Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Disusun oleh :
dr. Fadilla Nofrade
Pembimbing :
dr. Skandinoviar, Sp.PD
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DEFINISI
Penyakit Paru Ohstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru
kronik yang ditandai dengan hamhatan aliran udara di saluran napas yang
tidak sepenuhnya reversihel, hersifat progresif dan herhuhungan dengan
respon inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang heracun/ herhahaya,
disertai efek ekstraparu yang herkontrihusi terhadap derajat herat
penyakit.1
2. ANATOMI
Paru - paru terletak sedemikian rupa sehingga setiap paru terletak
disamping mediastinum. Oleh karena itu, masing - masing paru - paru satu
sama lain dipisahkan oleh jantung dan pemhuluh - pemhuluh Besar serta
struktur lain dalam mediatinum. Masing - masing paru berbentuk konus
dan diliputi oleh pleura viceralis. Paru - paru terbenam bebas dalam rongga
pleuranya sendiri, hanya diletakkan ke mediastinum oleh radix pulmonis.5
Paru - paru kanan sedikit lehih hesar dihanding paru - paru kiri dan
dihagi oleh fissura ohlique dan fisura horizontal menjadi 3 lohus, lohus
superior, medius dan inferior. Paru - paru kiri dihagi fisura ohliqua menjadi
2 lohus, lohus superior dan inferior.5
3. EPIDEMIOLOGI
Sampai saat ini, PPOK masih menjadi salah satu penyakit paru
yang paling sering dijumpai. Di Amerika, jumlah kasus PPOK yang
terdapat di instalasi gawat darurat telah mencapai angka 1,5 juta, 726.000
yang memerlukan perawatan di rumah sakit serta 119.000 meninggal
selama tahun 2000. Saat ini, PPOK menduduki peringkat ke empat setelah
penyakit jantung, kanker dan penyakit serehro vascular sehagai penyehah
kematian. Taksiran dari World Health Organization (WHO) adalah hahwa
menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. 1 Berdasarkan
survey kesehatan rumah tangga
Dep. Kes. RI tahun 1992, PPOK hersama asma hronkial menduduki
peringkat ke enam. Seiring dengan meningkatnya prevalensi PPOK, rokok
masih merupakan faktor risiko terpenting penyehah PPOK di samping
adanya faktor risiko lain seperti polusi udara, faktor genetik dan lain-lain.2
4. Faktor Risiko
PPOK yang merupakan inflamasi lokal saluran napas paru, akan ditandai
dengan hipersekresi mukus dan sumbatan aliran udara yang persisten. Gambaran
ini muncul disebabkan oleh adanya pembesaran kelenjar di bronkus pada perokok
dan membaik saat merokok dihentikan. Terdapat banyak faktor risiko yang diduga
kuat merupakan etiologi dari PPOK. Faktor-faktor risiko yang ada adalah genetik,
paparan partikel, pertumbuhan dan perkembangan paru, stres oksidatif, jenis
kelamin, umur, infeksi saluran nafas, status sosioekonomi, nutrisi, dan
komorbiditas.
1. Genetik
PPOK merupakan suatu penyakit yang poligenik disertai interaksi
lingkungan genetik yang sederhana. Faktor risiko genetik yang paling
besar dan telah diteliti lama adalah defisiensi al antitripsin, yang
merupakan protease serin inhibitor. Biasanya jenis PPOK yang merupakan
contoh defisiensi al antitripsin adalah emfisema paru yang dapat muncul
baik pada perokok maupun bukan perokok, tetapi memang akan diperberat
oleh paparan rokok. Bahkan pada beberapa studi genetika, dikaitkan
bahwa patogenesis PPOK itu dengan gen yang terdapat pada kromosom.
2. Paparan Partikel Inhalasi
4. Stres Oksidatif
5. Jenis Kelamin
studi yang mengatakan bahwa ternyata wanita lebih rentan untuk dirusak oleh
asap rokok dibandingkan pria. Hal ini disebabkan oleh perubahan kebiasaan,
dimana wanita lebih banyak yang merupakan perokok saat ini.
