka gigitan hewan memiliki
bentuk permukaan luka yang mengikuti gigi hewan yang
menggigit. Dengan kedalaman luka juga menyesuaikan gigitan
hewan tersebut
3) Luka akibat kekerasan tajam/ benda tajam
 Vulnus scisum (luka sayat atau iris)
Luka sayat atau iris yang di tandai dengan tepi luka berupa garis
lurus dan beraturan. Vulnus scissum biasanya dijumpai pada
aktifitas sehari-hari seperti terkena pisau dapur, sayatan benda
tajam ( seng, kaca ), dimana bentuk luka teratur
 Vulnus punctum (luka tusuk)
Luka tusuk adalah luka akibat tusukan benda runcing yang
biasanya kedalaman luka lebih dari pada lebarnya. Misalnya
tusukan pisau yang menembus lapisan otot, tusukan paku dan
benda-benda tajam lainnya. Kesemuanya menimbulkan efek
tusukan yang dalam dengan permukaan luka tidak begitu lebar.
4) Vulnus scloperotum (luka tembak)
Adalah luka yang disebabkan karena tembakan senjata api
5) Luka akibat trauma fisika dan kimia
 Vulnus combutio

5
Adalah luka karena terbakar oleh api atau cairan panas maupun
sengatan arus listrik. Vulnus combutio memiliki bentuk luka yang
tidak beraturan dengan permukaan luka yang lebar dan warna kulit
yang menghitam. Biasanya juga disertai bula karena kerusakan
epitel kulit dan mukosa

Sumber lain menyatakan pembagian umum luka :


a. Simple, bila hanya melibatkan kulit.
b. Kompukatum, bila melibatkan kulit dan jaringan dibawahnya.

Trauma arteri umumnya dapat disebabkan oleh trauma benda tajam ( 50 %


) misalnya karena tembakan, luka-luka tusuk, trauma kecelakaan kerja atau
kecelakaan lalu lintas, trauma arteri dibedakan berdasarkan beratnya cidera
:
a. Derajat I adalah robekan adviticia dan media, tanpa menembus
dinding.
b. Derajat II adalah robekan varsial sehingga dinding arteri juga terluka
dan biasanya menimbulkan pendarahan yang hebat.
c. Derajat III adalah pembuluh darah putus total, gambaran klinis
menunjukan pendarahan yang tidak besar, arteri akan mengalami
vasokontriksi dan retraksi sehingga masuk ke jaringan karen
elastisitasnya.

4. MANIFESTASI KLINIK
Menurut black (1993) manifestasi vulnus adalah sebagai berikut:
 Deformitas: Daya terik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang
berpindah dari tempatnya perubahan keseimbangan dan contur terjadi
seperti: rotasi pemendekan tulang, penekanan tulang.

6
 Bengkak: edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi
darah dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
 Echumosis dari Perdarahan Subculaneous
 Spasme otot spasme involunters dekat fraktur
 Tenderness/keempukan
 Nyeri mungkin disebabkan oleh spasme otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
 Kehilangan sensasi (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya
saraf/perdarahan)
 Pergerakan abnormal
 Krepitasi
(Black, 1993).

a. Vulnus kontusio

 Luka Memar
 Pendarahan tepi : pendarahan tidak diumpai pada lokasi yang
bertekanan, tetapi pendarahan akan menepi sehingga bentuk
pendarahan akan menepi sesuai dengan bentuk celah antara kedua
kembang yang berdekatan
 Dilihat dari permukaan kulit tampak darah berwarna hitam kebiruan,
setelah sekitar dua hari terjadi perubahan pigmen darah menjadi warna
kuning.
b. Vulnus eksoriasi

7
 Luka lecet
 Hilangnya epitel dan lapisan dermis atau subkutan hal ini
menyebabkan luka tampak kuning, putih, merah muda atau berdarah
tergantung pada jaringan yang terekspos / rusak
c. Vulnus laseratum

