Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH

HADIST TENTANG HUKUM DAN SYARAT JUAL BELI

Dosen
Jamaludin, S sos, M Hum

Penyusun
Asep Sulaeman

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NIDA EL ADABI FAKULTAS HUKUM


EKONOMI SYARIAH

BOGOR

2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji serta syukur tidak lupa kita panjatkan kehadirat Allah Subhahu Wa Ta’ala yang
berkat anugerah dariNya kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Hadist tentang
Hukum dan Syarat jual beli” ini. Sholawat serta selama kita haturkan kepada junjungan agung
Nabi Besar Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam yang telah memberikan pedoman kepada
kita jalan yang sebenar-benarnya jalan berupa ajaran agama islam yang begitu sempurna dan
menjadi rahmat bagi alam semesta.

Penulis sangat bersyukur karena mampu menyelesaikan makalah ini tepat waktu sebagai
pemenuh tugas Hadist Muamalah yang bertemakan “Hadist yang berkaitan dengan kejujuran
dalam jual beli”. Selain itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada berbagai pihak yang
membantu kami untuk merampungkan makalah ini sampai selesai.

Demikian yang bisa kami sampaikan, semoga makalah ini bisa memberikan manfaat kepada
semua pihak. Dan jangan lupa kritik serta sarannya terhadap makalah ini dalam rangka perbaikan
makalah-makalah yang akan datang.

Bogor, Juni 2021

Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II Pembahasan
A. JUAL BELI
 Pengertian Jual Beli
 Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli

B. SYARAT DAN RUKUN  JUAL BELI


 Orang yang Melaksanakan Akad Jual Beli
 Sigat atau Ucapan Ijab dan Kabul
 Barang yang Diperjual-belikan
 Nilai tukar barang yang dijual

BAB III.  PENUTUP
 Kesimpulan
 Daftar Pustaka
BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Agama Islam mengatur setiap segi kehidupan umatnya. Mengatur hubungan seorang
hamba dengan Tuhannya yang biasa disebut dengan muamalah ma’allah dan mengatur pula
hubungan dengan sesamanya yang biasa disebut dengan muamalah ma’annas. Nah, hubungan
dengan sesama inilah yang melahirkan suatu cabang ilmu dalam Islam yang dikenal dengan
Fiqih muamalah. Aspek kajiannya adalah sesuatu yang berhubungan dengan muamalah atau
hubungan antara umat satu dengan umat yang lainnya. Mulai dari jual beli, sewa menyewa,
hutang piutang dan lain-lain.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup setiap hari, setiap muslim pasti melaksanakan suatu
transaksi yang biasa disebut dengan jual beli. Si penjual menjual barangnya, dan si pembeli
membelinya dengan menukarkan barang itu dengan sejumlah uang yang telah disepakati oleh
kedua belah pihak.Jika zaman dahulu transaksi ini dilakukan secara langsung dengan
bertemunya kedua belah pihak, maka pada zaman sekarang jual beli sudah tidak terbatas pada
satu ruang saja.Dengan kemajuan teknologi, dan maraknya penggunaan internet, kedua belah
pihak dapat bertransaksi dengan lancar.

B. Rumusan masalah

Dari beberapa uraian diatastentang perdagangan atau jual beli yang sebagian telah
dipaparkan,maka beberapa pertanyaan yang perlunya untuk di jawab agar tidak ada keraguan
lagi.

1.    Pengertian Jual Beli ?

2.    Landasan Atau Dasar Hukum Jual Beli?

3.    Syarat Dan Rukun Jual Beli ?

C. Tujuan Masalah

1.   Memahami Ruang Lingkup Jual Beli

2.    Untuk memperdalam materi jual beli agar bisa menerapkan keluar.

3.    Memenuhi Hukum Jual Beli Menurut Islam


BAB II
Pembahasan

A.    Jual Beli
1. Pengertian Jual Beli
Menurut etimologi, jual beli adalah pertukaran sesuatu dengan sesuatu (yang lain).
Kata lain dari jual beli adalah al-ba’i, asy-syira’, al-mubadah, dan at-tijarah.
Menurut terminologi, para ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikannya, antara
lain :
a.   Menurut ulama Hanafiyah: [1])
Jual beli adalah ”pertukaran harta (benda) dengan harta berdasarkan cara khusus (yang
dibolehkan).”
b.   Menurut Imam Nawawi[2]) dalam Al-Majmu’ :
Jual beli adalah ”pertukaran harta dengan harta untuk kepemilikan.”
c.  Menurut Ibnu Qudamah[3]) dalam kitab Al-mugni ‘ :
Jual beli adalah ”pertukaran harta dengan harta, untuk saling menjadikan milik.”