6. Infeksi
8. Kormobiditas
5. Patofisiologi
Pada PPOK, hambatan aliran udara merupakan perubahan fisiologi
utama yang diakibatkan oleh adanya perubahan yang khas pada saluran
napas bagian proksimal, perifer, parenkim dan vaskularisasi paru yang
dikarenakan adanya suatu inflamasi yang kronik dan perubahan struktural
pada paru. Terjadinya penebalan pada saluran napas kecil dengan
peningkatan formasi folikel limfoid dan deposisi kolagen dalam dinding
luar saluran napas mengakibatkan restriksi pembukaan jalan napas. Lumen
saluran napas kecil berkurang akibat penebalan mukosa yang mengandung
eksudat inflamasi, yang meningkat sesuai berat sakit. 2
Proses inflamasi akan mengaktifkan sel makrofag alveolar, aktivasi
sel tersebut akan menyebabkan dilepaskannya faktor kemotaktik neutrofil
seperti interleukin 8 dan leukotrien B4, tumuor necrosis factor (TNF),
monocyte chemotactic peptide (MCP)-1 dan reactive oxygen species
(ROS). 2
Paradigma dominan dari patogenesis emfisema terdiri atas empat
peristiwa yang berkaitan : (1) Paparan kronis dari merokok akan
menyebabkan rekruitmen sel inflamasi ke dalam ruang udara terminal di
paru. (2) Sel-sel inflamasi ini melepaskan elastonic proteinases yang
merusak matriks ekstraseluler di paru. (3) Kematian sel secara struktural
dihasilkan dari stres oksidatif dan hilangnya ikatan matriks sel. (4)
Perbaikan elastin dan komponen matriks ekstraseluler yang tidak efektif
menghasilkan pembesaran ruang udara yang didefinisikan sebagai
emfisema pulmonal.2
Paparan asap rokok dapat mempengaruhi saluran pernapasan besar,
saluran pernapasan kecil (diameter ≤2mm), dan alveoli. Perubahan di
saluran pernapasan besar menyebabkan batuk dan sputum, sedangkan di
saluran pernapasan kecil dan alveoli bertanggung jawab terhadap
perubahan fisiologis. 2
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi
pasien mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang
sebelumnya stabil dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien
memerlukan perubahan pengobatan yang biasa digunakan. Eksaserbasi ini
biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus), bronkospasme,
polusi udara atau obat golongan sedatif.4
A. Diagnosis
13
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan.
(1) Inspeksi
(a) Purse-lips breathing (mulut setengah terkatup
mencucu)
(b) Barrel chest (diameter antero-posterior dan
transversal sebanding)
(c) Penggunaan otot bantu napas
14
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan rutin
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau
VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80%
VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
2. Darah rutin (lengkap)
3. Radiologi
Foto toraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit
paru lain Pada emfisema terlihat gambaran :
- Hiperinflasi
- HiperlusenRuang retrosternal melebar
- Diafragma mendatar
- Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop
appearance)
Pada bronkitis kronik :
• Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus
b. Pemeriksaan khusus (tidak rutin)
1. Faal paru
- Volume Residu (VR), Kapasiti Residu Fungsional (KRF), Kapasiti
Paru Total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat
2. Analisis gas darah
Terutama untuk menilai :
- Gagal napas kronik stabil
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
3. Elektrokardiografi
Mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh Pulmonal dan
hipertrofi ventrikel kanan.
4. Ekokardiografi
Menilai fungsi jantung kanan
5. bakteriologi
Pemerikasaan bakteriologi sputum pewarnaan Gram dan kultur
resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih
antibiotik yang tepat. Infeksi saluran napas berulng merupakan
penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di Indonesia.
3.2 Diagnosa Banding 4
• Asma
• SOPT (Sindroma Obstruksi Pasca Tuberculososis)
Golongan β– 2 agonis
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan
jumlah penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi.
Sebagai obat pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang
berefek panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk mengatasi
eksaserbasi berat.
Mekanisme kerja : melalui stimulasi reseptor β2 di trachea dan
bronkus, yang menyebabkan aktivasi dari adenilsiklase. Enzim ini
memperkuat pengubahan adenosintrifosat (ATP) yang kaya energi
menjadi cyclic-adenosin mononosphat (cAMP) dengan pembebasan
energi yang digunakan untuk proses-proses dalam sel. Meningkatnya
kadar cAMP di dalam sel menghasilkan beberapa efek bronchodilatasi
dan penghambatan pelepasan mediator oleh sel mast.
Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir (maksimal 4xperhari ).