 Vulnus laceratum adalah terjadinya gangguan kontinuitas suatu


jaringan sehingga terjadi pemisahan jaringan yang semula normal, luka
robek terjadi akibat kekerasan yang hebat sehingga memutuskan
jaringan.
 Bentuk luka tidak beraturan
 Tepi tidak rata
 Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah
yang berambut
 Sering tampak luka lecet
 Memar disekitar luka

d. Vulnus morsum

 Luka mempunyai tepi rata

8
 Dapat berbentuk luka lecet tekan berbentuk garis terputus-
putus ,hematoma atau luka robek dengan tepi rata
 Luka gigitan masih baik strukturnya sampai 3 jam pasca trauma,
setelah itu dapat berubah bentuk akibat elastisitas kulit
 Vulnus morsum merupakan luka yang tercabik-cabik yang dapat
berupa memar yang disebabkan oleh gigitan binatang atau manusia

e. Vulnus scisum

 Luka sayat lebar tapi dangkal


 Luka menembus lapisan atas kulit atau lapisan dermis ke struktur yang
lebih dalam (Kartikawati, 2011)

f. Vulnus punctum

 Kedalaman luka melebihi panjang luka


 Kerusakan pembuluh darah tepi
g. Vulnus sclerotum

 Luka tembak menimbulkan kerusakan jaringan pada organ yang


berada dibawahnya

9
 Peluru dapat menghancurkan tulang dan menyebabkan cidera lebih
lanjut
 Peluru dari senapan menyebabkan kerusakan lebih besar
h. Vulnus combutio
 Luka bakar derajat 1
Kerusakan pada epidermis, kulit kering, kemerahan, nyeri sekali,
sembuh, dalam 3-7 dan tidak ada jaringan parut
 Luka bakar derajat 2
Kerusakan pada epidermis dan dermis, terdapat vesikel dan edema,
subkutan, luka merah,
basah dan mengkilat,
sangat nyeri, sembuh
dalam, 28 hari tergantung
komplikasi infeksi.
 Luka bakar derajat 3

Kerusakan pada semua lapisan kulit,


tidak ada nyeri, luka merah keputih-
putihan, dan hitam keabu-abuan, tampak
kering, lapisan yang rusak tidak sembuh
sendiri maka perlu Skin graff.

10
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Pemeriksaan serum: hal ini dilakukan karena ada pada pasien dengan
luka bakar mengalami kehilangan volume
 Pemeriksaan darah : misal pada pasien dengan luka gigitan dapat
dijumpai hipoprototrombinemia, trombositopenia, hipofibrinogemia,
dan anemia
 Pemeriksaan elektrolit : pada pasien dengan luka bakar mengalami
kehilangan volume cairan dan gangguan Na-K pump
 Analisa gas darah biasanya pasien luka bakar terjadi asidosis
metabolisme dan kehilanga protein
 Faal hati dan ginjal
 CBC mengidentifikasikan jumlah darah yang ke dalam cairan,
penuruan HCT dan RBC, trombositopenia lokal, leukositosis, RBC
yang rusak
 Elektolit terjadi penurunan calsium dan serum, peningkatan alkali
phosphate
 Serum albumin : total protein menurun, hiponatremia
 Radiologi : untuk mengetahui penumpukan cairan paru, inhalas asap
dan menunjukkan faktor yang mendasari ; pada pasien vulnus morsum
biasanya terdapat emboli paru/edema paru
 ECG : untuk mengetahui adanya aritmia

6. PATOFISIOLOGI
Menurut Soejarto Reksoprodjo, dkk, 1995 ; 415) proses yang terjadi secara
alamiah bila terjadi luka dibagi menjadi 3 fase :