Pengertian lainnya Jual beli ialah persetujuan saling mengikat antara penjual (yakni
pihak yang menyerahkan/menjual barang) dan pembeli (sebagai pihak yang
membayar/membeli barang yang dijual). Pada masa Rasullallah SAW harga barang itu
dibayar dengan mata uang yang terbuat dari emas (dinar) dan mata uang yang terbuat dari
perak (dirham).

2.    Landasan atau Dasar Hukum Jual Beli


Landasan atau dasar hukum mengenai jual beli ini di syariatkan berdasarkan Al-
Qur’an, Hadist Nabi, dan Ijma’ Yakni :
a.    Al Qur’an, yang mana Allah Swt berfirman dalam surat Al-Baqarah, 2: 198 :

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila
kamu telah bertolak dari ‘Arafat, berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. Dan berdzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu
benar-benar termasuk orang-orang yang sesat.”

b.    Sunnah Nabi, yang mengatakan:


”Suatu ketika Nabi SAW, ditanya tentang mata pencarian yang paling baik. Beliau
menjawab, ’Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap jual-beli yang mabrur.” (HR.
Bajjar, Hakim yang menyahihkannya dari Rifa’ah Ibn Rafi’)
Maksud mabrur dalam hadist di atas adalah jual-beli yang terhindar dari usaha tipu-
menipu dan merugikan orang lain.

c.    Ijma’
Ulama telah sepakat bahwa jual beli diperbolehkan dengan alasan bahwa manusia tidak
akan mampu mencukupi kebutuhan dirinya, tanpa bantuan orang lain. Namun demikian,
bantuan atau barang milik orang lain yang dibutuhkannya itu, harus diganti dengan barang
lainnya yang sesuai.

Mengacu kepada ayat-ayat  Al Qur’an dan hadist, hukum jual beli


adalah mubah (boleh). Namun pada situasi tertentu, hukum jual beli itu bisa berubah
menjadi sunnah, wajib, haram, dan makruh.

Berikut ini adalah contoh bagaimana hukum jual beli bisa berubah menjadi sunnah,
wajib, haram, atau makruh. Jual beli hukumnya sunnah, misalnya dalam jual beli barang
yang hukum menggunakan barang yang diperjual-belikan itu sunnah seperti minyak wangi.

Jual beli hukumnya wajib, misalnya jika ada suatu ketika para pedagang menimbun
beras, sehingga stok beras sedikit dan mengakibatkan harganya pun melambung tinggi. Maka
pemerintah boleh memaksa para pedagang beras untuk menjual beras yang ditimbunnya
dengan harga sebelum terjadi pelonjakan harga. Menurut Islam, para pedagang beras
tersebut wajib menjual beras yang ditimbun sesuai dengan ketentuan pemerintah.

Jual beli hukumnya haram, misalnya jual beli yang tidak memenuhi rukun dan syarat
yang diperbolehkan dalam islam, juga mengandung unsur penipuan.

Jual beli hukumnya makruh, apabila barang yang dijual-belikan itu hukumnya


makruh  seperti rokok.

B. Sayarat Dan Rukun Jual Beli


Rukun dan syarat jual beli adalah ketentuan-ketentuan dalam jual beli yang harus
dipenuhi agar jual belinya sah menurut syara’ (hukum Islam).
1.   Orang yang melaksanakan akad jual beli (penjual dan pembeli).
Syarat-syarat yang harus dimiliki oleh penjual dan pembeli adalah :
a.    Berakal, jual belinya orang gila atau rusak akalnya dianggap tidak sah.
b.    Baliqh, jual belinya anak kecil yang belum baliqh dihukumi tidak sah. Akan tetapi, jika anak
itu sudah mumayyiz (mampu membedakan baik atau buru), dibolehkan melakukan jual beli
terhadap barang-barang yang harganya murah seperti : Permen, Kue, Kerupuk.
c.    Berhak menggunakan hartanya. Orang yang tidak berhak menggunakan harta milik orang
yang sangat bodoh(idiot) tidak sah jual belinya. Firman Allah ( Q.S. An-Nisa’(4): 5):