Mekanisme kerja : Di dalam sel-sel otot polos terdapat
keseimbangan antara sistem adrenergis dan sistem kolinergis. Bila
karena sesuatu sebab reseptor b2 dari sistem adrenergis terhambat,
maka sistem kolinergis akan berkuasa dengan akibat
bronchokonstriksi. Antikolinergik memblok reseptor muskarinik dari
saraf-saraf kolinergis di otot polos bronkus, hingga aktivitas saraf
adrenergis menjadi dominan dengan efek bronkodilatasi.
b. Kortikosteroid
Pada eksaserbasi derajat sedang dapat diberikan prednison 30-40
mg/hari selama 1-2 minggu, pada derajat berat diberikan secara
intravena. Budesonide inhalasi kortikosteroid dapat menjadi alternatif
(namun lebih mahal) dibandingkan kortikosteroid oral dalam terapi
eksaserbasi..
Preparat steroid inhalasi dibuat sedemikian rupa sehingga memiliki
efek anti inflamasi topikal yang maksimal dan efek sistemik seminimal
mungkin. Termasuk dalam golongan obat inhalasi steroid antara lain
BeclometasonemDipropionate(BDP),Budesonide(BUD), Triamcinolone
Acetonite (TA), Flunisonide, Fluticasone Dipropionate (FDP).6
Kortikosteroid menembus membran sel dan akan berikatan dengan
reseptor glukokortikoid yang banyak terdpat pada sitoplasma sel target.
Selanjutnya kompleks tersebut akan masuk ke dalam nukleus dan
berikatan dengan elemen respon glukokortikoid yang spesifik (“specific
glucocorticoid response element”) untuk dapat mengatur transkripsi
gen. Jadi kortikosteroid mengendalikan inflamasi melalui proses
transkripsi gen , suatu proses yang rumit, memerlukan waktu 6 - 12
jam. Mekanisme utama steroid diduga melalui inhibisi pembentukan
sitokin tertentu. Seperti IL1, TNFα, GM-CSF, IL-3, IL- 4, IL-5, IL-6,
dan IL-8. Steroid juga mempercepat regenerasi sel epitel, dan jangka
panjang juga mengurangi jumlah sel mas.6
c. Obat steroid inhalasi yang mencapai paru-paru hampir seluruhnya
diabsorpsi, sehingga keseimbangan antara efek terapi dan efek samping
sistemik sepenuhnya tergantung pada bioavaibilitas obat yang tertelan
Budesonide (BUD) merupakan steroid inhalasi yang paling banyak
diteliti. Kadar puncak tercapai setelah 15 – 30 menit inhalasi,
terdeposisi 25%-30% di jaringan paru. Dimetabolisme secara cepat dan
sempurna di hepar, bentuk metabolitnya diekskresi melalui urin dan
feses dan hanya memiliki potensi seperseratus dari Budesonid.
Budesonid mempunyai kemampuan berikatan (afinitas) dengan reseptor
glukokortikoid 7 kali lebih besar dibanding deksametason.
Efek samping lokal pemberian steroid inhalasi yang pernah
dilaporkan adalah disfonia dan kandidiasis oral. Disfonia diduga terjadi
karena miopati pada otot laring, namun efek samping ini bersifat
reversibel. Kandidiasis oral dapat dicegah dengan cara berkumur atau
cuci mulut setelah pemakaian steroid inhalasi.
Kortikosteroid Inhalasi (ICS) dan Long Acting Beta2 Agonist
(LABA) adalah 2 obat yang banyak digunakan dalam pengobatan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Kedua obat ini dapat
digunakan secara tunggal (monoterapi) atau kombinasi.8
Dalam panduan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease (GOLD) 2013, disebutkan bahwa ICS dan LABA dapat
digunakan sebagai monoterapi atau kombinasi. Tetapi penggunaan
secara kombinasi lebih efektif untuk memperbaiki fungsi paru, status
kesehatan dan mengurangi eksaserbasi pada PPOK sedang sampai
berat.8
d. Antibiotik
- Peningkatan jumlah sputum
- Sputum berubah menjadi purulen
- Peningkatan sesak
Pemilihan antibiotik disesuaikan dengan pola kuman setempat dan
komposisi kombinasi antibiotik yang mutakhir. Pemberian antibiotik di
rumah sakit sebaiknya intravena.
e. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualitis hidup,
digunakan N-asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi
yang sering, tidak dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
f. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik.
Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin
4. Nutrisi adekuat
5. Ventilasi mekanik
Penggunaan ventilasi mekanik pada PPOK eksaerbasi berat akan
mengurangi mortaliti dan morbiditi, dan memperbaiki simptom.