11
1) Fase inflamsi atau “lagphase“ berlangsung sampai 5 hari. Akibat luka
terjadi pendarahan, ikut keluar sel-sel trombosit radang. Trombosit
mengeluarkan prosig lalim, trombosam, bahan kimia tertentu dan asam
amoini tertentu yang mempengaruhi pembekuan darah, mengatur tonus
dinding pembuluh darah dan khemotaksis terhadap leukosit. Terjadi
Vasekontriksi dan proses penghentian pendarahan. Sel radang keluar dari
pembuluh darah secara diapedisis dan menuju dareh luka secara
khemotaksis. Sel mast mengeluarkan serotonin dan histamine yang
menunggalkan peruseabilitas kapiler, terjadi eksudasi cairan edema.
Dengan demikian timbul tanda-tanda radang leukosit, limfosit dan monosit
menghancurkan dan menahan kotoran dan kuman.
2) Fase proferasi atau fase fibriflasi. berlangsung dari hari ke 6-3 minggu.
Tersifat oleh proses preforasi dan pembentukan fibrosa yang berasal dari
sel-sel masenkim. Serat-serat baru dibentuk, diatur, mengkerut yang tidak
perlu dihancurkan dengan demikian luka mengkerut/mengecil. Pada fase
ini luka diisi oleh sel radang, fibrolas, serat-serat kolagen, kapiler-kapiler
baru: membentuk jaringan kemerahan dengan permukaan tidak rata,
disebut jaringan granulasi. Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya
dan pindah menututpi dasar luka. Proses migrasi epitel hanya berjalan
kepermukaan yang rata dan lebih rendah, tak dapat naik, pembentukan
jaringan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan tertutup epitel dan
mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka.
3) Fase “remodeling“ fase ini dapat berlangsung berbulan-bulan. Dikatakan
berakhir bila tanda-tanda radang sudah hilang. Parut dan sekitarnya
berwarna pucat, tipis, lemas, tidak ada rasa sakit maupun gatal

12
Etiologi vulnus

Mekanik : benda tajam,


benda tumpul, Non mekanik:
tembakan/ledakan, gigitan
binatang bahan kimia, suhu tinggi, radiasi

Kerusakan integritas
jaringan
Web of caution
Traumatic jaringan
Kerusakan pembuluh
Terputusnya kontinuitas darah
jaringan
Pendarahan berlebih
Kerusakan syaraf perifer

Keluarnya cairan tubuh


Stimulasi neurotransmitter
(histamine, prostaglandin,
bradikinin, prostagladin) Hipotensi, hipovolemi,
Kerusakan intergritas hipoksia, hiposemi
kulit

Resiko syok :hipovolomik


Rusaknya barrier Nyeri akut
ansietas
pertahanan primer

13
Pergerakan terbaras Gangguan pola tidur

Gangguan mobilitas
Terpapar lingkungan

Resiko infeksi

7. KOMPLIKASI
 Kerusakan arteri:
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi,
CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan
dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi
splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan
pembedahan.
 Kompartement Syndrom
Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi
karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah
 Infeksi
 Shock

14
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya
permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi
 Kontraktur
 Hipertropi jaringan parut

8. PENYEMBUHAN LUKA
a. Tipe Penyembuhan luka
Terdapat 3 macam tipe penyembuhan luka, dimana pembagian ini
dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang hilang.
1) Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi
luka biasanya dengan jahitan.
2) Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka
yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini
dikarakteristikkan oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan
dalam jumlah besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan
lebih lama. Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
3) Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini
merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir (Mansjoer,2001).
b. Fase Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka memiliki 3 fase yaitu fase inflamasi,
proliferasi dan maturasi. Antara satu fase dengan fase yang lain merupakan
suatu kesinambungan yang tidak dapat dipisahkan.
- Fase Inflamasi
Tahap ini muncul segera setelah injuri dan dapat berlanjut sampai 5 hari.
Inflamasi berfungsi untuk mengontrol perdarahan, mencegah invasi
bakteri, menghilangkan debris dari jaringan yang luka dan
mempersiapkan proses penyembuhan lanjutan.
- Fase Proliferasi

15
Tahap ini berlangsung dari hari ke 6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast
(sel jaringan penyambung) memiliki peran yang besar dalam fase
proliferasi.
- Fase Maturasi
Tahap ini berlangsung mulai pada hari ke 21 dan dapat berlangsung
sampai berbulan-bulan dan berakhir bila tanda radang sudah hilang. Dalam
fase ini terdapat remodeling luka yang merupakan hasil dari peningkatan
jaringan kolagen, pemecahan kolagen yang berlebih dan regresi
vaskularitas luka (Mansjoer,2001).
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka merupakan suatu proses yang kompleks dan
dinamis karena merupakan suatu kegiatan bioseluler dan biokimia yang
terjadi saling berkesinambungan. Proses penyembuhan luka tidak hanya
terbatas pada proses regenerasi yang bersifat lokal saja pada luka, namun
dipengaruhi pula oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik
- Faktor Instrinsik adalah faktor dari penderita yang dapat berpengaruh
dalam proses penyembuhan meliputi : usia, status nutrisi dan hidrasi,
oksigenasi dan perfusi jaringan, status imunologi, dan penyakit
penyerta (hipertensi, DM, Arthereosclerosis).
- Faktor Ekstrinsik adalah faktor yang didapat dari luar penderita yang
dapat berpengaruh dalam proses penyembuhan luka, meliputi :
pengobatan, radiasi, stres psikologis, infeksi, iskemia dan trauma
jaringan