“Dan janganlah kamu serahkan kepada orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka
yang ada dalam kekuasaan) kamu yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan.
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka
perkataan yang baik”

2.   Sigat atau Ucapan Ijab dan Kabul.
Ulama fiqh sepakat, bahwa unsur utama dalam jual beli adalah kerelaan antara penjual
dan pembeli. Karena kerelaan itu berada dalam hati, maka harus diwujudkan melalui
ucapan ijab (dari pihak penjual) dan kabul  (dari pihak pembeli). Adapun syarat-syarat ijab
kabul adalah :
a.    Orang yang mengucap ijab kabul  telah akil baliqh.
b.    Kabul  harus sesuai dengan ijab.
c.    Ijab dan kabul dilakukan dalam suatu majlis.

3.  Barang yang Diperjual-belikan


Barang yang diperjual-belikan harus memenuhi syarat-syarat yang diharuskan, antara lain
:
a.   Barang yang diperjual-belikan itu halal.
b.   Barang itu ada manfaatnya.
c.   Barang itu ada ditempat, atau tidakada tapi ada ditempat lain.
d.   Barang itu merupakan milik si penjual atau dibawah kekuasaanya.
e.   Barang itu hendaklah diketahuioleh pihak penjual dan pembeli dengan jelas, baik zatnya,
bentuknya dan kadarnya, maupun sifat-sifatnya.

4.  Nilai tukar barang yang dijual (pada zaman modern sampai sekarang ini berupa uang).
Adapun syarat-syarat bagi nilai tukar barang yang dijual itu adalah :
a.   Harga jual disepakati penjual dan pembeli harus jelas jumlahnya.
b.   Nilai tukar barang itu dapat diserahkan pada waktu transaksi jual beli, walaupun secara
hukum, misalnya pembayaran menggunakan kartu kredit.
c.   Apabila jual beli dilakukan secara barter atau Al-muqayadah (nilai tukar barang yang dijual
bukan berupa uang tetapi berupa uang.          
BAB VI
PENUTUP

A.  Kesimpulan
Sesuatu hal yang sering kita lupakan menjadi hal yang dapat merusak nilai amalan yang
kita lakukan jual beli, jadi hal upaya tentang penulisan ini dilakukan untuk memberikan
informasi tentang pengertian, dasar hukum jual beli, rukun dan syarat jual beli, hal yang
terlarang dalam jual beli, khiyar, dan jual beli As-salam. Agar terciptanya lingkungan
ekonomi perdagangan islam yang sehat dalam kehidupan bermasyarakat. Untuk itu penulis
menyimpulkan bahwa jual beli islam adalah suatu kegiatan yang bersifat kepentingan umum,
juga menjadi tolak ukur untuk mensejahterakan kehidupan rakyat terutama dalam bidang
perekonomian. Karena manusia ini adalah makhluk sosial, jadi diperlukan kegiatan jual beli
ini juga seluk beluk mengenai jual beli islam ini sudah dapat dilihat dalam bab-bab makalah
ini.

DAFTAR PUSTAKA
Rahmat Syafe’i MA, Prof., Dr., 2004, Fiqih Muamalah, Pustaka Setia, Bandung.
Wahbah Al-Juhaili, 1989, Al-fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Dar Al-Fikr.
Rambe, Nawawiah, Drs, 1994, Fiqih Islam, Duta Pahala, Jakarta.
Syamsuri, Drs, H., 2005, Pendidikan Agama Islam SMA Jilid 2 Untuk Kelas
XI, Erlangga, Jakarta.

[1] )   Alaudin Al-Kasyani, Badai’ Ash-Shanai’fi Tartib Asy-Syarai’. Juz V, Hlm. 133


[2] )  Muhammad Asy-Syarbini, Mugni Al-Muhtaj. Juz II, hlm. 2
[3] )  Ibnu Qudamah, Al-Mugni. Juz III, hlm. 559
[4] )  Ibid, hlm. 500-515
[5] ) Wahbah Al-Juhaili,  Al-Fiqh Al-Islami Wa adillatuhu, juz IV, hlm. 250
[6] )   Al-Kasani, Op.Cit., juz V, hlm. 174
[7] )  Al-Juahaili, Op.Cit., juz IV, hlm. 250

Anda mungkin juga menyukai