3.7 Komplikasi 5
Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :
1. Gagal napas
2. Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan
menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi
infeksi berulang. Pada kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih
rendah, ditandai dengan menurunnya kadar limposit darah.
3. Cor Pulmonal
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %,
dapat disertai gagal jantung kanan.
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. N
Umur : 56 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Alamat : Sei Duo
Tanggal Masuk MRS : 30 Juni 2022
No RM : 00.83.23
Anamnesis
Pasien laki-laki usia 56 Tahun kiriman dari poli Penyakit dalam
RSUD Sungai Dareh
Keluhan Utama
Sesak nafas sejak ± 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas sejak ± 1 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit.
Sesak dirasakan semakin memberat dan meningkat, sesak dirasakan ketika
beraktivitas berat, sesak tidak dipengaruhi oleh makanan, cuaca maupun
emosi. Biasanya sesak akan sedikit berkurang bila pasien beristirahat.
Sesak sebenarnya sudah dirasakan pasien sejak ± 5 tahun lalu, namun
memberat 1 hari ini. Batuk sejak ± 3 hari yang lalu, batuk berdahak
dirasakan pasien namun dahak sulit dikeluarkan, dan dahak keluar kadang
berwarna putih dan kadang sedikit kehijauan, batuk berdarah tidak ada.
Batuk disertai keringat pada malam hari tidak ada. Sebenarnya batuk
sudah dirasakan pasien sejak ± 6 bulan yang lalu namun hilang timbul.
Nyeri Dada tidak ada. Demam naik turun ± 3 hari yang lalu, namun
sekarang sudah tidak demam. Demam disertai menggigil tidak ada. Nyeri
kepala sejak 1 hari yang lalu, nyeri kepala seperti terikat tidak ada. Nafsu
makan baik, nyeri ulu hati tidak ada, mual dan muntah tidak ada, BAK dan
BAB dalam batas normal.
Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku pernah meminum obat penghilang sesak namun pasien
tidak mengetahui obatnya.
Sosial Ekonomi
Pekerjaan : Wiraswasta
Pasien seorang perokok aktif yang memulai merokok pada usia 15 tahun
dengan jumlah 12 batang perhari, dan berhenti merokok sejak 1 Tahun
yang lalu
Indeks Brikmen : 480 Perokok Sedang
IV. DIAGNOSIS
PPOK Eksaserbasi Akut
V. DIAGNOSIS BANDING
Asma bronkial
Bronkitis kronis
VI. PENATALAKSANAAN
Non Farmakologis
- Hentikan kebiasaan merokok pada pasien menghindari paparan asap dan
debu, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan latihan
pernafasan.
Farmakologis
- O2 2-3l/menit
- IVFD RL 20 tetes/menit
- Injeksi Omeprazole 40mg 2x1 i.v
- Nebu Ventolin 6x1 respuls/4jam
- Cetirizine 10 mg 2x1 tab
- Retaphyl 2x1 tab
- N- Acetylcystein 200mg 3x1 caps
- Paracetamol 500mg 3x1 tab
VII. PROGNOSIS
- Quo ad vitam : Dubia ad bonam
- Quo ad fungsionam : Dubia ad bonam
- Quo ad sanationam : Dubia ad malam
VIII.RENCANA PEMERIKSAAN
- Spirometri
- Laboratorium : Darah Lengkap
- EKG, Rontgen Thoraks,Sputum BTA, AGD
IX. Follow Up
Tanggal S O A P
01/7/2022 Sesak nafas TD : 104/77 PPOK -IVFD RL 20
(+)berkurang, RR : 23xmenit eksaserbasi tetes/menit
Batuk (+) HR : 80xmenit akut Injeksi
berdahak sulit Suhu : 36,2C
-Omeprazole
dikeluarkan Thoraks :
40mg 2x1 i.v
I : simetris, barrel
Nyeri kepala (+) -Nebu Ventolin
chest(+), sela iga
berkurang 6x1 respuls/4jam
melebar
P: Vokal Fremitus
-Cetirizine 10 mg
simetris kanan = kiri 2x1 tab
P: hipersonor kedua -Retaphyl 2x1 tab
lapangan paru -N- Acetylcystein
A: vesikuler, Ekspirasi
200mg 3x1 caps
memanjang(+/+)
-Paracetamol
500mg 3x1 tab
DISKUSI
Seorang pasien laki-laki berumur 56 tahun kiriman poli penyakit dalam RSUD
Sungai Dareh dengan keluhan Sesak nafas sejak ± 1 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit. Sesak dirasakan semakin memberat dan meningkat, sesak dirasakan
ketika beraktivitas berat, sesak tidak dipengaruhi oleh makanan dan minuman,
cuaca maupun emosi. Biasanya sesak akan sedikit berkurang bila pasien
beristirahat. Batuk berdahak dirasakan pasien yang kadang sulit dikeluarkan, dan
dahak keluar kadang berwarna putih dan kadang sedikit hijau, batuk berdarah
tidak ada. Batuk disertai keringat pada malam hari tidak ada. Nyeri Dada tidak
ada. Sesak sebenarnya sudah dirasakan pasien sejak ± 5 tahun lalu. Demam naik
turun ± 3 hari yang lalu, namun sekarang sudah tidak demam. Demam disertai
menggigil tidak ada. Nyeri kepala sejak 1 hari yang lalu, nyeri kepala seperti
terikat disangkal. Nafsu makan baik, mual dan muntah tidak ada, BAK dan BAB
dalam batas normal.