d. Komplikasi Penyembuhan Luka


Komplikasi dan penyembuhan luka timbul dalam manifestasi yang
berbeda-beda. Komplikasi yang luas timbul dari pembersihan luka yang
tidak adekuat, keterlambatan pembentukan jaringan granulasi, tidak
adanya reepitalisasi dan juga akibat komplikasi post operatif dan adanya
infeksi.

16
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi adalah : hematoma,
nekrosis jaringan lunak, dehiscence, keloids, formasi hipertropik scar dan juga
infeksi luka
e. Penatalaksanaan/Perawatan Luka
Dalam manajemen perawatan luka ada beberapa tahap yang
dilakukan yaitu evaluasi luka, tindakan antiseptik, pembersihan luka,
penjahitan luka, penutupan luka, pembalutan, pemberian antiboitik dan
pengangkatan jahitan.
1. Evaluasi luka meliputi anamnesis dan pemeriksaan fisik (lokasi dan
eksplorasi).
2. Tindakan Antiseptik, prinsipnya untuk membersihkan kulit. Untuk
melakukan pencucian/pembersihan luka biasanya digunakan cairan
atau larutan antiseptik seperti:
 Alkohol, sifatnya bakterisida kuat dan cepat (efektif dalam 2
menit).
 Halogen dan senyawanya
a) Yodium, merupakan antiseptik yang sangat kuat, berspektrum
luas dan dalam konsentrasi 2% membunuh spora dalam 2-3
jam
b) Povidon Yodium (Betadine, septadine dan isodine), merupakan
kompleks yodium dengan polyvinylpirrolidone yang tidak
merangsang, mudah dicuci karena larut dalam air dan stabil
karena tidak menguap.
c) Yodoform, sudah jarang digunakan. Penggunaan biasanya
untuk antiseptik borok.
d) Klorhesidin (Hibiscrub, savlon, hibitane), merupakan senyawa
biguanid dengan sifat bakterisid dan fungisid, tidak berwarna,
mudah larut dalam air, tidak merangsang kulit dam mukosa,
dan baunya tidak menusuk hidung.
 Oksidansia
- Kalium permanganat, bersifat bakterisid dan funngisida agak
lemah berdasarkan sifat oksidator.

17
- Perhidrol (Peroksida air, H2O2), berkhasiat untuk
mengeluarkan kotoran dari dalam luka dan membunuh kuman
anaerob
 Logam berat dan garamnya
- Merkuri klorida (sublimat), berkhasiat menghambat
pertumbuhan bakteri dan jamur.
- Merkurokrom (obat merah)dalam larutan 5-10%. Sifatnya
bakteriostatik lemah, mempercepat keringnya luka dengan cara
merangsang timbulnya kerak (korts)
 Asam borat, sebagai bakteriostatik lemah (konsentrasi 3%).
 Derivat fenol
Trinitrofenol (asam pikrat), kegunaannya sebagai antiseptik
wajah dan genitalia eksterna sebelum operasi dan luka bakar.
Heksaklorofan (pHisohex), berkhasiat untuk mencuci tangan.
 Basa ammonium kuartener, disebut juga etakridin (rivanol),
merupakan turunan aridin dan berupa serbuk berwarna kuning dam
konsentrasi 0,1%. Kegunaannya sebagai antiseptik borok bernanah,
kompres dan irigasi luka terinfeksi (Mansjoer, 2001).
Dalam proses pencucian/pembersihan luka yang perlu
diperhatikan adalah pemilihan cairan pencuci dan teknik pencucian
luka. Penggunaan cairan pencuci yang tidak tepat akan menghambat
pertumbuhan jaringan sehingga memperlama waktu rawat dan
meningkatkan biaya perawatan. Pemelihan cairan dalam pencucian
luka harus cairan yang efektif dan aman terhadap luka. Selain larutan
antiseptik yang telah dijelaskan diatas ada cairan pencuci luka lain
yang saat ini sering digunakan yaitu Normal Saline. Normal saline
atau disebut juga NaCl 0,9%. Cairan ini merupakan cairan yang
bersifat fisiologis, non toksik dan tidak mahal. NaCl dalam setiap
liternya mempunyai komposisi natrium klorida 9,0 g dengan
osmolaritas 308 mOsm/l setara dengan ion-ion Na + 154 mEq/l dan Cl-
154 mEq/l (ISO Indonesia,2000).
3. Pembersihan Luka

18
Tujuan dilakukannya pembersihan luka adalah meningkatkan,
memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka;
menghindari terjadinya infeksi; membuang jaringan nekrosis dan
debris.
Beberapa langkah yang harus diperhatikan dalam pembersihan luka
yaitu :
i. Irigasi dengan sebanyak-banyaknya dengan tujuan untuk
membuang jaringan mati dan benda asing.
ii. Hilangkan semua benda asing dan eksisi semua jaringan
mati.
iii. Berikan antiseptik
iv. Bila diperlukan tindakan ini dapat dilakukan dengan
pemberian anastesi lokal
v. Bila perlu lakukan penutupan luka
4. Penjahitan luka
Luka bersih dan diyakini tidak mengalami infeksi serta
berumur kurang dari 8 jam boleh dijahit primer, sedangkan luka yang
terkontaminasi berat dan atau tidak berbatas tegas sebaiknya dibiarkan
sembuh per sekundam atau per tertiam.
5. Penutupan Luka
Adalah mengupayakan kondisi lingkungan yang baik pada luka
sehingga proses penyembuhan berlangsung optimal.
6. Pembalutan
Pertimbangan dalam menutup dan membalut luka sangat
tergantung pada penilaian kondisi luka. Pembalutan berfungsi sebagai
pelindung terhadap penguapan, infeksi, mengupayakan lingkungan yang
baik bagi luka dalam proses penyembuhan, sebagai fiksasi dan efek
penekanan yang mencegah berkumpulnya rembesan darah yang
menyebabkan hematom.
7. Pemberian Antibiotik
Prinsipnya pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan
pada luka terkontaminasi atau kotor maka perlu diberikan antibiotik.

19
Anatomi Palpebra
Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta
mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea.
Palpebra melindungi bola mata terhadap trauma, trauma sinar, dan pengeringan
bola mata. Palpebra mempunyai lapisan tipis pada bagian depan sedang di bagian
belakang ditutupi selaput lendir tarsus yang disebut konjungtiva tarsal. Gangguan
penutupan palpebra akan mengakibatkan keringnya permukaan mata sehingga
terjadi keratitis.
Otot-otot pada palpebra terdiri dari M.orbikularis okuli yang berjalan
melingkar melingkar didalam palpebra superior dan inferior, dan terletak di bawah
kulit palpebra. Pada dekat margo palpebra terdapat otot orbikularis oculi yang
disebut sebagai M. Rioland. M orbikularis berfungsi menutup bola mata yang
dipersyarafi oleh N.Facial. M. lefator palpebra yang berorigo pada anulus
foramen orbita dan dan berinsensi pada kasus atas dengan sebagian menembus M.
Orbikularis oculi menuju palpebra bagian tengah. Bagian kulit tempat insersi M.
lefator palpebra terlihat sebagai sulcus palpebra. Otot ini dipersyarafui oleh N III
yang berfungsi untuk mengangkat atau membuka palpebra mata.
Kulit kelenjar palpebra bersifat longgar dan elastis sehingga dapat sangat
membengkak dan kemudian kembali ke bentuk dan ukuran normal. Ketiga jenis
kelenjar pada palpebra adalah kelenjar meibom, kelenjar moll dan zeis. Kelenjar
meibom adalah kelenjar sebasea panjang dalam lempeng tarsal. Kelenjar meibom
tidak berhubungan dengan folikel rambut. Kelenjar ini menghasilkan substansi
sebasea yang membentuk lapisan berminyak pada permukaan film air mata, yang
membantu mencegah cepatnya penguapan dari lapisan air mata normal. Kelenjar
zeis merupakan modifikasi kelenjar sebasea yang lebih kecil dan berhubungan
dengan folikel bulu mata. Kelenjar keringat moll merupakan tubulus yang mirip
sinus dan tak bercabang, yang awalnya merupakan pilinan sederhana dan bukan
berbentuk glomerulus seperti halnya kelenjar keringat biasa. Kelenjar moll
mencurahkan secretnya kepada bulu mata.