Dari anamnesis yang didapatkan tersebut, keluhan yang dialami pasien
sesuai dengan tanda dan gejala klinis dari PPOK, dimana pada PPOK gejala
timbul pada usia tua, sesak yang dipengaruhi oleh aktifitas serta batuk berdahak.
Pasien juga memiliki faktor resiko yang penting yaitu merokok dimana pasien ini
telah merokok selama kurang lebih 40 tahun sebanyak 12 batang perhari. Pada
pemeriksaan fisik pasien ini didapatkan pernafasan 28 kali permenit, dari Inspeksi
Statis dan dinamis simetris kanan sama dengan kiri, barrel chest, pada Palpasi
Fremitus kanan sama dengan kiri, perkusi hipersonor pada kedua lapangan paru,
Auskultasi Suara nafas vesikuler, dan ada Ekspirasi memanjang pada kedua
lapangan paru. Dari anamnesa dan pemeriksaan fisik tersebut sesuai dengan
PPOK di mana pada pasien PPOK ditemukan sesak nafas yang semakin memberat
serta ekspirasi memanjang. Dari anamnesis, pemeriksaan fisik disimpulkan bahwa
pasien mengalami PPOK. Pada PPOK terdapat obstruksi pada saluan nafas
sehingga menimbulkan hambatnya aliran udara pada saluran nafas. Pada pasien
PPOK biasanya pasien akan mengeluhkan sesak nafas, dipengaruhi oleh aktiftas
dan lama-kelamaan memberat. PPOK biasanya terjadi pada usia yang sudah lanjut
dan penyebab yang paling sering yaitu merokok baik untuk pasien yang masih
merokok ataupun pasien yang sudah berhenti merokok dan pajanan polusi udara,
serta genetik.
Pada pasien ini juga ditemui sesaknya semakin bertambah. Pada PPOK
gejala sesak, batuk dan batuk berdahak telah ada pada pasien, namun pada PPOK
eksaerbasi akut, 3 gejala ini bertambah.
Pasien ini ditatalaksana Oksigen 2-3 liter/menit, IVFD RL 20 tetes/menit,
Injeksi Omeprazole 2x40mg, Nebu Ventolin 6x1, Cetirizine 2x10mg, Retaphyl
2x1, N- Acetylcystein tablet 3x200mg, Paracetamol tablet 3x500mg. Pemberian
Bronkodilator untuk PPOK yaitu untuk mencegah munculnya gejala atau
meringankan gejala yang sudah muncul. Di berikan juga Antioksidan untuk
mengurangi eksaserbasi.
Selain dari tatalaksana farmakologis edukasi terhadap pasien juga tak kala
penting, yaitu Hentikan kebiasaan merokok pada pasien menghindari paparan
asap dan debu, meningkatkan toleransi paru dengan olahraga dan Latihan
pernafasan., dan penilaian dini eksaserbas akut. Untuk berhenti merokok juga
dapat mengurangi angka kejadian PPOK.
Prognosis pada pasien ini ragu-ragu, karena PPOK bersifat tidak
sepenuhnya reversible dan bersifat progresif. Namun Pemberian obat-obatan
seperti Bronkodilator untuk PPOK dapat mencegah munculnya gejala atau
meringankan gejala yang sudah muncul.
DAFTAR PUSTAKA