20
Gambar 1.1. Anatomi Palpebra
Pembuluh darah yang memperdarahi palpebra adalah arteri palpebra.
Persarafan sensoris palpebra superior didapatkan dari N VI sedang palpebra
inferior oleh cabang ke dua saraf V.

1.1 Evaluasi Preoperative Dan Pendekatan Diagnostik


1.1.1 Stabilisasi Sistemik
Evaluasi luka periorbital dimulai setelah pasien trauma telah stabil dan
cedera yang mengancam hidup ditangani. Peran dokter mata dalam evaluasi dan
manajemena dalah sangat penting – harus ada komunikasi yang baik antara tim
trauma dan dokter mata.
1.3.2 Riwayat Penyakit
Riwayat penyakit lengkap yang diperoleh sangat penting untuk
menentukan waktu kejadian dan mekanisme cedera. Untuk anak-anak, harus
dipertimbangkan kemungkinan adanya kekerasan pada anak sebagai penyebab
cedera mata dan periorbital. Adanya anamnesa tentang partikel proyektil
berkecepatan tinggi mungkin memerlukan studi pencitraan yang tepat untuk
menentukan adanya benda asing intraokuler atau intraorbital. Gigitan hewan dan
gigitan manusia harus diberi perhatian khusus dan dikelola sesuai dengan

21
pemberian antibiotik yang tepat. Pada bagian yang cedera diperiksa dengan hati-
hati untuk setiap jaringan yang hilang, dan setiap jaringan yang lepas yang
ditemukan dilokasi kejadian diawetkan dan ditempatkan pada es secepat
mungkin. Dalam kebanyakan kasus jaringan ini dapat dijahit kembali ke lokasi
anatomi yang tepat.
1.3.3 Pemeriksaan Oftalmologi
Penilaian ketajaman visual adalah wajib dilakukan sebelum setiap upaya
rekonstruksi. Pada pemeriksa keadaan pupil, jika didapatkan kerusakan relatif
pada afferent pupillary, potensi hasil visual akan buruk dan harus didiskusikan
dengan pasien sebelum dilakukan bedah rekonstruksi. Otot-otot luar mata
dievaluasi dan jika didapatkan adanya diplopia harus tercatat sebelum operasi.
Pemeriksaan eksternal meliputi penilaian lengkap tulang tulang wajah, dengan
penekanan khusus pada wilayah periorbital. Palpasi yang jelas menunjukkan
adanya krepitasi, atau unstable bone memerlukan evaluasi radiologi.
Pengukuran baseline proyeksi bola mata didokumentasikan dengan
exophthalmometry Hertel karena enophthalmos merupakan sequela lambat yang
umum terjadi pada trauma orbital. Posisi kelopak mata, fungsi otot orbicularis,
dan setiap bukti lagophthalmos dicatat. Pengukuran jarak intercanthal dan
evaluasi integritas dari tendon canthal juga dilakukan, karena dapat terjadi
dehiscence tendon traumatis dan telecanthus.
1.3.4 Evaluasi Laboratorium dan Radiografi
Evaluasi laboratorium yang tepat biasanya dilakukan oleh tim ruang gawat
darurat. Hitung darah lengkap dan analisis kimia serum sering kali diperlukan
untuk tujuan anestesi. Pemeriksaan faal hemostasis dapat membantu dalam
kasus-kasus tertentu, dan pemeriksaan kimia darah untuk alkohol dan zat-zat
beracun lainnya diperlukan dalam beberapa kasus. Ketika kecurigaan klinis
patah tulang orbital tinggi, pencitraan yang sesuai dengan orbita, terutama
computed tomography, harus diusulkan. Ultrasonografi bola mata, otot luar
mata, sarafoptik, dan orbita kadang-kadang bisa menjadi pemeriksaan tambahan
yang penting.
1.3.5 Profilaksis Infeksi

22
Pencegahan infeksi merupakan hal yang utama. Data riwayat imunisasi
tetanus lengkap harus diperoleh dan akan dilakukan manajemen yang tepat pada
pasien yang tidak mendapat imunisasi atau tidak tahu tentang riwayat
imunisasinya. Jika diketahui atau dicurigai adanya gigitan hewan, semua
informasi tentang bagian yang cedera, pemilik hewan, dan setiap perilaku
hewan yang abnormal harus diperoleh dan departemen perawatan hewan
setempat diberitahu. Ikuti protokol standar rabies.
Gigitan kucing, dan bahkan lukayang disebabkan oleh cakar kucing,
merupakan resiko tinggi infeksi. Profilaksis yang sesuai termasuk penisilin VK
(phenoxymethylpenicillin) 500 mg sehari selama5-7hari. Pada pasien alergi
penisilin maka dapat diberikan tetrasiklin. Luka gigitan manusia memerlukan
pemberian antibiotik yang tepat, seperti penisilin.
1.3.6 Timing of Repair
Waktu perbaikan ditentukan oleh beberapa faktor. Setiap upaya harus
dilakukan untuk merekonstruksi jaringan terluka sesegera mungkin setelah
pasien telah sepenuhnya dievaluasi dan data pemeriksaan penunjang tambahan
telah diperoleh. Jika terpaksa dilakukan penundaan perbaikan, maka penting
untuk selalu menjaga jaringan agar selalu dalam kondisi lembab.

1.4 Anestesi
Pemilihan anestesi untuk perbaikan luka adneksa tergantung pada
beberapa faktor. Umur pasien sangat penting karena hampir semua anak
memerlukan anestesi umum untuk mencapai hasil rekonstruksi terbaik. Luka
besar dengan kerusakan jaringan lunak yang luas dan keterlibatan osseous perlu
dilakukan anatesi umum. Mayoritas cedera pada orang dewasa dapat diperbaiki
dengan anestesi infiltrasi atau regional lokal lidokain 1-2% (lignocaine) dengan
1:100000 epinefrin. Anestesi infiltrasi dapat menyebabkan distorsi jaringan
yang signifikan, namun ini dapat diminimalkan dengan penggunaan asam
hyaluronic (hyaluronidase), yang memfasilitasi penyebaran cairan anestesi.

1.5 Teknik Umum


Teknik-teknik rekonstruksi kelopak mata dan orbital setelah trauma
sangat banyak dan beragam. Teknik yang digunakan sangat tergantung pada

23
sejauh mana cedera dan struktur adneksa spesifik yang terlibat. Pendekatan yang
umum adalah untuk mengatasi setiap struktur anatomi secara independen dan
menghormati prioritas yang tepat. Hal pertama sebagai pelindung mata,
kemudian fungsinya, dan akhirnya kosmetik. Dalam banyak kasus, sejumlah
teknik rekonstruksi digabungkan untuk mencapai hasil yang maksimal.

1.6 Teknik Spesifik


1.6.1 Partial-Thickness Eyelid Injuries
Partial-thickness eyelid injuries, laserasi kelopak mata dangkal yang
tidak melibatkan margin palpebra dan yang sejajar dengan garis kulit sehingga
dapat distabilkan dengan skin tape. Laserasi yang lebih besar dan tegak lurus
dengan garis kulit memerlukan pendekatan yang lebih hati-hati dan eversi ke
tepi kulit. Hal ini dapat dicapai dengan menggunakan benang ukuran 6-0 atau 7-
0 yang absorbable atau nonabsorbable. Jika ketebalan penuh dari otot
orbicularis terlibat, harus diperbaiki secara terpisah. Penetrasi ke septum orbital
dengan cedera pada aponeurosis levator harus diperbaiki.
1.6.2 Eyelid Margin Lacerations
Jenis trauma adneksa membutuhkan pendekatan yang paling teliti, yang
harus tepat untuk menghindari notching kelopak mata dan malposisi margin
palpebra. Semua bagian tarsal yang iregular di tepi luka harus dibuang untuk
memungkinkan pendekatan tarsal-ke-tarsal yang lebih baik pada margin
palpebra yang diperbaiki. Hal ini dilakukan sepanjang ketinggian vertikal
seluruh tarsus untuk mencegah tarsal buckling, meskipun laserasi primer
mungkin hanya melibatkan tarsus marginal. Perbaikan dimulai dengan
penempatan benang 6-0 pada bidang kelenjar meibom di margin palpebra, kira-
kira 2mm dari tepi luka dan dengan kedalaman 2mm. Dulunya, sering dilakukan
penjahitan margin menggunakan benang nonabsorbable. Namun, Jeffrey P,
George C dan Robert AG telah secara rutin menggunakan jahitan dengan
menggunakan benang absorbable dan belum mengalami komplikasi dari
penyerapan jahitan yang prematur.

24
Gambar 1.3 Teknik penjahitan pada laserasi yang melibatkan margin palpebra

1.6.3 Eyelid Injuries with Tissue Loss


Luka kelopak mata yang mengakibatkan kehilangan jaringan
memberikan tantangan rekonstruksi yang lebih sulit. Ini adalah kewajiban bagi
ahli bedah untuk mengevaluasi pasien dengan trauma kelopak mata, untuk
menentukan tidak hanya apakah dan berapa banyak dari kelopak mata yang
hilang tetapi juga lapisan kelopak mata tidak ada. Dalam evaluasi pasien, sangat
penting untuk mempertimbangkan kelopak mata sebagai struktur yang memiliki
lamela anterior dan posterior, kulit dan muskulus orbicularis akan menjadi
lamela anterior, sedangkan tarsus dan konjungtiva menjadi lamela posterior.
Jika full-thickness loss of eyelid tissue mengarah ke lagophthalmos dan eksposur
kornea, pelumasan agresif dengan salep antibiotik harus diberikan atau
dilakukan tarsorrhaphy sementara sampai perbaikan pasti dapat dicapai.
1.6.4 Full-Thickness Eyelid Lacerations
Full-thickness lacerations yang tidak melibatkan margin kelopak mata
mungkin terkait dengan kerusakan internal yang signifikan dari struktur
palpebra dan perforasi bola mata. Pada penanganan cedera ini memerlukan
pemeriksaan lapis demi lapis pada luka untuk menilai integritas dari septum
orbita, otot levator dan aponeurosis levator, konjungtiva, otot rektus, dan bola
mata.

25
Jika lamela posterior kelopak mata terlibat dalam full-thickness eyelid
injury tetapi dapat direapproximat tanpa menimbulakan ketegangan kulit yang
tidak semestinya, maka langsung dapat diperbaiki. Tarsal alignment dapat
dicapai melalui jahitan dalam. Jeffrey P, George C dan Robert AG lebih suka
melakukan penjahitan menggunakan polyglactin (Vicryl) ukuran 6-0atau7-0,
namun, Dexon, silk, dan kromik dapat pula digunakan untuk penutupantarsal.

1.7 KOMPLIKASI
Komplikasi yang mungkin timbul dari laserasi palpebra dapat berupa:
1. Akibat kegagalan dalam memperbaiki laserasi khususnya jika melibatkan
margin palpebra, dapat berupa:
 Epiforakronis
 Konjungtivitiskronis,konjungtivitis bakterial
 Exposurekeratitis
 Abrasikorneaberulang
 Entropion/ ektropion sikatrikal
2. Akibat teknik pembedahan yang buruk, terutama dalam hal akurasi
penutupan luka, dapat berupa:
 Jaringan parut
 Fibrosis
 Deformitas palpebra sikatrikal
3. Keadaan luka yang memburuk akibat adanya infeksi atau karena
penutupan luka yang tertunda.
4. Laserasi dekat canthus medial dapat merusak sistem nasolacrimal.

26
REFERENSI

Doengoes, Marilynn E., Mary Frances Moorhouse., & Alice C. Murr. 2010.
Nursing Diagnosis Manual : Planning, Individualizing, and Documenting
Client Care. Philadelphia : F.A Davis Company
Mansjoer, Arif.,dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. FKUI : Media Aesculapius
NANDA. Nanda International Nursing Diagnosis : Definitions and
Classification. West Ssussex-United Kingdom : Wiley-Blackwell
Edsel I. Laceration, Eyelid (serial online). Last update Apr 26, 2012. Available
from: URL: http://emedicine. medscape. com/article/1212531-overview.
Jeffrey P, George C, Robert AG. Eyelid Trauma and Reconstruction Techniques.
In. Yanoff M, Duker J. Ophtalmology. 3th Edition. China: Elsevie; 2009. P
1443-49.

27
Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2009. P 1-2.
Junqueira LC, Carneiro J. Histologi Dasar. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2007. P 463-4.

28

Anda mungkin juga menyukai